BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan (Notoatmodjo 1997). Menurut Notoatmodjo (2003) bentuk perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni: 1. Bentuk Pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. 2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, dan disebut “covert behavior”. Sedangkan tindakan nyataseseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan “overt behavior” (Notoatmodjo, 2003) 7 8 2.1.2 Klasifikasi Perilaku Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut: 1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal- hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya. 2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya. 2.1.3 Bentuk-bentuk perubahan perilaku Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 9 1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas. 2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban.Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Tim ahli WHO (1984) dalam Marliana (2011), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu : 1. Pemikiran dan perasaan Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-lain. 2. Orang penting sebagai referensi Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain. 3. Sumber-sumber daya 10 Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. 4. Kebudayaan Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatumasyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya. Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang mengarah kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola kelakuan/kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada pada setiap pribadi atau masyarakat. Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo,1999 dalam Marliana, 2011). 11 Untuk memberikan respon terhadap situasi di tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan). 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan Menurut L.W.Green, dalam Marliana (2011) faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : 1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut. a. Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sngat penting untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1) Awareness (kesadaran) Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Interest (merasa tertarik) Tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) 12 Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5) Adoption Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b. Keyakinan Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan agar terjadi perubahan perilaku. 1) Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam 2) Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu dalam bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu untuk bekerja, kesulitan ekonomi. 3) Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan harus yakin bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat melebihi pengeluaran yang harus dibayarkan dan sangat mungkin dilaksanakan jangkauannya. serta berada dalam kapasitas 13 4) Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau suatu kekuatan pencetus yangmembuat orang itu merasa perlu mengambil tindakan. c. Nilai Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat dipisahkan dari pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang menyangkut kesehatan merupakan satu dari delema dan tantangan penting bagi para penyelenggara pendidikan kesehatan. d. Sikap Sikap merupakan salah satu di antara kata yang paling samar namun paling sering digunakan di dalam kamus ilmu-ilmu perilaku. Sikap sebagai suatu kecenderung jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, atau situasi (Notoatmodjo, 2007). 2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors) Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal: dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. a. Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. 14 b. Prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. 1) Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapt digunakan untuk menyatakan nilai ekonomis dan karena dana atau uang dapat dengan segera dirubah dalam bentuk barang dan jasa. 2) Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. 3) Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. 4) Kebijakan Pemerintah adalah yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi 3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors) 15 Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. a. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. b. Tokoh Masyarakat adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat . Sehingga segala tindaktanduknya merupakan pola aturan patut diteladani oleh masyarakat. c. Tokoh Agama adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan persoalan yang sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi perhatian untuk diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya. d. Petugas Kesehatan merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan etika dalam sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma perilaku atau biasa disebut dengan asas 16 moral, sebaiknya selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia. 2.2 Konsep Teori hipertensi 2.2.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole kontriksi. Kontriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan artei yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. (Udjianti, 2011) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat (Kemenkes RI, 2014) diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan 17 2.2.2 Penyebab Hipertensi Menurut Udjianti (2011) berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan. 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi. c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. d. Berat badan: obesitas ( > 25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi. e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat emningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap. 2. Hipertensi sekunder Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah 18 karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar, dan stres. 2.2.3 Etiologi Hipertensi Menurut Udjianti (2011) etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun, sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer. Etiologi hipertensi sekunder pada umunya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder. 1. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion. Dengan penghentian oral-kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah beberapa bulan 19 2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur serta fungsi ginjal. 3. Gangguan endokrin Disfungsi medula aderenal atau koteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada medula adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom chusing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom chusing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal. 4. Coarctation aorta Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. 20 Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi 5. Neorogenik: tumor otak, enchepalitis, dan gangguan psikiatrik 6. Kehamilan 7. Luka bakar 8. Peningkatan volume intravaskular 9. Merokok Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah. 2.2.4 Patofisiologi Hipertensi Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal, kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena vasokontriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika intima dan hipertrofi tunika media. (Soeparman, 1987). Perubahan struktural inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor utama sukarnya tekanan darah dikendalikan dengan obat-obatan anti hipertensi pada kasus-kasus tertentu (Anderson 1977 dalam Soeparman, 1987). Kerja jantung pada penderita hipertensi dengan demikian akan 21 bertambah berat karena naiknya tahanan perifer. Lambat laun akan berakibat terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Tingkat dan kecepatan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri ini ternyta tidak selalu berkolerasi abaik dengan tinggi rendahnya tekanan darah (Cohn, 1977 dalam Soeparman, 1987). Bila hipertrofi sudah melampaui batas tertentu yaitu bila berat jantung sudah melampaui nilai kritis (500g), dapat dibuktikan bahwa sel-sel otot jantung tidak hanya bertambah ukurannya (hipertrofi) tetapi juga bertambah jumlah selnya atau terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya sklerosis koroner dimana hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang penting untuk terjadinya sklerosis koroner. Hipertrofi dan hiperplasi ini akhirnya akan diikuti dilatasi ventrikel kiri dan selanjutnya akan berakhir dengan terjadinya dekompensasi jantung kiri. Bila keadaan ini berlangsung terus maka akan diikuti hipertrofi dan diltasi jantung kanan dan akhirnya jantung kanan juga akan mengalami dekompensasi. Pada penderita hipertensi dalam perjalananya dapat terjadi dekompensasi jantung kiri akut (left Ventrikular heart failure) disamping terjadinya gagal jantung kongestif kronis (chronic congestive heart failure). Pada gagal jantung kongestif kronis (chronic congestive failure) umunya gejala-gejala dekompensasi jantung kiri lebih menyolok daripada gejalagejala dekompensasi jantung kanan. Namun demikian pada kasus-kasus tertentu kadang-kadang gejala-gejala dekompensai jantung kiri hanya sedikit terlihat sedangkan gejala-gejala dekompensasi jantung kanan lebih menyolok. Bahkan sering terlihat seperti dekompensasai jantung kanan yang murni. Ini disebabkan karena terjadinya obstruksi aliran masuk kedalam bilik 22 kanan sebagai akibat hipertrofi ventrikel kiri yang hebat (Cohn, 1977 dalam Soeparman 1987). Bila terjadi dekompensasi jantung kiri maupun kanan sering tekanan darah akan sedikit menurun. Yang menherankan justru kadang-kadang dijumpai kenaikan tekanan darah bila terjadi dekompensasi jantung. Hal ini terjadinya karena anoreksia jaringan otak yang akan memacu pusat vasomotor di batang otak dengan akibat terjadinya faktor vasokontriksi arteriol sistemik yang akan menaikkan tekanan darah. 2.2.5 Klasifikasi Hipertensi Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan (mmHg) (mmHg) Normal < 120 < 80 Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89 Hipertensi stage I 140 – 150 90 – 99 Hipertensi stage II > 150 > 100 Diastolik (JNC 7, 2003) dalam Muttaqin (2009) 2.2.6 Faktor Terjadinya Hipertensi Menurut Rusdi (2009) dalam Suparyanto (2014) faktor dan penyebab terjadinya hipertensi antara lain : Faktor yang tidak dapat diubah : 1. Faktor Keluarga/ Genetik Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Archives of Internal Medicine menunjukkan bahwa riwayat keluarga memainkan peran 23 besar terhadap perkembangan tekanan darah tinggi. Seseorang dengan kedua orang tua pengidap tekanan darah tinggi akan memiliki resiko terserang penyakit darah tinggi dua kali lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki orang tua dengan darah tinggi atau hanya salah satu yang memiliki sakit darah tinggi. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti-peneliti dari Universitas John Hopkins yang melibatkan 1000 orang laki-laki selama kurang lebih 54 tahun. Proses penelitian dimulai sejak awal masa remaja dan berlangsung hingga masa hidup partisipan penelitian ini. Bahkan setelah diperiksa dan disesuaikan dengan tingkat aktivitas, frekuensi merokok, dan berat badan, hasil penelitian tetap menunjukkan bahwa mereka yang memiliki salah satu atau kedua orang tua pengidap darah tinggi lebih beresiko terkena penyakit tekanan darah tinggi. Hasil penelitian tersebut juga membongkar informasi bahwa kenaikan resiko hipertensi terhadap pria dengan ibu pengidap tekanan darah tinggi adalah 50%. Sedangkan bagi mereka yang memiliki ayah dengan hipertensi, kenaikan resikonya sebesar 80%. Jika kedua orang tua memiliki riwayat darah tinggi, kenaikan resiko terkena penyakit yang sama adalah sebesar 150%. Meski hasil penelitian ini juga mendukung penelitian dengan topik yang mirip namun riwayat keluarga adalah faktor resiko yang tidak bisa dikontrol (Deherba Indonesia, 2015) 24 2. Jenis kelamin Pada umumnya laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi daripada perempuan. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada perempuan sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat, seperti merokok dan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Akan tetapi, pada laki-laki lebih berhubungan dengan pekerjaan dan pengangguran. 3. Faktor usia Faktor usia juga pemicu terjadinya hipertensi. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dari itu, juga sangat berpotensi terkena hipertensi. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik sampai usia 55-60 tahun. Faktor yang dapat diubah : 1. Obesitas Beberapa penyeledikan telah membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Penderita obesitas beresiko dua sampai enam kali lebih besar untuk terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang berat badan normal. Efek samping obesitas antara lain : Gangguan pernapasan, keluhan pada tulang, kelainan kulit, pembengkakan/edema (Iskandar, 2010 dalam Suparyanto, 2014) 25 2. Konsumsi garam yang tinggi Berdasarkan data statistik diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah. garam (natrium) bersifat mengikat air pada saat garam dikonsumsi, maka garam tersebut mengikat air sehingga air akan terserap masuk ke dalam intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat, kerja jantung akan meningkat dan akibatnya tekanan darah juga meningkat. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut. 3. Merokok Merokok dapat merangsang system adrenergik dan meningkatkan tekanan darah. Dan juga dapat menyebabkan terjadinya penyempitan dalam saluran paru-paru dapat memicu kerja ginjal dan jantung menjadi lebih cepat, sehingga naiknya tensi darah tidak bisa dihindari (Rusdi, 2009 dalam Suparyanto, 2014). Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat menigkatkan pelepasan epineprin, yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dinding arteri karena kontraksi yang kuat (Iskandar, 2010 dalam Suparyanto, 2014). 4. Minum minuman beralkohol Mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat mengganggu dan merusak fungsi beberapa organ salah satu diantaranya hati. Fungsi 26 hati akan terganggu sehingga mempengaruhi kinerja atau fungsi jantung ini pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Alkohol juga dapat merangsang dilepaskannya epinefrin atau adrenalin, yang membuat arteri menciut dan menyebabkan penimbunan air dan natrium. 5. Stres Hubungan antara stres dan hipertensi terjadi akibat aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat beraktivitas). Aktivitas saraf simpatis yang bekerja secara aktif dan meningkat juga memicu terjadinya peningkatan tekanan darah secara tidak menentu. 6. Kurang Olahraga Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga bertujuan untuk memperlancar peredaran darah dan mempercepat penyebaran impuls urat saraf kebagian tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh senantiasa bugar. 7. Faktor Obat – obatan Faktor terjadinya hipertensi karena pengaruh obat – obatan pada dasarnya lebih potensial dialami oleh kaum perempuan, terutama mereka yang mengkonsumsi obat – obat kontrasepsi oral. Konsumsi kontrasepsi oral (pil) dapat beresiko terjadinya perubahan metabolism lemak (lipid) darah. Efek ini tergantung jenis dan dosis hormon dalam kontrasepsi oral bila esterogen maka berefek lebih baik karena menaikkan kolestrol HDL (Kolesterol baik) dan menurunkan kolesterol LDL (kolesterol buruk). 27 Progestinnya mempunyai efek berlawanan dengan esterogen sehingga kejadian tekanan darah tinggi (Santoso, 2010 dalam Suparyanto, 2014). 2.2.7 Komplikasi Hipertensi a. Arterosklorosis Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan menderita arterosklorosis. Arterosklorosis merupakan suatu penyakit pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar (Soeharto, 2002 dalam Widyaningrum, 2012). b. Penyakit Jantung Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru-paru sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkn sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal jantung (Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum, 2012). 28 c. Penyakit Ginjal Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal terminal (Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum, 2012) 2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Non Farmakologis Terapi non farmakologi harus selalu digunakan pada pasien dengan hipertensi perbatasan dan tanpa kerusakan organ akhir, terutama pada orang yang kegemukan (obese). Terapi non farmakologis mencakup penurunan berat badan, pembatasan garam, latihan fisik, dan mengubah pola hidup misalnya mengurangi asupan lemak, menghentikan kebiasaan merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol (Stein, 2001) 2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi dengan Farmakologis Menurut Muttaqin (2009) obat-obat antihipertensi dapat dipakai yaitu: 1. Diuretic Kerja utama : a. Penurunan volume darah, aliran darah, ginjal dan curah jantung. b. Menghambat reabsorbsi natrium dan air dalam ginjal. c. Bekerja mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh 29 berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan 2. Inhibitor Adrenergik Kerja utama : a. Memperlambat denyut b. Menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung c. Menghasilkan kecepatan jantung yang lebih lambat d. Menghasilkan tekanan darah yang lebih rendah dan menurunkan tekanan darah saat berdiri juga saat telentang. 3. Vasodilator Kerja utama : Menurunkan tekanan perifer namun secara berlawanan meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan sistolik dan diastolik 4. Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin Kerja utama : a. Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II b. Menurunkan tahanan perifer total 5. Antagonis Kalsium Kerja utama : a. Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel b. Menurunkan afterload jantung c. Memperlambat kecepatan hantaran impuls jantung d. Menurunkan kerja jantung dan konsumsi energy, meningkatkan pengiriman oksigen ke jantung. 30 2.2.10 Pencegahan Hipertensi Menurut stein (2001) upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi adalah 1. Olahraga teratur Dengan melakukan olahraga yang teratur dan dinamis dapat memperbaiki aliran darah ke otot-otot dan memperbaiki metabolism otot itu sendiri. Olahraga yang tidak mengeluarkan banyak tenaga misalnya jalan kaki dengan cepat, jogging dan bersepeda, yang membantu terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga tensi menjadi turun, selain itu menambah kesegaran dan kebugaran jasmani yang nanti akan meningkatkan daya tahan tubuh penderita menghadapi serangan komplikasi penyakit hipertensi. Olahraga berpengaruh terhadap tekanan darah, oleh karena itu olahraga menjadi suatu bagian dalam pengobatan hipertensi. Olahraga yang teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30 – 45 menit/ hari, 3 – 4 kali seminggu) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. 2. Pengaturan diet Kemungkinan terjadi hipertensi sangat tinggi bila penderita mengkonsumsi garam dapur terlalu banyak. Orang yang normal biasanya mengkonsumsi garam dapur antara lain 5-15 gram perhari. Pada penderita hipertensi dianjurkan makan garam seminimal mungkin sekitar 2-3 gram perhari mengurangi penggunaa garam baik dari garam dapur maupun bahan adiktif seperti monosodium 31 glutamate (MSG), makanan kaleng (corned beef, ikan kalengan dan sayuran kalengan), makanan instan (mie instan, lauk pauk instan), makanan awetan (ikan asing, pindang, peda telur asin, abon, daging asap), kue-kue yang dibubuhi soda kue, baking soda, atau vestin. Kecap dan saus tomat sebaiknya dibatasi, juga makanan yang berlemak. Makanan diatas mengandung kadar garam tinggi walaupun rasanya tidak asin (Saraswati, 2009). Mengurangi makanan diatas dapat mengurangi terjadinya hipertensi. 3. Kontrol tekanan darah secara rutin Dengan pemeriksaan secara rutin, sebaiknya dilakukan teratur minimal satu bulan sekali atau mengukur sendiri tekanan darahnya (Saraswati, 2009). 4. Perubahan pola hidup sehat dengan menghentikan kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol Bagi penderita hipertensi dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi konsumsi alkohol yang dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut Joewono (2003) mengemukakan bahwa berhenti merokok merupakan perubahan hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Pengapuran dan pengerasan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis merupakan akibat pertama kali dari merokok, dan juga terjadi kurangnya volume pasca darah, rokok dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah 2-10 32 menit setelah dihisap. Karena merangsang saraf mengeluarkan hormon yang bisa menyebabkan faktor resiko terjadi stroke. Kopi tidak baik bagi penderita tekanan darah tinggi. Senyawa kofein yang terdapat pada kopi dapat mamacu meningkatnya denyut jantung yang berdampak peningkatan tekanan darah. Minum alkohol secara merata setiap hari akan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Tetapi, bila minum banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari akan meningkatkan tekanan darah dan berisiko terkena stroke. 5. Manajemen stress Perubahan pola hidup yang serba otomatis menyebabkan tubuh kurang gerak dan perubahan yang meliputi lingkungan, fisik dan sosial mempengaruhi manusia menimbulkan stress dengan berbagai manifestasi diantaranya hipertensi. Hal ini dapat dapat dicegah dengan cara berusaha relaksasi dalam menghadapi masalah, melakukan refreshing, dan dapat juga mendalami agama. 33 Bagan 2.1 Kerangka Konsep Faktor utama yang menyebabkan kenaikan tekanan darah HIPERTENSI Normal Sistole : < 120 Diastole : < 80 Pre hipertensi Sistole : 120-139 Diastole: 80-89 Hipertensi tahap 1 Sistole : 140-150 Diastole: 90-99 Hipertensi tahap 2 Sistole : > 150 Diastole: > 100 Dapat dirubah: 1. Obesitas 2. Konsumsi garam yang tinggi 3. Merokok 4. Minum alkohol 5. Stress 6. Kurang olahraga 7. Faktor obatobatan Tidak dapat dirubah 1. Faktor keluarga/ genetik 2. Jenis kelamin 3. Faktor Usia 1. Ya 2. Tidak Keterangan: Yang diteliti: Tidak diteliti: Upaya meningkatkan kesehatan Perilaku Pencegahan 1. Olahraga teratur 2. Pengaturan Diet 3. Kontrol Tekanan darah secara rutin 4. Perubahan pola hidup sehat dengan menghentikan kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol 5. Manajemen stress