perencanaan merek

advertisement
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
MODUL
PERENCANAAN MEREK
9
3 SKS
Dosen: A. Judhie Setiawan, M.Si
Aura Merek (1)
Ries dan Ries (1999) mengatakan bahwa asosiasi merek dibangun dalam jangka
panjang. Davis (2000) mengatakan bahwa asosiasi merek merupakan bagian dari
brand image, yaitu persepsi yang bertahan lama (enduring perception), yang dibentuk
melalui pengalaman dan sifatnya relatif konsisten (Schifman dan Kanuk, 2000).
Schifman dan Kanuk (2000) mengatakan bahwa seseorang dapat bereaksi terhadap
stimuli tertentu dalam waktu singkat. Reaksi itu disebut sensasi, dan sensasi ini
mudah berubah. Respon yang didasarkan pada informasi terbatas cenderung
menimbulkan disonansi, yaitu keraguan yang mempertanyakan apakah keputusan
yang diambil tepat atau tidak. Padahal ekuitas merek justru mengurangi keraguraguan itu, dan justru memberikan keyakinan pada konsumen atas keputusannya
(Aaker, 1999). Misalnya Toyota Kijang memiliki ekuitas tinggi. Orang yang membeli
Kijang tentu tidak ragu-ragu lagi atas keputusannya.
Ries dan Ries (1999) jelas-jelas menggunakan istilah kekuatan merek, bukan ekuitas
merek. Ekuitas merek merupakan indikator kekuatan merek. Merek yang memiliki
ekuitas merek yang tinggi tentu memiliki kekuatan yang tinggi.
Selain komponen ekuitas merek, Ries dan Ries mencatat bahwa kekuatan merek
juga berasal dari penampilan visual merek. Mereka menyimpulkannya dalam hukum
kata, hukum bentuk dan hukum warna. Masalahnya, Ries dan Ries tidak menjelaskan
hakikat kekuatan itu.
Pada dasarnya kekuatan ada dua macam. Pertama, kekuatan yang pasif, yang baru
kelihatan pada saat digunakan. Contohnya, Albert seorang atlet angkat besi yang
belum terkenal. Dengan berat badan 60 kg, dia mampu mengangkat beban 150 kg.
Tetapi tidak banyak orang tahu kekuatan Albert ini. Baru setelah ia mengangkat
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
1
beban dalam pertandingan SEA Games yang disiarkan di televisi, orang-orang tahu
kekuatan Albert.
Kedua, kekuatan aktif. Ini adalah kekuatan yang terus-menerus mempengaruhi obyek
yang berada dalam jangkauannya. Angin termasuk kekuatan aktif, begitu pula
kekuatan merek. Kekuatan merek adalah seperti energi yang mempengaruhi
konsumen secara aktif, sama seperti aroma makanan yang mempengaruhi panca
indera. Sama pula seperti kekuatan magnet, yang pengaruhnya terasa tetapi
kekuatannya tidak terlihat. Kekuatan aktif yang terasa namun tidak terlihat ini disebut
aura merek (Bilson S., 2002).
Istilah ini mengambil ide dari konsep aura dalam dunia metafisika. Dalam konsep itu
dikatakan
bahwa
setiap
benda
memancarkan
energi
tertentu
yang
dapat
mempengaruhi kita. Dalam fisika, setiap benda jelas-jelas memiliki medan magnet.
Semakin besar massanya, semakin besar medan magnetnya. Itulah yang mengikat
benda-benda angkasa di tata surya, galaksi, bahkan alam semesta.
Pemakaian istilah aura merek tidak berangkat dari dimensi metafisika – dari mana
konsep aura merek berasal – istilah ini hanya mempertegas kekuatan merek yang
aktif. Sebenarnya kita juga bisa memakai istilah kekuatan merek, namun istilah ini
belum pas menggambarkan kekuatan yang mempengaruhi secara aktif.
Dalam ilmu perilaku konsumen dibahas kekuatan aktif merek dari sudut pandang
konsumen. Adakalanya seseorang memberi nilai lebih pada merek dengan hanya
berdasarkan pada satu atau beberapa atribut tertentu. Ini disebut efek halo. Bahkan
Blackwell et all (2001) mencatat bahwa adakalanya orang tidak mengerti apa yang
mendorongnya sehingga dia membeli suatu merek.
Ditarik dan Tertarik
Dengan melihat dari sudut pandang konsumen, para ahli memandang terjadinya
peristiwa pembelian karena terdorong, termotivasi atau tertarik. Dari sudut merek,
kita bisa mengatakan bahwa konsumen “ditarik”.
Pada banyak kejadian, kedua kemungkinan ini dapat terjadi bersamaan. Konsumen
termotivasi, sekaligus ditarik oleh merek. Kalau ini yang terjadi, maka hubungan
antara merek dengan konsumen akan lebih kuat. Hasilnya adalah loyalitas konsumen
yang tinggi.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
2
Namun pada pembelian spontan (impulse buying), sebenarnya konsumen berada
pada posisi ditarik. Dalam peristiwa ini kekuatan yang bekerja adalah aura merek,
dan konsumen mungkin berkata, “Saya juga tidak tahu kenapa membeli merek ini.
Sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkannya, tapi tiba-tiba saja saya sudah
membelinya”. Dalam pembelian seperti itu, loyalitas konsumen rendah sebab
hubungan terjalin dengan hanya satu kekuatan yang aktif.
Ada konsumen yang mudah ditarik oleh merek, ada pula yang sulit. Semakin tinggi
tingkat keterlibatan dalam membuat keputusan pembelian, semakin rendah
kemungkinan seseorang ditarik oleh merek.
Perlu
diingat
bahwa
dalam
pembelian
terdapat
pertimbangan
merek
dan
pertimbangan produk, yang satu bisa lebih menonjol dibanding lainnya. Saat membeli
bawang merah di pasar atau warung, pertimbangan produklah yang menonjol. Bila
merek tidak ada, otomatis aura merek tidak ada.
Sumber Aura Merek (Dari Mana Aura Merek Datang?)
Saat berbicara tentang Kijang, kita berbicara mengenai karakteristik-karakteristik
produk, seperti atribut (desain bagus, muatnya banyak), kualitas (mesin bandel,
nyaman dikendarai), ruang lingkup (mobil keluarga) dan penggunaan (mobil untuk
perjalanan luar kota). Selain itu, menurut Aaker (1996: 73), pada merek kita juga bisa
berbicara tentang:

Manfaat emosional (Bangga memilih Kijang),

Pengguna merek (Ovale Maskulin untuk laki-laki),

Asosiasi organisasi (Astra Internasional adalah perusahaan Indonesia
terkemuka),

Kepribadian merek (Marlboro adalah laki-laki macho)

Hubungan pelanggan dengan merek (Shower to shower setia setiap saat),

Manfaat ekspresi diri (Alphard melambangkan pribadi eksklusif),

Country of origin (Penzoil oli No.1 di Amerika).
Lalu Ries dan Ries (1999), melalui hukum bentuk, hukum warna, dan hukum
kata, mengatakan bahwa faktor estetika visual dan bahasa juga mempengaruhi
kekuatan merek.
Gabungan pendapat Aaker serta Ries dan Ries, itulah yang disebut sumbersumber aura merek. Ditegaskan lagi bahwa aura merek adalah kekuatan aktif merek
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
3
dalam mempengaruhi keputusan konsumen, baik keputusan yang diambil secara
sadar maupun tidak.
Supaya dikenal, merek harus
memiliki identitas. Identitas merek adalah
seperangkat asosiasi yang unik yang ingin diciptakan dan dipelihara oleh produsen.
Tujuannya adalah menciptakan gambaran atau brand image. Kalau gambaran itu
diperoleh, maka merek sudah hidup dalam pikiran konsumen. Kalau tidak, maka
merek hanya berupa sesuatu yang mati, yang tidak punya aura atau kekuatan
mempengaruhi konsumen.
Apa itu brand image? Menurut Kotler (2000), brand image adalah sejumlah
keyakinan tentang merek. Blackwell et all (2001) juga berbicara tentang keyakinan,
yakni sejumlah keyakinan tentang hubungan antara dua node. Misalnya, Volvo
adalah mobil yang aman. Dua node adalah Volvo dan aman. Kata “adalah” di sini
tidak sekadar kata penghubung yang menghubungkan kedua node, namun di
dalamnya terdapat keyakinan.
Aaker (1996: 71) menganggap brand image sebagai “bagaimana merek
dipersepsikan oleh konsumen”. Berkenaan dengan persepsi, menurut Davis (2000;
21), seperti halnya manusia, merek juga bisa digambarkan melalui kata sifat
(adjective), kata keterangan (adverb) atau frase (phrase), seperti:

Keamanan Volvo sangat baik (kata sifat).

Volvo adalah mobil yang aman (kata keterangan).

Dengan bodi yang berat, struktur yang kaku dan rangka yang terbuat dari
baja yang kuat, Volvo kuat menahan benturan. Itu yang membuat merek
ini menjadi mobil yang aman (frase).
Davis juga mengatakan bahwa brand image memiliki dua komponen, yaitu
asosiasi merek dan brand persona. Sebenarnya brand persona juga merupakan
sumber asosiasi merek (Aaker, 1991: 115), namun kita menempatkannya tersendiri,
terpisah dari sumber asosiasi lain, agar bisa dikelola lebih baik. Sebab dengan
adanya brand persona-lah terjalin hubungan dengan konsumen.
Dinamika Aura Mereka
Aura merek adalah kekuatan aktif merek yang dapat mempengaruhi konsumen.
Aura memiliki Dimensi Negatif dan Positif. Jangan simpulkan dulu bahwa merek
selalu menarik konsumen. Ada kalanya justru karena merek, konsumen menolak
produk. Misalnya, pengalaman pada merek mobil Timor. Mobil ini sesungguhnya
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
4
bagus, kekuatan mesin dan teknologinya setara dengan Soluna dan Accent, namun
harganya jauh di bawah kedua merek tersebut. Itu karena Timor memiliki citra yang
kurang baik di mata para pembeli mobil. Bukti lain Timor memang memiliki daya
tolak, bukan daya tarik, adalah kenyataan bahwa umumnya para pemilik mobil Timor
menanggalkan dan mengganti merek tersebut menjadi Sephia. Ketika merek
memberikan daya tarik kepada konsumen, kita mengatakan merek tersebut memiliki
aura positif. Sebaliknya, apabila justru mengurangi daya tarik produk, berarti sebuah
merek berada dalam suatu kontinum, mulai dari negatif, netral sampai positif.
Aura netral ada pada saat merek tidak memiliki kekuatan, baik positif maupun
negatif, untuk mempengaruhi konsumen. Aura seperti itu terdapat pada produkproduk generik dan komoditi yang daya tariknya melulu berasal dari produk.
Aura Memiliki Tingkat Kekuatan. Seberapa negatif atau seberapa positifkah
aura suatu merek? Pertanyaan ini sebenarnya berkenaan dengan kekuatan aura.
Pada prinsipnya ada aura yang lemah dan ada pula yang kuat. Masalahnya sampai
sekarang belum ada ketentuan tentang bagaimana membuat standar kekuatan aura
itu ke dalam satuan-satuan operasional.
Karena aura merek berada dalam suatu kontinum, maka kekuatan aura juga
harus kontinum. Artinya, perubahan kekuatan aura dapat kita telusuri sampai limit
mendekati nol. Perlu pendalaman para ahli untuk menemukan satuan itu.
Kekuatan aura dapat pula didekati dari sudut lain, yaitu hasilnya. Kalau aura
merek merupakan kekuatan aktif merek, maka semakin kuat aura itu, semakin kuat
pula hubungan antara merek dengan konsumen. Logikanya dapat pula dikatakan
sebagai berikut: “semakin kuat hubungan antara merek dengan konsumen, semakin
kuat aura merek”.
Kekuatan hubungan antara merek dan konsumen dapat dilihat dari tingkat
kesetiaan (loyalitas) konsumen terhadap merek. Terdapat banyak metode untuk
mengukur tingkat kesetiaan itu, dua di antaranya kita jadikan sebagai patokan.
Konsep Aaker (1991: 34, 1996:21) mewakili “what the customer say” tentang merek.
Dari situ dihasilkan lima tingkat golongan loyalitas, yaitu (1) brand switcher, (2)
habitual buyer, (3) satisfied buyer, (4) liking the brand dan (5) committed buyer.
Konsep Kunde (2001) mewakili loyalitas dari sudut “How the customers treat
brand”. Dari situ muncul lima status merek, yaitu: (1) products, (2) emotional brand,
(3) organizational brand, (4) brand cultural dan (5) brand religion.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
5
Aura Merek Tidak Sama Bagi Setiap Orang. Sebuah merek memiliki aura
yang berbeda untuk setiap orang atau setiap segmen. Misalnya, Levis. Untuk
konsumen yang berjiwa muda, yang menyukai pakaian-pakaian kasual, merek ini
memiliki aura merek yang tinggi. Buktinya walaupun harganya mahal, merek ini tetap
saja dibeli. Akan tetapi, bagi konsumen yang menyukai pakaian-pakaian formal, atau
yang karena status sosial diharuskan memakai pakaian formal, merek tersebut
memiliki aura negatif.
Aura Merek Dapat Berubah. Di dunia ini tidak ada yang abadi, begitu pula
aura merek. Ada saatnya aura merek positif, akan tetapi, karena sesuatu hal,
auranya lalu menjadi negatif. Ada kalanya aura merek lemah, ada kalanya kuat.
Perubahan itu bisa terjadi akibat perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Contoh, Ajinomoto adalah bumbu penyedap yang memiliki pangsa pasar tertinggi di
Indonesia. Tetapi, hanya karena munculnya isu bahwa produk ini memakai lemak
babi pada akhir tahun 2000, tiba-tiba merek itu berubah menjadi merek yang harus
dihindari (avoided-brand). Lalu dengan memperbarui proses produksi, status merek
itu berangsur-angsur menjadi lebih positif.
Aura Merek Dapat Dibangun. Ini berkaitan dengan sifat aura merek yang
dapat berubah. Aura merek tergantung pada respon konsumen. Respon ini
tergantung pada stimuli lingkungan maupun stimuli pemasaran. Stimuli pemasaran
tidak selalu berdampak positif pada aura merek. Kalau salah, stimuli pemasaran
dapat berdampak negatif terhadap aura merek.
Aura Merek Dapat Disebarkan. Perusahaan-perusahaan Asia, menurut Ries
dan Ries (1999), paling serakah menggunakan satu merek untuk berbagai produk.
Kita mengenal Mitsubishi. Merek ini dipakai pada berbagai kategori produk, seperti
mobil, lift, televisi, dan lain-lain. Kenapa? Karena memang aura merek dapat
disebarkan dari satu produk ke produk lain.
Pada awalnya Lifebuoy merupakan merek sabun mandi kesehatan yang
beraura kuat. Buktinya, untuk kategori sabun kesehatan, merek itu merupakan
pemimpin pasar. Sekarang merek itu dipakai pula untuk produk shampoo. Tujuannya
adalah agar aura Lifebuoy juga menyebar pada produk shampoo buatan perusahaan
pemilik merek itu.
Aura Paling Kuat Saat Merek dapat Dipersonifikasi. Merek dapat
dipersonifikasi menjadi seseorang. Sebagai seseorang, merek memiliki karakteristik
pribadi, seperti jenis kelamin, golongan usia, dan kepribadian.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
6
Merek-merek yang memiliki aura kuat adalah yang bisa dipersonifikasi.
Merek-merek top dunia yang paling kuat auranya, seperti Harley Davidson (HD),
Nike, Marlboro, dapat digambarkan sebagai seseorang. HD adalah merek yang
berwujud laki-laki dengan karakter bebas, macho, dan “kasar”. Marlboro adalah
cowboy yang macho dan berjiwa petualang. Nike menggambarkan laki-laki yang suka
berolahraga.
Kenapa personifikasi merek (brand persona) memberikan aura yang kuat?
Sebab dengan adanya personifikasi-lah seseorang dapat mengidentifikasi orang
seperti apa yang pantas menggunakan merek itu. Kalau seseorang masuk ke dalam
golongan itu, maka merek itu akan menjadi simbol kepribadiannya.
Selain itu, melalui faktor personifikasi, konsumen memiliki hubungan
(relationship) dengan merek. Banyak konsumen yang memperlakukan merek sebagai
teman akrab. Ini tentu lebih mungkin terjadi pada saat merek menjadi “seseorang”.
Membangun dan Mengelola Merek
Merek sudah lama menjadi perhatian para ahli. Semua menyadari peranan merek
yang begitu penting, bahkan tak ternilai bagi sebagian orang. Akhirnya para ahli
memberikan jurus jitu untuk membangun merek yang kuat dengan dasar pemikiran
bahwa merek yang kuat bukan didapat karena kebetulan, melainkan hasil
pengelolaan yang baik dan tepat. Berikut ini dipaparkan beberapa pengelolaan
merek.
Ala Kotler
Menurut Kotler (2001), ada lima keputusan yang perlu diambil dalam pengelolaan
merek. Pertama dan paling mendasar adalah perlu atau tidakkah memberikan merek
pada produk? (pemberian merek). Kalau tidak, maka proses selesai sampai di sini.
Kalau ya, merek apa yang dipilih? (pemilihan merek). Ketiga, merek yang dipilih itu
menggunakan nama siapa atau perusahaan mana? (pensponsoran merek).
Keempat, apa strategi perusahaan dalam memberikan merek untuk berbagai kategori
produk (kalau produknya lebih dari satu kategori)? (strategi merek). Kelima dan
terakhir, perlukah citra merek diubah? (brand repositioning atau pengubahan posisi
merek).
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
7
Ala Aaker
Dalam bukunya, Building Strong Brand (1996), Aaker mengatakan bahwa merek
yang kuat adalah yang memiliki posisi kuat. Pembentukan posisi yang kuat dimulai
dengan menganalisis situasi untuk mengetahui posisi merek-merek pesaing dan
posisi merek saat ini (merek yang sudah diluncurkan). Setelah itu perusahaan perlu
merancang identitas merek, yaitu posisi merek yang diinginkan, dan kemudian
mengkomunikasikannya melalui proses brand positioning. Hasilnya adalah posisi
merek.
Ala Davis
Davis juga sepakat dengan Aaker, malah dalam bukunya yang berjudul Brand Asset
Management (2001), Aaker memberi restu dan berbagai pujian kepada Davis. Tetapi
langkah Davis sedikit berbeda karena menurutnya sebelum melakukan analisis
situasi, kita harus mengetahui visi merek terlebih dahulu, yakni sasaran yang ingin
diperoleh melalui pembuatan merek. Setelah posisi merek terbentuk, yang
merupakan tahap akhir dari konsep Aaker tentang pembentukan merek yang kuat,
Davis merasa perlu melakukan evaluasi merek sebagai tahap terakhir.
Ala Knapp
Knapp mengatakan di dalam merek terdapat keinginan, janji dan komitmen yang
harus dipenuhi perusahaan. Karena itu Knapp memberikan lima strategi untuk
membentuk merek yang kuat.
Pertama, melakukan penilaian merek. Kedua, mengembangkan janji merek, yaitu
harapan tentang bagaimana merek bekerja terhadap konsumen. Ketiga, menciptakan
blueprint merek – ini sama dengan identitas merek (brand identity) dalam konsep
Aaker dan arsitektur merek (brand architecture) dalam konsep Davis. Keempat,
membudayakan merek, yang berarti perlu keterikatan emosional agar konsumen
loyal terhadap merek. Kelima, meningkatkan keuntungan merek.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
8
Ala Bucholz dan Wonderman (B&W)
B&W (2000) mengatakan ada lima alasan mengapa seseorang lebih menyukai merek
anda. Pertama, manfaat dan janji (benefits and promises). Kedua, Norma dan nilai
(norms and values). Ketiga, Persepsi dan program (perception and program).
Keempat, identitas dan ekspresi diri (identity and self-expression). Kelima, Emosi dan
cinta (emotion and love).
Daftar Pustaka:
a. Agus W.Soehadi, Effective Branding – Konsep dan Aplikasi Pengembangan
Merek, Quantum Bisnis & Manajemen, Bandung, 2005.
b. Bilson Simamora, Aura Merek – 7 Langkah Membangun Merek yg Kuat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
c. Peter Cheverton, Manajemen Merek, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB
A. Judhie Setiawan, Msi
PERENCANAAN MEREK
9
Download