HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ANTIBAKTERI KITOSAN DAN CIRI PERMUKAAN DINDING SEL BAKTERI DESI ANDRIAWATI YUSMAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK DESI ANDRIAWATI YUSMAN. Hubungan antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan Dinding Sel Bakteri. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan I MADE ARTIKA. Kitosan merupakan salah satu contoh produk hasil pemanfaatan limbah udang yang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Kitosan di negara industri telah banyak digunakan secara luas dalam bidang farmasi, kosmetik, bioteknologi, pertanian, lingkungan, tekstil, kertas, penjerap logam, pangan (untuk memperpanjang masa penyimpanan buah-buahan segar dan makanan lainnya), dan lain-lain. Kitosan juga memiliki aktivitas antibakteri. Escherichia coli (Gram-negatif) and Staphylococcus aureus (Gram-positif) diuji untuk menggambarkan hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri. Bakteri ditanam dalam nutrien agar pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Pencirian bakteri yang dilakukan meliputi analisis hidrofilisitas dan analisis muatan negatif permukaan sel, yang kemudian dihubungkan dengan kekuatan aktivitas antibakteri kitosan. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai konsentrasi hambatan minimum E. coli adalah sebesar 4 mg/100ml, sedangkan S. aureus adalah sebesar 10 mg/100ml. E. coli memiliki ciri permukaan dinding sel yang lebih bersifat hidrofilik dan mempunyai muatan negatif yang lebih besar daripada S. aureus. Hal ini berarti, bahwa kitosan lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki ciri permukaan dinding sel lebih hidrofilik dan lebih bermuatan negatif. ABSTRACT DESI ANDRIAWATI YUSMAN. Relationship between Antibacterial Activity of Chitosan and Surface Characteristics of Bacterial Cell Wall. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and I MADE ARTIKA. Chitosan is an example of utilization of waste product from shrimp industry, it shows a huge potential application to be explored. Chitosan in industrial countries has been applied widely in pharmaceutical, cosmetic, biotechnology, agriculture, environment, textile, paper, metal adsorption, food industries (extend self life of fresh fruit and others food), etc. Chitosan also shows antibacterial activity. Two types of microbe from different Gram namely Escherichia coli as Gram-negative and Staphylococcus aureus as Gram-positive were examined to describe the relationship between chitosan’s antibacterial activity and the surface characteristics of the microbes. Microbes were cultivated in agar nutrient at 37 ºC for 24 h. Bacterial evaluation consisted of hydrophilicity and negative charge analysis of cell surface which were then correlated with antibacterial activity strength. The results showed the minimum inhibitory concentration for E. coli was 4 mg/100ml and S. aureus was 10 mg/100ml. Surface characteristics of E. coli cell wall has showed more hydrophilicity and negatively charged density distributed over the cell surface than S. aureus. Therefore, chitosan was more effective to inhibit growth of the hydrophilic bacteria and negative charged density was distributed over the cell surface. HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ANTIBAKTERI KITOSAN DAN CIRI PERMUKAAN DINDING SEL BAKTERI DESI ANDRIAWATI YUSMAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 Judul Skripsi Nama NIM : Hubungan antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan Dinding Sel Bakteri : Desi Andriawati Yusman : G44201019 Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Drs. Ahmad Sjahriza NIP 131842413 Dr. I Made Artika, M.App.Sc. NIP 131855679 Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999 Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur hanya milik Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis diberi kemudahan dan kekuatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada suri teladan kita Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah aktivitas antibakteri kitosan, dengan judul Hubungan antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan Dinding Sel Bakteri. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Drs. Ahmad Sjahriza dan Dr. I Made Artika, M.App.Sc. selaku pembimbing yang telah mencurahkan ilmu dan waktunya, serta kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. yang telah berkenan memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Laboratorium Uji Biofarmaka. Ucapan terima kasih yang tak terhingga teruntuk Mamah, Almarhum Bapak, De Angga, Neng Asri, dan De Deri, atas kasih sayang dan doanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mas Herry, Kak Budi, Obie, Mba Nunuk, Mba Ina, Kak Atep, teman-teman di Biofarmaka, Nidi, Mba Win, Mba Tonah, Nepa, Mba Kisti, Selvi, Riyen, Teh Cimut, Rini, Winda, teman-teman di laboratorium kimia fisik, teman-teman kimia 38, dan semua pihak yang telah membantu penulis, hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin. Bogor, Januari 2005 Desi Andriawati Yusman RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 2 Desember 1982 dari ayah Nursipin Yusman (almarhum) dan ibu Titi Haryati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Banjarsari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Masuk Seleksi IPB. Penulis memilih program studi kimia, jurusan kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam Kajian Islam Kimia (KIK), DKM Al-gifari IPB, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), dan DKM Himpunan Alumni IPB. Pada tahun ajaran 2003/2004 penulis melaksanakan praktik lapang di LIPI Mikrobiologi, Bogor. Kemudian pada tahun ajaran 2004/2005, penulis menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.......................................................................................viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. ix PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan ................................................................................. 1 Antibakteri ........................................................................................... 2 Pengujian Aktivitas Antibakteri........................................................... 2 Bakteri .................................................................................................. 3 Dinding Sel Bakteri Gram-Negatif ...................................................... 3 Dinding Sel Bakteri Gram-Positif........................................................ 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat..................................................................................... 4 Metode ................................................................................................. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Kitosan...................................................................................... 5 Deteksi Aktivitas Antibakteri............................................................... 6 Analisis Hidrofilisitas Permukaan Dinding Sel Bakteri ...................... 8 Analisis Muatan Negatif Permukaan Dinding Sel Bakteri .................. 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. 9 Saran..................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 9 LAMPIRAN................................................................................................. 11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Syarat-syarat kitosan komersil ................................................................... 2 2 Perbedaan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.................................... 3 3 Pencirian kitosan hasil isolasi .................................................................... 6 4 Analisis muatan negatif permukaan sel bakteri ......................................... 8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur molekul kitin ...............................................................................................1 2 Struktur molekul kitosan........................................................................... 2 3 Struktur molekul kitosan sebagai polielektrolit kationik .......................... 2 4 Susunan peptidoglikan (a) Eschericia coli (b) Staphylacoccus aureus ... 3 5 Dinding sel bakteri Gram-negatif ............................................................. 3 6 Membran luar Eschericia coli (Gram negatif).......................................... 4 7 Dinding sel bakteri Gram-positif .............................................................. 4 8 Ikatan hidrogen dalam struktur kristal kitin.............................................. 6 9 Mekanisme reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan ................................. 6 10 Zona bening E. coli ................................................................................... 7 11 Zona bening S. aureus............................................................................... 7 12 Pengaruh konsentrasi senyawa antibakteri terhadap diameter zona bening E. coli dan S. aureus .............................................. 7 13 Pengaruh penambahan kitosan dan tetrasiklin terhadap diameter zona bening ................................................................................ 7 14 Kurva hubungan antara n-Heksana dan hidrofilisitas Permukaan dinding sel bakteri .................................................................. 8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian ............................................................................... 12 2 Bagan alir metode isolasi kitosan............................................................ 13 3 Metode pengukuran derajat deasetilasi ................................................... 14 4 Spektrum FTIR kitosan ........................................................................... 14 5 Penentuan nilai OD kontrol..................................................................... 14 6 Perhitungan OD kontrol .......................................................................... 15 7 Hidrofilisitas permukaan sel bakteri ....................................................... 15 8 Perhitungan hidrofilisitas ........................................................................ 15 9 Hasil uji T pada analisis hidrofilisitas permukaan sel bakteri ................ 15 10 Perhitungan RCD .................................................................................... 15 11 Hasil uji T pada analisis muatan negatif permukaan sel bakteri............. 15 12 Data deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan penentuan KHM............. 16 13 Analisis ragam pengaruh faktor bakteri, senyawa, dan konsentrasi terhadap diameter zona bening ..................................... 16 14 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor bakteri dan konsentrasi.......... 16 15 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor senyawa antibakteri dan konsentrasi...................................................................... 17 16 Struktur molekul tetrasiklin .................................................................... 17 PENDAHULUAN Udang merupakan salah satu komoditas penting bagi hasil perikanan Indonesia, terlihat dari permintaan pasar untuk komoditi udang yang besar dari tahun ke tahun. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa udang memainkan peranan penting dalam ekspor perikanan Indonesia. Pada umumnya udang diekspor dalam keadaan beku, sehingga hal ini mendorong para pengusaha perikanan untuk mengembangkan industri pembekuan udang. Produk udang beku yang sudah terkenal ada tiga macam, yaitu udang yang dibekukan dalam keadaan utuh tanpa dikuliti atau dipotong kepalanya, udang yang telah dipisahkan kepalanya tetapi tidak dikuliti, dan udang yang telah dikupas kulitnya serta dipisahkan kepalanya. Kedua produk udang beku terakhir akan meninggalkan sisa pengolahan (limbah) berupa kepala dan kulit atau kepalanya saja. Bila kemelimpahan limbah ini tidak diiringi dengan pemanfaatan yang tepat, maka akan menjadi masalah yang serius. Limbah udang sama halnya seperti limbah perikanan lainnya, akan mudah sekali mengalami pembusukan, sehingga menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Kitosan merupakan salah satu contoh produk hasil pemanfaatan limbah udang yang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Kitosan di negara idustri telah banyak digunakan secara luas dalam bidang farmasi, kosmetik, bioteknologi, pertanian, lingkungan, tekstil, kertas, penjerap logam, pangan (untuk memperpanjang masa penyimpanan buahbuahan segar dan makanan lainnya), dan lainlain (Kurita 1998; Shahidi et al. 1999; Somashekar 1996; El-Ghaouth et al. 1992). Penggunaan kitin dan kitosan di Indonesia relatif rendah (belum dikenal), padahal di industri pangan, kosmetik dan farmasi sangat berkembang pesat penggunaan pengemulsi yang diekspor dari luar negeri dengan harga mahal (lesitin dan Tween 80), yang bisa diganti dengan kitosan (Berzeski 1987). Kitosan memiliki aktivitas antibakteri (ElGhaouth et al. 1993; Chen et al. 2002; Kim et al. 1997; Wang 1992; Yadav 2004). Atas dasar itulah, penulis melakukan penelitian untuk membuktikan aktivitas antibakteri kitosan dan memperoleh data yang dapat menjelaskan hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri. Adapun bakteri yang digunakan diantaranya, ialah S. aureus mewakili bakteri gram positif dan E. Coli mewakili bakteri gram negatif. Pemilihan bakteri Gram positif dan Gram negatif ini bertujuan mengetahui aktivitas antibakteri terhadap ketahanan jenis bakteri. Uji yang dilakukan setelah mengisolasi kitosan dari kulit udang meliputi deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan penentuan konsentrasi hambatan minimum (KHM), analisis hidrofilisitas, dan analisis muatan negatif permukaan sel bakteri (Lampiran 1). Penelitian ini bertujuan mengisolasi kitosan dari kulit udang, menguji aktivitas antibakteri kitosan, mengetahui nilai konsentrasi hambatan minimum kitosan terhadap sel bakteri, dan mengamati hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang aktivitas antibakteri kitosan dan hubungannya dengan ciri permukaan dinding sel bakteri. TINJAUAN PUSTAKA Kitin dan Kitosan Kitin mempunyai bentuk molekul yang hampir sama dengan selulosa yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekulmolekul glukosa sederhana yang identik. Menurut Ornum (1992), kitin berupa polimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer n-asetil D-glukosamin dalam ikatan β (1− 4 ) atau 2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranol dengan rumus molekul (C8H13NO5)n (Gambar 1). Kitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam anorganik encer, dan asam-asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Kurita 1998). Gambar 1 Struktur molekul kitin. Kitosan merupakan turunan kitin yang tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dengan cepat dalam asam organik encer seperti asam format, asam asetat, asam sitrat, dan asam mineral lain (Bastaman 1989). Knurr (1982) menyatakan bahwa kitosan merupakan polimer rantai panjang glukosamin deoksiglukosa) (Gambar 2). (2-amino-2- Gambar 2 Struktur molekul kitosan. Menurut Sandford (1987), gugus amino (NH2) yang dimiliki oleh kitosan inilah yang banyak memberikan kegunaan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi asam, gugus amino bebas dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amino kationik (NH3+) (Gambar 3). Kation akan bereaksi dengan anion polimer membentuk kompleks elektrolit. Berat molekul kitosan 1,036x105 dalton (Knurr 1982). Berat molekul ini bergantung pada derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan (Ornum 1992). Adapun syarat-syarat kitosan komersil disajikan dalam Tabel 1 (Knurr 1982). yang dikenal dengan bakterisidal seperti penisilin, basitrasin, dan neomisin, dan yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan atau yang kita sebut bakteriostatik seperti tetrasiklin, kloramfenikol, dan novobiosin (Pelzcar & Chan 1986). Pelzcar dan Chan (1986) mengungkapkan bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa antibakteri ada beberapa macam, antara lain: (1) menghambat sintesis dinding sel; (2) menghambat keutuhan permeabilitas membran sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel; (3) denaturasi protein sel; (4) merusak sistem metabolisme sel dengan menghambat kerja enzim intraseluler; dan (5) menghambat sintesis protein yang menyebabkan kerusakan total sel. Menurut Todar (1997), cakupan bakteri yang dapat dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut dengan spektrum aksi antibakteri. Berdasarkan spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Spektrum sangat terbatas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu; (2) spektrum terbatas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri Gram-positif atau Gramnegatif; (3) spektrum luas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dalam cakupan yang luas. Pengujian Aktivitas Antibakteri Gambar 3 Struktur molekul kitosan sebagai Polielektrolit kationik. Tabel 1 Syarat-syarat kitosan komersil Parameter Ukuran partikel Kadar air Kadar abu Warna larutan Derajat deasetilasi (DD) Viskositas (cps) ٭rendah ٭sedang ٭tinggi ٭ekstra tinggi Nilai Serpihan sampai serbuk ≤ 10 % ≤2% Jernih ≥ 70 % < 200 cps 200-799 cps 800-2000 cps >2000 cps Antibakteri Antibakteri diartikan sebagai zat yang dapat menggangu pertumbuhan dan metabolisme bakteri (Clifton 1958). Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki aktivitas membunuh Terdapat dua cara pengujian antibakteri, yaitu teknik dilusi dan teknik difusi (Pelzcar & Chan 1986). Teknik dilusi yaitu dengan mencampur zat antibakteri dengan medium yang kemudian diinokulasi dengan bakteri uji. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh tidaknya bakteri uji tersebut. Ada 2 cara teknik dilusi, yaitu cara penipisan lempeng agar dan cara pengenceran tabung. Pada teknik difusi, zat yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanami bakteri. Dasar pengamatannya adalah ada atau tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri. Teknik difusi ini ada 3 macam cara, yaitu cara parit (ditch), cara lubang/cawan (hole/cup) dan cara cakram (disc). Penelitian ini menggunakan cara cakram (disk). Kelebihan cara ini adalah jumlah larutan antibakteri bisa diatur sesuai dengan kapasitas kertas cakram, diameter dan ketebalannya. Kekurangannya adalah bila komposisi serat kertasnya heterogen, dapat menyebabkan variasi difusi zat antibakteri sehingga diameter zona hambatannya dapat bervariasi. Pada pemilihan jenis kertas, sifat kapileritas sangat penting untuk diperhatikan, karena mempengaruhi laju dan kualitas difusi. Todar (1997) mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri antara lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 sampai 20 mm berarti kuat, daerah hambatan 5 sampai 10 mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah. Bakteri Bakteri adalah sel prokariotik tanpa klorofil yang khas, dan bersel tunggal (uniseluler). Bahan sel bakteri (sitoplasma dan intinya) dikelilingi oleh membran sitoplasma yang berfungsi mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam sel. ebelah luar yang menutupi membran sitoplasma ialah dinding sel yang kaku yang mengandung peptidoglikan (Lay & Sugyo 1992). Peptidoglikan adalah suatu polimer yang terdiri dari tiga macam bahan pembangun, yaitu asam N-asetil-glukosamin (AGA), Asam NAsetil-Muramat (AAM) dan suatu peptida yang terdiri dari empat sampai lima asam amino yaitu L-Alanin, D-Alanin, asam D-Glutamat dan Lisin atau diamino tinelat. Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan kakunya dinding sel (Lay & Sugyo 1992). Susunan kimiawi dari peptidoglikan khas untuk masing-masing bakteri (Gambar 4). AGA dan AAM merupakan komponen tetap, akan tetapi keragaman ada pada asam amino yang ada dan sifat ikatannya. Pelczar & Chan (1986) menjelaskan bahwa perbedaan dinding sel inilah yang menyebabkan bakteri dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan respon yang berbeda terhadap pewarnaan Gram, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif (Tabel 2). Tabel 2 Perbedaan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif Ciri Gram Positif Gram Negatif Struktur Tebal (15-80 Tipis (10-15 nm) nm) Dinding Sel Berlapis Berlapis tiga tunggal (multi) (mono) Komposisi Lipid rendah Lipid tinggi (11(1-4 %) 22 %) Dinding Sel Peptidoglika Peptidoglikan n lebih dari sekitar 10 % 50 % bobot bobot kering. kering. Ada Tidak ada asam asam teikoat teikoat Persyaratan Relatif rumit Relatif sederhana Nutrien Dinding Sel Bakteri Gram-Negatif Dinding sel bakteri Gram-negatif lebih kompleks dibandingkan Gram-positif (Gambar 5). Perbedaan utama adalah adanya lapisan membran luar, yang meliputi peptidoglikan (Gambar 6). Kehadiran membran ini menyebabkan dinding sel bakteri kaya akan lipida (11-22%) (Brock et al. 1994). Gambar 5 Dinding sel bakteri Gram-negatif. Gambar 4 Susunan peptidoglikan (a) E. coli (b) S. aureus. Lapisan membran luar mempunyai struktur sebagai unit membran (Gambar 6). Perbedaannya adalah bahwa lapisan ini tidak hanya terdiri dari fosfolipida saja seperti pada membran plasma tetapi juga mengandung lipida lainnya, polisakarida dan protein. Lipida dan polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida (LPS) (Brock et al. 1994). neraca, vortex mixer, spektrofotometer, lemari pendingin dan inkubator. Metode Isolasi Kitosan Gambar 6 Membran luar E. coli. Dinding Sel Bakteri Gram-Positif Bakteri Gram-positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif (Gambar 7). Bakteri Gram-positif memiliki asam teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif pada permukaan sel bakteri Gram-positif (Lay & Sugyo 1992). Gambar 7 Dinding sel bakteri Gram-positif. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain, kulit udang kering dan bersih, NaOH, HCl, asam asetat glasial, akuades, nutrien agar (NA), nutrient broth (NB), alkohol, heksana, tetrasiklin, disk paper, asam sitrat, kultur bakteri E. coli, dan S. aureus. Alat-alat yang dipakai ialah labu takar dan alat-alat kaca lainnya, penangas air tahan asam basa, hot plate, stirer, ruang laminar, Bunsen, ose, otoklaf, water bath, mikropipet, tip steril, Demineralisasi Limbah udang yang terdiri dari kulit dan ekor dibersihkan, lalu dikeringkan dengan bantuan sinar matahari untuk kemudian digiling dan diayak. Beberapa gram cuplikan kulit dan ekor udang dimasukkan ke dalam bejana tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk, dan termometer. Larutan HCl 2N ditambahkan dengan rasio antara kulit udang dan HCl adalah 1:8. Proses ini dilakukan selama 1 jam pada suhu sekitar 90 0C (Harahap 1995). Residu dicuci dengan air sampai diperoleh pH netral (Lampiran 2). Deproteinasi Residu hasil demineralisasi dimasukkan lagi ke dalam bejana dan ditambahkan NaOH 3,5% (b/v) (1:10). Proses ini dilakukan selama 2 jam pada suhu sekitar 120 0C (Harahap 1995). Residu dicuci dengan menggunakan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari. Residu hasil pemisahan ini adalah kitin (Lampiran 2). Deasetilasi Beberapa gram kitin dimasukkan ke dalam bejana, kemudian ditambahkan larutan NaOH 50% (b/v) (1:20). Proses ini dilakukan selama 2 jam pada suhu sekitar 140 0C (Harahap 1995). Residu dicuci dengan air sampai pH netral, kemudian dijemur dengan sinar matahari. Residu hasil pengeringan ini adalah kitosan yang tampak dari larutnya residu dalam larutan asam asetat 2%(b/v) (Lampiran 2). Preparasi Medium NA Sebanyak 5 g pepton, 3 g ekstrak ragi, dan 25 g agar batang dilarutkan dalam akuades sebanyak 1 L. Larutan disterilisasi dengan autoklaf pada tekanan 15 atm dan suhu 120 oC selama 15 menit, lalu dalam keadaan hangat, larutan tersebut sebanyak 10 ml dituang ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Inkubasi dilakukan dalam ruang laminar selama 24 jam, setelah larutan memadat dan dipastikan tidak terkontaminasi, medium tersebut siap digunakan (Pelzcar & Chan 1986). Isolasi Biakan Murni Bakteri dengan Metode Cawan Gores Analisis Hidrofilisitas Permukaan Dinding Sel Bakteri Inokulum E. coli dan S. aureus (secara terpisah) digoreskan pada permukaan medium NA dalam cawan petri, dengan jarum pindah (lup inokulasi). Tampak di antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah-pisah dan dapat tumbuh menjadi koloni-koloni terpisah. Isolat tersebut kemudian dipindahkan ke dalam agar miring supaya tidak terkontaminasi, dan ditutup dengan kapas steril (Pelzcar & Chan 1986). Campuran heksana dan air dengan variasi perbandingan volum 0:5, 5:5, 6:5, 7:5, 8:5, 9:5 ditambahkan suspensi sel bakteri. Larutan dikocok sampai tercampur dengan ulangan pengocokan yang sama, lalu diendapkan selama beberapa menit. Absorbansi dari larutan fase air diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer (Chung et al. 2004). Nilai hidrofilisitas dinyatakan sebagai nilai yang terukur dibagi dengan nilai kontrol (Lampiran 8). Hidrofilisitas antara E. coli dan S. aureus dibandingkan dengan uji T. Peremajaan Bakteri Penumbuhan bakteri dilakukan di ruang laminar. Larutan NB dibuat sebanyak 0.8 g dalam 0.1 L. Kultur bakteri sebanyak 1 ose ditambahkan ke dalam medium NB. Setiap penambahan isolat bakteri, alat kaca yang akan digunakan dipijarkan dengan bunsen untuk mencegah kontaminasi. Isolat bakteri kemudian dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam (Pelzcar & Chan 1986) . Deteksi Aktivitas Antibakteri dan Penentuan KHM Pada medium NA padat ditambahkan 10 ml medium NA semisolid yang telah diinokulasi bakteri, lalu paper disk diletakkan diatasnya yang kemudian diisi kitosan dengan variasi konsentrasi. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, setelah itu diukur diameter zona beningnya. KHM dari setiap jenis bakteri ditentukan dari diameter zona bening terkecil (Pelzcar & Chan 1986). Kontrol positif yang digunakan yaitu dengan penambahan tetrasiklin (Lampiran 16), sedangkan kontrol negatif dengan tanpa penambahan sampel senyawa antibakteri. Penentuan Nilai OD Kontrol Nilai OD (optical density) awal dari medium yang ditambahkan suspensi sel bakteri dan OD medium tanpa susupensi sel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm (Lampiran 5). Nilai kontrol diperoleh dari pengurangan nilai OD medium yang ditambah susupensi sel dengan nilai OD medium tanpa suspensi sel bakteri (Lampiran 6). Analisis Muatan Negatif Permukaan Dinding Sel Bakteri Resin penukar anion (Amberlit) dimasukkan ke dalam buret, lalu dielusi dengan air deionisasi sampai resin memadat, dan diaktivasi dengan menggunakan HCl. Sebanyak 5 ml suspensi sel bakteri ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam buret. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer (Chung et al. 2004). RCD (Relative Cell Density) dinyatakan sebagai nilai yang terukur dibagi nilai kontrol (Lampiran 10). Muatan negatif antara E. coli dan S. aureus dibandingkan dengan uji T. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Kitosan Tahap demineralisasi pada isolasi kitosan bertujuan untuk menghilangkan fraksi mineral. Senyawa mineral terutama kalsium dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) bereaksi dengan HCl membentuk kalsium klorida (CaCl2), asam karbonat (H2CO3), dan asam fosfat (H3PO4) yang larut dalam air. Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan fraksi protein. Menurut Bastaman (1989), tidak ada kondisi optimum dalam tahap ini karena kandungan protein pada setiap spesies berbedabeda. Urutan proses demineralisasi dan deproteinasi bergantung pada keperluan. Menurut Knurr (1984), deproteinasi dilakukan lebih dahulu apabila protein yang terlarut dikehendaki untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas kitosan (Gambar 9). Pemakaian basa kuat yang konsentrasinya lebih tinggi daripada proses deproteinasi dimaksudkan untuk memecah ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dengan gugus karboksil dalam struktur kristal kitin (Bastaman 1989) (Gambar 8). Berdasarkan hasil analisis, derajat deasetilasi dihitung dengan cara mengukur absorbansi pada puncak yang berhubungan, yaitu pada bilangan gelombang 3440.94 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amina sekunder, dan bilangan gelombang 1640.61 cm-1 menunjukkan gugus karbonil. Hasil perhitungan derajat deasetilasi kitosan sebesar 73%, hal ini berarti masih terdapat gugus asetil sekitar 27%. Derajat deasetilasi hasil isolasi kitosan ini sudah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan untuk kitosan niaga yaitu DD-nya minimum harus 70%, sehingga bisa dipastikan bahwa hasil isolasi tersebut merupakan kitosan. Deteksi Aktivitas Antibakteri Gambar 8 Ikatan hidrogen dalam struktur kristal kitin. Gambar 9 Mekanisme reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan. Kitosan yang dihasilkan berbentuk serpihan dan berwarna putih tulang (Tabel 3). Pencirian lain adalah dengan menguji kelarutan kitosan dalam asam asetat dan asam sitrat 2%(b/v), hasilnya menunjukkan bahwa hasil isolasi tersebut larut dalam asam asetat dan asam sitrat. Uji kualitatif lainnya yaitu dengan pengukuran DD menggunakan spektroskopi inframerah (Lampiran 3 & 4). Tabel 3 Pencirian kitosan hasil isolasi. Parameter Warna Bentuk Derajat deasetilasi (%) Kelarutan Kadar/ciri Putih tulang Serpihan 73% Larut dalam asam asetat dan asam sitrat 2% Bakteri uji yang dipilih yaitu S. aureus yang mewakili bakteri Gram positif dan E. coli yang merupakan bakteri Gram negatif, sehingga mewakili uji dari segi ketahanan jenis bakterinya. Selain itu juga, kedua bakteri ini dipilih karena merupakan bakteri penyebab infeksi. E. coli sendiri adalah bakteri penyebab infeksi pada pencernaan dan darah, sedangkan di sisi lain kitosan salah satu aplikasinya adalah untuk obat penyakit maagh yang akut sehingga ada korelasi di antara keduanya. S. Aureus adalah bakteri penyebab infeksi pada kulit dan juga tumbuh pada kulit yang luka, sedangkan kitosan salah satu aplikasinya adalah untuk hand body lotion (kosmetik) dan untuk pembalut luka serta benang bedah sehingga terdapat korelasi satu sama lain. Deteksi aktivitas antibakteri adalah untuk melihat benar atau tidaknya kitosan memiliki aktivitas sebagai senyawa antibakteri, untuk mengetahui nilai MIC/KHM-nya dan untuk mengetahui kekuatan antibakteri kitosan. Selain itu juga, untuk menganalisis hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dengan ciri permukaan dinding sel bakteri (hidrofilisitas dan muatan negatif permukaan sel bakteri). Berdasarkan hasil analisis deteksi aktivitas antibakteri, pada penambahan kitosan terlihat adanya zona bening atau daerah hambatan (Gambar 10 & 11) yang menunjukkan bahwa kitosan memiliki aktivitas antibakteri. Kontrol negatif (tanpa penambahan senyawa antibakteri) tidak menunjukkan adanya diameter zona bening. Nilai KHM dari kitosan (lampiran 12) dalam menghambat E. coli adalah sebesar 4 mg/100ml dengan diameter hambatan rataratanya dari dua kali ulangan sebesar 0.7 mm. Nilai KHM untuk S. aureus adalah sebesar 10 mg/100ml dengan diameter hambatan rataratanya dari dua kali ulangan sebesar 0.65 mm. Gambar 10 Zona bening E. coli. Gambar 11 Zona bening S. aureus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai KHM dari E. coli lebih kecil jika dibandingkan dengan KHM S. aureus (Lampiran 13 & 14), yang berarti kitosan lebih sensitif terhadap E. coli (bakteri Gram negatif). Gambar 10 di bawah ini, memperlihatkan bahwa kurva diameter zona bening E. coli (bakteri Gram negatif) berada di atas kurva S. aureus (bakteri Gram positif). antibakteri yang dikemukakan oleh Todar (1997), kitosan mempunyai potensi mengingat ada daerah hambatan yang termasuk kuat (10-20 mm) dan sedang (5-10 mm). Aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri (antibakteri) kitosan yang tidak ditemukan pada kitin ini, berasal dari gugus amino (NH2) bebas dalam kitosan. Gugus amino bebas dalam larutan asam akan terprotonasi membentuk polikationik, sehingga polisakarida kitosan bermuatan positif yang ini berbeda dengan polisakarida pada umumnya yang bermuatan negatif termasuk salah satu di antaranya adalah protein. Polikationik alami kitosan ini menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi yang bersifat polielektrolit kationik yang sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan seperti halnya permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif. Berdasarkan pada Pengaruh penambahan kitosan dan tetrasiklin terhadap diameter zona bening (gambar 13), dapat kita lihat bahwa aktivitas antibakteri kitosan lebih kecil daripada tetrasiklin. Hal ini karena kitosan yang diuji tidak dilakukan pemurnian lebih lanjut, misalnya derajat deasetilasinya hanya 73%. Menurut Jung et al. (1998), kitosan dengan derajat deasetilasi 90% menunjukkan aktivitas antibakteri hingga 84% dan kitosan-g-MAP menunjukkan aktivitas antibakteri hingga 95%.. 20 20 E. coli 14 S. aureus 18 D ia m e t e r z o n a b e n in g ( m m ) 16 12 10 8 6 4 2 0 16 14 12 10 8 6 4 Kitosan Tetrasiklin 60 80 10 0 20 0 40 0 60 0 80 0 10 00 4 5 10 20 40 2 3 1 2 Konsentrasi senyawa antibakteri (mg/100ml) Gambar 12 Pengaruh konsentrasi senyawa antibakteri terhadap diameter zona bening. Berdasarkan hasil deteksi aktivitas antibakteri (lampiran 12), terlihat bahwa diameter daerah hambat dari 16 variasi konsentrasi kitosan terhadap bakteri uji (E. coli dan S. aureus) besarnya bervariasi, mulai dari 0.4 sampai 13 mm. Jika data pada lampiran 12 dikaitkan dengan ketentuan kekuatan antibiotik- 0 1 2 3 4 5 10 20 40 60 80 10 0 20 0 40 0 60 0 80 0 10 00 D ia m eter z o na ben in g (m m ) 18 Konsentrasi senyawa antibakteri (mg/100ml) Gambar 13 Pengaruh penambahan kitosan dan tetrasiklin terhadap diameter zona bening. Hasil lain dari analisis yang tampak pada Gambar 13, menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi senyawa antibakteri baik kitosan maupun tetrasiklin yang ditambahkan maka semakin besar pula diameter zona beningnya. Dengan kata lain, daya hambat (aktivitas) senyawa antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasinya. Analisis Hidrofilisitas Permukaan Dinding Sel Bakteri Analisis Muatan Negatif Permukaan Dinding Sel Bakteri Data hasil analisis hidrofilisitas permukaan sel bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 7 dan dari hasil analisis tersebut diperoleh kurva hubungan antara volume n-heksana yang ditambahkan dengan nilai hidrofilisitasnya (Gambar 14). Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah residu bakteri S. aureus dalam fase air menurun drastis dengan penambahan volume nheksana, sedangkan jumlah residu E. coli dalam fase air tidak memperlihatkan penurunan yang berarti dengan adanya penambahan volume nheksana. Hal ini menunjukkan bahwa, E. coli memiliki nilai hidrofilisitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bakteri S. aureus. Permukaan dinding sel E. coli lebih bersifat hidrofilik, karena pada bakteri ini terdapat membran luar yang tidak dimiliki oleh S. Aureus. Perbedaannya adalah lapisan ini tidak hanya terdiri dari fosfolipid saja seperti pada membran plasma, tetapi juga mengandung lipid lainnya, yaitu lipopolisakarida dan protein yang mengandung banyak gugus polar. Selain itu, pada peptidoglikan E. coli terdapat asam diaminopimelat (DAP) yang mempunyai 4 gugus polar (Brock et al. 1994). Hal ini menyebabkan permukaan dinding sel E. coli (bakteri Gram negatif) lebih bersifat hidrofilik jika dibandingkan dengan S. aureus (bakteri Gram positif). Hasil analisis muatan negatif yang diperoleh (Tabel 4), nilai RCD untuk sel S. aureus adalah sebesar 78.48%, sedangkan untuk sel E. coli sebesar 49.79%. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli (bakteri Gram negatif) lebih bermuatan negatif jika dibandingkan dengan S. aureus (bakteri Gram positif). Perbedaan muatan negatif permukaan dinding sel kedua bakteri ini, kemudian diuji T (lampiran 11), dan hasilnya menunjukkan bahwa muatan negatif antara E. coli dan S. aureus memiliki P-Value = 0.017 atau lebih kecil dari 0.05. Hal ini berarti, E. coli memiliki muatan negatif yang berbeda nyata dengan S. aureus. Muatan negatif pada bakteri Gram positif disebabkan oleh adanya asam teikoat, yang bersifat asam dan mengandung ulangan rantai gliserol fosfat dan ribitol fosfat. Meskipun demikian, lipopolisakarida dan peptidoglikan yang banyak mengandung gugus COO- pada E. coli menyebabkan permukaan dinding sel E. coli secara keseluruhan lebih bermuatan negatif daripada S. Aureus. Tabel 4 Analisis muatan negatif permukaan sel bakteri OD ODfasa air ODkontrol RCD(%) 100 95 H id ro filis ita s (% ) coli dan S. aureus memiliki P-Value = 0.094 atau lebih besar dari 0.05, yang ini berarti bahwa nilai hidrofilisitas antara keduanya tidak signifikan. S. aureus 1 2 0.176 0.174 0.223 0.223 78.92 78.03 E. coli 1 2 0.118 0.115 0.234 0.234 50.43 49.15 90 85 80 E coli S aureus 75 70 65 60 0 5 6 7 8 9 Volume n-Heksana (ml) Gambar 14 Kurva hubungan antara n-Heksana dan hidrofilisitas permukaan dinding sel bakteri. Hasil analisis uji t (lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai hidrofilisitas antara E. Menurut Chung et al. (2004), mekanisme aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan sebagai berikut; kationik alami kitosan berikatan ionik dengan sisi anionik protein dalam fosfolipid, yang menyebabkan perubahan sifat permeabilitas membran sel sehingga pergerakan substansi mikrobiologi menjadi terhambat. Oleh karena itu, aktivitas antibakteri kitosan ini termasuk bakteriostatik. Kitosan dalam bentuk oligomer, setelah merusak sifat permeabilitas membran sel, oligomer kitosan akan berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan mencegah pertumbuhan sel dengan menghambat transformasi DNA ke RNA, yang akhirnya dapat merusak sel (Jung et al. 1998; Nam 2001). Selain itu juga, aktivitas antibakteri kitosan disebabkan oleh adanya ketertarikan secara struktural antara dinding sel bakteri dan kitosan. Dalam hal ini, diketahui bahwa dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan yang struktur dasar rantai utamanya terdiri dari Nasetilglukosamin dan adanya β-glikan (Qujeq 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil simpulan bahwa kitosan terbukti memiliki aktivitas antibakteri. Nilai KHM E. coli adalah sebesar 4 mg/100ml, sedangkan nilai KHM untuk S. aureus adalah sebesar 10 mg/100ml. Kekuatan aktivitas antibakteri kitosan termasuk kuat, walaupun kitosan yang diuji tidak dimurmikan lebih lanjut. E. coli memiliki ciri permukaan dinding sel yang lebih bersifat hidrofilik dan mempunyai muatan negatif yang lebih besar daripada S. Aureus. Berdasarkan hasil deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan pencirian permukaan dinding sel bakteri, dapat dipahami bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri yaitu kitosan sebagai desinfektan kationik alami akan lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri yang permukaan dinding selnya memiliki sifat lebih hidrofilik dan lebih bermuatan negatif. Chen YM, Chung YC, Wang LW, Chen KT, Li SY. 2002. Antibacterial properties of chitosan in waterborne pathogen. J Environ Sci Health 37: 1379-1390. Chung YC, et al. 2004. Relationship between antibacterial activity of chitosan and surface characteristics of cell wall. Acta Pharmacologica Sinica 7: 932-936. Clifton CE. 1958. Introduction to The Bacteria. Ed ke-2. New York: McGraw-Hill Book Company. EI-Ghaouth A, Arul J, Asselin A, Benhamou N. 1993. Antifungal activity of chitosan on two post-harvest pathogen of strawberry fruits. Phytooath 82: 398-402. EI-Ghaouth A, Ponnampalam R, Castaigne F, Arul J. 1992. Chitosan coating to extent the storage life of tomatoes. Hortscience 27: 1016-1018. Harahap VU. 1995. Optimasi Pembuatan Khitosan dari Limbah Udang [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kim CH, Kim SY, Choi KS. 1997. Synthesis and antibacterial activity of water-soluble chitin derivatives. Polym Adv Technol 8: 319-325. Saran Knurr D. 1982. Function properties of chitin and chitosan. Food Science 47: 593-595. Analisis ini akan lebih baik jika dilakukan terhadap kitosan yang dimurnikan terlebih dahulu. Disamping itu, akan lebih baik jika analisis ini dilanjutkan dengan analisis TEM. Kurita K. 1998. Chemistry and application of chitin and chitosan. Polym Degrad Stabil 59: 117-20. DAFTAR PUSTAKA Lay BW, Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers. Bastaman S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shells. The Queen’s University of Belfast: The Departement of Mechanical Manufacturing. Berzeski MM. 1987. Chitin and chitosan putting waste to good use. Info Fish 5/87: 31-33. Brock TD, Brock TM, John MM, Jack P. 1994. Biology of Microoorganisms. Ed ke-5,7. New Jersey: Englewood Cliffs. Nam KS. 2001. Evaluation of the antimutagenic potential of chitosan oligosaccharide. Biotechnol Lett 23: 971-975. Ornum JV. 1992. Shrimp waste must it be wasted?. Info Fish 6/92: 48-52. Plzcar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-1,2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-Pr. Terjemahan dari: Elements of microbiology. Qujeq D, Mossavi SE. 2004. Antibacterial activity of chitosan against Escherichia coli. Babol Medical Science 7:1-12. Sandford PA, Hutchings GP. 1987. Genetic Engineering, Structure/Property Relations and Application. New York: Elsevier Shahidi FJ, Arachchi KV, Jeon YJ. 1999. Food applications of chitin and chitosans.. Trends Food Sci Technol 10: 37-51. Somashekar D, Joseph R. 1996. Chitosanases properties and application. Bioresource Technol 55: 35-45. Todar K. 1997. The Control of Microbial Growth. Wisconsin: University of Wisconson. Wang GH. 1992. Inhibition and inactivation of five species of foodborne pathogens by chitosan. J Food Protect 55: 916-925. Yadav AV, Bishe SB. 2004. Chitosan a potential biomaterial effective against typhoid. Current Science 9: 1176-1178. LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Kulit udang Kitosan Deteksi aktivitas antibakteri Penentuan KHM dan kekuatan aktivitas antibakteri Karakterisasi permukaan dinding sel bakteri Analisis muatan negatif Hasil akhir Simpulan Analisis hidrofilisitas Lampiran 2 Bagan alir metode isolasi kitosan Kulit udang Dicuci dan dikeringkan Dihancurkan dan diayak HCl 2N 1:8 900C, 1 jam Demineralisasi Netralisasi NaOH 3.5% 1:10 1200C, 2 jam Deproteinasi Netralisasi NaOH 50% 1:20 1400C, 2 jam Deasetilasi Netralisasi Uji kelarutan Uji FTIR Kitosan Lampiran 3 Metode Pengukuran Derajat Deasetilasi (Bastaman 1989) Derajat deasetilasi film kitosan ditentukan dengan metode base-line menggunakan spektrofotometer fourier transform infra red (FTIR). Frekuensi yang digunakan berkisar antara 4000 cm-1 sampai 250 cm-1. Pelet kitosan dibuat dengan cara mencampurkan kitosan dengan 100 mg garam KBr. Puncak tertinggi digunakan sebagai base-line yang diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbansi diukur dengan persamaa: P A = Log ( 0 ) P P0 = Jarak antara garis dasar yang dipilih dengan garis singgung, P = Jarak antara garis dasar yang dipilih dengan lembah. Dari standar N-asetilasi kitosan yang sempurna (100%) diperoleh nilai perbandingan 1.33. Dengan mengukur nilai absorbansi pada puncak yang berhubungan, yaitu pada bilangan gelombang 1665 cm-1 untuk gugus asetil dan 3450 cm-1 untuk gugus amina, maka % N-deasetilasi dapat dihitung sebagai berikut: A 1 % N-deasetilasi = (1 - 1655 x ) x 100% A3450 1.33 Lampiran 4 Spektrum FTIR kitosan Lampiran 5 Penentuan nilai OD kontrol Nilai OD ODmedim+suspensi bakteri ODmedium ODkontrol Eschericia coli 0.609 0.375 0.234 Staphylacoccus aureus 0.598 0.375 0.223 Lampiran 6 Perhitungan ODkontrol ODkontrol = ODmedium+suspensi sel bakteri – ODmedium Lampiran 7 Hidrofilisitas permukaan sel bakteri Rasio vheksana:air 0:5 5:5 6:5 7:5 8:5 9:5 ODfasa air 0.234 0.221 0.214 0.212 0.210 0.207 Eschericia coli Hidrofilisitas (%) 100.00 97.86 97.01 95.30 94.44 95.73 Staphylacoccus aureus ODfasa air Hidrofilisitas (%) 0.230 100.00 0.222 96.86 0.219 90.13 0.216 86.10 0.215 77.58 0.206 68.16 Lampiran 8 Perhitungan hidrofilisitas Hidrofilisitas = ODterukur x 100% ODkontrol Lampiran 9 Hasil uji T pada analisis hidrofilisitas permukaan sel bakteri Bakteri N Rata-rata SD DF T-value P-value Eschericia coli Staphylacoccus aureus 6 6 96.72 86.50 2.02 12.02 5 2.07 0.094 Lampiran 10 Perhitungan RCD RCD = ODterukur x 100% ODkontrol Lampiran 11 Hasil uji T pada analisis muatan negatif permukaan sel bakteri Bakteri N Rata-rata SD DF T-value P-value Eschericia coli Staphylacoccus aureus 2 2 49.790 78.475 0.905 0.629 1 -36.80 0.017 Lampiran 12 Data deteksi aktivitas antibakteri kitosan dan penentuan KHM Konsentrasi (mg/ 100ml) 1 2 3 4 5 10 20 40 60 80 100 200 400 600 800 1000 Diameter zona bening (mm) Eschericia coli Staphylacoccus aureus Kitosan Tetrasiklin Kitosan Tetrasiklin 0 0 6.0 5.0 0 0 6.0 5.6 0 0 8.0 7.0 0 0 6.5 5.0 0 0 8.0 7.5 0 0 7.0 7.4 0.8 0.6 9.0 9.0 0 0 9.0 8.7 1.5 1.3 10.0 8.0 0 0 10.0 9.6 2.6 2.0 12.0 10.0 0.7 0.6 12.0 10.0 3.1 2.8 15.0 11.5 1.1 1.0 12.0 11.5 5.3 3.6 16.0 13.0 1.2 1.2 12.0 11.8 7.0 4.6 17.0 14.0 1.8 1.6 13.0 12.0 9.0 5.9 18.0 15.8 3.0 3.5 13.0 12.4 10.2 7.2 16.0 16.0 7.0 5.3 13.0 13.0 11.0 9.5 16.0 15.5 8.0 8.0 13.5 13.5 13.0 11.6 17.0 18.0 8.0 7.2 14.5 14.0 13.5 12.6 17.0 16.0 11.0 10.7 15.5 14.0 15.0 14.5 21.0 17.6 11.5 10.6 16.0 15.5 16.0 15.6 21.0 20.0 12.0 11.5 18.0 16.6 Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh faktor bakteri, senyawa, dan konsentrasi terhadap diameter zona bening Sumber Keragaman 1 1 15 1 15 15 Jumlah Kuadrat 137.37 1771.61 2303.20 1.53 67.13 149.32 Kuadrat Tengah 137.37 1771.61 153.55 1.53 4.47 9.95 15 64 127 6.65 55.77 4492.57 0.44 0.87 db Bakteri Senyawa Konsentrasi Bakteri * Senyawa Bakteri * Konsentrasi Senyawa * Konsentrasi Bakteri * Senyawa * Konsentrasi Galat Total (**): nyata pada taraf 1%. F-Hitung 157.64 2033.05 176.21 1.76 5.14 11.42 0.51 P-Value 0.000 0.000 0.000 0.190 0.000** 0.000** 0.927 Lampiran 14 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor bakteri dan konsentrasi Konsentrasi 1 2 3 4 5 10 20 40 60 80 100 200 Bakteri E. coli 2.75 n 3.75 nml 3.88 nml 4.85 kml 5.20 kjl 6.65 hji 8.10 g 9.48 f 10.65 f 12.18 ed 12.35 d 13.00 d S. aureus 2.90 n 2.88 n 3.60 nm 4.43 kml 4.90 kml 5.83 kji 6.40 ji 6.55 hji 7.10 hgi 7.98 hg 9.58 f 10.75 f Lanjutan Bakteri E. coli S. aureus 400 14.90 b 10.93 ef 600 14.78 cb 12.80 d 800 17.03 a 13.40 cd 1000 18.15 a 14.53 cb Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Konsentrasi Lampiran 15 Uji Duncan untuk interaksi antara faktor senyawa antibakteri dan Konsentrasi Senyawa antibakteri Kitosan Tetrasiklin 1 0.00 q 5.65 m 2 0.00 q 6.63 ml 3 0.00 q 7.48 l 4 0.35 q 8.93 k 5 0.70 pq 9.40 k 10 1.48 opq 11.00 ji 20 2.00 op 12.50 hg 40 2.83 on 13.20 hgfe 60 3.75 n 14.00 dfe 80 5.35 m 14.80 dc 100 7.43 l 14.50 dce 200 9.13 k 14.63 dce 400 9.95 jk 15.88 c 600 11.95 hi 15.63 c 800 12.90 hgf 17.53 b 1000 13.78 dgfe 18.90 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Konsentrasi Lampiran 16 Struktur molekul tetrasiklin Ket: RM: C22H24N2O8 BM: 444.435 g/mol