HUBUNGAN INFEKSI CACING DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA SD INPRES NDONA 4 KECAMATAN NDONA KOTA ENDE 1Zuhaifah Inayah M.S, 2Dwita Anastasia Deo, 3Ika Febianti Buntoro 1Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana 3 Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana 2Departemen ABSTRAK Lokasi Sekolah Dasar Inpres Ndona 4 berada pada dataran tinggi di Kecamatan Ndona, kota Ende dengan iklim yang lembab dan masih ditemukan hiegene perseorangan yang buruk, yang berpotensi terjadinya penyakit kecacingan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara infeksi cacing dengan kadar hemoglobin. Pengumpulan 92 sampel faeces dari siswa SD Inpres Ndona 4, dilakukan pada bulan Agustus 2016. Sampel faeces dengan eosin diperiksa dibawah mikroskop di Laboratorium RSUD Ende dan di cross check di Laboratorium FK Undana. Data status hemoglobin diketahui dengan pemeriksaan darah kapiler dengan menggunakan Easy Touch GCHb. Hasil penelitian menunjukkan dari 92 responden didapatkan 17,4% (16/92) postif terinfeksi cacing, jenis cacing yang teridentifikasi yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichuria dengan status hemoglobin rendah. Hasil uji Chi square didapatkan p = 0,014 (p < 0,05). Nilai statistik tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara infeksi cacing dengan kadar hemoglobin. Siswa SD Inpres Ndona 4 perlu mengetahui risiko dan akibat penyakit kecacingan serta melakukan pencegahan. Kata kunci : SD Inpres Ndona 4, kecacingan, faeces, hemoglobin, PENDAHULUAN Infeksi cacing adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Infeksi cacing banyak diderita oleh anak-anak khususnya usia sekolah dasar. Prevalensi penyakit kecacingan pada anak usia sekolah dasar sekitar 60-80%.(1) Indonesia sebagai negara tropis tidak luput dari infeksi SoilTransmitted Helminth. Infeksi cacing yang paling sering disebabkan oleh STH terdiri dari Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Anclyostoma duodenale.(2,3) Berdasarkan distribusi prevalensi kecacingan di 8 Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 99 provinsi, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki posisi ketiga dengan presentase 27,7% setelah Provinsi Banten 60,7% dan Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) 59,2%. Pada profil kesehatan Indonesia tahun 2008, provinsi NTT menempati urutan ketiga infeksi cacing terbanyak dari 8 provinsi yang diteliti yaitu sebesar 27,7%. Kecamatan Ndona mempunyai keadaan geografis dan iklim yang mendukung kejadian kecacingan. Infeksi cacing sendiri masih sering dijumpai pada usia anak sekolah dasar.(4) Berdasarkan data dari Puskesmas Ngalupolo di Kecamatan Ndona sampai 2015 infeksi cacing masih ditemukan sekitar 52 kasus dari 261 anak usia sekolah dasar. Gambaran wilayah Ndona berada di dataran tinggi kota Ende. Lokasi SD Inpres Ndona 4 berada di puncak Kecamatan Ndona. Pengamatan peneliti SD Inpres Ndona 4 menunjukkan lingkungan sekitar sekolah terdapat lapangan yang luas sebagai tempat bermain dan terdapat mata air di sebelah timur. Anak-anak saat bermain sepak bola di lapangan, seringkali tidak menggunakan alas kaki, sehingga terjadi kontak langsung dengan tanah. Kejadian kecacingan didukung oleh beberapa keadaan. Kejadian kecacingan ini terkait dengan kontak individu dengan tanah yang tercemar telur cacing dari berbagai sumber, faktor lingkungan seperti iklim, kepemilikan jamban dan higiene perorangan yakni: kebiasaan memakai alas kaki, kebiasaaan mencuci tangan, kebersihan kuku, kebiasaan makan, kebiasaan kontak dengan tanah.(3,5) Infeksi cacing berpengaruh terhadap pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi), serta metabolisme makanan yang dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan darah dalam jumlah besar serta menurunkan konsentrasi hemoglobin rerata. Hasil penelitian di Manado pada tahun 2014 oleh Muhammad Fachrurrozy, Basalamah, dkk menunjukkan bahwa anak-anak yang terinfeksi cacing mempunyai hubungan terhadap kadar hemoglobin. Anak-anak yang terinfeksi cacing memiliki kadar hemoglobin lebih rendah bila dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terinfeksi cacing.(6) Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Hubungan Infeksi Cacing dengan Kadar Hemoglobin pada Siswa SD Inpres Ndona 4 di Kecamatan Ndona Kota Ende tahun 2016”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel independen (kadar hemoglobin) dan dependen (infeksi cacing) diobservasi sekali saja, dan pengukuran dilakukan Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 100 saat pemeriksaan dan tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Penelitian di laksanakkan di SD Inpres Ndona 4 pada bulan Agustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas I-IV berjumlah 90 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah tinja siswa dan responden siswa tersebut berjumlah 83. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 1-6 Sekolah Dasar Inpres Ndona 4 tahun ajaran 2016/2017 yang bersedia dengan menandatangani informed consent, sedangkan kriteria ekslusinya yaitu (1) Siswa-siswi yang tidak hadir saat penelitian, (2) Siswa-siswi yang mengkonsumsi obat cacing 6 bulan terakhir (3) siswa-siswi yang menderita penyakit kronis ( tuberkulosis, diare, malaria, dan gizi buruk ). Kriteria drop out yaitu: Siswa-siswi yang tidak bersedia mengumpulkan kontainer berisi feses. Data primer yang diperoleh berupa identitas (nama,umur,jenis kelamin) murid SD yaitu melalui wawancara, dan pemeriksaan infeksi kecacingan yaitu melalui pemeriksaan tinja murid di Laboratorium. Data sekunder diperoleh dari pihak sekolah yaitu Sekolah Dasar Inpres Ndona 4 di Kecamatan Ndona Kabupaten Ende. Data yang diperoleh adalah data-data berupa jumlah siswa/siswi yang terdaftar pada tahun ajaran 2016/2017, dan keadaan geografi sekolah. Analisa data untuk penelitian ini menggunakan : 1) Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel yang disajikan dalam bentuk tabel, gambar diagram maupun grafik. 2) Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan kekuatan hubungan antara dua variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan terikat. Uji statistik data digunakan bantuan program pada komputer dengan uji Chi-square. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kecamatan Ndona berada di wilayah Pemerintahan Kota Ende propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah kecamatan Ndona 106,47 km2 dengan ketinggian pada 246 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Ndona adalah sebagai berikut : - Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Detusoko. - Bagian Selatan berbatasan dengan Laut Sawu. - Bagian Timur berbatasan dengan kecamatan Ndona Timur. - Bagian Barat berbatasan dengan Ende Timur.(7) Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 101 Kecamatan Ndona terdiri dari 14 kelurahan. Adapun kelurahan yang terdapat di kecamatan Ndona yaitu kelurahan Nanganesa, Onelako, Manulondo, Wolotopo, wolotopo Timur, Ngalupolo, Reka, Kekasewa, Wolokota, Nila, Ngaluroga, Puutuga, Kelikiku, dan Lokoboko. SD Inpres Ndona 4 berada di kelurahan Onelako. Jumlah murid sebanyak 92 siswa, guru sebanyak 15 orang, kelas sebanyak 6 ruangan, luas tanah 619 m2 dan luas bangunan 619 m2. Karakteristik Responden Siswa yang menjadi subyek penelitian berasal dari Sekolah Dasar Inpres Ndona 4. Siswa tersebut berasal dari kelas 1-6. Adapun jumlah sampel penelitian adalah 92 siswa. Jenis Kelamin 60 40 20 0 Jenis kelamin frequency percent Diagam 1. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin. Kecacingan 17% positif negatif 83% Diagram 2. Distribusi Kecacingan pada responden. Kadar Hemoglobin tidak normal 53% normal 47% Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 102 Diagram 3. Distribusi Kadar hemoglobin pada responden. Hasil Analisis Univariat Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tercantum dalam akta kelahiran. Pada responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 54,3 % sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 45,7 %. Infeksi cacing apabila ditemukan cacing atau telur cacing dalam pemeriksaan feses. Pada sampel siswa yang positif terinfeksi cacing sebesar 17 % dan yang negatif sebesar 83 %. Kadar hemoglobin adalah suatu patokan yang digunakan untuk mengetahui kadar protein tetrametik eritrosit, mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan CO2 dan proton ke paru-paru. Pada responden yang memiliki kadar hemoglobin dalam batasan normal sebanyak 47 % dan yang tidak normal 53 %. Tabel 1. Analisis Univariat NO Jenis Pengamatan Subyek penelitian N % 1. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 50 54,3 2. Perempuan 42 45,7 2 3 Hasil Pemeriksaan Tinja 1. Negatif 2. Positif Kadar Hemoglobin 1. Normal 2. Tidak normal 76 16 82,6 17,4 43 49 46,7 53,3 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen ditunjukkan dengan nilai p < 0,05. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 103 Tabel 2. Hubungan infeksi cacing dengan kadar hemoglobin Postif Infeksi Cacing Negati f Total Expect ed Count % within INFEK SI CACIN G Expect ed Count % within Infeksi cacing Expect ed Count % within Infeksi Cacing Kadar Hemoglobin Norm Tida al k Norm al 7,5 8,5 18,8 % Total P 16,0 0,014 81,2 % 100% 35,5 40,5 76,0 52,6 % 47,4 % 100% 43,0 49,0 92,0 46,7 % 53,3 % 100% Tabel 2 menyajikan analisis Chi square. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel silang baris dan kolom. Berdasarkan tabel 2 diperolah nilai Significancy menunjukan nilai p = 0,014. Oleh karena p < 0.05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa “ ada hubungan infeksi cacing dengan kadar hemoglobin”. PEMBAHASAN Data yang terkumpul memperlihatkan dari 92 anak yang dianalisa terdapat 17% terinfeksi cacing dan 83% tidak terinfeksi cacing. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi infeksi cacing pada anak masih cukup tinggi. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 104 Di indonesia, sekitar 60% orang mengalami infeksi cacing. Kelompok umur terbanyak adalah usia anak sekolah dasar yaitu 5-14 tahun. Dari segi kesehatan anak yang terinfeksi cacing terindikasi lesu, lemah, konjungtiva anemis, dan penurunan nafsu makan, karena cacing menyerap nutrisi dari tubuh anak dan pada gilirannya anak akan mengalami defisiensi yang bisa menyebabkan kadar hemoglobin menjadi rendah atau tidak normal.(8) Hasil analisis Hb anak menunjukkan sebanyak 47% yang normal dan 53% kadar hemoglobin tidak normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Fachrurrozy menunjukkan bahwa anak-anak yang terinfeksi cacing mempunyai hubungan terhadap kadar hemoglobin.(9) Data diatas menunjukkan ada kecenderungan anak yang terinfeksi cacing mengalami kadar Hb tidak normal. Dalam penelitian ini, dari 16 anak yang terinfeksi cacing memiliki kadar hemoglobin yang tidak normal. Hasil uji chisquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna antara infeksi cacing dengan kadar hemoglobin (p < 0,05). KESIMPULAN Prevalensi infeksi cacing pada anak sekolah dasar inpres Ndona 4 sebanyak 17%. Prevalensi kadar hemoglobin tidak normal pada anak sekolah dasar inpres Ndona 4 sebanyak 53%. Selain itu terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi cacing dengan kadar hemoglobin. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, tingginya angka prevalensi kecacingan pada anak sekolah dasar diwilayah Kecamatan Ndona penelitian ini menyarankan untuk di lakukan pencegahan dan pengobatan infeksi cacing. Pola hidup bersih dan sehat terutama mencuci tangan, kebiasaan makan yang baik, dan jarang kontak dengan tanah dapat diterapkan untuk mencegah kecacingan. DAFTAR PUSTAKA Kusuma S. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa SD Kelas 4-6 Terhadap Penyakit Kecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah di SD Islam Ruhama Tahun 2011. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2011. Rawina Winita, Mulyati HA. Upaya Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar. Universitas Indonesia; 2012. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 105 Endriani, Mifbakhudin S. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan pada Anak Usia 1-4 tahun. Universitas Muhammadiyah Semarang; 2011. Departemen Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. :2008. Pratiwi E, Fatimah S, Muntaha A, Mardiaty. Analisis Penyakit Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Pemukiman Industri Karet PT . Muara Kelinggi II Rt 15 Rw 05 Kecamatan Gandus Kelurahan Gandus Palembang Tahun 2011. 2011;1–25. Muhammad Fachrurrozzy Basalamah, Viviekenada Pateda NR. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminth dengan Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Gmim Buha Manado. Universitas Sam Ratulangi; 2013 Ndona dalam angka 2015 Thomas M, Woodfield G, Moses C, Amos G. Soil-trnsmitted helminth infection, skin infection, anaemia, and growth retardation in schoolchildren of Taveuni island, Fiji. The New Zealand Medical Journal. 2005; 1216. Muhammad Fachrurrozzy Basalamah, Viviekenada Pateda NR. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminth dengan Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Gmim Buha Manado. Universitas Sam Ratulangi; 2013. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2 106