Analisis Sistem dan Proses Penyimpanan Energi

advertisement
Analisis Sistem dan Proses
Penyimpanan Energi Surya
Fitri Wijayanti
Email: [email protected]
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Islam “45” (UNISMA)
Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi, Indonesia
Telp. 021-88344436, 021-8802015 Ext. 124
ABSTRAK
Kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari
efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam,
rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat
dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan
lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat
diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah
merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan
menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga
air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren
produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar nonfosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas.
Energi yang dihasilkan sel surya untuk pengisian baterai tidak sama setiap waktunya,
hal ini tergantung pada intensitas cahaya matahari. Mode pada inverter yang paling optimal
untuk pengisian baterai adalah mode charge only, namun pada mode ini tidak dapat menyuplai
beban tanpa sumber AC. Mode pada inverter yang paling fleksibel untuk digunakan pada
sistem adalah MODE 1 karena pengisian dari sel surya dan PLN. Selain itu, dapat menyuplai
beban walaupun saat tidak ada pengisian sekalipun. Penggunaan sistem hybrid PLN dengan sel
surya dinilai sangat tepat karena dengan adanya dua sumber dapat menjaga ketersediaan
energi baik saat mendung maupun PLN padam.
Kata Kunci : Energi yang dapat diperbaharui, Tenaga surya, Sistem penyimpanan, Baterai, Sel
surya
64
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki karunia sinar
matahari. Hampir di setiap pelosok Indonesia,
matahari menyinari sepanjang pagi sampai
sore. Energi matahari yang dipancarkan dapat
diubah menjadi energi listrik dengan
menggunakan solar sel.
Performansi beberapa divais yang
memanfaatkan cahaya matahari (sel surya,
kompor surya, kolektor surya) dipengaruhi
oleh intensitas radiasi cahaya matahari yang
diterimanya. Intensitas radiasi cahaya
matahari akan maksimum ketika sudut yang
dibentuk antara cahaya datang dengan garis
normal pada permukaan bidang adalah nol
derajat. Artinya untuk memperoleh intensitas
radiasi cahaya matahari yang maksimum,
divais tersebut harus tegak lurus terhadap
cahaya matahari.
Sistem penyimpanan dalam sebuah
PLTS perlu mendapat perhatian khusus karena
sangat
mepengaruhi
kelangsungan
ketersediaan pasokan energi listrik baik pada
saat malam hari atau pada saat siang hari
dalam keadaan mendung. Penyimpanan
energi surya dengan menggunakan bahan
alami (batuan, jerami dan sekam) yang
disimpan pada sebuah kotak kolektor telah
dikembangkan (Sulistiyanti, 2006). Akan tetapi
penelitian itu menghasilkan efisiensi yang
minimum sehingga pada penelitian ini
dikembangkan sistem penyimpanan energi
surya dengan menggunakan baterai dan
peningkatan efisiennya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan jenis baterai dan menghitung
kapasitas baterai pada proses penyimpanan
energi surya pada PLTS, untuk mengetahui
sistem penyimpanan energi dan proses
pengisian baterai berdasarkan beberapa
variabel pada PLTS, untuk menentukan tingkat
efisiensi pemanfaatan PLTS sebagai suplai
daya dibandingkan dengan sumber dari PLN.
Kegunaan penelitian ini adalah
memberikan pengetahuan bahwa energi
matahari bisa disimpan sehingga bisa
dimanfaatkan pada malam hari, mengetahui
proses pengisian baterai saat penyimpanan
energi matahari dan variabel-variabel yang
mempengaruhinya
dan
mengetahui
karakteristik PLTS sebagai suplai daya.
Prinsip PLTS adalah sinar matahari
diperkuat oleh kolektor pada suatu titik fokus
untuk menghasilkan panas yang sangat tinggi
bahkan bisa mencapai suhu 3800C. Pipa
yang berisi air dilewatkan tepat pada titik
fokus sehingga panas tersebut diserap oleh air
di dalam pipa. Panas yang sangat besar ini
dibutuhkan untuk mengubah fase cair air di
dalam pipa menjadi uap yang bertekanan
tinggi. Uap bertekanan tinggi yang di hasilkan
ini kemudian digunakan untuk menggerakkan
turbin uap yang kemudian akan memutar
generator untuk menghasilkan listrik.
Berikut gambar skema pembangkit
listrik dengan sinar matahari.
Gambar 2.1 Sistem pembangkit listrik dengan
sinar matahari
METODOLOGI PENELITIAN
II.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian antara lain:
1. Solar power meter TES 1333R
Datalogging: (0 – 1500) W/m2
2. Higrometer, KRISBOW KW06-291
Humidity meter: 25% - 95%RH untuk
mengukur kelembaban udara dan
Temperature Meter: -20°C – 750°C
untuk
mengukur
temperatur
lingkungan.
3. Baterai
4. Multimeter
5. Modul sel Surya
6. Stop watch
65
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium Fakultas Teknik UGM pada
bulan Januari – Juni 2012. Pengambilan data
dilakukan dari jam 09.00 - !5.00 WIB.
Tahapan Penelitian
A. Pengambilan data
1. Studi lapangan dilakukan di Fakultas
Teknik UGM bertujuan untuk melakukan
pengujian pengaruh kemiringan sel surya
terhadap energi yang dibangkitkan, dan
melakukan pengujian modul surya saat
berbeban untuk mengetahui prosentase
jatuh tegangan pada kondisi cerah,
berawan dan mendung.
2. Pengambilan data klimatologi lokasi
penelitian yang meliputi data radiasi ratarata harian, intensitas radiasi bulanan,
cuaca hujan dan temperatur udara. Datadata tersebut diperoleh dari Badan
Meteorologi dan Geofisika.
B. Analisis teknis
Setelah data terkumpul, data tersebut
dianalisis sesuai dengan teori-teori dari
literatur. Analisis sistem bertujuan
mempelajari cara kerja masing-masing
bagian sistem pembangkit energi matahari
yang digunakan sebagai suplai daya
dengan mengacu pada rumusan masalah,
meliputi:
1. Analisis modul meliputi keluaran harian
modul, jumlah minimum modul, letak
kemiringan modul serta karakteristik
keluaran modul sel surya berupa arus dan
tegangan.
2. Analisis baterai meliputi.kapasitas
baterai, total kapasitas baterai yang dapat
digunakan pada tegangan operasi sebesar
12 volt dan jumlah minimum baterai yang
digunakan.
3. Analisis secara umum perangkat
pengaman tegangan lebih dan tegangan
rendah yang berfungsi untuk melindungi
baterai dan modul surya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan daya dan
tegangan listrik yang diinginkan, sel surya
dihubungkan secara seri, atau paralel, atau
kombinasi seri-paralel kemudian dilaminasi
dan diberi bingkai menjadi modul fotovoltaik.
Agar sel atau modul dapat berumur panjang,
rangkaian sel fotovoltaik tersebut pada
dilindungi dengan suatu lapisan yang tahan
cuaca dan radiasi matahari, terutama
terhadap radiasi ultraviolet (UV).
Secara skematis, struktur modul
fotovoltaik adalah seperti disajikan pada
gambar berikut.
Gambar 3.1 Struktur Konstruksi Modul
Fotovoltaik
Modul
fotovoltaik
merupakan
komponen utama dari PLTS. Modul
fotovoltaik telah tersedia secara komersial di
pasaran yang merupakan rangkaian sel jenis
monokristral, multi (poli) kristal, maupun
amorfous berbasis silikon (Si). Ukuran sel jenis
kristal yang pada umumnya digunakan adalah
10 cm x 10 cm dan 20 cm x 20 cm. Jumlah sel
yang dirangkai secara seri 36 buah untuk
sistem kerja sekitar 12 V-DC dan 72 buah
untuk sistem kerja 24 V-DC. Daya yang
dihasilkan bervariari mulai dari 10 hingga
300Wp, tergantung jumlah sel yang terangkai
pada satu modul. Umur teknis modul surya
pada dasarnya sangat lama, sudah terbukti
lebih dari 25 tahun.
PLTS ini menggunakan baterai Skybatt
Deep Cycle N100T (12 V 113 AH 221 RC) yang
berarti bahwa baterai memiliki tegangan kerja
12 V dengan kapasitas arus 113 A H serta
kemampuan untuk menjaga arusnya stabil 25
ampere pada tegangan di atas 10,5 Volt
selama 221 menit. Sistem ini menggunakan 4
buah baterai yang disusun secara 2 unit seri
yang kemudian diparalelkan.
66
Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Cuaca
Cuaca Mendung
Berikut ini profil tegangan baterai saat
pengisian cuaca mendung :
Tabel 3.1 Profil Tegangan Baterai Saat
Pengisian Kondisi Mendung
V (Volt)
Keterangan
Baterai 1
12,7
Pengisian
Baterai 2
12,7
Pengisian
Baterai 3
13
Pengisian
Baterai 4
12,4
Pengisian
Itotal suplai = 5,54 A
V total suplai = 25,7 V
Berdasarkan data di atas pengisian
dilakukan pada saat cuaca mendung sehingga
bila dalam kondisi mendung, lamanya waktu
yang diperlukan untuk mengisi baterai
langsung dari sel surya tanpa PLN dapat
diketahui melalui perumusan sebagai berikut :
 Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V
x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh
 Kapasitas Daya Sel Surya = V total suplai x
Itotal suplai = 25,7 V x 5,54 A = 142,378 W
 Waktu Pengisian = Kapasitas Energi
Total Baterai / Kapasitas Daya Solar
Cell
= 5424 Wh / 142,378 W
= 38,1 jam
Berdasarkan hasil perhitungan di atas,
dapat diketahui bahwa untuk mengisi baterai
hingga penuh dalam kondisi mendung tanpa
bantuan suplai PLN memerlukan waktu 38.1
jam.
Cuaca Panas
Berikut ini profil tegangan baterai saat
pengisian cuaca panas:
Tabel 3.2 Profil Tegangan Baterai Saat
Pengisian Kondisi Panas
V (Volt)
Keterangan
Baterai 1
13
Pengisian
Baterai 2
13
Pengisian
Baterai 3
13,3
Pengisian
Baterai 4
12,7
Pengisian
Itotal suplai = 19 A
V total suplai = 26,4 V
Berdasarkan data di atas pengisian
dilakukan pada saat cuaca panas sehingga bila
dalam kondisi panas, lamanya waktu yang
diperlukan untuk mengisi baterai langsung
dari sel surya tanpa PLN dapat diketahui
melalui perumusan sebagai berikut :
 Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V
x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh
 Kapasitas Daya Sel Surya = V total suplai x
Itotal suplai = 26,4 V x 19 A = 501,6 W
 Waktu Pengisian = Kapasitas Energi
Total Baterai / Kapasitas Daya sel
surya
= 5424 Wh / 501,6 W
= 10,81 jam
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat
diketahui bahwa apabila dalam kondisi sangat
panas diperlukan waktu 10,81 jam intuk
mengisi baterai hingga penuh.
Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Mode
Inverter
Inverter tipe SSL Series 1500 Watt
yang digunakan pada pada PLTS 1000 Wp ini
memiliki beberapa macam mode dalam
pengoperasiannya, yakni mode 1, mode 2,
inverter only dan charge only. Mengingat
sistem yang digunakan hybrid dengan PLN,
maka perlu dianalisa peranan PLN dalam
mengisi baterai berdasarkan masing-masing
mode.
Pengisian Baterai dari PLN tanpa Sel Surya
Karena
ketersediaan
intensitas
matahari yang tidak menentu setiap harinya
sedangkan kebutuhan energi yang harus tetap
tersedia setiap harinya, maka pada PLTS
Sitting ground menggunakan system hybrid
dengan PLN untuk membantu keandalan dari
sistem. Berikut ini adalah Profil Tegangan
pengisian baterai saat disuplai dari PLN tanpa
suplai sel surya berdasarkan mode yang
berbeda dari inverter. Hal ini dimungkinkan
ketika sel surya tidak dapat menyuplai energi
67
dikarenakan mendung, malam atau dalam
kondisi maintenance.
Tabel 3.3 Profil Tegangan Baterai Saat
Pengisian dari PLN
PLN
Baterai
Mode
V
(Volt)
I (A)
V
(Volt)
I (A)
Mode 1
228
1,6
28,9
12,4
Mode 2
228
1,4
28,9
8,5
Inv Only
228
0,07
27,1
0,45
Charge
Only
228
3,4
28,9
18,4
Berdasarkan data diatas menunjukkan
bahwa tiap mode dari inverter memiliki peran
yang berbeda dalam pengisian baterai dari
suplai PLN. Untuk mengetahui ulasan dari tiap
modenya dapat diketahui sebagai berikut :
MODE 1
Dengan menggunakan mode 1 pada
konverter, lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk pengisian dapat diketahui melalui
perumusan berikut ini.
 Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V
x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh
 Kapasitas charging PLN = V baterai x Itotal
suplai = 28,9 V x 12,4 A = 358,36 W
 Waktu Pengisian = Kapasitas Energi
Total Baterai / Kapasitas charging PLN
= 5424 Wh / 358,36 W
= 15,1 jam
Dengan cara yang perhitungan waktu
pengisian yang sama, Berikut ini adalah hasil
perbandingan lamanya waktu yang diperlukan
untuk pengisian baterai menggunakan variasi
mode pada inverter dengan menggunakan
suplai PLN tanpa sel surya.
Tabel 3.4 Perbandingan Waktu Pengisian
Baterai berdasarkan Mode Inverter
Mode
Waktu Pengisian
Mode 1
15,1 jam
Mode 2
22 jam
Inv Only
444,7 jam
Charge Only
10,2 jam
Melalui tabel perbandingan di atas,
dapat disimpulkan bahwa mode charge only
ini sangat efektif dalam mengisi baterai,
hanya saja dalam mode ini beban di suplai
langsung oleh PLN, sehingga apabila tidak ada
AC input, tidak dapat menyuplai beban.
Sedangkan mode yang paling fleksibel untuk
digunakan adalah MODE 1 karena apabila
tidak ada AC input, sistem tetap dapat
menyuplai beban dari baterai, selain itu
pengisian baterai saat ada AC input juga lebih
efektif dibandingkan mode 2. Untuk mode
inverter only, baterai tidak dapat discharge
tanpa adanya sumber DC.
Pengisian Baterai dari PLN dan Sel Surya
Untuk memperoleh pasokan energi
yang optimum, PLTS menggunakan hybrid
Solar cell dengan PLN. Sehingga, ketika tidak
ada suplai dari sel surya, energi dapat
diperoleh dari PLN, begitu pula sebaliknya.
Hal ini akan mendukung ketersediaan energi
setiap saat, walaupun saat mendung ataupun
saat sistem PLN sedang pemadaman bergilir.
Berikut ini adalah profil data yang diperoleh
ketika sel surya aktif dan PLN aktif.
Tabel 3.5 Profil Pengisian Baterai Saat PLN
aktif, Solar Sell Aktif
Berdasarkan data diatas menunjukkan
bahwa tiap mode dari inverter memiliki peran
yang berbeda dalam pengisian baterai dari
suplai PLN. Untuk mengetahui ulasan dari tiap
modenya dapat diketahui sebagai berikut.
MODE 1
Dengan menggunakan mode 1 pada
konverter, lamanya waktu yang dibutuhkan
68
untuk pengisian dapat diketahui melalui
perumusan berikut ini.
Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V x I x t = 4
x 12 V x 113 AH = 5424 Wh
Kapasitas TOTAL charging = V baterai x Itotal suplai =
28,9 V x 15,9 A = 459,51 W
Waktu Pengisian = Kapasitas Energi Total
Baterai / Kapasitas Daya total charging
= 5424 Wh / 459,51 W
= 11,8 jam
Berikut ini adalah hasil perbandingan
lamanya waktu yang diperlukan untuk
pengisian baterai menggunakan variasi mode
pada inverter dengan menggunakan suplai
PLN tanpa solar cell, dengan cara perhitungan
yang sama dengan mode 1.
Tabel 3.6 Perbandingan Waktu Pengisian
Baterai berdasarkan Mode Inverter
Mode Waktu Pengisian
Mode 1
11,8 jam
Mode 2
18,5 jam
Inv Only
54,26 jam
Charge Only
10,3 jam
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa setelah menggunakan suplai
PLN dan sel surya, waktu pengisian terbukti
lebih singkat di bandingkan dengan hanya
disuplai PLN. Namun, waktu pengisian sangat
tergantung dari intensitas cahaya matahari,
mengingat bahwa perubahan terus terjadi
setiap waktunya. Data di atas diperoleh ketika
cuaca dalam keadaan sangat mendung.
Tabel 3.7 Daya yang dihasilkan sel surya
dalam sehari
PUKUL
V (Volt)
I (A)
P (W)
08.00
25,8
3,82
95,56
09.00
26,7
6,73
179,69
10.00
27,1
7,82
211,92
11.00
27,6
9,45
260,82
12.00
28,3
9,12
258,09
13.00
33,3
8,24
274,39
14.00
33,8
4,25
143,65
15.00
32,6
3,3
114,18
16.00
32,1
2,54
81,53
17.00
26,8
0,18
4,82
Total Daya yang dihasilkan = 1621,05 watt
Berdasarkan data di atas, dapat
diketahui bahwa daya yang dihasilkan oleh
solar cell tidak konstan tiap waktunya. Energi
yang dihasilkan dari pagi hingga siang
cenderung mengalami kenaikan dan dari siang
hingga sore semakinberkurang sesuai dengan
besarnya intensitas sinar matahari.
3.4 Proses Pengisian Baterai Saat Berbeban
Berikut ini adalah analisa pengisian
baterai ketika kondisi Solar cell ON,
sedangkan PLN Off dan sistem dalam keadan
berbeban.
Tabel 3.8 Profil Baterai Saat Pengisian dan
Berbeban
Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Waktu
Mengingat intensitas cahaya matahari
yang senantiasa berubah-ubah tiap waktunya
maka energi yang dihasilkan oleh solar cell
akan berbeda juga tiap waktunya. Berikut ini
data energi yang dihasilkan oleh solar cell
dalam sehari pada waktu yang efektif
matahari, yaitu pukul 08.00-17.00. data di
bawah ini diambil ketika cuaca panas.
bahwa
Berdasarkan data di atas terlihat
ketika sistem dalam keadaan
69
berbeban, maka arus yang dihasilkan oleh
solar sell digunakan untuk mengecharge dan
menyuplai beban. Hal ini dapat berlangsung
hingga beban rata-rata. Apabila beban pada
sistem berlebih, maka sel surya akan dibantu
oleh baterai untuk bersama-sama menyuplai
beban.
PENUTUP
Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Energi yang dihasilkan Sel surya untuk
pengisian baterai tidak sama setiap
waktunya, hal ini tergantung pada
intensitas cahaya matahari.
2. Mode pada inverter yang paling optimal
untuk pengisian baterai adalah mode
charge only, namun pada mode ini tidak
dapat menyuplai beban tanpa sumber
AC.
3. Mode pada inverter yang paling fleksibel
untuk digunakan pada sistem adalah
MODE 1 karena pengisian dari sel surya
dan PLN. Selain itu, dapat menyuplai
beban walaupun saat tidak ada pengisian
sekalipun.
4. Penggunaan sistem hybrid PLN dengan
sel surya dinilai sangat tepat karena
dengan adanya dua sumber dapat
menjaga ketersediaan energi baik saat
mendung maupun PLN padam.
Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Perlu adanya pemeliharaan berkala yang
dilakukan
pada
masing-masing
komponen pada PLTS untuk menjaga
lifetime dari sistem tersebut.
2. Diperlukan adanya sikap toleransi dari
pengguna sitting ground untuk turut
menjaga kelangsungan dari sistem PLTS
demi kenyamanan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. "Thermal conductivity of
some common materials".
http://www.engineeringtoolbox.com.
2 April 2010
Anonim. 2010. "Electromagnetic Spectrum".
http://en.wikipedia.org/wiki. 2 April
2010
Anonim. 2010. "Bahan Bakar Minyak, LPG
dan BBG".
http://www.pertamina.com. 12
Maret 2010
Anonim. 2010. "Energy and Economic
Statistics of Indonesia 2009".
http://www.esdm.go.id. 17 Mei 2010
Arismunandar, W. 1995. Teknologi Rekayasa
Surya. Edisi I. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Boyle, G. 2004. Renewable Energy. Oxford:
Oxford University Press.
Dessus, B. and Pharablod, F. 2000. Solenergi.
Italy: Omnigraf International.
Environmental Protection Agency. 2000.
"National Primary and Secondary
Ambient Air Quality Standards". Code
of Federal Regulations, Title 40, Part
50, Washington: U.S. Government
Printing Office.
Harris, N., Geyer, M., Stine, W.B. 1985. Solar
Energy Systems Design. New
York: John Wiley & Sons.
Holman, J.P. 1995. Perpindahan Kalor. Edisi
6. Diterjemahkan oleh E. Jasjfi.
Jakarta: Erlangga.
IPCC. 2007. "Pedoman Inventarisasi Gas
Rumah Kaca". Viewed in
http://www.ipcc.ch/publications_and
_data.htm. 20 Juli 2010
IPCC. 1996. "Reference Manual Energy of
Guidelines for National Greenhouse
Gas Inventories". Chapter 1. Viewed
in http://www.ipccnggip.iges.or.jp/public/gl/guidelin/ch1
ref2.pdf. 15 Mei 2010
Kimambo, C.Z.M. 2007. Development and
performance testing of solar cookers.
Energy in Southern Africa, 18(3), 41
– 51.
Ogunwole, O.A. 2006. "Flat Plate Collector
Solar Cooker". Viewed in
70
http://www.journal.au.edu/au_techn
o/2006/jan06/vol9num3_article12.pd
f. 19 Desember 2009
Petterson, F. 1985. Solenergi Teori, Forskning
& Praktisk användbarhet.
Stockholm: Ingenjörsförlaget AB.
Pidwirny, M. 2006. "Earth-Sun Relationships
and Insolation". Fundamentals of
Physical Geography, 2nd Edition.
Viewed in
http://www.physicalgeography.net/fu
ndamentals/6i.html. 3 Januari 2010
Rahardjo, I. dan Fitriana, 2008. "Analisis
Potensi Pembangkit Listrik Tenaga
Surya di Indonesia" dalam
http://www.geocities.com/markal_bp
pt/publish/pltkcl/plrahard.pdf.
20 Agustus 2009
Sonntag, R.E. 1982. Introduction to
Thermodynamics Classical and
Statistical. Second edition. United
States: John Wiley & Sons.
UNDP. 2001. "Clean Energy for Development
and Economic Growth: Biomass and
Other Renewable Energy Options to
Meet Energy and Development Needs
in Poor Nations Growth". Viewed in
http://www.undp.org/energy/publica
ti
ons/2002/Clean_Energy_Biomass.
pdf. 15 Mei 2010
71
Download