hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri

advertisement
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ANTIBAKTERI
KITOSAN DAN CIRI PERMUKAAN DINDING SEL BAKTERI
DESI ANDRIAWATI YUSMAN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
ABSTRAK
DESI ANDRIAWATI YUSMAN. Hubungan antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri
Permukaan Dinding Sel Bakteri. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan I MADE
ARTIKA.
Kitosan merupakan salah satu contoh produk hasil pemanfaatan limbah udang yang
mempunyai prospek untuk dikembangkan. Kitosan di negara industri telah banyak digunakan
secara luas dalam bidang farmasi, kosmetik, bioteknologi, pertanian, lingkungan, tekstil,
kertas, penjerap logam, pangan (untuk memperpanjang masa penyimpanan buah-buahan
segar dan makanan lainnya), dan lain-lain. Kitosan juga memiliki aktivitas antibakteri.
Escherichia coli (Gram-negatif) and Staphylococcus aureus (Gram-positif) diuji untuk
menggambarkan hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding
sel bakteri. Bakteri ditanam dalam nutrien agar pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Pencirian
bakteri yang dilakukan meliputi analisis hidrofilisitas dan analisis muatan negatif permukaan
sel, yang kemudian dihubungkan dengan kekuatan aktivitas antibakteri kitosan.
Hasilnya menunjukkan bahwa nilai konsentrasi hambatan minimum E. coli adalah sebesar
4 mg/100ml, sedangkan S. aureus adalah sebesar 10 mg/100ml. E. coli memiliki ciri
permukaan dinding sel yang lebih bersifat hidrofilik dan mempunyai muatan negatif yang
lebih besar daripada S. aureus. Hal ini berarti, bahwa kitosan lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki ciri permukaan dinding sel lebih hidrofilik
dan lebih bermuatan negatif.
ABSTRACT
DESI ANDRIAWATI YUSMAN. Relationship between Antibacterial Activity of Chitosan
and Surface Characteristics of Bacterial Cell Wall. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and I
MADE ARTIKA.
Chitosan is an example of utilization of waste product from shrimp industry, it shows a
huge potential application to be explored. Chitosan in industrial countries has been applied
widely in pharmaceutical, cosmetic, biotechnology, agriculture, environment, textile, paper,
metal adsorption, food industries (extend self life of fresh fruit and others food), etc.
Chitosan also shows antibacterial activity.
Two types of microbe from different Gram namely Escherichia coli as Gram-negative and
Staphylococcus aureus as Gram-positive were examined to describe the relationship between
chitosan’s antibacterial activity and the surface characteristics of the microbes. Microbes
were cultivated in agar nutrient at 37 ºC for 24 h. Bacterial evaluation consisted of
hydrophilicity and negative charge analysis of cell surface which were then correlated with
antibacterial activity strength.
The results showed the minimum inhibitory concentration for E. coli was 4 mg/100ml and
S. aureus was 10 mg/100ml. Surface characteristics of E. coli cell wall has showed more
hydrophilicity and negatively charged density distributed over the cell surface than S. aureus.
Therefore, chitosan was more effective to inhibit growth of the hydrophilic bacteria and
negative charged density was distributed over the cell surface.
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ANTIBAKTERI
KITOSAN DAN CIRI PERMUKAAN DINDING SEL BAKTERI
DESI ANDRIAWATI YUSMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Hubungan antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan
Dinding Sel Bakteri
: Desi Andriawati Yusman
: G44201019
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Drs. Ahmad Sjahriza
NIP 131842413
Dr. I Made Artika, M.App.Sc.
NIP 131855679
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur hanya milik Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis diberi
kemudahan dan kekuatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada suri teladan kita Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah aktivitas antibakteri kitosan, dengan judul Hubungan antara Aktivitas
Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan Dinding Sel Bakteri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Drs. Ahmad Sjahriza dan Dr. I Made
Artika, M.App.Sc. selaku pembimbing yang telah mencurahkan ilmu dan waktunya, serta
kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. yang telah berkenan memberi ijin kepada
penulis untuk melaksanakan penelitian di Laboratorium Uji Biofarmaka. Ucapan terima kasih
yang tak terhingga teruntuk Mamah, Almarhum Bapak, De Angga, Neng Asri, dan De Deri,
atas kasih sayang dan doanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mas Herry,
Kak Budi, Obie, Mba Nunuk, Mba Ina, Kak Atep, teman-teman di Biofarmaka, Nidi, Mba
Win, Mba Tonah, Nepa, Mba Kisti, Selvi, Riyen, Teh Cimut, Rini, Winda, teman-teman di
laboratorium kimia fisik, teman-teman kimia 38, dan semua pihak yang telah membantu
penulis, hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Januari 2005
Desi Andriawati Yusman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 2 Desember 1982 dari ayah Nursipin Yusman
(almarhum) dan ibu Titi Haryati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Banjarsari dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Masuk Seleksi IPB. Penulis memilih program
studi kimia, jurusan kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam Kajian Islam Kimia
(KIK), DKM Al-gifari IPB, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), dan DKM
Himpunan Alumni IPB. Pada tahun ajaran 2003/2004 penulis melaksanakan praktik lapang
di LIPI Mikrobiologi, Bogor. Kemudian pada tahun ajaran 2004/2005, penulis menjadi
asisten mata kuliah Kimia Dasar.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. ix
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan ................................................................................. 1
Antibakteri ........................................................................................... 2
Pengujian Aktivitas Antibakteri........................................................... 2
Bakteri .................................................................................................. 3
Dinding Sel Bakteri Gram-Negatif ...................................................... 3
Dinding Sel Bakteri Gram-Positif........................................................ 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat..................................................................................... 4
Metode ................................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Kitosan...................................................................................... 5
Deteksi Aktivitas Antibakteri............................................................... 6
Analisis Hidrofilisitas Permukaan Dinding Sel Bakteri ...................... 8
Analisis Muatan Negatif Permukaan Dinding Sel Bakteri .................. 8
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .............................................................................................. 9
Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 9
LAMPIRAN................................................................................................. 11
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Syarat-syarat kitosan komersil ................................................................... 2
2 Perbedaan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.................................... 3
3 Pencirian kitosan hasil isolasi .................................................................... 6
4 Analisis muatan negatif permukaan sel bakteri ......................................... 8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur molekul kitin ...............................................................................................1
2 Struktur molekul kitosan........................................................................... 2
3 Struktur molekul kitosan sebagai polielektrolit kationik .......................... 2
4 Susunan peptidoglikan (a) Eschericia coli (b) Staphylacoccus aureus ... 3
5 Dinding sel bakteri Gram-negatif ............................................................. 3
6 Membran luar Eschericia coli (Gram negatif).......................................... 4
7 Dinding sel bakteri Gram-positif .............................................................. 4
8 Ikatan hidrogen dalam struktur kristal kitin.............................................. 6
9 Mekanisme reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan ................................. 6
10 Zona bening E. coli ................................................................................... 7
11 Zona bening S. aureus............................................................................... 7
12 Pengaruh konsentrasi senyawa antibakteri terhadap
diameter zona bening E. coli dan S. aureus .............................................. 7
13 Pengaruh penambahan kitosan dan tetrasiklin terhadap
diameter zona bening ................................................................................ 7
14 Kurva hubungan antara n-Heksana dan hidrofilisitas
Permukaan dinding sel bakteri .................................................................. 8
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ............................................................................... 12
2 Bagan alir metode isolasi kitosan............................................................ 13
3 Metode pengukuran derajat deasetilasi ................................................... 14
4 Spektrum FTIR kitosan ........................................................................... 14
5 Penentuan nilai OD kontrol..................................................................... 14
6 Perhitungan OD kontrol .......................................................................... 15
7 Hidrofilisitas permukaan sel bakteri ....................................................... 15
8 Perhitungan hidrofilisitas ........................................................................ 15
9 Hasil uji T pada analisis hidrofilisitas permukaan sel bakteri ................ 15
10 Perhitungan RCD .................................................................................... 15
11 Hasil uji T pada analisis muatan negatif permukaan sel bakteri............. 15
12 Data deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan penentuan KHM............. 16
13 Analisis ragam pengaruh faktor bakteri, senyawa,
dan konsentrasi terhadap diameter zona bening ..................................... 16
14 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor bakteri dan konsentrasi.......... 16
15 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor senyawa
antibakteri dan konsentrasi...................................................................... 17
16 Struktur molekul tetrasiklin .................................................................... 17
PENDAHULUAN
Udang merupakan salah satu komoditas
penting bagi hasil perikanan Indonesia, terlihat
dari permintaan pasar untuk komoditi udang
yang besar dari tahun ke tahun. Kenyataan
tersebut menunjukkan bahwa udang memainkan
peranan penting dalam ekspor perikanan
Indonesia. Pada umumnya udang diekspor
dalam keadaan beku, sehingga hal ini
mendorong para pengusaha perikanan untuk
mengembangkan industri pembekuan udang.
Produk udang beku yang sudah terkenal ada tiga
macam, yaitu udang yang dibekukan dalam
keadaan utuh tanpa dikuliti atau dipotong
kepalanya, udang yang telah dipisahkan
kepalanya tetapi tidak dikuliti, dan udang yang
telah dikupas kulitnya serta dipisahkan
kepalanya. Kedua produk udang beku terakhir
akan meninggalkan sisa pengolahan (limbah)
berupa kepala dan kulit atau kepalanya saja.
Bila kemelimpahan limbah ini tidak diiringi
dengan pemanfaatan yang tepat, maka akan
menjadi masalah yang serius. Limbah udang
sama halnya seperti limbah perikanan lainnya,
akan mudah sekali mengalami pembusukan,
sehingga menimbulkan polusi terhadap
lingkungan.
Kitosan merupakan salah satu contoh produk
hasil pemanfaatan limbah udang yang
mempunyai prospek untuk dikembangkan.
Kitosan di negara idustri telah banyak
digunakan secara luas dalam bidang farmasi,
kosmetik, bioteknologi, pertanian, lingkungan,
tekstil, kertas, penjerap logam, pangan (untuk
memperpanjang masa penyimpanan buahbuahan segar dan makanan lainnya), dan lainlain (Kurita 1998; Shahidi et al. 1999;
Somashekar 1996; El-Ghaouth et al. 1992).
Penggunaan kitin dan kitosan di Indonesia
relatif rendah (belum dikenal), padahal di
industri pangan, kosmetik dan farmasi sangat
berkembang pesat penggunaan pengemulsi yang
diekspor dari luar negeri dengan harga mahal
(lesitin dan Tween 80), yang bisa diganti
dengan kitosan (Berzeski 1987).
Kitosan memiliki aktivitas antibakteri (ElGhaouth et al. 1993; Chen et al. 2002; Kim et
al. 1997; Wang 1992; Yadav 2004). Atas dasar
itulah, penulis melakukan penelitian untuk
membuktikan aktivitas antibakteri kitosan dan
memperoleh data yang dapat menjelaskan
hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan
dan ciri permukaan dinding sel bakteri. Adapun
bakteri yang digunakan diantaranya, ialah S.
aureus mewakili bakteri gram positif dan E.
Coli mewakili bakteri gram negatif. Pemilihan
bakteri Gram positif dan Gram negatif ini
bertujuan mengetahui aktivitas antibakteri
terhadap ketahanan jenis bakteri. Uji yang
dilakukan setelah mengisolasi kitosan dari kulit
udang meliputi deteksi aktivitas antibakteri
kitosan dan penentuan konsentrasi hambatan
minimum (KHM), analisis hidrofilisitas, dan
analisis muatan negatif permukaan sel bakteri
(Lampiran 1).
Penelitian ini bertujuan mengisolasi kitosan
dari kulit udang, menguji aktivitas antibakteri
kitosan, mengetahui nilai konsentrasi hambatan
minimum kitosan terhadap sel bakteri, dan
mengamati hubungan antara aktivitas antibakteri
kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi awal tentang aktivitas
antibakteri kitosan dan hubungannya dengan ciri
permukaan dinding sel bakteri.
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin dan Kitosan
Kitin mempunyai bentuk molekul yang
hampir sama dengan selulosa yaitu suatu bentuk
polisakarida yang dibentuk dari molekulmolekul glukosa sederhana yang identik.
Menurut Ornum (1992), kitin berupa polimer
linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer
n-asetil D-glukosamin dalam ikatan β (1− 4 )
atau
2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranol
dengan rumus molekul (C8H13NO5)n (Gambar
1). Kitin mudah mengalami degradasi secara
biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air,
asam anorganik encer, dan asam-asam organik,
tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan
litium klorida (Kurita 1998).
Gambar 1 Struktur molekul kitin.
Kitosan merupakan turunan kitin yang tidak
larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut
dengan cepat dalam asam organik encer seperti
asam format, asam asetat, asam sitrat, dan asam
mineral lain (Bastaman 1989). Knurr (1982)
menyatakan bahwa kitosan merupakan polimer
rantai panjang glukosamin
deoksiglukosa) (Gambar 2).
(2-amino-2-
Gambar 2 Struktur molekul kitosan.
Menurut Sandford (1987), gugus amino
(NH2) yang dimiliki oleh kitosan inilah yang
banyak memberikan kegunaan. Hal ini
disebabkan karena pada kondisi asam, gugus
amino bebas dari kitosan akan terprotonasi
membentuk gugus amino kationik (NH3+)
(Gambar 3). Kation akan bereaksi dengan anion
polimer membentuk kompleks elektrolit. Berat
molekul kitosan 1,036x105 dalton (Knurr 1982).
Berat molekul ini bergantung pada derajat
deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi.
Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari
polimer kitin, maka semakin kuat interaksi antar
ion dan ikatan hidrogen dari kitosan (Ornum
1992). Adapun syarat-syarat kitosan komersil
disajikan dalam Tabel 1 (Knurr 1982).
yang dikenal dengan bakterisidal seperti
penisilin, basitrasin, dan neomisin, dan yang
memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan
atau yang kita sebut bakteriostatik seperti
tetrasiklin, kloramfenikol, dan novobiosin
(Pelzcar & Chan 1986).
Pelzcar dan Chan (1986) mengungkapkan
bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan
mikroba oleh senyawa antibakteri ada beberapa
macam, antara lain: (1) menghambat sintesis
dinding sel; (2) menghambat keutuhan
permeabilitas membran sitoplasma, sehingga
terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel; (3)
denaturasi protein sel; (4) merusak sistem
metabolisme sel dengan menghambat kerja
enzim intraseluler; dan (5) menghambat sintesis
protein yang menyebabkan kerusakan total sel.
Menurut Todar (1997), cakupan bakteri yang
dapat dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut
dengan spektrum aksi antibakteri. Berdasarkan
spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi
tiga, yaitu: (1) Spektrum sangat terbatas yaitu
zat antibakteri yang efektif melawan suatu
spesies bakteri tertentu; (2) spektrum terbatas
yaitu zat antibakteri yang efektif melawan
sebagian bakteri Gram-positif atau Gramnegatif; (3) spektrum luas yaitu zat antibakteri
yang efektif melawan bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif dalam cakupan yang luas.
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Gambar 3 Struktur molekul kitosan sebagai
Polielektrolit kationik.
Tabel 1 Syarat-syarat kitosan komersil
Parameter
Ukuran partikel
Kadar air
Kadar abu
Warna larutan
Derajat deasetilasi
(DD)
Viskositas (cps)
‫ ٭‬rendah
‫ ٭‬sedang
‫ ٭‬tinggi
‫ ٭‬ekstra tinggi
Nilai
Serpihan sampai serbuk
≤ 10 %
≤2%
Jernih
≥ 70 %
< 200 cps
200-799 cps
800-2000 cps
>2000 cps
Antibakteri
Antibakteri diartikan sebagai zat yang dapat
menggangu pertumbuhan dan metabolisme
bakteri
(Clifton
1958).
Berdasarkan
aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi
dua, yaitu yang memiliki aktivitas membunuh
Terdapat dua cara pengujian antibakteri,
yaitu teknik dilusi dan teknik difusi (Pelzcar &
Chan 1986). Teknik dilusi yaitu dengan
mencampur zat antibakteri dengan medium yang
kemudian diinokulasi dengan bakteri uji. Dasar
pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh
tidaknya bakteri uji tersebut. Ada 2 cara teknik
dilusi, yaitu cara penipisan lempeng agar dan
cara pengenceran tabung. Pada teknik difusi, zat
yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya
berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanami
bakteri. Dasar pengamatannya adalah ada atau
tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri.
Teknik difusi ini ada 3 macam cara, yaitu cara
parit (ditch), cara lubang/cawan (hole/cup) dan
cara cakram (disc).
Penelitian ini menggunakan cara cakram
(disk). Kelebihan cara ini adalah jumlah larutan
antibakteri bisa diatur sesuai dengan kapasitas
kertas cakram, diameter dan ketebalannya.
Kekurangannya adalah bila komposisi serat
kertasnya heterogen, dapat menyebabkan variasi
difusi zat antibakteri sehingga diameter zona
hambatannya dapat bervariasi. Pada pemilihan
jenis kertas, sifat kapileritas sangat penting
untuk diperhatikan, karena mempengaruhi laju
dan kualitas difusi.
Todar (1997) mengemukakan bahwa
ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri antara
lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti
sangat kuat, daerah hambatan 10 sampai 20 mm
berarti kuat, daerah hambatan 5 sampai 10 mm
berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau
kurang berarti lemah.
Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik tanpa klorofil
yang khas, dan bersel tunggal (uniseluler).
Bahan sel bakteri (sitoplasma dan intinya)
dikelilingi oleh membran sitoplasma yang
berfungsi mengendalikan keluar masuknya
suatu bahan ke dalam sel. ebelah luar yang
menutupi membran sitoplasma ialah dinding sel
yang kaku yang mengandung peptidoglikan
(Lay & Sugyo 1992).
Peptidoglikan adalah suatu polimer yang
terdiri dari tiga macam bahan pembangun, yaitu
asam N-asetil-glukosamin (AGA), Asam NAsetil-Muramat (AAM) dan suatu peptida yang
terdiri dari empat sampai lima asam amino yaitu
L-Alanin, D-Alanin, asam D-Glutamat dan
Lisin atau diamino tinelat. Peptidoglikan ini
memberikan bentuk dan kakunya dinding sel
(Lay & Sugyo 1992).
Susunan kimiawi dari peptidoglikan khas
untuk masing-masing bakteri (Gambar 4). AGA
dan AAM merupakan komponen tetap, akan
tetapi keragaman ada pada asam amino yang
ada dan sifat ikatannya. Pelczar & Chan (1986)
menjelaskan bahwa perbedaan dinding sel inilah
yang menyebabkan bakteri dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan respon yang berbeda
terhadap pewarnaan Gram, yaitu bakteri Gram
positif dan Gram negatif (Tabel 2).
Tabel 2 Perbedaan bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif
Ciri
Gram Positif Gram Negatif
Struktur
Tebal (15-80 Tipis (10-15 nm)
nm)
Dinding Sel Berlapis
Berlapis tiga
tunggal
(multi)
(mono)
Komposisi Lipid rendah Lipid tinggi (11(1-4 %)
22 %)
Dinding Sel Peptidoglika Peptidoglikan
n lebih dari sekitar 10 %
50 % bobot bobot kering.
kering. Ada Tidak ada asam
asam teikoat teikoat
Persyaratan Relatif rumit Relatif sederhana
Nutrien
Dinding Sel Bakteri Gram-Negatif
Dinding sel bakteri Gram-negatif lebih
kompleks dibandingkan Gram-positif (Gambar
5). Perbedaan utama adalah adanya lapisan
membran luar, yang meliputi peptidoglikan
(Gambar 6). Kehadiran membran ini
menyebabkan dinding sel bakteri kaya akan
lipida (11-22%) (Brock et al. 1994).
Gambar 5 Dinding sel bakteri Gram-negatif.
Gambar 4 Susunan peptidoglikan
(a) E. coli (b) S. aureus.
Lapisan membran luar mempunyai struktur
sebagai unit membran (Gambar 6).
Perbedaannya adalah bahwa lapisan ini tidak
hanya terdiri dari fosfolipida saja seperti pada
membran plasma tetapi juga mengandung lipida
lainnya, polisakarida dan protein. Lipida dan
polisakarida ini berhubungan erat dan
membentuk struktur khas yang disebut
lipopolisakarida (LPS) (Brock et al. 1994).
neraca, vortex mixer, spektrofotometer, lemari
pendingin dan inkubator.
Metode
Isolasi Kitosan
Gambar 6 Membran luar E. coli.
Dinding Sel Bakteri Gram-Positif
Bakteri Gram-positif memiliki kandungan
peptidoglikan yang tinggi dibandingkan dengan
bakteri Gram-negatif (Gambar 7). Bakteri
Gram-positif memiliki asam teikoat, polimer
yang bersifat asam yang mengandung ribitol
fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini
bermuatan negatif, sehingga menyebabkan
muatan negatif pada permukaan sel bakteri
Gram-positif (Lay & Sugyo 1992).
Gambar 7 Dinding sel bakteri Gram-positif.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain,
kulit udang kering dan bersih, NaOH, HCl,
asam asetat glasial, akuades, nutrien agar (NA),
nutrient broth (NB), alkohol, heksana,
tetrasiklin, disk paper, asam sitrat, kultur bakteri
E. coli, dan S. aureus.
Alat-alat yang dipakai ialah labu takar dan
alat-alat kaca lainnya, penangas air tahan asam
basa, hot plate, stirer, ruang laminar, Bunsen,
ose, otoklaf, water bath, mikropipet, tip steril,
Demineralisasi
Limbah udang yang terdiri dari kulit dan
ekor dibersihkan, lalu dikeringkan dengan
bantuan sinar matahari untuk kemudian digiling
dan diayak. Beberapa gram cuplikan kulit dan
ekor udang dimasukkan ke dalam bejana tahan
asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk,
dan termometer. Larutan HCl 2N ditambahkan
dengan rasio antara kulit udang dan HCl adalah
1:8. Proses ini dilakukan selama 1 jam pada
suhu sekitar 90 0C (Harahap 1995). Residu
dicuci dengan air sampai diperoleh pH netral
(Lampiran 2).
Deproteinasi
Residu hasil demineralisasi dimasukkan lagi
ke dalam bejana dan ditambahkan NaOH 3,5%
(b/v) (1:10). Proses ini dilakukan selama 2 jam
pada suhu sekitar 120 0C (Harahap 1995).
Residu dicuci dengan menggunakan air sampai
pH netral, kemudian dikeringkan dengan sinar
matahari. Residu hasil pemisahan ini adalah
kitin (Lampiran 2).
Deasetilasi
Beberapa gram kitin dimasukkan ke dalam
bejana, kemudian ditambahkan larutan NaOH
50% (b/v) (1:20). Proses ini dilakukan selama 2
jam pada suhu sekitar 140 0C (Harahap 1995).
Residu dicuci dengan air sampai pH netral,
kemudian dijemur dengan sinar matahari.
Residu hasil pengeringan ini adalah kitosan
yang tampak dari larutnya residu dalam larutan
asam asetat 2%(b/v) (Lampiran 2).
Preparasi Medium NA
Sebanyak 5 g pepton, 3 g ekstrak ragi, dan
25 g agar batang dilarutkan dalam akuades
sebanyak 1 L. Larutan disterilisasi dengan
autoklaf pada tekanan 15 atm dan suhu 120 oC
selama 15 menit, lalu dalam keadaan hangat,
larutan tersebut sebanyak 10 ml dituang ke
dalam cawan petri yang sudah disterilkan.
Inkubasi dilakukan dalam ruang laminar selama
24 jam, setelah larutan memadat dan dipastikan
tidak terkontaminasi, medium tersebut siap
digunakan (Pelzcar & Chan 1986).
Isolasi Biakan Murni Bakteri dengan
Metode Cawan Gores
Analisis Hidrofilisitas Permukaan
Dinding Sel Bakteri
Inokulum E. coli dan S. aureus (secara
terpisah) digoreskan pada permukaan medium
NA dalam cawan petri, dengan jarum pindah
(lup inokulasi). Tampak di antara garis-garis
goresan akan terdapat sel-sel yang cukup
terpisah-pisah dan dapat tumbuh menjadi
koloni-koloni terpisah. Isolat tersebut kemudian
dipindahkan ke dalam agar miring supaya tidak
terkontaminasi, dan ditutup dengan kapas steril
(Pelzcar & Chan 1986).
Campuran heksana dan air dengan variasi
perbandingan volum 0:5, 5:5, 6:5, 7:5, 8:5, 9:5
ditambahkan suspensi sel bakteri. Larutan
dikocok sampai tercampur dengan ulangan
pengocokan yang sama, lalu diendapkan selama
beberapa menit. Absorbansi dari larutan fase air
diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan
spektrofotometer (Chung et al. 2004). Nilai
hidrofilisitas dinyatakan sebagai nilai yang
terukur dibagi dengan nilai kontrol (Lampiran
8). Hidrofilisitas antara E. coli dan S. aureus
dibandingkan dengan uji T.
Peremajaan Bakteri
Penumbuhan bakteri dilakukan di ruang
laminar. Larutan NB dibuat sebanyak 0.8 g
dalam 0.1 L. Kultur bakteri sebanyak 1 ose
ditambahkan ke dalam medium NB. Setiap
penambahan isolat bakteri, alat kaca yang akan
digunakan dipijarkan dengan bunsen untuk
mencegah kontaminasi. Isolat bakteri kemudian
dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam
(Pelzcar & Chan 1986) .
Deteksi Aktivitas Antibakteri
dan Penentuan KHM
Pada medium NA padat ditambahkan 10 ml
medium NA semisolid yang telah diinokulasi
bakteri, lalu paper disk diletakkan diatasnya
yang kemudian diisi kitosan dengan variasi
konsentrasi. Inkubasi dilakukan pada suhu
kamar selama 24 jam, setelah itu diukur
diameter zona beningnya. KHM dari setiap jenis
bakteri ditentukan dari diameter zona bening
terkecil (Pelzcar & Chan 1986). Kontrol positif
yang digunakan yaitu dengan penambahan
tetrasiklin (Lampiran 16), sedangkan kontrol
negatif dengan tanpa penambahan sampel
senyawa antibakteri.
Penentuan Nilai OD Kontrol
Nilai OD (optical density) awal dari medium
yang ditambahkan suspensi sel bakteri dan OD
medium tanpa susupensi sel diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm (Lampiran 5). Nilai kontrol diperoleh dari
pengurangan nilai OD medium yang ditambah
susupensi sel dengan nilai OD medium tanpa
suspensi sel bakteri (Lampiran 6).
Analisis Muatan Negatif Permukaan
Dinding Sel Bakteri
Resin penukar anion (Amberlit) dimasukkan
ke dalam buret, lalu dielusi dengan air
deionisasi sampai resin memadat, dan diaktivasi
dengan menggunakan HCl. Sebanyak 5 ml
suspensi sel bakteri ditambahkan sedikit demi
sedikit ke dalam buret. Absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan
spektrofotometer (Chung et al. 2004). RCD
(Relative Cell Density) dinyatakan sebagai nilai
yang terukur dibagi nilai kontrol (Lampiran 10).
Muatan negatif antara E. coli dan S. aureus
dibandingkan dengan uji T.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Kitosan
Tahap demineralisasi pada isolasi kitosan
bertujuan untuk menghilangkan fraksi mineral.
Senyawa mineral terutama kalsium dalam
bentuk kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium
fosfat (Ca3(PO4)2) bereaksi dengan HCl
membentuk kalsium klorida (CaCl2), asam
karbonat (H2CO3), dan asam fosfat (H3PO4)
yang larut dalam air.
Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan
fraksi protein. Menurut Bastaman (1989), tidak
ada kondisi optimum dalam tahap ini karena
kandungan protein pada setiap spesies berbedabeda. Urutan proses demineralisasi dan
deproteinasi bergantung
pada keperluan.
Menurut Knurr (1984), deproteinasi dilakukan
lebih dahulu apabila protein yang terlarut
dikehendaki untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
Deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan
gugus asetil pada gugusan asetil amino kitin
menjadi gugus amino bebas kitosan (Gambar 9).
Pemakaian basa kuat yang konsentrasinya lebih
tinggi
daripada
proses
deproteinasi
dimaksudkan untuk memecah ikatan hidrogen
yang kuat antara atom nitrogen dengan gugus
karboksil dalam struktur kristal kitin (Bastaman
1989) (Gambar 8).
Berdasarkan hasil analisis, derajat deasetilasi
dihitung dengan cara mengukur absorbansi pada
puncak yang berhubungan, yaitu pada bilangan
gelombang 3440.94 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus amina sekunder, dan bilangan
gelombang 1640.61 cm-1 menunjukkan gugus
karbonil. Hasil perhitungan derajat deasetilasi
kitosan sebesar 73%, hal ini berarti masih
terdapat gugus asetil sekitar 27%. Derajat
deasetilasi hasil isolasi kitosan ini sudah
memenuhi spesifikasi yang disyaratkan untuk
kitosan niaga yaitu DD-nya minimum harus
70%, sehingga bisa dipastikan bahwa hasil
isolasi tersebut merupakan kitosan.
Deteksi Aktivitas Antibakteri
Gambar 8 Ikatan hidrogen dalam struktur
kristal kitin.
Gambar 9 Mekanisme reaksi deasetilasi kitin
menjadi kitosan.
Kitosan yang dihasilkan berbentuk serpihan
dan berwarna putih tulang (Tabel 3). Pencirian
lain adalah dengan menguji kelarutan kitosan
dalam asam asetat dan asam sitrat 2%(b/v),
hasilnya menunjukkan bahwa hasil isolasi
tersebut larut dalam asam asetat dan asam sitrat.
Uji kualitatif lainnya yaitu dengan pengukuran
DD menggunakan spektroskopi inframerah
(Lampiran 3 & 4).
Tabel 3 Pencirian kitosan hasil isolasi.
Parameter
Warna
Bentuk
Derajat deasetilasi (%)
Kelarutan
Kadar/ciri
Putih tulang
Serpihan
73%
Larut dalam asam asetat
dan asam sitrat 2%
Bakteri uji yang dipilih yaitu S. aureus yang
mewakili bakteri Gram positif dan E. coli yang
merupakan bakteri Gram negatif, sehingga
mewakili uji dari segi ketahanan jenis
bakterinya. Selain itu juga, kedua bakteri ini
dipilih karena merupakan bakteri penyebab
infeksi. E. coli sendiri adalah bakteri penyebab
infeksi pada pencernaan dan darah, sedangkan
di sisi lain kitosan salah satu aplikasinya adalah
untuk obat penyakit maagh yang akut sehingga
ada korelasi di antara keduanya. S. Aureus
adalah bakteri penyebab infeksi pada kulit dan
juga tumbuh pada kulit yang luka, sedangkan
kitosan salah satu aplikasinya adalah untuk
hand body lotion (kosmetik) dan untuk
pembalut luka serta benang bedah sehingga
terdapat korelasi satu sama lain.
Deteksi aktivitas antibakteri adalah untuk
melihat benar atau tidaknya kitosan memiliki
aktivitas sebagai senyawa antibakteri, untuk
mengetahui nilai MIC/KHM-nya dan untuk
mengetahui kekuatan antibakteri kitosan. Selain
itu juga, untuk menganalisis hubungan antara
aktivitas antibakteri kitosan dengan ciri
permukaan dinding sel bakteri (hidrofilisitas dan
muatan negatif permukaan sel bakteri).
Berdasarkan hasil analisis deteksi aktivitas
antibakteri, pada penambahan kitosan terlihat
adanya zona bening atau daerah hambatan
(Gambar 10 & 11) yang menunjukkan bahwa
kitosan memiliki aktivitas antibakteri. Kontrol
negatif (tanpa penambahan senyawa antibakteri)
tidak menunjukkan adanya diameter zona
bening. Nilai KHM dari kitosan (lampiran 12)
dalam menghambat E. coli adalah sebesar 4
mg/100ml dengan diameter hambatan rataratanya dari dua kali ulangan sebesar 0.7 mm.
Nilai KHM untuk S. aureus adalah sebesar 10
mg/100ml dengan diameter hambatan rataratanya dari dua kali ulangan sebesar 0.65 mm.
Gambar 10 Zona bening E. coli.
Gambar 11 Zona bening S. aureus.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai
KHM dari E. coli lebih kecil jika dibandingkan
dengan KHM S. aureus (Lampiran 13 & 14),
yang berarti kitosan lebih sensitif terhadap E.
coli (bakteri Gram negatif). Gambar 10 di
bawah ini, memperlihatkan bahwa kurva
diameter zona bening E. coli (bakteri Gram
negatif) berada di atas kurva S. aureus (bakteri
Gram positif).
antibakteri yang dikemukakan oleh Todar
(1997), kitosan mempunyai potensi mengingat
ada daerah hambatan yang termasuk kuat (10-20
mm) dan sedang (5-10 mm).
Aktivitas penghambatan pertumbuhan
bakteri (antibakteri) kitosan yang tidak
ditemukan pada kitin ini, berasal dari gugus
amino (NH2) bebas dalam kitosan. Gugus amino
bebas dalam larutan asam akan terprotonasi
membentuk polikationik, sehingga polisakarida
kitosan bermuatan positif yang ini berbeda
dengan polisakarida pada umumnya yang
bermuatan negatif termasuk salah satu di
antaranya adalah protein. Polikationik alami
kitosan ini menunjukkan kerapatan muatan yang
tinggi yang bersifat polielektrolit kationik yang
sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul
bermuatan negatif dan biomolekul permukaan
seperti halnya permukaan sel bakteri yang
bermuatan negatif.
Berdasarkan pada Pengaruh penambahan
kitosan dan tetrasiklin terhadap diameter zona
bening (gambar 13), dapat kita lihat bahwa
aktivitas antibakteri kitosan lebih kecil daripada
tetrasiklin. Hal ini karena kitosan yang diuji
tidak dilakukan pemurnian lebih lanjut,
misalnya derajat deasetilasinya hanya 73%.
Menurut Jung et al. (1998), kitosan dengan
derajat deasetilasi 90% menunjukkan aktivitas
antibakteri hingga 84% dan kitosan-g-MAP
menunjukkan aktivitas antibakteri hingga 95%..
20
20
E. coli
14
S. aureus
18
D ia m e t e r z o n a b e n in g ( m m )
16
12
10
8
6
4
2
0
16
14
12
10
8
6
4
Kitosan
Tetrasiklin
60
80
10
0
20
0
40
0
60
0
80
0
10
00
4
5
10
20
40
2
3
1
2
Konsentrasi senyawa antibakteri (mg/100ml)
Gambar 12 Pengaruh konsentrasi senyawa
antibakteri terhadap diameter
zona bening.
Berdasarkan hasil deteksi aktivitas
antibakteri (lampiran 12), terlihat bahwa
diameter daerah hambat dari 16 variasi
konsentrasi kitosan terhadap bakteri uji (E. coli
dan S. aureus) besarnya bervariasi, mulai dari
0.4 sampai 13 mm. Jika data pada lampiran 12
dikaitkan dengan ketentuan kekuatan antibiotik-
0
1
2
3
4
5
10
20
40
60
80
10
0
20
0
40
0
60
0
80
0
10
00
D ia m eter z o na ben in g (m m )
18
Konsentrasi senyawa antibakteri (mg/100ml)
Gambar 13 Pengaruh penambahan kitosan dan
tetrasiklin terhadap diameter zona
bening.
Hasil lain dari analisis yang tampak pada
Gambar 13, menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi senyawa antibakteri baik kitosan
maupun tetrasiklin yang ditambahkan maka
semakin besar pula diameter zona beningnya.
Dengan kata lain, daya hambat (aktivitas)
senyawa
antibakteri
dipengaruhi
oleh
konsentrasinya.
Analisis Hidrofilisitas Permukaan
Dinding Sel Bakteri
Analisis Muatan Negatif Permukaan
Dinding Sel Bakteri
Data hasil analisis hidrofilisitas permukaan
sel bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 7 dan
dari hasil analisis tersebut diperoleh kurva
hubungan antara volume n-heksana yang
ditambahkan dengan nilai hidrofilisitasnya
(Gambar 14). Hasilnya menunjukkan bahwa
jumlah residu bakteri S. aureus dalam fase air
menurun drastis dengan penambahan volume nheksana, sedangkan jumlah residu E. coli dalam
fase air tidak memperlihatkan penurunan yang
berarti dengan adanya penambahan volume nheksana. Hal ini menunjukkan bahwa, E. coli
memiliki nilai hidrofilisitas yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan bakteri S. aureus.
Permukaan dinding sel E. coli lebih bersifat
hidrofilik, karena pada bakteri ini terdapat
membran luar yang tidak dimiliki oleh S.
Aureus. Perbedaannya adalah lapisan ini tidak
hanya terdiri dari fosfolipid saja seperti pada
membran plasma, tetapi juga mengandung lipid
lainnya, yaitu lipopolisakarida dan protein yang
mengandung banyak gugus polar. Selain itu,
pada peptidoglikan E. coli terdapat asam
diaminopimelat (DAP) yang mempunyai 4
gugus polar (Brock et al. 1994). Hal ini
menyebabkan permukaan dinding sel E. coli
(bakteri Gram negatif) lebih bersifat hidrofilik
jika dibandingkan dengan S. aureus (bakteri
Gram positif).
Hasil analisis muatan negatif yang diperoleh
(Tabel 4), nilai RCD untuk sel S. aureus adalah
sebesar 78.48%, sedangkan untuk sel E. coli
sebesar 49.79%. Hal ini menunjukkan bahwa E.
coli (bakteri Gram negatif) lebih bermuatan
negatif jika dibandingkan dengan S. aureus
(bakteri Gram positif).
Perbedaan muatan negatif permukaan
dinding sel kedua bakteri ini, kemudian diuji T
(lampiran 11), dan hasilnya menunjukkan
bahwa muatan negatif antara E. coli dan S.
aureus memiliki P-Value = 0.017 atau lebih
kecil dari 0.05. Hal ini berarti, E. coli memiliki
muatan negatif yang berbeda nyata dengan S.
aureus.
Muatan negatif pada bakteri Gram positif
disebabkan oleh adanya asam teikoat, yang
bersifat asam dan mengandung ulangan rantai
gliserol fosfat dan ribitol fosfat. Meskipun
demikian, lipopolisakarida dan peptidoglikan
yang banyak mengandung gugus COO- pada E.
coli menyebabkan permukaan dinding sel E.
coli secara keseluruhan lebih bermuatan negatif
daripada S. Aureus.
Tabel 4 Analisis muatan negatif permukaan
sel bakteri
OD
ODfasa air
ODkontrol
RCD(%)
100
95
H id ro filis ita s (% )
coli dan S. aureus memiliki P-Value = 0.094
atau lebih besar dari 0.05, yang ini berarti
bahwa nilai hidrofilisitas antara keduanya tidak
signifikan.
S. aureus
1
2
0.176
0.174
0.223
0.223
78.92
78.03
E. coli
1
2
0.118
0.115
0.234
0.234
50.43
49.15
90
85
80
E coli
S aureus
75
70
65
60
0
5
6
7
8
9
Volume n-Heksana (ml)
Gambar 14 Kurva hubungan antara n-Heksana
dan hidrofilisitas permukaan
dinding sel bakteri.
Hasil analisis uji t (lampiran 9)
menunjukkan bahwa nilai hidrofilisitas antara E.
Menurut Chung et al. (2004), mekanisme
aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan
sebagai berikut; kationik alami kitosan berikatan
ionik dengan sisi anionik protein dalam
fosfolipid, yang menyebabkan perubahan sifat
permeabilitas membran sel sehingga pergerakan
substansi mikrobiologi menjadi terhambat. Oleh
karena itu, aktivitas antibakteri kitosan ini
termasuk bakteriostatik.
Kitosan dalam bentuk oligomer, setelah
merusak sifat permeabilitas membran sel,
oligomer kitosan akan berpenetrasi ke dalam sel
bakteri dan mencegah pertumbuhan sel dengan
menghambat transformasi DNA ke RNA, yang
akhirnya dapat merusak sel (Jung et al. 1998;
Nam 2001). Selain itu juga, aktivitas antibakteri
kitosan disebabkan oleh adanya ketertarikan
secara struktural antara dinding sel bakteri dan
kitosan. Dalam hal ini, diketahui bahwa dinding
sel bakteri mengandung peptidoglikan yang
struktur dasar rantai utamanya terdiri dari Nasetilglukosamin dan adanya β-glikan (Qujeq
2004).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil
simpulan bahwa kitosan terbukti memiliki
aktivitas antibakteri. Nilai KHM E. coli adalah
sebesar 4 mg/100ml, sedangkan nilai KHM
untuk S. aureus adalah sebesar 10 mg/100ml.
Kekuatan aktivitas antibakteri kitosan termasuk
kuat, walaupun kitosan yang diuji tidak
dimurmikan lebih lanjut. E. coli memiliki ciri
permukaan dinding sel yang lebih bersifat
hidrofilik dan mempunyai muatan negatif yang
lebih besar daripada S. Aureus.
Berdasarkan hasil deteksi aktivitas
antibakteri kitosan dan pencirian permukaan
dinding sel bakteri, dapat dipahami bahwa
terdapat hubungan antara aktivitas antibakteri
kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri
yaitu kitosan sebagai desinfektan kationik alami
akan lebih efektif menghambat pertumbuhan
bakteri yang permukaan dinding selnya
memiliki sifat lebih hidrofilik dan lebih
bermuatan negatif.
Chen YM, Chung YC, Wang LW, Chen KT, Li
SY. 2002. Antibacterial properties of
chitosan in waterborne pathogen. J Environ
Sci Health 37: 1379-1390.
Chung YC, et al. 2004. Relationship between
antibacterial activity of chitosan and surface
characteristics of cell wall. Acta
Pharmacologica Sinica 7: 932-936.
Clifton CE. 1958. Introduction to The Bacteria.
Ed ke-2. New York: McGraw-Hill Book
Company.
EI-Ghaouth A, Arul J, Asselin A, Benhamou N.
1993. Antifungal activity of chitosan on two
post-harvest pathogen of strawberry fruits.
Phytooath 82: 398-402.
EI-Ghaouth A, Ponnampalam R, Castaigne F,
Arul J. 1992. Chitosan coating to extent the
storage life of tomatoes. Hortscience 27:
1016-1018.
Harahap VU. 1995. Optimasi Pembuatan
Khitosan dari Limbah Udang [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Kim CH, Kim SY, Choi KS. 1997. Synthesis
and antibacterial activity of water-soluble
chitin derivatives. Polym Adv Technol 8:
319-325.
Saran
Knurr D. 1982. Function properties of chitin
and chitosan. Food Science 47: 593-595.
Analisis ini akan lebih baik jika dilakukan
terhadap kitosan yang dimurnikan terlebih
dahulu. Disamping itu, akan lebih baik jika
analisis ini dilanjutkan dengan analisis TEM.
Kurita K. 1998. Chemistry and application of
chitin and chitosan. Polym Degrad Stabil
59: 117-20.
DAFTAR PUSTAKA
Lay BW, Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Bastaman S. 1989. Studies on Degradation and
Extraction of Chitin and Chitosan from
Prawn Shells. The Queen’s University of
Belfast: The Departement of Mechanical
Manufacturing.
Berzeski MM. 1987. Chitin and chitosan putting
waste to good use. Info Fish 5/87: 31-33.
Brock TD, Brock TM, John MM, Jack P. 1994.
Biology of Microoorganisms. Ed ke-5,7.
New Jersey: Englewood Cliffs.
Nam KS. 2001. Evaluation of the antimutagenic
potential of chitosan oligosaccharide.
Biotechnol Lett 23: 971-975.
Ornum JV. 1992. Shrimp waste must it be
wasted?. Info Fish 6/92: 48-52.
Plzcar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Volume ke-1,2. Hadioetomo
RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL,
penerjemah; Jakarta: UI-Pr. Terjemahan
dari: Elements of microbiology.
Qujeq D, Mossavi SE. 2004. Antibacterial
activity of chitosan against Escherichia coli.
Babol Medical Science 7:1-12.
Sandford PA, Hutchings GP. 1987. Genetic
Engineering, Structure/Property Relations
and Application. New York: Elsevier
Shahidi FJ, Arachchi KV, Jeon YJ. 1999. Food
applications of chitin and chitosans.. Trends
Food Sci Technol 10: 37-51.
Somashekar D, Joseph R. 1996. Chitosanases
properties and application. Bioresource
Technol 55: 35-45.
Todar K. 1997. The Control of Microbial
Growth. Wisconsin: University of
Wisconson.
Wang GH. 1992. Inhibition and inactivation of
five species of foodborne pathogens by
chitosan. J Food Protect 55: 916-925.
Yadav AV, Bishe SB. 2004. Chitosan a
potential biomaterial effective against
typhoid. Current Science 9: 1176-1178.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Kulit udang
Kitosan
Deteksi aktivitas antibakteri
Penentuan KHM dan
kekuatan aktivitas
antibakteri
Karakterisasi permukaan dinding sel bakteri
Analisis muatan negatif
Hasil akhir
Simpulan
Analisis hidrofilisitas
Lampiran 2 Bagan alir metode isolasi kitosan
Kulit udang
Dicuci dan dikeringkan
Dihancurkan dan diayak
HCl 2N 1:8
900C, 1 jam
Demineralisasi
Netralisasi
NaOH 3.5% 1:10
1200C, 2 jam
Deproteinasi
Netralisasi
NaOH 50% 1:20
1400C, 2 jam
Deasetilasi
Netralisasi
Uji kelarutan
Uji FTIR
Kitosan
Lampiran 3 Metode Pengukuran Derajat Deasetilasi (Bastaman 1989)
Derajat deasetilasi film kitosan ditentukan dengan metode base-line menggunakan
spektrofotometer fourier transform infra red (FTIR). Frekuensi yang digunakan
berkisar antara 4000 cm-1 sampai 250 cm-1. Pelet kitosan dibuat dengan cara
mencampurkan kitosan dengan 100 mg garam KBr.
Puncak tertinggi digunakan sebagai base-line yang diukur dari garis dasar yang
dipilih. Nilai absorbansi diukur dengan persamaa:
P
A = Log ( 0 )
P
P0 = Jarak antara garis dasar yang dipilih dengan garis singgung,
P = Jarak antara garis dasar yang dipilih dengan lembah.
Dari standar N-asetilasi kitosan yang sempurna (100%) diperoleh nilai perbandingan
1.33. Dengan mengukur nilai absorbansi pada puncak yang berhubungan, yaitu pada
bilangan gelombang 1665 cm-1 untuk gugus asetil dan 3450 cm-1 untuk gugus
amina, maka % N-deasetilasi dapat dihitung sebagai berikut:
A
1
% N-deasetilasi = (1 - 1655 x
) x 100%
A3450
1.33
Lampiran 4 Spektrum FTIR kitosan
Lampiran 5 Penentuan nilai OD kontrol
Nilai OD
ODmedim+suspensi bakteri
ODmedium
ODkontrol
Eschericia coli
0.609
0.375
0.234
Staphylacoccus aureus
0.598
0.375
0.223
Lampiran 6 Perhitungan ODkontrol
ODkontrol = ODmedium+suspensi sel bakteri – ODmedium
Lampiran 7 Hidrofilisitas permukaan sel bakteri
Rasio
vheksana:air
0:5
5:5
6:5
7:5
8:5
9:5
ODfasa air
0.234
0.221
0.214
0.212
0.210
0.207
Eschericia coli
Hidrofilisitas (%)
100.00
97.86
97.01
95.30
94.44
95.73
Staphylacoccus aureus
ODfasa air
Hidrofilisitas (%)
0.230
100.00
0.222
96.86
0.219
90.13
0.216
86.10
0.215
77.58
0.206
68.16
Lampiran 8 Perhitungan hidrofilisitas
Hidrofilisitas =
ODterukur
x 100%
ODkontrol
Lampiran 9 Hasil uji T pada analisis hidrofilisitas permukaan sel bakteri
Bakteri
N
Rata-rata
SD
DF
T-value
P-value
Eschericia coli
Staphylacoccus aureus
6
6
96.72
86.50
2.02
12.02
5
2.07
0.094
Lampiran 10 Perhitungan RCD
RCD =
ODterukur
x 100%
ODkontrol
Lampiran 11 Hasil uji T pada analisis muatan negatif permukaan sel bakteri
Bakteri
N
Rata-rata
SD
DF
T-value
P-value
Eschericia coli
Staphylacoccus aureus
2
2
49.790
78.475
0.905
0.629
1
-36.80
0.017
Lampiran 12 Data deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan penentuan KHM
Konsentrasi (mg/
100ml)
1
2
3
4
5
10
20
40
60
80
100
200
400
600
800
1000
Diameter zona bening (mm)
Eschericia coli
Staphylacoccus aureus
Kitosan
Tetrasiklin
Kitosan
Tetrasiklin
0
0
6.0
5.0
0
0
6.0
5.6
0
0
8.0
7.0
0
0
6.5
5.0
0
0
8.0
7.5
0
0
7.0
7.4
0.8
0.6
9.0
9.0
0
0
9.0
8.7
1.5
1.3
10.0
8.0
0
0
10.0
9.6
2.6
2.0
12.0
10.0
0.7
0.6
12.0
10.0
3.1
2.8
15.0
11.5
1.1
1.0
12.0
11.5
5.3
3.6
16.0
13.0
1.2
1.2
12.0
11.8
7.0
4.6
17.0
14.0
1.8
1.6
13.0
12.0
9.0
5.9
18.0
15.8
3.0
3.5
13.0
12.4
10.2
7.2
16.0
16.0
7.0
5.3
13.0
13.0
11.0
9.5
16.0
15.5
8.0
8.0
13.5
13.5
13.0
11.6
17.0
18.0
8.0
7.2
14.5
14.0
13.5
12.6
17.0
16.0
11.0
10.7
15.5
14.0
15.0
14.5
21.0
17.6
11.5
10.6
16.0
15.5
16.0
15.6
21.0
20.0
12.0
11.5
18.0
16.6
Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh faktor bakteri, senyawa, dan konsentrasi
terhadap diameter zona bening
Sumber Keragaman
1
1
15
1
15
15
Jumlah
Kuadrat
137.37
1771.61
2303.20
1.53
67.13
149.32
Kuadrat
Tengah
137.37
1771.61
153.55
1.53
4.47
9.95
15
64
127
6.65
55.77
4492.57
0.44
0.87
db
Bakteri
Senyawa
Konsentrasi
Bakteri * Senyawa
Bakteri * Konsentrasi
Senyawa * Konsentrasi
Bakteri * Senyawa *
Konsentrasi
Galat
Total
(**): nyata pada taraf 1%.
F-Hitung
157.64
2033.05
176.21
1.76
5.14
11.42
0.51
P-Value
0.000
0.000
0.000
0.190
0.000**
0.000**
0.927
Lampiran 14 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor bakteri dan konsentrasi
Konsentrasi
1
2
3
4
5
10
20
40
60
80
100
200
Bakteri
E. coli
2.75 n
3.75 nml
3.88 nml
4.85 kml
5.20 kjl
6.65 hji
8.10 g
9.48 f
10.65 f
12.18 ed
12.35 d
13.00 d
S. aureus
2.90 n
2.88 n
3.60 nm
4.43 kml
4.90 kml
5.83 kji
6.40 ji
6.55 hji
7.10 hgi
7.98 hg
9.58 f
10.75 f
Lanjutan
Bakteri
E. coli
S. aureus
400
14.90 b
10.93 ef
600
14.78 cb
12.80 d
800
17.03 a
13.40 cd
1000
18.15 a
14.53 cb
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Konsentrasi
Lampiran 15 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor senyawa antibakteri dan
Konsentrasi
Senyawa antibakteri
Kitosan
Tetrasiklin
1
0.00 q
5.65 m
2
0.00 q
6.63 ml
3
0.00 q
7.48 l
4
0.35 q
8.93 k
5
0.70 pq
9.40 k
10
1.48 opq
11.00 ji
20
2.00 op
12.50 hg
40
2.83 on
13.20 hgfe
60
3.75 n
14.00 dfe
80
5.35 m
14.80 dc
100
7.43 l
14.50 dce
200
9.13 k
14.63 dce
400
9.95 jk
15.88 c
600
11.95 hi
15.63 c
800
12.90 hgf
17.53 b
1000
13.78 dgfe
18.90 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Konsentrasi
Lampiran 16 Struktur molekul tetrasiklin
Ket: RM: C22H24N2O8
BM: 444.435 g/mol
Download