84 Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
Lampiran TA19. Contoh penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis
perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan
dalam
pembangunan
perkerasan
di
Indonesia
karena
dianggap
lebih
menguntungkan dibandingkan dengan jenis perkerasan yang lainnya karena
pelaksanaannya tidak terlalu rumit, relatif lebih efisien untuk jangka waktu
tertentu, dan dapat dilakukan secara bertahap. Susunan perkerasan ini terdiri atas
lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapis antara. Lapisan di
bawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri atas lapisan pondasi atas (base
course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah
dasar yang dipadatkan (subgrade).
Bagian-bagian perkerasan jalan :
Lapisan Aus (HRS-WC)
Lapis Antara
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Subgrade
Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan
Karakteristik campuran beraspal sebagai lapis perkerasan jalan menurut
Sukirman (2003) antara lain:
1. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan suatu lapis keras untuk menerima beban lalu
lintas tanpa terjadinya perubahan bentuk (deformasi) seperti gelombang, alur
maupun bleeding.
84
2. Durabilitas
Durabilitas adalah kemampuan untuk mencegah perubahan-perubahan
yang diakibatkan oleh umur aspal, pengaruh air, ..............dst.
2.2
Bahan Perkerasan Jalan
Bahan campuran perkerasan jalan terdiri atas agregat kasar, agregat halus,
bahan pengisi (filler), dan aspal. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus
diuji terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifat bahan tersebut. Semua jenis
pengujian bahan harus mengacu pada spesifikasi yang diisyaratkan oleh Bina
Marga.
2.3
Agregat
Agregat adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat
mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya
perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh
karakteristik agregat yang digunakan (Depkimpraswil, 2002).
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang
mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian, kualitas perkerasan jalan
ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material
lain. Menurut Depkimpraswil (2002) agregat diklasifikasikan berdasarkan proses
terjadinya, proses pengolahannya, dan ukuran butirnya.
2.3.1
Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya
Menurut Depkimpraswil (2002) klasifikasi agregat berdasarkan asal
kejadiannya dapat dibedakan menjadi batuan beku (igneous rock), batuan
sedimen, dan batuan metamorf (batuan malihan), dengan:
1. Batuan beku
Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke
permukaan pada saat gunung berapi meletus.
Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
85
a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock) berasal dari material yang
keluar dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh
cuaca mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya, batuan
beku jenis ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite,
andesit, dan basalt.
b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock) berasal dari magma yang
tidak dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan
membeku secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini
bertekstur kasar dan dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi
dan gerakan bumi, contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan
diorit.
2. Batuan sedimen
Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan
tanaman. Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di
danau, laut, dan sebagainya.
Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan menjadi;
a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,
konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak
mengandung silika.
b. Batuan sedimen yang dibentuk dari bahan organik, seperti batu bara dan
opal.
c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi seperti batu gamping,
garam, gift, dan flint.
3. Batuan metamorf
Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku
yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan
tekanan dan temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer,
kwarsit, dan batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan
sekis.
86
2.3.2
Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya
Menurut Depkimpraswil (2002) berdasarkan proses pengolahannya,
agregat dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses
pengolahan, dan agregat buatan.
Gradasi buruk (poorly graded) atau gradasi senjang adalah campuran
agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi buruk
yang umum digunakan yaitu gradasi celah (gap graded) yang merupakan
campuran agregat dengan satu fraksi sedikit sekali.
Gambar 2.2 Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat
Sumber: Depkimpraswil (2002)
2.5.4
Estimasi Kadar Aspal Awal
Setelah proporsi masing-masing agregat diketahui, dilakukan perhitungan
kadar aspal optimum perkiraan. Adapun perhitungannya menurut Depkimpraswil
(2002) adalah sebagai berikut:
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta
(2.1)
Konstanta antara 2 – 3 untuk Lataston/HRS, disini diambil 2,5.
dimana : P b
= % kadar aspal awal terhadap berat total campuran
% CA = % agregat kasar terhadap berat total agregat
% FA = % agregat halus terhadap berat total agregat
% FF = % filler terhadap berat total agregat
87
2.6.2.1 Syarat Teknis Agregat Pada Campuran Lataston
Adapun persyaratan agregat yang diisyaratkan untuk campuran aspal
beton Lataston adalah sebagai berikut:
1. Agregat kasar
a. Agregat kasar dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8 (2,36
mm).
b. Spesifikasi/batasan gradasi agregat kasar seperti yang diperlihatkan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Gradasi agregat kasar
Ukuran saringan
ASTM
Mm
3/4”
19,10
1/2”
12,70
3/8”
9,52
No.4
4,75
No.200
0,075
Lolos
(%)
100
30 - 100
0 - 55
0 - 10
0-1
Sumber : DPU Bina Marga (1983)
Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
-
Agregat kasar terdiri dari batu pecah ataupun campuran batu pecah
dengan kerikil alam bersih yang sesuai.
-
Keausan agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles
mempunyai nilai maksimum 40% (SNI 03-2417-1991).
-
Kelekatan terhadap aspal minimum 95% (SNI 03-2439-1991).
-
Penyerapan agregat kasar (absorpsi terhadap air) maksimum 3% (SNI
03-1969-1990).
-
Kekekalan bentuk agregat (soundness test) maksimum 12% (SNI 033407-1994).
-
Berat jenis semu (apparent) agregat minimum 2,5(SNI 03-19691990).
-
Kadar lempung maksimum 0, 25% (SNI 03-4141-1996).
2. Agregat halus
a. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.8 (2,36mm) dan
tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm).
88
Download