Analisis Sistem dan Proses Penyimpanan Energi Surya Fitri Wijayanti Email: [email protected] Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Islam “45” (UNISMA) Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi, Indonesia Telp. 021-88344436, 021-8802015 Ext. 124 ABSTRAK Kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil. Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar nonfosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas. Energi yang dihasilkan sel surya untuk pengisian baterai tidak sama setiap waktunya, hal ini tergantung pada intensitas cahaya matahari. Mode pada inverter yang paling optimal untuk pengisian baterai adalah mode charge only, namun pada mode ini tidak dapat menyuplai beban tanpa sumber AC. Mode pada inverter yang paling fleksibel untuk digunakan pada sistem adalah MODE 1 karena pengisian dari sel surya dan PLN. Selain itu, dapat menyuplai beban walaupun saat tidak ada pengisian sekalipun. Penggunaan sistem hybrid PLN dengan sel surya dinilai sangat tepat karena dengan adanya dua sumber dapat menjaga ketersediaan energi baik saat mendung maupun PLN padam. Kata Kunci : Energi yang dapat diperbaharui, Tenaga surya, Sistem penyimpanan, Baterai, Sel surya 64 PENDAHULUAN Indonesia memiliki karunia sinar matahari. Hampir di setiap pelosok Indonesia, matahari menyinari sepanjang pagi sampai sore. Energi matahari yang dipancarkan dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan solar sel. Performansi beberapa divais yang memanfaatkan cahaya matahari (sel surya, kompor surya, kolektor surya) dipengaruhi oleh intensitas radiasi cahaya matahari yang diterimanya. Intensitas radiasi cahaya matahari akan maksimum ketika sudut yang dibentuk antara cahaya datang dengan garis normal pada permukaan bidang adalah nol derajat. Artinya untuk memperoleh intensitas radiasi cahaya matahari yang maksimum, divais tersebut harus tegak lurus terhadap cahaya matahari. Sistem penyimpanan dalam sebuah PLTS perlu mendapat perhatian khusus karena sangat mepengaruhi kelangsungan ketersediaan pasokan energi listrik baik pada saat malam hari atau pada saat siang hari dalam keadaan mendung. Penyimpanan energi surya dengan menggunakan bahan alami (batuan, jerami dan sekam) yang disimpan pada sebuah kotak kolektor telah dikembangkan (Sulistiyanti, 2006). Akan tetapi penelitian itu menghasilkan efisiensi yang minimum sehingga pada penelitian ini dikembangkan sistem penyimpanan energi surya dengan menggunakan baterai dan peningkatan efisiennya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis baterai dan menghitung kapasitas baterai pada proses penyimpanan energi surya pada PLTS, untuk mengetahui sistem penyimpanan energi dan proses pengisian baterai berdasarkan beberapa variabel pada PLTS, untuk menentukan tingkat efisiensi pemanfaatan PLTS sebagai suplai daya dibandingkan dengan sumber dari PLN. Kegunaan penelitian ini adalah memberikan pengetahuan bahwa energi matahari bisa disimpan sehingga bisa dimanfaatkan pada malam hari, mengetahui proses pengisian baterai saat penyimpanan energi matahari dan variabel-variabel yang mempengaruhinya dan mengetahui karakteristik PLTS sebagai suplai daya. Prinsip PLTS adalah sinar matahari diperkuat oleh kolektor pada suatu titik fokus untuk menghasilkan panas yang sangat tinggi bahkan bisa mencapai suhu 3800C. Pipa yang berisi air dilewatkan tepat pada titik fokus sehingga panas tersebut diserap oleh air di dalam pipa. Panas yang sangat besar ini dibutuhkan untuk mengubah fase cair air di dalam pipa menjadi uap yang bertekanan tinggi. Uap bertekanan tinggi yang di hasilkan ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang kemudian akan memutar generator untuk menghasilkan listrik. Berikut gambar skema pembangkit listrik dengan sinar matahari. Gambar 2.1 Sistem pembangkit listrik dengan sinar matahari METODOLOGI PENELITIAN II.1 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Solar power meter TES 1333R Datalogging: (0 – 1500) W/m2 2. Higrometer, KRISBOW KW06-291 Humidity meter: 25% - 95%RH untuk mengukur kelembaban udara dan Temperature Meter: -20°C – 750°C untuk mengukur temperatur lingkungan. 3. Baterai 4. Multimeter 5. Modul sel Surya 6. Stop watch 65 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknik UGM pada bulan Januari – Juni 2012. Pengambilan data dilakukan dari jam 09.00 - !5.00 WIB. Tahapan Penelitian A. Pengambilan data 1. Studi lapangan dilakukan di Fakultas Teknik UGM bertujuan untuk melakukan pengujian pengaruh kemiringan sel surya terhadap energi yang dibangkitkan, dan melakukan pengujian modul surya saat berbeban untuk mengetahui prosentase jatuh tegangan pada kondisi cerah, berawan dan mendung. 2. Pengambilan data klimatologi lokasi penelitian yang meliputi data radiasi ratarata harian, intensitas radiasi bulanan, cuaca hujan dan temperatur udara. Datadata tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika. B. Analisis teknis Setelah data terkumpul, data tersebut dianalisis sesuai dengan teori-teori dari literatur. Analisis sistem bertujuan mempelajari cara kerja masing-masing bagian sistem pembangkit energi matahari yang digunakan sebagai suplai daya dengan mengacu pada rumusan masalah, meliputi: 1. Analisis modul meliputi keluaran harian modul, jumlah minimum modul, letak kemiringan modul serta karakteristik keluaran modul sel surya berupa arus dan tegangan. 2. Analisis baterai meliputi.kapasitas baterai, total kapasitas baterai yang dapat digunakan pada tegangan operasi sebesar 12 volt dan jumlah minimum baterai yang digunakan. 3. Analisis secara umum perangkat pengaman tegangan lebih dan tegangan rendah yang berfungsi untuk melindungi baterai dan modul surya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk mendapatkan daya dan tegangan listrik yang diinginkan, sel surya dihubungkan secara seri, atau paralel, atau kombinasi seri-paralel kemudian dilaminasi dan diberi bingkai menjadi modul fotovoltaik. Agar sel atau modul dapat berumur panjang, rangkaian sel fotovoltaik tersebut pada dilindungi dengan suatu lapisan yang tahan cuaca dan radiasi matahari, terutama terhadap radiasi ultraviolet (UV). Secara skematis, struktur modul fotovoltaik adalah seperti disajikan pada gambar berikut. Gambar 3.1 Struktur Konstruksi Modul Fotovoltaik Modul fotovoltaik merupakan komponen utama dari PLTS. Modul fotovoltaik telah tersedia secara komersial di pasaran yang merupakan rangkaian sel jenis monokristral, multi (poli) kristal, maupun amorfous berbasis silikon (Si). Ukuran sel jenis kristal yang pada umumnya digunakan adalah 10 cm x 10 cm dan 20 cm x 20 cm. Jumlah sel yang dirangkai secara seri 36 buah untuk sistem kerja sekitar 12 V-DC dan 72 buah untuk sistem kerja 24 V-DC. Daya yang dihasilkan bervariari mulai dari 10 hingga 300Wp, tergantung jumlah sel yang terangkai pada satu modul. Umur teknis modul surya pada dasarnya sangat lama, sudah terbukti lebih dari 25 tahun. PLTS ini menggunakan baterai Skybatt Deep Cycle N100T (12 V 113 AH 221 RC) yang berarti bahwa baterai memiliki tegangan kerja 12 V dengan kapasitas arus 113 A H serta kemampuan untuk menjaga arusnya stabil 25 ampere pada tegangan di atas 10,5 Volt selama 221 menit. Sistem ini menggunakan 4 buah baterai yang disusun secara 2 unit seri yang kemudian diparalelkan. 66 Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Cuaca Cuaca Mendung Berikut ini profil tegangan baterai saat pengisian cuaca mendung : Tabel 3.1 Profil Tegangan Baterai Saat Pengisian Kondisi Mendung V (Volt) Keterangan Baterai 1 12,7 Pengisian Baterai 2 12,7 Pengisian Baterai 3 13 Pengisian Baterai 4 12,4 Pengisian Itotal suplai = 5,54 A V total suplai = 25,7 V Berdasarkan data di atas pengisian dilakukan pada saat cuaca mendung sehingga bila dalam kondisi mendung, lamanya waktu yang diperlukan untuk mengisi baterai langsung dari sel surya tanpa PLN dapat diketahui melalui perumusan sebagai berikut : Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh Kapasitas Daya Sel Surya = V total suplai x Itotal suplai = 25,7 V x 5,54 A = 142,378 W Waktu Pengisian = Kapasitas Energi Total Baterai / Kapasitas Daya Solar Cell = 5424 Wh / 142,378 W = 38,1 jam Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa untuk mengisi baterai hingga penuh dalam kondisi mendung tanpa bantuan suplai PLN memerlukan waktu 38.1 jam. Cuaca Panas Berikut ini profil tegangan baterai saat pengisian cuaca panas: Tabel 3.2 Profil Tegangan Baterai Saat Pengisian Kondisi Panas V (Volt) Keterangan Baterai 1 13 Pengisian Baterai 2 13 Pengisian Baterai 3 13,3 Pengisian Baterai 4 12,7 Pengisian Itotal suplai = 19 A V total suplai = 26,4 V Berdasarkan data di atas pengisian dilakukan pada saat cuaca panas sehingga bila dalam kondisi panas, lamanya waktu yang diperlukan untuk mengisi baterai langsung dari sel surya tanpa PLN dapat diketahui melalui perumusan sebagai berikut : Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh Kapasitas Daya Sel Surya = V total suplai x Itotal suplai = 26,4 V x 19 A = 501,6 W Waktu Pengisian = Kapasitas Energi Total Baterai / Kapasitas Daya sel surya = 5424 Wh / 501,6 W = 10,81 jam Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa apabila dalam kondisi sangat panas diperlukan waktu 10,81 jam intuk mengisi baterai hingga penuh. Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Mode Inverter Inverter tipe SSL Series 1500 Watt yang digunakan pada pada PLTS 1000 Wp ini memiliki beberapa macam mode dalam pengoperasiannya, yakni mode 1, mode 2, inverter only dan charge only. Mengingat sistem yang digunakan hybrid dengan PLN, maka perlu dianalisa peranan PLN dalam mengisi baterai berdasarkan masing-masing mode. Pengisian Baterai dari PLN tanpa Sel Surya Karena ketersediaan intensitas matahari yang tidak menentu setiap harinya sedangkan kebutuhan energi yang harus tetap tersedia setiap harinya, maka pada PLTS Sitting ground menggunakan system hybrid dengan PLN untuk membantu keandalan dari sistem. Berikut ini adalah Profil Tegangan pengisian baterai saat disuplai dari PLN tanpa suplai sel surya berdasarkan mode yang berbeda dari inverter. Hal ini dimungkinkan ketika sel surya tidak dapat menyuplai energi 67 dikarenakan mendung, malam atau dalam kondisi maintenance. Tabel 3.3 Profil Tegangan Baterai Saat Pengisian dari PLN PLN Baterai Mode V (Volt) I (A) V (Volt) I (A) Mode 1 228 1,6 28,9 12,4 Mode 2 228 1,4 28,9 8,5 Inv Only 228 0,07 27,1 0,45 Charge Only 228 3,4 28,9 18,4 Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tiap mode dari inverter memiliki peran yang berbeda dalam pengisian baterai dari suplai PLN. Untuk mengetahui ulasan dari tiap modenya dapat diketahui sebagai berikut : MODE 1 Dengan menggunakan mode 1 pada konverter, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengisian dapat diketahui melalui perumusan berikut ini. Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh Kapasitas charging PLN = V baterai x Itotal suplai = 28,9 V x 12,4 A = 358,36 W Waktu Pengisian = Kapasitas Energi Total Baterai / Kapasitas charging PLN = 5424 Wh / 358,36 W = 15,1 jam Dengan cara yang perhitungan waktu pengisian yang sama, Berikut ini adalah hasil perbandingan lamanya waktu yang diperlukan untuk pengisian baterai menggunakan variasi mode pada inverter dengan menggunakan suplai PLN tanpa sel surya. Tabel 3.4 Perbandingan Waktu Pengisian Baterai berdasarkan Mode Inverter Mode Waktu Pengisian Mode 1 15,1 jam Mode 2 22 jam Inv Only 444,7 jam Charge Only 10,2 jam Melalui tabel perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa mode charge only ini sangat efektif dalam mengisi baterai, hanya saja dalam mode ini beban di suplai langsung oleh PLN, sehingga apabila tidak ada AC input, tidak dapat menyuplai beban. Sedangkan mode yang paling fleksibel untuk digunakan adalah MODE 1 karena apabila tidak ada AC input, sistem tetap dapat menyuplai beban dari baterai, selain itu pengisian baterai saat ada AC input juga lebih efektif dibandingkan mode 2. Untuk mode inverter only, baterai tidak dapat discharge tanpa adanya sumber DC. Pengisian Baterai dari PLN dan Sel Surya Untuk memperoleh pasokan energi yang optimum, PLTS menggunakan hybrid Solar cell dengan PLN. Sehingga, ketika tidak ada suplai dari sel surya, energi dapat diperoleh dari PLN, begitu pula sebaliknya. Hal ini akan mendukung ketersediaan energi setiap saat, walaupun saat mendung ataupun saat sistem PLN sedang pemadaman bergilir. Berikut ini adalah profil data yang diperoleh ketika sel surya aktif dan PLN aktif. Tabel 3.5 Profil Pengisian Baterai Saat PLN aktif, Solar Sell Aktif Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tiap mode dari inverter memiliki peran yang berbeda dalam pengisian baterai dari suplai PLN. Untuk mengetahui ulasan dari tiap modenya dapat diketahui sebagai berikut. MODE 1 Dengan menggunakan mode 1 pada konverter, lamanya waktu yang dibutuhkan 68 untuk pengisian dapat diketahui melalui perumusan berikut ini. Kapasitas Energi Total Baterai = 4 x V x I x t = 4 x 12 V x 113 AH = 5424 Wh Kapasitas TOTAL charging = V baterai x Itotal suplai = 28,9 V x 15,9 A = 459,51 W Waktu Pengisian = Kapasitas Energi Total Baterai / Kapasitas Daya total charging = 5424 Wh / 459,51 W = 11,8 jam Berikut ini adalah hasil perbandingan lamanya waktu yang diperlukan untuk pengisian baterai menggunakan variasi mode pada inverter dengan menggunakan suplai PLN tanpa solar cell, dengan cara perhitungan yang sama dengan mode 1. Tabel 3.6 Perbandingan Waktu Pengisian Baterai berdasarkan Mode Inverter Mode Waktu Pengisian Mode 1 11,8 jam Mode 2 18,5 jam Inv Only 54,26 jam Charge Only 10,3 jam Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setelah menggunakan suplai PLN dan sel surya, waktu pengisian terbukti lebih singkat di bandingkan dengan hanya disuplai PLN. Namun, waktu pengisian sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari, mengingat bahwa perubahan terus terjadi setiap waktunya. Data di atas diperoleh ketika cuaca dalam keadaan sangat mendung. Tabel 3.7 Daya yang dihasilkan sel surya dalam sehari PUKUL V (Volt) I (A) P (W) 08.00 25,8 3,82 95,56 09.00 26,7 6,73 179,69 10.00 27,1 7,82 211,92 11.00 27,6 9,45 260,82 12.00 28,3 9,12 258,09 13.00 33,3 8,24 274,39 14.00 33,8 4,25 143,65 15.00 32,6 3,3 114,18 16.00 32,1 2,54 81,53 17.00 26,8 0,18 4,82 Total Daya yang dihasilkan = 1621,05 watt Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa daya yang dihasilkan oleh solar cell tidak konstan tiap waktunya. Energi yang dihasilkan dari pagi hingga siang cenderung mengalami kenaikan dan dari siang hingga sore semakinberkurang sesuai dengan besarnya intensitas sinar matahari. 3.4 Proses Pengisian Baterai Saat Berbeban Berikut ini adalah analisa pengisian baterai ketika kondisi Solar cell ON, sedangkan PLN Off dan sistem dalam keadan berbeban. Tabel 3.8 Profil Baterai Saat Pengisian dan Berbeban Proses Pengisian Baterai Berdasarkan Waktu Mengingat intensitas cahaya matahari yang senantiasa berubah-ubah tiap waktunya maka energi yang dihasilkan oleh solar cell akan berbeda juga tiap waktunya. Berikut ini data energi yang dihasilkan oleh solar cell dalam sehari pada waktu yang efektif matahari, yaitu pukul 08.00-17.00. data di bawah ini diambil ketika cuaca panas. bahwa Berdasarkan data di atas terlihat ketika sistem dalam keadaan 69 berbeban, maka arus yang dihasilkan oleh solar sell digunakan untuk mengecharge dan menyuplai beban. Hal ini dapat berlangsung hingga beban rata-rata. Apabila beban pada sistem berlebih, maka sel surya akan dibantu oleh baterai untuk bersama-sama menyuplai beban. PENUTUP Simpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Energi yang dihasilkan Sel surya untuk pengisian baterai tidak sama setiap waktunya, hal ini tergantung pada intensitas cahaya matahari. 2. Mode pada inverter yang paling optimal untuk pengisian baterai adalah mode charge only, namun pada mode ini tidak dapat menyuplai beban tanpa sumber AC. 3. Mode pada inverter yang paling fleksibel untuk digunakan pada sistem adalah MODE 1 karena pengisian dari sel surya dan PLN. Selain itu, dapat menyuplai beban walaupun saat tidak ada pengisian sekalipun. 4. Penggunaan sistem hybrid PLN dengan sel surya dinilai sangat tepat karena dengan adanya dua sumber dapat menjaga ketersediaan energi baik saat mendung maupun PLN padam. Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perlu adanya pemeliharaan berkala yang dilakukan pada masing-masing komponen pada PLTS untuk menjaga lifetime dari sistem tersebut. 2. Diperlukan adanya sikap toleransi dari pengguna sitting ground untuk turut menjaga kelangsungan dari sistem PLTS demi kenyamanan bersama. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. "Thermal conductivity of some common materials". http://www.engineeringtoolbox.com. 2 April 2010 Anonim. 2010. "Electromagnetic Spectrum". http://en.wikipedia.org/wiki. 2 April 2010 Anonim. 2010. "Bahan Bakar Minyak, LPG dan BBG". http://www.pertamina.com. 12 Maret 2010 Anonim. 2010. "Energy and Economic Statistics of Indonesia 2009". http://www.esdm.go.id. 17 Mei 2010 Arismunandar, W. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Edisi I. Jakarta: Pradnya Paramita. Boyle, G. 2004. Renewable Energy. Oxford: Oxford University Press. Dessus, B. and Pharablod, F. 2000. Solenergi. Italy: Omnigraf International. Environmental Protection Agency. 2000. "National Primary and Secondary Ambient Air Quality Standards". Code of Federal Regulations, Title 40, Part 50, Washington: U.S. Government Printing Office. Harris, N., Geyer, M., Stine, W.B. 1985. Solar Energy Systems Design. New York: John Wiley & Sons. Holman, J.P. 1995. Perpindahan Kalor. Edisi 6. Diterjemahkan oleh E. Jasjfi. Jakarta: Erlangga. IPCC. 2007. "Pedoman Inventarisasi Gas Rumah Kaca". Viewed in http://www.ipcc.ch/publications_and _data.htm. 20 Juli 2010 IPCC. 1996. "Reference Manual Energy of Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories". Chapter 1. Viewed in http://www.ipccnggip.iges.or.jp/public/gl/guidelin/ch1 ref2.pdf. 15 Mei 2010 Kimambo, C.Z.M. 2007. Development and performance testing of solar cookers. Energy in Southern Africa, 18(3), 41 – 51. Ogunwole, O.A. 2006. "Flat Plate Collector Solar Cooker". Viewed in 70 http://www.journal.au.edu/au_techn o/2006/jan06/vol9num3_article12.pd f. 19 Desember 2009 Petterson, F. 1985. Solenergi Teori, Forskning & Praktisk användbarhet. Stockholm: Ingenjörsförlaget AB. Pidwirny, M. 2006. "Earth-Sun Relationships and Insolation". Fundamentals of Physical Geography, 2nd Edition. Viewed in http://www.physicalgeography.net/fu ndamentals/6i.html. 3 Januari 2010 Rahardjo, I. dan Fitriana, 2008. "Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia" dalam http://www.geocities.com/markal_bp pt/publish/pltkcl/plrahard.pdf. 20 Agustus 2009 Sonntag, R.E. 1982. Introduction to Thermodynamics Classical and Statistical. Second edition. United States: John Wiley & Sons. UNDP. 2001. "Clean Energy for Development and Economic Growth: Biomass and Other Renewable Energy Options to Meet Energy and Development Needs in Poor Nations Growth". Viewed in http://www.undp.org/energy/publica ti ons/2002/Clean_Energy_Biomass. pdf. 15 Mei 2010 71