DEVOSI MARIAL KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh: TRISNA ARSYADI NIM: 103032127705 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 DEVOSI MARIAL KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh: TRISNA ARSYADI NIM: 103032127705 Di Bawah Bimbingan Drs. M. Nuh Hasan, MA NIP. 150 240 090 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul DEVOSI MARIAL: KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada program studi Perbandingan Agama. Jakarta, 10 Juni 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota, Maulana, M.A. NIP: 150293221 Dr. Amin Nurdin, M.A. NIP: 150232199 Anggota, Drs. Roswen Dja’far NIP: 150022782 Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer NIP: 150209685 Di bawah bimbingan Drs. M. Nuh Hasan, MA NIP: 150240090 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir akdemis pada Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia dengan akhlak dan budi pekertinya menuju peradaban yang lebih baik, serta para keluarga dan sahabatnya. Akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Devosi Marial: Kebaktian kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik pada saat yang tepat. Hal ini tidak lepas dari bantuan rekan-rekan yang telah membantu selesainya skripsi ini. Sudilah kiranya Penulis memberikan ucapan terima kasih kepada yang terkasih dan tercinta. Tiada ungkapan yang pantas untuk memberikan terima kasih kepada orang tua Penulis yaitu Ayahanda (H. Dian Hidayat) dan Ibunda (Hj. Umuhani) yang tercinta, semoga rahmat dan kasih Allah selalu menyertaimu berdua. Kakakkakakku (Eka Nurdiansyah dan Dewi Handayani) dan adikku (Nova Ardian Noor) yang tersayang, serta keponakan kecilku yang manis (Safira Anugrah Ramadhani) terima kasih atas kehangatan dalam keluarga kita. Semoga Allah menganugerahi kasih dan sayangnya kepada kalian. Selanjutnya Penulis meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Permintaan maaf Penulis sampaikan karena skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung skripsi ini, antara lain: Bapak Dr. Amin Nurdin, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta stafstafnya, Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis. Bapak Drs. M. Nuh Hasan, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengoreksi skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. Penulis haturkan rasa cinta, hormat dan terima kasih serta doa Penulis agar Sang Pemilik Cinta kiranya menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan keluarga. Ibu Ida Rosyidah, MA selaku Ketua Jurusan Perbandingan Agama, dan Bapak Maulana, MA selaku Sekretaris Jurusan yang banyak membantu Penulis selama penulisan skripsi ini. Gereja Santo Herkulanus Depok, Bapak Thomas Suharjono yang telah menjelaskan tentang isi skripsi ini, dan kantor paroki Gereja Yohanes Pembaptis, Bapak Paulus yang telah memberikan rujukan referensi kepada Penulis. Barukh Ministry, Abn. Andreas Kemal, Bunda Diana, Mas Osias, terima kasih atas penjelasan dan ilmunya, semoga bermanfaat. Keluarga besar Kantor Departemen Agama Kota Tangerang dan keluarga besar MTs Negeri Benda Kota Tangerang yang telah mau menampung Penulis. Keluarga besar H. Royani, nenekku tercibta Hj. Nursiah, om-om dan tante-tanteku terima kasih atas doa dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Rekan-rekan Perbandingan Agama 2003, Yasser ”ucok Atmanegara Batubara, Andru Taqwa, Gigin Ginanjar, Gugah Khairul Zaman, Leo Christie, Hendra, Nenk Eva, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya, tanpa kalian Penulis bukan apa-apa, kalian sahabat-sahabat yang tidak akan pernah tergantikan. Spesial thanks for Ade (Musyrifa), kau sosok yang mempunyai arti dan pelengkapku di atas tata surya ini, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya selama proses penyusunan skripsi ini. keluarga besar Bapak Mustofa Sain, terima kasih telah memberikan pengalaman hidup yang berarti bagi Penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian. Penulis sangat menyadari bahwa disana-sini masih banyak terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Tangerang, Mei 2008 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar belakang Masalah .................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 4 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ......................................... 6 E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 8 BAB II. PANDANGAN GEREJA ROMA KATOLIK TENTANG SANTA PERAWAN MARIA .......................................................................... 10 A. Sekilas tentang Gereja Roma Katolik ............................................ 10 B. Maria dalam Gereja Roma Katolik ................................................ 13 C. Pandangan Teologi tentang Maria .................................................. 15 1. Maria Bunda Allah (Theotokos) ............................................... 16 2. Maria Perawan .......................................................................... 18 3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata) .......................... 19 4. Maria Diangkat ke Surga .......................................................... 20 BAB III. DEVOSI MARIAL DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA ... 21 A. Definisi Devosi Marial ................................................................... 21 B. Tujuan Devosi Marial ..................................................................... 23 C. Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah .......................................... 25 1. Sebelum Zaman Pertengahan ................................................... 28 2. Zaman Pertengahan .................................................................. 30 3. Zaman Modern ......................................................................... 32 BAB IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK .......................................................... 40 A. Landasan Biblikal tentang Devosi Marial .................................... 40 B. Pengungkapan Devosi Kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya ............................................................................ 44 C. Berbagai Gejala Devosi Marial .................................................... 49 1. Do’a kepada Maria ................................................................. 49 2. Patung/Gambar Maria ............................................................ 52 3. Penampakan Maria ................................................................ 54 4. Ziarah ..................................................................................... 55 D. Respons Gereja Kristen Protestan tentang Devosi Marial ........... 56 E. Catatan Kritis ............................................................................... 62 BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 64 Kesimpulan ......................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santa Perawan Maria memiliki posisi yang sangat penting dan sangat dihormati dalam Gereja Roma Katolik. Hal ini disebabkan karena Maria dipandang ikut berperan serta dalam karya keselamatan. Dengan menerima Kristus dalam rahimnya, melahirkanNya, mengasuh-Nya, dan turut menderita bersama Kristus saat wafat-Nya di tiang salib, Maria telah ambil bagian dalam karya keselamatan bersama putranya. Menurut Gereja Roma Katolik, Maria adalah seorang pribadi yang agung, dan merupakan orang kudus yang harus disucikan setelah Yesus Kristus karena peranannya dalam karya keselamatan. Karena peranannya itu, Maria sangat dihormati di antara para manusia, bahkan di antara para malaikat.1 Penghormatan atau kebaktian kepada Santa Perawan Maria yang lebih populer dengan sebutan Devosi Marial merupakan ibadat khusus dan juga ciri khas yang ada di Gereja Roma Katolik. Laurensius Mugito dalam tulisan singkatnya menjelaskan bahwa Devosi Marial adalah seluruh kebaktian kepada Santa Perawan Maria Ibu Yesus dengan bentuk puji-pujian, kagum, hormat, dan cinta dengan meneladani cara hidupnya sambil memohon bantuan pengantaraan doanya.2 1 2 Wawancara pribadi dengan Bapak Thomas Suharjono, Depok, Jawa Barat, 06 April 2008. Laurensius Mugito, ”Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik”, Ekawarta, no. 2/VIII/1988: h. 82. 1 Santa Perawan Maria memiliki pengaruh cukup besar dalam penghayatan iman umat Katolik. Umat Katolik menganggap Maria sebagai seorang manusia yang patut diteladani dan dihormati karena ketaatan dan kepasrahan dirinya dalam menerima perintah Allah untuk melahirkan Sang Juru Selamat, Yesus Kristus. Hal inilah yang menguatkan devosi kepada Maria dalam kalangan jemaat Gereja Roma Katolik. Kuatnya devosi kepada Maria dibuktikan dengan banyaknya Jumlah buku dan karangan, organisasi, kongres, serta tempat ziarah. Selain itu, pesta-pestanya dirayakan, doa “Salam Maria” dan “Malaikat Tuhan/Angelus” didoakan setiap hari.3 Banyak pula Gereja yang menggunakan berbagai nama Maria sebagai Pelindung. Selain itu, dua bulan dalam setahun dirayakan sebagai bulan Maria (Mei: Bulan Maria,dan Oktober: Bulan Rosario).4 Devosi kepada Santa Perawan Maria juga mengalami pasang-surut dari masa ke masa. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu pandangan teologis dari berbagai aliran, sosial, politik, dan ekonomi umat. Namun secara keseluruhan, hal ini tidak begitu mempengaruhi kuatnya devosi umat kepada Maria. Kuatnya devosi kepada Maria bukan tanpa persoalan. Pada umumnya persoalan itu timbul karena seringkali ditemukan devosi tidak dilandasi dasar biblis-teologis, tetapi lebih kepada perasaan. Perasaan dan khayalan yang tidak sehat cenderung menjadikan Maria sejajar dengan Allah, sehingga Maria dijadikan semacam “berhala”.5 3 Masalah doa kepada Maria akan dibahas tersendiri pada bab IV tentang berbagai gejala Devosi Marial. 4 Bulan Maria. Devosi ini sudah terdapat sejak zaman kuno dalam Gereja Latin yang jatuh pada bulan Mei, bulan khusus untk mengormati Maria. Namun baru memasyarakat dan menjadi praktek di Gereja Universal sejak diperkenalkan oleh Paus Pius XI pada abad XVIII. Bulan Rosario. Diperkenalkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1883 untuk memperingati kemenangan tentara Kristen atas Turki di Lpanto (1572). Umat percaya bahwa kemenangan ini diperoleh berkat pertolongan Maria Bunda Rosario. Rosario sendiri berarti rangkaian bunga mawar, (penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada bab IV). Bagian ini disarikan dari Petrus Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja (Malang: Dioma, 2006), h. 35-36 5 Ibid, h. 13. Menurut Eddy Kristiyanto dalam bukunya Maria dalam Gereja, kadar devosi kepada Maria terhadap liturgi6 resmi Gereja sekunder. Devosi kepada Maria harus mengalir dari roh liturgi resmi dan kembali kepada roh liturgi resmi yang bertitik tolak Yesus Kristus. Apabila devosi kepada Maria dipraktekkan dengan melepas roh liturgi resmi dikhawatirkan akan muncul bahaya ”Marianisme”. Artinya, timbul kesan yang meyakinkan bahwa Maria sebagai sasaran devosi dapat menyelamatkan.7 Oleh karena itu, untuk menghindari masalah itu para Bapa Gereja melalui Konsili Vatikan II8 merumuskan kembali pokok-pokok ajaran tentang Maria dan menempatkan Maria pada bab VIII dari Lumen Gentium.9 Konsili Vatikan II (LG No. 66) menegaskan bahwa telah ambil bagiannya Maria dalam karya keselamatan memberikan alasan cukup bagi Gereja untuk menghormatinya. Penghormatan ini diungkapkan melalui tata peribadatan yang khusus. Sifat ”khusus” tata peribadatan Gereja kepada Maria menunjukkan perbedaan yang sangat hakiki dengan ibadat serta hormat bakti yang hanya ditujukan kepada Allah.10 Kemudian pada LG. No.67, para Bapa Gereja ingin menegaskan kembali ajaran Gereja Roma Katolik tentang Maria yang terkandung pada nomor sebelumnya, yaitu 6 Liturgi bisa dimengerti sebagai karya aktif penebusan yang diterapkan oleh Yesus Kristus dan diteruskan oleh Gereja dalam kurban suci dan sakramen-sakramen. Dalam hal ini ”liturgi” bisa diartikan sebagai hidup Gereja itu sendiri. Selain itu, liturgi bisa juga diartikan sebagai data konkret (misalnya teksteks resmi liturgy) dari tradisi Gereja yang membentuk norma atau petunjuk dasar untuk praktek ibadat pada masa sekarang,. Singkatnya Liturgi bisa dikatakan sebagai ibadat resmi Gereja. Lihat Ibid, h. 119-120. 7 A. Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Konsili Vatikan II tentang Maria dalam Gereja Kristus (Yogyakarta: Kanisius, 1987), h. 83. 8 Konsili Vatikan II adalah konsili ekumenis pertama yang menerangkan pentingnya Maria dalam keseluruhan teologis dan praksis Gereja Roma Katolik. 9 Konsili Vatikan II menghasilkan 16 (enam belas) dokumen. Di antara dokumen-dokumen Konsili itu, konstitusi dogmatis Lumen Gentium (dokumen tentang gereja/eklesiologi) menduduki peringkat tertinggi dikarenakan oleh kadar dogmatis yang terkandung di dalamnya. Lihat Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja,, h. 12-14. 10 Ibid, h. 79. tentang dasar-dasar penghormatan kepada Maria, kaitannya dengan Yesus, kesucian dan pemuliaan Maria, serta orientasi keseluruhan Devosi Marial kepada Yesus Kristus. Penghormatan/kebaktian (devosi) yang ditujukan kepada Maria memberikan khas tersendiri dalam Gereja Roma Katolik. Karena itu, dalam skripsi ini Penulis mengangkat tema “Devosi Marial: Kebaktian kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik”, guna memahami Santa Perawan Maria lebih jauh melalui ajaran-ajaran yang terkandung dalam Gereja Roma Katolik. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Santa Perawan Maria merupakan sosok yang diagungkan dan disucikan oleh Gereja Roma Katolik. Hal ini disebabkan karena Maria diyakini memiliki peranan dalam melakukan karya penyelamatan. Keagungan dan kesucian Maria ini membuat Maria sangat dihormati oleh umat Roma Katolik dengan bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian (devosi) yang bermacammacam. Namun seringkali Devosi kepada Maria dianggap tidak berlandaskan biblisteologis oleh denominasi-denominasi Kristen lain. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pandangan Gereja Roma Katolik terhadap Devosi Marial guna memahami seperti apa Gereja Roma Katolik memperlakukan dan memposisikan Maria. Selain itu, karena luasnya ajaran tentang Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik, maka dalam kajiannya Penulis akan membatasi pembahasan pada pandangan Gereja Roma Katolik tentang Devosi Marial dan praktek-prakteknya. Oleh karena itu, pembahasan akan dirumuskan pada seputar: 1. Bagaimana pandangan Gereja Roma Katolik tentang kebaktian kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial)? 2. Seperti apa praktek-praktek kebaktian kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial) dalam Gereja Roma Katolik? C. Tujuan Penelitian Ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dengan penelitian skripsi ini. Pertama, penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi tingkat Sarjana program Strata I (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Perbandingan Agama dengan gelar Sarjana Theologi Islam (S,Th.I); Kedua, memahami secara langsung pandangan Gereja Roma Katolik mengenai Devosi Marial, dan juga praktek-prakteknya; Ketiga, penulisan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi pihak-pihak yang ingin mengkaji lebih jauh dan terperinci tentang devosi kepada Santa Perawan Maria. D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Untuk mengkaji permasalahan ini, Penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dan data-data ke berbagai tempat, seperti perpustakaan UIN Jakarta, perpustakaan STF Driyarkara Jakarta, perpustakaan STT Jakarta, kantor paroki Gereja Yohanes Pembaptis Jakarta, Gereja Santo Herkulanus Depok, Marian Center Jakarta, Barukh Ministry Jakarta, dan lain sebagainya. Selanjutnya untuk memperoleh hasil yang objektif, Penulis mengambil data-data yang bersifat Primer sebagai bahan kajian, dan data-data yang bersifat sekunder sebagai bahan pelengkap kajian. Data-data yang bersifat primer adalah tulisan-tulisan yang memiliki kaitan dengan devosi kepada Maria, yang ditulis langsung oleh penganut Gereja Roma Katolik, sedangkan data-data yang bersifat sekunder adalah tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang-orang di luar Gereja Roma Katolik. Data-data itu berupa sumber-sumber ilmiah seperti buku-buku, ensiklopedi, majalah, diktat, artikel, dan lain sebagainya. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui internet dengan mengunjungi situs-situs terkait yang memiliki data-data tertulis lainnya, yang diperlukan sebagai pendukung. Untuk menambah data tentang “Devosi Marial” penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Thomas Suharjono (Kepala Bidang Liturgi Gereja Herkulanus Depok), dan sebagai catatan kritis Penulis juga mewawancarai Abn. Andreas Kemal (Pimpinan dan Rohaniawan Barukh Minsitry) untuk mengetahui respons Gereja Kristen Prostestan terhadap Devosi Marial. Agar lebih paham dan mencapai target dalam sasaran pembahasan itu, maka penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif merupakan metode yang dipergunakan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Sedangkan teknik analisis merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan melakukan analisa-analisa dari data-data yang didapat.11 Berbagai data yang dikumpulkan mengenai Devosi Marial dijelaskan secara detail dan apa adanya lalu dianalisa dan dicari seperti apa konsep Devosi Marial dalam Gereja Roma Katolik dan bagaimana praktek-prakteknya?. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan sedetail mungkin hal-hal yang berkaitan dengan Devosi Marial, agar pembaca –yang awam sekalipun- dapat memahami seperti apa dan bagaimana Devosi Marial dalam Gereja Roma Katolik. Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada standar penulisan skripsi dengan buku, “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan pengecualian sebagai berikut: 1. Dalam daftar pustaka Alkitab ditulis dalam urutan pertama sesuai dengan keagungannya lalu di susul dengan yang lain menurut urutan abjad. 2. Kutipan dari Alkitab tidak diberi catatan kaki tapi cukup dengan memberi nama surat dan nomor ayat di akhir kalimat. F. Sistematika Penulisan Mengacu pada metode penelitian di atas, pembahasan akan disusun sebagai berikut: Pada bab pertama akan membahas seputar uraian singkat tentang materi dan signifikansinya, yang terdapat pada latar belakang masalah, kemudian secara berurutan 11 Alimuddin Tuwu (ed), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), h. 85. akan dibahas tentang pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan, yang semuanya tercakup dalam pendahuluan. Bab kedua akan membahas tentang pandangan Gereja Roma Katolik tentang Santa Perawan Maria, yang akan terbagi menjadi tiga bagian, didahului dengan penjelasan sekilas tentang Gereja Roma Katolik, kemudian dilanjutkan dengan Maria dalam Gereja Roma Katolik, dan bagian terakhir membahas tentang pandangan teologi tentang Maria, yang akan dibagi lagi dalam empat bagian: Maria Bunda Allah (Theotokos), Maria Perawan, Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata), dan Maria Diangkat ke Surga. Bab ketiga akan membahas tentang Devosi Marial dan sejarah perkembangannya yang akan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Definisi dari Devosi Marial itu sendiri, kemudian dilanjutkan kepada tujuan dari Devosi Marial, dan di sub bab terakhir pada bab ketiga ini penulis akan membahas tentang Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Sebelum Zaman Pertengahan, kemudian Zaman Pertengahan, serta Zaman Modern. Pada bab keempat akan dibahas kebaktian kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik, yang terbagi menjadi empat sub yaitu: Landasan Biblikal yang dipakai untuk berdevosi kepada Maria, Pengungkapan Devosi kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya, kemudian Berbagai Gejala Devosi Marial yang terbagi lagi menjadi empat bagian yaitu: Do'a kepada Maria, Patung/Gambar Maria, Ziarah, dan Penampakan Maria, lalu dilanjutkan dengan Respons Gereja Kristen Protestan tentang Devosi Marial. Kemudian catatan kritis ditempatkan pada sub bab terakhir. Dan penulisan skripsi ini di akhiri dengan kesimpulan dan lampiran-lampiran yang ada pada penutup di bab lima. BAB II PANDANGAN GEREJA ROMA KATOLIK TENTANG SANTA PERAWAN MARIA A. Sekilas tentang Gereja Roma Katolik Gereja Roma Katolik adalah sebutan untuk Gereja Kristen yang memiliki organisasi atau ajaran yang berpusat di Vatikan Roma dan dari sana menyebar ke seluruh dunia. Penyebutan ini juga untuk membedakan Gereja Roma Katolik dengan Gereja lainnya, seperti Gereja Kristen Protestan, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Anglikan, dan lain sebagainya. Menurut A. Heuken dalam Ensiklopedi Gereja, Gereja berasal dari bahasa Portugis igreja, yang berarti mereka yang dipanggil, kaum atau golongan. 12 Kata “Gereja” sendiri biasanya digunakan untuk menyebut gedung-gedung ibadat umat Kristiani. Kata Katolik sendiri berasal berasal dari bahasa Yunani katholikos, yang berarti menyeluruh atau umum.13 Ignasius dari Anthiokia pertama kali merumuskan kata Katolik yang terdapat dalam suratnya kepada umat di Smyrna pada tahun 107 M, yang berisi: ”Gereja Katolik berada di mana saja Yesus Kristus berada”. Kemudian Vinsensius dari Lerin juga merumuskan definisi dari Katolik, dimana ia menekankan bahwa Katolik ialah “yang dipercaya selalu, di mana-mana, kapan saja dan oleh siapa saja.” Konsili Nikea (325 M) mengatakan bahwa Gereja Kristus adalah Katolik, kemudian pada abad ke-4 12 13 A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991) Jilid I, h. 431. Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid II, h. 209. 10 Kata Katolik juga muncul dalam syahadat-syahadat dan rumus pengakuan iman para calon baptis. Lebih tegas lagi, Konsili Nikea-Konstatinopel (681 M) merumuskan 4 ciri gereja yang benar, yakni: Aku percaya akan Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik.14 Sedangkan Roma merupakan sebuah kota yang menunjukkan pertama kalinya Petrus menjadi wakil Kristus di dunia dengan menjadi uskup di kota itu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yesus kepadanya, “Aku mengatakan kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat (Gereja)-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa saja yang kamu ikatkan di atas dunia ini, akan diikat pula di surga dan apa saja yang kamu lepaskan di dunia ini akan dilepaskan pula di surga” (Mat 16:18-19). Dan sejak itu Petrus ditunjuk oleh Yesus sebagai ketua para Rasul, maka sejak saat itu pula para uskup di Roma dipercaya sebagai pengganti Rasul Petrus dan sekaligus menjadi wakil Kristus di dunia yang diberikan amanat untuk menjaga keutuhan dan kesatuan umat Kristiani. 15 Amanat yang diberikan Yesus Kritus kepada Petrus dan uskup kota Roma sebagai penerus Petrus membuat organisasi Gereja –yang berpusat di Vatikan Roma- menjadi sangat penting dalam Gereja Roma Katolik, sebab organisasi Gereja dianggap mampu menyatukan seluruh umat Kristiani yang ada di dunia. Oleh karena itu, dalam Gereja roma Katolik, Gereja dianggap sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan mengajar dan melakukan sakramen atas orang lain, hal ini dilakukan untuk menjaga kesatuan umat Kristiani.16 Jalan pemikiran seperti ini didasarkan kepada Alkitab Mat 16:18-19. 14 Ibid, h. 209-210. Pankat Kas, Ikutilah Aku: Warta Gembira untuk Para Calon Baptis (Yogyakarta: Kanisius, 1993), Cet. Ke-13, h. 94-95. 16 H.M Arifin, Menguak Misteri AjaranAgama-agama Besar (Jakarta: Golden Terayon Press, 1995) Cet. ke-6, h. 148. 15 Gereja Roma Katolik juga banyak mencurahkan perhatian pada masalah tradisi Gereja, karena itu Gereja Roma Katolik mengutamakan sakramen-sakramen sebagai tanda dan sarana misteri kasih illahi, yang digelar melalui Alkitab maupun tradisi. Menurut mereka, sebelum ada Alkitab, umat Kristiani mendengarkan sabda Allah melalui tradisi,17 dan Alkitab terlahir dalam tradisi itu.18 Tradisi-tradisi ini merupakan ajaranajaran yang berasal dari murid-murid Yesus dan diturun-temurunkan kepada umat sampai sekarang, dan kebanyakan tradisi-tradisi ini tidak terdapat dalam Alkitab. “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanaya itu dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25). “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun tertulis.” (2 Tes 2:15). Hal di atas yang membedakan Gereja Roma Katolik dengan denominasidenominasi Kristen lain seperti Gereja Kristen Protestan dan Gereja Ortodoks Timur. Gereja Kristen Protestan lebih bersikap rasional dalam penghayatan dan pengamalan agama serta berusaha mendekati sumber asli ajaran Yesus Kristus. Oleh karena itu, Gereja Kristen Protestan hanya menggunakan Alkitab saja sebagai sumber utama, tidak seperti Gereja Roma Katolik yang memakai Alkitab dan juga tradisi Gereja sebagai sumbernya. Gereja Kristen Protestan juga menganggap segala putusan Gereja seperti yang berlaku dalam Gereja Roma Katolik dianggap tidak berlaku karena tidak sesuai dengan hak Yesus Krisus sebagai Juru Selamat.19 Sedangkan Gereja Ortodoks Timur lebih mengutamakan metode-metode yang bersifat mistis daripada rasional dan tradisional. Organisasi Gereja tidak dipandang 17 Lihat Alkitab tentang ”cara hidup jemaat yang pertama” Kis 2:4-46. Perbedaan Katolik dan Protestan, artikel diakses pada 3 Desember 2007 dari http://www.answers.yahoo.com. 19 Arifin, Menguak Misteri AjaranAgama-agama Besar, h. 140. 18 sebagai faktor penting untuk menyatukan umat Kristiani. Masing-masing negara dapat membentuk organisasi Gereja sendiri-sendiri yang dipimpin oleh seorang Patriarch. Namun, secara keseluruhan Gereja Ortodoks Timur lebih dekat kepada Gereja Roma Katolik dibanding Gereja Kristen Protestan, baik dalam ritual dan kepercayaan kepada keajaiban.20 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Gereja Roma Katolik adalah Gereja Kristen yang dikepalai oleh Paus yang juga merangkap uskup kota Roma.21 Selain itu, penyebutan istilah tersebut juga untuk menekankan bahwa Gereja Roma Katolik mengakui uskup Roma atau Paus sebagai pengganti Simon Petrus, yang paling diutamakan Kristus di antara ke-12 murid-Nya. Kristus memberikan tugas kepada Petrus supaya menjaga seluruh umat Kristiani tetap bersatu dalam iman yang sama dan murni seperti dibawakan oleh Kristus. Oleh karena itu, umat Katolik Roma juga berkeyakinan bahwa uskup Roma mewarisi tugas rangkap, selain menjadi uskup di kota tersebut juga membina dan menjaga kesatuan seperti yang diamanatkan Kristus kepada Petrus.22 B. Maria dalam Gereja Roma Katolik Bagi Gereja Roma Katolik, Maria merupakan Bunda Yesus Kristus yang mengandung bukan dari seorang pria melainkan dari Roh Allah, “Kelahiran Yesus Kristus adalah sebagai berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Allah, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri” 20 Ibid,h.141. Ensikolpedi Umum (Yogyakarta: Kanisius, 1973), h. 449. 22 Heuken , Ensiklopedi Gereja, Jilid II, h. 211. 21 (Mat: 1:18).23 Dengan mengandungnya Maria dari Roh Allah membuat Maria sangat dihormati dan dianggap memiliki peranan dalam karya keselamatan. Pranataseputra dalam tulisan singkatnya mengatakan bahwa Maria adalah seorang beriman yang sederhana, tekun, setia, dan suci. Dia menghayati imannya dengan teguh dan tidak tergoyahkan oleh berbagai godaan dan tantangan.24 Menurut Christiane Gaud dan Bernard Descouleurs, Maria merupakan seorang wanita Yahudi yang taat. Sebagaimana semua orang Yahudi yang taat yang selalu berusaha mencari Allah dengan sekuat tenaga, yang dalam bahasa Ibrani disebut “anawim”, yaitu “ para miskin Allah”, begitu pula dengan Maria selalu haus dan lapar akan Allah.25 Kehidupan dan sejarah Maria waktu kecil tidak banyak diceritakan, karena dalam Gereja Roma Katolik hal itu tidak penting. Yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana umat Roma Katolik menghormati Maria dengan bakti sejati kepadanya. Dalam Proto Injil Yakobus26 dikisahkan bahwa Maria lahir dari pasangan yang kaya dan mandul, yaitu Santo Yoakim dan Santa Anna. Yoakim dan Anna adalah pasangan yang saleh, mereka berdoa dengan tekun dan tiada henti-hentinya agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya doa mereka berdua dikabulkan lewat penampakan malaikat yang mengabarkan bahwa mereka akan dikaruniai seorang anak. Anna melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian dinamai Maria. Yoakim dan Anna 23 Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid III, h. 129. Untuk lebih jelasnya tentang Kelahiran Yesus Kristus baca Alkitab Mat 1:18-25. 24 Pranataseputra, ”Santa Perawan Maria dalam Hidup Sehari-hari Orang Katolik”, Ave Maria, no. Am-01 (Mei-Juni 2001): h. 8. 25 Christiane Gaud dan Bernard Descouleurs, Kisah Maria (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 10. 26 Proto Injil Yakobus merupakan tulisan apokrip berbahasa Yunani mengenai kelahiran Maria dan kehidupan Maria, yang berisi campuran antara dongeng, ceritera, dan tradisi. Tulisan apokrip sendiri adalah tulisan yang tidak dimasukkan dalam kanon kitab suci, tetapi dipercaya sebagai karya dari salah satu pengarang suci. berikrar akan mempersembahkan Maria kepada Tuhan dalam Kenisah.27 Ketika Maria menginjak usia tiga tahun, kedua orang tuanya mempersembahkan dalam kenisah untuk berbakti. Secara keseluruhan, Dalam Gereja Roma Katolik Maria memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan sangat dihormati, hal ini dikarenakan Maria –sebagai seorang wanita Yahudi yang taat- telah melahirkan Yesus Kristus sebagai penyelamat umat manusia. C. Pandangan Teologi tentang Maria Telah disebutkan di atas, bahwa Maria adalah Bunda Yesus Kristus yang mengandung bukan dari seorang pria, melainkan dari Roh Kudus. Oleh karena itu, dalam rumus-rumus pengakuan iman Gereja Roma Katolik, Maria disebut dalam hubungannya dengan Roh Allah yang menyebabkan kelahiran Yesus. Maka dari itu Konsili Efesus (431 M) memberikan gelar Santa Perawan Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos). Gelar ini dengan sendirinya menjadi cikal-bakal bagi perumusan dogma-dogma dasar tentang Maria. Menurut Bernhard Lohse, ada empat dogma atau pernyataan iman Gereja yang menyangkut Maria: 1. Maria Bunda Allah (Theotokos) 2. Maria Perawan 3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata) 4. Maria Diangkat ke Surga dengan Jiwa dan Raganya 27 Kenisah merupakan Bait Allah/Rumah Allah bagi umat Israel. Keempat dogma ini berkaitan erat, dogma yang satu tidak lengkap tanpa dogma yang lain.28 1. Maria Bunda Allah (Theotokos) Gelar Theotokos diresmikan pada Konsili Efesus (431 M). Gelar tersebut sudah cukup populer di kalangan umat sebelum konsili dimulai. Tetapi perlu diingat, peresmian gelar Bunda Allah (Theotokos) dalam Konsili Efesus bukan tanpa masalah. Konsili Efesus sendiri dilatarbelakangi oleh perdebatan emosional antara mazhab Aleksandria yang diwakili oleh Proclus dan Sirilus dengan mazhab Antihokia yang diwakili oleh Nestorius dan Yohanes. Inti permasalahan dalam perdebatan itu sebenarnya terletak pada hubungan kedua kodrat Yesus Kristus – kodrat manusiawi dan kodrat Illahi. Jadi, perdebatan itu lebih bersifat Kristologis dibandingkan dengan Mariologis, tetapi karena Yesus mendapatkan kodrat manusiawi-Nya dari Maria, maka Maria pun dibahas dalam perdebatan ini.29 Mazhab Anthiokia beranggapan pemberian gelar Maria Bunda Allah memberi kesan bahwa ke-Illahian Yesus dilahirkan dan diturunkan pula oleh manusia yang bernama Maria. Hal ini sama dengan menyatakan bahwa di dalam diri Yesus ada dua pribadi, yaitu pribadi Illahi dan pribadi manusiawi.30 Mazhab ini menggunakan pendekatan ”manusia firman”, yang artinya Yesus itu sebagai manusia yang didiami Allah. Oleh karena itu, mazhab ini menolak pemberian gelar Bunda Allah (Theotokos) kepada Maria. Aliran ini beranggapan Maria hanya Bunda Manusia (Anthropotokos) karena Maria melahirkan ”manusia firman” bukan ”Allah firman”, 28 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), h. 29 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25. Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 125. 254. 30 jadi Maria bukan Bunda Allah tetapi hanya Bunda Kristus saja yaitu bunda manusia. Masih menurut mazhab ini, pemberian gelar Bunda Allah (Theotokos) dapat mengakibatkan pada pendapat yang menyatakan Maria sebagai Ibu dari Yang Illahi, dan ini akan berakibat kepada penyembahan Maria (Mariolatria).31 Di lain pihak, mazhab Aleksandria berpandangan bahwa kedua kodrat yang ada di diri Yesus itu merupakan satu kesatuan. Jadi, yang dilahirkan Maria adalah kodrat manusiawi dan juga kodrat illahi Yesus, dan oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda manusia (Anthropotokos) dan juga Bunda Allah (Theotokos). Pemberian gelar Theotokos kepada Maria bukan berarti menyembah Maria (Mariolatria), tetapi hanya menekankan kesatuan dalam diri Yesus. Yesus adalah benar-benar manusia dan juga benar-benar Allah, oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda Allah.32 Untuk mengatasi kontroversi antara kedua mazhab tersebut, maka diadakanlah Konsili Efesus (431 M), dimana konsili ini berusaha mencegah dua kekeliruan tentang Maria, yaitu: 1) menjadikan Maria sebagai allah putri, dan 2) menempatkan Maria hanya pada tingkat manusiawi saja dengan menyatakan Maria hanya sebagai ibu dari kodrat manusiawi Yesus. Konsili Efesus menegaskan kembali ajaran Konsili Nikea (325 M), yang mengajarkan bahwa Yesus merupakan manusia yang memang Allah, karena sehakikat dengan Bapa.33 Jadi, pemberian gelar Bunda Allah tidak mengatakan 31 Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 32 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25. C. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 41. 45. 33 bahwa Allah (keillahian) mempunyai ibu, tetapi seorang manusia yang juga Allah tentu saja memiliki ibu, selayaknya manusia sejati lainnya. Sebenarnya Konsili Efesus tidak mencerminkan refleksi para teolog, tetapi lebih kepada kepercayaan atau iman umat (sensus fidelium), karena pada umumnya Maria diakui sebagai Bunda Yesus yang utuh, yaitu Yesus dengan kodrat Illahi dan kodrat manusiawi. Selain itu, sebutan Bunda Allah (Theotokos) sudah populer di kalangan umat sebelum Konsili Efesus. Tetapi Konsili Efesus menjelaskan secara tegas bahwa Maria disebut Bunda Allah bukan karena kodrat firman dan keIllahian Yesus berasal dari Maria, tetapi tubuh suci Yesus diambil dari Maria, dan dengan tubuh itu Firman Allah dipersatukan secara mandiri.34 2. Maria Perawan Matius 1:18 dengan jelas mengatakan bahwa Maria mengandung Yesus bukan didasarkan oleh hubungan biologis, melainkan melalui Roh Kudus yang diberitakan oleh malaikat Gabriel. Hal ini mengindikasikan keunikan Maria, bahwa ketika ia mengandung Yesus ia tetap perawan. Sebelum mengandung Yesus, Maria adalah perawan. Keperawanan Maria menurut Gereja Roma Katolik tidak hanya berdasarkan ketika mengandung Yesus, tetapi Maria tetap menjaga keperawanannya sebelum, ketika, dan sesudah melahirkan Yesus. Hal ini dikarenakan sebelum dan ketika mengandung Yesus, Maria tidak pernah berhubungan badan dengan laki-laki manapun, dan proses kelahiran Yesus pun tidak merusak keperawanan Maria. 34 Ibid, h. 41. Tradisi tentang keperawanan Maria dalam mengandung Yesus sangat kuat dalam Gereja Roma Katolik. Matius 1:18 dengan jelas mengatakan itu, kemudian ditegaskan kembali dalam Matius 1:25 "Yusuf tidak "mengenal"35 dia hingga ia melahirkan anak".36 Sebenarnya ajaran tentang dikandungnya Yesus oleh perawan masuk ke dalam Kristologi bukan Mariologi. Tetapi secara tidak langsung ajaran itu mengatakan sesuatu tentang Maria. Sebagai perawan ia menjadi Bunda, sehingga ia menjadi perawan dalam kebundaannya dan tidak lepas darinya.37 3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata) Pemberian Gelar Theotokos telah menjadi dasar bagi perkembangan Mariologi berikutnya. Setelah dua dogma Mariologi di atas, muncul juga ajaran tentang Maria dikandung tanpa noda (Immaculata). Landasan teologis mengenai dogma Immaculata ini adalah sebagai Bunda Allah, Sang Sabda, maka Maria sudah sepantasnya suci, sesuai dengan keluhuran dan kesucian Sang Sabda. Dengan sucinya Maria, maka Sang Sabda dapat menerima kodrat kemanusiaan-Nya dengan murni dan suci. Untuk menjaga kemurnian dan kesucian Maria, maka sudah sepantasnyalah jika Allah membebaskan Maria dari noda dosa asal. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Agustinus.38 4. Maria Diangkat ke Surga 35 "Mengenal" merupakan istilah Ibrani yang berarti bersetubuh. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, h. 43. 37 Ibid, h. 43 38 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 28. 36 Menurut Petrus Maria Handoko, dogma-dogma di atas membuat Maria semakin diagungkan dan disucikan. Setelah ketiga dogma di atas, kesucian Maria mulai menjadi topik utama, sehingga umat Roma Katolik dan para teolog mulai merasakan bahwa kematian dan pembusukan tubuh Maria tidak selaras dengan kemuliaan dan martabat Maria. Dari dasar pemikiran di atas, muncullah ajaran bahwa Maria tidak meninggal, tetapi diangkat ke surga bersama jiwa dan raganya.39 Ajaran ini juga diperkuat dengan tidak diketemukannya makam dan tulang belulang Maria sampai sekarang, berbeda dengan makam dan tulang belulang para rasul dan orang-orang kudus lainnya yang diperebutkan oleh Gereja-gereja pada masa-masa awal. 39 Ibid, h. 28. BAB III DEVOSI MARIAL DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA A. Definisi Devosi Marial Devosi menurut David Kinsley diartikan sebagai semangat kasih sayang, ketaatan, dedikasi, loyalitas, kesalehan, penghormatan, kesetiaan, rasa kagum, dan cinta kepada beberapa obyek seperti roh, dewa, atau manusia yang dianggap kudus. Devosi bisa juga diartikan sebagai hasil dari refleksi teologis yang berupa tindakan (action), seperti pemujaan dan berdoa.40 Gereja Roma Katolik mengenal banyak devosi yang objeknya ditujukan kepada orang-orang suci/kudus, seperti: Petrus, Paulus, Yusuf, dan lain sebagainya. Di antara sekian banyak devosi itu, devosi kepada Santa Perawan Maria yang lebih besar dengungnya. Hal ini dikarenakan Maria dianggap sebagai makhluk yang paling unggul di antara manusia lainnya, bahkan di antara para malaikat. Keunggulan Maria dikarenakan keikutsertaannya dalam karya penyelamatan. Secara etimologis, devosi kepada Maria merujuk pada kata Mario-duli yang berarti “kebaktian kepada Santa Perawan Maria”.41 Mario-duli sendiri berasal dari bahasa Yunani, kata Mario menunjuk kepada Maria, sedangkan kata duli (asal kata Doulia) mengacu pada kata Doulos, yang artinya “budak atau hamba”. Dalam istilah teologi 40 David Kinsley, “Devotion,” in Mircea Eliade ed., Encyclopedia of Religion, vol. 4 (New York: Macmillan Publishers, 1987), p. 326. 41 Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, h. 149. 21 Kristen, kata Doulia diartikan sebagai kebaktian kepada seseorang manusia (orang kudus).42 Kata Doulia sendiri harus dibedakan dengan kata Latreia (Latin: Adoratio), yang berarti kebaktian yang sasarannya hanya kepada Allah saja,43 sedangkan sasaran Doulia ialah seorang kudus yang mengabdikan dirinya hanya demi Allah. Oleh karena Santa Perawan Maria menjadi makhluk yang paling unggul di antara ciptaan Allah yang lain, maka terbentuk istilah khusus bagi Maria, yaitu: hyper-doulia yang berarti “adikebaktian”.44 Menurut Eddy Kristiyanto, Devosi kepada Maria termasuk ibadat khusus dalam Gereja Katolik –meskipun bukan liturgi resmi Gereja. Walaupun Devosi Marial merupakan ibadat yang khusus, tetapi hakikatnya berbeda dengan ibadat sujud yang diberikan kepada Kristus. Hal ini diperkuat dengan dokumen Lumen Gentium no. 66. “Ibadat ini, seperti yang selalu ada di dalam Gereja, walaupun merupakan ibadat yang khusus sekali, toh berbeda secara hakiki dengan ibadat sujud, yang diberikan kepada Sabda yang menjadi daging, sama seperti Bapa dan Roh Kudus, namun sangat memupuknya. Bermacam-macam bentuk kesalehan terhadap Bunda Allah, yang disetujui Gereja dalam batas-batas ajaran yang sehat dan ortodoks, sesuai dengan keadaan waktu dan tempat, dan sesuai dengan ciri-ciri serta bakat para beriman…” (LG no. 66)45 Lumen Gentium no.66 ingin menegaskan bahwa Maria dan Yesus Kristus hakikatnya berbeda. Perbedaan hakiki ini menyangkut siapa Maria dan siapa Yesus Kristus. Maria adalah manusia, sedangkan Yesus Kristus adalah Allah Putra yang diserahkan Bapa kepada kematian untuk menebus semua manusia dari kuasa maut. 42 Ibid, h. 149. Surip Stanislaus, Perempuan Itu Maria? (Yogyakarta: Kanisius,2007), h.101. 44 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 149. 45 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 79. 43 Dengan demikian Maria termasuk salah seorang yang ditebus Putranya. Jadi, keselamatan Illahi yang dialami Maria harus bergantung pada Yesus Kristus. Keunggulan Maria terjadi berkat relasinya yang tak terpisahkan dengan Yesus Kristus. Dasar pemikiran seperti ini bukan hanya persoalan akal, tetapi juga persoalan hati dan iman. Iman itu harus dihayati, pengahayatan iman itulah yang disebut devosi. Jadi bisa dikatakan devosi merupakan bagian integral dari penghayatan iman.46 Oleh karena itu, secara terminologis, Devosi Marial bisa diartikan sebagai sikap hati (baca: kebaktian) serta perwujudannya, dengan menjalin relasi personal, menjunjung tinggi, menghormati, menghargai, mencintai, dan meneladani Maria. B. Tujuan Devosi Marial Pranataseputra dalam tulisan ringkasnya menjelaskan bahwa inti sari devosi kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Katolik adalah menjadikan hidup beriman Maria sebagai teladan. Bagi orang Katolik, berdevosi dan menghormati Santa Perawan Maria bukan karena Maria memiliki kekuatan dan keahlian gaib, akan tetapi sebagai manusia yang beriman seperti umat lainnya, Maria telah membuktikan diri sebagai hamba Allah yang baik dan berhasil.47 Maria adalah seorang beriman yang sederhana, tekun, setia, dan suci. Dia menghayati imannya dengan teguh dan tidak tergoyahkan oleh berbagai godaan, kesulitan, dan tantangan. Hal-hal seperti inilah yang harus diteladani oleh umat Kristiani. Orientasi atau tujuan terakhir kehidupan orang-orang beriman (seperti halnya kehidupan Maria sendiri) adalah untuk mengenal, mencintai, dan memuliakan Tuhan, 46 47 Surip Stanislaus, Perempuan Itu Maria?, h.102. Pranataseputra, ”Santa Perawan Maria dalam Hidup Sehari-hari Orang Katolik”, h. 8. serta mentaati perintah-perintah-Nya. Oleh karena itu, devosi kepada Maria membawa umat Katolik untuk meneladani sikap keterbukaan dan penghampaan (pemasrahan) diri Maria kepada Tuhan.48 Gereja telah menetapkan prinsip teologis yang menghubungkan Maria dengan Kristus dan Gereja. Umat Katolik memandang Maria untuk memahami Yesus dan Gereja secara lebih jelas. Konsili Efesus (431) menyatakan bahwa Maria adalah Bunda Allah, di sini jelas bahwa Maria sangat penting untuk memahami Yesus Kristus. Penjelmaan Yesus selalu dikaitkan erat dengan Maria. Santo Louis Marie de Monfort (1716) memberikan 8 (delapan) butir alasan mengapa umat Katolik harus melakukan Devosi Marial. 1. Devosi Marial menunjukkan umat Katolik pengudusan diri sendiri di hadapan Yesus Kristus dengan bantuan Maria. Devosi ini mendorong untuk membaktikan diri secara menyeluruh demi pengabdian kepada Allah. 2. Devosi Marial membuat umat Katolik mengikuti jejak Kristus dan meneladani kerendahan-Nya. 3. Dengan berdevosi kepada Maria, umat mempersembahkan seluruh karya amal kepada Yesus Kristus melalui tangan Bunda-Nya, maka karya amal itu dibersihkan dan diperindah oleh Maria, dan Maria juga membuat umat diterima oleh Putranya. 4. Devosi Marial merupakan sarana unggul untuk menjaga kemuliaan Allah yang lebih besar. 5. Devosi Marial mengantar umat Katolik pada kesatuan dengan Tuhan secara, mudah, singkat, sempurna, dan aman. 48 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 35-36. 6. Devosi Marial memberi umat Katolik kebebasan batin mendalam yang merupakan dambaan sebagai anak-anak Allah. 7. Devosi Marial merupakan cara yang sangat baik untuk melaksanakan cinta kasih terhadap sesama. 8. Devosi Marial merupakan sarana ketekunan dan menetapkan hati untuk tetap setia dalam keutamaan.49 Intinya, tujuan terakhir Devosi Marial adalah Yesus Kristus. Bila seseorang berdevosi kepada Maria, maka ia secara sempurna ingin berbakti kepada Yesus Kristus. Dalam hal ini Devosi Marial merupakan sarana dan kemudahan bagi umat untuk menemukan Yesus Kristus. C. Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah Menurut Groenen, devosi kepada Santa Perawan Maria mengakar dari devosi rakyat kepada para martir.50 Dimana sekitar tahun 150 M, para martir mulai diikutsertakan dalam kebaktian (ibadat) umat. Hari kelahiran para martir (dies natalis) mulai dirayakan, mereka seolah-olah serupa dengan Kristus (Kis 7:59-60) dan dinilai sebagai seseorang yang ikut serta dalam penyelamatan Yesus Kristus. Pada awalnya para martir bukan sasaran kebaktian dalam ibadat resmi (liturgi), mereka hanya menjadi alasan umat untuk memuji dan bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dikerjakan Allah kepada para martir tersebut, Semua doa dan kebaktian hanya ditujukan kepada Allah atau Kristus. Posisi martir pada masa ini hanya sebagai 49 Louis-Marie Grignion de Monfort, Bakti Sejati Kepada Maria. Penerjemah R. Isak (Bandung: Serikat Maria Montfortan, t.t.), h. 63-95. 50 Martir berasal dari bahasa Yunani yang berart ”saksi”, yaitu orang-orang yang rela menderita dan mati karena iman dan cintanya kepada Kristus. LG (50). Lihat Gerald O’ Collins, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 191. pendorong umat untuk beribadat kepada Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari laporan tertua yang mencatat mengenai seorang martir, yaitu Polycarpus (± 155), Uskup Smirna. Laporan itu berupa surat yang dikirim jemaah di Smirna kepada jemaah di Philomelium. Tetapi seiring berjalannya waktu, surat itu berulang kali disadur. Dalam penyaduran yang berkali-kali itu, akhirnya kemartiran Polycarpus resmi (dalam ibadat) dikenang setiap tahunnya, bahkan sang Martir sendiri berkembang menjadi sasaran devosi rakyat. Hal ini berdasarkan keyakinan rakyat yang menganggap sang Martir sebagai sahabat Yesus Kristus, mempunyai kekuatan untuk menolong. Oleh karena itu, makam dan peninggalan-peninggalan para Martir (mayat/tulang belulang, pakaian, dan apa saja yang pernah dikenakan oleh para Martir) dianggap dapat mengerjakan ”mukjizat”. Maka muncullah kebiasaan berziarah ke makam para Martir dan perebutan relikwi51 yang dipakai sebagai semacam jimat. Akhirnya lama-kelamaan devosi rakyat itu masuk ke dalam ibadat resmi, walaupun ibadat itu tetap terarah kepada Allah.52 Devosi rakyat kepada para Martir mengingatkan kepada devosi untuk para pahlawan (Heros) yang ada di dunia Yunani-Romawi. Para pahlawan itu merupakan tokoh-tokoh legendaris yang memiliki kelebihan dan keterampilan khusus, dan biasanya kisah-kisahnya dibumbui dengan hal-hal gaib. Para pahlawan itu bukan dewa dan dewi, tetapi juga mereka bukan manusia biasa, mereka semacam makhluk yang ada di tengah, antara dewa dan manusia. Makam dan peninggalan para pahlawan ini juga sering dikunjungi oleh rakyat Yunani-Romawi pada saat itu dan di sekitarnya diselenggarakan juga ibadat yang memiliki ciri tersendiri. 51 Relikwi merupakan benda-benda peninggalan orang kudus yang dianggap memiliki muatan daya Illahi yang sangat berguna untuk melayani segala macam kebutuhan rakyat beriman. 52 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 158. Groenen mengatakan devosi rakyat Kristiani terhadap para Martir sedikit banyak dipengaruhi oleh devosi rakyat Yunani-Romawi kepada para pahlawan mereka. Bahkan pada abad IV-V sebagian pemimpin umat (uskup), khawatir kalau-kalau devosi rakyat kepada para martir membawa umat kembali kepada kekafiran kuno.53 Namun hal ini langsung diklarifikasi oleh para pemimpin umat lainnya, bahwa jelas ada perbedaan antara devosi rakyat Kristen kepada para martir dengan devosi rakyat Yunani-Romawi kepada para pahlawannya. Para pahlawan yang mati itu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan dunia kedewataan/ketuhanan, mereka itu berdiri sendiri dan hanya memiliki semacam otonomi religius. Sedangkan para Martir –meskipun tetap manusiadianggap memiliki hubungan, bahkan mengarah kepada Allah. Oleh karena itu, para Martir dilihat sebagai penyambung antara Allah dengan orang beriman, sehingga makam dan peninggalan mereka dianggap sebagai tempat/barang terpilih, dimana surga (Allah) dan bumi (manusia) menjadi satu. Penggabungan antara surga dan bumi membuat daya Illahi lebih dekat kepada manusia untuk menolong dan mengerjakan mukjizat.54 Pada abad ke-IV, setelah agama Kristen secara resmi diakui melalui Edict Konstantinus 333 M, zaman para martir berakhir, maka gagasan tentang martir mulai dirohanikan, maksudnya bukan hanya mereka yang mati demi Kristus yang disebut martir, tetapi juga mereka yang hidup demi Kristus juga disebut martir. Jadi, Bukan hanya para Martir –dalam arti sesungguhnya- yang dihormati, tetapi juga orang-orang kudus.55 Maka, Maria yang diyakini sebagai orang kudus, martir secara rohani, mulai 53 Legenda-legenda yang dihiasi dengan pengikutsertaan dewa-dewi serta peristiwa-peristiwa yang sifatnya supernatural (gaib) yang ada pada rakyat Yunani-Romawi dianggap oleh umat Kristiani sebagai kisah-kisah dari dunia kafir. 54 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 159. 55 Ada perbedaan antara Martir dan Orang Kudus. Martir merupakan orang-orang yang rela mati dan menderita demi untuk Kristus (Syuhada dalam Islam), sedangkan Orang Kudus/Santo adalah orang yang hidup demi untuk Kristus atau orang yang diyakini memiliki kelebihan spiritual dan mempunyai dihormati dan umat mulai berdoa kepadanya, terlebih setelah Konsili Efesus (431 M) meresmikan gelar Theotokos kepada Maria, peresmian itu semakin mengobarkan semangat devosi rakyat kepada Maria.56 Dari latar belakang sejarah tentang Devosi Marial di atas, penulis membagi tiga bagian perjalanan sejarah Devosi Marial, dimana di dalamnya akan membahas pasangsurut devosi kepada Santa Perawan Maria dari waktu ke waktu. 1. Sebelum Zaman Pertengahan Pada masa ini Devosi Marial tidak mendapatkan banyak perhatian, karena Gereja lebih menitikberatkan perhatian pada Yesus Kristus dengan cara merumuskan secara tegas ajaran iman Gereja tentang Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Rasul. Hal ini dikarenakan Gereja –khususnya para apologet57masih disibukkan oleh serangan Gnostisisme, Decotisme, dan aliran-aliran lainnya yang menolak realitas material tubuh Yesus Kristus.58 Oleh karena itu, dalam dokumen-dokumen kuno yang secara resmi diakui oleh Gereja seperti surat Clemens dari Roma kepada umat di Korintus, Ajaran Dua Belas Rasul, dan Surat kepada Barnabas, Maria tidak disebut sama sekali, karena titik pusat pewartaan pada masa ini ialah Yesus Kristus. Tetapi penjelasan dan perhatian kepada Maria pada kedekatan dengan Kristus. Gelar Martir dan Santo merupakan pemberian dari orang-orang sesudahnya sebagai sebuah bentuk penghormatan. 56 Devosi Maria, artikel diakses pada 8 Desember 2007 dari http://www.guamaria.org 57 Apologet adalah para pejuang atau pembela Yesus Kristus. 58 Menurut aliran-aliran tersebut, Kristus tidak mempunyai tubuh sesungguhnya –selama Yesus berada di dunia-, tetapi hanya tampaknya saja Yesus mempunyai tubuh. Pendapat ini didasari pada pandangan yang menyatakan bahwa materi yang terdapat pada tubuh manusia memiliki sifat yang jahat, lemah dan mematikan. Kesimpulannya, Yesus bukanlah manusia sungguh-sungguh, hanya tampaknya saja Ia manusia. Lihat Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h.18. masa ini bisa ditemukan dalam tulisan-tulisan apokrip, misalnya Proto Injil Yakobus. Ceritera-ceritera dari tulisan apokrip ini sering diwarnai oleh daya imajinasi dan fantasi yang sangat tinggi, sehingga sulit dipercaya sebagai peristiwa historis. Oleh karena itu, dipertanggungjawabkan. kebenaran Meskipun sejarah tulisan-tulisan demikian ini tulisan-tulisan tidak bisa apokrip itu mencerminkan praktek-praktek devosi yang menonjol pada masa ini. Bentuk praktek devosi kepada Maria pada masa ini hanya dicerminkan melalui tulisan-tulisan apokrip tersebut. Belum ada pesta, doa atau ibadat khusus yang ditujukan kepada Maria. Maria belum dilihat sebagai orang kudus secara mandiri, tetapi dia hanya dilihat sebagai ”pintu” yang dilalui Yesus menuju ke dunia ini. Meskipun demikian, Maria sudah diingat dalam pembacaan Kitab Suci, walaupun hanya pada teks-teks yang menyatakan Maria tidak secara eksplisit, seperti Luk 1-2 yang mengakui kedudukan dan peranan Maria dalam sejarah penyelamatan, tetapi tidak ada dasar untuk suatu Devosi kepada orang kudus atau khususnya Maria dalam teks ini. Pernyataan Konsili Efesus tentang Maria sebagai Theotokos membuat para teolog memusatkan perhatian pada ajaran-ajaran yang berkembang sejak masa Gereja awali, yaitu ajaran tentang kesejajaran Maria dan Hawa, dan juga ajaran tentang keperawanan Maria pada masa sebelum, pada waktu, dan sesudah kelahiran Yesus. Melalui persoalan-persoalan tersebut perhatian beralih dari hidup Maria di Palestina kepada Maria dalam tugas aktualnya di surga. Oleh karena, itu muncullah ajaran tentang Maria dikandung tanpa noda (Immaculata) dan Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Selain itu, Gereja-gereja –terlebih Gereja-gereja Latin- mulai menafsirkan Alkitab –baik dari Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru- secara alegoris untuk diterapkan kepada Maria. Bersamaan dengan berkembangnya kedua ajaran di atas, berkembang pula refleksi tentang peranan Maria dalam karya penyelamatan Allah. Dengan berkembangnya refleksi dan ajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa ini penghormatan kepada Maria mendapat perhatian yang luar biasa dari umat Roma Katolik, bahkan pesta-pesta dan devosi kepada Maria berkembang dengan cepat jumlahnya. 2. Zaman Pertengahan Seperti telah diuraikan di bab sebelumnya, Mariologi dan Devosi Marial merupakan dua entitas yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena Mariologi menghasilkan refleksi para teolog tentang Maria, dan dari hasil refleksi itulah muncul gejala-gejala penghormatan kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial). Pada masa ini Mariologi dan Devosi Marial mencapai zaman keemasannya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya para teolog terkenal –yang melakukan refleksi teologi tentang Santa Perawan Maria- muncul pada masa ini, antara lain: Bernardus, Bonaventura, Tomas Aquinas, dan lain-lain. Tomas Aquinas misalnya, melakukan penelaahan sistematis dan tuntas tentang dogma Theotokos. Selain itu, dia juga meletakkan dasar yang kokoh untuk Mariologi, khususnya untuk keibuan dan penghormatan khusus (hyperdulia) kepada Maria.59 Pada masa ini, Mariologi dan Devosi Marial lebih berkembang di Gereja Timur (Latin) dibandingkan dengan Gereja Barat. Di Timur, para penulis seperti Anselmus dan Bernardus mengembangkan tema-tema terdahulu, seperti keibuan Illahi, keperawanan kekal dan kesucian Maria. Anselmus misalnya, dia meletakkan dasar uraian tentang semua ajaran Mariologis yang muncul sebelum masa ini – khususnya Maria sebagai pengantara- secara ilmiah dan sistematis, karena sebelumnya ajaran tentang Maria tidak memiliki dasar-dasar yang kokoh dan argumnetasi yang kuat, karena lebih kepada kepercayaan umum umat (Sensus Fidelium). Kemudian St. Bernardus salah satu teolog terkenal di Timur, merupakan penggerak ulung dalam hal penghormatan kepada Maria. Pengembangan ajaranajaran tersebut membuat ajaran ketakbernodaan (Immaculata) dan pengangkatan Maria ke surga makin diterima di antara umat, tanpa mengalami pertentangan dan analisa kritis seperti di Barat.60 Ajaran Maria dikandung tanpa noda (Immaculata) sendiri diterima secara umum setelah Konsili Trente, sedangkan ajaran Maria diangkat ke surga sudah diterima sebelumnya.61 Di masa ini Maria tidak lagi dilihat dari aktivitas dan peranannya ketika dia hidup bersama Yesus, tetapi lebih kepada aktivitas dan peranan aktualnya di surga. Umat Kristen di masa ini memandang Maria sebagai Ratu Surgawi yang 59 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 29. Ibid, h. 29. 61 Dogma Gereja tentang Maria diangkat ke Surga ditetapkan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950 dalam konstitusi apostolis Manificentissimus Deus. Sedangkan Dogma Maria Tanpa Noda Dosa Asal ditetapkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1954. Lihat Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 100. 60 memperhatikan dan mendoakan umat. Umat beranggapan bahwa doa Maria sangat berkuasa dibanding orang-orang kudus lainnya, karena doa itu merupakan kelanjutan dari keibuan dan kesucian Maria yang istimewa. Bentuk devosi kepada Maria –dalam hal ini doa-doa untuk Maria- mulai muncul pada masa ini, seperti doa Angelus (abad XIII) dan doa Rosario (abad XIII – XV). Selain itu, doa Salam Maria juga sudah muncul pada masa ini meski hanya bagian pertamanya saja. Doa-doa tersebut sampai sekarang lazim dipakai oleh umat Katolik.62 Dari perkembangan ini bisa disimpulkan Maria tidak hanya dipandang dalam kerangka besar karya keselamatan, tetapi lebih kepada pribadinya, khususnya suka dukanya sebagai Ibu Allah, dan juga selama kesengsaraan Yesus. 3. Zaman Modern Masa ini ditandai dengan munculnya pertentangan antara kelompok pendukung dan kelompok penentang ajaran Maria dikandung tanpa noda (Immaculata). Hal ini disebabkan karena adanya ketidaktahuan, takhayul, dan kesalehan emosional (sentimentalisme) yang cukup tinggi di antara umat Kristiani, sehingga kebaktian Kristiani, khususnya kebaktian kepada Maria selalu dibumbui dengan praktek-praktek devosi yang berlebihan. Dalam situasi seperti ini, muncullah gerakan pembaharuan yang dimotori oleh Martin Luther yang ingin mereformasi Gereja atau yang dikenal dengan Protestanisme. Gerakan ini awalnya hanya melontarkan kritik tajam kepada praktek-prektek devosi yang berlebihan yang berkembang di Gereja Katolik zaman 62 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 30. pertengahan, bukan kepada ajaran tentang Maria. Para Bapa Reformator sendiri (Luther, Calvin, Zwingli) dan para teolog Protestan mula-mula masih menerima ajaran Gereja Kuno tentang Maria, misalnya dogma Theotokos; keperawanan Maria sebelum, saat, dan setelah melahirkan Yesus; juga tentang kesucian Maria. Hal ini bisa dilihat dalam ibadat Gereja Lutheran di zaman sekarang masih ada beberapa hari raya untuk mengenang Maria, meskipun dampaknya pada praksis dan teologi jemaat Gereja kecil sekali.63 Tetapi kemudian kritik pihak Protestan bukan hanya kepada keterlaluan devosional kepada Maria, mereka juga menunjukkan keberatannya kepada seluruh ajaran Katolik tentang Maria. Umat Protestan berkeyakinan bahwa Maria tidak termasuk ke dalam kerigma apostolik dan ajaran-ajaran tentang Maria tidak mempunyai landasan dari kitab suci. Maria dipandang hanya sebagai penerima keselamatan Illahi dan bukan pemeran serta yang aktif dalam rencana keselamatan itu.64 Refleksi tentang Maria memang seringkali kurang ilmiah dan lebih berdasarkan pada perasaan dan dugaan, sehingga argumennya seringkali tidak tahan uji. Pihak Protestan menghimbau agar Kitab Suci dijadikan sebagai satusatunya dasar sumber iman. Pernghormatan kepada Maria dianggap sebagai takhayul, oleh karena itu praktek tersebut harus dihapuskan. Serangan-serangan atas Devosi Marial memunculkan reaksi dari pihak Katolik. Pembela-pembela Maria dari pihak Katolik bermunculan. Mereka 63 64 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 17 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 31. menghasilkan karya-karya kepustakaan tentang Maria yang paling banyak dibandingkan masa-masa sebelumnya. Serangan pihak protestan di masa ini tidak mematikan penghormatan umat kepada Maria begitu saja. Pihak Katolik terus melakukan pembelaan-pembelaan kepada Maria dengan menguatkan posisi Maria dalam penghayatan iman umat Kristiani. Bahkan, penampakan pertama Maria yang diakui secara resmi oleh Gereja terjadi pada masa ini, yaitu penampakan Maria kepada St. Katarina Laboure pada tahun 1830 di kapel Rumah Induk Puteri Kasih di Paris. Pada penampakannya ini Maria memerintahkan Katarina membuat medali yang diberi nama Medali Maria dikandung tanpa noda. Kemudian medali ini menjadi terkenal sebagai Medali Wasiat, karena diangap begitu banyak mukjizat terjadi melalui doa dengan medali tersebut.65 Medali Wasiat yang dihasilkan dari pertemuan Maria dan St. Katarina telah menambah bentuk penghormatan umat kepada Maria. Medali dijadikan relikwi yang berasal dari Maria. Meskipun Devosi Marial di masa ini mengalami perkembangan dengan bertambahnya bentuk penghormatan kepada Maria, akan tetapi kemunculan Protestanisme sedikit banyak mempengaruhi iman umat Kristiani terhadap penghormatan kepada Maria. Masa ini juga ditandai dengan diselenggarakannya Konsili Vatikan II pada tahun 1962-1965. salah satu alasan diadakannya konsili ialah kesadaran Gereja Katolik akan perlunya pembaharuan dalam dan melalui Gereja. 65 Ibid, h. 32. Konsili Vatikan II sendiri sebenarnya bercorak ekumenis, bukan bercorak Mariologis, akan tetapi Mariologi tidak bisa dikesampingkan dalam konsili ini. Hal ini disebabkan karena Mariologi menjadi salah satu tema yang mengundang perdebatan emosional di antara para Bapa Konsiliaris. Perdebatan berkisar mengenai apakah Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri atau dimasukkan ke dalam skema konstitusi tentang Gereja. Perdebatan ini menjadi emosional dikarenakan hal ini bukan hanya masalah teknis saja, akan tetapi mencerminkan dua pandangan yang berkaitan erat dengan ajaran tentang Maria. Para Bapa Konsiliaris sendiri terpecah menjadi dua kelompok: Maksimalistis dan Minimalistis. Kelompok Maksimalis berpandangan bahwa Maria menduduki posisi paling unggul di dalam Gereja, dikarenakan peranannya dalam karya penyelamatan, juga karena misteri-misteri Maria berurat akar dalam relasi Trinitas. Maria tidak cukup dipandang hanya sebagai anggota Gereja, Maria sebaiknya ditempatkan di atas bahkan diluar Gereja. Gagasan tentang Maria bukan merupakan bagian dari eklesiologi (ilmu tentang Gereja). Oleh karena itu, sebaiknya bab mengenai Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri. Lain halnya dengan kelompok Maksimalis, kelompok Minimalis mempersatukan tata penyelamatan dalam suatu sintesis yang komprehensif. Kelompok ini berpandangan bahwa Maria adalah model (Typus) Gereja. Maria menjadi pelopor Gereja dalam penziarahan duniawinya menuju kepenuhan eskatologis. Oleh karena itu, Maria merupakan anggota Gereja yang perlu ditebus sama seperti anggota Gereja lainnya. Jadi, gagasan tentang Maria sebaiknya dimasukan ke dalam kosntitusi mengenai Gereja.66 Perdebatan antara para pendukung kedua kelompok ini terasa sengit dan penuh emosi. Hal ini terbukti dengan diadakannya pemungutan suara (voting) yang diadakan pada tanggal 26 Oktober 1963 untuk menentukan apakah ajaran tentang Santa Perawan Maria dimasukkan ke dalam konstitusi Gereja atau tidak.67 Mayoritas kecil para Bapa konsiliaris akhirnya menyetujui bahwa pokok-pokok ajaran tentang Maria ditambahkan dalam skema konstitusi tentang Gereja, dan menempatkannya pada dokumen Lumen Gentium bab VIII dengan judul “De Beata Maria Virgine Deipara in Mysterio Christi et Ecclesiae” (Santa Maria, Perawan dan Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja).68 Hasil voting ini menunjukkan secara pasti di manakah tempat Maria.69 Dari judul Lumen Gentium Bab VII saja langsung dapat diketahui, bahwa para Bapa konsili menempatkan Maria dalam misteri Gereja. 66 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 123. Voting ini merupakan simpul yang harus ditempuh koonsili mengingat kedua kelompok ini tidak bisa diperdamaikan. Hasil voting memperlihatkan: 1.114 setuju; 1.074 tidak setuju; 5 abstain; 2 setuju dengan syarat. Lihat Ibid, h. 114. 68 Ibid, h. 15. 69 Diagram yang sering dipakai untuk menjelaskan tempat Maria ialah: I II 67 Kristus Maria Kristus Umat Allah/Gereja Maria & Gereja Gambar I memperlihatkan pandangan kebanyakan umat Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Gambar ini juga menunjukkan pandangan para teolog maksimalis, yang ingin menempatkan Maria di atas Gereja dan bersatu dengan Kristus. Gelar yang sering dipakai dalam gambar I ialah Mediatrix Imnis Gratiae, Maria Pengantara Segala Rahmat. Berbeda dengan gambar II, gambar I menempatkan Maria di dalam Gereja, dimana sebagai anggota Gereja Maria membutuhkan rahmat penebusan Kristus. Gelar yang dipakai Gereja untuk memperlihatkan situasi dan tempat Maria ini ialah Mater Ecclesiae, Maria Bunda Gereja. Pokok-pokok ajaran mengenai Maria dalam Lumen Gentium bab VIII tercantum dalam 18 (delapan belas) artikel, yaitu no. 52-69. Kedelapan belas artikel ini memiliki sifat yang ingin mengembalikan semua ajaran tentang Maria ke sumber-sumber utama, yang dimaksud sumber-sumber utama di sini ialah Kitab Suci dan ajaran Para Bapa Gereja. Sumber-sumber lain seperti edaran-edaran kepausan juga diperhatikan, tetapi konsili sangat hati-hati dalam menggunakan sumber-sumber lain ini, dikarenakan sumber-sumber lain ini seringkali tidak didasari dengan studi kritis ilmiah, sehingga menimbulkan perdebatan dan polemik. Konsili dengan hati-hati ingin menghindari perdebatan dan polemik ini.70 Dengan kembali ke sumber-sumber utama, konsili memandang Maria dalam konteks keseluruhan sejarah keselamatan yang memandang Yesus sebagai Allah Putra yang menjelma menjadi manusia, untuk membawa seluruh manusia dalam keselamatan. Pandangan ini dikeluarkan karena banyaknya kontroversi dan penyimpangan umat dalam melakukan devosi kepada Maria bersumber pada konsep yang salah tentang Yesus. Dari pandangan tersebut, konsili telah memberikan pedoman bagi penghormatan yang tepat kepada Santa Perawan Maria. Pertama, yaitu dengan menempatkan Devosi Marial secara teologis dalam kaitannya dengan Tuhan. Maksudnya adalah menjadikan Allah sebagai titik orientasi dari devosi kepada Maria. Meskipun penghormatan kepada Santa Perawan Maria sangat istimewa, tetapi hakikatnya tetap saja berbeda dengan penyembahan kepada Allah. Kedua, para Bapa konsili menekankan pentingnya penghormatan kepada Maria dalam 70 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah,, h. 41 konteks liturgis. Ketiga, mereka juga menekankan beberapa sifat, baik yang positif maupun yang negatif dari penghormatan kepada Maria yang benar.71 Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa Konsili Vatikan II mencoba menertibkan bentuk-bentuk devosi umat kepada Maria yang sudah ada sebelumnya, yang kebanyakan lebih didasari perasaan dan kesalehan emosional ketimbang Kitab Suci dan studi kritis ilmiah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan dalam melakukan devosi kepada Santa Perawan Maria. Dengan penertiban ini, Konsili Vatikan II ingin menghindari salah paham dengan saudara-saudara Kristen yang lain (dalam hal ini umat Protestan). Konsili Vatikan II telah menciptakan dasar untuk memulai pembaruan liturgi. Langkah demi langkah diwujudkan melalui kebijakan kepausan, termasuk ”cultus” kepada Santa Perawan Maria. Peringatan atau pesta Maria disusun agar Yesus Kristus tetap sebagai pusat iman. Meskipun begitu, devosi terhadap Santa Perawan Maria setelah Konsili Vatikan II mengalami pasang surut. Krisis ini dimotori oleh mentalitas umat yang cenderung mengejar keduniawian, yang mulai merajalela dalam masyarakat modern. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap situasi ataupun fenomena, termasuk fenomena agama, yang berasal dari manusia diwujudkan sesuai dengan lingkungan dan zaman. Oleh sebab itu, Devosi Marial di masa ini dipengaruhi oleh kekurang pengertian dalam hal teologi, fanatisme, dikaitkan dengan dunia gaib, hal-hal yang ajaib, atau bercampur kepentingan pribadi, keuntungan ekonomi, dan lain-lain.72 71 72 Ibid, h. 42. Salvatore, Inilah Ibuku, h. 96. BAB IV KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK A. Landasan Biblikal tentang Devosi Marial Bagi umat kristiani, Alkitab diimani sebagai Sabda Allah dalam bahasa manusia atau Sabda Allah yang tertulis. Untuk lebih memahami dan mencintai Sabda Allah dalam bahasa manusia itu, maka Alkitab harus dipandang sebagai buku iman Gereja dan buku kesaksian iman tentang Allah yang berkarya dan bersabda dalam sejarah manusia, dan tentang jawaban manusia terhadap karya dan Sabda Allah tersebut. Oleh karena itu, umat Kristiani selalu menanamkan di dalam diri mereka bahwa “Firman Allah itu hidup dan kuat”. (Ibr 4:12). Alkitab dijadikan sebagai satu-satunya dasar iman bagi Penganut Gereja Kristen Protestan. Tetapi bagi para penganut Gereja Roma Katolik, Alkitab bukanlah satusatunya yang bisa dijadikan dasar iman, masih ada tradisi Gereja yang posisinya berada di bawah Alkitab. Oleh karena itu, dogma-dogma dan devosi yang muncul mengenai Maria dalam Kristen katolik bukan hanya berlandaskan Alkitab saja tetapi juga tradisi Gereja. Bahkan, dibandingkan dengan Alkitab, tradisi Gereja lebih mendominasi sebagai dasar teologis untuk dogma-dogma tentang Devosi Marial –Alkitab sedikit sekali berbicara tentang Maria. Dogma mengenai Maria mengalami suatu perkembangan yang panjang. Pada awalnya, Perjanjian Baru tidak menyampaikan secara eksplisit tentang kesalehan Maria, bahkan Perjanjian Baru juga bisa dikatakan tidak mempunyai Mariologi. Baik Matius maupun Lukas memang menyampaikan bahwa Yesus dilahirkan dari Perawan Maria, dimana Yusuf sama sekali tidak memainkan peranan penting. Tetapi Markus, Yohanes, dan Paulus tidak sekalipun menunjuk pada mukjizat ini. Hal itu menunjukkan bahwa pada awalnya Maria sama sekali tidak menempati kedudukan sentral di dalam kekristenan. Penjelasan-penjelasan, baik yang terdapat dalam Matius maupun Lukas kemungkinan besar hanya untuk menekankan keunikan Yesus saja, bahwa Ia dilahirkan oleh seorang perawan tanpa bapak biologis, bahkan penjelasan-penjelasan itu tidaklah memperlihatkan suatu minat Mariologis, tetapi lebih cenderung kepada Kristologis. Menjelang akhir abad ke-II topik mengenai kesalehan Maria telah mengalami perkembangan. Dengan informasi historik yang sangat terbatas di dalam Alkitab, – khususnya Perjanjian Baru-73 sejumlah ahli kitab mencoba menggali sebanyak mungkin informasi tentang Maria yang terdapat di dalam Alkitab. Injil Lukas merupakan sumber informasi yang paling sering dipakai oleh para ahli kitab untuk menggambarkan Maria. Hal ini disebabkan karena Injil Lukas paling banyak memuat ayat-ayat yang berkaitan dengan Maria.74 Dan pada akhirnya, informasiinformasi yang diperoleh para ahli kitab dijadikan dasar/landasan iman untuk memberikan penghormatan kepada Maria. Gereja Roma Katolik memiliki keyakinan bahwa dasar devosi kepada Maria bukanlah karena kuasanya mengabulkan doa, tetapi karena teladannya sebagai pribadi 73 Alkitab tidak sering menyebut Maria. Selain Matius pasal 1-2 dan Lukas pasal 1-2, Maria tiga kali disebutkan namanya, yaitu: Mat 13:55; Mrk 6:3 dan Kis 1:4. tanpa disebutkan namanya, Maria ditampilkan dalam Mat 12:46; Mrk 3:31 dan Luk 8:19. Yohanes tidak pernah menyebut nama Maria tetapi menampilkannya dalam Yoh 2:1-3.5; 19:25-26; 6:42. Lihat Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 25. 74 Perjanjian Baru memuat 152 ayat tentang Maria. Paulus, 1 ayat; Lukas, 89 ayat; Kisah, 1 ayat; dan sisanya terdapat pada Markus, Matius, dan Yohanes. Lihat Salvatore, Inilah Ibuku, h. 16. yang beriman dan kesediaannya menyerahkan diri dan rela berkorban demi mengemban kehendak Allah. Penyerahan Maria kepada rencana dan kehendak Allah begitu murni, tulus dan sempurna sehingga pantas menjadi teladan umat Kristiani –khususnya Katolik. Sikap penyerahan total ini dirumuskan dalam Injil Lukas ketika dia mendapat kabar dari malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung Yesus. ”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Karena kesempurnaan Maria dalam hal iman inilah akhirnya umat menghormatinya.75 Ayat yang biasanya dipakai juga untuk dijadikan dasar berdevosi kepada Maria adalah penegasan Injil Lukas yang berisi, ”Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku ...” (Luk 1:48-49).76 Yang dimaksud ”perbuatan-perbuatan besar” Allah kepada Maria di sini adalah keterlibatan Maria dalam misteri keselamatan Illahi dan Gereja. Allah menghendaki Maria ikut berperan secara aktif dalam misteri Kristus, tepatnya dalam misteri inkarnasi.77 Keikutsertaan Maria menjadikan Allah Putra yang sungguh-sungguh Allah menjadi manusia Yesus Kristus, dimana dengan menjadi manusia, Allah Putra bertindak sebagai penghapus dosa manusia dan menumbangkan kekuasaan jahat. Oleh karena itu, Yesus Kristus merupakan Allah sejati sekaligus manusia sejati karena Ia Allah Putra yang 75 Laurensius Mugito, SCJ, ”Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik”, h. 83. Untuk lebih jelasnya baca Injil Lukas mulai dari kisah “Maria dan Elisabet” sampai “Nyanyian pujian Maria” (Luk 1:38-56). 77 Bagi umat Kristiani, pewahyuan diri Allah dalam Putra-Nya yang menjadi daging dan tinggal di antara manusia demi penyelamatan dunia dipercaya sebagai peristiwa inkarnasi. Inkarnasi sendiri berasal dari bahasa Latin in dan caro yang berarti hal menjadi daging. Dalam konteks pembicaraan ini Allah Putra memperoleh kodrat kemanusiaan-Nya dalam rahim Perawan Maria, atau justru karena dilahirkan oleh manusia Maria, Allah Putra mendapat kodrat manusiawi. Lihat O’ Collins, Kamus Teologi, h. 118. 76 dikandung dan dilahirkan oleh perawan suci. Jadi, karena perbuatan-perbuatan besar Allah kepada Maria umat menghormati Maria.78 Lebih dalam lagi, Injil Yohanes 19: 25-27 mengatakan, ”Dan dekat salib Yesus berdiri Ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: ”Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” Ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus menitipkan ibu-Nya kepada murid-Nya Yohanes, dan Yohanes dititipkan kepada Maria. Artinya Maria dijadikan bunda para murid dan para murid dijadikan anaknya Santa Perawan Maria, sehingga hubungan Maria sebagai Bunda Yesus terus berlanjut sampai sekarang Maria menjadi bunda umat pengikut Yesus, karena murid-murid Yesus dianggap sebagai anak dari Maria.79 Dalam teks-teks Perjanjian Baru tentang Maria terdapat beberapat teks-teks Perjanjian Lama yang dikutip secara eksplisit (Yes 7:14) atau mungkin disinggung secara implisit (Kej 3:15, Zef 3:14-20). Menurut beberapa ahli Mariologi Katolik teks-teks Perjanjian Lama tersebut sejak semula sudah mengandung bayangan atau pertanda tentang Maria.80 Bagi para ahli kitab, Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, ataupun Tradisi Suci menggambarkan Maria dengan tugasnya dalam tata penyelamatan. Dalam hal ini tugas Maria juga ditampilkan seakan-akan untuk dikagumi. Memang Alkitab maupun tradisi memberikan perhatiannya bukan kepada pribadi dan tugas Maria, melainkan yang paling 78 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 78-80. Wawancara pribadi dengan Bapak Thomas Suharjono, Depok, Jawa Barat, 06 April 2008. 80 Martin Harun dan Pitoyo Adhi, ed., Maria dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: Penerbit Obor, 1988), h. 20. 79 utama ialah fungsi, karya, martabat dan pribadi Yesus Kristus. Oleh karena itu para Bapa Gereja memberikan pandangan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Santa Perawan Maria harus dimengerti dan dibaca dengan bertitik tolak pada peristiwa ”puncak” Yesus kristus, yang dimaksud dengan peristiwa ”puncak” di sini ialah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus. Kebangkitan Yesus Kristus ini menyatakan penyelamatan tindakan Allah demi umat manusia. Selain itu, peristiwa ini juga menjadi bukti bahwa Yesus dari Nazareth, anak Maria adalah Allah yang berkuasa atas dosa dan maut.81 Para Bapa Gereja beranggapan bahwa hanya dengan bertitik tolak dari kebangkitan Yesus, kedudukan dan keistimewaan perawan Maria dapat dipahami dan ditempatkan secara proporsional. B. Pengungkapan Devosi kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya Pada bab di atas sudah dijelaskan bahwa Santa Perawan Maria merupakan seorang wanita yang sangat istimewa dalam pandangan Gereja Roma Katolik. Dengan cinta kasihnya yang berkobar, Maria rela menerima segala penderitaan bersama putranya dengan mengandung Yesus Kristus, melahirkan, membesarkan, dan ikut menderita bersama putranya yang wafat di kayu salib. Maria sungguh istimewa bekerja sama dengan Sang Juru Selamat, dengan iman, pengharapan, dan cinta kasihnya untuk memperbaharui hidup adi kodrati jiwa-jiwa umat manusia. Keistimewaan Santa Perawan Maria tersebut menjadikan dirinya begitu dicintai dan dihormati oleh umat Katolik dengan melakukan berbagai macam bentuk devosi kepada Maria, seperti: doa-doa kepada Maria, ziarah, dan lain sebagainya. Tetapi bentukbentuk devosi kepada Maria ini seringkali terlalu berlebih-lebihan sehingga Santa 81 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 26. Perawan Maria begitu diagung-agungkan seolah-olah kedudukannya setara dengan Allah. Untuk mengantisipasi hal ini para Bapa Gereja melalui Konsili Vatikan II membuat beberapa kriteria untuk melakukan devosi yang benar kepada Santa Perawan Maria. Selain itu, Konsili Vatikan II juga menyatakan bahwa penghormatan kepada Santa Perawan Maria merupakan ibadat khusus dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menempatkan Maria sedemikan rupa sehingga kehadirannya dalam karya penyelamatan tidak mengaburkan peran Yesus Kristus, tetapi mendukung dan memperjelas. Konsili Vatikan II melalui Lumen Gentium no. 67 memberikan panduan dan arahan bagaimana seharusnya berdevosi yang benar kepada Santa Perawan Maria. Berikut bunyi LG no. 67 ”Konsili tersuci ini dengan tegas menandaskan ajaran Katolik ini. Sekaligus Konsili menasihatkan semua putra Gereja agar devosi kepada Santa Perawan, khususnya devosi liturgis, dipupuk dengan jiwa besar. Konsili juga meminta agar praktik dan latihan-latihan kesalehan kepada dia, dihargai seperti yang dianjurkan oleh kekuasaan mengajar Gereja sepanjang peredaran masa, dan agar ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan pada masa yang lampau tentang penghormatan kepada patung Kristus, Santa Perawan, dan para kudus, ditaati dengan perasaan keagamaan. Tetapi Konsili ini sungguh-sungguh menghimbau para teolog dan pewarta Sabda Illahi agar dalam mengulas martabat khusus Bunda Allah, mereka secara hati-hati dan seimbang menghindari usaha melebih-lebihkan yang palsu di satu pihak, maupun kepicikan hati yang keterlaluan di lain pihak. Dengan mengembangkan pengkajian Kitab Suci, para Bapa dan doktor Gereja, liturgi-liturgi Gereja serta di bawah kekuasaan mengajar Gereja, hendaknya mereka secara tepat menjelaskan tugas serta hak-hak istimewa Santa Perawan yang selalu dikaitkan dengan Kristus, Sumber segala kebenaran, kesucian, dan kesalehan. Hendaklah mereka secara cermat mencegah kata atau perbuatan apa pun yang dapat membawa saudara-saudari yang terpisah atau siapa pun lainnya kepada paham yang salah mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah para beriman mengingat bahwa devosi yang benar bukan terdiri dari perasaan yang mandul dan sepintas, bukan pula dari semacam sikap mudah percaya tanpa isi. Tetapi, devosi yang benar muncul dari iman sejati, yang membawa kita kepada pengakuan akan keunggulan Bunda Allah, menggerakkan kita untuk mencintai Bunda kita sebagai seorang anak dan untuk meneladan keutamaan-keutamaannya.” (LG no. 67)82 Bentuk-bentuk devosi kepada Santa Perawan Maria yang ada di masa lalu cukup banyak dan cukup populer di kalangan umat. Hal ini disebabkan karena adanya inkulturasi devosi kepada Maria. Jadi, bentuk-bentuk devosi kepada Maria berbeda-beda di setiap wilayah, tergantung kultur masyarakat yang ada di masing-masing wilayah. Misalnya bentuk-bentuk Devosi Marial yang ada di Timur berbeda dengan yang ada di Barat. Lumen Gentium no. 67 ingin menegaskan bahwa Konsili Vatikan II mengakui secara terbuka aneka ragam bentuk devosi kepada Santa Perawan Maria. Tetapi para Bapa Konsiliaris juga ingin menekankan satu tolok ukur yang dapat diterima bagi semua ungkapan devosi itu, baik di masa lalu, sekarang maupun di masa yang akan datang. Tolok ukur tersebut adalah peranan iman, maksudnya adalah aneka ragam bentuk devosi tersebut boleh terus ada dan berkembang asalkan berada dalam batas-batas ajaran yang sehat dan ortodoks. Jika tolok ukur ini dipenuhi, maka Gereja Katolik menyambut gembira kekayaan bentuk-bentuk devosi kepada Maria menurut masa yang berbeda, kebudayaan yang berbeda dan sifat-sifat pribadi yang berbeda. Oleh karena itu, para Bapa Konsili ingin menekankan bahwa devosi kepada Maria di masa lampau janganlah dinilai dengan yang dimiliki Gereja Roma Katolik di masa sekarang, atau menilai kesalehan Maria dari negara lain dengan selera sendiri. Di sini muncul tantangan bagi Gereja Roma Katolik, bagaimana mengungkapkan devosi kepada Maria dengan mengambil bentuk dan ungkapan yang sesuai dengan kebudayaan umat Katolik di masa sekarang. 82 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 114. Eddy Kristiyanto menjelaskan dalam bukunya bahwa pengungkapan devosi kepada Maria ditunjukkan oleh para Bapa Konsiliaris dalam LG no. 67 dengan himbauan keras yang ditujukan kepada para teolog dan pewarta Sabda Illahi untuk menghindari dua sikap ekstrem. Sikap pertama, ialah sikap yang terlalu menekankan faktor lahiriah dalam penghayatan iman, dan pengungkapannya cenderung berlebih-lebihan. Sikap ini menjurus pada pendewian Santa Perawan Maria (menjadikan Santa Perawan Maria sebagai dewi dan tokoh mistis). Maria dipuja dan disembah sebagai sumber dan pemberi keselamatan, Maria juga dianggap sebagai ’jimat’ bertuah yang menjamin hidup kekal. Dalih yang biasa dipakai untuk membenarkan sikap ini adalah kenyataan bahwa Santa Perawan Maria berperan serta dalam karya penyelamatan sebagai pintu masuk Yesus, Allah Putra yang membawa keselamatan bagi manusia. Semangat devosional yang seperti ini lebih bersifat magis. Kedua adalah sikap yang terlalu menekankan faktor batiniah dalam penghayatan iman. Penghayatan iman dalam sikap kedua ini direduksikan menjadi urusan batin melulu. Orang-orang yang bersifat ’spiritualistis’ semacam ini menganggap bahwa tidak masuk akal, sarana kesalehan, ulah tapa, gambar suci, patung, dan lain sebagainya dapat membantu orang untuk mengungkapkan imannya secara berdaya guna. Praktek kesalehan terhadap Santa Perawan Maria dinilai takhayul, sia-sia dan merupakan ungkapan pelarian ke dalam alam penghiburan rohani yang bersifat sentimental melulu.83 Konsili Vatikan II berusaha menghindari kesalahpahaman dengan pihak Gereja Kristen Protestan tentang Santa Perawan Maria. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II berusaha mencegah praktek devosional yang dipengaruhi oleh kedua sikap tersebut dengan meletakkan dasar-dasar penghormatan kepada Maria dalam LG no. 67. 83 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 87. Konsili memberikan petunjuk dalam mengulas tugas serta hak-hak istimewa Maria, yaitu harus selalu dalam kaitan dengan Yesus Kristus, Sumber segala kebenaran, kesucian, dan kesalehan. Konsili menegaskan bahwa Maria hanya dapat dimengerti jika dipandang dalam perspektif Yesus Kristus. Salahlah jika memandang Kristus dalam perspektif Maria, sehingga pengalaman akan Kristus hanya samar-samar saja dalam penghormatan kepada Maria. Inilah yang disebut bahaya Marianisme. Maria adalah jalan menuju Yesus Krisrus.84 Devosi kepada Santa Perawan Maria harus didasari iman sejati Kristiani. Dalam devosi yang benar (otentik), seorang devosioner harus sadar bahwa Maria bukanlah tokoh sentral dalam iman sejati Kristiani. Pusat iman Kristiani adalah Trinitas. Devosi bisa dikatakan benar (otentik), jika dengan devosi seorang devosioner mengenal tempat Maria dalam karya penyelamatan, yaitu di bawah Yesus Kristus. Dalam menghormati Maria, di dalam diri seorang devosioner harus tumbuh penghargaan yang lebih besar akan kekuasaan Allah yang telah mengerjakan hal-hal yang besar untuk Maria. Jadi, devosi yang benar (otentik) harus menampakkan aspek trinitaris, kristologis, dan eklesial.85 C. Berbagai Gejala Devosi Marial 1. Doa kepada Maria Doa kepada Santa Perawan Maria merupakan bentuk devosi yang paling umum dan biasa dilakukan oleh umat Katolik. Mereka menganggap bahwa doa, puji-pujian, syukur, dan permohonan yang ditujukan kepada Allah melalui Maria bukan suatu masalah. Alasannya adalah Maria merupakan karya ciptaan Allah yang 84 85 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 115. Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 91. paling unggul dan berperan dalam karya penyelamatan. Problem baru muncul, kalau Maria menjadi sasaran doa. Secara teologis, ungkapan ”berdoa kepada” sebenarnya kurang tepat digunakan kepada Maria, karena berdoa hanya boleh kepada Tuhan Allah. Namun dalam arti yang lebih luas, ungkapan ”berdoa kepada Maria” dimaksudkan untuk menyapanya dalam suasana doa dan memohon kepadanya untuk mendoakan si pendoa. Hal ini seperti tertera dalam rumusan doa Salam Maria. Bentuk doa dan pujian kepada Maria cukup banyak. Di antara sekian banyak bentuk doa tersebut, doa Salam Maria memiliki tempat dan kedudukan yang paling utama, ini disebabkan karena struktur dasar setiap doa kepada Maria terdapat dalam doa Salam Maria.86 Bagian pertama dari doa ini merupakan gabungan dari dua ayat Injil Lukas, yakni: Salam Malaikat Gabriel kepada Maria (Luk 1:28) dan ditambah dengan Pujian Elizabeth kepada Maria (Luk 1:42). Bagian pertama ini sudah lazim dipakai sebagai doa sejak abad VI-VII, dan baru muncul secara lengkap pada tahun 1498, dan ditetapkan seperti apa adanya sekarang pada tahun 1568 oleh Paus Pius V.87 Selain doa Salam Maria masih ada beberapa bentuk doa kepada Maria di antaranya: 1. Doa Malaikat Tuhan Doa ini dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari, siang hari, dan senja hari. Lonceng Gereja-gereja dengan cara khusus dibunyikan sebagai tanda waktu 86 Rumusan doa Salam Maria adalah sebagai berikut: ”Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus. Santa Maria, bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin”. Lihat Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 169. 87 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 129. mulai berdoa. Doa ini sebenarnya bertujuan untuk mengenang peristiwa inkarnasi. Doa ini tersusun atas tiga ayat serta tanggapannya yang dikutip dari ayat-ayat Lukas 1 dan Yohanes 1, kemudian disusul doa Salam Maria dan berakhir dengan suatu seruan kepada Maria serta tanggapannya disusul doa penutup, yang tertuju kepada Allah dengan perantaraan Yesus Kristus.88 Penyertaan doa Salam Maria dan seruan kepada Maria menandakan bahwa umat Roma Katolik juga ingin mengikutsertakan peranan yang dipegang Maria dalam peristiwa-peristiwa penyelamatan itu, sesuai dengan tempat Maria dalam sejarah penyelamatan. Perhatian doa ini diarahkan kepada karya penyelamatan dalam diri Yesus maupun kepada sikap bagaimana kita harus menyambut karya-Nya itu. Sikap Maria dalam menyambut karya Allah harus dijadikan teladan, khususnya sikap Maria ketika menerima Kabar Malaikat. 2. Doa Rosario Doa Rosario adalah doa yang berisi tiga rangkaian peristiwa misteri Tuhan, yaitu peristiwa gembira, peristiwa sedih, dan peristiwa mulia. Masing-masing peristiwa terdiri atas lima peristiwa.89 Doa Rosario menggunakan alat bantu berupa tasbih dan menggunakan sistem mengulang-ulang rumusan doa. Rosario sendiri berarti karangan bunga mawar. Inti doa Rosario adalah merenungkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus dan 88 Tiga ayat serta tanggapannya terdiri dari: Ayat pertama dikutip dari Luk 1:28-35; ayat kedua dikutip dari Luk 1:35; ayat dikutip dari Yoh 1:14. Seruan serta tanggapan kepada Maria berbunyi: ”Doakanlah kami, ya Bunda Allah supaya kami layak menerima apa yang dijanjika Kristus”. Terakhir penutup yang berbunyi: ”Kami mohon, ya Tuahn, sudilah kiranya mencurahkan rahmat-Mu ke dalam hati kami, supaya kami yang mengenal inkarnasi Anak-Mu berkat kabar dari malaikat, melalui penderitaan dan salib-Nya; diantar kepada kemuliaan kebangkitan ...” Lihat Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 172-174. 89 Untuk penjelasan tentang peristiwa-peristiwa dalam doa Rosario dan rumusan doanya, baca Berdoa Rosario, (Yogyakarta: Kanisius, 2000). Maria. Jadi, tujuan utamanya bukan pengucapan rumusan-rumusan doa. Pengulangan rumusan doa dimaksudkan untuk membantu mempermudah renungan batin. 3. Litani Santa Maria Doa Rosario biasanya digabung oleh doa Litani. Litani (Latin: litania/litaniae) adalah doa yang terdiri dari serangkaian permohonan atau seruan, yang dibawakan oleh seorang pemimpin, lalu oleh para jemaat ditanggapi dengan rumusan/seruan yang sama.90 Dalam Gereja Roma Katolik, ada enam Litani yang secara resmi diakui Gereja, yaitu: Litani S. Maria, Litani Para Kudus, Litani Nama Yesus, Litani Hati Kudus, Litani Darah Mulia, dan Litani S. Yusup. Dari enam Litani tersebut, yang paling umum dipakai adalah Litani S. Maria, sedangkan Litani yang lain kurang digemari umat.91 4. Lain-lain Selain doa-doa di atas masih banyak lagi doa lain yang ada di Gereja Roma Katolik dan jumlahnya cukup banyak. Kebanyakan doa-doa itu diarahkan kepada keibuan Illahi Maria, keperawanannya, serta perananya sebagai pengantara dan kemuliaan di surga. 2. Patung/Gambar Maria Gereja Roma Katolik biasanya dihiasi dengan macam-macam gambar dan patung Yesus Kristus, dan orang-orang kudus. Di antara patung/gambar orang-orang 90 91 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 178. Devosi Maria, http://www.guamaria.org akses Sabtu, 08 Desember 2007. Kudus, patung/gambar Maria menempati kedudukan paling depan. Bagi umat Katolik patung/gambar tersebut bukan hanya hiasan dan karya seni belaka, tetapi merupakan sasaran devosi yang hangat dan emosional. Masih menurut mereka, religiusitas dan iman umat dapat dihayati dengan hangat dan dalam bila dapat disalurkan melalui obyek yang kongkret seperti patung/gambar. Umat Kristiani dua abad pertama masih memegang teguh sikap dan ajaran Yahudi yang anti patung/gambar. Tetapi sejak abad ke-II, patung/gambar Kristus dan tokoh-tokoh yang tampil di Kitab Suci mulai dipasang di kuburan dan tempattempat jemaah berkumpul. Pada abad IV-V patung/gambar semakin besar peranannya dan dihormati, alasannya adalah patung/gambar dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan religius orang awam, dan pada patung/gambar terdapat daya pengudus. Selama abad ke-VII, patung/gambar semakin menjadi sasaran devosi umat. Patung/gambar dianggap memiliki daya gaib yang dapat melindungi orang, tempat, kota, dan sebagainya dari malapetaka dan bencana.92 Pada abad ke-VIII sampai abad IX muncul reaksi dan krisis hebat yang menentang patung/gambar. Semua ikon93, gambar, patung dirusak dan dihancurkan (perang ikonoklastik). Alasannya adalah Allah tidak mungkin digambarkan, dengan menggambarkan keillahian atau memisahkan kemanusiaan yang digambarkan dari keIllahian, orang akan jatuh ke dalam bidah yang menyangkal kesatuan Kristus, dan orang yang menghormati gambar/patung sebenarnya menyembah berhala. Tetapi kemudian muncul tokoh-tokoh besar yang membela pemakaian gambar/patung, seperti Yohanes dari Damsyik (± tahun 749 M) dan Theodorus Sang Studies (± 92 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 183. Ikon berasal dari bahasa Yunani, eikon, artinya gambar, lukisan suci di atas kayu yang dibuat sesuai dengan tradisi dan seninya. Lihat Salvatore, Inilah Ibukui, h. 137. 93 Tahun 826 M) yang mengatakan bahwa mereka yang melawan gambar/patung menghina kejasmanian, dan menganggap kejasmanian jahat, bukan ciptaan Allah. Berkat inkarnasi pula Allah menjadi kelihatan, sehingga dapat digambarkan juga. Sama halnya dengan orang-orang kudus, Maria pun selagi hidup penuh dengan Roh Kudus. Maka, Roh Kudus pun tidak akan jauh dari patung/gambar Maria, oleh karena itu umat Katolik seringkali menghormati patung/gambar Maria. Sasaran devosi itu bukanlah patung/gambar, melainkan diri Maria sendiri. Dalam pendekatan Gereja Roma Katolik, tidak ada kewajiban untuk memakai patung/gambar Maria sebagai sasaran devosi, tetapi juga tidak ada larangan untuk memakainya dan terasa kurang bijaksana menentangnya. Dan tidak dapat dipungkiri pula bahwa melalui ikon, Devosi Marial berkembang dengan sangat cepat. 3. Penampakan Maria Gejala berikutnya yang muncul dari Devosi Marial adalah ”Penampakan Maria”. Penampakan adalah terlihatnya sesuatu dari dunia yang tak kelihatan dan dianggap sebagai salah satu cara bertindak dari Allah untuk mewahyukan wejanganNya.94 Bagi umat Roma Katolik, Maria tidak terlihat karena eksistensi aktualnya di surga, mana mungkin Maria dapat terlihat oleh manusia yang berada dalam keadaan ”dunia”. Tetapi, menurut keyakinan Kristiani, Allah dengan Roh Kudus memang hadir dan berkarya di dunia ini dan di dalam orang beriman. Ada beberapa Penampakan Maria yang diakui oleh Gereja Katolik dan cukup terkenal, yaitu: 94 Ibid, h. 133 1. Penampakan Maria di Guadalupe, Meksiko kepada seorang petani Indian, bernama Juan Diego Nahuatl pada tahun 1531. Pusat devosi ini adalah suatu gambar Maria yang secara ajaib muncul pada kain yang dipakai Nahuatl dan sampai sekarang ini masih dapat dilihat. 2. Penampakan Maria di Rue de Bac, Paris kepada Katarina Laboure pada tahun 1830. Penampakan ini mencetuskan tersebarnya ”medali wasiat”, yang di atasnya tertera gambar Maria seperti apa yang dialami oleh Katarina. 3. Penampakan Maria di Fatima, Perancis kepada tiga anak kecil pada tahun 1917. Ketiga anak itu adalah Yachinta, Fransisco, dan Lucia. Sampai sekarang Lucia masih hidup sebagai seorang suster. 4. Penampakan Maria di Lourdes, Perancis kepada Bernadette Soubirou pada tahun 1858. Penampakan ini terjadi empat tahun setelah pernyataan Maria dikandung tanpa noda (1854).95 Selain penampakan-penampakan di atas, cukup banyak penampakanpenampakan Maria yang tidak diakui oleh Gereja Katolik karena dinyatakan palsu dan setelah diteliti merupakan hasil rekayasa. Selain itu, masih banyak penampakan Maria yang belum mendapat reaksi resmi dari Gereja. 4. Ziarah Ziarah ke tempat-tempat keramat merupakan suatu gejala religius yang ada di semua agama, baik agama-agama primitif maupun agama-agama berkembang. Sama halnya dengan semua agama, umat Katolik pun memiliki praktek ziarah ke 95 Maria, Santa Perawan Maria Bunda Allaha, h. 131-132. tempat-tempat keramat, misalnya Vatikan Roma, dimana di sana ada makam Petrus dan Paulus. Setelah Maria tampil dan semakin menonjol sebagai sasaran devosi rakyat, maka Maria pun menjadi sasaran devosi yang disalurkan melalui ”berziarah”. Tempat-tempat keramat yang dijadikan target ziarah umat Katolik biasanya tempat di mana Maria secara khusus menampakkan diri dan berkarya serta mengabulkan doa. Tempat-tempat Maria menampakkan diri, seperti: Guadalupe, Lourdes, Fatima, dijadikan tempat ziarah Marial yang memiliki makna internasional. Selain itu masih banyak tempat keramat yang ramai dikunjungi orang, tetapi tidak semua berlatar belakang penampakan, mungkin ada suatu mukjizat atau kejadian luar biasa, misalnya di Loreto, Italia.96 Di Indonesia, ada beberapa tempat ziarah marial seperti Sandojo di Muntilan, Sendangsono, dan Gua Kerep di Jawa Tengah.97 Hampir semua tempat ziarah marial didukung dan dimanipulasikan oleh para pemimpin Katolik (Pastor, Uskup, Paus) atas dasar pertimbangan bahwa ziarah berguna sebagai saluran devosi rakyat. Akan tetapi, praktek ziarah tidak luput dari kritik juga. Para Reformator menolak praktek itu dengan alasan bahwa ziarah dinilai sebagai ”prestasi” manusia yang dengan jalan itu mau mengerjakan kekudusannya sendiri. D. Respons Gereja Kristen Protestan tentang Devosi Marial 96 Tempat ziarah Marial di Loreto, Itali awalnya tidak begitu dikenal secara internasional, tetapi kemudian menjadi terkenal, karena menurut legenda, para malaikat pernah menerbangkan rumah Maria di Nazaret ke Loreto. Hingga sekarang Loreto merupakan salah satu tempat ziarah Marial yang paling banyak dikunjungi umat Katolik. Lihat Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 132. 97 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 190. Peran Maria memang sangat sentral dalam transmisi sejarah keselamatan lewat Tuhan Yesus, hal ini membuat Maria diberikan tempat yang layak untuk mendapatkan anugerah pujian dan penghormatan tersendiri dalam nurani jemaah Roma Katolik. Namun, bagi Gereja Kristen Protestan, rasa hormat terhadap Maria tidaklah pantas untuk diberikan secara berlebihan, penghormatan tersebut tidak boleh mengarah kepada devosi, devosi hanya boleh ditujukan kepada Tuhan Yesus. Maria hanya ciptaan, "Segala sesuatu diciptakan oleh Kristus, untuk Kristus dan di dalam Kristus" (Kol 1:16). Dengan demikian, Maria tidak lebih tinggi daripada Yesus dan tidak layak disetarakan sebagai sumber rahmat. Sebagai konsekuensi imani dari pernyataan di atas, Maria tidak boleh dijadikan objek doa. Landasan biblikal yang dipakai untuk mendukung pernyataan itu adalah ”Aku tidak akan membagi kemuliaan-Ku pada yang lain” (Yes 42:8).98 Bagi Gereja Kristen Protestan, berdoa kepada Maria merupakan sebuah penyimpangan terhadap devosi sejati kepada Tuhan. Alkitab tidak pernah mengajarkan untuk berdoa kepada Maria, Rasul-rasul pun tidak pernah berdoa/meminta apa pun kepada Maria. Doa hanya boleh ditujukan kepada Allah. Selain itu, untuk dapat mendengarkan doa-doa manusia, tentu konsekuensinya Maria harus menjadi Allah yang maha tahu, dan ia juga harus menjadi Allah yang maha kuasa untuk dapat mengabulkan doa-doa itu. Hal ini tidak mungkin bagi Maria, karena ia hanya manusia yang tetap bergantung kepada Tuhan Kristus untuk ditebus.99 Gelar ”Mediatrix” (pengantara) yang diberikan Gereja Roma Katolik kepada Maria membuat Maria dipandang sebagai intermediator bagi doa-doa manusia. Hal ini 98 Sola Fide, “Kontroversi Maria,“ artikel diakses pada 25 Februari 2008 dari http://www.ekaristi.org 99 Budi Asali, ”Ajaran Mengenai Maria (Mariologi),” artikel diakses pada 18 Februari 2008 dari http://www.geocities.com/reformedmovement disanggah dengan keras oleh pihak Kristen Protestan, bagi mereka pengantara umat Kristiani hanya satu, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus dapat menjadi pengantara karena Dia Illahi sekaligus manusiawi. ”Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1 Tim 2:5). Wibowo Ardhi mengatakan bahwa Santa Perawan Maria berjanji mau membantu manusia berdoa, tetapi ia juga mengharapkan supaya manusia memohon kepadanya. Maria akan lebih mudah membantu kita menjadi murid Yesus yang baik, bila kita sungguh-sungguh berniat mau menjadi baik.100 Bagi Gereja Kristen Protestan pernyataan ini mengindikasikan penyembahan kepada Maria. Gereja Kristen Protestan menganggap bahwa semua praktek dan ajaran tentang Devosi Marial pada hakikatnya merupakan ajaran paganisme, yaitu suatu ajaran tentang penyembahan berhala.101 Secara resmi Gereja Roma Katolik menyangkal menyembah Maria dan membedakan 3 macam penyembahan: • Latria : Penyembahan yang tertinggi, penyembahan ini hanya ditujukan kepada Allah • Dulia • Hyper-Dulia : Penghormatan yang lebih tinggi dari Dulia dan ini ditujukan kepada : Penghormatan terhadap malaikat/orang-orang suci Maria Ajaran Gereja Roma Katolik di atas disanggah oleh pihak Gereja Kristen Protestan, menurut mereka Alkitab tidak pernah mengajarkan adanya 3 macam penyembahan seperti yang diajarkan oleh Gereja Roma Katolik. Sekalipun umat Roma Katolik mengatakan praktek dan ajaran kepada Maria merupakan penghormatan bukan 100 Wibowo Ardhi, Mari Berdoa Salam Maria, (Yogyakarta: Kanisius, t.t.), h.43. Norman Pittenger, Our Lady: The Mother of Jesus in Christian Faith and Devotion, (London: SCM Press, 1996), p. 85. 101 penyembahan, tetapi bagi umat Kristen Protestan praktek-praktek tersebut merupakan penyembahan, karena mereka berdoa kepada Maria, berlutut di bawah patung Maria, dan menyanyi memuji Maria. Dengan dijadikannya Maria sebagai obyek penyembahan, jelas Maria menggantikan atau menggeser tempat Allah/Yesus. Alkitab melarang penyembahan pada manusia maupun malaikat. Dalam Kis 10 25:26 diceritakan Kornelius menyambut Petrus dengan tersungkur di kakinya, ia menyembah Petrus. Tetapi Petrus menegakkan dia, dan berkata: ”Bangunlah, aku hanya manusia saja.” dalam Why 22:8-9 dikisahkan ketika Yohanes menyembah malaikat, tetapi malaikat menolak sembah dan mengalihkannya kepada Allah.102 Selain itu, umat Kristen Protestan juga mengemukakan bahwa Alkitab melarang orang yang masih hidup untuk mengadakan kontak dengan orang yang sudah mati (Ul 18:9-12, Im 20:6, Yes 8:19-20).103 Sekalipun Maria ibu Yesus, tetapi ia tetap sudah mati, sehingga orang yang masih hidup tidak boleh berdoa ataupun melakukan kontak dengan dia.104manusia biasa yang tetap bergantung kepada Yesus Kristus untuk ditebus, oleh karena itu Maria tetap terkena dampak dosa asal, yaitu berada di bawah kuasa maut. Dalam pandangan Gereja Kristen Protestan, Maria memang dipandang sebagai wanita yang kudus karena telah melahirkan Yesus. Tidak hanya itu, bila dilihat dari sisi keluarga dan sisi sosialisasinya semasa hidup Yesus, Maria juga dipandang sebagai 102 Arkhimandrit Daniel Bambang, Kontroversi Maria (Jakarta: Satya Widya Graha, 2001), h. 172-174. 103 Bagi umat Protestan, Maria tetap manusia biasa yang bergantung kepada Yesus Kristus untuk ditebus, oleh karena itu Maria tetap terkena dampak dosa asal, yaitu berada di bawah kuasa maut. Dalam hal ini pandangan Gereja Protestan tidak jauh berbeda dengan Gereja Kristen Ortodox Lihat Ibid, h. 80. 104 Budi Asali, ”Kontroversi Maria.” wanita Yahudi yang taat. Akan tetapi, bukan berarti Maria memperoleh sesuatu yang unik melebihi tokoh-tokoh yang ada di Alkitab, terlebih-lebih Yesus.105 Pada umumnya, Maria tidak berperan sama sekali dalam teologi dan praksis jemaah-jemaah Gereja Kristen Prostestan, dan dapat dilewatkan tanpa ada kerugian sedikit pun untuk keutuhan iman. Oleh karena itu, Maria tidak termasuk dalam sistem teologia Gereja Kristen Protestan Protestan. Hal ini disebabkan reaksi terhadap penghormatan yang berlebih-lebihan yang diberikan kepada maria oleh umat Roma Katolik.106 Praktek penghormatan dan ajaran kepada Maria dalam Gereja Roma Katolik lebih banyak dilandasi oleh tradisi-tradisi suci Gereja. Memang, otoritas Gereja Roma katolik selalu berpendapat bahwa, tidak semua praktek dan ajaran harus ada dalam Alkitab, karena masih ada tradisi suci, Gereja Roma Katolik biasanya akan mengemukakan ayatayat pembelaan dari Alkitab sebagai argumen. “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25) dan “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun tertulis.” (2 Tes 2:15). Bagi Gereja Kristen Protestan, pendapat demikian sah-sah saja, namun umat Kristen Protestan mengingatkan bahwa tradisi yang diwariskan itu tidak boleh bertentangan dengan Kitab suci. Tradisi-tradisi tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara moral, sumber dan asalnya, dan tidak boleh bertentangan dengan Alkitab sebagai basis kebenaran, karena adat-istiadat bisa saja salah. Yesus Kristus sendiri mengingatkan, bahwa adat-istiadat dapat menyesatkan: ”Dengan 105 106 Wawancara pribadi dengan Abn. Andreas Kemal, Jakarta, 18 Maret 2008. Arkhimandrit Kontroversi Maria, h. 57. demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat-istiadatmu sendiri” (Mat 15:6). Gereja Kristen Protestan memberikan kritik tajam kepada Gereja Roma Katolik dalam hal berdevosi kepada Maria. Umat Roma Katolik terlalu berlebihan dalam menghormati Maria, misalnya dengan berdoa kepada Maria, umat Roma Katolik seolaholah ingin menyingkirkan Yesus sebagai satu-satunya yang berkuasa mengabulkan doa. Menurut Gereja Kristen Protestan, ibadat hanya kepada Yesus, tidak ada ibadat selain kepada Yesus. Tetapi Gereja Roma Katolik memberikan bantahan atas pernyataan Gereja Kristen Protestan tersebut. Maria merupakan seorang manusia biasa yang dimuliakan karena peranannya dalam karya keselamatan, dalam hal ini mengandung dan melahirkan Yesus. Sebagai seorang manusia yang dimuliakan dan sangat dekat dengan Yesus kita sepatutnya meneladani dan menghormatinya.107 Pada kenyataannya memang seringkali ditemukan praktek devosi kepada Maria tidak berlandaskan biblis-teologis, tetapi lebih kepada perasaan. Karena lebih mengedepankan perasaan dibandingkan dengan akal budi dan iman, maka perasaan itu mudah sekali diombang-ambing oleh kejadian-kejadian yang sensasional –seperti penampakan-penampakan yang masih diragukan kebenarannya. Pokok kontroversi yang timbul dalam devosi kepada Maria sebenarnya adalah pencampuradukan antara devosi dan adorasi,108 dimana di satu pihak ada kecenderungan untuk mengubah Maria menjadi sejajar dengan Allah, sedangkan di lain pihak, sebagai reaksi atas (ketakutan akan) sikap pertama tadi, ada kecenderungan untuk meninggalkan Maria. 107 Wawancara pribadi dengan Bapak Thomas Suharjono, Depok, Jawa Barat, 06 April 2008. Adorasi berasal dari bahasa Latin adoratio yang artinya “penyembahan”, target dari adorasi/penyembahan ini hanya kepada Allah saja. 108 E. Catatan Kritis Bagi Gereja Roma Katolik, Maria sudah sepantasnya diberikan penghormatan yang sangat tinggi karena peranannya dalam karya penyelamatan. Maria ditempatkan di atas para manusia dan malaikat karena dia telah melahirkan seorang manusia dan sekaligus sebagai Tuhan. Gelar-gelar yang diberikan Gereja Roma Katolik kepada Maria menandakan begitu dihormatinya Maria. Penghormatan dan pemberian gelar kepada Maria sah-sah saja karena itu merupakan hak dari para penganut Gereja Roma Katolik. Akan tetapi perlu diingat penghormatan yang berlebihan dapat membawa umat kepada penyembahan, dan sebagai seorang manusia Maria tidak boleh disembah dan dipuja. Pemberian gelar Bunda Allah ”Theotokos” sendiri banyak menuai kontroversi dalam kalangan Gereja Roma Katolik, dimana gelar Bunda Allah dianggap dapat menyesatkan umat seolah-olah Maria memproduksi Allah. Sebagian ahli sejarah agama pernah berpendapat bahwa devosi dan ibadat kepada Maria sebenarnya hanya lanjutan devosi dan ibadat rakyat Yunani-Romawi kepada Dewi Artemis (dewi kesuburan). Tidak dapat disangkal bahwa devosi kepada maria turut dipengaruhi oleh devosi kepada dewi-dewi dalam mitologi Yunani-Romawi, dewi-dewi itu kemudian diganti dengan Maria. Sebagai contoh, di Efesus misalnya di atas puingpuing kuil artemis dibangun sebuah gereja yang pelindungnya Maria, demikian pun terjadi di Roma, di kuil Vesta dibangun gereja untuk menghormati Maria (Maria Antiqua). 109 Praktek-praktek penghormatan kepada Maria juga perlu disorot, misalnya doa kepada Maria, dimana hal ini dapat mengundang pertanyaan besar, apakah Maria memiliki kuasa untuk mengabulkan doa? Sehingga doa itu ditujukan kepada maria. 109 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 161. Dalam doa kepada Maria ini juga ada bentuk doa yang disebut doa Malaikat Tuhan, dimana doa ini dilakukan tiga kali sehari, ada kemungkinan doa ini dilakukan untuk mengimbangi umat Islam yang berdoa lima kali sehari (Sholat lima waktu). Terlepas dari itu semua, Maria merupakan sosok yang patut diteladani, karena sebagai seorang manusia dia sangat taat dan patuh kepada perintah Tuhan walaupun menghadapi berbagai penderitaan. BAB V PENUTUP Kesimpulan Kebaktian atau penghormatan dengan bentuk puji-pujian, kagum, hormat, dan cinta yang ditujukan kepada Santa Perawan Maria atau yang lebih populer dengan nama Devosi Marial merupakan ibadat khusus yang ada dalam Gereja Roma Katolik. Gereja Roma Katolik memberikan penghormatan yang luar biasa terhadap Maria karena mereka menganggap Maria telah ambil bagian dalam karya keselamatan dengan kesediaannya menjadi Bunda Penebus, sehingga sudah sepantasnya Maria diberikan penghormatan yang tinggi. Menurut Gereja Roma Katolik, Maria merupakan cermin yang tak ternoda, yang dengan setia memantulkan rahmat Allah. Maria adalah wanita yang terberkati di antara segala wanita dan Maria telah menerima tanda kasih terbesar serta panggilan paling luhur yang pernah dikaruniakan kepada seorang makhluk biasa. Dia penuh rahmat dan teguh dalam iman. Dia merupakan Hawa baru, sebab melalui dia Yesus Kristus datang. Devosi kepada Maria dalam Gereja Roma Katolik menimbulkan berbagai macam gejala, praktek-praktek ritual seperti doa kepada Maria, dan ziarah ke tempat –yang diyakini- Maria menampakkan diri rutin dilakukan oleh umat Roma Katolik, selain itu patung/gambar Maria banyak terdapat dalam Gereja-gereja Roma Katolik. Bagi mereka, praktek-praktek penghormatan ini sangat penting karena dianggap dapat membuat penghayatan iman umat Roma Katolik semakin dalam. 64 Praktek-praktek penghormatan kepada Maria mengalami perkembangan yang sangat panjang. Pada awalnya, praktek penghormatan tersebut hanya sebatas terdapat pada tulisan-tulisan apokrip saja, belum ada wujud kongkrit seperti doa, pesta, atau ibadat khusus lainnya. Tetapi seiring dengan berkembangnya ajaran-ajaran mengenai Maria berkembang pula praktek-praktek penghormatan kepada Maria. Gejala-gejala Devosi Marial seperti doa kepada Maria, patung/gambar Maria, penampakan Maria, ziarah, dan lain sebagainya mulai bermunculan. Praktek-praktek penghormatan kepada Maria secara keseluruhan bertujuan untuk meneladani cara hidupnya sambil memohon bantuan pengantaraan doanya, dengan begitu umat dapat mendekatkan diri kepada Yesus Kristus. Menurut Gereja Roma Katolik, semangat Devosi Marial yang diimplementasikan dalam praktek-praktek penghormatan kepada Maria memiliki banyak manfaat dalam penghayatan iman umat Katolik, terlebih dalam mendekatkan diri kepada Yesus Kristus. DAFTAR PUSTAKA Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1974. A.Heuken, SJ. Ensiklopedi Gereja, Jilid I. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,1991. A.Heuken, SJ. Ensiklopedi Gereja, Jilid II. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,1993. A.Heuken, SJ. Ensiklopedi Gereja, Jilid III. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,1993. Arifin, H.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, Jakarta: Golden Terayon Press, 1995. Asali, Budi. ”Ajaran Mengenai Maria (Mariologi),” artikel diakses pada 18 Februari 2008 dari http://www.geocities.com/reformedmovement. Berdoa Rosario. Yogyakarta: Kanisius, 2000. C. Groenen, Ofm. Mariologi: Teologi dan Devosi, Cet I, Yogyakarta: Kanisius, 1988. Daniel Bambang, Arkhimandrit, PhD. Kontroversi Maria, Jakarta: Satya Widya Graha, 2001. Devosi Maria, artikel diakses pada 8 Desember 2007 dari http://www.guamaria.org. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Fide, Sola. “Kontroversi Maria,“ artikel diakses pada 25 Februari 2008 dari http://www.ekaristi.org. Gaud, Cristiane dan Descouleurs, Bernard. Kisah Maria, Yogyakarta: Kanisius, 1988. Hahn, Scott dan Hahn, Kimberly. Maria Penuh Rahmat: Permenungan Peristiwaperistiwa Rosario Suci, Malang: Dioma, 2006. Hahn, Scott. Hail, Holy Quenn: Salam Ratu Surgawi, Bunda Allah dalam Sabda Allah, Malang: Dioma, t.t. Harun, Martin, DR, ed. Maria dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit Obor, 1988. Kas, Pankat. Ikutilah Aku: Warta Gembira untuk Para Calon Baptis, Cet 13, Yogyakarta: Kanisius, 1993. Kinsley, David, ”Devotion.” In Mircea Eliade, ed. Encyclopedi of Religion, Vol.4. New York: Macmilan Publishers, 1987. Kristiyanto, Eddy, OFM. Maria dalam Gereja: Pokok-pokok Ajaran Konsili Vatikan II tentang Maria dalam Gereja Kristus, Cet I, Yogyakarta: Kanisius, 1987. Lane, Tony. Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Lohse, Bernhard. Pengantar Sejarah Dogma, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994. Maria Handoko, Petrus, CM, Dr. Santa Perawan Maria: Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja, Cet I, Malang: Dioma, 2006. Marie Grignion de Monfort, Louis. Bakti Sejati Kepada Maria, Bandung, Serikat Maria Monfortan, t.t. Mcbride, Alfred, O. Pream. Images of Mary: Menyelami 10 Rahasia Pribadi Maria, Jakarta: Penerbit Obor, 2004. Mugito, Laurensius, SCJ. ”Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik”, Ekawarta, no. 2/VIII/1988: h. 83. Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. O’Carroll, Michael, C.S.Sp, Theotokos: A Theological Encylopedia of The Blessed Virgin Mary, Wilmington, Delaware: Michael Glazier Inc, 1982. O’Collins, Gerald, SJ. Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1991. Pittenger, Norman. Our Lady: The Mother of Jesus in Christian Faith and Devotion, London: SCM Press Ltd, 1996. “Protoevangelium St. Yakobus: Masa Kecil Maria,” Ave Maria, No. 25, (November 1999), h. 68. Reformasi Protestan, artikel diakses http://www.wikipedia.org. pada tanggal 25 Februari 2008 dari Sabato, Salvatore, OFM, Conv. Inilah Ibuku: Sebuah Ringkasan Mariologi, Yogyakarta: Kanisius, 2006. Seputra, Pranata. “Bunda Maria dalam Hidup Sehari-hari Orang Katolik.” Ave Maria, no. Am-01 (Mei-Juni 2001): h. 8. Stanislaus, Surip, OFM Cap. Perempuan itu Maria?, Yogyakarta: Kanisius, 2007. Tuwu, Alimuddin, ed. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press, 1993. Wawancara pribadi dengan Abn. Andreas Kemal Bulo. Jakarta, 18 Maret 2008. Wawancara pribadi dengan Thomas Suharjono. Depok, Jawa Barat, 06 April 2008. HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan dengan pengurus Paroki Gereja Santo Herkulanus. Yaitu: Nama : Bpk. Thomas Suharjono Jabatan : Kepala Bidang Liturgi Gereja Santo Herkulanus Waktu : 06 April 2008, Pukul 09.00-10.30 WIB Tempat : Gereja Santo Herkulanus di Depok Jawa Barat Jakarta, Interviewee Thomas Suharjono April 2008 Interviewer Trisna Arsyadi HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan dengan rohaniawan sekaligus pengurus Paroki Gereja Santo Herkulanus. Yaitu: Nama : Bpk. Thomas Suharjono Jabatan : Kepala Bidang Liturgi Gereja Santo Herkulanus Waktu : 06 April 2008, Pukul 08.00-100.00 WIB Tempat : Gereja Santo Herkulanus di Depok Jawa Barat T: Apa pengertian Devosi Marial menurut anda? J: Devosi Marial itu merungkapan ungkapan iman seseorang secara kelihatan bahwa seseorang itu mempunyai pengabdian khusus kepada Maria sebagai bunda Yesus. T: Apakah ada ayat-ayat di alkitab yang bisa dijadikan landaasan biblikal untuk Devosi Marial? J: Sebetulnya keempat Injil (Markus, Matius, Lukas, danYohanes) berbicara tentang Maria sebagai Bunda Yesus. Maria memiliki kedudukan istimewa sebelum Yesus Lahir, ketika Yesus lahir, dan setelah Yesus Lahir, bahkan sampai ketika kematian dan kebangkitan-Nya Maria berperan terus, dan keseluruhan Injil menceritakan itu, Sehingga bila ditanyakan ayat-ayatnya banyak sekali. T: Bisa disebutkan salah satu ayat yang lebih spesifik? J: Misalnya dalam Injil Yohanes 19: 25-27, dimana ketika Yesus mau menghembuskan nafas terakhir, Maria dititipkan kepada muridnya Yohanes dan Yohanes dititipkan kepada Maria, jadi artinya Maria ini dijadikan bunda para murid dan para murid dijadikan anaknya Bunda Maria, sehingga hubungan Maria sebagai Bunda Yesus terus berlanjut sampai sekarang Maria menjadi bunda umat pengikut Yesus, karena muridmurid Yesus dianggap sebagai anak dari Maria. T: Apakah Maria memiliki keistimewaan-keistimewaan atau mukjizat-mukjizat khusus? J: Mukjizat Maria yang paling jelas ialah ketika Maria belum menikah Maria sudah mengandung dan melahirkan Yesus. T: Kemudian bagaimana dengan doa-doa kepada Maria, apakah Maria mempunyai kuasa mengabulkan doa umat? J: Di beberapa pengalaman terbukti bahwa orang yang berdoa kepada Maria dikabulkan doanya. Tetapi kita percaya bahwa yang mengabulkan doa itu bukan Maria tetapi Yesus Kristus, hanya karena Maria memiliki kedekatan dengan Yesus maka orang yang berdoa kepada Maria cepat terkabul. T: Sejauh mana peranan Devosi kepada Maria dalam penghayatan umat Katolik? J: Maria itu manusia biasa bukan Tuhan, tetapi dia bunda Tuhan. Sebagai manusia biasa dia sangat dekat dengan Tuhan sehingga kedudukannya diangkat. Setelah maria sudah tidak ada di dunia, banyak umat yang berdoa kepadanya dan banyak yang dikabulkan, kemudian banyak muncul penampakan-penapampakan Maria, hal ini membuktikan bahwa Dovsi Marial dari dulu sampai sekarang masih relevan dan banyak manfaatnya dalam penghayatan iman umat Katolik terlebih dalam mendekatkan diri kepada Yesus Kristus. HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan dengan rohaniawan sekaligus pengurus Barukh Ministry Jakarta. Yaitu: Nama : Abn. Andreas Kemal Jabatan : Pimpinan dan Rohaniawan Barukh Ministry Jakarta Waktu : 18 Maret 2008, Pukul 18.30-21.00 WIB Tempat : Kantor Sekretariat Barukh Ministry Jakarta di Kelapa Gading Jakarta Utara Jakarta, Interviewee Abn. Andreas Kemal Maret 2008 Interviewer Trisna Arsyadi HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan dengan rohaniawan sekaligus pengurus Barukh Ministry Jakarta. Yaitu: Nama : Abn. Andreas Kemal Jabatan : Kepala Kantor Sekretariat Barukh Ministry Jakarta Waktu : 18 Maret 2008, Pukul 18.30-21.00 WIB Tempat : Kantor Sekretariat Barukh Ministry Jakarta di Kelapa Gading Jakarta Utara T: Apa Pengertian Devosi menurut Abuna? J: Secara umum yang saya pahami, devosi adalah suatu kebiasaan yang bukan merupakan suatu aturan dalam gereja. Devosi merupakan suatu yang ”diagungkan” tetapi bukan suatu keharusan/dogma. T: Dalam Kristen Protestan, apakah ada bentuk-bentuk devosi? J: Bentuk-bentuk itu ada, tetapi devosi dalam frame Kristen Protestan tidak sama dengan kawan-kawan kita di Katolik. Devosi tidak memiliki peranan penting dalam teologi Kristen Protestan secara keseluruhan. T: Seperti apa posisi Bunda Maria dalam pandangan anda sebagai seorang umat Prostestan? J: Pandangan Kristen Protestan tentang Bunda Maria berbeda dengan kawan-kawan di Kristen Katolik. Dalam pandangan Kristen Protestan, Bunda Maria adalah wanita yang mendapat penghormatan dari Allah sebagai wanita yang kudus, karena kaitannya dengan melahirkan Yesus. Artinya, sebagai seorang wanita yang dari sisi keluarga, kemudian dari sisi sosialisasinya semasa hidup Yesus, Maria dipandang sebagai seorang wanita Yahudi yang taat. Namun, sekali lagi harus digaris bawahi bahwa Pandangan Prostestan dan Katolik berbeda tentang Maria. Oleh karena itu, mengenai keistimewan Maria harus dipilah antara Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Tidak berarti Kristen Protestan tidak memberikan tempat terhadap Maria, Maria diberikan tempat yang baik dalam Kristen Protestan, tetapi tidak juga kemudian Maria memperoleh sesuatu yang unik melebihi tokoh2 yang ada di Alkitab terlebih-lebih Yesus tentunya. Namun, Maria menjadi sesosok yang boleh dikatakan menjadi teladan dan contoh di dalam Alkitab di antara tokoh2 yang lain karena Maria melahirkan Yesus. Disinilah yang kemudian peranan maria menjadi sesuatu yang penting dalam konteks kemanusiaan Yesus ketika firman itu lahir menjadi manusia. T: Bisa dikatakan bahwa Yesus mengambil sisi kemanusiaan-Nya dari Maria? J: Ya, benar. Itulah yang dikatakan oleh Injil Sinoptis: Matius, Markus, dan Lukas T: Bagaimana pandangan Abuna tentang devosi kepada Maria yang dilakukan oleh kawan-kawan Kristen Katolik? J: Saya pribadi tidak menyalahkan devosi yang dilakukan umat Katolik kepada Maria, mungkin ada ”nilai-nilai lebih” bagi umat Katolik sehingga punya pandangan seperti itu. Namun, harus ditegaskan sekali lagi bahwa Kristen Protestan beranggapan bahwa Maria sama dengan tokoh-tokoh/orang-orang kudus yang ada di Alkitab, seperti para Nabi dan Rasul. Memang bukan berarti Maria tidak memiliki sebuah keistimewaan, Maria istimewa karena dia melahirkan Yesus, memang Alkitab memberikan komentar bahwa Maria wanita yang kudus dan melahirkan Yesus bayi yang kudus, tapi bukan berarti Maria tidak pernah berbuat salah sekalipun, jadi jangan sampai ada pemahaman dualisme Illahi. T: Apakah devosi kepada Bunda Maria berlandaskan Alkitab J: Alkitab tidak banyak berbicara tentang Maria, memang Alkitab memberikan komentar bahwa Maria merupakan wanita yang kudus dan juga melahirkan bayi yang kudus, tetapi harus ditegaskan sekali lagi bahwa posisi Maria sama dengan orang-orang kudus lain yang namanya tercantum di Alkitab. Jadi, penghormatan kepada Maria sebenarnya sah saja selama berada dalam koridor Alkitab dan tidak berlebihan, hanya gejala-gejala yang muncul kemudian dari devosi kepada Maria seperti Doa kepada Maria, patung Maria, dan lain sebagainya saya rasa tidak berlandaskan biblis-teologis. T: Lalu apakah berdevosi kepada Maria merupakan suatu bentuk penghormatan atau pemujaan? J: Saya pribadi tidak bisa menjustifikasi hal itu penyembahan atau bukan, hanya saja bila dilihat dari praktek-praktek devosi kepada Maria seperti yang telah saya sebutkan di atas, praktek-praktek tersebut telah keluar dari jalur Alkitab.