9 BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Produktivitas

advertisement
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori
1. Produktivitas Kerja Karyawan
a. Pengertian Produktivitas Kerja Karyawan
Produktivitas kerja kelompok memberi peluang kepada orangorang yang bekerja untuk mengambil bagian yang maksimal dalam
perusahaan yang bersangkutan. Mengingat pentingnya peranan
manusia dalam suatu perusahaan, yang apabila salah memanfaatkan
tenaga kerja manusia tersebut akan dapat menimbulkan masalah yang
sangat rumit, yang bisa menghancurkan tujuan perusahaan yang
bersangkutan. Untuk itu, tenaga kerja manusia sangat perlu
mendapatkan perhatian yang khusus karena pemakaian tenaga kerja
manusia
secara
efektif
merupakan
kunci
dari
peningkatan
produktivitas.
Dari sudut filosofi, produktivitas adalah suatu sikap mental yang
selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan
hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari
ini.9 Sedangkan menurut Paul Mali, bahwa produktivitas berkaitan
dengan bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan
9
I komang Ardhana, Ni Wayan Mujiati, dan I Wayan Mudiartha Utama, Manajemen
Sumberdaya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 269.
10
jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara
efisien.10
Sedangkan,
produktivitas
kerja
(tenaga
kerja)
adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga
kerja persatuan waktu. Atau sejumlah barang atau jasa yang dapat
dihasilkan oleh seseorang atau kelompok orang atau karyawan dalam
jangka waktu tertentu.11 Disisilain Anoraga menjelaskan bahwa
produktivitas
kerja
menunjukkan
tingkat
efisiensi
proses
menghasilkan dari sumber daya yang digunakan, yang berkualitas
lebih baik dengan usaha yang sama.12
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para
karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja
diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif,
sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan.13
b. Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Produktivitas
Kerja
Karyawan
Menurut Ravianto, produktivitas tenaga kerja dipengaruhi
beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu
sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat pendidikan, ketrampilan,
10
Tjutju Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.
157.
11
I komang Ardhana, Ni Wayan Mujiati, dan I Wayan Mudiartha Utama, Manajemen
Sumberdaya Manusia, ..., hlm. 270.
12
Tjutju Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, ... , hlm. 157.
13
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 104.
11
disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat
penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi,
sarana produksi, manajemen, dan prestasi.14
Menurut Anoraga, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja adalah pekerjaan yang menarik,
upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan,
penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau
suasana kerja yang baik, promosi dan perkembangan diri merasa
sejalan dengan perkembangan organisasi, merasa terlibat dalam
kegiatan-kegiatan organisasi, pengertian dan simpati atas persoalanpersoalan pribadi, kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja, dan disiplin
kerja yang keras.15
Menurut Paul Mali, bahwa produktivitas kerja merupakan
sinergi dari semua faktor yang terbentuk pada empat level yaitu16:
1) Pada level keempat (tertinggi), yang berpengaruh terhadap
produktivitas secara langsung adalah efektivitas (performance)
dan efisiensi (penggunaan sumber-sumber)
2) Pada level ketiga, terdiri atas ketrampilan (skill), motivasi,
metoda dan biaya
3) Pada level kedua, terdiri atas kepemimpinan (leadership),
pengalaman suasana (climate), insentif, jadwal kerja (schedule),
struktur organisasi, teknologi dan material
14
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 102.
Tjutju Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, ... , hlm. 159.
16
Tjutju Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, ... , hlm. 159.
15
12
4) Pada level pertama, terdiri dari kecakapan (ability), gaya (style),
latihan (training), pengalaman (knowledge), kondisi fisik, rekan,
bentuk tugas (job design), tujuan (goal), kebijakan, standar,
perlengkapan dan kualitas.
c. Indikator Produktivitas Kerja Karyawan
Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator.
Indikator-indikator produktivitas kerja karyawan yang digunakan
adalah menurut Edy Sutrisno17, sebagai berikut:
1) Kemampuan (tingkat pendidikan dan ketrampilan)
2) Meningkatkan hasil yang dicapai.
3) Semangat kerja.
4) Pengembangan diri.
5) Mutu.
6) Efisiensi.
2. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan yang sifatnya universal dan diterima semua
pihak yang terlibat dalam kehidupan organisasional, termasuk
organisasi bisnis. Menurut Siagian, kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk memengaruhi orang lain, dalam hal ini para
bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan
kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak
17
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 104.
13
disenanginya. Sedangkan menurut P. Hersey dan Blanchard,
kepemimpinan adalah sebagai proses mempengaruhi kegiatan
individu dan kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian
sebagai sifat, kemampuan, proses dan atau konsep yang dimiliki oleh
seseorang sedemikian rupa sehingga ia ikuti, dipatuhi, dihormati dan
disayangi oleh orang lain dan orang lain itu bersedia dengan penuh
keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki oleh
seseorang tersebut.18 Dari sudut manajemen, seorang pemimpin harus
mampu menetapkan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi atau
perusahaan, dalam konteks ini seorang pemimpin harus mampu
merancang strategi yang tepat. Dengan adanya strategi yang tepat
tersebut, maka langkah yang akan ditempuh oleh organisasi akan
berjalan lebih efisien dan efektif dalam hal penggunaan anggaran.
Selain mampu membuat taktik dan strategi yang jitu, seorang
pemimpin juga dituntut untuk mampu mengambil keputusan yang
cepat dan tepat. Sebab, terlambat dalam mengambil keputusan dapat
merugikan organisasi mengingat di samping kita banyak para pesaing,
demikian juga salah dalam mengambil keputusan tentunya harus
berhadapan dengan sejumlah konsekuensi seperti dana, waktu dan
tenaga.
18
Moenir, Peranan Teknik dan Keberhasilannya, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 232.
14
Menurut Ghiselli dan brown, fungsi pemimpin dalam organisasi
memiliki spesifikasi berbeda dengan bidang kerja atau organisasi lain.
Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa macam, antara lain: macam
organisasi, situasi sosial dalam organisasi, dan jumlah anggota
kelompok. Sedangkan menurut Terry, fungsi pemimpin dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu: perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengendalian. Dalam menjalankan fungsinya
pemimpin mempunyai tugas-tugas tertentu, yaitu mengusahakan agar
kelompoknya dapat mencapai tujuan dengan baik, dalam kerja sama
yang produktif, dan dalam keadaan yang bagaimana pun yang
dihadapi kelompok.19
b. Teori Kepemimpinan
Pemimpin dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat
penting,
tidak
hanya
secara
internal
bagi
organisasi
yang
bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak di
luar organisasi untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam
mencapai
tujuannya.
Secara
garis
besar
pendakatan
teori
kepemimpinan dibagi tiga aspek, yaitu teori sifat (trait theory), teori
perilaku (behavior theory), dan teori kepemimpinan situasional
(situational theory).20
19
20
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 219.
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 226.
15
1) Teori sifat (trait theory)
Bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena
memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori
ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai melalui
pendidikan dan pengalaman.
2) Teori perilaku (behavior theory)
Kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin
dengan pengikutnya, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah
yang menganalisis dan memersepsikan apakah menerima atau
menolak kepemimpinannya. Pendekatan perilaku menghasilkan
dua orientasi, yaitu perilaku pemimpin yang berorientasi pada
tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku
pemimpin yang berorientasi pada orang atau yang mengutamakan
penciptaan hubungan-hubungan manusiawi.
3) Teori kepemimpinan situasional (situational theory)
Teori situasi mencoba mengembangkan kepemimpinan
sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya
pemimpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasi
yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.
16
c. Indikator Kepemimpinan
Teori situasional dari Hersey dan Blanchard memfokuskan pada
kesiapan bawahan21. Indikator yang digunakan menurut P. Hersey dan
Blancard, yaitu:
1) Menjelaskan (telling) untuk kondisi dimensi orientasi pada tugas
tinggi sedangkan dimensi hubungan rendah; perilaku pemimpin di
sini harus directive.
2) Menjual (selling) untuk kondisi dimensi tugas tinggi dan dimensi
hubungan juga tinggi; perilaku pemimpin directive dan sekaligus
supportive.
3) Berpartisipasi (participacing) untuk kondisi dimensi tugas rendah
dan dimensi hubungan tinggi. Pemimpin dan bawahan bersama
membuat putusan, peran utama pemimpin adalah memfasilitasi
dan berkomunikasi.
4) Mendelegasi (delegating) untuk kondisi dimensi tugas rendah dan
dimensi hubungan juga rendah. Pemimpin hanya memberikan
sedikit pengarahan dan sedikit support.
3. Etos kerja
a. Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti
sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu.
Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
21
Jusmaliana, Pengelolaan Sumber Daya Insani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 198.
17
bahkan masyarakat. Etos di bentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh
budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam etos tersebut ada
semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan
menghindari kerusakan (fasad), sehingga setiap pekerjaannya
diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat
dari hasil pekerjaannya. 22
Dalam bahasa Inggris Etos dapat diterjemahkan menjadi
beberapa pengertian antara lain ‘starting point', 'to appear',
'disposition' hingga disimpulkan sebagai 'character'. Dalam bahasa
Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai ’sifat dasar’,
’pemunculan’ atau ’disposisi/watak’. Aristoteles menggambarkan etos
sebagai salah satu dari tigamode persuasi selain logos dan pathos dan
mengartikannya sebagai ’kompetensi moral’. Tetapi Aristoteles
berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan
’pengetahuan’ tercakup didalamnya. Aristoteles menyatakan bahwa
etos hanya dapat dicapai hanya dengan apa yang dikatakan seorang
pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang tentang sifatnya
sebelum ia mulai berbicara. 23
Menurut siagian, etos kerja adalah norma-norma yang bersifat
mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yang
diterima
22
dan
diakui
sebagai
kebiasaan
yang
wajar
untuk
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Press 2002),
hlm. 23.
23
Ferry Novliadi, Hubungan Antara Organization-Based Self-Esteem Dengan Etos Kerja,
(Jurnal: Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 4.
18
dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para
anggota suatu organisasi.24 Etos kerja merupakan sejumlah nilai atau
perangai budaya karakteristik manusia dalam dunia kerja. Etos kerja
berkaitan dengan sikap moral yang berorientasi norma yang harus di
ikuti dan berkaitan dengan sikap kehendak berdasarkan hati nurani.25
b. Aspek-aspek Pengembangan Etos Kerja
Dalam rangka membina pengembangan pribadi yang tangguh
ada lima aspek pengembangan etos kerja26, sebagai berikut:
1) Pengembangan sosial untuk meningkatkan kualitas hubungan
antar pribadi sebagai inti dari interaksi sosial
2) Pengembangan
emosional
untuk
meningkatkan
kualitas
pengembangan diri sehingga pegawai bisa bersikap rasional dan
bijak
3) Pengembangan
intelektual
untuk
meningkatkan
wawasan
sehingga dapat membuat keputusan-keputusan yang tepat
4) Pengembangan karakter untuk meningkatkan kualitas kepribadian
pegawai, sehingga dapat diperoleh pegawai yang bermoral
5) Pegembangan spiritual untuk membentuk kepribadian yang
tangguh sehingga pegawai bermental sehat.
24
25
Edy sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia... hlm. 105.
Muhammada Arifin, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.
26
Muhammada Arifin, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja, ... ,hlm. 57.
55.
19
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja
Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos
kerja27, yaitu:
1) Usia
Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s pada
tahun 2000, pekerja yang berusia di bawah 30 tahun memiliki
etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas 30
tahun.
2) Jenis kelamin
Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Boatwright dan
Slate pada tahun 2000, wanita memiliki etos kerja yang lebih
tinggi dari pada pria.
3) Latar belakang pendidikan
Etos kerja tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar
belakang pendidikan S1 dan terendah dimiliki oleh pekerja
dengan latar belakang pendidikan SMA.
4) Lama bekerja
Pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos
kerja yang lebih tinggi daripada yang bekerja dibawah 1 tahun.
Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah kemungkinan
individu untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangakn
dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk
27
Ferry Novliadi, Hubungan Antara Organization-Based Self Esteem Dengan Etos Kerja.
(Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2009).
20
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan
membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan
bekerjanya.
Selain faktor-faktor internal diatas, terdapat pula faktor eksternal
yang mempengaruhi etos kerja karyawan28, yaitu:
1) Budaya
Bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja
masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos
budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja.
Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi.
Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang
konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa
sama sekali tidak memiliki etos kerja.
2) Sosial politik
Etos kerja yang dimiliki suatu masyarakat sangat tergantung
kepada ada tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat
untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka
dengan penuh.
28
Ferry Novliadi, Hubungan Antara Organization-Based Self Esteem Dengan Etos Kerja.
(Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2009).
21
3) Kondisi lingkungan geografis
Adanya
indikasi
bahwa
etos
kerja
dapat
muncul
dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang
mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya
melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat,
dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari
penghidupan di lingkungan tersebut.
4) Struktur ekonomi
Tinggi rendahnya etos kerja yang dimiliki masyarakat,
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi yang mampu
memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras
dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
d. Indikator Etos Kerja
Indikator etos kerja yang digunakan menurut Isny Choiriyati,
yaitu29:
1) Baik dan bermanfaat dalam melakukan pekerjaan
2) Kemantapan bahwa pekerjaan tersebut adalah sebuah kewajiban
3) Disiplin dalam bekerja
4) Kerja keras
5) Berkompetisi
6) Mencermati nilai waktu
29
Isny Choiriyati, Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam Terhadap Kinerja Karyawan
KJKS BMT Fastabiq di Pati, ...,hlm. 21.
22
B. Tinjauan Pustaka
Wayan Gede Supartha yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Dan
Kebijakan Ketenagakerjaan Pemerintah Daerah Terhadap Disiplin Dan
Produktivitas Tenaga Kerja Pada Perusahaan Garmen Di Kota Denpasar”
bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan garmen, dapat
dilakukan melalui peningkatan disiplin tenaga kerja (perilaku individu).
Peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan garmen dapat juga
dilakuakan melalui pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan (kebijakan publik)
dan memantapkan pelaksanaan fungsi manajemen atau kepemimpinan
(transformational leadership), oleh karena tanpa dukungan staf atau tenaga
kerja, kegiatan apapun yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan tidak akan
berhasil dengan baik. Disamping melalui peningkatan disiplin, pelaksanaan
kebijakan dan menetapkan pelaksanaan fungsi manajemen oleh pimpinan
perusahaan.30
Husna Purnama yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Bengkel Pada CV. Mitra
Denso Bandar Lampung” bahwa tingkat pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap produktivitas kerja karyawan mempunyai hubungan keeratan yang
kuat ditunjukkan dengan koefesien kontingensi dengan koefesien kontigensi
maks, berada diantara 60%-80% dari standar koefesien kontingensi. Dan
30
Wayan Gede Supartha, Pengaruh Kepemimpinan Dan Kebijakan Ketenagakerjaan
Pemerintah Daerah Terhadap Disiplin Dan Produktivitas Tenaga Kerja Pada Perusahaan
Garmen Di Kota Denpasar, (Jurnal Fakultas Universitas Udayana Denpasar Bali).
23
faktor gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi produktivitas kerja
karyawan, yang berarti hipotesis yang diajukan dapat diterima.31
Muhammad Zama’syari yang berjudul “Pengaruh Etos Kerja dan
Budaya Kerja Islam Teradap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi kasus
KJKS/ UJKS Pati)” bahwa analisis secara simultan variabel etos kerja dan
budaya kerja Islam mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan. Dan ada pengaruh yang signifikan antara
budaya kerja Islam dengan produkivitas kerja karyawan.32
Isny Choiriyati yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam
Terhadap Kinerja Karyawan KJKS BMT Fastabiq di Pati” bahwa variabel
motivasi mempunyai pengaruh tidah signifikan terhadap kinerja karyawan di
KJKS BMT Fastabiq Pati. Tetapi variabel etos kerja Islam mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan di KJKS BMT Fastabiq
Pati. Kemudian variabel motivasi dan etos kerja secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan di KJKS
BMT Fastabiq pati. 33
Inggri Krisnamurti yang berjudul “Pengaruh Etos Kerja Terhadap
Produktivitas Pegawai Dinas Koperasi UKM Perindustrian Dan Perdagangan
Indramayu” bahwa adanya pengaruh yang cukup kuat antara etos kerja
terhadap produktivitas kerja di Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan
31
Husna Purnama, Pengatuh Gaya Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
Bagian Bengkel Pada Cv Mitra Denso Bandar Lampung, (Jurnal Fakultas Ekonomi USBRJ, 2012)
32
Zama’syari, Pengaruh Etos Kerja dan Budaya Kerja Islam Teradap Produktivitas Kerja
Karyawan Studi kasus KJKS/ UJKS Pati, (Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, 2010)
33
Isny, Pengaruh Motivasi dan Etos Kerja Islam Terhadap Kinerja Karyawan KJKS BMT
Fastabiq di Pati, (Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2011).
24
Perdagangan Indramayu dan hipotesis dari penelitian dapat diterima karena
t-hitung sebesar 7,970 dengan nilai sign p-value (0,000) < 0,005 maka H0
ditolak.34
C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Kepemimpinan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Kedudukan pemimpin dalam
perusahaan mempunyai peran penting terhadap keberhasilan atau
kegagalan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan perusahaan.
Perlu disadari bahwa pemimpin perusahaan bertanggung jawab terhadap
masalah sumber daya manusia yang ada dengan memperhatikan segi
peningkatan kualitas tenaga kerja serta semangat kerja yang tinggi untuk
mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Apabila seorang pemimpin
mampu meningkatkan semangat dan kegairahan kerja karyawan, maka
diharapkan produktivitasnya akan meningkat. Sebaliknya, apabila
seorang pemimpin tidak mampu meningkatkan semangat dan kegairahan
kerja karyawan, maka produktivitas akan menurun, tingkat absensi akan
meningkat, tingkat kedisiplinan akan menurun, dan adanya hal-hal yang
dapat merugikan perusahaan.
Hubungan antara kepemimpinan terhadap produktivitas kerja
karyawan dapat dilihat pada penelitian Wayan Gede Supartha dan Husna
34
Inggri Krisnamurti, Pengaruh Etos Kerja Terhadap Produktivitaspegawai Dinas
Koperasi UKM Perindustrian Dan Perdagangan Indramayu, (Skripsi Fakultas Bisnis dan
Manajemen Universitas Widyatama, 2012).
25
Purnama, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh
terhadap produktivitas kerja karyawan. Hal ini mengindikasikan adanya
hubungan antara kepemimpinan dan produktivitas kerja karyawan.
2. Hubungan Etos Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
Sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam sebuah
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam
penyampaian tujuan sumber daya manusia harus memiliki etos kerja
positif, etos kerja adalah akarnya, pengetahuan adalah batangnya,
ketrampilan organisasional adalah daun dan rantingnya, sedangkan uang
dan barang-barang material adalah buahnya. Sehingga budaya kerja yang
dimiliki suatu organisasi membentuk suatu etos kerja yang tercerminkan
dalam perilaku-perilaku individu pegawai serta produktivitasnya dapat
meningkat.
Hubungan antara etos kerja terhadap produktivitas kerja karyawan
dapat dilihat pada penelitian Muhammad Zama’syari, Isny Choiriyati,
Inggri Krisnamurti yang menunjukkan bahwa budaya kerja yang dimiliki
suatu organisasi membentuk suatu etos kerja yang tercerminkan dalam
perilaku-perilaku individu karyawan sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Etos kerja merupakan suatu bentuk
pemahaman pegawai atau karyawan terhadap tugas dan pekerjaannya
yang kemudian nilai-nilai kerja tersebut dilaksanakan dengan baik dan
benar yang membentuk suatu perilaku kerja yang baik dan benar
sehingga menumbuhkan etos kerja yang baik. Setelah terbentuk etos
26
kerja yang baik dan dilakukan secara terus menerus maka akan
meningkatkan kinerja yang mengakibatkan produktivitas pegawai atau
karyawan meningkat.
Dari penelitian ini akan menemukan jawaban apakah ada pengaruh
secara bersama-sama antara kepemimpinan dan etos kerja terhadap
produktivitas kerja karyawan KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
Kepemimpinan (X1)
Produktivitas Kerja
Karyawan (Y)
Etos Kerja (X2)
Gambar 1.1
Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Definisi hipotesis adalah pernyataan tentative yang merupakan dugaan
mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.
Maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah:
Ha1
:
Ada
pengaruh
signifikan
antara
kepemimpinan
dengan
produktivitas kerja karyawan.
Ha2
: Ada pengaruh signifikan antara etos kerja dengan produktivitas
kerja karyawan.
Ha3
: Ada pengaruh signifikan antara kepemimpinan dan etos kerja
dengan produktivitas kerja karyawan.
Download