PENYAKIT AUJESZKY (PSEUDORABIES) PADA TERNAK BABI DI

advertisement
PENYAKIT AUJESZKY (PSEUDORABIES) PADA TERNAK BABI
DI INDONESIA
A. SAROSA
Balai Penefidan Veteriner
Jalan R. E. Martadinata 30, P.O . Box 52, Bogor 16114
PENDAHULUAN
Penyakit Aujeszky atau Pseudorabies merupakan penyakit yang bersifat akut, menyerang
syaraf clan selalu mengakibatkan fatal terhadap
hewan-hewan domestik maupun hewan liar .
Penyebabnya adalah virus dari kelompok Herpes (BASKERVILLE et al., 1973) Masa inkubasi
umumnya antara 3 - 6 hari, angka kematian rata
rata pada anak babi yang berumur kurang dari 2
minggu 100%, umur 3 minggu 50%, sedangkan
yang dewasa kurang dari 5%, clan gejala klinis
pada anak babi di bawah umur 3 minggu berupa
demam, hilangnya nafsu makan, kelemahan,
gangguan koordinasi clan kejang-kejang (konvulsi), kadang-kadang disertai dengan diare
(WITTMANN, 1986) . Pada babi morbiditas clan mortalitas penyakit juga tergantung pada umur, semakin dewasa umurnya intensitas beratnya penyakit semakin ringan, sehingga hanya anak babi
clan babi muda yang mempunyai resiko tinggi
terhadap penyakit ini (WITTMANN, 1985) . Pada
induk babi, jika terjadi infeksi pada stadium awal
masa bunting, mengakibatkan kematian clan resorpsi fetus, apabila infeksi terjadi pada pertengahan masa bunting, mengakibatkan abortus
clan mumifikasi fetus. Infeksi pada stadium akhir
masa bunting mengakibatkan still birth atau lahir
dalam'keadaan lemah clan mati dalam beberapa
hari, sedangkan pada anak babi yang terinfeksi
virus setelah lahir, timbul gejala klinis dalam waktu
1-2 hari clan akan mati setelah kurang lebih 5 hari
kemudian (WITTMANN, 1986) . Cara penularan penyakit umumnya melalui oro-nasal, mula-mula virus mengadakan replikasi di mukasa masofaring,
jaringan tonsiler, clan kemudian menyebar ke berbagai jaringan tubuh melalui sistema limfatika
(CHINSAKCHAI clan MOLITOR, 1994) . Virus Aujeszky
juga dapat menginfeksi sel-sel mononuklear, sehingga melalui sel-sel tersebut virus clapat mencapai clan menginfeksi janin sehingga mengakibatkan abortus (NAUWYNCK clan PENSAERT,
1992) . Virus Aujeszky mempunyai sifat cukup
stabil terhadap pH clan suhu, sehingga tahan
terhadap kondisi lingkungan . Desinfektan yang
44
cukup efektif terhadap virus ini adalah senyawa
Chlorine clan formaldehyde (WITTMANN, 1985) .
Penyakit Aujeszky sudah tersebar luas di berbagai negara, yaitu di Amerika clan Eropa, misalnya Belanda, Jerman, Perancis, Belgia, penyakit
ini bersifat endemik, sedangkan di Asia sudah
tersebar di Thailand, Laos, Vietnam, Philipina clan
Malayasia (WITTMANN, 1996).
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Babi yang terinfeksi virus Aujeszky merupakan sumber penular penyakit, clan infeksinya
bersifat laten (BERAN et al., 1980) . Penyebaran
penyakit dapat terjadi antara lain karena adanya
perclagangan ternak babi yang sudah terinfeksi,
tetapi secara klinis hewan tampak sehat, sehingga
akibat stress karena transportasi atau perubahan
suhu yang menyolok, virusnya mengalami reaktivasi, clan virus ini clapat diekskresikan keluar
(WITTMANN, 1986) .
Disamping itu, manusia (pekerja peternakan
babi), kendaraan pengangkut ternak, makanan
ternak yang tercemar virus clapat pula berperan
sebagai sumber penular penyakit . Di negaranegara barat kejadian penyakit ada hubungannya
dengan musim, karena kasus penyakit pada musim dingin lebih banyak terjadi dibandingkan dengan pada musim panas/semi (WITTMANN, 1985) .
HEWAN RENTAN
Salah satu sifat yang cukup penting dari penyakit Aujeszky ini adalah kemampuannya menyerang spesies hewan lain selain babi dengan akibat
yang fatal pula (BASKERVILLE et al., 1973) . Di
Jepang, telah dilaporkan adanya kematian 3 ekor
sapi yang berclasarkan epidemiologi, virologi clan
perubahan patologi disebabkan oleh penyakit Aujeszky . Kasus penyakit ini terjadi 1 bulan setelah
adanya wabah penyakit Aujeszky pada peternakan babi yang berjarak 700 - 800 m dari lokasi
peternakan sapi tersebut (MATSUOKA et al ., 1987) .
Kasus penyakit pada sapi juga dilaporkan terjadi
di Irlandia (POWER et al., 1990) . Selain pada sapi,
di Irlandia juga dilaporkan kasus penyakit Au-
WARTAZOA Vol. 6 No . 2 Th . 1997
jeszky yang menyerang domba sebanyak 29 ekor,
dan virus Aujeszky dapat diisolasi dari susunan
syaraf pusat hewan penderita (HENDERSON et al.,
1995) . Di Jepang, juga terjadi kasus penyakit
yang menyerang dan mematikan anjing (HARA et
a/ ., 1987) .
KERUGIAN EKONOMI
Dari segi ekonomi, penyakit Aujeszky menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, akibat
yang ditimbulkan berupa abortus, mumifikasi fe
tus, kematian anak babi (KLUGE dan MARE, 1974 ;
MORRISON dan JOO, 1985) dan angka kematian
pada anak babi yang berumur dibawah 2 minggu
dapat mencapai 100% (WITTMANN, 1986) . Di
negara-negara industri ternak babi, misalnya di
Amerika, Eropa, Asia (Jepang, Korea, Thailand)
penyakit Aujeszky mempunyai arti yang sangat
penting dan mendapat perhatian besar untuk
pemberantasannya .
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan
melakukan vaksinasi secara teratur . Beberapa
jenis vaksin telah banyak diproduksi baik vaksin
inaktif, vaksin live attenuated, maupun vaksin
subunit. Di negara-negara Barat dan juga di Selandia Baru sudah diterapkan pemakaian vaksin
subunit (MOTHA et al., 1994) . Vaksinasi ini hanya
dapat mengurangi kasus penyakit, tetapi tidak
mencegah infeksi oleh virus Aujeszky, oleh karena
itu, sebenarnya metode yang paling efektif untuk
eradikasi (pemberantasan) penyakit adalah dengan cara membunuh semua hewan yang seropositif (reaktor) secepat mungkin (WITTMANN, 1985) .
Dengan adanya teknik ELISA memakai antibodi
monoklonal, dapat dipakai untuk membedakan
apakah hewan reaktor (seropositif) tersebut positif karena vaksinasi atau karena infeksi alam,
sehingga teknik ini mempunyai arti yang penting
dalam usaha membantu memberantas penyakit
maupun tindakan-tindakan karantina . Teknik ini
telah dikembangkan di beberapa negara maju,
antara lain di Belanda (VAN OIRSCHOT et al., 1988)
dan Perancis (ELIOT et al., 1989) . Selain dengan
vaksinasi, perlu tindakan sanitasi lingkungan yang
ketat, dan larangan pemasukan babi dari daerah
tidak bebas penyakit ke daerah yang masih bebas
penyakit .
DIAGNOSIS PENYAKIT
Diagnosis penyakit dapat dilakukan berdasarkan gejala-gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium, yaitu pemeriksaan histopatologi,
isolasi virus, dan uji serologi .
Untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperiksa bagian otak (batang otak, serebrum), biasanya dapat ditemukan adanya non suppurative
meningoencephalitis, benda-benda inklusi intranuklear, serta perivascular cuffing (GUSTAFSON,
1975) .
Isolasi virus dilakukan dengan menginokulasikan spesimen pada biakan sel atau hewan percobaan (kelinci, marmot, tikus putih) . Ada beberapa
macam biakan sel yang dapat dipakai untuk
menumbuhkan virus ini, misalnya BHK21, PK15,
Vero, MDBK, MDCK, RK13 (rabbit kidney), dan
pada biakan sel tersebut virus Aujeszky akan
menimbulkan kerusakan efek sitopatik (Cytopathic effect/CPE) yang berupa pembentukan sel-sel
bundar (rounded cells) dan sinsisial/Syncytial
(WITTMANN, 1986) . Selain dengan biakan sel seperti tersebut di atas, virus Aujeszky juga dapat
ditumbuhkan pada biakan sel fibroblas janin ayam,
dan satu-satunya virus pada babi yang dapat
tumbuh pada sel fibroblas janin ayam tersebut
hanya virus Aujeszky (SPRADBROW, 1982) . Untuk
laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat dilakukan dengan menyuntikkan 10% suspensi organ hewan penderita sebanyak 2 ml pada kelinci
secara subkutan, dan kelinci tersebut akan mati
dalam waktu 48 - 72 jam dengan menunjukkan
gatal-gatal pada tempat suntikan (pruritus) yang
digaruk terus sehingga menimbulkan perdarahan
(GUSTAFSON, 1975) .
Untuk pemeriksaan serologi, dapat dipakai uji
netralisasi serum (WITTMANN, 1986), ELISA (TODD
et al ., 1981 ; BANKS dan CARTWRIGHT, 1983 ;
SHIBATA et al, 1988) dan uji lateks aglutinasi
(SCHOENBAUM et al ., 1990) . Karena virus Aujeszky
dapat menggumpalkan butir-butir darah merah
tikus putih galur BALB/C, maka uji hambat hemaglutinasi dengan memakai butir-butir darah
merah tikus tersebut dapat juga dipakai untuk
mendeteksi antibodi terhadap virus Aujeszky
(TETSU et al., 1989) .
MASALAH PENYAKIT AUJESZKY
DI INDONESIA
Di Indonesia, sampai saat ini penyakit Aujeszky belum merupakan masalah, tetapi penyakit
ini pernah ditemukan di Tangerang pada tahun
1991, menyerang peternakan babi pembibit dan
menimbulkan banyak kematian pada anak-anak
babi yang masih berumur kurang dari dua minggu .
Virus penyebab penyakit ini sudah berhasil diisoIasi dan diidentifikasi di Balai Penelitian Veteriner
45
A. SAROSA :
Penyakit Aujeszky (Pseudorabies) pada Temak Babi
Bogor (SAROSA, 1993) . Gunawan (1990) dengan
pemeriksaan serologi terhadap babi-babi di Sumatera Utara telah menemukan adanya hewan
reaktor sebanyak 23 dari 151 sampel serum yang
diperiksa (15,23%) yang berasal dari hewan yang
secara klinis sehat . Hasil pemeriksaan serologi
dengan ELISA memakai antibodi monoklonal yang
dilakukan di Balai Penelitian Veteriner Bogor, telah
ditemukan sejumlah babi reaktor terhadap penyakit Aujeszky di daerah Nusa Tenggara Timur
(belum dipublikasi) . Meskipun penyakitnya belum
menjadi masalah, tetapi perlu kewaspadaan,
karena apabila penyakit ini mewabah, kerugian
ekonomi yang ditimbulkan cukup besar, apalagi
di Asia Tenggara penyakit ini banyak ditemukan .
Pada tahun 1984 di Malaysia telah terjadi wabah
penyakit Aujeszky yang menimbulkan kematian
sebesar 100% pada anak-anak babi yang baru
berumur dibawah 2 minggu (Too dan THAM,
1986) .
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian yang telah dikemukakan dalam
tulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Penyakit Aujeszky atau pseudorabies pada ternak
babi telah ditemukan di Indonesia, karena virus
penyebabnya telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi . Meskipun penyakitnya baru ditemukan di
suatu daerah dan masih terbatas di sebuah peternakan, tetapi tetap diperlukan kewaspadaan,
mengingat penyakit tersebut juga ditemukan di
beberapa negara tetangga di Asia Tenggara
(Philipina, Thailand dan Malayasia) .
Untuk meningkatkan mutu genetik ternak
babi di Indonesia dipandang perlu dengan mengimpor ternak babi bibit unggul, sebaiknya tidak men
datangkan babi dari negara-negara yang tidak
bebas penyakit Aujeszky .
DAFTAR PUSTAKA
M and S. CARTWRIGHT, 1983 . Comparison and
evaluation of four serological tests for detection of
antibodies to Aujeszky's disease virus . Vet. Rec.
(113):38-41 .
BANKS,
J.B .Mc FERRAN ., and C. DOW. 1973 . Aujeszky's disease in pigs . Vet. Bull. 43 (9) : 456480.
BASKERVILLE,
E.B . DAVIES, P.V . ARAMBULO, L.A . WILL,.
H .T . HILL and D .L . ROCK . 1980 . Persistenc e of
pseudorabies virus in infected swine. J. Amer. Vet.
Med. Ass. 176 : 998-1000 .
BERAN, G.W .,
46
and T.W . MOLITOR ., 1994 . Immunobiology of pseudorabies virus infection in Swine . Vet.
Immunal. lmmunopathol. (43) :107-116 .
CHINSAKCHAI, S.,
D. FARGEAUD, P. VANNIER and B. TOMA . 1989 .
Development of an ELISA to differentiate between
animals either vaccinated with or infected by Aujesky's disease virus . Vet. Rec. (124) :91-94 .
ELOIT, M .,
M . 1990 . Evaluasi Kegiatan Balai Penyidikan
Penyakit Hewan Wilayah I Medan selama tahun
anggaran 1989/1990 Hal. 6 .
GUNAWAN,
D.F . 1975 . Pseudorabies . In : Diseases of
swine 4th Ed . Dunne H .W . and A.D . Leman . The
Iowa State University Press:391-410 .
GUSTAFSON,
HARA, M., T . SHIMIZU, M . FUKUYAMA, Y. NOMURA, K.
SHIROTA, Y. UNE, A. HIROTA, K. YAGO, H . YAMADA
and M. ISHIHARA . 1987 . A natural case of Au
jeszky's disease in the dog in Japan. Jpn. J. Vet.
Sci. 49 (4) :645-649 .
D.A . GRAHAM, and D. STEWART, 1995 .
An outbreak of Aujeszky's disease in sheep in
Northern Ireland . Vet. Rec. 136 :555-557 .
HENDERSON, J.P .-,
J .P . and MARE, 1974 . Swine Pseudorabies :Abortion, clinical disease and lesions in pregnant gilts
infected with Psuedorabies virus (Aujeszky's disease). Am. J. Vet. Res. (35) :911-915 .
KLUGE,
R.B . and H .S . Joo, 1985 . Prenatal and
preweaning deaths caused by pseudorabies virus
and porcine parvovirus in a swine herd . J. Amer.
Vet. Med. Ass. 18 7 (5):481-483 .
MORRISON,
MATSUOKA, T., K. IIJIMA, T. SAKURAI, Y. KURIHARA, Y.
KOUNOSU, K. TAMIYA, M. OKI, M. HARITAM and T.
IMADA. 1987 . Outbreak of Aujeszky's disease in
cattle in Japan . Jpn. J. Vet. Sci. 49 (3):507-510 .
and F.P . HOYLE. 1994 .
Progress towards the eradication of Aujeszky's
disease in New Zealand by vaccination with a
subunit vaccine. Vet. Rec. 135:204-206 .
MOTHA, M.X .J ., G . ATKITSON,
and B. PENSAERT, 1992 . Abortion
induced by cell associated pseudorabies virus in
vaccinated sows . Am . J. Vet. Res. 53 (4) : 489493.
NAUWYNCK. H .J .,
M .O . CONNOR, W.J .C . DONNELLY, and C.E .
1990 . Aujeszky's disease in a cow . Vet.
Rec. 126 :13-15 .
POWER, E.P .,
DOLAN.
G.W . BERAN, and D.P . MURPHY .
1990 . A study comparing the immunologic responses of swine to psuedorabies viral ; antigen
based on the ELISA, serum virus neutralization, and
latex agglutination tests . J. Vet. Diagn. Invest.
2:29-34 .
SCHOENSAUM, M.A .,
A . 1993 . Isolasi dan identifikasi virus Aujeszky
dari anak babi di Tangerang . Penyakit Hewan XXV
(46) :83-86 .
,
SAROSA,
I, A. HAMANO, H . HIRAI, S. HUKAMI and T. YABIICI,
1988 . Detection of antibodies to Aujeszky's dis-
SHIBATA,
WARTAZOA Vol. 6 No . 2 Th. 1997
ease virus by enzyme linked immunosorbent assay
in pigs . Jpn. J. Vet. Sci, 50 (3) : 828-831 .
SPRADBROW, P .B . 1982 . Aujeszky's disease virus in :
Proc . No . 60 . Adv . Vet. Wroi. Refresher course for
veterinarians University of Sydney :432-433 .
TETSU, N ., Y . INABA, M . YUKAWA, S . OHBA, K . YOSHIKI,
T . HIRAHARA, A . IZUMADA, Y . FURUYA and N . ITOH .
1989 . An improved hemagglutination inhibition
test for psuedorabies virus . Jpn . J. Vet. Sci. 5 1
(6) :1271-1274 .
TODD, D ., J . Mc NAIR, M .S . Mc NUTTY and J .B . Mc
FERRAN . 1981 . Enzyme-linked immonosorbent assay for detecting antibodies to Aujeszky's disease
virus in pigs . Vet. Rec . 109 :534-537 .
Too, H .L ., and K .M . THAW 1986 . Aujeszky's disease in
pigs in Malaysia Proc . 5th International Conference
on Livestock Production and Disease in the Trop-
ics . Kuala Lumpur, Malaysia 18th-22nd August .
1986 . Livestock Production and disease in the
Tropics :81-82 .
VAN OIRSCHOT, J .T ., D .J . HOMERS, H .J . RZIHA, and
P .J .L .M . MOONEN . 1988 . Development of an ELISA
for detection of antibodies to glycoproteun I of
Aujeszky's disease virus : a method for the serological differentiation between infected and vaccinated pigs . J. ViroL Meth. 22 :191-196 .
WITTMANN, G . 1985 . Aujeszky's disease : Factors important for epizootiology and control . Rev . Sci. Tech .
Int. Epiz. 4 (1) :595-977 .
WITTMANN, G . 1986 . Aujeszky's disease . Rev. Sci. Tech .
Int. Epiz. 5 (4) :959-977 .
Download