ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TB PARU PADA FASE INTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI Budiman, Novie E. Mauliku, Dewi Anggraeni STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru pada fase intensif di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah analisis faktor. Sampel yang terlibat sebanyak 67 orang responden yang patuh minum obat TB paru. Sampel dipilih dengan tehnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dengan alat bantu berupa kuesioner. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan analisis faktor untuk mengetahui hubungan (intterrelationship) antar variabel independen. Analisis faktor dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu penetapan subjek, pembentukan matrik korelasi, ekstraksi faktor, rotasi faktor dan pemberian nama faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur mempunyai korelasi (hubungan) yang sangat kuat (r=0,76), pendidikan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,65), penghasilan mempunyai korelasi yang kuat (r=0,72), sikap pasien mempunyai korelasi yang kuat (r=0,56) sedangkan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) mempunyai korelasi yang sedang (r=0,34) terhadap kepatuhan minum obat TB paru. Dari proses analisis faktor tersebut terdapat dua faktor terbentuk yaitu faktor karakteristik responden (predisposisi) yang terdiri dari umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan dan faktor pendorong (reinforcing) yaitu sikap. Disarankan kepada keluarga penderita TB paru dan petugas kesehatan yang ada di RSU Cibabat Cimahi agar lebih ditingkatkan lagi dalam mengawasi serta memberikan perhatian lebih kepada penderita TB paru agar mau meminum obat TB paru sampai tuntas agar pasien TB paru memperoleh kesembuhan dari penyakit TB paru secara optimal. Kata Kunci : TB paru, Kepatuhan minum obat ABSTRACT Disobedience of TB victims in taking medicine causes number of their recovery low, high death rate and suffer increase and more fatal was bacteria resistence over anti TB medicine or multy drug resistance, therefore, TB disease is hard to be cured. The objective of this research is to analyze factors interrelated with medicine intake with tuberculosis case in intensive phase at Cibabat General hospital Cimahi. Research design used was factor analysis. Samples involved numbered for 67 respondents who were obedient in taking TB medicine. Samples were chosen by Total sampling technique. Data collecting is done by interview with questionnaire as medium. Data analysis was through two phases, those were univariate analysis to discover frequency distribution and factor analysis to discover interrelationship between independent variables. Factor analysis was done by several phases such as subject determining, correlative matrix formation, factor extraction, factor rotation and factor naming. Research result showed age has strong relationship (r=0,76), education has strong relationship (r=0,65), income has strong relationship (r=0,72), patient attitude has strong relationship (r=0,56), whereas, role of Medicine Intake Overseer (PMO) has average realtionship (r=0,34) over obedience on taking TB medicine. From the process of factor analysis there were two factors formed, those were respondent characteristic factor (predisposition) which stands from age, education, income and knowledge, and boosting factor (reinforcing), that was attitude. Family of the TB victims and health officers at Cibabat General hospital are suggested to increase more supervision and give more attention over TB victims, so they drink their medicine until done, so they can recover from TB entirely Key Word A. : TB, Obedience of taking medicine PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) dalam annual report on global TB control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai highburden countries terhadap TBC (Depkes RI, 2007). Pada tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 orang penderita TBC dengan jumlah kematian sebanyak 140.000 orang. Kuman Tuberkulosis (TB) telah meng‐infeksi 1/3 penduduk dunia (±2,2 milyar), diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB dunia, terjadi pada negara‐negara berkembang. Kematian wanita karena TB lebih banyak daripada kematian karena hamil, nifas persalinan, dan 75% klien TB adalah kelompok usia produktif (15‐50 tahun) (Aditama, 2004). Salah satu negara berkembang yang terinfeksi kasus TB adalah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di dunia, setelah India (1.762.000) dan china (1.459.000). Depkes RI memperkirakan bahwa setiap tahunnya terdapat 528.000 kasus baru TB di Indonesia (Menkes RI, 2010). Perkiraan Depkes RI tersebut mengacu pada hasil survey dari seluruh Rumah Sakit (RS) yang menyatakan bahwa 220.000 orang pasien penderita TB baru per tahun atau 500 orang penderita per hari, inilah yang membuat Indonesia menduduki peringkat 3 didunia dalam jumlah penderita TB. Data 2008, angka kematian 88.000 orang/tahun atau 240 orang/hari meninggal akibat penyakit TB (Arifin, 2009). Secara umum dapat disimpulkan bahwa setiap hari 20.000 orang jatuh sakit TB, setiap jam 833 orang jatuh sakit TB, setiap menit 13 orang jatuh sakit TB, setiap 5 detik satu orang jatuh sakit TB, setiap hari 5.000 orang meninggal akibat TB, setiap jam 208 orang meninggal akibat TB, setiap menit 3 orang meningal akibat TB, setiap 20 detik 1 orang meninggal akibat TB, dan setiap detik orang terinfeksi TB (Arifin, 2009). Di Jawa Barat diperkirakan sekitar 700.000 orang terkena penyakit TB setiap tahunnya. Jumlah penderita TBC yang tercatat dalam data PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia) Kota Cimahi pada tahun 2009 adalah sebanyak 466 penderita TBC dewasa dan 53 penderita TBC Anak. Jumlah tersebut masih jauh dari perkiraan Dinas Kesehatan yang sebesar 605 penderita. Target penemuan pengidap BTA positif gagal dicapai. Pada 2009, dari target 1.495 hanya ditemukan 741 orang BTA positif (45,2 %). Target 2008 juga gagal dipenuhi, karena dari sasaran 1.323 hanya ditemukan 685 (44,1 %). Pasien yang berhasil terjaring tersebut berdasarkan data dari puskesmas, rumah sakit dan kader-kader Pengawas Menelan Obat (PMO) yang secara aktif menjaring suspect TBC di wilayah binaannya masing-masing (Dinkes Cimahi, 2010). Berikut ini merupakan data jumlah penderita TB paru tahun 2008 sampai dengan 2009 di Rumah Sakit Umum Cibabat, tabel dibawah ini membuktikan bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kunjungan pasien dengan TB Paru dan masih banyaknya penderita TB Paru di kawasan Cimahi dan sekitarnya. 400 350 Januari 300 Februari 250 Maret 200 April 150 Mei 100 Juni 50 Juli Agustus 0 2008 2009 Grafik 1. Jumlah Penderita TB Perbulan Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan praktek kesehatan masyarakat (PKM) yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 26 Maret 2010, dengan mewawancarai petugas kesehatan RSU Cibabat selama 20 hari diperoleh dari 145 pasien yang datang dengan BTA positif, 78 (54%) pasien dinyatakan drop out dari waktu minum obat yang ditentukan dan 67 (46%) pasien yang patuh minum obat. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yaitu pasien pindah ke pelayanan kesehatan lain, jauhnya lokasi rumah sakit, dan kematian. Angka ketidakteraturan atau kepatuhan berobat akan menimbulkan efek tidak tercapainya angka konversi dan angka kesembuhan, sehingga upaya meningkatkan kepatuhan berobat merupakan prioritas dalam program P2TB Paru karena gagalnya penyembuhan penyakit tuberculosis paru salah satunya disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita (Avianty, 2005). Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan (Depkes RI, 2007). Menurut penelitian Kartini (2001), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang untuk meminum obat, yaitu antara lain: usia, pekerjaan, waktu luang, pengawasan, jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut penelitian Avianty (2005) pengetahuan dan sikap menjadi faktor kepatuhan seseorang dalam minum obat. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. Menurut Departemen Kesehatan RI bahwa yang menjadi penyebab gagalnya penyembuhan penderita TB paru salah satunya adalah kepatuhan pasien dalam berobat. Atas dasar tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah analisis faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi tahun 2010? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru pada fase intensif di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi B. METODOLOGI PENELITIAN Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh. Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu variabel umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Avianty, 2005). - Umur - Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di Rumah Sakit Umum Cibabat Pendidikan Penghasilan Pengetahuan Sikap Peran PMO Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan analisis faktor sebagai alat analisis, penelitian ini mencoba menemukan hubungan (interrelationship) beberapa variabel yang saling independen satu dengan yang lainnya, sehingga bisa dibuat kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian explanatory survey dengan pendekatan cross sectional, yaitu subyek hanya diobservasi sekali pada saat penelitian. Definisi Konseptual dan Operasional Tabel 1. Definisi Konseptual dan Opersional Variabel Variabel Umur Pendidikan Variabel Penghasilan Definisi konseptual Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati Suatu proses yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan dari intelektual, psikologi dan sosial yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan (machfoe Definisi konseptual Nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan Keadaan yang sama pada akhir periode(library.usu.ac.id/f e/akuntansi-rustam2.pdf Definisi Operasional Lamanya kehidupan responden dihitung sejak tahun lahir sampai tahun saat dilakukan penelitian Tingkat pendidikan formal terakhir yang berhasil ditempuh oleh responden yang ditunjukkan dengan ijazah yang dimiliki Alat ukur Kategori Wawancara 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. SMP 5. SMA 6. PT Definisi Operasional Jumlah rupiah yang diterima oleh keluarga responden baik penghasilan pokok atau Sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluaga Alat ukur Kategori Kuesioner skala ordinal 1. 15-44 th 2. 45-64 th 3. ≥ 65 th Wawancara 1. >1.100.000 2. ≤1.100.000 ordinal ordinal skala Ordinal Pengetahuan Sikap PMO Pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya (http:/wikipedia.org/wiki/e ngetahuan) reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003) Tingkat pengetahuan responden tentang TB Paru Wawancara 1. Baik=76100% 2. Sedang= 5675% 3. kurang = ≤ 55% Ordinal Pendapat responden terhadap pengobatan penyakit TB Paru wawancara Ordinal Petugas kesehatan TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai pengobatan selesai(Depkes RI, 2002) Petugas yang mengingatkan responden dalam hal minum obat Wawancara 1. mendukung= > mean (47,16) 2. tidak mendukung= ≤ mean (47,16) 1. Ada 2. Tidak ada Nominal Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Pada penelian ini populasinya adalah kunjungan pasien TB Paru dengan BTA Positif yang dinyatakan patuh minum obat di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Tahun 2009 sebanyak 67 orang. Untuk menganalisis data selanjutnya digunakan metode analisis faktor. Proses analisis faktor digunakan untuk menemukan hubungan sejumlah variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Malhotra, 1996 dalam ¶ http://digilib.petra.ac.id diperoleh tanggal 08 April 2010). C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh. Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu variabel umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Avianty, 2005). 1. Analisa Univariat Penelitian ini berupa analisa Univariat, pada bagian ini akan diuraikan deskripsi (gambaran) data hasil penelitian berupa variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) terhadap kepatuhan minum obat TB paru yang terdiri dari umur, pendidikan, pengetahuan, penghasilan, sikap dan peran pengawas menelan obat di RSU Cibabat Cimahi. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden menurut umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap dan peran PMO di RSUD Cibabat Cimahi tahun 2010 Variabel Umur 15-44 Tahun 45-64 Tahun TOTAL Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD SMP SMA PT TOTAL Penghasilan > Rp. 1.100.000 < Rp 1.100.000 Total Sikap Mendukung Tidak mendukung Total Peran PMO Ada Tidak Ada Total Frekuensi Persentase 43 24 67 64.2 35.8 100 2 4 6 18 36 1 67 3 6 9 26.9 53.7 1.5 100 4 63 67 6 49 100 35 32 67 52.2 47.8 100 49 18 67 73.1 26.9 100 Berdasarkan tabel 1 dapat diketauhi bahwa umur pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa sebagian besar responden berumur antara 15-44 tahun sebanyak 43 responden (64,2%). pendidikan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa lebih dari setengahnya responden yang berpendidikan SMA sebanyak 36 responden (53,7%). Hasil penghasilan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa hampir semua responden berpenghasilan kurang dari sama dengan Rp.1.100.000,- sebanyak 63 responden (94%). Dan pengetahuan pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa hampir setengahnya responden berpengetahuan kurang sebanyak 32 responden (47,8%). Hasil sikap pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa lebih dari setengahnya responden bersikap mendukung terhadap pengobatan TB sebanyak 35 responden (52,2%). Hasil peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap pasien TB paru yang patuh minum obat di RSU Cibabat Cimahi seperti yang terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa ada peran pengawas menelan obat (PMO) dalam kepatuhanan pengobatannya sebanyak 49 responden (73,1%). 2. Analisa Faktor Pada proses analisis faktor ini peneliti akan mengelompokan faktor berdasarkan variabel independen (umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, peran PMO) yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru pada fase intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat tahun 2010. Selain itu mencari variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru. a. Pembentukkan matrik korelasi Pada analisis ini akan dikelompokkan faktor - faktor berdasarkan variabel yang mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru. Matrik ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel penelitian dan menentukan besaran nilai Barlett Test of Sphericity yang digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan antar variabel, untuk dapat lolos pada uji selanjutnya harus menunjukkan angka ≤ 0,05 agar penelitian dapat dianalisis lebih lanjut, dan kedua adalah Keiser Meyers Oklin (KMO) Measure of Sampling Adequancy. Tabel 2. Kaiser-Mayer-Olkin (KOM) and Batlett’s Kaiser-Meyer-Olkin Measure Of Sampling 0.700 Adequacy (MSA) P Value Barlett’s test of Spherricity 0.000 Dari hasil pengujian di atas analisis faktor dinyatakan beberapa variabel termasuk dalam faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat TB. Pada tabel pertama nilai KMO-Measure of Sampling Adequacy (MSA) menunjukkan nilai 0,7 atau diatas 0,5 dan Barlett’s test of Spherricity memiliki angka signifikan adalah 0,00001. Hal ini berarti kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Sedangkan berdasarkan Anti-image Correlation, seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Anti-image Correlation Variabel Korelasi Umur 0.678 Pendidikan responden 0.628 Penghasilan 0.718 Pengetahuan 0.745 Sikap 0.464 Pengawas Menelan Obat 0.340 Berdasarkan tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa ada dua variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 yaitu variabel sikap (0,464) dan pengawas menelan obat (PMO) (0,340), variabel tersebut dikeluarkan satu persatu sampai semua variabel mempunyai nilai korelasi di atas 0,5. Seperti yang terlihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Anti-image Correlation Variabel Korelasi Umur 0.757 Pendidikan responden 0.655 Penghasilan 0.720 Pengetahuan 0.740 Sikap 0.561 Setelah satu variabel yaitu PMO dikeluarkan didapatkan hasil angka KMO and Barlett’s sebesar 0,700 dengan nilai MSA variabel di atas 0,5 dan kelima variabel tersebut adalah umur, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan sikap. Hal ini berarti uji Ekstraksi faktor dapat dilakukan karena semua variabel yang mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru mempunyai nilai MSA diatas 0,5. b. Ekstraksi faktor Pada tahap ini, akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada di KMO > 0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Untuk menilai faktor yang terbentuk dapat dilihat pada hasil tabel Total Variance Explained berikut ini. Tabel 5. Total Variance Explaind Initial Eigenvalues Komponen Total Varian (%) Kumulatif (%) 1 2.198 44 44 2 1.017 20.3 64.3 3 0.814 16.2 80.6 4 0.583 11.7 92.2 7.8 100 5 0.388 Berdasarkan tabel 5 di atas dari variabel-variabel yang ada terbentuk dua faktor dengan nilai Eigenvalues diatas 1 yaitu komponen 1 (2,198) dan komponen 2 (1,017). Dengan demikian dua faktor adalah hasil reduksi kelima variabel yang optimal. Ada lima variabel yang dimasukkan dalam analisis faktor. Kelima variabel tersebut membentuk dua faktor, maka varian yang dapat dijelaskan oleh dua faktor adalah varian faktor pertama adalah (2,198 : 5) X 100% = 43,96%. Varian faktor kedua adalah (1,017 : 5) X 100% = 20,34%. Total kedua faktor akan dapat mejelaskan 43,96% + 20,34% atau 64,3 % dari kelima variabel asli tersebut. c. Rotasi Faktor Pada proses rotasi faktor, matriks faktor ditranformasikan kedalam matriks yang lebih sederhana, dimana lebih mudah diinterpretasikan hasil dengan melihat faktor loading yaitu angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variable (pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan dan sikap dengan faktor dua yang terbentuk). Adapun proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris di dalam setiap tabel distribusi komponen matrik yang dirotasi seperti yang terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 5. Rolated Component Matrix Komponen No. Variabel 1 2 1 Umur -0.613 0.205 2 Pendidikan responden 0.849 0.135 3 Penghasilan 0.766 0.217 -0.019 4 Pengetahuan 0.698 0.968 5 Sikap 0.036 Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel sebagai berikut : variabel umur, memiliki korelasi terkuat dengan faktor 1, karena memiliki nilai loading diatas 0,5 dan lebih tinggi dibanding dengan faktor 2, yaitu sebesar -0,613, sehingga indikator ini termasuk dalam faktor 1. Untuk indikator pendidikan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai loading sebesar 0,849. Indikator penghasilan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai loading sebesar 0,766. Indikator pengetahuan termasuk dalam faktor 1 dengan nilai loading sebesar 0,698. Sedangkan indikator sikap termasuk dalam faktor 2 dengan nilai loading sebesar 0,968. Dari analisis diatas dapat disimpulkan, dari lima faktor yang diteliti dengan proses factoring bias direduksi menjadi hanya dua faktor, yaitu : 1) 2) D. Faktor 1 terdiri dari variabel umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan, faktor ini dinamakan faktor karakeristik responden (predisposing factor). Faktor 2 terdiri dari variabel sikap, faktor ini dinamakan faktor pendorong (renforcing factor). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Hasil akhir dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Umur pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang sangat kuat (r=0,76) dengan kepatuhan minum obat TB paru. b. Pendidikan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 65) dengan kepatuhan minum obat TB paru. c. Penghasilan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 72) dengan kepatuhan minum obat TB paru. d. Pengetahuan pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 74) dengan kepatuhan minum obat TB paru. e. Sikap pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang kuat (r=0, 56) dengan kepatuhan minum obat TB paru. f. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap pasien TB paru mempunyai korelasi (hubungan) yang sedang (r=0, 34) dengan kepatuhan minum obat TB paru. g. Analisis faktor mengungkapkan dua faktor pembentuk kepatuhan minum obat TB yaitu : 1) faktor karakteristik responden terdiri dari : umur, pendidikan, penghasilan dan pengetahuan. 2) faktor pendorong yang membentuk kepatuhan minum obat TB yaitu sikap. h. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan minum obat TB paru di RSU Cibabat Cimahi tahun 2010 adalah faktor pendorong yang membentuk kepatuhan minum obat TB paru yaitu sikap. Hal ini karena faktor pendorong yang menbentuk kepatuhan minum obat TB mempunyai nilai proses rotasi (Rotated Componen Matrix) dengan kepatuhan minum obat paling besar yaitu 0,968 dibanding faktor karakteristik responden. 2. Saran a. Bagi RSU Cibabat Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para petugas kesehatan khususnya di RSU Cibabat dalam memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan kepada pasien TB paru dalam rangka meningkatkan pengetahuan pasien sehingga terbentuk sikap yang positif (mendukung terhadap minum obat TB paru) agar masalah drop out minum obat TB paru berkurang. Adapun strategi yang dilakukan dalam penyuluhan diantaranya : 1) Memberikan bahan materi penyuluhan tentang penatalaksanaan pengobatan TB paru selama 6 bulan sampai tuntas. 2) Memajang spanduk atau media lain yang dapat meningkatkan pengetahuan pasien TB paru dalam hal minum obat. 3) Mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat agar memasukkan materi tentang pentingnya minum obat TB paru sampai dengan tuntas. b. Bagi keluarga pasien Disarankan kepada keluarga penderita TB paru agar lebih ditingkatkan lagi dalam megawasi serta memberikan perhatian lebih kepada penderita TB paru untuk membentuk sikap positif dari penderita yang pada akhirnya mau meminum obat TB paru sampai tuntas demi memperoleh kesembuhan dari penyakit TB paru secara optimal serta mencegah dari kekambuhan penyakit TB paru.