bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada tahun 2012 eksperimen ATLAS di CERN telah mengafirmasi keberadaan partikel Higgs sesuai dengan prediksi Model Standar Fisika Partikel (The Atlas
Collaboration , 2012). Dengan ditemukannya partikel Higgs ini, maka lengkaplah
sudah kesemua partikel Model Standar ditemukan. Model Standar (MS) merupakan
suatu model teoretik fisika partikel yang bekerja dengan sangat baik dalam memberikan prediksi proses-proses elementer dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.
Namun walaupun demikian, dari sudut pandang teoretik, MS dianggap sangat tidak
memuaskan. Salah satu penyebabnya yang paling mencolok adalah terlalu banyak parameter bebas dalam MS yang harus ditentukan dari luar supaya dapat sesuai dengan
kenyataan eksperimen yang telah diketahui sebelumnya. Secara total, diperlukan 20
parameter bebas yang harus dimasukkan ke dalam MS (lihat misalnya (Langacker ,
2010)). Kondisi inilah yang menyebabkan MS sebagai suatu teori terkesan sangat
tidak natural, sehingga para fisikawan partikel yakin bahwa MS belumlah mewakili
suatu hukum fisika yang fundamental.
Dari segi estetika teoretik, MS pun dipandang tidak memuaskan, karena teori
ini tidak invarian terhadap simetri paritas. Pada bagian elektrolemah hanya terdapat
arus lemah kiri V − A, dan tidak terdapat arus lemah kanan V + A. Tentu saja skema
teoretik ini dibuat berdasarkan atas kenyataan eksperimen yang ditemui waktu itu
(Lee dan Yang , 1956),(Wu, dkk. , 1957).
Selain tidak memuaskan dari sudut pandang teoretik, perkembangan terbaru dari bidang kosmologi dan fenomenologi fisika partikel juga telah menunjukkan
bahwa MS bukanlah suatu teori yang lengkap. Hal ini terkait dengan ditemukannya fenomena-fenomena elementer di alam yang tidak bisa dijelaskan melalui MS.
Fenomena-fenomena baru ini adalah osilasi neutrino, energi gelap, dan materi gelap.
Osilasi neutrino merupakan perubahan spesies atau flavor dari suatu neutrino
selama dia merambat dalam ruang, dan perubahan flavor ini terjadi secara periodik
sebanding dengan jarak tempuh. Osilasi neutrino dapat dijelaskan dengan baik dan
sesuai dengan data eksperimen jika neutrino memiliki massa. Neutrino yang massif
tidak bisa muncul dalam MS karena tidak adanya wakilan neutrino right-handed dan
1
2
juga antineutrino left-handed yang diperlukan untuk membentuk suku massa Dirac
pada model ini.
Lebih lanjut lagi, observasi kosmologi modern telah mengungkapkan fakta
bahwa sebagian besar alam semesta kita tersusun dari bahan-bahan yang tak nampak.
Bahan-bahan penyusun alam semesta yang tak nampak ini ada dua macam, yaitu
energi gelap dan materi gelap. Kedua objek gelap ini memakan porsi 96% dari rapat
energi seluruh alam semesta kita, yang artinya seluruh materi Model Standar, atau
materi yang biasa kita kenal, hanya merupakan sebagian kecil, yaitu hanya sekitar
4% dari bagian keseluruhan alam semesta (lihat misalnya (Gorbunov dan Rubakov ,
2011)).
Bagi fisikawan partikel, tentu saja materi gelap merupakan bagian yang paling
menarik dari objek gelap alam semesta. Penyebabnya adalah, dugaan kuat bahwa
materi gelap ini merupakan partikel atau materi di luar partikel MS. Berbagai pengukuran yang telah dilakukan selama hampir satu abad terhadap dinamika Galaksi
Bimasakti dan galaksi-galaksi satelitnya menunjukkan bahwa, terdapat lebih banyak
massa yang terkandung di dalam galaksi-galaksi tersebut jika dibandingkan dengan
massa dari bintang-bintang cerlang dan gas galaktik yang ada di dalamnya (Strigari ,
2013). Distribusi massa tambahan ini diduga kuat memiliki interaksi fisika yang berbeda dengan interaksi fisika yang telah kita kenal. Hal ini dikarenakan sampai saat
ini, distribusi massa materi gelap tidak bisa terdeteksi kecuali melalui efek gravitasionalnya saja.
Sampai saat ini telah banyak model teoretik yang diusulkan dalam upaya untuk menjelaskan temuan fenomena elementer baru di atas yang tidak bisa dijelaskan
menggunakan MS. Salah satu kendala yang harus dipenuhi oleh model-model ini adalah keberadaan partikel-partikel baru yang bisa menjadi kandidat bagi materi gelap.
Beberapa diantara kandidat materi gelap yang muncul dari berbagai model tersebut
adalah: WIMP (Weakly Interacting Massive Particle) yang bisa muncul dari teori Supersymmetry (SUSY) (lihat misalnya (Jungman, dkk. , 1996)) dan teori-teori dengan
dimensi ekstra (lihat misalnya (Hooper dan Profumo , 2007)); kandidat materi gelap
neutrino steril yang muncul dari ekstensi penambahan neutrino singlet right-handed
ke MS; kandidat materi gelap axion yang muncul sebagai implikasi dari solusi atas
permasalahan CP-kuat (Weinberg , 1978), (Wilczek , 1978); dan kandidat materi gelap partikel cermin yang muncul dari model-model dengan simetri cermin.
Diantara berbagai macam kandidat materi gelap yang berasal dari berbagai
model di atas, konsep materi cermin memiliki keunggulannya tersendiri (Foot , 2004).
3
Beberapa keunggulan tersebut adalah: materi cermin dapat menjelaskan secara lebih
alami dibandingkan model-model yang lain tentang kelimpahan materi gelap yang
mencapai lima kali kelimpahan baryon, ΩDM ≈ 5ΩB (lihat misalnya (Gorbunov dan
Rubakov , 2011)), lewat proses baryogenesis sektor cermin yang sama seperti baryogenesis pada MS. Proses ini merupakan cara paling mudah untuk menghasilkan
materi gelap asimetris; lalu, materi cermin dapat memberikan beberapa penjelasan
tentang modulasi sinyal tahunan dari eksperimen DAMA (Foot , 2008), suatu eksperimen untuk mendeteksi materi gelap; kemudian, sebuah kajian analisis simulasi
numerik terbaru terhadap radiasi CMB dan large scale structure yang menggunakan
masukan materi gelap yang tersusun seluruhnya atas materi cermin ataupun tercampur dengan cold dark matter menunjukkan hasil yang konsisten dengan pengamatan
kosmologi saat ini (Ciarcelluti dan Wallemacq , 2014).
Berdasarkan beberapa keunggulan yang disebutkan di atas, kajian tentang simetri cermin merupakan kajian yang masih aktif sampai saat ini. Salah satu hal yang
patut dikaji dari model cermin adalah unifikasi teoretik dari model tersebut. Ide
tentang unifikasi sebenarnya merupakan langkah lanjut yang muncul secara alamiah dikarenakan suksesnya teori tera dalam menjelaskan interaksi fundamental. Karena grup tera MS merupakan produk langsung dari beberapa grup, yaitu G MS ≡
S U(3)C ⊗ S U(2)L ⊗ U(1)Y , maka langkah selanjutnya yang terpikir secara alamiah
adalah mencoba menemukan grup simpel yang dapat memuat G MS sebagai subgrupnya, sehingga fenomenologi MS merupakan konsekuensi energi rendah dari suatu
teori tunggal fisika.
Model awal unifikasi yang pernah diusulkan adalah Teori Penyatuan Agung
atau dalam Bahasa Inggris Grand Unified Theory (GUT) S U(5) (Georgi dan Glashow
, 1974). Model ini bekerja dengan cara membenamkan grup tera MS ke dalam suatu
grup tera simpel yang lebih besar, dan grup yang digunakan oleh Georgi dan Glashow adalah S U(5). Fitur menarik dari GUT S U(5) adalah model ini memberikan
penjelasan mengenai kuantisasi muatan listrik.
Penyematan nilai muatan listrik pada MS merupakan salah satu kebebasan penyematan nilai pada parameter bebas, namun untuk model GUT S U(5) ia bukan lagi
parameter bebas, melainkan konsekuensi dari teorinya. Lebih lanjut, GUT S U(5) juga memprediksikan peluruhan proton. Prediksi yang terakhir inilah yang membuat
teori S U(5) digugurkan oleh eksperimen. GUT S U(5) memberikan waktu paruh peluruhan proton setidaknya 1031 tahun, sedangkan hasil dari eksperimen memberikan
batas bawah waktu peluruhan proton adalah 6.6 × 1033 tahun via peluruhan antimu-
4
on dan 8.2 × 1033 tahun via peluruhan positron (Super-Kamiokande Collaboration ,
2009).
Walaupun GUT S U(5) tidak benar, namun logika dasarnya masih dapat digunakan untuk membuat GUT dengan grup-grup tera yang lain yang di dalamnya
memberikan batas-batas baru terhadap peluruhan proton yang belum bisa digugurkan oleh eksperimen atau bahkan meniadakan peluruhan proton sama sekali. Seperti
resep GUT yang diterapkan untuk meningkatkan kealamiahan dari MS, maka jalur
yang sama juga dapat ditempuh untuk Model Simetri Cermin (MSC) yang grup teranya hanyalah kelipatan dua dari grup tera MS, yaitu GS C ≡ G MS ⊗ G MS .
1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah perumusan GUT
minimal untuk Model Simetri Cermin dan analisa terhadap beberapa konsekuensinya.
1.3
Batasan Masalah
Dalam penulisan tesis ini, perlu dikemukakan batasan-batasan permasalahan
agar pokok-pokok bahasan dapat lebih terfokus:
1. GUT yang dibahas adalah GUT minimal, yaitu partikel skalar yang digunakan hanyalah yang dibutuhkan untuk membangkitkan massa fermion MS dan
pasangan cerminnya saja dan tanpa membahas massa neutrino.
2. GUT minimal yang diteliti adalah yang memiliki grup tera simpel dengan dimensi yang paling kecil yang memungkinkan.
3. GUT yang dibahas bersifat non-supersimetrik.
4. Peluruhan proton tidak akan dibahas secara detail.
5. Pembangkitan massa yang dibahas adalah pembangkitan massa fermion dan
boson tera.
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan grup simpel terkecil yang dapat memuat GS C .
5
2. Merumuskan GUT minimal untuk MSC.
3. Mengetahui pola perusakan simetri GUT minimal.
4. Menghitung massa boson tera GUT minimal.
5. Menghitung massa fermion pada GUT minimal.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat dalam bidang fisika partikel, yaitu:
1. Memberikan penjelasan mekanisme teori grup dalam pembentukan GUT.
2. Memberikan penjelasan mengenai konsekuensi fisis dari pemilihan grup tera
tertentu pada suatu teori partikel.
1.6
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan studi pustaka (literatur) yang terdiri dari jurnaljurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber internet dari website yang terpercaya. Tahapan yang akan dilalui untuk mengerjakan penelitian ini adalah:
1. Mempelajari beberapa model GUT yang sudah ada.
2. Mempelajari skema pembenaman grup semi-simpel ke grup simpel yang lebih
besar.
3. Mempelajari MSC.
4. Merumuskan GUT minimal untuk MSC dan menganalisa hasilnya.
Dalam penelitian ini digunakan bantuan dari paket program LieART dari software Wolfram Mathematica 9.0 untuk perhitungan yang terkait dengan aljabar Lie
dan wakilannya; dan juga software Maple 14.0 yang digunakan untuk perhitungan
matriks secara eksplisit.
6
1.7
Tinjauan Pustaka
Ide tentang sektor cermin tersembunyi yang memiliki fisika mirip dengan alam
semesta kita telah lama ada, bahkan sebelum kemunculan MS. Ide ini diusulkan untuk
mengembalikan simetri paritas dalam teori partikel (Kobzarev, dkk. , 1966) setelah
diketahui bahwa interaksi lemah melanggar paritas. Konsekuensi dari adanya sektor cermin yang memiliki interaksi cermin yang sama dengan dunia tampak, yaitu
interaksi kuat, lemah, dan elektromagnetik cermin, maka terdapat kemungkinan bisa terbentuknya struktur kompleks pada sektor cermin tersebut, seperti atom cermin,
bintang cermin, planet cermin, bahkan kehidupan cermin yang bisa ko-eksis dalam
ruang yang sama dengan sektor tampak (lihat misalnya (Okun , 2006)).
Usulan sektor cermin merupakan suatu hipotesis yang murni bersifat teoretikal. Masing-masing sektor, yaitu sektor cermin dan MS memiliki interaksinya
masing-masing yang tidak saling berkomunikasi kecuali melalui beberapa interaksi yang lemah, yaitu interaksi gravitasi dan juga kemungkinan interaksi kopling foton
pada suku lagrangan yaitu (Georgi, dkk. , 1983),(Glashow , 1986),(Holdom , 1986)
0
L ⊃ F αβ Fαβ
(1.1)
0 merupakan kuat
dengan merupakan suatu konstanta yang nilainya kecil dan Fαβ
medan elektromagnet cermin. Kopling atau campuran yang mungkin terjadi antara
foton MS dengan foton cermin ini bisa menjadi jalan pendeteksian materi cermin.
Menggunakan sudut pandang teori tera, ide tentang simetri cermin dikembangkan lebih lanjut sehingga menjadi model cermin fisika partikel yang bisa dilihat
pada (Foot, dkk., 1991). Model Simetri Cermin (MSC) ini merupakan model perluasan MS yang memiliki grup tera G MS C ≡ G MS ⊗ G MS sebagai berikut
G MS C ≡ S U(3)1 ⊗ S U(2)L ⊗ U(1)Y ⊗ S U(3)2 ⊗ S U(2)R ⊗ U(1)X
(1.2)
dengan konten partikel materi pada model ini adalah sebagai berikut:
fL (1, 2, −1)(1, 1, 0)
eR (1, 1, −2)(1, 1, 0)
qL (3, 2, 31 )(1, 1, 0)
uR (3, 1, 43 )(1, 1, 0)
dR (3, 1, − 32 )(1, 1, 0)
fR0 (1, 1, 0)(1, 2, −1)
e0L (1, 1, 0)(1, 1, −2)
q0R (1, 1, 0)(3, 2, 13 )
u0L (1, 1, 0)(3, 1, 43 )
dL0 (1, 1, 0)(3, 1, − 23 )
(1.3)
7
Untuk sektor skalarnya terdapat dua buah Higgs dublet, yaitu
φ(1, 2, 1)(1, 1, 0)
φ0 (1, 1, 0)(1, 2, 1).
(1.4)
Lagrangan untuk MSC juga dikenai persyaratan simetri terhadap terhadap
transformasi paritas Z2 , yaitu,
x → −x
µ
t→t
µ
(1.5)
G1 ↔ G2µ ;
WL ↔ WRµ ;
Bµ ↔ Cµ
fL ↔ γ0 fR0 ;
νR ↔ γ0 ν0L ;
eR ↔ γ0 e0L
qL ↔ γ0 q0R ;
uR ↔ γ0 u0L ;
dR ↔ γ0 dL0 .
(1.6)
Secara umum, lagrangan yang simetri terhadap G MS C dan Z2 seperti di atas diberikan
oleh (Foot , 2006),
L = L MS (eL , eR , qL , qR , Wµ , Aµ , . . .) + L MS (e0L , e0R , q0L , q0R , Wµ0 , A0µ , . . .) + Lmix
(1.7)
dengan
0
Lmix = F µν Fµν
+ λφ† φφ0† φ0 .
(1.8)
Bentuk potensial Higgs yang invarian terhadap transformasi cermin pada model ini adalah
V = − µ2 ((φ† φ) + (φ0 † φ0 )) + λ((φ† φ)2 + (φ0 † φ0 )2 )
+ k(φ† φ)(φ0 † φ0 ).
(1.9)
Untuk mempermudah perhitungan perusakan simetri, bentuk potensial di atas bisa
dituliskan dalam bentuk
V = λ1 ((φ† φ) + (φ0 † φ0 ) − 2u2 )2 + λ2 ((φ† φ) − (φ0 † φ0 ))2
(1.10)
Ketika terjadi perusakan simetri secara spontan pada teori ini, maka medan
Higgs di atas akan mengambil nilai harap vakum, atau vacuum expectation value
8
(vev) yaitu
 
0
1  0 
hφi = φ = √  
2 u
(1.11)
sehingga grup tera MSC akan tereduksi menjadi,
G MS ⊗ G MS → S U(3)1 ⊗ U(1)EM ⊗ S U(3)2 ⊗ U(1)EM 0
(1.12)
yang mana masing-masing sektor telah memiliki interaksi elektromagnetiknya sendirisendiri.
Interaksi fundamental cermin memungkinkan terbentuknya struktur kompleks
cermin. Kemungkinan ini telah dieksplorasi dalam beberapa paper. Dalam (Foot ,
1999a) dijelaskan suatu argumen bahwa observasi Massive Astrophysical Compact
Halo Object (MACHO) dalam galaksi Large Magellenic Cloud, yaitu distribusi massa objek kompak halo M ∼ 0.5M yang diamati melalui gravitational lensing tidak
cocok dengan deskripsi semua objek astronomis yang diketahui saat ini, namun akan
dapat dijelaskan cukup natural dengan menggunakan argumen materi cermin, yaitu
jika MACHO diasumsikan sebagai bintang cermin. Selanjutnya (Foot , 1999b) membahas penemuan beberapa planet ekstra-solar baru menggunakan teknik tiny Doppler
shift dari cahaya bintang tempat planet tersebut mengorbit. Planet-planet gas massif
tersebut memiliki massa M ∼ M Jupiter dan mengorbit terlalu dekat dengan bintang
tersebut (∼ 0.05AU). Orbit yang terlalu dekat ini seharusnya tidak memungkinkan
untuk terbentukknya planet gas karena terlalu panas, namun jika planet-planet tersebut terbentuk dari materi cermin, maka hal ini memungkinkan. Beberapa implikasi
dari materi cermin lainnya dapat dilihat pada paper (Foot , 2001), termasuk di dalamnya tentang penjelasan spekulatif tumbukan meteor cermin yang diajukan untuk
memberikan penjelasan pada peristiwa tumbukan meteorit tanpa kawah di Tunguska,
Siberia pada 1908 (Tunguska Event).
Pengembangan MSC ke arah GUT sekilas disinggung di (Glashow , 1986)
dengan grup tera yang disebutkan adalah S U(5) ⊗ S U(5) dan O(10) ⊗ O(10). Salah
satu pembahasan spesifik GUT MSC dengan grup tera G MS C ≡ S O(20) diberikan dalam (Schwarz dan Tyupkin , 1982). Fokus paper ini adalah membahas terdapatnya
string topologis pada grup simpel yang rusak namun masih memiliki simetri diskrit.
String pada S O(20) dapat membawa partikel MS menjadi partikel cermin. Pembahasan GUT S U(5) ⊗ S U(5)0 dalam paper (Collie dan Foot , 1998) menitikberatkan
9
pada pembangkitan massa neutrino pada GUT S U(5) ⊗ S U(5)0 . Hal ini mungkin
problematik karena singlet νR tidak terdapat dalam multiplet S U(5) secara natural,
melainkan ditambahkan sejak awal, dan hal inilah salah satu kemungkinan yang dibahas dalam paper tersebut. Kemungkinan pembangkitan massa neutrino lainnya
adalah melalui skalar baru ρ ∼ (15, 1), ρ0 ∼ (1, 15), χ ∼ (5, 5).
Download