2.2 Konsep Teori hipertensi - Perpustakaan Pusat | Poltekkes

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perilaku
2.1.1 Pengertian
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan,
persepsi,
minat,
keinginan
dan
sikap.
Hal-hal
yang
mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu
sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya
atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan (Notoatmodjo
1997).
Menurut Notoatmodjo (2003) bentuk perilaku dapat diartikan suatu
respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni:
1. Bentuk Pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,
misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap
adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang
masih bersifat terselubung, dan disebut “covert behavior”. Sedangkan
tindakan nyataseseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus
(practice) adalah merupakan “overt behavior” (Notoatmodjo, 2003)
7
8
2.1.2 Klasifikasi Perilaku
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior)
sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal- hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih
makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa
sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau
rasa sakit. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta
usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh
terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum
mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
2.1.3 Bentuk-bentuk perubahan perilaku
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perubahan
perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
9
1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang
dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya
ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas.
2.
Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini
terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to
change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu
inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah
sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan
sebagian lagi lamban.Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
Tim ahli WHO (1984) dalam Marliana (2011), menganalisis bahwa
yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok,
yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan,
kepercayaan, sikap dan lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia
katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang
inilah yang dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala
suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya
10
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu,
uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh
sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun
negatif.
4. Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber
daya di dalam suatumasyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah
salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan
mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Dari
uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang
berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara
beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar
belakangnya. Perilaku yang optimal akan memberi dampak
pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku yang
optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau
masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang mengarah
kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya
sendiri dari masalah kesehatan. Pola kelakuan/kebiasaan yang
berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada
pada setiap pribadi atau masyarakat.
Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir,
bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo,1999 dalam Marliana, 2011).
11
Untuk memberikan respon terhadap situasi di tersebut. Respon ini dapat
bersifat pasif (tanpa tindakan).
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
Menurut L.W.Green, dalam Marliana (2011) faktor penyebab masalah
kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku
khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, nilai-nilai
dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin
dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu
tersebut.
a. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sngat penting
untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) Tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang)
12
Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4) Trial
Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption
Dimana
subjek
telah
berperilaku
baru
sesuai
dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
b. Keyakinan
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek
benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering
digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan agar
terjadi perubahan perilaku.
1) Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam
2) Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu
dalam bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu
untuk bekerja, kesulitan ekonomi.
3) Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan
harus yakin bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat
melebihi pengeluaran yang harus dibayarkan dan sangat
mungkin
dilaksanakan
jangkauannya.
serta
berada
dalam
kapasitas
13
4) Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau suatu kekuatan
pencetus yangmembuat orang itu merasa perlu mengambil
tindakan.
c. Nilai
Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat
dipisahkan dari pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang
menyangkut kesehatan merupakan satu dari delema dan tantangan
penting bagi para penyelenggara pendidikan kesehatan.
d. Sikap
Sikap merupakan salah satu di antara kata yang paling samar
namun paling sering digunakan di dalam kamus ilmu-ilmu
perilaku. Sikap sebagai suatu kecenderung jiwa atau perasaan yang
relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, atau situasi
(Notoatmodjo, 2007).
2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors)
Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik,
termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana,
misal: dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain
sebagainya.
a. Sarana
adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan
pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja.
14
b. Prasarana
adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang
dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini
tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan
dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.
1) Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapt
digunakan untuk menyatakan nilai ekonomis dan karena dana
atau uang dapat dengan segera dirubah dalam bentuk barang
dan jasa.
2) Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan atau barang
dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin.
Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
3) Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah
upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu
tujuan.
4) Kebijakan Pemerintah adalah yaitu suatu aturan yang mengatur
kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat
seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi
dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai
tugas menjatuhkan sanksi
3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)
15
Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas
kesehatan, undang-undang
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan.
a. Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan
perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
b. Tokoh Masyarakat
adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap masyarakat . Sehingga segala tindaktanduknya merupakan pola aturan patut diteladani oleh masyarakat.
c. Tokoh Agama
adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan
persoalan yang sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi
perhatian untuk diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya.
d. Petugas Kesehatan
merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan
etika dalam sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang
merupakan suatu norma perilaku atau biasa disebut dengan asas
16
moral, sebaiknya selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan
bermasyarakat kelompok manusia.
2.2 Konsep Teori hipertensi
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari
suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole kontriksi. Kontriksi
arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan
dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan artei yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.
(Udjianti, 2011)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan
stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol
dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak,
baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta
maupun
masyarakat
(Kemenkes RI, 2014)
diperlukan
agar
hipertensi
dapat
dikendalikan
17
2.2.2 Penyebab Hipertensi
Menurut Udjianti (2011) berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi
menjadi dua golongan.
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut
ini
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan
wanita pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami
hipertensi.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan: obesitas ( > 25% di atas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya
hidup:
merokok
dan
konsumsi
alkohol
dapat
emningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
18
karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit
ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi
sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta,
neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,
peningkatan volume intravaskular, luka bakar, dan stres.
2.2.3 Etiologi Hipertensi
Menurut Udjianti (2011) etiologi yang pasti dari hipertensi esensial
belum diketahui. Namun, sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik
saling terkait. Defek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan
tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana
ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan
intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah
melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi
adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian
dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik
peningkatan tahanan perifer.
Etiologi hipertensi sekunder pada umunya diketahui. Berikut ini
beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder.
1. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Dengan penghentian oral-kontrasepsi, tekanan darah normal kembali
setelah beberapa bulan
19
2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan
penyebab
utama
hipertensi
sekunder.
Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90%
lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
dan perubahan struktur serta fungsi ginjal.
3. Gangguan endokrin
Disfungsi medula aderenal atau koteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi
dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign
adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada medula adrenal
yang paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang
berlebihan. Pada sindrom chusing, kelebihan glukokortikoid yang
diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom chusing’s mungkin
disebabkan
oleh
hiperplasi
adrenokortikal
atau
adenoma
adrenokortikal.
4. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.
20
Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi
5. Neorogenik: tumor otak, enchepalitis, dan gangguan psikiatrik
6. Kehamilan
7. Luka bakar
8. Peningkatan volume intravaskular
9. Merokok
Nikotin
dalam
rokok
merangsang
pelepasan
katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang
mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
2.2.4 Patofisiologi Hipertensi
Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan
tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal,
kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan
perifer ini disebabkan karena vasokontriksi arteriol akibat naiknya tonus otot
polos pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama
maka akan dijumpai perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah
arteriol berupa penebalan tunika intima dan hipertrofi tunika media.
(Soeparman, 1987).
Perubahan struktural inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor
utama sukarnya tekanan darah dikendalikan dengan obat-obatan anti
hipertensi pada kasus-kasus tertentu (Anderson 1977 dalam Soeparman,
1987). Kerja jantung pada penderita hipertensi dengan demikian akan
21
bertambah berat karena naiknya tahanan perifer. Lambat laun akan berakibat
terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Tingkat dan kecepatan terjadinya hipertrofi
ventrikel kiri ini ternyta tidak selalu berkolerasi abaik dengan tinggi
rendahnya tekanan darah (Cohn, 1977 dalam Soeparman, 1987). Bila
hipertrofi sudah melampaui batas tertentu yaitu bila berat jantung sudah
melampaui nilai kritis (500g), dapat dibuktikan bahwa sel-sel otot jantung
tidak hanya bertambah ukurannya (hipertrofi) tetapi juga bertambah jumlah
selnya atau terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperberat dengan
adanya sklerosis
koroner dimana hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko yang penting untuk terjadinya sklerosis koroner. Hipertrofi dan
hiperplasi ini akhirnya akan diikuti dilatasi ventrikel kiri dan selanjutnya akan
berakhir dengan terjadinya dekompensasi jantung kiri. Bila keadaan ini
berlangsung terus maka akan diikuti hipertrofi dan diltasi jantung kanan dan
akhirnya jantung kanan juga akan mengalami dekompensasi.
Pada
penderita
hipertensi
dalam
perjalananya
dapat
terjadi
dekompensasi jantung kiri akut (left Ventrikular heart failure) disamping
terjadinya gagal jantung kongestif kronis (chronic congestive heart failure).
Pada gagal jantung kongestif kronis (chronic congestive failure) umunya
gejala-gejala dekompensasi jantung kiri lebih menyolok daripada gejalagejala dekompensasi jantung kanan. Namun demikian pada kasus-kasus
tertentu kadang-kadang gejala-gejala dekompensai jantung kiri hanya sedikit
terlihat sedangkan gejala-gejala
dekompensasi jantung kanan lebih
menyolok. Bahkan sering terlihat seperti dekompensasai jantung kanan yang
murni. Ini disebabkan karena terjadinya obstruksi aliran masuk kedalam bilik
22
kanan sebagai akibat hipertrofi ventrikel kiri yang hebat (Cohn, 1977 dalam
Soeparman 1987). Bila terjadi dekompensasi jantung kiri maupun kanan
sering tekanan darah akan sedikit menurun. Yang menherankan justru
kadang-kadang dijumpai kenaikan tekanan darah bila terjadi dekompensasi
jantung. Hal ini terjadinya karena anoreksia jaringan otak yang akan memacu
pusat vasomotor di batang otak dengan akibat terjadinya faktor vasokontriksi
arteriol sistemik yang akan menaikkan tekanan darah.
2.2.5 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003)
Klasifikasi
Tekanan
Sistolik Tekanan
(mmHg)
(mmHg)
Normal
< 120
< 80
Pre hipertensi
120 – 139
80 – 89
Hipertensi stage I
140 – 150
90 – 99
Hipertensi stage II
> 150
> 100
Diastolik
(JNC 7, 2003) dalam Muttaqin (2009)
2.2.6 Faktor Terjadinya Hipertensi
Menurut Rusdi (2009) dalam Suparyanto (2014) faktor dan penyebab
terjadinya hipertensi antara lain :
 Faktor yang tidak dapat diubah :
1.
Faktor Keluarga/ Genetik
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Archives of Internal
Medicine menunjukkan bahwa riwayat keluarga memainkan peran
23
besar terhadap perkembangan tekanan darah tinggi. Seseorang
dengan kedua orang tua pengidap tekanan darah tinggi akan
memiliki resiko terserang penyakit darah tinggi dua kali lebih besar
daripada mereka yang tidak memiliki orang tua dengan darah tinggi
atau hanya salah satu yang memiliki sakit darah tinggi. Penelitian
ini dilakukan oleh peneliti-peneliti dari Universitas John Hopkins
yang melibatkan 1000 orang laki-laki selama kurang lebih 54
tahun. Proses penelitian dimulai sejak awal masa remaja dan
berlangsung hingga masa hidup partisipan penelitian ini. Bahkan
setelah diperiksa dan disesuaikan dengan tingkat aktivitas,
frekuensi merokok, dan berat badan, hasil penelitian tetap
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki salah satu atau kedua
orang tua pengidap darah tinggi lebih beresiko terkena penyakit
tekanan darah tinggi. Hasil penelitian tersebut juga membongkar
informasi bahwa kenaikan resiko hipertensi terhadap pria dengan
ibu pengidap tekanan darah tinggi adalah 50%. Sedangkan bagi
mereka yang memiliki ayah dengan hipertensi, kenaikan resikonya
sebesar 80%. Jika kedua orang tua memiliki riwayat darah tinggi,
kenaikan resiko terkena penyakit yang sama adalah sebesar 150%.
Meski hasil penelitian ini juga mendukung penelitian dengan topik
yang mirip namun riwayat keluarga adalah faktor resiko yang tidak
bisa dikontrol (Deherba Indonesia, 2015)
24
2. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar untuk
terserang hipertensi daripada perempuan. Hipertensi berdasarkan
gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada
perempuan sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat, seperti
merokok dan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status
pekerjaan. Akan tetapi, pada laki-laki lebih berhubungan dengan
pekerjaan dan pengangguran.
3.
Faktor usia
Faktor usia juga pemicu terjadinya hipertensi. Seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dari itu, juga sangat berpotensi terkena
hipertensi. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus naik sampai usia 55-60 tahun.
 Faktor yang dapat diubah :
1.
Obesitas
Beberapa penyeledikan telah membuktikan bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. Penderita obesitas beresiko dua
sampai enam kali lebih besar untuk terserang hipertensi
dibandingkan dengan orang yang berat badan normal. Efek
samping obesitas antara lain : Gangguan pernapasan, keluhan pada
tulang, kelainan kulit, pembengkakan/edema (Iskandar, 2010 dalam
Suparyanto, 2014)
25
2.
Konsumsi garam yang tinggi
Berdasarkan data statistik diketahui bahwa hipertensi jarang
diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam
yang rendah. garam (natrium) bersifat mengikat air pada saat garam
dikonsumsi, maka garam tersebut mengikat air sehingga air akan
terserap masuk ke dalam intravaskuler yang menyebabkan
meningkatnya volume darah. Apabila volume darah meningkat,
kerja jantung akan meningkat dan akibatnya tekanan darah juga
meningkat. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa
pembatasan konsumsi garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar
kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
3.
Merokok
Merokok dapat merangsang system adrenergik dan meningkatkan
tekanan
darah.
Dan
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
penyempitan dalam saluran paru-paru dapat memicu kerja ginjal
dan jantung menjadi lebih cepat, sehingga naiknya tensi darah tidak
bisa dihindari (Rusdi, 2009 dalam Suparyanto, 2014). Zat nikotin
yang terdapat dalam rokok dapat menigkatkan pelepasan epineprin,
yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dinding arteri
karena kontraksi yang kuat (Iskandar, 2010 dalam Suparyanto,
2014).
4.
Minum minuman beralkohol
Mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat mengganggu dan
merusak fungsi beberapa organ salah satu diantaranya hati. Fungsi
26
hati akan terganggu sehingga mempengaruhi kinerja atau fungsi
jantung ini pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Alkohol juga
dapat merangsang dilepaskannya epinefrin atau adrenalin, yang
membuat arteri menciut dan menyebabkan penimbunan air dan
natrium.
5.
Stres
Hubungan antara stres dan hipertensi terjadi akibat aktivasi saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat beraktivitas). Aktivitas saraf
simpatis yang bekerja secara aktif dan meningkat juga memicu
terjadinya peningkatan tekanan darah secara tidak menentu.
6.
Kurang Olahraga
Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah
dalam tubuh meningkat. Olahraga bertujuan untuk memperlancar
peredaran darah dan mempercepat penyebaran impuls urat saraf
kebagian tubuh atau sebaliknya sehingga tubuh senantiasa bugar.
7.
Faktor Obat – obatan
Faktor terjadinya hipertensi karena pengaruh obat – obatan pada
dasarnya lebih potensial dialami oleh kaum perempuan, terutama
mereka yang mengkonsumsi obat – obat kontrasepsi oral.
Konsumsi kontrasepsi oral (pil) dapat beresiko terjadinya
perubahan metabolism lemak (lipid) darah. Efek ini tergantung
jenis dan dosis hormon dalam kontrasepsi oral bila esterogen maka
berefek lebih baik karena menaikkan kolestrol HDL (Kolesterol
baik) dan menurunkan kolesterol LDL (kolesterol buruk).
27
Progestinnya mempunyai efek berlawanan dengan esterogen
sehingga kejadian tekanan darah tinggi (Santoso, 2010 dalam
Suparyanto, 2014).
2.2.7 Komplikasi Hipertensi
a.
Arterosklorosis
Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan
menderita
arterosklorosis.
Arterosklorosis
merupakan
suatu
penyakit pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya
menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau
suatu endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri.
Pembuluh darah mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah
terus menerus tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut
menjadi sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar (Soeharto,
2002 dalam Widyaningrum, 2012).
b.
Penyakit Jantung
Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung.
Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi
pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan
mengendor serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak
mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru-paru
sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan
tubuh lain yang dapat menyebabkn sesak nafas. Kondisi ini disebut
gagal jantung (Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum, 2012).
28
c.
Penyakit Ginjal
Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah
pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju
ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika
hal ini terjadi secara terus menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa
berfungsi
lagi.
Apabila
tidak
segera
diatasi
maka
akan
menyebabkan kerusakan parah pada ginjal yang disebut sebagai
gagal ginjal terminal (Sutanto, 2010 dalam Widyaningrum, 2012)
2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Non Farmakologis
Terapi non farmakologi harus selalu digunakan pada pasien dengan
hipertensi perbatasan dan tanpa kerusakan organ akhir, terutama pada orang
yang kegemukan (obese). Terapi non farmakologis mencakup penurunan
berat badan, pembatasan garam, latihan fisik, dan mengubah pola hidup
misalnya mengurangi asupan lemak, menghentikan kebiasaan merokok, dan
mengurangi konsumsi alkohol (Stein, 2001)
2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi dengan Farmakologis
Menurut Muttaqin (2009) obat-obat antihipertensi dapat dipakai
yaitu:
1. Diuretic
Kerja utama :
a. Penurunan volume darah, aliran darah, ginjal dan curah jantung.
b. Menghambat reabsorbsi natrium dan air dalam ginjal.
c. Bekerja mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan
ditubuh
29
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
ringan
2. Inhibitor Adrenergik
Kerja utama :
a. Memperlambat denyut
b. Menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung
c. Menghasilkan kecepatan jantung yang lebih lambat
d. Menghasilkan tekanan darah yang lebih rendah dan menurunkan
tekanan darah saat berdiri juga saat telentang.
3. Vasodilator
Kerja utama : Menurunkan tekanan perifer namun secara berlawanan
meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan sistolik dan
diastolik
4. Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin
Kerja utama :
a. Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
b. Menurunkan tahanan perifer total
5. Antagonis Kalsium
Kerja utama :
a. Menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel
b. Menurunkan afterload jantung
c. Memperlambat kecepatan hantaran impuls jantung
d. Menurunkan kerja jantung dan konsumsi energy, meningkatkan
pengiriman oksigen ke jantung.
30
2.2.10 Pencegahan Hipertensi
Menurut stein (2001) upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
hipertensi adalah
1. Olahraga teratur
Dengan melakukan olahraga yang teratur dan dinamis dapat
memperbaiki aliran darah ke otot-otot dan memperbaiki metabolism
otot itu sendiri. Olahraga yang tidak mengeluarkan banyak tenaga
misalnya jalan kaki dengan cepat, jogging dan bersepeda, yang
membantu terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga tensi
menjadi turun, selain itu menambah kesegaran dan kebugaran jasmani
yang nanti akan meningkatkan daya tahan tubuh penderita
menghadapi serangan komplikasi penyakit hipertensi. Olahraga
berpengaruh terhadap tekanan darah, oleh karena itu olahraga menjadi
suatu bagian dalam pengobatan hipertensi. Olahraga yang teratur
(aktivitas fisik aerobik selama 30 – 45 menit/ hari, 3 – 4 kali
seminggu) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah.
2. Pengaturan diet
Kemungkinan terjadi hipertensi sangat tinggi bila penderita
mengkonsumsi garam dapur terlalu banyak. Orang yang normal
biasanya mengkonsumsi garam dapur antara lain 5-15 gram perhari.
Pada penderita hipertensi dianjurkan makan garam seminimal
mungkin sekitar 2-3 gram perhari mengurangi penggunaa garam baik
dari garam dapur maupun bahan adiktif seperti monosodium
31
glutamate (MSG), makanan kaleng (corned beef, ikan kalengan dan
sayuran kalengan), makanan instan (mie instan, lauk pauk instan),
makanan awetan (ikan asing, pindang, peda telur asin, abon, daging
asap), kue-kue yang dibubuhi soda kue, baking soda, atau vestin.
Kecap dan saus tomat sebaiknya dibatasi, juga makanan yang
berlemak. Makanan diatas mengandung kadar garam tinggi walaupun
rasanya tidak asin (Saraswati, 2009). Mengurangi makanan diatas
dapat mengurangi terjadinya hipertensi.
3. Kontrol tekanan darah secara rutin
Dengan pemeriksaan secara rutin, sebaiknya dilakukan teratur
minimal satu bulan sekali atau mengukur sendiri tekanan darahnya
(Saraswati, 2009).
4. Perubahan pola hidup sehat dengan menghentikan kebiasaan merokok,
minum kopi dan alkohol
Bagi
penderita
hipertensi
dianjurkan
untuk
menghentikan
kebiasaan merokok dan mengurangi konsumsi alkohol yang dapat
meningkatkan
tekanan
darah.
Menurut
Joewono
(2003)
mengemukakan bahwa berhenti merokok merupakan perubahan hidup
yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler dan
nonkardiovaskuler
pada
penderita
hipertensi.
Pengapuran
dan
pengerasan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis merupakan
akibat pertama kali dari merokok, dan juga terjadi kurangnya volume
pasca darah, rokok dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah 2-10
32
menit setelah dihisap. Karena merangsang saraf mengeluarkan hormon
yang bisa menyebabkan faktor resiko terjadi stroke.
Kopi tidak baik bagi penderita tekanan darah tinggi. Senyawa
kofein yang terdapat pada kopi dapat mamacu meningkatnya denyut
jantung yang berdampak peningkatan tekanan darah.
Minum alkohol secara merata setiap hari akan meningkatkan kadar
HDL dalam darah. Tetapi, bila minum banyak alkohol yaitu lebih dari
60 gram sehari akan meningkatkan tekanan darah dan berisiko terkena
stroke.
5. Manajemen stress
Perubahan pola hidup yang serba otomatis menyebabkan tubuh
kurang gerak dan perubahan yang meliputi lingkungan, fisik dan sosial
mempengaruhi
manusia
menimbulkan
stress
dengan
berbagai
manifestasi diantaranya hipertensi. Hal ini dapat dapat dicegah dengan
cara berusaha relaksasi dalam menghadapi masalah, melakukan
refreshing, dan dapat juga mendalami agama.
33
Bagan 2.1 Kerangka Konsep
Faktor utama yang
menyebabkan
kenaikan tekanan
darah
HIPERTENSI
Normal
Sistole : < 120
Diastole : < 80
Pre hipertensi
Sistole : 120-139
Diastole: 80-89
Hipertensi tahap 1
Sistole : 140-150
Diastole: 90-99
Hipertensi tahap 2
Sistole : > 150
Diastole: > 100
Dapat dirubah:
1. Obesitas
2. Konsumsi
garam yang
tinggi
3. Merokok
4. Minum
alkohol
5. Stress
6. Kurang
olahraga
7. Faktor obatobatan
Tidak dapat dirubah
1. Faktor
keluarga/
genetik
2. Jenis
kelamin
3. Faktor Usia
1. Ya
2. Tidak
Keterangan:
Yang diteliti:
Tidak diteliti:
Upaya meningkatkan
kesehatan
Perilaku
Pencegahan
1. Olahraga
teratur
2. Pengaturan
Diet
3. Kontrol
Tekanan darah
secara rutin
4. Perubahan
pola
hidup
sehat dengan
menghentikan
kebiasaan
merokok,
minum kopi
dan alkohol
5. Manajemen
stress
Download