naskah akademik pe skah akademik peraturan daerah eraturan

advertisement
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN
DAS
DAS ASAHAN TOBA
Robert Tua Siregar, Ph.D
Lokal Consultant Payment for Environmental Services (PES)
Project SCBFWM – Regional North Sumatera, 2013
PROJECT SCBFWM REGIONAL SUMATERA UTARA
2012
NASKAH AKADEMIK PERATURAN
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN
DAS ASAHAN TOBA
PROVINSI SUMATERA UTARA
Cost Sharing
: - BP DAS Asahan Barumun
- Private Sector (PT. Inalum, PT. TPL,
PT. Aqua Farm, PHRI, dll
- SKPD Kabupaten Toba Samosir
Didukung Pendanaan : GEF – UNDP
Melalui Project
: SCBFWM
Robert Tua Siregar, Ph.D
Lokal Consultant Payment for Environmental Services (PES)
Development Plan Policy Specialist
Pascasarjana Program Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Simalungun,, Pematangsiantar
E-mail:
mail: [email protected]
Project SCBFWM – Regional North Sumatera, 2013
Publikasi ini terlaksana atas dana dari Proyek Strengthening Community Based Forest
and Watershed Management (SCBFWM) Regional Sumatera Utara, 2013
Semua dokumentasi dan foto dalam publikasi ini adalah hak penulis kecuali disebutkan
sumber lain.
PROJECT SCBFWM REGIONAL SUMATERA UTARA 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Laporan
Akhir
“Penyusunan
Naskah
Akademik
dan
Penyusunan
Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa
Lingkungan” dapat diselesaikan. Naskah akademik ini telah memadukan
kajian konseptual dari berbagai pemahaman mengenai tata kelola lingkungan
hidup, Payment for Environmental Services (PES) yang diartikan sebagai
imbal jasa lingkungan dengan berpedoman pada tata cara pembuatan
peraturan perundang--undangan yang berlaku di Negara
egara Republik Indonesia.
Harapan kami, mudah
mudah-mudahan
mudahan kajian ini dapat digunakan menjadi
bahan pertimbangan yang objektif, ilmiah dan rasional dalam menyusun
peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa
lingkungan hidup.
Pada kesempata
kesempatan
n ini, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak
pemberi dana dalam hal ini. Departemen Kehutanan RI, UNDP, GEF, Kepala
BP DAS Asahan Barumun, Community Based Organization (CBO) bersama
SCBFWM atas kepercayaan, dukungan dan masukan yang konstruktif
terhadap
p penyusunan laporan ini. Secara khusus ucapan terimakasih kami
kepada Jajaran SKPD pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas penyediaan
data/informasi, masukan dan saran
saran-saran
saran konstruktif sehingga laporan ini
dapat diselesaikan.
Demikian naskah akademik ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi
kelestarian lingkungan hidup khususnya di Provinsi Sumatera Utara.
Pematang Siantar,
Juli 2013
Robert Tua Siregar
Local Consultant PES
SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
Kami menyambut baik adanya naskah Akademik ini menjadi dasar
dalam penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
pengelolaan jasa lingkungan hidup sebagai salah satu instrumen regulasi
dibidang lingkungan hidup. Kami menyadari wilayah Prov
Provinsi
insi Sumatera Utara
memiliki banyak kekayaan lingkungan hidup berupa keragaman ekosistem
yang merupakan sumber daya potensial, patut disyukuri, dilindungi dan
dikelola untuk kepentingan umum.
Daerah Tangkapan Air sekaligus Daerah Aliran Sungai baik untuk
Danau
anau Toba maupun daerah pantai Timur Sumatera Utara, sehingga
pengelola DAS yang merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan hidup
secara terpadu perlu mendapat perhatian lebih serius.
Naskah akademik ini memiliki nilai yang penting dalam menambah
refrensi
si
untuk
argumentasi
penyusunan
peraturan
daerah
tentang
pengelolaan jasa lingkungan hidup secara terpadu sehingga dapat lebih
mengoptimalkan pemanfaatannya.
Akhirnya saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih
kepada Kepala BP DAS Asahan Barumun dan SCBFWM Regional Sumatera
Utara yang telah memberi tambahan referensi dalam pengelolaan jasa
lingkungan dalam bentuk penyusunan peraturan.
Medan,
Juli 2013
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAAERAH
Provinsi Sumatera Utara
Dto,
Ir. RIADIL AKHIR, M.Si.
NIP:19670717 199203 1 002.
SAMBUTAN KEPALA B
Balai Pengelolaan DAS ASAHAN BARUMUN
Pengelolaan
elolaan DAS di wilayah DAS Asahan Toba Provinsi Sumatera
Utara dalam kebijakan regulasi tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan jasa
lingkungan
meski
dapat
dipahami
bahwa
permasalahan
degradasi
lingkungan hidup didominasi oleh deforestasi dan berbagai permasalahan
perm
dalam lingkup DAS. Naskah akademik ini telah memadukan kajian
konseptual dari berbagai pemahaman ekosistem dan dituangkan dalam
bentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
pengelolaan jasa lingkungan yang komprihensip.
Efisiensi
ensi dan efektifitas pengelolaan DAS yang merupakan bagian dari
pengelolaan jasa lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam juga
memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan kebijakan pembayaran yang
partisipatif dan berkelanjutan dengan tetap memberi kes
kesempatan
empatan kepada
kelangsungan hidup dengan jalan meningkatkan dan melestarikan fungsifungsi
fungsi ekosistem.
Kita berharap naskah akademik ini dapat membantu sebagai
sumbangan pikiran berdasarkan kajian ilmiah mendukung optimalisasi
penyusunan peraturan daerah ttentang
entang jasa lingkungan hidup di Provinsi
Sumatera Utara. Akhirnya saya menyampaikan Aepresiasi dan ucapan
terimakasih kepada SCBFWM beserta Tim, jajaran SKPD Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara dan semua pihak yang telah berpartisipasi hingga
naskah akademikk ini dapat diterbitkan.
Pematang Siantar,
KEPALA BALAI
Juli 2013
Ir. Rukma Dayadi, M.Si
NIP. 19671013 199303 1 003
SEKAPUR SIRIH
REGIONAL FASILITATOR SCBFWM
Regional Sumatera Utara
Penyusunan naskah akademik Pengelolaan Jasa Lingkugan Provinsi
Sumatera Utara adalah merupakan satu bagian rencana kerja yang
dibebankan dalam poject SCBFWM di DAS Asahan Toba Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2013. Naskah akademik ini merupakan kajian yang memadukan
berbagai pemahaman tata
tata-tata kelola DAS, lingkungan hidup
up dalam arti luas,
pengelolaan jasa lingkungan, serta penyusunan draf Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan.
Diharapkan naskah akademik ini dapat bermanfaat menjadi masukan
atau tambahan refrensi bagi peme
pemerintah
rintah Provinsi Sumatera Utara untuk
pengelolaan DAS secara khusus dan lingkungan hidup secara umum
terutama dalam penyusunan peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara
tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup.
Akhirnya saya mengucapkan terimakasih kepada konsultan lokal
berserta semua pihak yang telah turut berpartisipasi sehingga naskah
akademik ini dapat diterbitkan.
Pematang Siantar,
Juli 2013
SCBFWM Regional Sumatera Utara
Ir. M. KHAIRUL RIZAL, M.Si
Regional Fasilitator
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................
......................................................................................
......................
i
SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA....................................................
....................
ii
SAMBUTAN KEPALA BP DAS ASAHAN BARUMUN .................................
................................
iii
SEKAPUR SIRIH REGIONAL FASILITATOR SCBFWM REGIONAL
SUMATERA UTARA ................................
......................................................................................
......................
iv
DAFTAR ISI ................................
................................................................................................
..................................
v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................
...................
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................
..........................................
I-1
1.2 Tujuan dan Sasaran ................................................................
..................................
I-4
1.3 Ruang Lingkup ................................................................
..........................................
I-4
KAJIAN TEORITIS
2.1 Pandangan Terhadap Lingkungan Hidup ..................................
................................
II-1
2.2 Sumber Daya Hutan ................................................................
..................................
II-2
2.3 Sumber Daya Air ................................................................
.......................................
II-6
2.3.1 Sumber Air Tawar ...........................................................
...........................
II-7
2.3.1.1 Air Permukaan...................................................
...................
II-7
2.3.1.2 Aliran Sungai Bawah Tanah ..............................
II-7
2.3.1.3 Air Tanah...........................................................
...........................
II-8
2.3.1.4 Desalinasi..........................................................
..........................
II-8
2.3.1.5 Air Beku.............................................................
.............................
II-7
2.3.2 Penggunaan Air Tawar ...................................................
...................
II-9
2.3.2.1 Pertanian ...........................................................
...........................
II-9
2.3.2.2 Industri ..............................................................
..............................
II-10
2.3.2.3 Rumah Tangga / PDAM ....................................
................................
II-10
2.3.2.4 Rekreasi ...........................................................
...........................
II-11
2.3.2.5 Lingkungan dan Ekologi ....................................
................................
II-11
BAB III TELAAHAN AKADEMIK
3.1 Kajian Filosofis ................................................................
..........................................
III-1
3.2 Kajian Yuridis Normatif ..............................................................
..............................
III-3
2.3 Kajian Sosiologis ................................................................
.......................................
III-5
3.4 Kajian Yuridis Komparasi (Perbandingan) .................................
................................
III-7
BAB IV URGENSI
PEMBENTUKAN
PERATURAN
DAERAH
TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN
4.1 Landasan Pemikiran dan Urgensi Pembentukan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Provinsi
Sumatera Utara ................................................................
.........................................
IV-1
4.2 Manfaat dan Konsekuensi Keberadaan Peraturan Daerah
tentang Pengelola
Pengelolaan Jasa Lingkungan .....................................
................................
BAB V
IV-2
POKOK-POKOK
POKOK MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA TENTANG PENGELOLAAN
JASA LINGKUNGAN
5.1 Konsideran ................................................................
................................................
V-1
5.2 Dasar Hukum ................................................................
............................................
V-3
5.3 Ketentuan Umum ................................................................
......................................
V-6
5.4 Materi yang diatur ................................................................
......................................
V-10
5.5 Ketentuan Penutup ................................................................
....................................
V-13
5.6 Penutup .....................................................................................
..................... V-14
5.7 Penjelasan................................................................
.................................................
V-15
5.8 Lampiran ...................................................................................
................... V-16
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan................................................................
................................................
VI-1
6.2 Saran ................................
........................................................................................
........................
VI-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DRAF RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI
SUMATERA
UTARA
NOMOR
….….
TAHUN
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP
…….
TENTANG
DAFTAR SINGKATAN
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Asita
Assosiation of The Indonesia Tour & Travel Agencies
Bappeda
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BLU
Badan Layanan Umum
BPDAS
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
CBO
Community Based Organization
CD
Community Developmen
CSR
Corporiate Social Responsibilities
DAK
Dana Alokasi Khusus
DAS
Daerah Aliran Sungai
DAU
Dana Alokasi Umum
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
DTA
Daerah Tangkapan Air
EPI
Environmental Pervormance Index
GEF
Global Enviroment Facility
HKm
Hutan Kemasyarakatan
ICRAF
International Council for Agriforestry
IMP
Institusi Multipihak
LLASDF
Lalu Lintas Air Sungai Danau dan Ferry
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MEA
Millenium Ecosystem Assessment
Monev
Monitoring dan Evaluasi
MoU
Memorandum of Understanding
NET
Nilai Ekonomi Total
NGO
Non Goverment Organization
PDAM
Perusahaan Daerah Air Minum
PDRB
Pendapatan Domestik Regional Bruto
Perda
Peraturan Daerah
PES
Payment for Environmental Services
PHRI
Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia
PJL
Pembayaran Jasa Lingkungan
PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air
PMA
Penanaman Modal Asing
PMDN
Penanaman Modal Dalam Negeri
PPLH
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PSDA
Pelestarian Sumber Daya Alam
PT
Perseroran Terbatas
RPJM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RUPES
Rewards for Upland Poor Enviromental Services
SCBFWM
Strengthening Community Based Forest and Watershed
Management Project
SDH
Sumber Daya Hutan
SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
UNDP
United Nations Development Programme
USAID
United States Agency for International Development
WTA
Willingness to Aecept
WTP
Willingnes to Pay
WWF
World Widife Fund
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan DAS memerlukan asas legalitas yang kuat dan mengikat
bagi instansi terkait dalam berkoordinasi dan merencanakan kebijakan
pengelolaan DAS (Irwanto, 2006), Pembuatan Peraturan
Peraturan-peraturan
peraturan yang
mengikat seluruh lapisan masyarakat yang a
ada
da dalam kawasan, maupun
yang akan masuk serta peraturan menyangkut bagaimana menjaga kawasan
agar tetap lestari.
Persoalan pembangunan kehutanan di Indonesia saat ini dihadapkan
pada tantangan besar yaitu hancurnya basis
basis-basis
basis SDA dan rendahnya
tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar hutan. Berdasarkan data
kuantitas (luas), luas kawasan hutan di Indonesia seluas 133.69 juta Ha
(Menhut). Dalam statistik kehutanan Indonesia 2007 disebut bahwa laju
kerusakan hutan/deforestasi berdasarkan Citra Spot Vege
Vegetation
tation dalam kurun
waktu tahun 2000 – 2005 rata-rata
rata sebesar 1,08 juta Ha per tahun.
Kerusakan sumber daya hutan yang terjadi saat ini tidak saja pada hutan
produksi, tetapi secara signifikasi telah menyeluruh pada hutan lindung dan
hutan konservasi. Berda
Berdasarkan
sarkan hasil penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+,
kondisi penutupan lahan pada kawasan hutan sebesar 64% atau seluas
85,96 juta ha berupa areal berhutan, sebesar 29% atau seluas 39,09 juta ha
berupa areal tidak berhutan dan 7% tidak teridentifikasi.
Dalam lingkungan global, kondisi hutan di Indonesia tidak dapat lepas
dari lingkungan dunia. Isu
Isu-isu
isu internasional yang saat ini semakin gencar
seperti Climate Chan
nge, Global Warning, pengangguran dan kemiskinan
juga harus menjadi perhatian yang serius dal
dalam
am pengelolaan hutan dan
kehutanan di Indonesia. Sejak tahun 1850, dua belas tahun terakhir
merupakan tahun-tahun
tahun terhangat dalam temperatur permukaan. Tingkat
pemanasan rata-rata
rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat
dari rata-rata seratuss tahun terakhir. Temperatur rata
rata-rata
rata global naik sebesar
0,740C selama selama abad ke 20. Dampak dari terjadinya Climate Change
Cha
akibat Global Warning seperti jumlah karbon dioksida di udara semakin
meningkat, distribusi air tidak merata, gletser di kutub mencair, kenaikan
permukaan laut, berkurangnya luas daratan akibat hilangnya pulau-pulau
pulau
kecil. (Dirjen RLPS, 2009).
Permasalahan
utama
dalam
pengelolaan
DAS
adalah
belum
mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif.
Gejala umum yang timbul dari kondisi ini antara lain :
1. Masyarakat dalam DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan
subjek pembangunan;
2. Manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh elit
elit-elit
elit tertentu dan
belum terdistribusi secara merata;
3. Masyarakat masih
ih menjadi bagian terpisah ((eksternal)) dari ekosistem
DAS;
5. Belum terwujudnya sharing antara hulu dan hilir secara menyeluruh.
Pengelolaan DAS adalah merupakan bagian dari pengelolaan
lingkungan hidup dalam arti luas. Pengelolaan lingkungan hidup sebagai
seba
usaha sadar untuk memelihara dan atau melestarikan serta memperbaiki
mutu lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebaik-baiknya.
sebaik
Pengelolaan lingkungan hidup mempunyai ruang lingkup yang luas dengan
cara yang beragam. Secara garis besar ada e
empat
mpat lingkup pengelolaan
lingkungan hidup menurut Otto Sumarwoto meliputi :
a. Pengelolaan lingkungan secara rutin
b. Perencanaan dini dalam pengelolaan lingkungan suatu daerah yang
meliputi dasar atau tuntunan bagi perencanaan pembangunan
c. Perencanaan p
pengelolaan
engelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan
yang mengalami kerusakan karena alamiah maupun ulah manusia.
Manusia secara rutin mengolah lingkungannya, yang dilaksanakan
oleh masyarakat sehari
sehari-hari,
hari, misalnya membuang sampah, penyaluran
limbah rumah tangga, mengolah tanah, pengairan sawah, memberantas
hama, penyakit, menebang pohon dan lain sebagainya. Walaupun kegiatan
pengelolaan secara rutin namun kegiatan ini sering tidak disebut sebagai
kegiatan pengelolaan rutin.
Imbal jasa lingkungan atau Pa
Payments
yments for Environmetal Services (PES)
merupakan isu yang relatif baru dalam regulasi lingkungan di Indonesia. Di
Indonesia isu PES masih sedikit didiskusikan. Di dunia sekarang ini Isu PES
mengemuka sejalan dengan keperdulian untuk penyelamatan lingkungan
secara menyeluruh.
Dalam perkembangannya, regulasi tentang PES di Indonesia belum
mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Kalaupun ada
regulasi sifatnya hanya sektoral dan tidak konprehensip. Sehubungan
dengan itu, kebutuhan regulasi ttentang
entang jasa lingkungan dan imbal jasa
lingkungan (PES) adalah untuk memberi landasan hukum bagi terciptanya
mekanisme
imbal/insentif/kompensasi
ekonomis
diantara
penyedia
(providers) dan pengguna (users) jasa lingkungan.
Khususnya di Provinsi Sumatera Ut
Utara
ara Isu PES masih sangat baru,
walaupun dalam prakteknya jasa lingkungan telah banyak dimanfaatkan
menjadi potensi ekonomi belum dapat dinilai harganya seperti pemanfaatan
air untuk PLTA Sigura
Sigura-gura,
gura, Tangga, Asahan I dan Asahan II dengan
kapasitas tidak kurang
rang dari 10.000 Mw, Pemurnian Aluminium oleh PT.
Inalum, Irigasi, PDAM, Lanskape Beauty, transportasi air, ekotourism dan
manfaat Danau Toba.
Imbal jasa lingkungan yang diterima oleh Provinsi Sumatera Utara
yang diterima dari User yakni Annual Fee PT. IInalum,
nalum, PBB dari Otorita
Asahan, dan Community Developmen (CD) PT. Toba Pulp Lestari dinilai
belum sebanding dengan jasa lingkungan yang telah dimanfaatkan. Untuk itu
diperlukan regulasi yang dipahami dan disepakati bersama dalam bentuk
PES yang dituangkan dan Peraturan Daerah dan kontrak kerjasama.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup adalah :
a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan;
b. Menumbuhkan tanggung jawab dan kerjasama multipihak dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah;
c. Mengembangkan instrumen ekonomi lingkungan hidup/sumber daya
alam di daerah.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang
lingkup
bahasan
naskah
akademik
selanjutnya
akan
dituangkan dalam peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
pengelolaan jasa lingkungan adalah : a. Perencanaan; b. Pemanfaatan; c.
Pengendalian; d. Pengembangan; e. Pemeliharaan; f. Pengawasan dan g.
Penegakan Hukum.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Pandangan Terhadap Lingkungan Hidup
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, energi surya, air, mineral serta
flora dan fauna yang tumbuh diatasnya maupun didalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan
lingkungan
tersebut.
Lingkungan
merupakan
sumber
penghasil setiap hal yang dibutuhkan manusia untuk menunjang kebutuhan
hidup dan sebagai tempat berkembang biak daripada mahluk hidup terutama
manusia.
Manusia di dalam lingkungan hanya sebagai satu lapisan. Menurut
Survey Environmental Performance Index (EPI) 2008 dari Universitas Yale,
Indonesia berada diurutan 102 dari 149 neg
negara
ara yang berwawasan
lingkungan. Malaysia berada pada urutan ke 26.
Ada tiga teori tentang eksistensi lingkungan terhadap manusia :
a. Antroposentrisme, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia
sebagai pusat dari alam semesta, segala keputusan bijak yang diambil
mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan
kepentingannya. Alam dipandang hanya sebagai objek, alat dan sarana
bagi pencapaian tujuan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak
mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Panda
Pandangan
ngan ini dianggap bersifat
egois karena hanya mengutamakan kepentingan manusia sebagai etika
lingkungan yang dangkal dan sempit.
b. Biosentrisme, adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai
yang memulai nilai didalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan
ke
manusia.
Dengan
demikian
biosentrisme
menolak
pandangan
Antroposentrisme yang menyatakan hanya manusia yang mempunyai
nilai didalam dirinya sendiri. Teori ini berpandangan bahwa mahluk hidup
bukan hanya manusia. Biosentrisme berpandangan moralitas
moralita pada
kehidupan. Setiap kehidupan harus dibela dan dilindungi karena
mempunyai nilai moral yang sama, lepas dari pertimbangan laba rugi
secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk lainnya.
c. Ekosentrisme, adalah suatu pandangan atas pemahaman bahwa secara
ekologis, baik mahluk hidup maupun benda
benda-benda
benda abiotik saling terkait
satu sama lain. Air sungai yang termasuk abiotik sangat menentukan bagi
kehidupan didalamnya. Udara sangat menentukan bagi kelangsungan
hidup. Ekosentrisme memusatkan perha
perhatian
tian terhadap semua kehidupan
di bumi, bukan hanya demi kepentingan jangka pendek, melainkan demi
kepentingan jangka panjang.
2.2 Sumber Daya Hutan
Hutan adalah suatu kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan
Kawasan-kawasan
an semacam ini terdapat
di wilayah-wilayah
wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung
karbondioksida (C02), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta
pelestarian tanah dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling
penting.
Hutan merupakan bentuk kehidupan yang terbesar di dunia. Kita dapat
menemukan hutan baik di daerah tropis maupun di daerah dingin, di dataran
rendah maupun di pengunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Suatu kumpulan pohon dianggap hutan jika mampu menci
menciptakan
ptakan iklim dan
kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah
diluarnya.
Sebagai suatu ekosistem hutan tidak hanya menyimpan sumber daya
alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil
manfaatnya oleh masy
masyarakat
arakat melalui budidaya pertanian pada lahan hutan.
Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti
penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna
dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timb
timbulnya
ulnya pemanasan
global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah
satu kawasan yang sangat penting. Ini berarti segala tumbuhan lain dan
hewan (hingga sekecil
sekecil-kecilnya),
kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup termasuk
bagian-bagian
bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
macam hutan
Macam-macam
Rimbawan
imbawan berusaha menggolong
menggolong-golongkan
golongkan hutan sesuai dengan
ketampakan khas masing
masing-masing.
masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia
dalam mengamati sifat khas hutan guna memudahkan memperlakukan hutan
secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang.
Pembedaan jenis-jenis
jenis hutan :
a. Menurut Asal
-
Hutan yang berasal dari biji disebut hutan tinggi
-
Hutan yang berasal dari tunas disebut hutan rendah
-
Hutan campuran disebut hutan sedang
-
Hutan perawan merupakan hutan asli
-
Hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh kembali secara alami
b. Berdasarkan Letak Geografis
-
Hutan tropika di daerah Khatulistiwa
-
Hutan temperate di daerah empat musim (23.50 – 660)
-
Hutan boreal di daerah lingkaran kutub
c. Berdasarkan Sifat--sifat Musimnya
-
Hutan hujan (rain
rain forest
forest) dengan banyak musim hujan
-
Hutan selalu hujan ((evergreen forest)
-
Hutan musim atau hutan gugur daun ((deciduous forest)
-
Hutan sabarna ((savannah forest) di tempat-tempat
tempat yang musim
kemaraunya panjang
d. Berdasarkan Ketinggian Tempatnya
-
Hutan pantai
-
Hutan dataran rendah
-
Hutan pegunungan bawah
-
Hutan pegunungan atas
-
Hutan kabut
-
Hutan elfin
e. Berdasarkan Keadaan Tanahnya
-
Hutan rawa air tawar atau hutan rawa
-
Hutan rawa gambut
-
Hutan rawa bakau
-
Hutan kerangas
-
Hutan tanah kapur
f. Berdasarkan sifat--sifat pembuatannya
-
Hutan alam (natural
natural forest
forest)
-
Hutan buatan ((man made forest), misalnya :
o Hutan rakyat ((community forest)
o Hutan kota ((urban forest)
o Hutan tanaman industri ((timber estate atau timber plantation)
plantation
dan lain--lain
Menurut Undang
Undang-undang
undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan
pokok kehutanan disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya hutan (negara)
dibedakan menjadi :
a. Hutan Lindung, yaitu kawasan yang karena keadaan sifat alamnya
dipermukaan guna mengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah seperti taman nasional, cagar alam dan
suaka alam.
b. Hutan Produksi, yaitu kawasan yang diperuntukkan untuk produksi hasil
hutan dalam rangka memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya
khususnya untuk keperluan industry dan ekspor.
c. Hutan suaka alam, yaitu kawasan hutan karena sifatnya yang khas
diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati
Pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi hutan untuk memenuhi
kebutuhan manusia
usia secara maksimal. Pada waktu manusia belum mengenal
hubungan komersial secara luas, hutan dimanfaatkan sebagai tempat
mengambil bahan makanan nabati maupun hewani dan tempat mengambil
kayu untuk membuat rumah tempat tinggal dan sumber energy. Hutan juga
jug
sering ditebang untuk memperluas tempat pemukiman, lahan pertanian atau
mengamankan wilayah dari gangguan binatang buas (Simon dalam Isrowikal,
2003).
Arifin
(dalam
Isrowikal,
2003)
menyebutkan
bahwa
dalam
pembangunan kehutanan memerlukan suatu kebijak
kebijakan
an yaitu pengelolaan
yang dikaitkan dengan hukum atau perundang
perundang-undangan
undangan yang tidak lepas
dari sudut ilmu-ilmu
ilmu lainnya. Kebijakan pengelolaan hutan tersebut dapat
dilakukan dengan :
a. Pemanfaatan kawasan hutan tetap
b. Peningkatan mutu dan produktivitas kawasan hutan negara dan hutan
rakyat agar penghasilan negara dan rakyat meningkat
c. Peningkatan efisiensi dan produktivitas pengelolaan hasil hutan
d. Peningkatan peran serta masyarakat
e. Pelestarian hutan sebagai perlindungan dan ekosistem
f. Penanggulangan kemiskinan ma
masyarakat
syarakat yang berada di dalam dan
disekitar hutan
g. Peningkatan pengawasan pembangunan kehutanan
2.3 Sumber Daya Air
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air (H20) yang berguna
atau potensial bagi manusia, kegunaan air meliputi penggunaan bidang
pertanian,
nian, industri, rumah tangga, rekreasi dan aktivitas lingkungan. Seluruh
manusia membutuhkan air tawar.
97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar yang
lebih dari dua pertiga bagian berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub.
Air tawar
awar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah
berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada diatas permukaan dan di
udara.
Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus
berkurang. Permintaan air telah melebi
melebihi
hi suplai di beberapa bagian di dunia
dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan
permintaan terhadap air bersih. Perhatian terhadap kepentingan global dalam
mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan,
terutama sejak
ak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah
bersamaan dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang
tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat disbanding dengan
ekosistem laut ataupun darat.
2.3.1 Sumber Air Tawar
2.3.1.1.
Air Permukaan
Air Permukaan adalah air yang terdapat di sungai atau rawa air tawar.
Air permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara
alami menghilang akibat aliran menuju lautan penguapan dan penyerapan
menuju ke bawah permukaan. Satu
Satu-satunya
satunya sumber alami air permukaan
adalah presipitasi dalam area tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem
tergantung pada banyak faktor yakni kapasitas danau, rawa dan reservoir
buatan, perlu rehabilitas tanah dibawah reservoir
reservoir,, karakteristik aliran pada
area tangkapan air, kecepatan waktu presipitan dan rata
rata-rata
rata evaporasi
setempat.
Perairan permukaan alami dapat ditambahkan dengan mengambil air
permukaan dari areal tangkapan hujan lainnya dengan kanal atau sistem
perpipaan. Manusia dapat juga menyebabkan hilangnya sumber air
permukaan dengan menjadikannya tidak lagi berguna misalnya dengan cara
polusi. Brazil adalah Negara yang diperkirakan memiliki suplai air tawar
terbesar di dunia, menyusul Rusia, Kanada dan Indonesia.
2.3.1.2.
Aliran Sungai Bawah Tanah
Total volum air yang dialirkan menuju lautan dapat berupa kombinasi
aliran air yang dapat terikat dari aliran air yang cukup besar dibawah
permukaan melalui bebatuan dan lapisan bawah tanah yang disebut zona
hiporerik (hyporheic
porheic zone
zone). Untuk beberapa sungai di lembah-lembah
lembah besar,
komponen aliran yang “tidak terlihat” mungkin cukup besar dan melebihi
aliran permukaan dengan perairan sub permukaan dengan saling memberi
ketika salah satu bagian kekurangan air. Hal ini teruta
terutama
ma terjadi di area Karst
dimana lubang tempat terbentuknya hubungan antara sungai bawah tanah
dan sungai permukaan cukup banyak.
2.3.1.3.
Air Tanah
Air tanah adalah air tawar yang terletak di ruang pori
pori-pori
pori antara tanah
dan bebatuan dalam. Air tanah jug
juga
a berarti air yang mengalir di lapisan
aquifer di bawah water table. Input alami dari air tanah adalah serapan dari
air permukaan, terutama wilayah tangkapan air hujan. Sedangkan out put
alaminya adalah mata air dan serapan menuju lautan. Air tanah mengalami
mengala
ancaman berarti menghadapi penggunaan berlebihan, misalnya untuk
mengairi pertanian dan sumur bor. Penggunaan berlebihan di area pantai
dapat menyebabkan mengalirnya air laut menuju sistem air tanah,
menyebabkan air tanah dan tanah diatasnya menjadi asi
asin
n (instruksi air laut).
2.3.1.4.
Desalinasi
Adalah proses buatan untuk mengobah air asin menjadi air tawar.
Proses desalinasi yang paling umum adalah desalinasi dan osmotis terbaik.
Desalinasi saat ini cukup mahal jika dibandingkan dengan mengambil
langsung
gsung dari sumber air tawar.
2.3.1.5.
Air Beku
Es yang membeku di kutub dan glasier berpotensi untuk dijadikan
sumber air tawar karena dua pertiga air tawar dunia berada dalam bentuk es.
Beberapa skema telah diajukan untuk menjadikan gunung es manjadi
sumber
umber air. Himalaya “atap dunia” mengandung glasier dan es dalam jumlah
besar diluar wilayah kutub dan menjadi sumber air sepuluh sungai besar di
Asia yang menghidupi milyaradan manusia. Masalah yang terjadi saat ini
adalah peningkatan temperature dunia ya
yang
ng cukup cepat. Nepal saat ini
mengalami peningkatan temperature rata
rata-rata sebesar 0,60C selama sepuluh
tahun terakhir.
2.3.2.
Penggunaan Air Tawar
Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan
konsumtif dan non konsumtif. Air dikatakan diguna konsumtif jika tidak
dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya misalnya irigasi
(dimana penguapan dan penyeraban kedalam tanah serta penyeraban oleh
tanaman dan hutan terjadi dalam jumlah yang cukup besar). Jika air yang
digunakan tidak mengalami
engalami kehilangan dan dapat segera dikembalikan
kepada sistem perairan permukaan, maka dikatakan air digunakan secara
non konsumtif misalnya air untuk PLTA, pendingin mesin dan lain-lain.
lain
Berikut ini diuraikan penggunaan air tawar di dunia.
2.3.2.1.
Pertanian
Diperkirakan 69% penggunaan air diseluruh dunia untuk irigasi.
Dibeberapa wilayah air digunakan terhadap semua tanaman. Sedangkan
dibeberapa wilayah hanya untuk pertanian yang menguntungkan atau
meningkatkan hasil. Berbagai metode irigasi melibat
melibatkan
kan perhitungan antara
hasil pertanian, konsumsi air, biaya produksi, penggunaan peralatan dan
bangunan. Berbagai metoda irigasi tetap dipelajari untuk mendapatkan pola
penggunaan air yang lebih efisien. Metode iritasi seperti irigasi beralur
(furrow) dan sprinkler umumnya tidak terlalu mahal namun kurang efisien.
Metode irigasi lainnya seperti irigasi tetes, irigasi banjir dan sistem sprinkler
dimana sprinkler dioperasikan dekat dengan tanah, dikatakan lebih efisien
dan meminimalisasikan aliran permukaan d
dan
an penguapan meski lebih mahal.
Saat populasi dunia meningkat dan permintaan terhadap bahan-bahan
bahan
pangan juga meningkat dengan suplai air yang tetap, terdapat dorongan
untuk mempelajari bagaimana memproduksi bahan pangan dengan sedikit
air, melalui peningkatan
gkatan metode dan teknologi irigasi, manajemen air
pertanian dan pemantauan air.
2.3.2.2.
Industri
Diperkirakan 15% air tawar diseluruh dunia digunakan untuk industry.
Banyak penggunaan industry yang menggunakan air termasuk pembangkit
listrik yang menggunakan
gunakan air untuk pendingin mesin atau sumber energy,
pemurnian bahan tambang dan minyak bumi yang menggunakan air untuk
proses kimia, hingga industry manufaktur air untuk proses kimia, hingga
industry
manufaktur
yang
menggunakan
air
sebagai
pelarut.
Porsi
penggunaan air untuk industri bervariasi disetiap negara, namun selalu lebih
rendah jika dibandingkan dengan penggunaan untuk pertanian.
Penggunaan industrial lainnya adalah turbin uap dan penukar panas,
juga sebagai pelarut bahan kimia. Keluarnya air d
dari
ari industri tanpa dilakukan
pengolahan lebih dahulu disebut polusi.. Polusi meliputi pelepasan larutan
kimia (polusi kimia) atau pelepasan air sisa penukaran panas (polusi termal).
Industry membutuhkan air murni untuk berbagai aplikasi dan menggunakan
berbagai
agai teknik pemurnian untuk suplai air maupun limbahnya.
2.3.2.3.
Rumah Tangga / PDAM
Diperkirakan 15% penggunaan air tawar diseluruh dunia adalah untuk
rumah tangga, baik yang diambil sendiri dari sumber mata air ataupun yang
dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. Hal ini meliputi air minum,
mandi, memasak, sanitasi dan berkebun
berkebun.. Kebutuhan air minimum menurut
Peter Gleick adalah sekotar 50 liter per individu per hari. Air minum haruslah
air yang berkualitas tinggi sehingga dapat langsung dikonsumsi tanpa resiko
bahaya. Disebagian negara
negara-negara
negara berkembang, air yang disuplai untuk
rumah tangga adalah air minum standar meski dalam proporsi yang sangat
kecil digunakan untuk dikonsumsi langsung atau pengolahan makanan.
2.3.2.4.
Rekreasi
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangat kecil namun terus
berkembang. Penggunaan air untu
untuk
k rekreasi biasanya berupa air yang
ditampung dalam bentuk reservoir dan jika air yang ditampung melebihi
jumlah yang bisa ditampung dalam reservoir tersebut, maka kelebihannya
dikatakan digunakan untuk kebutuhan rekreasi. Pelepasan sejumlah air untuk
kebutuhan
tuhan arung jeram atau kegiatan sejenis dikatakan sebagai kebutuhan
rekreasional. Hal lainnya misalnya air yang ditampung dalam reservoir
buatan (misalnya kolam renang) dan air mancur.
Penggunaan air untuk
kebutuhan
rekreasional umumnya
non
konsumtif, karena
rena air yang dilepaskan dapat segera digunakan kembali.
2.3.2.5.
Lingkungan dan Ekologi
Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat
kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk lingkungan ekologi
meliputi lahan basah buata
buatan,
n, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam
liar, konservasi satwa air dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu
ikan bertelur. Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk
lingkungan ekosistem juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun
nam juga
mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lain di suatu tempat pada
suatu waktu tertentu.
BAB III
TELAAHAN AKADEMIK
3.1. Kajian Filosofis
Undang-undang
undang selalu mengandung norma
norma-norma
norma hukum yang ideal
(ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita
cita luhur kehidupan
bermasyarakat dan bernegaran hendak diarahkan. Karena itu undangundang
undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita
cita-cita
cita kolektif yang hendak
diwujudkan dalam kehidupan sehari
sehari-hari
hari melalui pelaksanaan undangundang
undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu cita-cita
cita
yang
terkandung dalam undang
undang-undang
undang itu hendaknya mencerminkan cita-cita
cita
filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan itu sendiri.
Artinya jangan sampai cita
cita-cita
cita filosofis yang terkandung di dalam
undang-undang
undang tersebut justru mencerminkan filsafah kehidupan bangsa lain
yang tidak cocok dengan cita
cita-cita
cita filosofis bangsa sendiri. Karena itu, dalam
konteks kehidupan bernegara, Pancasila sebagai falsafah harus tercermin
dalam pertimbangan--pertimbangan
imbangan filosofis yang terkandung didalam setiap
undang-undang.
undang. Undang
Undang-undang
undang Republik Indonesia tidak boleh melandasi
diri berdasarkan falsafah hidup bangsa dan negara lain. Artinya Pancasila
itulah yang menjadi landasan filosofis semua produk undang-undang
undang
Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Setiap masyarakat selalu mempunyai rechtsidee yakni apa yang
masyarakat harapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk
menjamin
adanya
keadilan,
kemanfaatan
dan
ketertiban
maupun
kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh dalam system nilai
masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mer
mereka
eka mengenai hubungan
baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan
masyarakat dan lain sebagainya termasuk pandangan tentang dunia gaib.
Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti
atau hakikat sesuatu. Huk
Hukum
um diharapkan mencerminkan system nilai baik
sebagai sarana yang melindungi nilai
nilai-nilai
nilai maupun sebagai sarana
mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat (Bagir Manan, 1992).
Menurut Rudolf Stammier, cita hukum konstruksi pikiran yang
merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita
cita
yang
diinginkan masyarkaat. Selanjutnya Gurtav Radbruch seorang ahli filsafat
hukum seperti Stammier dari aliran Neo Kantian menyatakan bahwa cita
hukum berfungsi sebagai tolak ukur yang bersifat regulative dan konstruktif.
konst
Tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya (Esmi Warasih, 2001).
Dalam
pembentukan
peraturan
perundang
perundang-undangan
undangan
proses
terwujudnya nilai-nilai
nilai yang terkandung cita hukum kedalam norma hukum
tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan nilai-nilai
nilai tersebut oleh
para pembentuk peraturan perundang
perundang-undangan.
undangan. Tiadanya kesadaran akan
nilai-nilai
nilai tersebut dapat terjadi kesenjangan antara cira hukum dan norma
hukum yang dibuat.
Oleh karena itu dalam Negara Indonesia yang memiliki cita hukum
Pancasila
ancasila sekaligus sebagai norma fundamental Negara, maka hendaknya
peraturan yang hendak dibuat khususnya. Khususnya Peraturan Daerah DAS
Asahan-Toba
Toba tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan hidup hendaknya
diwarnai dan diakhiri nilai
nilai-nilai yang terkandung di dalam cita hukum tersebut.
Cita hukum dalam pengelolaan jasa lingkungan diantaranya adalah asas
demokrasi
ekonomi,
keseimbangan,
kemanfaatan
umum,
keadilan,
kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas.
Asas demokrasi mengandung arti bahwa setiap war
warga
ga negara memiliki
hak dan kewajiban yang sama dalam menggali, memanfaatkan serta
mengembangkan potensinya dalam upaya peningkatan ekonomi.
Asas Keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan antara
fungsi aspek yang saling berkaitan, seperti fungsi soc
social
ial fungsi lingkungan
hidup dan fungsi ekonomi.
Asas kemanfaatan umum mengandung pengertian bahwa pengelolaan
jasa lingkungan hidup dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesarsebesar
besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien.
Azas keadilan m
mengandung
engandung pengertian bahwa pengelolaan jasa
lingkungan hidup dilakukan secara serta merta keseluruh lapisan masyarakat
khususnya di wilayah DAS Asahan
Asahan-Toba,
Toba, sehingga setiap warga berhak
memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama untuk berperan dalam
meningkatkan
ingkatkan perekonomian.
Azas kemandirian mengandung pengertian bahwa pengelolaan jasa
lingkungan hidup dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan
keunggulan para pelaku dan pemangku kepentingan.
Azas transparansi dan akuntabilitas mengandung pengertian
pengerti
bahwa
pengelolaan jasa lingkungan hidup dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.
3.2. Kajian Yuridis Normatif
Kajian Yuridis Normatif atau penelitian hukum normative disebut juga
penelitian doktrin. Pada penelitian hukum sejenis ini h
hukum
ukum dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang
perundang-undangan
undangan (law
(
in
books)) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Oleh karena
itu : pertama,, sebagai sumber datanya mengolah data sekunder, yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder atau data tersier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan
bahan-bahan
bahan hukum yang mengikat yaitu
peraturan perundang
perundang-undangan.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
penjelasa
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
undang
hasil-hasil
hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamu
kamus (hukum), eksiklopedia.
Kedua,
karena
penelitian
hukum
normative
sepenuhnya
menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), penyusunan kerangka
teoritis yang bersifat tentatif (skema) dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan
kerangka konseptional mutlak dip
diperlukan.
erlukan. Didalam penyusunan kerangka
konsepsional dapat digunakan perumusan
perumusan-perumusan
perumusan yang terdapat didalam
peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang menjadi dasar penelitian. Ketiga,
dalam penelitian hukum normative tidak diperlukan hipotesis, kalaupun ada,
hanya hipotesis kerja. Keempat, konservasi dari (hanya) menggunakan data
sekunder, maka pada penelitian hukum normative tidak diperlukan sampling,
karena data sekunder (sebagai sumber utamanya) memiliki bobot dan
kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti deng
dengan
an data jenis lainnya. Biasanya
penyajian data sekaligus dengan analisisnya.
Landasan juridis dalam perumusan setiap undang
undang-undang
undang haruslah
ditempatkan pada bagian konsideran “mengingat”. Dalam konsideran
mengingat ini harus disusun secara rinci dan tepat (i) ketentuan UUD 1945
yang dijadikan rujukan, termasuk penyebutan pasal dan ayat atau bagian
tertentu dari UUD 1945 harus ditentukan secara tepat; (ii) Undang-undang
Undang
yang
dijadikan
rujukan
dalam
membentuk
undang
undang-undang
undang
yang
bersangkutan, yang harus disebutkan nomornya, judulnya, dan demikian pula
dengan nomor dan tahun lembaran negara dan tambahan lembaran negara.
Biasanya, penyebutan undang
undang-undang
undang dalam rangka konsideran
‘mengingat” ini tidak disertai dengan penyebutan nomor pasal ataupun ayat.
Penyebutan
nyebutan pasal dan ayat hanya berlaku untuk penyebutan undang-undang
undang
dasar saja. Misalnya, mengingat undang
undang-undang
undang nomor 10 tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang
perundang-undangan.
undangan. Artinya undangundang
undang itu dijadikan dasar yuridis dalam konsideran, men
mengingat
gingat itu sebagai
satu kesatuan sistem norma.
3.3. Kajian Sosiologis
Pada kajian hukum atas penelitian hukum yang sosiologis, hukum
dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan
variabel-variabel
variabel sosial yang lain. Apabila hukum se
sebagai
bagai gejala social yang
emperis sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab ((indevenden
indevenden variable)
variable
yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan
sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (sosio – legal –
research). Namun,
mun, jika hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat
(devenden variabel) yang timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam
proses sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologi hukum ((sociology
sociology of
law).
Perbedaan antara penelitian hukum normativ
normative
e dengan penelitian
hukum sosialis, dapat diuraikan karakteristik yang dimiliki oleh penelitian
hukum sosiologis;
1. Seperti halnya pada penelitian hukum normative yang (hanya)
menggunakan bahan kepustakaan sebagai data sekundernya, maka
penelitian hukum yang sosiolis, juga menggunakan data sekunder
sebagai data awalnya yang kemudian dilanjutkan dengan data primer
atau data lapangan. Dengan demikian penelitian hukum yang sosialis
tetap bertumpu pada premis normative, berbeda dengan penelitian
ilmu-ilmu
ilmu sosial yang hendak mengkaji hukum, dimana hukum
“ditempatkan” sebagai dependent variable.. Oleh karena itu, premis
sosiallah yang menjadi tumpuan.
2. Defenisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan perundangperundang
undangan khususnya terhadap penelitian yang hendak meneliti
men
efektivitas suatu undang
undang-undang.
3. Hipotetis kadang
kadang-kadang
kadang diperlukan, misalnya penelitian yang ingin
mencari hubungan (koreksi) antara berbagai gejala atau variabel.
4. Akibat dari jenis datanya (data primer dan data sekunder), maka alat
pengumpul
datany
datanya
a
terdiri
dari
studi
dokumen,
pengamatan
(observasi) dan wawancara (interview). Pada penelitian hukum
sosiologis
selalu
diawali
dengan
studi
dokumen,
sedangkan
pengamatan (observasi), dan wawancara (interview). Pada penelitian
hukum sosiologis selalu diawa
diawalili dengan studi dokumen, sedangkan
pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian yang hendak
mencatat
atau
mendeskripsikan
perilaku
(hukum)
masyarakat.
Wawancara (interview) digunakan pada penelitian yang mengetahui
misalnya, persepsi, kepercayaan, moti
motivasi,
vasi, informasi yang sangat
pribadi sifatnya.
5. Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti
perilaku (hukum) warga masyarakat. Dalam penarikan sampel,
hendaknya diperhatikan sifat atau ciri
ciri-ciri populasi.
6. Pengolahan datanya dapat dilaku
dilakukan
kan baik secara kualitatif dan/atau
kuantitatif.
Akhirnya, kegunaan penelitian hukum sosiologis adalah untuk
mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan
hukum
(law
law
en
for
vement
vement..
Karena
penelitian
jenis
ini
dapat
mengungkapkan permasalahan
ermasalahan-permasalahan
permasalahan yang ada dibalik pelaksanaan
dan penegakan hukum. Disamping itu hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan.
perundang
Dikaitkan dengan kajian hukum pengelolaan jasa lingkungan di DAS
DA AsahanToba maka kajian sosiologis sangat berguna dalam rangka penyusunan
suatu peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang akan mengaturnya, bahwa setiap
norma hukum yang dituangkan dalam perundang
perundang-undangan
undangan haruslah
mencerminkan tuntutan kebutuhan dengan realitas kesadaran hukum
masyarakat.
3.4. Kajian Yuridis Komparasi (Perbandingan)
Dalam kajian komparasi atau penelitian perbandingan hukum, acapkali
yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat yang satu dengan
sistem hukum masyarakat yang lain, sistem h
hukum
ukum negara yang satu dengan
hukum
negara
lainnya.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
permasalahan dan perbedaan masing
masing-masing
masing sistem hukum yang diteliti.
Sebagaimana ditemukan oleh D. Kokkini – Latridou yang menyatakan : “no
matter how systematical
systematically
ly it is carried our, research cannot be
described as being “comparative” if it does out give an “explanation” of
the similarities and differences”. (Bagaimanapun sistematisnya hal itu
dilakukan, suatu penelitian tidak dapat dikatakan sebagai perbandingan jika
penelitian tersebut tidak memberikan penjelasan tentang persamaanpersamaan
persamaan dan perbedaan
perbedaan-perbedaan). (Gunawan, 2003).
Jika ditemukan persamaan dari masing
masing-masing
masing sistem hukum
tersebut, dapat dijadikan dasar unifikasi sistem hukum. Pada penyusunan
naskah
askah akademik dalam kaitannya dengan Rancangan Peraturan Daerah
tentang
Pengelolaan
Jasa
Lingkungan
diperlukan
komparasi
atau
perbadingan dari berbagai negara dan berbagai daerah yang telah lebih
dahulu melakukan pengelolaan jasa lingkungan untuk dijadikan
dijadika bahan
pertimbangan. Apabila sesuai dengan kondisi di Indonesia khususnya di DAS
Asahan-Toba,
Toba, maka tidak ada salahnya diterapkan disini.
BAB IV
URGENSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN
4.1 Landasan Pemikiran dan Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah
tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Provinsi Sumatera Utara
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengembangan, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum. Jasa lingkungan adalah suatu
produk/stock dari pengelolaan sumber daya alam yang dapat berupa manfaat
ma
langsung/tangible (seperti air, udara, karbon, dan lain
lain-lain)
lain) dan tidak
langsung/intangible (seperti wisata alam, rekreasi, perlingungan, sistem
hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi, banjir, dan lain
lain-lain).
lain).
Provinsi
Sumatera
Utara
karena
letak
geografisnya
berada
dipunggung Bukit Barisan, sebagian wilayahnya merupakan DTA Danau
Toba dan keseluruhan wilayahnya merupakan DAS bagi daerah Pantai Timur
Sumatera Utara dan terdapat satu sungai yang merupakan outlet Danau
Toba yaitu Sungai Asahan, menyebabkan daerah ini mempunyai peran
penting sebagai Buffer Zone dalam pengelolaan ekosistem lintas wilayah.
Beberapa pakar berpendapat permasalahan yang kerap dihadapi
dalam pengelolaan lingkungan adalah permasalahan aspek finansial,
manajemen dan regulasi
gulasi (hukum).
1. Masalah yang termasuk finansial
a. Jasa lingkungan masih dianggap sebagai anugerah alam yang
tidak akan habis dan tidak perlu dibayar
b. Jasa lingkungan yang dibayar oleh perusahaan besar dalam
berbagai bentuk kompensasi dinilai belum sebanding dengan
d
manfaat jasa yang diperoleh sehingga belum mampu untuk
memperbaiki kerusakan lingkungan
c. Masyarakat yang berada pada wilayah penyedia jasa lingkungan,
khususnya di wilayah DAS umumnya hidup dalam tekanan
kemiskinan dan belum merasakan manfaat jasa lin
lingkungan
gkungan yang
dikelolanya.
d. Terdapat kesenjangan antara Hulu dan Hilir, baik kesenjangan
ekonomi maupun sarana pelayanan umum
2. Masalah yang termasuk dalam manajemen
a. Kurangnya pengetahuan dan teknologi
b. Kurangnya keterpaduan program lintas sektor dan antar pemangku
pema
kepentingan
c. Keterbatasan dan kekurangan sumber daya manusia
3. Masalah yang termasuk regulasi (hukum)
a. Eksistensi hukum adat/kearifan lokal sudah semakin pudar
b. Peraturan formal seperti peraturan daerah dan peraturan desa
belum dibentuk.
4.2 Manfaat dan Konsekuensi Keberadaan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Jasa Lingkungan
Salah satu cara untuk menilai urgensi lahirnya Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan dapat
dilakukan dengan menggunakan parameter manfaat d
dan
an konsekuensinya.
1. Manfaat
Manfaat dari keberadaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan dapat adalah :
a. Memberikan landasan hukum dan sekaligus pedoman bagi
pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan semua pemangku
kepentingan
ntingan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan jasa
lingkungan hidup.
b. Mendorong agar kegiatan pengelolaan jasa lingkungan hidup yang
diselenggarakan
bersama
oleh
dengan
pemerintah
semua
Provinsi
pemangku
Sumatera
kepentingan
Utara
dapat
berlangsung tertib
tertib,, terarah, terkoordinasi, bermanfaat dan akutabel.
c. Lebih
menejamin
terciptanya
kepastian
hukum
dalam
penyelenggaraan pengelolaan jasa lingkungan hidup.
2. Konsekuensi
Konsekuensi dari keberadaan Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara tentang Pengelolaan JJasa
asa Lingkungan Hidup antara
lain:
a. Menuntut konsistensi dan komitmen bersama yang sungguhsungguh
sungguh dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta para
pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya.
b. Menuntut adanya koordinasi yang dilandasi oleh satu kepentingan
nasional yang mengesampingkan kepentingan sektoral dimana
pengelolaan jasa lingkungan adalah tanggung jawab bersama.
c. Menuntut diwujudkannya pengelolaan jasa lingkungan hidup yang
terintegrasi dan sinergis.
BAB V
POKOK-POKOK
POKOK MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA TENTANG PENGELOLAAN JASA
LINGKUNGAN
5.1 Konsideran
Berdasarkan
undang
undang-undang
undang
nomor
10
Tahun
2004
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang
Perundang-undangan,
undangan, Konsideran menimbang
memuat uraian singkat mengenai pokok
pokok-pokok
pokok pikiran yang menjadi latar
belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang
perundang-undangan.
undangan. PokokPokok
pokok pikiran pada konsideran menimbang memuat unsur atau landasan
filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya
pembu
(lampiran UU Nomor 10 Tahun 2004).
1. Landasan Filosofis
Undang--undangan selalu mengandung norma-norma
norma hukum
yang ideal (ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita
cita
luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara diarahkan. Karena itu,
undang-undang
undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita
cita
kolektif suatu masyarakat tentang nilai
nilai-nilai
nilai luhur dan filosofi yang
hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari
sehari-hari
hari melalui pelaksanaan
undang-undang
undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu citaci
cita filosofis yang terkandung dalam undang
undang-undang
undang itu hendaklah
mencerminkan cita
cita-cita
cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang
bersangkutan itu sendiri.
2. Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis yaitu bahwa setiap norma hukum yang
dituangkan dalam undang-undang
undang haruslah mencerminkan tuntutan
kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan
realitas kesadaran hukum masyarakat. Karena itu dalam konsideran,
harus dirumuskan dengan baik pertimbangan
pertimbangan-pertimbangan
pertimbangan yang
bersifat emperis se
sehingga
hingga sesuatu gagasan normatif yang dituangkan
dalam undang--undang benar-benar
benar didasarkan atas kenyataan yang
hidup dalam kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian norma
hukum yang tertuang dalam undang
undang-undang
undang itu kelak dapat
dilaksanakan dengan sebaik
sebaik-baiknya ditengah-tengah
tengah masyarakat
hukum yang diaturnya.
3. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis atau normative suatu peraturan atau kaidah
itu merupakan bagian dari suatu kaidah hukum tertentu yang didalam
kaidah-kaidah
kaidah hukum saling menunjukkan yang satu terhadap
terh
yang
lain. Sistem kaidah
hukum yang demikian itu terdiri atas suatu
keseluruhan hirarki kaidah khusus yang bertumpu pada kaidah hukum
umum. Didalamnya kaidah hukum khusus yang lebih rendah di
derivasi dari kaidah hukum yang lebih tinggi.
Di
dalam
konsideran
yang
menimbang
dibuat
pertimbangan
pertimbangan-
pertimbangan yang menjadi alasan pokok perlunya pengaturan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. Konsideran ini
menimbang dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa
Lingkungan
an Hidup ini menyatakan :
a. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang sungguh
sungguh-sungguh dan konsisten
onsisten oleh semua
pemangku kepentingan;
b. bahwa untuk mempertahankan, meningkatkan dan melestarikan
potensi
sumber daya alam dan kandungannya perlu dilakukan
pengelolaan
yang
berkelanjutan
dengan
mengembangkan
pemanfaatan potensi jasa lingkungan secar
secara
a bijaksana dalam rangka
menumbuhkan perekonomian dengan memperhatikan aspek ekologis,
ekonomis dan karakteristik sosial budaya masyarakat;
c. bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai kewenangan
tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan jasa lingkungan
sebagai bagian dari komponen ekonomi lingkungan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup.
5.2 Dasar Hukum
Berdasarkan
Undang
Undang-undang
undang
No.
10
Tahun
2004
tentang
pembentukan peraturan perundang
perundang-undangan,
undangan, dasar hukum memuat dasar
kewenangan pembuatan peraturan perundang
perundang-undangan
undangan dan peraturan
perundang-undangan
undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundangperaturan
perundang
perundang-undangan.
Peraturan
perundang-undangan
undangan
yang
digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang
tingkatanya sama atau lebih tinggi.
Landasan hukum pengaturan yang digunakan dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup yaitu :
1. Undang-undang
undang Nomor Undang-Undang
Undang Nomor 10 Tahun
Ta
1948
tanggal 15 April 1948 , peraturan pembentukan Provinsi Sumatera
Utara yang intinya
inya Provinsi Sumatera Utara . Undang-Undang
Undang Nomor
24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh
dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara
yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan
bagian-bagian
bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi
Aceh. Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
2. Undang-Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran
Lembar
Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana
telah diubah dengan Undang
Undang-undang nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang-undang
undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Kehutanan Menjadi Undang
Undang-undang
undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-Undang
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5. Undang-Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang
Perundang-undangan
(Lembaran
embaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
6. Undang-Undang
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
7. Undang-Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang
Undang-undang
undang Nomor 12
Tahun
hun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang
Undang-Undang
Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-undang
undang
Nomor
17
Tahun
2007
tenta
tentang
ng
Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005
2005-2025
2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
9. Undang-undang
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;
10. Undang-undang
undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959);
11. Undang-Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
12. Undang-undang
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lin
Lingkungan
gkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
13. Undang-undang
undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran
n Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 25, Tamb
Tambahan
ahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3550);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indon
Indonesia Nomor 4161);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyedia Air Minum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
Irig
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daera
Daerah
h Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82);
19. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 62).
20. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor
omor 24 Tahun 2001
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara
(Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 Nomor 24
seri D Nomor 12).
21. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 2008
tentang organisasi Perangkat Daerah Provinsi
vinsi Sumatera Utara
(Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 Seri D
Nomor 2).
5.3 Ketentuan Umum
Dalam praktek di Indonesia, “definition clause”, atau “interpretation
clause”,, biasanya disebut dengan ketentuan umum. Dengan sebutan
demikian, seharusnya
eharusnya isi yang terkandung didalamnya hanya terbatas
kepada pengertian-pengertian
pengertian operasional istilah
istilah-istilah
istilah yang dipakai seperti
yang biasa dipraktekkan selama ini. Dalam istilah “ketentuan umum”
seharusnya termuat pula hal
hal-hal lain yang bersifat umum,, seperti pengantar,
pembukaan, atau ‘pre ambule” peraturan perundang
perundang-undangan.
undangan. Akan tetapi
telah menjadi kelaziman atau kebiasaan sejak dulu bahwa setiap perundangperundang
undangan selalu didahului oleh “ketentuan umum” yang berisi pengertian
atas istilah-istilah yang dipakai dalam peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang
bersangkutan. Dengan demikian tinggi ketentuan umum ini persis seperti
“definition clause” atau “interpretation clause” yang dikenal diberbagai
negara lain (Jimly, 2006).
Ketentuan umum dalam Rancang
Rancangan
an Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup terdiri atas :
1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Utara;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara;
4. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya,
keadaan,
dan
makhluk
hidup,
termasuk
manusia
dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
5. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan
perencanaan,, pemanfaatan,
pengendalian, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
6. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keu
keutuhan
tuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
7. Sumber Daya Alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan
membentuk
uk kesatuan ekosistem.
8. Jasa Lingkungan adalah suatu produk/stock dari pengelolaan sumber
daya alam yang dapat berupa manfaat langsung/tangible (seperti air,
udara, karbon, dll) dan tidak langsung/intangible (seperti wisata alam,
rekreasi,
perlindungan,
si
sistem
stem
hidrologi,
kesuburan
tanah,
pengendalian erosi, banjir, dll);
9. Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi jasa lingkungan meliputi perencanaan, penataan,
pemanfaatan,
pengembangan,
pemeliharaan,
pengawasan,
dan
pengendalian;
10. Kompensasi/imbal Jasa Lingkungan Hidup adalah pembayaran yang
diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.
11. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum;
12. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau
setiap orang kearah pelestarian fungsi Lingkungan Hidup;
13. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi ada/atau telah
berdampak pada Lingkungan Hidup;
14. Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau
kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan usaha yan
yang
g mengelola sumberdaya alam yang
menghasilkan jasa lingkungan hidup;
15. Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau
kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan usaha maupun tidak
berbadan usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan;
16. Kearifan Lokal adalah nilai
nilai-nilai
nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola
lingkungan hidup secara lestari;
17. Audit Lingkungan Hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai
ketaatan
penanggungjawab
usaha
dan/a
dan/atau
tau
kegiatan
terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah;
18. Analisis Resiko Lingkungan Hidup adalah pengkajian setiap usaha dan
atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman ter
terhadap
hadap ekosistem dan kehidupan, dan
atau kesehatan dan keselamatan manusia yang meliputi pengkajian
resiko, pengelolaan resiko dan atau komunikasi resiko;
19. Pembayaran Jasa Lingkungan adalah pembayaran jasa terhadap
objek-objek
objek jasa lingkungan yang dikelola o
oleh
leh penyedia jasa
lingkungan demi pelestariannya;
20. Institusi Multipihak adalah forum bersama antara penyedia jasa
lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan, instansi terkait dan lembaga
swadaya masyarakat;
21. Sengketa Jasa Lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari pengelolaan pembayaran kompensasi/imbal jasa
terhadap objek
objek-objek lingkungan.
5.4 Materi yang diatur
Materi yang diatur berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004
ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada
pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal
ketentuan umum. Pembagian materi pokok kedalam kelompok yang lebih
kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian (Lampiran
UU No. 10 Tahun 2004).
Materi pokokk yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup yaitu:
1. Azas, tujuan dan ruang lingkup
Pengelolaan jasa lingkungan hidup diselenggarakan dengan
azas tanggung jawab, azas berkelanjutan, azas kketerpaduan
eterpaduan dan azas
akuntabilitas.
Tujuan :
a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan;
b. Menumbuhkan tanggungjawab dan kerjasama multipihak dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkunga
lingkungan
n hidup di daerah ;
c. Mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup/sumber
daya alam di daerah.
Ruang lingkup :
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pengemban
pengembangan;
e. pemeliharaan;
f. pengawasan, dan;
g. penegakan hukum.
2. Objek dan Subjek Kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup
Objek kompensasi jasa lingkungan yang menjadi sumber
pembayaran jasa lingkunga adalah :
a. Sumber daya air ((water resources)
b. Daya rosot karbon ((Carbon sequestiation)
c. Keindahan alam ((Scenie beauty)
d. Keanekaragaman hayati ((Biodiversity)
3. Pengelolaan
olaan objek jasa lingkungan
Pengelolaan atas objek jasa lingkungan dilakukan oleh
pemerintah daerah melalui instansi teknis yang bertanggungjawab
dibidang lingkungan hidup. Bupati berwewenang membentuk institusi
multipihak sebagai mitra pemerintah daerah dalam bentuk forum
bersama antara :
a. Penyedia jasa lingkungan hidup
b. Pemanfaat jasa lingkungan hidup
c. Instansi terkait
d. LSM
4. Hak dan kewajiban
Memuat hak dan kewajiban penyedia jasa lingkungan hidup dan
pemanfaat jasa lingkungan hidup.
5. Penetapan objek, subjek dan pembiayaan
Objek dan subjek jasa lingkungan ditetapkan lebih lanjut
dengan peraturan Bupati, memuat :
a. Eksistensi hak
hak-hak
hak adat dan kearifan masyarakan lokal
b. Penetapan tariff kompensasi/imbal jasa lingkungan
c. Tata cara pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup
d. Penggunaan kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup
e. Akuntabilitas
penggunaan
dana
kompensasi/imbal
jasa
lingkungan hidup
f. Audit pengelolaan dana kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup
6. Pembinaan dan pengawasan
Bupati sesuai kewenangannya wajib melakukan pembinaan,
monitoring
dan
evaluasi
pelaksanaan
kompensasi/imbal
jasa
lingkungan hidup, kewenangan dimaksud dapat didelegasikan kepada
pejabat instansi teknis yang bertanggungjawab dibidang lingkungan
hidup, dan setiap
etiap orang maupun kelompok berhak melaksanakan
pengawasan terhadap pengelolaan jasa lingkungan di daerah, dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang
berlaku.
7. Audit lingkungan hidup
a. Bupati berwewenang memerintahkan institusi mult
multii pihak untuk
melakukan audit lingkungan hidup.
b. Apabila institusi multi pihak tidak dapat melaksanakan audit
lingkungan hidup, Bupati dapat melaksanakan atau menugaskan
pihak ketiga untuk mengaudit lingkungan hidup atas beban APBD
dengan jumlah biaya ya
yang ditetapkan oleh Bupati.
c. Hasil audit lingkungan hidup wajib diumumkan.
8. Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup
Sengketa jasa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan, sengketa diluar pengadilan dapat
menggunakan jasa institusi multi pihak sebagai mediator.
9. Sanksi-sanksi
Sanksi bagi setiap orang dan badan usaha yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dijatuhkan berupa
teguran, pencabutan izin usaha dan sanksi pidana sesuai dengan
peraturan perun
perundang-undangan
undangan yang berlaku dibidang lingkungan
hidup.
5.5 Ketentuan Penutup
Ketentuan penutup berbeda dari kalimat penutup. Dalam undangundang
undang yang biasanya dirumuskan sebagai ketentuan penutup adalah
ketentuan yang berkenan dengan pernyataan mulai berl
berlakunya
akunya undangundang
undang atau mulai pelaksanaan suatu ketentuan undang
undang-undang.
undang.
Ketentuan penutup dalam peraturan perundang
perundang-undangan
undangan biasanya
memuat ketentuan mengenai :
1. Penunjukan organ atau lembaga tertentu yang akan melaksanakan
peraturan perundang
perundang-undangan yang bersangkutan;
2. Nama singkat peraturan perundang
perundang-undangan;
3. Status peraturan perundang
perundang-undangan
undangan yang sudah ada sebelumnya,
dan
4. Saat mulai berlakunya peraturan perundang
perundang-undangan
undangan tersebut.
Ketentuan penutup dalam suatu undang
undang-undang
undang dapat memuat
ketentuan pelaksanaan yang bersifat eksekutif atau legislative, yang bersifat
eksekutif misalnya menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk
melakukan sesuatu perbuatan hukum, atau mengelu
mengeluarkan
arkan dan mencabut
perizinan, lisensi atau konsesi, pengangkatan dan pemberhentian pegawai
dan lain sebagainya. Sedangkan yang bersifat legislative misalnya memberi
wewenang untuk membuat peraturan pelaksanaan lebih lanjut (delegation of
rule – making powe
power) dari apa yang diatur dalam peraturan perundangperundang
undangan yang bersangkutan.
5.6 Penutup
Penutup merupakan bagian akhir peraturan perundang
perundang-undangan.
undangan. Di
dalam kalimat penutup tersebut dimuat hal
hal-hal sebagai berikut :
1. Rumusan
perintah
pengundangan
dan
pe
penetapan
netapan
peraturan
perundang-undangan
undangan dalam lembaran Daerah atau Berita Daerah.
2. Tanda tangan pengesahan atau penetapan peraturan perundangperundang
undangan yang bersangkutan oleh Bupati, Walikota atau pejabat yang
terkait.
3. Pengundangan peraturan perundang
perundang-undangan tersebut dengan
pemberian nomor.
Rumusan perintah yang bersifat standar Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup dimuat dalam
pasal 22 yaitu Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Sumatera Utara, sedangkan penandatanganan pengesahan atau
penetapan memuat :
a. Tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;
b. Nama jabatan
c. Tanda tangan pejabat; dan
d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan
pangkat
5.7 Penjelasan
Penjelasan peraturan perundang
perundang-undangan
undangan merupakan kebiasaan
negara-negara
negara yang menganut Civil Law Eropa Continental. Penjelasan
(explanation) berfungsi sebagai pemberi keterangan mengenai kata-kata
kata
tertentu, frasa atau beberapa konsep yang terdapat dalam suatu ketentuan
ayat atau fasal yang dinilai belum terang atau belum jelas atau yang karena
itu dikhawatirkan oleh perumusannya akan dapat men
menimbulkan
imbulkan salah
penafsiran dikemudian hari. Jika diuraikan, tujuan adanya penjelasan itu
adalah untuk :
1. Menjelaskan pengertian dan maksud dari suatu ketentuan
2. Apabila terdapat ketidak jelasan (obsecurity) atau kekaburan
(vaqueness)
dalam
suatu
undang-undang,,
maka
penjelasan
dimaksudkan untuk memperjelas sehingga ketentuan dimaksud
konsisten dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pengaturan yang
bersangkutan
3. Menyediakan tambahan uraian pendukung terhadap tujuan utama
peraturan
perundang
perundang-undangan
agar
keberadaanya
anya
semakin
bermakna dan semakin berguna
4. Apabila terdapat perbedaan yang relevan dengan maksud penjelasa.
Untuk menekankan kesalahan dan mengedepankan objek peraturan
perundang-undangan,
undangan, penjelasan dapat membantu pengadilan dalam
menafsirkan.
Pada pokoknya
knya penjelasan suatu peraturan perundang-undangan
perundang
berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentukan peraturan perundangperundang
undangan itu atas norma
norma-norma
norma hukum tertentu yang diberi penjelasan. Oleh
karena itu penjelasan hanya memuat uraian atau elaborasi lebih lanjut
lan norma
yang diatur dalam batang tubuh peraturan yang dijelaskan. Dengan demikian,
penjelasan
yang
diberikan
tidak
boleh
menyebabkan
timbulnya
ketidakjelasan atau malah membingungkan. Selain itu penjelasan juga tidak
boleh berisi norma hukum baru ataupun yang berisi ketentuan lebih lanjut
dari apa yang sudah diatur dalam batang tubuh.
Penjelasan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
pengelolaan jasa lingkungan berisi penjelasan umum dan penjelasan pasal
demi pasal.
5.8 Lampiran
Peraturan Perundang
rundang-undangan
undangan dapat dilengkapi dengan lampiran.
Lampiran-lampiran
lampiran itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari naskah
peraturan perundang
perundang-undagan.
undagan. Dalam hal peraturan perundang-undangan
perundang
memerlukan lampiran maka hal itu harus dinyatakan dengan tegas dalam
batang tubuh disertai pernyataan yang menegaskan bahwa lampiran tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundangperundang
undangan yang bersangkutan. Pada akhirnya lampiran harus dicantumkan
nama dan tanda tangan penjabat yang mengesa
mengesahkan/menetapkan
hkan/menetapkan peraturan
perundang-undangan
undangan yang bersangkutan.
BAB VI
PENUTUP
Dari keseluruhan paparan dan analisis yang dikemukakan dalam
kajian naskah akademis ini kami dapat mengambil kesimpulan dan
mengajukan saran. Kesimpulan tersebut merupakan kristalisasi hasil kajian
sedangkan saran merupakan rekomendasi terhadap hasil kajian yang
diperoleh.
1.1.
Kesimpulan
1. Otonomi daerah telah menyebarkan kewenangan dan tanggung
jawab pengelolaan lingkungan kepada daerah kabupaten/kota sebagai
bagian
dari
urusan
wajib.
Hal
ini
menjadi
peluang
untuk
menyelesaikan masalah secara lokal, secara akuntable sekaligus
membuka tantangan baru.
2. Nasib sumber daya alam dan lingkungan kini tergantung pada
kepemimpinan lokal, kapasitas lembaga lokal da
dan
n kemauan untuk
memenuhi
standar dan
peraturan
nasional
yang
menyangkut
lingkungan hidup.
3. Degradasi lingkungan terutama akibat deforestasi hutan dan rusaknya
DAS yang berlangsung dari waktu ke waktu seiring pertambahan
jumlah manusia, tekanan ekonomi dan rrendahnya
endahnya pemahaman jasa
lingkungan yang harus segera ditangani dengan arif dan bijaksana
untuk itu diperlukan regulasi yang mengikat melibatkan semua
pemangku kepentingan dalam bentuk peraturan daerah.
4. Provinsi Sumatera Utara karena letaknya yang berada dijajaran
di
pegunungan Bukit Barisan berperan sebagai Daerah Aliran Sungai
dan Daerah Tangkapan Air baik untuk Danau Toba maupun untuk
keberlangsungan ekosistem untuk daerah hilir di Pantai Timur
Sumatera Utara dengan demikian mempunyai peran penting sebagai
penyangga
enyangga kehidupan dalam ekosistem dalam arti luas.
1.2.
Saran
1. Naskah akademik ini dilengkapi dengan rancangan peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan di
Provinsi
Sumatera
pemanfaatan,
tan,
Utara
telah
pengendalian,
memuat
aspek
pengembangan,
perencanaan,
pemeliharaan,
pengawasan dan penegakann hukum, hak dan tanggung jawab
masing-masing
masing pihak sehingga diharapkan dapat menjadi masukan
untuk penyusunan dan penetapan peraturan daerah yang definitif.
2. Mekanisme
pengelolaan/pemba
pengelolaan/pembayaran
yaran
jasa
lingkungan,
muncul
sebagai solusi untuk melestarikan sumber daya alam. Dalam
pelaksanaannya masih banyak perdebatan dan terkesan masih
lamban dalam pelaksanaannya. Namun ide inovatif ini diakui sebagai
wujud penghargaan terhadap sumber daya alam dalam jangka
panjang. Untuk itu sangat diperlukan sosialisasi kepada masyarakat
dan segenap pemangku kepentingan.
3. Kebijakan pengelola jasa lingkungan adalah melibatkan kegiatan
lintas wilayah dan lintas sektor sehingga dalam penanganannya
dibutuhkan koor
koordinasi
dinasi antara Daerah Kabupaten Kota (interregional)
dan keterpaduan sektoral.
DAFTAR PUSTAKA
Danida, 2011. Protokol Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL), protocol of
payment for environmental services. Laporan E.
Departemen Kehutanan, 2003. Strategi Pengelolaan Sosial Forestry.
Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan, 2009. Rencana Strategis 2011
2011-2014
2014 Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
EPI, 2008. Environmental Ferforonmental Index, EPI.
Esmi Warasih. P, 2001. Fun
Fungsi
gsi Cita Hukum dalam Penyusuran Peraturan
Perundangan yang Demokratis dalam Arena Hukum. Majalah FH UNI
Braw Nomor 15 Tahun 4.
Johannes Gunawan, 2003. Perbandingan Hukum Kontrak, Materi Kulian
Universitas Katolik Parahyangan Program Pasca Sarjana. Program
Studi Magister Hukum.
Irwanto, 2006. Konsep Perencanaan DAS Terpadu, Yogyakarta.
Jimly Asshiddigie, 2006. Perihal Perundang
Perundang-undangan,
undangan, Konstitusi Press,
Jakarta.
Leimona. B, 2009. Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa
Lingkungan di Indonesia, World Agr
Agroforestry Centre – ICRAT – SCA.
Manan Bagir, 1992. Dasar
Dasar-dasar perundang-undangan
undangan Indonesia. Jakarta IN
– HILL – Co.
Mubiyarto, 1996. Strategi Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia, CV.
Aditya Media, Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia N
Nomor
omor 38 Tahun 2007. Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah/Kota.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2012
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
D
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia nomor
M.HH-01.PP.01.01
01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang
Perundang-undangan.
undangan.
Purnama, BM, 2009. Pembangunan Kehutana
Kehutanan
n Indonesia. Rapat Koordinasi
Perencanaan Pembangunan Kehutanan di Bandung. Sekretaris
Jenderal Departemen Kehutanan, Jakarta.
Undang-undang
undang Nomor 7 tahun 2007 tentang Sumber Daya air.
Undang-undang
undang No. 10 Tahun 2004. Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
undangan.
Draft
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
NOMOR
TAHUN
TENTANG
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP DAS ASAHAN-TOBA
ASAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA UTARA
Menimbang : a. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh
sungguh-sungguh
sungguh dan konsisten oleh semua pemangku
kepent
kepentingan;
b. bahwa untuk mempertahankan, meningkatkan dan
melestarikan potensi
sumber daya alam dan
kandungannya perlu dilakukan pengelolaan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan pemanfaatan
potensi jasa lingkungan secara bijaksana dalam rangka
menumbuhkan p
perekonomian
erekonomian dengan memperhatikan
aspek ekologis, ekonomis dan karakteristik sosial budaya
masyarakat;
c. bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai
kewenangan tugas dan tanggung jawab untuk
mengembangkan jasa lingkungan sebagai bagian dari
komponen ekonomi lingkungan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup.
Mengingat :
1. Undang
Undang-undang
undang Nomor 12 Tahun 1998
199
tentang
Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Sumatera
Utara dan Kabupaten Tingkat II Mandailing Natal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
22. Undang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
entang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
23. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik IIndonesia
ndonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang
Undang-undang
undang nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang-undang
undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Kehutanan Men
Menjadi
jadi Undang-undang
Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
24. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2004 Nomor 32, Tambahan L
Lembaran
embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4377);
25. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
26. Undang
Undang-Undang Nomor 31
1 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433);
27. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 N
Nomor
omor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang
Undang-undang
undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republi
Republik
k Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
28. Undang
Undang-undang
undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025
2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4700);
29. Undang
Undang-undang
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725;
30. Undang
Undang-undang
undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
31. Undang
Undang-Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomo
Nomorr 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
32. Undang
Undang-undang
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
omor 5059);
33. Undang
Undang-undang
undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
34. Undang
Undang-undang
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republ
Republik
ik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 25, Tambahan
Indonesia Nomor 3550);
Lembaran
Negara
Republik
36. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam;
37. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam
38. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4161);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 1
16
6 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46,
4
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Indo
Tahun 2007 Nomor 82);
42. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62).
43. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 24
Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
W
Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2001 Nomor 24 seri D Nomor 12).
44. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2
Tahun 2008 tentang organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2008 Seri D Nomor 2).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
dan
GUBERNUR SUMATERA UTARA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN
JASA LINGKUNGAN HIDUP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
22. Daerah adalah Provinsi Sumatera Utara
Utara;
23. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
24. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara;
25. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
26. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pen
pengembangan,
gembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
27. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan,
elamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan.
28. Sumber Daya Alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem.
29. Jasa Lingkungan
kungan adalah suatu produk/stock dari pengelolaan sumber
daya alam yang dapat berupa manfaat langsung/tangible (seperti air,
udara, karbon, dll) dan tidak langsung/intangible (seperti wisata alam,
rekreasi, perlindungan, sistem hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian
erosi, banjir, dan lain
lain-lain);
30. Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi jasa lingkungan meliputi perencanaan, penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengendalian;
si/imbal Jasa Lingkungan Hidup adalah pembayaran yang
31. Kompensasi/imbal
diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.
32. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum;
33. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap
orang kearah pelestarian fungsi Lingkungan Hidup;
34. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang
ang timbul dari kegiatan yang berpotensi ada/atau telah
berdampak pada Lingkungan Hidup;
35. Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau
kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak
berbadan usaha yang mengelola sumberdaya alam yang menghasilkan
jasa lingkungan hidup;
36. Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau
kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan usaha maupun tidak
berbadan usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan;
37. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai
nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup
secara lestari;
38. Audit Lingkungan Hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai
ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah;
39. Analisis Resiko Lingkungan Hidup adalah pengkajian setiap usaha dan
atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosist
ekosistem
em dan kehidupan, dan atau
kesehatan dan keselamatan manusia yang meliputi pengkajian resiko,
pengelolaan resiko dan atau komunikasi resiko;
40. Pembayaran Jasa Lingkungan adalah pembayaran jasa terhadap objekobjek
objek jasa lingkungan yang dikelola oleh penyedia jasa lingkungan demi
pelestariannya;
41. Institusi Multipihak adalah forum bersama antara penyedia jasa
lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan, instansi terkait dan lembaga
swadaya masyarakat;
42. Sengketa Jasa Lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih
ebih yang timbul dari pengelolaan pembayaran kompensasi/imbal jasa
terhadap objek-objek
objek lingkungan.
43. Wilayah DAS Asahan Toba adalah wilayah yang ada di Kabupaten
Asahan, Toba Samosir, Samosir, Humbang hasundutan, Tapanuli Utara,
Tanah Karo, Dairi, Simalung
Simalungun dan Kota Tanjung Balai.
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup diselenggarakan dengan asas tanggung
jawab, asas berkelanjutan, asas keterpaduan, dan asas akuntabilitas.
Pasal 3
Tujuan Pengelolaan Jasa Lingku
Lingkungan Hidup adalah untuk :
a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan
lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan;
b. Menumbuhkan tanggungjawab dan kerjasama multipihak
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah ;
dalam
c. Mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup/sumber daya
alam di daerah.
Pasal 4
Ruang lingkup pengelolaan jasa lingkungan hidup meliputi ;
h. perencanaan;
i.
pemanfaatan;
j.
pengendalian;
k. pengembangan
l.
pemeliharaan;
m. pengawasan, dan;
n. penegakan hukum;
BAB III
OBYEK DAN SUBYEK KOMPENSASI/IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 5
Obyek Kompensasi Jasa Lingkungan yang menjadi sumber pembayaran
Jasa Lingkungan di daerah adalah :
e. Sumber daya air (water
water resources
resources)
f. Daya rosot karbon ((Carbon sequestiation)
g. Keindahan alam (Scenie
Scenie beauty
beauty)
h. Keanekaragaman hayati ((Biodiversity)
Pasal 6
(1) Obyek kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup di daerah digolongkan:
a. berdasarkan manfaat langsung yang terdiri dari air permukaan dan air
bawah tanah yang dikomersialkan ;
b. berdasarkan manfaat ttidak
idak langsung yang terdiri dari wisata alam,
hutan raya, hutan adat, hutan lindung, dan hutan wisata.
(2) Subyek kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup adalah orang pribadi dan
badan hukum yang menikmati atau memanfaatkan jasa lingkungan
hidup.
BAB IV
PENGELOLAAN OBYEK JASA LINGKUNGAN
Pasal 7
Pengelolaan atas obyek jasa lingkungan di daerah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah melalui instansi teknis yang bertanggungjawab di
bidang lingkungan hidup.
Pasal 8
(1) Untuk membantu menjalankan tugas
tugas-tugas
tugas dalam pegelolaan jasa
lingkungan di daerah dalam ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Gubernur berwewenang membentuk institusi multipihak untuk
mengawasi sebagai mitra pemerintah daerah;
(2) Institusi multipihak
ihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
forum bersama antara :
a. Penyedia jasa lingkungan hidup ;
b. Pemanfaat jasa lingkungan hidup;
c. Instansi terkait ;
d. LSM.
(3) Susunan organisasi, tata kerja, tugas dan wewenang institusi multipihak
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur;
(4) Proporsi komposisi dari susunan organisasi multipihak yaitu harus
didominasi oleh masyarakat selaku penyedia jasa lingkungan;
(5) Kewenangan pokok yang terkait dengan keuangan sebagai hasil
pembayaran jasa lingkungan adalah mutlak kkewenangan
ewenangan masyarakat
penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan;
(6) Instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat mempunyai
kewenangan dan tanggungjawab sebagai mediator dan fasilitator;
(7) Institusi multipihak dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Gubernur,, melalui Instansi teknis yang bertanggungjawab dan
diberi tugas di bidang lingkungan hidup.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 9
(1) Penyedia jasa lingkungan hidup berhak mendapatkan kompensasi/imbal
jasa lingkungan hidup.
(2) Pemanfaat jasa lingkungan hidup berhak menikmati jasa lingkungan
hidup.
Pasal 10
(1) Penyedia jasa lingkungan hidup wajib memelihara lingkungan hidup
sesuai dengan fungsinya.
(2) Pemanfaat jasa lingkungan hidup wajib memberikan kompensasi jasa
lingkungan hidup.
BAB VI
PENETAPAN OBYEK, SU
SUBYEK
BYEK DAN PEMBAYARAN
Pasal 11
Obyek dan subyek jasa lingkungan hidup ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
Pasal 12
Penetapan lokasi Obyek jasa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 wajib menghormati dan memperhatikan secara
sungguh-sungguh
sungguh hak
hak-hak
hak adat atas tanah serta kearifan masyarakat
lokal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 13
(1) Penatapan tarif dan tatacara pembayaran kompensasi/imbal jasa
lingkungan hidup ditetapkan dengan memperhatikan Analisa Resiko
Lingkungan Hidup.
(2) Penetapan tarif dan tatacara pembayaran kompensasi/imbal jasa
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kepentingan penyedia dan pemanfaat jasa
lingkungan hidup.
(3) Melaksanakan PES denga
dengan
n menjalankan untuk kepentingan lingkungan.
Pasal 14
(1) Hasil penerimaan pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup,
sepenuhnya dipergunakan untuk tujuan pelestrian alam di lokasi Obyek
jasa lingkungan hidup.
(2) Hasil penerimaan pembayaran kompensasi/imb
kompensasi/imbal
al jasa lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikelola oleh masyarakat dan atau
institusi multipihak.
(3) Untuk menjamin akuntabilitas penggunaan dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), kepada pengelola wajib dilakukan audit sekurangsekurang
kurangnya setahun sekali atau dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
(4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh auditor
independen yang ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 15
Penetapan obyek, subyek dan pembayaran serta pemanfaatannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14,
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
(1) Gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pembinaan,
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup di daerah;
(2) Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Gubernur dapat mendelegasikan kepada pejabat instansi teknis yang
bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup.
Pasal 17
Setiap orang baik perseorangan maupun kelompok berhak melaksanakan
pengawasan terhadap pengelolaan jasa lingkungan di daerah, dengan
memperhatikan ketentuan perundang
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
AUDIT LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 18
(1) Gubernur berwenang memerintahkan institusi multipihak untuk melakukan
Audit Lingkungan Hidup, apabila diduga ada kemerosotan kualitas
lingkungan hidup yang mengancam keberlangsungan ekosistem di lokasi
obyek jasa lingkungan hidup.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dim
dimaksud
aksud pada ayat (1) tidak dapat
dilaksanakan oleh institusi multipihak, Gubernur dapat melaksanakan
dan/atau menugaskan pihak ketiga untuk mengaudit lingkungan hidup
atas beban APBD, dengan jumlah biaya ditetapkan oleh Gubernur.
Gubernur
(3) Hasil audit lingkungan hidu
hidup
p sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
diumumkan oleh Gubernur
Gubernur.
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA JASA LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 19
(1) Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
Pengadilan atau diluar Pengadilan.
(2) Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup sedapat mungkin dilakukan
diluar Pengadilan, diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai tindakan tertentu guna memulihkan kerusakan lingkungan
hidup serta menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya perbuatan
yang merusakk lingkungan hidup.
(3) Penyelesaian sengketa diluar Pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), dapat menggunakan jasa institusi multi pihak,
sebagai mediator untuk membantu penyelesaian sengketa jasa
lingkungan hidup.
BAB X
SANKSI-SANKSI
Pasal 20
Setiap orang dan badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, dapat dijatuhkan sanksi berupa
teguran, pencabutan izin usaha dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
undangan di bidang lingkungan hi
hidup;
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal
hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Gubernur dan/atau Keputusan Gubernur.
Pasal 22
Peraturan daerah ini mulai berl
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Sumatera Utara
Utara.
Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal
:
GUBERNUR SUMATERA UTARA,
UTARA
ttd
H.GATOT PUJI NUGROHO,ST,M.Si
Diundangkan di Balige,
Pada tanggal,
2………………………
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA,
ttd,
________________________________
NIP.
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN …..
NOMOR ....
Salinan sesuai dengan aslinya :
SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMATERA UTARA
KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG
PERUNDANG-UNDANGAN
UNDANGAN,
_____________________________________
NIP.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMATERA UTARA
NOMOR ….. TAHUN …....
TENTANG
PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP
I.
UMUM
1. Undang-undang
undang
Nomor 32 Tahhun 2009 menyatakan bahwa
pemerintah
daerah
sesuai
kewenangannya
berkewajiban
mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup. Instrumen
lingkungan hidup yang memungkinkan dikembangkan berdasarkan
situasional masyarakat local adalah jasa lingkungan.
2. Sumber daya alam memiliki keterbatasan dan selama ini
pemanfaatannya telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan,
ketimpangan struktur penguasaaan, pemi
pemilikan
likan dan penggunaan,
berkurangnya daya dukung lingkungan, peningkatan konflik dan
kurang diperhatikannya kepentingan masyarakat adat/lokal dan
kelompok masyarakat rentan lainnya. Oleh sebab itu, kebijakan
pemerintah/ pemerintah daerah harus diarahkan untu
untuk
k menciptakan
situasi yang kondusif bagi semua pemangku kepentingan untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berdaya guna,
serta menjamin
keberlanjutan ((sustainability)) fungsi sumber daya
alam. Kebijakan pemerintah / pemerintah daerah h
hendaknya
endaknya juga
mengarah pada penyelesaian konflik secara adil, bukan hanya pada
aspek legal-formil
formil tetapi juga meliputi perlindungan terhadap hak-hak
hak
ekonomi social dan budaya ((ecosoc rights).
3. Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berdaya
guna, dan menjamin keberlanjutan fungsi sumber daya alam, tentu
tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah/ pemerintah daerah sendiri.
Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kerjasama para pemangku
kepentingan. Untuk itu kepentingan
kepentingan-kepentingan
kepentingan suatu pihak harus
dihormati oleh pemangku pihak lainnya. Dalam hal pengelolaan air
bersih misalnya, masyarakat hulu yang bertanggungjawab menjaga
sumber-sumber
sumber air, akan lebih mudah diajak bekerjasama bilamana
masyarakat hilir yang menjadi konsumen air bersih menghormati
menghor
kepentingan-kepentingan
kepentingan masyarakat hulu dan ikut bertanggungjawab
dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat hulu tersebut.
4. Imbalan/kompensasi jasa lingkungan didasarkan pada pemikiran
bahwa suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
mengelola
la sumber daya alam memberikan nilai positif (jasa
lingkungan) yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat lain.
Akan tetapi kelompok lain tersebut tidak memahami atau tidak
menghargai jasa lingkungan tersebut. Kelompok lain tersebut sering
menikmati jasa
sa lingkungan itu secara gratis. Sebagai contoh,
hubungan antara daerah hulu dan hilir dalam fungsi DAS. Daerah hulu
merupakan suatu ekosistem alam sebagai reservoir besar yang dapat
menampung air hujan, menyaring air hujan tersebut dan kemudian
melepaskannya
nya secara bertahap sehingga air tersebut bermanfaat
bagi manusia. Bila daerah hulu rusak, maka terjadilah banjir dan
penurunan kualitas air yang pada gilirannya mengancam kehidupan
masyarakat hilir. Oleh sebab itu masyarakat hilir seyogyanya ikut
bertanggungjawab
ungjawab terhadap pengelolaan sda di daerah hulu.
5. Masyarakat yang tinggal di hutan merupakan salah satu kelompok
miskin terbesar di Indonesia. Di luar Jawa, kebanyakan masyarakat
pedesaan tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan. Sekitar 48,8
juta orang
rang tinggal pada lahan yang diklaim sebagai hutan negara dan
sekitar 10,2 juta di antaranya dianggap miskin. Selain itu ada 20 juta
orang yang tinggal di desa
desa-desa
desa dekat hutan dan enam juta orang di
antaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan.
Masyarakat yang tinggal di hutan cenderung miskin secara menahun.
Kurangnya prasarana, sulitnya komunikasi dan jauhnya jarak hutan
dari pasar, sarana kesehatan dan pendidikan sangat membatasi
pilihan sumber penghidupan. Akibatnya, sulit bagi masyarakat
masyar
miskin
di hutan untuk dapat keluar dari kemiskinan. Lagi pula biaya
penyediaan pelayanan pemerintah bagi daerah
daerah-daerah
daerah terpencil
sangat tinggi. Hutan merupakan sumber daya penting bagi orang
miskin. Hutan mutlak diperlukan sebagai sumber pangan, bahan
bangunan dan bahan lain bagi rumah tangga termiskin di kawasan
hutan. Hutan memungkinkan peladang mempertahankan kesuburan
tanah dan pengendalian gulma yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Hutan merupakan jaring pengaman ekonomi
ketika panen g
gagal
agal atau pekerjaan upahan tidak ada. Bagi banyak
keluarga, berjual hasil hutan dan hasil wanatani (agroforest)
merupakan sumber uang utama untuk dapat membiayai sarana
produksi pertanian, sekolah dan kesehatan. Indonesia adalah salah
satu dari 70 negara yang sepakat menjadikan pengentasan
kemiskinan sebagai prioritas kebijakan utama melalui Strategi
Penanggulangan Kemiskinan. Oleh sebab itu maka sudah
sepantasnya bila pemerintah Indonesia membuat kebijakan-kebijakan
kebijakan
yang progresif yang berkaitan dengan pe
peningkatan
ningkatan kesejahteraan
masyarakat yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Pemenuhan hak
hak-hak
hak dasar masyarakat tersebut akan berpengaruh
positif terhadap kondisi ekosistem hutan.
II. PASAL-PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Pemberian kompensasi jasa lingkungan dilakukan kepada
mereka yang berjasa dan memfasilitasi ketersediaan jasa
lingkungan akan mendorong rehabilitasi lingkungan hidup.
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Audit Lingkungan dalam peraturan daerah ini bertujuan
bertuju
untuk
(a) mengevaluasi diterapkannya peraturan daerah pengelolaan
jasa lingkungan, (b) mengevaluasi resiko lingkungan, (c)
mengevaluasi fasilitas pengelolaan untuk meningkatkan kinerja,
(d) mengidentifikasi peluang pengurangan limbah, (e)
mengidentifika
mengidentifikasi
si potensi penyelamatan dana, (f) menunjukkan
men
cara kerja yang baik, dan (g) meningkatkan citra terhadap public.
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Download