NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DAS DAS ASAHAN TOBA Robert Tua Siregar, Ph.D Lokal Consultant Payment for Environmental Services (PES) Project SCBFWM – Regional North Sumatera, 2013 PROJECT SCBFWM REGIONAL SUMATERA UTARA 2012 NASKAH AKADEMIK PERATURAN PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DAS ASAHAN TOBA PROVINSI SUMATERA UTARA Cost Sharing : - BP DAS Asahan Barumun - Private Sector (PT. Inalum, PT. TPL, PT. Aqua Farm, PHRI, dll - SKPD Kabupaten Toba Samosir Didukung Pendanaan : GEF – UNDP Melalui Project : SCBFWM Robert Tua Siregar, Ph.D Lokal Consultant Payment for Environmental Services (PES) Development Plan Policy Specialist Pascasarjana Program Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Simalungun,, Pematangsiantar E-mail: mail: [email protected] Project SCBFWM – Regional North Sumatera, 2013 Publikasi ini terlaksana atas dana dari Proyek Strengthening Community Based Forest and Watershed Management (SCBFWM) Regional Sumatera Utara, 2013 Semua dokumentasi dan foto dalam publikasi ini adalah hak penulis kecuali disebutkan sumber lain. PROJECT SCBFWM REGIONAL SUMATERA UTARA 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Laporan Akhir “Penyusunan Naskah Akademik dan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan” dapat diselesaikan. Naskah akademik ini telah memadukan kajian konseptual dari berbagai pemahaman mengenai tata kelola lingkungan hidup, Payment for Environmental Services (PES) yang diartikan sebagai imbal jasa lingkungan dengan berpedoman pada tata cara pembuatan peraturan perundang--undangan yang berlaku di Negara egara Republik Indonesia. Harapan kami, mudah mudah-mudahan mudahan kajian ini dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan yang objektif, ilmiah dan rasional dalam menyusun peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup. Pada kesempata kesempatan n ini, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak pemberi dana dalam hal ini. Departemen Kehutanan RI, UNDP, GEF, Kepala BP DAS Asahan Barumun, Community Based Organization (CBO) bersama SCBFWM atas kepercayaan, dukungan dan masukan yang konstruktif terhadap p penyusunan laporan ini. Secara khusus ucapan terimakasih kami kepada Jajaran SKPD pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas penyediaan data/informasi, masukan dan saran saran-saran saran konstruktif sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Demikian naskah akademik ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Pematang Siantar, Juli 2013 Robert Tua Siregar Local Consultant PES SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA Kami menyambut baik adanya naskah Akademik ini menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup sebagai salah satu instrumen regulasi dibidang lingkungan hidup. Kami menyadari wilayah Prov Provinsi insi Sumatera Utara memiliki banyak kekayaan lingkungan hidup berupa keragaman ekosistem yang merupakan sumber daya potensial, patut disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk kepentingan umum. Daerah Tangkapan Air sekaligus Daerah Aliran Sungai baik untuk Danau anau Toba maupun daerah pantai Timur Sumatera Utara, sehingga pengelola DAS yang merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu perlu mendapat perhatian lebih serius. Naskah akademik ini memiliki nilai yang penting dalam menambah refrensi si untuk argumentasi penyusunan peraturan daerah tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup secara terpadu sehingga dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatannya. Akhirnya saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada Kepala BP DAS Asahan Barumun dan SCBFWM Regional Sumatera Utara yang telah memberi tambahan referensi dalam pengelolaan jasa lingkungan dalam bentuk penyusunan peraturan. Medan, Juli 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAAERAH Provinsi Sumatera Utara Dto, Ir. RIADIL AKHIR, M.Si. NIP:19670717 199203 1 002. SAMBUTAN KEPALA B Balai Pengelolaan DAS ASAHAN BARUMUN Pengelolaan elolaan DAS di wilayah DAS Asahan Toba Provinsi Sumatera Utara dalam kebijakan regulasi tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan jasa lingkungan meski dapat dipahami bahwa permasalahan degradasi lingkungan hidup didominasi oleh deforestasi dan berbagai permasalahan perm dalam lingkup DAS. Naskah akademik ini telah memadukan kajian konseptual dari berbagai pemahaman ekosistem dan dituangkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan yang komprihensip. Efisiensi ensi dan efektifitas pengelolaan DAS yang merupakan bagian dari pengelolaan jasa lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam juga memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan kebijakan pembayaran yang partisipatif dan berkelanjutan dengan tetap memberi kes kesempatan empatan kepada kelangsungan hidup dengan jalan meningkatkan dan melestarikan fungsifungsi fungsi ekosistem. Kita berharap naskah akademik ini dapat membantu sebagai sumbangan pikiran berdasarkan kajian ilmiah mendukung optimalisasi penyusunan peraturan daerah ttentang entang jasa lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara. Akhirnya saya menyampaikan Aepresiasi dan ucapan terimakasih kepada SCBFWM beserta Tim, jajaran SKPD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan semua pihak yang telah berpartisipasi hingga naskah akademikk ini dapat diterbitkan. Pematang Siantar, KEPALA BALAI Juli 2013 Ir. Rukma Dayadi, M.Si NIP. 19671013 199303 1 003 SEKAPUR SIRIH REGIONAL FASILITATOR SCBFWM Regional Sumatera Utara Penyusunan naskah akademik Pengelolaan Jasa Lingkugan Provinsi Sumatera Utara adalah merupakan satu bagian rencana kerja yang dibebankan dalam poject SCBFWM di DAS Asahan Toba Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Naskah akademik ini merupakan kajian yang memadukan berbagai pemahaman tata tata-tata kelola DAS, lingkungan hidup up dalam arti luas, pengelolaan jasa lingkungan, serta penyusunan draf Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan. Diharapkan naskah akademik ini dapat bermanfaat menjadi masukan atau tambahan refrensi bagi peme pemerintah rintah Provinsi Sumatera Utara untuk pengelolaan DAS secara khusus dan lingkungan hidup secara umum terutama dalam penyusunan peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup. Akhirnya saya mengucapkan terimakasih kepada konsultan lokal berserta semua pihak yang telah turut berpartisipasi sehingga naskah akademik ini dapat diterbitkan. Pematang Siantar, Juli 2013 SCBFWM Regional Sumatera Utara Ir. M. KHAIRUL RIZAL, M.Si Regional Fasilitator DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................ ...................................................................................... ...................... i SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA.................................................... .................... ii SAMBUTAN KEPALA BP DAS ASAHAN BARUMUN ................................. ................................ iii SEKAPUR SIRIH REGIONAL FASILITATOR SCBFWM REGIONAL SUMATERA UTARA ................................ ...................................................................................... ...................... iv DAFTAR ISI ................................ ................................................................................................ .................................. v DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... ................... viii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................ .......................................... I-1 1.2 Tujuan dan Sasaran ................................................................ .................................. I-4 1.3 Ruang Lingkup ................................................................ .......................................... I-4 KAJIAN TEORITIS 2.1 Pandangan Terhadap Lingkungan Hidup .................................. ................................ II-1 2.2 Sumber Daya Hutan ................................................................ .................................. II-2 2.3 Sumber Daya Air ................................................................ ....................................... II-6 2.3.1 Sumber Air Tawar ........................................................... ........................... II-7 2.3.1.1 Air Permukaan................................................... ................... II-7 2.3.1.2 Aliran Sungai Bawah Tanah .............................. II-7 2.3.1.3 Air Tanah........................................................... ........................... II-8 2.3.1.4 Desalinasi.......................................................... .......................... II-8 2.3.1.5 Air Beku............................................................. ............................. II-7 2.3.2 Penggunaan Air Tawar ................................................... ................... II-9 2.3.2.1 Pertanian ........................................................... ........................... II-9 2.3.2.2 Industri .............................................................. .............................. II-10 2.3.2.3 Rumah Tangga / PDAM .................................... ................................ II-10 2.3.2.4 Rekreasi ........................................................... ........................... II-11 2.3.2.5 Lingkungan dan Ekologi .................................... ................................ II-11 BAB III TELAAHAN AKADEMIK 3.1 Kajian Filosofis ................................................................ .......................................... III-1 3.2 Kajian Yuridis Normatif .............................................................. .............................. III-3 2.3 Kajian Sosiologis ................................................................ ....................................... III-5 3.4 Kajian Yuridis Komparasi (Perbandingan) ................................. ................................ III-7 BAB IV URGENSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN 4.1 Landasan Pemikiran dan Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Provinsi Sumatera Utara ................................................................ ......................................... IV-1 4.2 Manfaat dan Konsekuensi Keberadaan Peraturan Daerah tentang Pengelola Pengelolaan Jasa Lingkungan ..................................... ................................ BAB V IV-2 POKOK-POKOK POKOK MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN 5.1 Konsideran ................................................................ ................................................ V-1 5.2 Dasar Hukum ................................................................ ............................................ V-3 5.3 Ketentuan Umum ................................................................ ...................................... V-6 5.4 Materi yang diatur ................................................................ ...................................... V-10 5.5 Ketentuan Penutup ................................................................ .................................... V-13 5.6 Penutup ..................................................................................... ..................... V-14 5.7 Penjelasan................................................................ ................................................. V-15 5.8 Lampiran ................................................................................... ................... V-16 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan................................................................ ................................................ VI-1 6.2 Saran ................................ ........................................................................................ ........................ VI-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DRAF RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR ….…. TAHUN PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP ……. TENTANG DAFTAR SINGKATAN APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Asita Assosiation of The Indonesia Tour & Travel Agencies Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BLU Badan Layanan Umum BPDAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai CBO Community Based Organization CD Community Developmen CSR Corporiate Social Responsibilities DAK Dana Alokasi Khusus DAS Daerah Aliran Sungai DAU Dana Alokasi Umum DPR Dewan Perwakilan Rakyat DTA Daerah Tangkapan Air EPI Environmental Pervormance Index GEF Global Enviroment Facility HKm Hutan Kemasyarakatan ICRAF International Council for Agriforestry IMP Institusi Multipihak LLASDF Lalu Lintas Air Sungai Danau dan Ferry LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MEA Millenium Ecosystem Assessment Monev Monitoring dan Evaluasi MoU Memorandum of Understanding NET Nilai Ekonomi Total NGO Non Goverment Organization PDAM Perusahaan Daerah Air Minum PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto Perda Peraturan Daerah PES Payment for Environmental Services PHRI Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia PJL Pembayaran Jasa Lingkungan PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air PMA Penanaman Modal Asing PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri PPLH Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PSDA Pelestarian Sumber Daya Alam PT Perseroran Terbatas RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RUPES Rewards for Upland Poor Enviromental Services SCBFWM Strengthening Community Based Forest and Watershed Management Project SDH Sumber Daya Hutan SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah UNDP United Nations Development Programme USAID United States Agency for International Development WTA Willingness to Aecept WTP Willingnes to Pay WWF World Widife Fund BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan DAS memerlukan asas legalitas yang kuat dan mengikat bagi instansi terkait dalam berkoordinasi dan merencanakan kebijakan pengelolaan DAS (Irwanto, 2006), Pembuatan Peraturan Peraturan-peraturan peraturan yang mengikat seluruh lapisan masyarakat yang a ada da dalam kawasan, maupun yang akan masuk serta peraturan menyangkut bagaimana menjaga kawasan agar tetap lestari. Persoalan pembangunan kehutanan di Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan besar yaitu hancurnya basis basis-basis basis SDA dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar hutan. Berdasarkan data kuantitas (luas), luas kawasan hutan di Indonesia seluas 133.69 juta Ha (Menhut). Dalam statistik kehutanan Indonesia 2007 disebut bahwa laju kerusakan hutan/deforestasi berdasarkan Citra Spot Vege Vegetation tation dalam kurun waktu tahun 2000 – 2005 rata-rata rata sebesar 1,08 juta Ha per tahun. Kerusakan sumber daya hutan yang terjadi saat ini tidak saja pada hutan produksi, tetapi secara signifikasi telah menyeluruh pada hutan lindung dan hutan konservasi. Berda Berdasarkan sarkan hasil penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+, kondisi penutupan lahan pada kawasan hutan sebesar 64% atau seluas 85,96 juta ha berupa areal berhutan, sebesar 29% atau seluas 39,09 juta ha berupa areal tidak berhutan dan 7% tidak teridentifikasi. Dalam lingkungan global, kondisi hutan di Indonesia tidak dapat lepas dari lingkungan dunia. Isu Isu-isu isu internasional yang saat ini semakin gencar seperti Climate Chan nge, Global Warning, pengangguran dan kemiskinan juga harus menjadi perhatian yang serius dal dalam am pengelolaan hutan dan kehutanan di Indonesia. Sejak tahun 1850, dua belas tahun terakhir merupakan tahun-tahun tahun terhangat dalam temperatur permukaan. Tingkat pemanasan rata-rata rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratuss tahun terakhir. Temperatur rata rata-rata rata global naik sebesar 0,740C selama selama abad ke 20. Dampak dari terjadinya Climate Change Cha akibat Global Warning seperti jumlah karbon dioksida di udara semakin meningkat, distribusi air tidak merata, gletser di kutub mencair, kenaikan permukaan laut, berkurangnya luas daratan akibat hilangnya pulau-pulau pulau kecil. (Dirjen RLPS, 2009). Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS adalah belum mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif. Gejala umum yang timbul dari kondisi ini antara lain : 1. Masyarakat dalam DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan subjek pembangunan; 2. Manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh elit elit-elit elit tertentu dan belum terdistribusi secara merata; 3. Masyarakat masih ih menjadi bagian terpisah ((eksternal)) dari ekosistem DAS; 5. Belum terwujudnya sharing antara hulu dan hilir secara menyeluruh. Pengelolaan DAS adalah merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan hidup dalam arti luas. Pengelolaan lingkungan hidup sebagai seba usaha sadar untuk memelihara dan atau melestarikan serta memperbaiki mutu lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebaik-baiknya. sebaik Pengelolaan lingkungan hidup mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beragam. Secara garis besar ada e empat mpat lingkup pengelolaan lingkungan hidup menurut Otto Sumarwoto meliputi : a. Pengelolaan lingkungan secara rutin b. Perencanaan dini dalam pengelolaan lingkungan suatu daerah yang meliputi dasar atau tuntunan bagi perencanaan pembangunan c. Perencanaan p pengelolaan engelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan karena alamiah maupun ulah manusia. Manusia secara rutin mengolah lingkungannya, yang dilaksanakan oleh masyarakat sehari sehari-hari, hari, misalnya membuang sampah, penyaluran limbah rumah tangga, mengolah tanah, pengairan sawah, memberantas hama, penyakit, menebang pohon dan lain sebagainya. Walaupun kegiatan pengelolaan secara rutin namun kegiatan ini sering tidak disebut sebagai kegiatan pengelolaan rutin. Imbal jasa lingkungan atau Pa Payments yments for Environmetal Services (PES) merupakan isu yang relatif baru dalam regulasi lingkungan di Indonesia. Di Indonesia isu PES masih sedikit didiskusikan. Di dunia sekarang ini Isu PES mengemuka sejalan dengan keperdulian untuk penyelamatan lingkungan secara menyeluruh. Dalam perkembangannya, regulasi tentang PES di Indonesia belum mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Kalaupun ada regulasi sifatnya hanya sektoral dan tidak konprehensip. Sehubungan dengan itu, kebutuhan regulasi ttentang entang jasa lingkungan dan imbal jasa lingkungan (PES) adalah untuk memberi landasan hukum bagi terciptanya mekanisme imbal/insentif/kompensasi ekonomis diantara penyedia (providers) dan pengguna (users) jasa lingkungan. Khususnya di Provinsi Sumatera Ut Utara ara Isu PES masih sangat baru, walaupun dalam prakteknya jasa lingkungan telah banyak dimanfaatkan menjadi potensi ekonomi belum dapat dinilai harganya seperti pemanfaatan air untuk PLTA Sigura Sigura-gura, gura, Tangga, Asahan I dan Asahan II dengan kapasitas tidak kurang rang dari 10.000 Mw, Pemurnian Aluminium oleh PT. Inalum, Irigasi, PDAM, Lanskape Beauty, transportasi air, ekotourism dan manfaat Danau Toba. Imbal jasa lingkungan yang diterima oleh Provinsi Sumatera Utara yang diterima dari User yakni Annual Fee PT. IInalum, nalum, PBB dari Otorita Asahan, dan Community Developmen (CD) PT. Toba Pulp Lestari dinilai belum sebanding dengan jasa lingkungan yang telah dimanfaatkan. Untuk itu diperlukan regulasi yang dipahami dan disepakati bersama dalam bentuk PES yang dituangkan dan Peraturan Daerah dan kontrak kerjasama. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup adalah : a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; b. Menumbuhkan tanggung jawab dan kerjasama multipihak dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah; c. Mengembangkan instrumen ekonomi lingkungan hidup/sumber daya alam di daerah. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup bahasan naskah akademik selanjutnya akan dituangkan dalam peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan adalah : a. Perencanaan; b. Pemanfaatan; c. Pengendalian; d. Pengembangan; e. Pemeliharaan; f. Pengawasan dan g. Penegakan Hukum. BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pandangan Terhadap Lingkungan Hidup Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, energi surya, air, mineral serta flora dan fauna yang tumbuh diatasnya maupun didalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan tersebut. Lingkungan merupakan sumber penghasil setiap hal yang dibutuhkan manusia untuk menunjang kebutuhan hidup dan sebagai tempat berkembang biak daripada mahluk hidup terutama manusia. Manusia di dalam lingkungan hanya sebagai satu lapisan. Menurut Survey Environmental Performance Index (EPI) 2008 dari Universitas Yale, Indonesia berada diurutan 102 dari 149 neg negara ara yang berwawasan lingkungan. Malaysia berada pada urutan ke 26. Ada tiga teori tentang eksistensi lingkungan terhadap manusia : a. Antroposentrisme, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, segala keputusan bijak yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya. Alam dipandang hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pencapaian tujuan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Panda Pandangan ngan ini dianggap bersifat egois karena hanya mengutamakan kepentingan manusia sebagai etika lingkungan yang dangkal dan sempit. b. Biosentrisme, adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang memulai nilai didalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan ke manusia. Dengan demikian biosentrisme menolak pandangan Antroposentrisme yang menyatakan hanya manusia yang mempunyai nilai didalam dirinya sendiri. Teori ini berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia. Biosentrisme berpandangan moralitas moralita pada kehidupan. Setiap kehidupan harus dibela dan dilindungi karena mempunyai nilai moral yang sama, lepas dari pertimbangan laba rugi secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk lainnya. c. Ekosentrisme, adalah suatu pandangan atas pemahaman bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun benda benda-benda benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air sungai yang termasuk abiotik sangat menentukan bagi kehidupan didalamnya. Udara sangat menentukan bagi kelangsungan hidup. Ekosentrisme memusatkan perha perhatian tian terhadap semua kehidupan di bumi, bukan hanya demi kepentingan jangka pendek, melainkan demi kepentingan jangka panjang. 2.2 Sumber Daya Hutan Hutan adalah suatu kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan Kawasan-kawasan an semacam ini terdapat di wilayah-wilayah wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbondioksida (C02), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestarian tanah dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan merupakan bentuk kehidupan yang terbesar di dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun di daerah dingin, di dataran rendah maupun di pengunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Suatu kumpulan pohon dianggap hutan jika mampu menci menciptakan ptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah diluarnya. Sebagai suatu ekosistem hutan tidak hanya menyimpan sumber daya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masy masyarakat arakat melalui budidaya pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timb timbulnya ulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga sekecil sekecil-kecilnya), kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup termasuk bagian-bagian bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan. macam hutan Macam-macam Rimbawan imbawan berusaha menggolong menggolong-golongkan golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing masing-masing. masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengamati sifat khas hutan guna memudahkan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang. Pembedaan jenis-jenis jenis hutan : a. Menurut Asal - Hutan yang berasal dari biji disebut hutan tinggi - Hutan yang berasal dari tunas disebut hutan rendah - Hutan campuran disebut hutan sedang - Hutan perawan merupakan hutan asli - Hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh kembali secara alami b. Berdasarkan Letak Geografis - Hutan tropika di daerah Khatulistiwa - Hutan temperate di daerah empat musim (23.50 – 660) - Hutan boreal di daerah lingkaran kutub c. Berdasarkan Sifat--sifat Musimnya - Hutan hujan (rain rain forest forest) dengan banyak musim hujan - Hutan selalu hujan ((evergreen forest) - Hutan musim atau hutan gugur daun ((deciduous forest) - Hutan sabarna ((savannah forest) di tempat-tempat tempat yang musim kemaraunya panjang d. Berdasarkan Ketinggian Tempatnya - Hutan pantai - Hutan dataran rendah - Hutan pegunungan bawah - Hutan pegunungan atas - Hutan kabut - Hutan elfin e. Berdasarkan Keadaan Tanahnya - Hutan rawa air tawar atau hutan rawa - Hutan rawa gambut - Hutan rawa bakau - Hutan kerangas - Hutan tanah kapur f. Berdasarkan sifat--sifat pembuatannya - Hutan alam (natural natural forest forest) - Hutan buatan ((man made forest), misalnya : o Hutan rakyat ((community forest) o Hutan kota ((urban forest) o Hutan tanaman industri ((timber estate atau timber plantation) plantation dan lain--lain Menurut Undang Undang-undang undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok kehutanan disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya hutan (negara) dibedakan menjadi : a. Hutan Lindung, yaitu kawasan yang karena keadaan sifat alamnya dipermukaan guna mengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah seperti taman nasional, cagar alam dan suaka alam. b. Hutan Produksi, yaitu kawasan yang diperuntukkan untuk produksi hasil hutan dalam rangka memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya khususnya untuk keperluan industry dan ekspor. c. Hutan suaka alam, yaitu kawasan hutan karena sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati Pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia usia secara maksimal. Pada waktu manusia belum mengenal hubungan komersial secara luas, hutan dimanfaatkan sebagai tempat mengambil bahan makanan nabati maupun hewani dan tempat mengambil kayu untuk membuat rumah tempat tinggal dan sumber energy. Hutan juga jug sering ditebang untuk memperluas tempat pemukiman, lahan pertanian atau mengamankan wilayah dari gangguan binatang buas (Simon dalam Isrowikal, 2003). Arifin (dalam Isrowikal, 2003) menyebutkan bahwa dalam pembangunan kehutanan memerlukan suatu kebijak kebijakan an yaitu pengelolaan yang dikaitkan dengan hukum atau perundang perundang-undangan undangan yang tidak lepas dari sudut ilmu-ilmu ilmu lainnya. Kebijakan pengelolaan hutan tersebut dapat dilakukan dengan : a. Pemanfaatan kawasan hutan tetap b. Peningkatan mutu dan produktivitas kawasan hutan negara dan hutan rakyat agar penghasilan negara dan rakyat meningkat c. Peningkatan efisiensi dan produktivitas pengelolaan hasil hutan d. Peningkatan peran serta masyarakat e. Pelestarian hutan sebagai perlindungan dan ekosistem f. Penanggulangan kemiskinan ma masyarakat syarakat yang berada di dalam dan disekitar hutan g. Peningkatan pengawasan pembangunan kehutanan 2.3 Sumber Daya Air Sumber daya air adalah sumber daya berupa air (H20) yang berguna atau potensial bagi manusia, kegunaan air meliputi penggunaan bidang pertanian, nian, industri, rumah tangga, rekreasi dan aktivitas lingkungan. Seluruh manusia membutuhkan air tawar. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari dua pertiga bagian berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar awar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada diatas permukaan dan di udara. Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebi melebihi hi suplai di beberapa bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih. Perhatian terhadap kepentingan global dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak ak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersamaan dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat disbanding dengan ekosistem laut ataupun darat. 2.3.1 Sumber Air Tawar 2.3.1.1. Air Permukaan Air Permukaan adalah air yang terdapat di sungai atau rawa air tawar. Air permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang akibat aliran menuju lautan penguapan dan penyerapan menuju ke bawah permukaan. Satu Satu-satunya satunya sumber alami air permukaan adalah presipitasi dalam area tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem tergantung pada banyak faktor yakni kapasitas danau, rawa dan reservoir buatan, perlu rehabilitas tanah dibawah reservoir reservoir,, karakteristik aliran pada area tangkapan air, kecepatan waktu presipitan dan rata rata-rata rata evaporasi setempat. Perairan permukaan alami dapat ditambahkan dengan mengambil air permukaan dari areal tangkapan hujan lainnya dengan kanal atau sistem perpipaan. Manusia dapat juga menyebabkan hilangnya sumber air permukaan dengan menjadikannya tidak lagi berguna misalnya dengan cara polusi. Brazil adalah Negara yang diperkirakan memiliki suplai air tawar terbesar di dunia, menyusul Rusia, Kanada dan Indonesia. 2.3.1.2. Aliran Sungai Bawah Tanah Total volum air yang dialirkan menuju lautan dapat berupa kombinasi aliran air yang dapat terikat dari aliran air yang cukup besar dibawah permukaan melalui bebatuan dan lapisan bawah tanah yang disebut zona hiporerik (hyporheic porheic zone zone). Untuk beberapa sungai di lembah-lembah lembah besar, komponen aliran yang “tidak terlihat” mungkin cukup besar dan melebihi aliran permukaan dengan perairan sub permukaan dengan saling memberi ketika salah satu bagian kekurangan air. Hal ini teruta terutama ma terjadi di area Karst dimana lubang tempat terbentuknya hubungan antara sungai bawah tanah dan sungai permukaan cukup banyak. 2.3.1.3. Air Tanah Air tanah adalah air tawar yang terletak di ruang pori pori-pori pori antara tanah dan bebatuan dalam. Air tanah jug juga a berarti air yang mengalir di lapisan aquifer di bawah water table. Input alami dari air tanah adalah serapan dari air permukaan, terutama wilayah tangkapan air hujan. Sedangkan out put alaminya adalah mata air dan serapan menuju lautan. Air tanah mengalami mengala ancaman berarti menghadapi penggunaan berlebihan, misalnya untuk mengairi pertanian dan sumur bor. Penggunaan berlebihan di area pantai dapat menyebabkan mengalirnya air laut menuju sistem air tanah, menyebabkan air tanah dan tanah diatasnya menjadi asi asin n (instruksi air laut). 2.3.1.4. Desalinasi Adalah proses buatan untuk mengobah air asin menjadi air tawar. Proses desalinasi yang paling umum adalah desalinasi dan osmotis terbaik. Desalinasi saat ini cukup mahal jika dibandingkan dengan mengambil langsung gsung dari sumber air tawar. 2.3.1.5. Air Beku Es yang membeku di kutub dan glasier berpotensi untuk dijadikan sumber air tawar karena dua pertiga air tawar dunia berada dalam bentuk es. Beberapa skema telah diajukan untuk menjadikan gunung es manjadi sumber umber air. Himalaya “atap dunia” mengandung glasier dan es dalam jumlah besar diluar wilayah kutub dan menjadi sumber air sepuluh sungai besar di Asia yang menghidupi milyaradan manusia. Masalah yang terjadi saat ini adalah peningkatan temperature dunia ya yang ng cukup cepat. Nepal saat ini mengalami peningkatan temperature rata rata-rata sebesar 0,60C selama sepuluh tahun terakhir. 2.3.2. Penggunaan Air Tawar Penggunaan air tawar dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non konsumtif. Air dikatakan diguna konsumtif jika tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya misalnya irigasi (dimana penguapan dan penyeraban kedalam tanah serta penyeraban oleh tanaman dan hutan terjadi dalam jumlah yang cukup besar). Jika air yang digunakan tidak mengalami engalami kehilangan dan dapat segera dikembalikan kepada sistem perairan permukaan, maka dikatakan air digunakan secara non konsumtif misalnya air untuk PLTA, pendingin mesin dan lain-lain. lain Berikut ini diuraikan penggunaan air tawar di dunia. 2.3.2.1. Pertanian Diperkirakan 69% penggunaan air diseluruh dunia untuk irigasi. Dibeberapa wilayah air digunakan terhadap semua tanaman. Sedangkan dibeberapa wilayah hanya untuk pertanian yang menguntungkan atau meningkatkan hasil. Berbagai metode irigasi melibat melibatkan kan perhitungan antara hasil pertanian, konsumsi air, biaya produksi, penggunaan peralatan dan bangunan. Berbagai metoda irigasi tetap dipelajari untuk mendapatkan pola penggunaan air yang lebih efisien. Metode iritasi seperti irigasi beralur (furrow) dan sprinkler umumnya tidak terlalu mahal namun kurang efisien. Metode irigasi lainnya seperti irigasi tetes, irigasi banjir dan sistem sprinkler dimana sprinkler dioperasikan dekat dengan tanah, dikatakan lebih efisien dan meminimalisasikan aliran permukaan d dan an penguapan meski lebih mahal. Saat populasi dunia meningkat dan permintaan terhadap bahan-bahan bahan pangan juga meningkat dengan suplai air yang tetap, terdapat dorongan untuk mempelajari bagaimana memproduksi bahan pangan dengan sedikit air, melalui peningkatan gkatan metode dan teknologi irigasi, manajemen air pertanian dan pemantauan air. 2.3.2.2. Industri Diperkirakan 15% air tawar diseluruh dunia digunakan untuk industry. Banyak penggunaan industry yang menggunakan air termasuk pembangkit listrik yang menggunakan gunakan air untuk pendingin mesin atau sumber energy, pemurnian bahan tambang dan minyak bumi yang menggunakan air untuk proses kimia, hingga industry manufaktur air untuk proses kimia, hingga industry manufaktur yang menggunakan air sebagai pelarut. Porsi penggunaan air untuk industri bervariasi disetiap negara, namun selalu lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan untuk pertanian. Penggunaan industrial lainnya adalah turbin uap dan penukar panas, juga sebagai pelarut bahan kimia. Keluarnya air d dari ari industri tanpa dilakukan pengolahan lebih dahulu disebut polusi.. Polusi meliputi pelepasan larutan kimia (polusi kimia) atau pelepasan air sisa penukaran panas (polusi termal). Industry membutuhkan air murni untuk berbagai aplikasi dan menggunakan berbagai agai teknik pemurnian untuk suplai air maupun limbahnya. 2.3.2.3. Rumah Tangga / PDAM Diperkirakan 15% penggunaan air tawar diseluruh dunia adalah untuk rumah tangga, baik yang diambil sendiri dari sumber mata air ataupun yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. Hal ini meliputi air minum, mandi, memasak, sanitasi dan berkebun berkebun.. Kebutuhan air minimum menurut Peter Gleick adalah sekotar 50 liter per individu per hari. Air minum haruslah air yang berkualitas tinggi sehingga dapat langsung dikonsumsi tanpa resiko bahaya. Disebagian negara negara-negara negara berkembang, air yang disuplai untuk rumah tangga adalah air minum standar meski dalam proporsi yang sangat kecil digunakan untuk dikonsumsi langsung atau pengolahan makanan. 2.3.2.4. Rekreasi Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untu untuk k rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk reservoir dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang bisa ditampung dalam reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan rekreasi. Pelepasan sejumlah air untuk kebutuhan tuhan arung jeram atau kegiatan sejenis dikatakan sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang) dan air mancur. Penggunaan air untuk kebutuhan rekreasional umumnya non konsumtif, karena rena air yang dilepaskan dapat segera digunakan kembali. 2.3.2.5. Lingkungan dan Ekologi Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk lingkungan ekologi meliputi lahan basah buata buatan, n, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam liar, konservasi satwa air dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu ikan bertelur. Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk lingkungan ekosistem juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun nam juga mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lain di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. BAB III TELAAHAN AKADEMIK 3.1. Kajian Filosofis Undang-undang undang selalu mengandung norma norma-norma norma hukum yang ideal (ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegaran hendak diarahkan. Karena itu undangundang undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita cita-cita cita kolektif yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari sehari-hari hari melalui pelaksanaan undangundang undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu cita-cita cita yang terkandung dalam undang undang-undang undang itu hendaknya mencerminkan cita-cita cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan itu sendiri. Artinya jangan sampai cita cita-cita cita filosofis yang terkandung di dalam undang-undang undang tersebut justru mencerminkan filsafah kehidupan bangsa lain yang tidak cocok dengan cita cita-cita cita filosofis bangsa sendiri. Karena itu, dalam konteks kehidupan bernegara, Pancasila sebagai falsafah harus tercermin dalam pertimbangan--pertimbangan imbangan filosofis yang terkandung didalam setiap undang-undang. undang. Undang Undang-undang undang Republik Indonesia tidak boleh melandasi diri berdasarkan falsafah hidup bangsa dan negara lain. Artinya Pancasila itulah yang menjadi landasan filosofis semua produk undang-undang undang Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945. Setiap masyarakat selalu mempunyai rechtsidee yakni apa yang masyarakat harapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan ketertiban maupun kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh dalam system nilai masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mer mereka eka mengenai hubungan baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan masyarakat dan lain sebagainya termasuk pandangan tentang dunia gaib. Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu. Huk Hukum um diharapkan mencerminkan system nilai baik sebagai sarana yang melindungi nilai nilai-nilai nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat (Bagir Manan, 1992). Menurut Rudolf Stammier, cita hukum konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita cita yang diinginkan masyarkaat. Selanjutnya Gurtav Radbruch seorang ahli filsafat hukum seperti Stammier dari aliran Neo Kantian menyatakan bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolak ukur yang bersifat regulative dan konstruktif. konst Tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya (Esmi Warasih, 2001). Dalam pembentukan peraturan perundang perundang-undangan undangan proses terwujudnya nilai-nilai nilai yang terkandung cita hukum kedalam norma hukum tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan nilai-nilai nilai tersebut oleh para pembentuk peraturan perundang perundang-undangan. undangan. Tiadanya kesadaran akan nilai-nilai nilai tersebut dapat terjadi kesenjangan antara cira hukum dan norma hukum yang dibuat. Oleh karena itu dalam Negara Indonesia yang memiliki cita hukum Pancasila ancasila sekaligus sebagai norma fundamental Negara, maka hendaknya peraturan yang hendak dibuat khususnya. Khususnya Peraturan Daerah DAS Asahan-Toba Toba tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan hidup hendaknya diwarnai dan diakhiri nilai nilai-nilai yang terkandung di dalam cita hukum tersebut. Cita hukum dalam pengelolaan jasa lingkungan diantaranya adalah asas demokrasi ekonomi, keseimbangan, kemanfaatan umum, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas. Asas demokrasi mengandung arti bahwa setiap war warga ga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menggali, memanfaatkan serta mengembangkan potensinya dalam upaya peningkatan ekonomi. Asas Keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan antara fungsi aspek yang saling berkaitan, seperti fungsi soc social ial fungsi lingkungan hidup dan fungsi ekonomi. Asas kemanfaatan umum mengandung pengertian bahwa pengelolaan jasa lingkungan hidup dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesarsebesar besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien. Azas keadilan m mengandung engandung pengertian bahwa pengelolaan jasa lingkungan hidup dilakukan secara serta merta keseluruh lapisan masyarakat khususnya di wilayah DAS Asahan Asahan-Toba, Toba, sehingga setiap warga berhak memperoleh kesempatan dan perlakuan yang sama untuk berperan dalam meningkatkan ingkatkan perekonomian. Azas kemandirian mengandung pengertian bahwa pengelolaan jasa lingkungan hidup dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan para pelaku dan pemangku kepentingan. Azas transparansi dan akuntabilitas mengandung pengertian pengerti bahwa pengelolaan jasa lingkungan hidup dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. 3.2. Kajian Yuridis Normatif Kajian Yuridis Normatif atau penelitian hukum normative disebut juga penelitian doktrin. Pada penelitian hukum sejenis ini h hukum ukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang perundang-undangan undangan (law ( in books)) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Oleh karena itu : pertama,, sebagai sumber datanya mengolah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder atau data tersier. 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan bahan-bahan bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang perundang-undangan. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan penjelasa mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, undang hasil-hasil hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamu kamus (hukum), eksiklopedia. Kedua, karena penelitian hukum normative sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif (skema) dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan kerangka konseptional mutlak dip diperlukan. erlukan. Didalam penyusunan kerangka konsepsional dapat digunakan perumusan perumusan-perumusan perumusan yang terdapat didalam peraturan perundang perundang-undangan undangan yang menjadi dasar penelitian. Ketiga, dalam penelitian hukum normative tidak diperlukan hipotesis, kalaupun ada, hanya hipotesis kerja. Keempat, konservasi dari (hanya) menggunakan data sekunder, maka pada penelitian hukum normative tidak diperlukan sampling, karena data sekunder (sebagai sumber utamanya) memiliki bobot dan kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti deng dengan an data jenis lainnya. Biasanya penyajian data sekaligus dengan analisisnya. Landasan juridis dalam perumusan setiap undang undang-undang undang haruslah ditempatkan pada bagian konsideran “mengingat”. Dalam konsideran mengingat ini harus disusun secara rinci dan tepat (i) ketentuan UUD 1945 yang dijadikan rujukan, termasuk penyebutan pasal dan ayat atau bagian tertentu dari UUD 1945 harus ditentukan secara tepat; (ii) Undang-undang Undang yang dijadikan rujukan dalam membentuk undang undang-undang undang yang bersangkutan, yang harus disebutkan nomornya, judulnya, dan demikian pula dengan nomor dan tahun lembaran negara dan tambahan lembaran negara. Biasanya, penyebutan undang undang-undang undang dalam rangka konsideran ‘mengingat” ini tidak disertai dengan penyebutan nomor pasal ataupun ayat. Penyebutan nyebutan pasal dan ayat hanya berlaku untuk penyebutan undang-undang undang dasar saja. Misalnya, mengingat undang undang-undang undang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang perundang-undangan. undangan. Artinya undangundang undang itu dijadikan dasar yuridis dalam konsideran, men mengingat gingat itu sebagai satu kesatuan sistem norma. 3.3. Kajian Sosiologis Pada kajian hukum atas penelitian hukum yang sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel variabel sosial yang lain. Apabila hukum se sebagai bagai gejala social yang emperis sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab ((indevenden indevenden variable) variable yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (sosio – legal – research). Namun, mun, jika hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat (devenden variabel) yang timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam proses sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologi hukum ((sociology sociology of law). Perbedaan antara penelitian hukum normativ normative e dengan penelitian hukum sosialis, dapat diuraikan karakteristik yang dimiliki oleh penelitian hukum sosiologis; 1. Seperti halnya pada penelitian hukum normative yang (hanya) menggunakan bahan kepustakaan sebagai data sekundernya, maka penelitian hukum yang sosiolis, juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Dengan demikian penelitian hukum yang sosialis tetap bertumpu pada premis normative, berbeda dengan penelitian ilmu-ilmu ilmu sosial yang hendak mengkaji hukum, dimana hukum “ditempatkan” sebagai dependent variable.. Oleh karena itu, premis sosiallah yang menjadi tumpuan. 2. Defenisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan perundangperundang undangan khususnya terhadap penelitian yang hendak meneliti men efektivitas suatu undang undang-undang. 3. Hipotetis kadang kadang-kadang kadang diperlukan, misalnya penelitian yang ingin mencari hubungan (koreksi) antara berbagai gejala atau variabel. 4. Akibat dari jenis datanya (data primer dan data sekunder), maka alat pengumpul datany datanya a terdiri dari studi dokumen, pengamatan (observasi) dan wawancara (interview). Pada penelitian hukum sosiologis selalu diawali dengan studi dokumen, sedangkan pengamatan (observasi), dan wawancara (interview). Pada penelitian hukum sosiologis selalu diawa diawalili dengan studi dokumen, sedangkan pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian yang hendak mencatat atau mendeskripsikan perilaku (hukum) masyarakat. Wawancara (interview) digunakan pada penelitian yang mengetahui misalnya, persepsi, kepercayaan, moti motivasi, vasi, informasi yang sangat pribadi sifatnya. 5. Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti perilaku (hukum) warga masyarakat. Dalam penarikan sampel, hendaknya diperhatikan sifat atau ciri ciri-ciri populasi. 6. Pengolahan datanya dapat dilaku dilakukan kan baik secara kualitatif dan/atau kuantitatif. Akhirnya, kegunaan penelitian hukum sosiologis adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum (law law en for vement vement.. Karena penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahan ermasalahan-permasalahan permasalahan yang ada dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Disamping itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan. perundang Dikaitkan dengan kajian hukum pengelolaan jasa lingkungan di DAS DA AsahanToba maka kajian sosiologis sangat berguna dalam rangka penyusunan suatu peraturan perundang perundang-undangan undangan yang akan mengaturnya, bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam perundang perundang-undangan undangan haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. 3.4. Kajian Yuridis Komparasi (Perbandingan) Dalam kajian komparasi atau penelitian perbandingan hukum, acapkali yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat yang satu dengan sistem hukum masyarakat yang lain, sistem h hukum ukum negara yang satu dengan hukum negara lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan perbedaan masing masing-masing masing sistem hukum yang diteliti. Sebagaimana ditemukan oleh D. Kokkini – Latridou yang menyatakan : “no matter how systematical systematically ly it is carried our, research cannot be described as being “comparative” if it does out give an “explanation” of the similarities and differences”. (Bagaimanapun sistematisnya hal itu dilakukan, suatu penelitian tidak dapat dikatakan sebagai perbandingan jika penelitian tersebut tidak memberikan penjelasan tentang persamaanpersamaan persamaan dan perbedaan perbedaan-perbedaan). (Gunawan, 2003). Jika ditemukan persamaan dari masing masing-masing masing sistem hukum tersebut, dapat dijadikan dasar unifikasi sistem hukum. Pada penyusunan naskah askah akademik dalam kaitannya dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan diperlukan komparasi atau perbadingan dari berbagai negara dan berbagai daerah yang telah lebih dahulu melakukan pengelolaan jasa lingkungan untuk dijadikan dijadika bahan pertimbangan. Apabila sesuai dengan kondisi di Indonesia khususnya di DAS Asahan-Toba, Toba, maka tidak ada salahnya diterapkan disini. BAB IV URGENSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN 4.1 Landasan Pemikiran dan Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Jasa lingkungan adalah suatu produk/stock dari pengelolaan sumber daya alam yang dapat berupa manfaat ma langsung/tangible (seperti air, udara, karbon, dan lain lain-lain) lain) dan tidak langsung/intangible (seperti wisata alam, rekreasi, perlingungan, sistem hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi, banjir, dan lain lain-lain). lain). Provinsi Sumatera Utara karena letak geografisnya berada dipunggung Bukit Barisan, sebagian wilayahnya merupakan DTA Danau Toba dan keseluruhan wilayahnya merupakan DAS bagi daerah Pantai Timur Sumatera Utara dan terdapat satu sungai yang merupakan outlet Danau Toba yaitu Sungai Asahan, menyebabkan daerah ini mempunyai peran penting sebagai Buffer Zone dalam pengelolaan ekosistem lintas wilayah. Beberapa pakar berpendapat permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengelolaan lingkungan adalah permasalahan aspek finansial, manajemen dan regulasi gulasi (hukum). 1. Masalah yang termasuk finansial a. Jasa lingkungan masih dianggap sebagai anugerah alam yang tidak akan habis dan tidak perlu dibayar b. Jasa lingkungan yang dibayar oleh perusahaan besar dalam berbagai bentuk kompensasi dinilai belum sebanding dengan d manfaat jasa yang diperoleh sehingga belum mampu untuk memperbaiki kerusakan lingkungan c. Masyarakat yang berada pada wilayah penyedia jasa lingkungan, khususnya di wilayah DAS umumnya hidup dalam tekanan kemiskinan dan belum merasakan manfaat jasa lin lingkungan gkungan yang dikelolanya. d. Terdapat kesenjangan antara Hulu dan Hilir, baik kesenjangan ekonomi maupun sarana pelayanan umum 2. Masalah yang termasuk dalam manajemen a. Kurangnya pengetahuan dan teknologi b. Kurangnya keterpaduan program lintas sektor dan antar pemangku pema kepentingan c. Keterbatasan dan kekurangan sumber daya manusia 3. Masalah yang termasuk regulasi (hukum) a. Eksistensi hukum adat/kearifan lokal sudah semakin pudar b. Peraturan formal seperti peraturan daerah dan peraturan desa belum dibentuk. 4.2 Manfaat dan Konsekuensi Keberadaan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Salah satu cara untuk menilai urgensi lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan parameter manfaat d dan an konsekuensinya. 1. Manfaat Manfaat dari keberadaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan dapat adalah : a. Memberikan landasan hukum dan sekaligus pedoman bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan semua pemangku kepentingan ntingan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan jasa lingkungan hidup. b. Mendorong agar kegiatan pengelolaan jasa lingkungan hidup yang diselenggarakan bersama oleh dengan pemerintah semua Provinsi pemangku Sumatera kepentingan Utara dapat berlangsung tertib tertib,, terarah, terkoordinasi, bermanfaat dan akutabel. c. Lebih menejamin terciptanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan pengelolaan jasa lingkungan hidup. 2. Konsekuensi Konsekuensi dari keberadaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan JJasa asa Lingkungan Hidup antara lain: a. Menuntut konsistensi dan komitmen bersama yang sungguhsungguh sungguh dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta para pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. b. Menuntut adanya koordinasi yang dilandasi oleh satu kepentingan nasional yang mengesampingkan kepentingan sektoral dimana pengelolaan jasa lingkungan adalah tanggung jawab bersama. c. Menuntut diwujudkannya pengelolaan jasa lingkungan hidup yang terintegrasi dan sinergis. BAB V POKOK-POKOK POKOK MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN 5.1 Konsideran Berdasarkan undang undang-undang undang nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Perundang-undangan, undangan, Konsideran menimbang memuat uraian singkat mengenai pokok pokok-pokok pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang perundang-undangan. undangan. PokokPokok pokok pikiran pada konsideran menimbang memuat unsur atau landasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya pembu (lampiran UU Nomor 10 Tahun 2004). 1. Landasan Filosofis Undang--undangan selalu mengandung norma-norma norma hukum yang ideal (ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara diarahkan. Karena itu, undang-undang undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai nilai-nilai nilai luhur dan filosofi yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari sehari-hari hari melalui pelaksanaan undang-undang undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu citaci cita filosofis yang terkandung dalam undang undang-undang undang itu hendaklah mencerminkan cita cita-cita cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan itu sendiri. 2. Landasan Sosiologis Landasan Sosiologis yaitu bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Karena itu dalam konsideran, harus dirumuskan dengan baik pertimbangan pertimbangan-pertimbangan pertimbangan yang bersifat emperis se sehingga hingga sesuatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang--undang benar-benar benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian norma hukum yang tertuang dalam undang undang-undang undang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik sebaik-baiknya ditengah-tengah tengah masyarakat hukum yang diaturnya. 3. Landasan Yuridis Landasan Yuridis atau normative suatu peraturan atau kaidah itu merupakan bagian dari suatu kaidah hukum tertentu yang didalam kaidah-kaidah kaidah hukum saling menunjukkan yang satu terhadap terh yang lain. Sistem kaidah hukum yang demikian itu terdiri atas suatu keseluruhan hirarki kaidah khusus yang bertumpu pada kaidah hukum umum. Didalamnya kaidah hukum khusus yang lebih rendah di derivasi dari kaidah hukum yang lebih tinggi. Di dalam konsideran yang menimbang dibuat pertimbangan pertimbangan- pertimbangan yang menjadi alasan pokok perlunya pengaturan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. Konsideran ini menimbang dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan an Hidup ini menyatakan : a. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh-sungguh dan konsisten onsisten oleh semua pemangku kepentingan; b. bahwa untuk mempertahankan, meningkatkan dan melestarikan potensi sumber daya alam dan kandungannya perlu dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan dengan mengembangkan pemanfaatan potensi jasa lingkungan secar secara a bijaksana dalam rangka menumbuhkan perekonomian dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomis dan karakteristik sosial budaya masyarakat; c. bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai kewenangan tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan jasa lingkungan sebagai bagian dari komponen ekonomi lingkungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. 5.2 Dasar Hukum Berdasarkan Undang Undang-undang undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang perundang-undangan, undangan, dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang perundang-undangan undangan dan peraturan perundang-undangan undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundangperaturan perundang perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang perundang-undangan undangan yang tingkatanya sama atau lebih tinggi. Landasan hukum pengaturan yang digunakan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang pengelolaan jasa lingkungan hidup yaitu : 1. Undang-undang undang Nomor Undang-Undang Undang Nomor 10 Tahun Ta 1948 tanggal 15 April 1948 , peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya inya Provinsi Sumatera Utara . Undang-Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh. Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 2. Undang-Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang-undang nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang-undang undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan Menjadi Undang Undang-undang undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 4. Undang-Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang-Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Perundang-undangan (Lembaran embaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 7. Undang-Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang-undang undang Nomor 12 Tahun hun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang-Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-undang undang Nomor 17 Tahun 2007 tenta tentang ng Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005 2005-2025 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 9. Undang-undang undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725; 10. Undang-undang undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 11. Undang-Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 12. Undang-undang undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lin Lingkungan gkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 13. Undang-undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran n Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 25, Tamb Tambahan ahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3550); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indon Indonesia Nomor 4161); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi Irig (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daera Daerah h Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82); 19. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62). 20. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor omor 24 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 Nomor 24 seri D Nomor 12). 21. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 2008 tentang organisasi Perangkat Daerah Provinsi vinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 Seri D Nomor 2). 5.3 Ketentuan Umum Dalam praktek di Indonesia, “definition clause”, atau “interpretation clause”,, biasanya disebut dengan ketentuan umum. Dengan sebutan demikian, seharusnya eharusnya isi yang terkandung didalamnya hanya terbatas kepada pengertian-pengertian pengertian operasional istilah istilah-istilah istilah yang dipakai seperti yang biasa dipraktekkan selama ini. Dalam istilah “ketentuan umum” seharusnya termuat pula hal hal-hal lain yang bersifat umum,, seperti pengantar, pembukaan, atau ‘pre ambule” peraturan perundang perundang-undangan. undangan. Akan tetapi telah menjadi kelaziman atau kebiasaan sejak dulu bahwa setiap perundangperundang undangan selalu didahului oleh “ketentuan umum” yang berisi pengertian atas istilah-istilah yang dipakai dalam peraturan perundang perundang-undangan undangan yang bersangkutan. Dengan demikian tinggi ketentuan umum ini persis seperti “definition clause” atau “interpretation clause” yang dikenal diberbagai negara lain (Jimly, 2006). Ketentuan umum dalam Rancang Rancangan an Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup terdiri atas : 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Utara; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara; 4. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 5. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan perencanaan,, pemanfaatan, pengendalian, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 6. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keu keutuhan tuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 7. Sumber Daya Alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk uk kesatuan ekosistem. 8. Jasa Lingkungan adalah suatu produk/stock dari pengelolaan sumber daya alam yang dapat berupa manfaat langsung/tangible (seperti air, udara, karbon, dll) dan tidak langsung/intangible (seperti wisata alam, rekreasi, perlindungan, si sistem stem hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi, banjir, dll); 9. Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi jasa lingkungan meliputi perencanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian; 10. Kompensasi/imbal Jasa Lingkungan Hidup adalah pembayaran yang diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan hidup. 11. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum; 12. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang kearah pelestarian fungsi Lingkungan Hidup; 13. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi ada/atau telah berdampak pada Lingkungan Hidup; 14. Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan usaha yan yang g mengelola sumberdaya alam yang menghasilkan jasa lingkungan hidup; 15. Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan usaha maupun tidak berbadan usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan; 16. Kearifan Lokal adalah nilai nilai-nilai nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari; 17. Audit Lingkungan Hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/a dan/atau tau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah; 18. Analisis Resiko Lingkungan Hidup adalah pengkajian setiap usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman ter terhadap hadap ekosistem dan kehidupan, dan atau kesehatan dan keselamatan manusia yang meliputi pengkajian resiko, pengelolaan resiko dan atau komunikasi resiko; 19. Pembayaran Jasa Lingkungan adalah pembayaran jasa terhadap objek-objek objek jasa lingkungan yang dikelola o oleh leh penyedia jasa lingkungan demi pelestariannya; 20. Institusi Multipihak adalah forum bersama antara penyedia jasa lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan, instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat; 21. Sengketa Jasa Lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari pengelolaan pembayaran kompensasi/imbal jasa terhadap objek objek-objek lingkungan. 5.4 Materi yang diatur Materi yang diatur berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004 ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal ketentuan umum. Pembagian materi pokok kedalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian (Lampiran UU No. 10 Tahun 2004). Materi pokokk yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup yaitu: 1. Azas, tujuan dan ruang lingkup Pengelolaan jasa lingkungan hidup diselenggarakan dengan azas tanggung jawab, azas berkelanjutan, azas kketerpaduan eterpaduan dan azas akuntabilitas. Tujuan : a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; b. Menumbuhkan tanggungjawab dan kerjasama multipihak dalam perlindungan dan pengelolaan lingkunga lingkungan n hidup di daerah ; c. Mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup/sumber daya alam di daerah. Ruang lingkup : a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pengemban pengembangan; e. pemeliharaan; f. pengawasan, dan; g. penegakan hukum. 2. Objek dan Subjek Kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup Objek kompensasi jasa lingkungan yang menjadi sumber pembayaran jasa lingkunga adalah : a. Sumber daya air ((water resources) b. Daya rosot karbon ((Carbon sequestiation) c. Keindahan alam ((Scenie beauty) d. Keanekaragaman hayati ((Biodiversity) 3. Pengelolaan olaan objek jasa lingkungan Pengelolaan atas objek jasa lingkungan dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi teknis yang bertanggungjawab dibidang lingkungan hidup. Bupati berwewenang membentuk institusi multipihak sebagai mitra pemerintah daerah dalam bentuk forum bersama antara : a. Penyedia jasa lingkungan hidup b. Pemanfaat jasa lingkungan hidup c. Instansi terkait d. LSM 4. Hak dan kewajiban Memuat hak dan kewajiban penyedia jasa lingkungan hidup dan pemanfaat jasa lingkungan hidup. 5. Penetapan objek, subjek dan pembiayaan Objek dan subjek jasa lingkungan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan Bupati, memuat : a. Eksistensi hak hak-hak hak adat dan kearifan masyarakan lokal b. Penetapan tariff kompensasi/imbal jasa lingkungan c. Tata cara pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup d. Penggunaan kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup e. Akuntabilitas penggunaan dana kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup f. Audit pengelolaan dana kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup 6. Pembinaan dan pengawasan Bupati sesuai kewenangannya wajib melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup, kewenangan dimaksud dapat didelegasikan kepada pejabat instansi teknis yang bertanggungjawab dibidang lingkungan hidup, dan setiap etiap orang maupun kelompok berhak melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan jasa lingkungan di daerah, dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang perundang-undangan undangan yang berlaku. 7. Audit lingkungan hidup a. Bupati berwewenang memerintahkan institusi mult multii pihak untuk melakukan audit lingkungan hidup. b. Apabila institusi multi pihak tidak dapat melaksanakan audit lingkungan hidup, Bupati dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk mengaudit lingkungan hidup atas beban APBD dengan jumlah biaya ya yang ditetapkan oleh Bupati. c. Hasil audit lingkungan hidup wajib diumumkan. 8. Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup Sengketa jasa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan, sengketa diluar pengadilan dapat menggunakan jasa institusi multi pihak sebagai mediator. 9. Sanksi-sanksi Sanksi bagi setiap orang dan badan usaha yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dijatuhkan berupa teguran, pencabutan izin usaha dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perun perundang-undangan undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup. 5.5 Ketentuan Penutup Ketentuan penutup berbeda dari kalimat penutup. Dalam undangundang undang yang biasanya dirumuskan sebagai ketentuan penutup adalah ketentuan yang berkenan dengan pernyataan mulai berl berlakunya akunya undangundang undang atau mulai pelaksanaan suatu ketentuan undang undang-undang. undang. Ketentuan penutup dalam peraturan perundang perundang-undangan undangan biasanya memuat ketentuan mengenai : 1. Penunjukan organ atau lembaga tertentu yang akan melaksanakan peraturan perundang perundang-undangan yang bersangkutan; 2. Nama singkat peraturan perundang perundang-undangan; 3. Status peraturan perundang perundang-undangan undangan yang sudah ada sebelumnya, dan 4. Saat mulai berlakunya peraturan perundang perundang-undangan undangan tersebut. Ketentuan penutup dalam suatu undang undang-undang undang dapat memuat ketentuan pelaksanaan yang bersifat eksekutif atau legislative, yang bersifat eksekutif misalnya menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum, atau mengelu mengeluarkan arkan dan mencabut perizinan, lisensi atau konsesi, pengangkatan dan pemberhentian pegawai dan lain sebagainya. Sedangkan yang bersifat legislative misalnya memberi wewenang untuk membuat peraturan pelaksanaan lebih lanjut (delegation of rule – making powe power) dari apa yang diatur dalam peraturan perundangperundang undangan yang bersangkutan. 5.6 Penutup Penutup merupakan bagian akhir peraturan perundang perundang-undangan. undangan. Di dalam kalimat penutup tersebut dimuat hal hal-hal sebagai berikut : 1. Rumusan perintah pengundangan dan pe penetapan netapan peraturan perundang-undangan undangan dalam lembaran Daerah atau Berita Daerah. 2. Tanda tangan pengesahan atau penetapan peraturan perundangperundang undangan yang bersangkutan oleh Bupati, Walikota atau pejabat yang terkait. 3. Pengundangan peraturan perundang perundang-undangan tersebut dengan pemberian nomor. Rumusan perintah yang bersifat standar Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup dimuat dalam pasal 22 yaitu Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara, sedangkan penandatanganan pengesahan atau penetapan memuat : a. Tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan; b. Nama jabatan c. Tanda tangan pejabat; dan d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat 5.7 Penjelasan Penjelasan peraturan perundang perundang-undangan undangan merupakan kebiasaan negara-negara negara yang menganut Civil Law Eropa Continental. Penjelasan (explanation) berfungsi sebagai pemberi keterangan mengenai kata-kata kata tertentu, frasa atau beberapa konsep yang terdapat dalam suatu ketentuan ayat atau fasal yang dinilai belum terang atau belum jelas atau yang karena itu dikhawatirkan oleh perumusannya akan dapat men menimbulkan imbulkan salah penafsiran dikemudian hari. Jika diuraikan, tujuan adanya penjelasan itu adalah untuk : 1. Menjelaskan pengertian dan maksud dari suatu ketentuan 2. Apabila terdapat ketidak jelasan (obsecurity) atau kekaburan (vaqueness) dalam suatu undang-undang,, maka penjelasan dimaksudkan untuk memperjelas sehingga ketentuan dimaksud konsisten dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pengaturan yang bersangkutan 3. Menyediakan tambahan uraian pendukung terhadap tujuan utama peraturan perundang perundang-undangan agar keberadaanya anya semakin bermakna dan semakin berguna 4. Apabila terdapat perbedaan yang relevan dengan maksud penjelasa. Untuk menekankan kesalahan dan mengedepankan objek peraturan perundang-undangan, undangan, penjelasan dapat membantu pengadilan dalam menafsirkan. Pada pokoknya knya penjelasan suatu peraturan perundang-undangan perundang berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentukan peraturan perundangperundang undangan itu atas norma norma-norma norma hukum tertentu yang diberi penjelasan. Oleh karena itu penjelasan hanya memuat uraian atau elaborasi lebih lanjut lan norma yang diatur dalam batang tubuh peraturan yang dijelaskan. Dengan demikian, penjelasan yang diberikan tidak boleh menyebabkan timbulnya ketidakjelasan atau malah membingungkan. Selain itu penjelasan juga tidak boleh berisi norma hukum baru ataupun yang berisi ketentuan lebih lanjut dari apa yang sudah diatur dalam batang tubuh. Penjelasan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan berisi penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. 5.8 Lampiran Peraturan Perundang rundang-undangan undangan dapat dilengkapi dengan lampiran. Lampiran-lampiran lampiran itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari naskah peraturan perundang perundang-undagan. undagan. Dalam hal peraturan perundang-undangan perundang memerlukan lampiran maka hal itu harus dinyatakan dengan tegas dalam batang tubuh disertai pernyataan yang menegaskan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundangperundang undangan yang bersangkutan. Pada akhirnya lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan penjabat yang mengesa mengesahkan/menetapkan hkan/menetapkan peraturan perundang-undangan undangan yang bersangkutan. BAB VI PENUTUP Dari keseluruhan paparan dan analisis yang dikemukakan dalam kajian naskah akademis ini kami dapat mengambil kesimpulan dan mengajukan saran. Kesimpulan tersebut merupakan kristalisasi hasil kajian sedangkan saran merupakan rekomendasi terhadap hasil kajian yang diperoleh. 1.1. Kesimpulan 1. Otonomi daerah telah menyebarkan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan lingkungan kepada daerah kabupaten/kota sebagai bagian dari urusan wajib. Hal ini menjadi peluang untuk menyelesaikan masalah secara lokal, secara akuntable sekaligus membuka tantangan baru. 2. Nasib sumber daya alam dan lingkungan kini tergantung pada kepemimpinan lokal, kapasitas lembaga lokal da dan n kemauan untuk memenuhi standar dan peraturan nasional yang menyangkut lingkungan hidup. 3. Degradasi lingkungan terutama akibat deforestasi hutan dan rusaknya DAS yang berlangsung dari waktu ke waktu seiring pertambahan jumlah manusia, tekanan ekonomi dan rrendahnya endahnya pemahaman jasa lingkungan yang harus segera ditangani dengan arif dan bijaksana untuk itu diperlukan regulasi yang mengikat melibatkan semua pemangku kepentingan dalam bentuk peraturan daerah. 4. Provinsi Sumatera Utara karena letaknya yang berada dijajaran di pegunungan Bukit Barisan berperan sebagai Daerah Aliran Sungai dan Daerah Tangkapan Air baik untuk Danau Toba maupun untuk keberlangsungan ekosistem untuk daerah hilir di Pantai Timur Sumatera Utara dengan demikian mempunyai peran penting sebagai penyangga enyangga kehidupan dalam ekosistem dalam arti luas. 1.2. Saran 1. Naskah akademik ini dilengkapi dengan rancangan peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang pengelolaan jasa lingkungan di Provinsi Sumatera pemanfaatan, tan, Utara telah pengendalian, memuat aspek pengembangan, perencanaan, pemeliharaan, pengawasan dan penegakann hukum, hak dan tanggung jawab masing-masing masing pihak sehingga diharapkan dapat menjadi masukan untuk penyusunan dan penetapan peraturan daerah yang definitif. 2. Mekanisme pengelolaan/pemba pengelolaan/pembayaran yaran jasa lingkungan, muncul sebagai solusi untuk melestarikan sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya masih banyak perdebatan dan terkesan masih lamban dalam pelaksanaannya. Namun ide inovatif ini diakui sebagai wujud penghargaan terhadap sumber daya alam dalam jangka panjang. Untuk itu sangat diperlukan sosialisasi kepada masyarakat dan segenap pemangku kepentingan. 3. Kebijakan pengelola jasa lingkungan adalah melibatkan kegiatan lintas wilayah dan lintas sektor sehingga dalam penanganannya dibutuhkan koor koordinasi dinasi antara Daerah Kabupaten Kota (interregional) dan keterpaduan sektoral. DAFTAR PUSTAKA Danida, 2011. Protokol Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL), protocol of payment for environmental services. Laporan E. Departemen Kehutanan, 2003. Strategi Pengelolaan Sosial Forestry. Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan, 2009. Rencana Strategis 2011 2011-2014 2014 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. EPI, 2008. Environmental Ferforonmental Index, EPI. Esmi Warasih. P, 2001. Fun Fungsi gsi Cita Hukum dalam Penyusuran Peraturan Perundangan yang Demokratis dalam Arena Hukum. Majalah FH UNI Braw Nomor 15 Tahun 4. Johannes Gunawan, 2003. Perbandingan Hukum Kontrak, Materi Kulian Universitas Katolik Parahyangan Program Pasca Sarjana. Program Studi Magister Hukum. Irwanto, 2006. Konsep Perencanaan DAS Terpadu, Yogyakarta. Jimly Asshiddigie, 2006. Perihal Perundang Perundang-undangan, undangan, Konstitusi Press, Jakarta. Leimona. B, 2009. Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa Lingkungan di Indonesia, World Agr Agroforestry Centre – ICRAT – SCA. Manan Bagir, 1992. Dasar Dasar-dasar perundang-undangan undangan Indonesia. Jakarta IN – HILL – Co. Mubiyarto, 1996. Strategi Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia, CV. Aditya Media, Yogyakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia N Nomor omor 38 Tahun 2007. Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah/Kota. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah D Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH-01.PP.01.01 01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang Perundang-undangan. undangan. Purnama, BM, 2009. Pembangunan Kehutana Kehutanan n Indonesia. Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan di Bandung. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Jakarta. Undang-undang undang Nomor 7 tahun 2007 tentang Sumber Daya air. Undang-undang undang No. 10 Tahun 2004. Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. undangan. Draft RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP DAS ASAHAN-TOBA ASAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA Menimbang : a. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh-sungguh sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepent kepentingan; b. bahwa untuk mempertahankan, meningkatkan dan melestarikan potensi sumber daya alam dan kandungannya perlu dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan dengan mengembangkan pemanfaatan potensi jasa lingkungan secara bijaksana dalam rangka menumbuhkan p perekonomian erekonomian dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomis dan karakteristik sosial budaya masyarakat; c. bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai kewenangan tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan jasa lingkungan sebagai bagian dari komponen ekonomi lingkungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. Mengingat : 1. Undang Undang-undang undang Nomor 12 Tahun 1998 199 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Sumatera Utara dan Kabupaten Tingkat II Mandailing Natal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 22. Undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang entang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 23. Undang Undang-Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik IIndonesia ndonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang-undang undang nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang-undang undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan Men Menjadi jadi Undang-undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 24. Undang Undang-Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 32, Tambahan L Lembaran embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 25. Undang Undang-Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 26. Undang Undang-Undang Nomor 31 1 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 27. Undang Undang-Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 N Nomor omor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang-undang undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 28. Undang Undang-undang undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 29. Undang Undang-undang undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725; 30. Undang Undang-undang undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 31. Undang Undang-Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomo Nomorr 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 32. Undang Undang-undang undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor omor 5059); 33. Undang Undang-undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 34. Undang Undang-undang undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republ Republik ik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 25, Tambahan Indonesia Nomor 3550); Lembaran Negara Republik 36. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam; 37. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam 38. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 1 16 6 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46, 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Indo Tahun 2007 Nomor 82); 42. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62). 43. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah W Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 Nomor 24 seri D Nomor 12). 44. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 2008 tentang organisasi Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 Seri D Nomor 2). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA dan GUBERNUR SUMATERA UTARA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 22. Daerah adalah Provinsi Sumatera Utara Utara; 23. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 24. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara; 25. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 26. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pen pengembangan, gembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 27. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, elamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 28. Sumber Daya Alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. 29. Jasa Lingkungan kungan adalah suatu produk/stock dari pengelolaan sumber daya alam yang dapat berupa manfaat langsung/tangible (seperti air, udara, karbon, dll) dan tidak langsung/intangible (seperti wisata alam, rekreasi, perlindungan, sistem hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi, banjir, dan lain lain-lain); 30. Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi jasa lingkungan meliputi perencanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian; si/imbal Jasa Lingkungan Hidup adalah pembayaran yang 31. Kompensasi/imbal diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan hidup. 32. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum; 33. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang kearah pelestarian fungsi Lingkungan Hidup; 34. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ang timbul dari kegiatan yang berpotensi ada/atau telah berdampak pada Lingkungan Hidup; 35. Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan usaha yang mengelola sumberdaya alam yang menghasilkan jasa lingkungan hidup; 36. Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah orang perseorangan atau kelompok atau badan usaha, baik yang berbadan usaha maupun tidak berbadan usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan; 37. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari; 38. Audit Lingkungan Hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah; 39. Analisis Resiko Lingkungan Hidup adalah pengkajian setiap usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosist ekosistem em dan kehidupan, dan atau kesehatan dan keselamatan manusia yang meliputi pengkajian resiko, pengelolaan resiko dan atau komunikasi resiko; 40. Pembayaran Jasa Lingkungan adalah pembayaran jasa terhadap objekobjek objek jasa lingkungan yang dikelola oleh penyedia jasa lingkungan demi pelestariannya; 41. Institusi Multipihak adalah forum bersama antara penyedia jasa lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan, instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat; 42. Sengketa Jasa Lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih ebih yang timbul dari pengelolaan pembayaran kompensasi/imbal jasa terhadap objek-objek objek lingkungan. 43. Wilayah DAS Asahan Toba adalah wilayah yang ada di Kabupaten Asahan, Toba Samosir, Samosir, Humbang hasundutan, Tapanuli Utara, Tanah Karo, Dairi, Simalung Simalungun dan Kota Tanjung Balai. BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas keterpaduan, dan asas akuntabilitas. Pasal 3 Tujuan Pengelolaan Jasa Lingku Lingkungan Hidup adalah untuk : a. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; b. Menumbuhkan tanggungjawab dan kerjasama multipihak perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah ; dalam c. Mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup/sumber daya alam di daerah. Pasal 4 Ruang lingkup pengelolaan jasa lingkungan hidup meliputi ; h. perencanaan; i. pemanfaatan; j. pengendalian; k. pengembangan l. pemeliharaan; m. pengawasan, dan; n. penegakan hukum; BAB III OBYEK DAN SUBYEK KOMPENSASI/IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP Pasal 5 Obyek Kompensasi Jasa Lingkungan yang menjadi sumber pembayaran Jasa Lingkungan di daerah adalah : e. Sumber daya air (water water resources resources) f. Daya rosot karbon ((Carbon sequestiation) g. Keindahan alam (Scenie Scenie beauty beauty) h. Keanekaragaman hayati ((Biodiversity) Pasal 6 (1) Obyek kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup di daerah digolongkan: a. berdasarkan manfaat langsung yang terdiri dari air permukaan dan air bawah tanah yang dikomersialkan ; b. berdasarkan manfaat ttidak idak langsung yang terdiri dari wisata alam, hutan raya, hutan adat, hutan lindung, dan hutan wisata. (2) Subyek kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup adalah orang pribadi dan badan hukum yang menikmati atau memanfaatkan jasa lingkungan hidup. BAB IV PENGELOLAAN OBYEK JASA LINGKUNGAN Pasal 7 Pengelolaan atas obyek jasa lingkungan di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup. Pasal 8 (1) Untuk membantu menjalankan tugas tugas-tugas tugas dalam pegelolaan jasa lingkungan di daerah dalam ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Gubernur berwewenang membentuk institusi multipihak untuk mengawasi sebagai mitra pemerintah daerah; (2) Institusi multipihak ihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan forum bersama antara : a. Penyedia jasa lingkungan hidup ; b. Pemanfaat jasa lingkungan hidup; c. Instansi terkait ; d. LSM. (3) Susunan organisasi, tata kerja, tugas dan wewenang institusi multipihak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur; (4) Proporsi komposisi dari susunan organisasi multipihak yaitu harus didominasi oleh masyarakat selaku penyedia jasa lingkungan; (5) Kewenangan pokok yang terkait dengan keuangan sebagai hasil pembayaran jasa lingkungan adalah mutlak kkewenangan ewenangan masyarakat penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan; (6) Instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat mempunyai kewenangan dan tanggungjawab sebagai mediator dan fasilitator; (7) Institusi multipihak dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur,, melalui Instansi teknis yang bertanggungjawab dan diberi tugas di bidang lingkungan hidup. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9 (1) Penyedia jasa lingkungan hidup berhak mendapatkan kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup. (2) Pemanfaat jasa lingkungan hidup berhak menikmati jasa lingkungan hidup. Pasal 10 (1) Penyedia jasa lingkungan hidup wajib memelihara lingkungan hidup sesuai dengan fungsinya. (2) Pemanfaat jasa lingkungan hidup wajib memberikan kompensasi jasa lingkungan hidup. BAB VI PENETAPAN OBYEK, SU SUBYEK BYEK DAN PEMBAYARAN Pasal 11 Obyek dan subyek jasa lingkungan hidup ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 12 Penetapan lokasi Obyek jasa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib menghormati dan memperhatikan secara sungguh-sungguh sungguh hak hak-hak hak adat atas tanah serta kearifan masyarakat lokal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 13 (1) Penatapan tarif dan tatacara pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup ditetapkan dengan memperhatikan Analisa Resiko Lingkungan Hidup. (2) Penetapan tarif dan tatacara pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kepentingan penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan hidup. (3) Melaksanakan PES denga dengan n menjalankan untuk kepentingan lingkungan. Pasal 14 (1) Hasil penerimaan pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup, sepenuhnya dipergunakan untuk tujuan pelestrian alam di lokasi Obyek jasa lingkungan hidup. (2) Hasil penerimaan pembayaran kompensasi/imb kompensasi/imbal al jasa lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikelola oleh masyarakat dan atau institusi multipihak. (3) Untuk menjamin akuntabilitas penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada pengelola wajib dilakukan audit sekurangsekurang kurangnya setahun sekali atau dilakukan sesuai dengan kebutuhan. (4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh auditor independen yang ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 15 Penetapan obyek, subyek dan pembayaran serta pemanfaatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 (1) Gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup di daerah; (2) Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mendelegasikan kepada pejabat instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup. Pasal 17 Setiap orang baik perseorangan maupun kelompok berhak melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan jasa lingkungan di daerah, dengan memperhatikan ketentuan perundang perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII AUDIT LINGKUNGAN HIDUP Pasal 18 (1) Gubernur berwenang memerintahkan institusi multipihak untuk melakukan Audit Lingkungan Hidup, apabila diduga ada kemerosotan kualitas lingkungan hidup yang mengancam keberlangsungan ekosistem di lokasi obyek jasa lingkungan hidup. (2) Apabila ketentuan sebagaimana dim dimaksud aksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan oleh institusi multipihak, Gubernur dapat melaksanakan dan/atau menugaskan pihak ketiga untuk mengaudit lingkungan hidup atas beban APBD, dengan jumlah biaya ditetapkan oleh Gubernur. Gubernur (3) Hasil audit lingkungan hidu hidup p sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diumumkan oleh Gubernur Gubernur. BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA JASA LINGKUNGAN HIDUP Pasal 19 (1) Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui Pengadilan atau diluar Pengadilan. (2) Penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup sedapat mungkin dilakukan diluar Pengadilan, diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu guna memulihkan kerusakan lingkungan hidup serta menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya perbuatan yang merusakk lingkungan hidup. (3) Penyelesaian sengketa diluar Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat menggunakan jasa institusi multi pihak, sebagai mediator untuk membantu penyelesaian sengketa jasa lingkungan hidup. BAB X SANKSI-SANKSI Pasal 20 Setiap orang dan badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, dapat dijatuhkan sanksi berupa teguran, pencabutan izin usaha dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan undangan di bidang lingkungan hi hidup; BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur dan/atau Keputusan Gubernur. Pasal 22 Peraturan daerah ini mulai berl berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Utara. Ditetapkan di : Medan Pada tanggal : GUBERNUR SUMATERA UTARA, UTARA ttd H.GATOT PUJI NUGROHO,ST,M.Si Diundangkan di Balige, Pada tanggal, 2……………………… SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA, ttd, ________________________________ NIP. LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ….. NOMOR .... Salinan sesuai dengan aslinya : SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMATERA UTARA KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN, _____________________________________ NIP. PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMATERA UTARA NOMOR ….. TAHUN ….... TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN HIDUP I. UMUM 1. Undang-undang undang Nomor 32 Tahhun 2009 menyatakan bahwa pemerintah daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengembangkan instrument ekonomi lingkungan hidup. Instrumen lingkungan hidup yang memungkinkan dikembangkan berdasarkan situasional masyarakat local adalah jasa lingkungan. 2. Sumber daya alam memiliki keterbatasan dan selama ini pemanfaatannya telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaaan, pemi pemilikan likan dan penggunaan, berkurangnya daya dukung lingkungan, peningkatan konflik dan kurang diperhatikannya kepentingan masyarakat adat/lokal dan kelompok masyarakat rentan lainnya. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah/ pemerintah daerah harus diarahkan untu untuk k menciptakan situasi yang kondusif bagi semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berdaya guna, serta menjamin keberlanjutan ((sustainability)) fungsi sumber daya alam. Kebijakan pemerintah / pemerintah daerah h hendaknya endaknya juga mengarah pada penyelesaian konflik secara adil, bukan hanya pada aspek legal-formil formil tetapi juga meliputi perlindungan terhadap hak-hak hak ekonomi social dan budaya ((ecosoc rights). 3. Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berdaya guna, dan menjamin keberlanjutan fungsi sumber daya alam, tentu tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah/ pemerintah daerah sendiri. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kerjasama para pemangku kepentingan. Untuk itu kepentingan kepentingan-kepentingan kepentingan suatu pihak harus dihormati oleh pemangku pihak lainnya. Dalam hal pengelolaan air bersih misalnya, masyarakat hulu yang bertanggungjawab menjaga sumber-sumber sumber air, akan lebih mudah diajak bekerjasama bilamana masyarakat hilir yang menjadi konsumen air bersih menghormati menghor kepentingan-kepentingan kepentingan masyarakat hulu dan ikut bertanggungjawab dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat hulu tersebut. 4. Imbalan/kompensasi jasa lingkungan didasarkan pada pemikiran bahwa suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengelola la sumber daya alam memberikan nilai positif (jasa lingkungan) yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat lain. Akan tetapi kelompok lain tersebut tidak memahami atau tidak menghargai jasa lingkungan tersebut. Kelompok lain tersebut sering menikmati jasa sa lingkungan itu secara gratis. Sebagai contoh, hubungan antara daerah hulu dan hilir dalam fungsi DAS. Daerah hulu merupakan suatu ekosistem alam sebagai reservoir besar yang dapat menampung air hujan, menyaring air hujan tersebut dan kemudian melepaskannya nya secara bertahap sehingga air tersebut bermanfaat bagi manusia. Bila daerah hulu rusak, maka terjadilah banjir dan penurunan kualitas air yang pada gilirannya mengancam kehidupan masyarakat hilir. Oleh sebab itu masyarakat hilir seyogyanya ikut bertanggungjawab ungjawab terhadap pengelolaan sda di daerah hulu. 5. Masyarakat yang tinggal di hutan merupakan salah satu kelompok miskin terbesar di Indonesia. Di luar Jawa, kebanyakan masyarakat pedesaan tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan. Sekitar 48,8 juta orang rang tinggal pada lahan yang diklaim sebagai hutan negara dan sekitar 10,2 juta di antaranya dianggap miskin. Selain itu ada 20 juta orang yang tinggal di desa desa-desa desa dekat hutan dan enam juta orang di antaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan. Masyarakat yang tinggal di hutan cenderung miskin secara menahun. Kurangnya prasarana, sulitnya komunikasi dan jauhnya jarak hutan dari pasar, sarana kesehatan dan pendidikan sangat membatasi pilihan sumber penghidupan. Akibatnya, sulit bagi masyarakat masyar miskin di hutan untuk dapat keluar dari kemiskinan. Lagi pula biaya penyediaan pelayanan pemerintah bagi daerah daerah-daerah daerah terpencil sangat tinggi. Hutan merupakan sumber daya penting bagi orang miskin. Hutan mutlak diperlukan sebagai sumber pangan, bahan bangunan dan bahan lain bagi rumah tangga termiskin di kawasan hutan. Hutan memungkinkan peladang mempertahankan kesuburan tanah dan pengendalian gulma yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hutan merupakan jaring pengaman ekonomi ketika panen g gagal agal atau pekerjaan upahan tidak ada. Bagi banyak keluarga, berjual hasil hutan dan hasil wanatani (agroforest) merupakan sumber uang utama untuk dapat membiayai sarana produksi pertanian, sekolah dan kesehatan. Indonesia adalah salah satu dari 70 negara yang sepakat menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas kebijakan utama melalui Strategi Penanggulangan Kemiskinan. Oleh sebab itu maka sudah sepantasnya bila pemerintah Indonesia membuat kebijakan-kebijakan kebijakan yang progresif yang berkaitan dengan pe peningkatan ningkatan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Pemenuhan hak hak-hak hak dasar masyarakat tersebut akan berpengaruh positif terhadap kondisi ekosistem hutan. II. PASAL-PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Pemberian kompensasi jasa lingkungan dilakukan kepada mereka yang berjasa dan memfasilitasi ketersediaan jasa lingkungan akan mendorong rehabilitasi lingkungan hidup. Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Audit Lingkungan dalam peraturan daerah ini bertujuan bertuju untuk (a) mengevaluasi diterapkannya peraturan daerah pengelolaan jasa lingkungan, (b) mengevaluasi resiko lingkungan, (c) mengevaluasi fasilitas pengelolaan untuk meningkatkan kinerja, (d) mengidentifikasi peluang pengurangan limbah, (e) mengidentifika mengidentifikasi si potensi penyelamatan dana, (f) menunjukkan men cara kerja yang baik, dan (g) meningkatkan citra terhadap public. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas