makalah bahasa indoonesia diksi

advertisement
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diksi atau pemilihan kata sering kali menjadi masalah yang sangat biasa di
masyarakat. Hal ini terjadi karena masih banyak penggunaan bahasa yang
digunakan, sehingga menimbulkan pemilihan kata yang sebenarnya menjadi
kurang pantas untuk di gunakan.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu
keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal
pilih-memilih kata, melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut
terhadap makna dan informasi yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak
hanya digunakan dalam berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa tulis
(jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca
mengerti atau tidak dengan kata-kata yang kita pilih.
Dalam makalah ini, kami ingin mengulas sedikit mengenai diksi,agar
pemilihan kata yang sering digunakan dan mempunyai makna salah bisa menjadi
lebih baik lagi kedepannya.
B. Rumusan Masalah
Menjelaskan pengertian kata dan kriteria dari pemilihan kata (diksi)
Menjelaskan fungsi-fungsi kata
Menjelaskan jenis-jenis dalam diksi
Menjelaskan teknik pemilihan kata (diksi)
Menjelaskan peranti-peranti diksi
Menjelaskan kasus yang berhubungan dengan pemilihan kata (diksi)
C. Tujuan
Untuk mengetahui makna dari diksi
Untuk mengetahui beberapa jenis diksi
Untuk mengetahui teknik pemilihan kata yang harus di gunakan
Untuk mengetahui peranti-peranti diksi
Untuk mengetahui kasus diksi yang sering terjadi
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Diksi
Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri
dari satu atau lebih morfem. Pada umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa
atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, kalusa,
atau kalimat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yang memberikan beberapa
definisi mengenai makna kata, yaitu :
1. Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan
merupakan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan
dalam berbahasa.
2. Konversasi bahasa.
3. Morfem atau kombinasi beberapa morfem yang dapat diujarkan sebagai
bentuk yang bebas.
4. Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari satu morfem (contoh
kata) atau beberapa morfem gabungan (contoh perkataan).
Menurut bahasa Sansekerta kata mempunyai arti kathâ. Kemudian juga bisa
berarti sebuah morfem atau gabungan morfem. Kata merupakan unsur bahasa
yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan
dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Dalam linguistik, kata
merupakan morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap
sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.
Kata juga merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi pada
morfem tunggal (misalnya ibu, pagi, lupa, makan, nasi, rumah) atau gabungan
morfem (misalnya bersama, perjuangan, kesabaran, terjadi). Dalam hal ini maka
perlu pemilihan kata yang baik dan benar, atau yang sering disebut dengan diksi.
Diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata
yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, hasil dari proses atau tindakan
pemilihan kata disebut pilihan kata.
Dalam mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pikiran secara tepat dalam
bahasa, baik lisan maupun tulisan, pemakaian bahasa hendaknya dapat memenuhi
beberapa kriteria dalam pemilihan kata. Kriteria diksi itu di bagi menjadi 3 :
1. Ketepatan
Pilihan kata yang digunakan harus mampu mewakili gagasan secara tepat dan
dapat menimbulkan gagasan yang sama pada pikiran pembaca atau pendengar
nya. Dalam hal ini harus memperhatikan banyak hal sebagai berikut :
2
a. Kata – kata yang bermakna denotatif dan konotatif
Makna denotatif adalah makna yang engacu pada gagasan tertentu, yang tidak
mengandung makna tambahan. Misalnya, kata makan, bermakna memasukkan
sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan.
Makna konotatif adalah makna tambahan yang mengandung nilai rasa tertentu
disamping makna dasarnya. Misalnya, kata meja hijau dapat berarti pengadilan
dalam makna konotasinya.
b. Kata-kata yang bersinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang
sama, tetapi bentuknya berlainan. Misalnya, kata cerdas dan cerdik, kedua kata itu
bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis, namun maknannya sama.
2. Kecermatan
Kecermatan adalah pemilihan kata dengan kemampuan memilih kata yang
benar-benar diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu.
Namun dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
a. Penggunaan makna jamak ganda,
Misalnya, para guru-guru sekolah dasar hadir dalam pertemuan.
b. Penggunaan kata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara
berganda
Misalnya, kita harus bekerja keras agar supaya dapat mencapai cita-cita.
c. Penggunaan makna kesalingan secara berganda, maksudnya makna yang
menyatakan tindakan ‘berbalas’.
Misalnya, ia berjalan bergandengan.
Pembetulannya : Ia berjalan bergandengan dengan adiknya.
d. Konteks kalimatnya
Misalnya, pertemuan kemarin membahas tentang masalah disiplin
pegawai.
Pembetulannya : Pertemuan kemarin membahas masalah disiplin pegawai.
3. Keserasian
Keserasian dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan kata-kata
yang sesuai dengan konteks pemakainnya yang berkaitan dengan faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Hubungan makna anatara kata yang satu dan kata yang lain.
Contoh :
 Ia sering berkunjung ke Yogya di mana dulu ia mengikuti kuliah.
3
 Mereka menginginkan jembatan itu segera diperbaiki yang mana
pemerintah juga telah menyetujuinya.
Pembetulannya :
 Ia sering berkunjung ke Yogya tempat dulu ia mengikuti kuliah.
 Mereka menginginkan jembatan itu segera diperbaiki dan pemerintah juga
telah menyetujuinya.
b. Kelaziman penggunaan kata-kata tertentu.
Contoh :
Kata besar dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata raya, agung, dan
akbar. Demikian, pemakaian kata itu berbeda-beda, bila di ringkaskan kelaziman
itu tampak seperti berikut :
a.
b.
c.
d.
Jalan raya atau jalan besar
Jaksa agung
Guru besar
Pengajian akbar
B. Fungsi Jenis Kata atau Kelas Kata
Kita telah memahami pengertian jenis kata atau kelas kata. Terdapat beberapa
fungsi yang melekat pada jenis kata atau kelas kata tersebut, yaitu:
1. Melambangkan pikiran atau gagasan yang abstrak menjadi konkret,
2. Membentuk bermacam-macam struktur kalimat,
3. Memperjelas makna gagasan kalimat,
4. Membentuk satuan makna sebuah frasa, klausa, dan kalimat,
5. Membentuk gaya pengungkapan sehingga menghasilkan karangan yang
dapat dipahami dan dinikmati orang lain,
6. Mengungkapkan berbagai jenis ekspresi antara lain, berita, perintah,
penjelasan, argumentasi, pidato, dan diskusi,
7. Mengungkapkan berbagai sikap, misalnya setuju, menolak, dan menerima.
C. Jenis Kelas Kata
Jenis kelas kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas verba (kata kerja), nomina
(kata benda), adjektival (kata sifat), pronominal (kata ganti), numerial (kata
bilangan), adverbial (kata keterangan), interogativa (kata tanya), demonstrativa
(kata ganti penunjuk), artikula, preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung),
dan fatis (kata penjelas).
1. Verba
Verba dapat dikenali melalui:
a) Bentuk morofologis,
b) Perilaku sintaksis,
4
c) Perilaku semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu, verba dapat
didampingi dengan kata tidak.
Contoh :
 Ia tidak belajar di kampus.
 Ia tidak makan dirumah.
 Mereka tidak menulis makalah.
Berdasarkan bentuk morfologis, verba dibedakan menjadi:
1. Verba dasar (tanpa afiks atau imbuhan), misalnya makan, pergi, minum,
datang, duduk;
2. Verba turunan
a) Verba dasar + afiks (wajib) misalnya: menduduki,mempelajari, menyanyi;
b) Verba dasar (terikat) = afiks (tidak wajib), misalnya (mem)baca,
(men)dengar, (men)cuci;
c) Verba dasar (terikat afiks) = afiks (wajib), misalnya bertemu, bersua,
mengungsi;
d) Bentuk ulang (redupli-kasi), misalnya berjalan-jalan, minum-minum,
duduk-duduk, mengulang-ulang;
e) Majemuk, misalnya cuci mata, sapu tangan, gulung tikar.
Berdasarkan perilaku sintaksis, yaitu sifat verba dalam hubungannya dengan kata
lain dalam bentuk frasa (kelompok kata), klausa (anak kalimat), dan kalimat,
dengan memperhatikan fungsi, jenis, dan perilaku dalam kalimat (sintaksis).
Berdasarkan fungsi:
Contoh:
1. Berolah raga menyehatkan badan. (verba sebagai subjek)
2. Ia mengajari membaca. (verba sebagai objek)
3. Ia pergi berekreasi. (verba sebagai keterangan)
Berdasarkan jenis dalam hubungan verba dengan nomina:
Contoh:
1. Ia mempelajari bahasa Indonesia. (verba aktif subjek sebagai pelaku)
2. Ia diberi penghargaan. (verba pasif sebagai sasaran atau penderita)
3. Penjahat itu terbunuh. (verba pasif tidak dapat dibentuk menjadi aktif)
4. Hatinya telah membatu. (verba aktif tidak dapat dibentuk menjadi pasif)
Berdasarkan interaksi verba (perilaku sintaksis, tindakan, atau perbuatan) dengan
nomina pendampingnya.
Contoh:
 Mereka berpukul-pukulan. (verba resiprokal berbalasan)
 Ia sedang berbicara. (verba nonresprokal tidak berbalasan)
2. Adejktival
Adjektival ditandai dengan didampingi kata lebih, sangat, agak, dan paling.
Berdasarkan bentuknya, adjektival dibedakan menjadi:
a) Adjektival dasar, misalnya: baik, adil, boros;
b) Adjektival turunan, misalnya: alami, baik-baik, sungguh-sungguh;
5
c) Adjektival frasa, misalnya: panjang tangan, murah hati, buta warna
(subordinatif) dan gemuk sehat, cantik jelita, aman sentosa (koordi-natif).
3. Nomina
Nomina ditandai dengan ketidakpadatannya bergabung dengan kata tidak, tetapi
dapat dinegatifkan dengan kata bukan. Nomina dapat dibedakan berdasarkan
bentuknya (nomina dasar dan nomina turunan)dan berdasrakan subkategori
(nomina bernyawa, tidak bernyawa, nomina terbilang, dan tidak terbilang).
Contoh:
Nomina dasar: rumah, orang, burung
Nomina turunan: kekasih, pertanda, petinju, tulisan, pengawasan, persatuan,
kemerdekaan
Nomina bernyawa: manusia, sapi kerbau
Nomina tidak bernyawa: rumah, sawah, tanah, sungai
Nomina terbilang: lima orang, seratus pohon, sekuntum bunga
Nomina tidak terbilang: air laut, bintang, awan, langit
4. Pronomina
Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain dan berfungsi
menggantikan nomina. Ada tiga macam pronomina, yaitu:
a) Pronomina persona (mengacu kepada orang pertama, orang kedua, orang
ketiga baik tunggal maupun jamak);
b) Pronomina penunjuk (umum dan tempat);
c) Pronomina penanya (orang, barang, dan pilihan).
Contoh:
1) Pronomina Persona
Pronomina persona pertama tunggal: saya, aku, daku
Pronomina persona kedua tunggal: engkau, kamu, Anda, Kau, -mu
Pronomina persona ketiga tunggal: ia, dia, beliau, -nya
Pronomina persona pertama jamak: kami
Pronomina persona kedua jamak: kalian, kamu sekalian, Anda sekalian, kamu
semua
Pronomina persona ketiga jamak: mereka
2) Pronomina Penunjuk
Pronomina penunjuk umum: ialah, ini, itu
Pronomina penunjuk tempat: sini, situ, sana
3) Pronomina Penanya
Pronomina penyanya: siapa, apa, mengapa, dengan apa, mana, di mana, ke mana,
dari mana, bagaimana, dan bilamana.
5. Numerial
Numerial dapat diklasifikasikan berdasarkan subkategori, yaitu takrif dan tak
takrif.
a) Numerial takrif (tertentu) terdiri atas
1) Numerial pokok ditandai dengan jawaban berapa? Satu, dua, tiga, dan
seterusnya;
6
2) Numerial tingkat ditandai dengan jawaban yang ke berapa? Kesatu, kedua,
dan seterusnya;
3) Numerial kolektif ditandai dengan satuan bilangan dosin, gross, kodi, meter,
rupiah, dolar.
b) Numerial tak takrif (tidak tentu) misalnya berapa, berbagai, segenap,, semua.
6. Adverbia
Adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektival, nomina
predikatif, atau kalimat. Dalam kalimat adverbial dapat mendampingi adjektival,
numerial, atau proposisi.berdasarkan betuknya, adverbial mempunyai bentuk
tunggal dan bentuk jamak.
Contoh:
a) Bentuk Tunggal
Orang itu sangat bijaksana.
Ia hanya membaca satu buku, bukan dua.
Ia lebih sukses dibanding teman seangkatannya.
b) Bentuk Jamak
Mereka belum tentu pergi hari ini.
Mereka benar-benar mendatangi perpustakaan kampus.
Langit berawan tebal jangan-jangan akan turun hujan.
7. Interogativa
Interogativa berfungsi sebagai penggatin sesuatau yang akan diketahui oleh
pembicara atau mengukuhkan sesuatau yang telah diketahui. Kata yang digunakan
dalam interogativa adalah apa, siapa, berapa, mana, yang mana, mengapa dan
kapan.
Contoh :
 Berapa uang yang kamu perlukan ?
 Yang mana rumah orang itu ?
 Mengapa kamu tertarik pada topik penelitian itu?
8. Demonstrativa
Demonstrativa berfungsi untuk menunujkan sesuatu didalam atau diluar wacana.
Sesuatu itu disebut antesedan. Kata yang menujukan demostrativa adalah ini, itu,
disini, disini, berikut dan disitu.
Contoh :
 Disini kita akan berkonstrasi untuk menghasilkan karya terbaik kita
 Buku ini merupakan indikator bahwa orang yang membaca akan suskes
 Penjahat itu ditahan berikut dengan barang bukti kejahtannya
9. Artikula
Artikula berfungsi untuk mendampingi nomina dan verba pasif. Kata yang
menujukan artikula adalah si,ang, para, kaum dan umat.
Contoh :
7
 Si kecil itu suka merengek – rengek minta gendong
 Sang penyelama akan datang saat kita perlukan
 Sri Baginda raja akan selalu membri nasihat kepada prajurit
10. Perposisi
Perposisi adalah kata yang terletak didepan kata lain sehingga berbentuk prasa
atau kemlompok atau sering siebut kata depan. Preposisi memounyai dua kata
bentuk yaitu :
a. Preposisi dasar (di, ke, dari, pada, demi)
b. Preposisi turunan ( diantara, diatas, kedalam, disamping, dari samping,
diluar, dan kepada)
Contoh :
 Demi kemakmuran bangsa mari kita tegakkan hukum dan keadilan.
 Perjuangan bangsa Indonesia menuuju masyarakat adil dan makmur dari
awal kemerdekaan hingga saat ini perlu ditingkatkan.
 Panitia lomba mengarang ilmiah nasional meminta kepada saya untuk
menjadi pada tingkat final.
 Diantara pesera lomba terdapat nama seorang peserta yang pernah
menjuari komab berturut – turut.
11. Konjungsi
Konjungsi berfungsi untuk menghubungkan bagian bagian kalimat atau kalimat
yang satu dengan kalimat yang lain dalam suatu wacana. Konjungsi
dikelompokkan dalam dua jenis.
a. Konjungsi Intrakalimat : agar, atau, dan hingga, sedang, seingga, serta,
supaya, tetapi dan sebagainya.
Contoh :





Ia belajar hingga larut malam .
Ia bekerja keras sehingga berhasil dalam mencapai cita-citanya .
Bapak berbuat baik kepada anaknya agar anak berbaikti kepada anaknya .
Bapak sibuk bekerja sednag anak santai-santai saja .
Ia kaya raya, tetapi hidupnya sederhana.
b. Konjungsi ekstrakalimat : jadi, disamping itu, oleh karna itu, oleh sebab itu,
dengan demikian, walaupun demikia, akhirnya atau tambahan pula.
Contoh :
 Kualitas pendidikan di engara kita tertinggal diengara maju. Oleh sebab
itu, kita harus bekerja keras untuk mengekar ketinggalan itu.
8
 Pelestarian budaya hanya dilakukan dengan kreativitas baru yang berajar
pada kekayaan budaya. Untuk itu, mahasiswa harus dilatih untuk
memanfaatkaanya sehingga menghaslkan kreativitas baru tersebut.
 Ia senantiasa membangun karakternya. Disamping itu ia juga memperluas
wawasanya
12. Fatis
Fatis berfungsi untuk memulai, mempertahakan, atau mengukuhkan pemicaraan.
Jenis kata ini lazim digunakan dalam blog dan wawancara misalnya, ah, ayo,
mari, nah dan yah.
Contoh :
 Kita memiliki keayaa budaya, ayo kita ingkatkan produktivaitas agar
menjadi produi baru sleera internasional
 Mari, kia tingkatkan semangat kerja kita
 Ah, itu hanya alasan yang dibuat-buat tidak sesuai dengan realitas yang
ada.
D. Teknik Pemilihan Kata (Diksi)
a. Memilih kata-kata dalam bentuk baku karena dalam Bahasa Indonesia banyak
digunakan juga kata-kata yang tidak baku
Contoh:
Tidak Baku
Baku
Membikin
membuat
Ketimbang
daripada
Lantas
lalu, kemudian
Cuma
hanya
methode, metoda
metode
b. Menghindari kata-kata yang termasuk jargon atau prokem atau slang karena
kata-kata tersebut tidak termasuk kata-kata baku, kecuali sebagai data.
Contoh:
tidak baku
Beli ipok utas gelas (jargon)
Baku
Beli kopi satu gelas
9
c. Menghindari pemakaian kata-kata di mana, yang mana, yang digunakan
sebagai kata penghubung.
Contoh:
Tidak baku
Baku
Kota Jember merupakan kota di Kota Jember merupakan
mana saya dilahirkan.
tempat saya dilahirkan.
kota
Masalahh yang mana sudah saya Masalah yang sudah saya jelaskan
jelaskan tidak perlu ditanyakan lagi. tidak perlu ditanyakan lagi.
d. Memilih kata-kata yang lugas, berekamakna, dan bermakna denotatif, bukan
makna konotatif atau kias atau metaforis.
Contoh:
Konotatif
Denotatif
Dalam pertengkaran itu, ia dijadikan Kambing hitam itu dijual karena
kambing hitam.
sangat diminati banyak orang.
e. Memilih kata-kata bersinonim yang paling tepat, yang memungkinkan satu
tafsiran makna yang paling sesuai dengan konteks dan maksud penulis.
Contoh:
Tidak tepat
Melihat pertunjukan wayang.
Tepat
Menonton pertunjukan wayang.
f. Memilih kata-kata yang tidak emotif.
Contoh:
Emotif
Tidak emotif
Itu semua menunjukkan kepicikan Itu semua menunjukkan kurangnya
atau ketololan masyarakat setempat pengetahuan masyarakat setempat.
g. Memilih kata dengan tepat, terutama kata ganti, kata kebijakan dan
kebijaksanaan, serta kata dari dan daripada.
1. Kata Ganti
10
Pemakaian kata saya,kita, dan kami seringkali tidak tepat dan seringkali
dikacaukan. Pemakaian kata ganti yang tepat adalah saya untuk orang pertama
tunggal, kami untuk orang pertama jamak, dan kita untuk orang pertama dan
kedua jamak. Pemakaian kata ganti yang tidak tepat adalah kata kami diganti kata
kita, di lain pihak kata saya diganti kata kami.
Contoh:
Tidak tepat
Tepat
Kemarin sewaktu kita datang, dia Kemarin sewaktu kami datang,
sudah berada di sini.
dia sudah datang, dia sudah
berada di sini.
2. Kata kebijakan dan kebijaksanaan
Sebenarnya kedua kata tersebut merupakan kata yang benar dan baku. Akan
tetapi, pemakaiannya berbeda sehinggaa sering tidak tepat. Kata kebijakan
digunakan untuk menyatakan hal yang menyangkut politik atau strategi,
sedangkan kebijaksanaan berkaitan dengan kearifan atau kepandaian seseorang
dalam menggunakan akal budinya.
Contoh:
Tidak tepat
Tepat
Berdasarkan
kebijaksanaan
pimpinan, penempatan pegawai
harus sesuai dengan bidang
keahlian masing-masing.
Berdasarkan kebijakan pimpinan,
penempatan pegawai harus sesuai
dengan
bidang
keahlian
masing-masing.
Berkat kebijakan orang tua, anak Berkat kebijakasanaan orang tua,
itu
akhirnya
tumbuh
dan anak itu akhirnya tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang berkembang menjadi anak yang
baik.
baik.
3. Pemakaian kata dari dan daripada
Sebenarnya pemakaian kedua kata tersebut berbeda karena maknanya juga
berbeda. Kata dari digunakan untuk menyatakan makna asal (asal tempat dan asal
bahan), sedangkan kata daripada untuk menyatakan perbandingan.
Contoh:
Tidak tepat
Tepat
11
Bangunan yang megah itu terbuat Bangunan yang megah itu terbuat
daripada
bahan-bahan
yang dari
bahan-bahan
yang
berkualitas tinggi.
berkualitas tinggi.
Nilai ekspor Indonesia pada tahun Nilai ekspor Indonesia pada tahun
1989 lebih besar dari nilai ekspor 1989 lebih besar daripada nilai
tahun-tahun sebelumnya.
ekspor tahun-tahun sebelumnya.
h. Memilih kata dalam bentuk frasa dengan tepat.
Contoh:
Tidak tepat
Tepat
Terdiri dari
Tergantung
daripada
Terdiri atas
pada,
tergantung Bergantung pada
Bertujuan untuk
Bertujuan
Berdasarkan pada
Berdasarkan
Berdasarkan pada
Membicarakan tentang
Berbicara tentang
Membicarakan ...
Antara ... dengan ...
Antara ... dan ...
Dalam menyusun
Dalam penyusunan
Dibanding
Dibandingkan dengan
Walau/meskipun ....., tetapi
Walau/meskipun ... (tanpa tetapi)
i. Menghindari penggunaan frasa yang bersininim secara bersamaan.
Contoh:
Tidak tepat
Disebabkan karena
tepat
Disebabkan oleh
12
karena
Agar supaya
Agar ...
Supaya ...
Dalam rangka untuk
Dalam rangka ...
Untuk ...
Setelah ... kemudian ...
Setelah ...
Contoh jenis batuan misalnya ...
Contoh batuan ialah...
Misalnya ...
Baik ... ataupun ...
Baik ... maupun ...
E. Peranti-peranti Diksi
1. Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi
Denotasi adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan
tambahan makna. Adapun maknanya disebut makna denotatif, makna
denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna idesional, makna
referensial, atau makna proporsional. Jadi, makna denotatif itu dapat disebut
makna yang sebenarnya, makna yang ditujukan oleh sesuatu yang disimbolkan.
Sebuah perantai duduk dalam kelas, misalnya saja, namnya ‘Kursi’. Maka,
perantai untuk duduk itu disebut sebagai ‘kursi’. Kata ‘Kursi’ dalam hal ini
memiliki makna apa adanya, sesuai dengan yang disimbolkan, tidak ada nuansa
makna lain di luar makna sesungguhnya. Jadi, makna demikkian itulah yang
dimaksud makna denotatif.
Demikian pula di dalam karya-karya ilmiah kademik di perguruan tinggi,
yang lazimnya juga membuat banyak mahasiswa kalang-kabut ketika dituntu
menyelesaikannya. Karena karya ilmiah akademis semya dasarnya adalah atau
fakta sesungguhnya, maka bahasa yang digunakannya pun harus denotatif,
konseptual, referensial, sesuai dengan objek dan fakta sesungguhnya.
Sedangkan, makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya.
Maka, sebuah kata bisa diartikan berbeda pada masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Makna konotatif memiliki uansa makna subjektif dan cendenrung
digunakan dalam situasi tidak formal.
Jadi, pada analisis data, bentuk-bentuk kebhasaan bernuansa makna denotatif
13
lebih banyak di gunakan daripada bentuk-bentuk konotatif. Dalam pemakaian
tidak formal yang banyak membutuhkan basa-basi, membutuhkan bentuk-bentuk
kesantunan yang tinggi, banyak ditemukan bentuk-bentuk konotatif.
2. Peranti Kata Bersinonimi dan Berantonimi
Kata ‘bersinonim’ berarti kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan
memiliki arti sama. Secara lebih gampang dapat dikatakan bahwa sinonim
sesungguhnya adalah persamaan makna kata. Adapun yang dimaksud adalah dua
kata atau lebih yang brbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan atau lafalnya, tetapi
memiliki makna sama atau hampir sama. Contohnya saja kata ‘hamil’ dan
‘mengandung’ serta ‘bunting’. Ketiga bentuk kebahasaan itu dapat dikatakan
bersinonim karena bentuknya berbeda, tetapi maknanya sama.
Berbeda lagi dengan kata berantonim berlawanan dengan kata sinonim.
Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu
memiliki makna yang tidak sama dengan yang lainnya. Dalam linguistik
dijelaskan bahwa antonim menunjukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki
relasi antar makna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara satu
dengan lainnya. Bentuk makna antonim terbagi menjadi 4 : antonim kembar
menunjuk kepada perbedaan antara dua entitas kebahasaan, misalnya ‘jantan’ dan
‘betina’, ‘bayi’ dan ‘dewasa’. Ciri yang mendasar dari kehadiran antonim kembar
adalah entitas kebahasaan yang satu meniadakan entitas kebahasaan yang satunya.
Dan yang ke dua antonim plural, ciri pokok antonim ini adalah bahwa penegasan
terhadap anggota tertentu akan mencakup penyangkalan setiap anggota lainnya
secara terpisah, misalnya kelas ‘logam’, kelas ‘tumbuhan’, kelas ‘buah-buahan’.
Yang ke tiga antonim gradual, maksudnya antonim yang merupakan
penyimpangan dari antonim kembar. Misalnya, bila di antonim kembar terdapat
dikotomi ‘kaya’ dan ‘miskin’, sedangkan dalam antoni gradual terdapat ‘setengah
kaya’ atau ‘lumayan kaya’ atau ‘agak kaya’. Yang ke empat antonim relasional,
maksudnya, bentuk kebahasaan yang dianggap berantonim itu memiliki relasi
kebalikan. Seperti, antara ‘guru’ dan ‘murid’.
3. Peranti Kata Bernilai Rasa
Diksi juga mengajarkan untuk senantiasa menggunakan kata-kata yang
bernilai rasa dengan cermat. Walaupun terkadang ditemukan bahwa kata baku
tertentu tidak memiliki nilai rasa sama sekali. Sebaliknya, dapat pula ditemukan
bahwa kata bernilai rasa jauh dari dimensi-dimensi kebakuan.
Sebagai contoh, ‘wanita’ dan ‘perempuan’ yang sering dipersoalkan, menggangap
bahwa bentuk ‘perempuan’ lebih benar, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
‘perempuan’ itu tidak memiliki nilai rasa.
14
4. Peranti Kata Konkret dan Abstrak
Kata-kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dapat
dipilih, didengar, dirasakan, diraba, atau dicium. Kata-kata konkret lebih mudah
dipahami daripada kata-kata abstrak. Kata-kata konkret itu melambangkan atau
menyimbolkan sesuatu. Misalnya : kata ‘meja’ dan ‘kursi’ merupakan kata konket.
Akan tetapi kalau ‘pendidikan’ dan ‘pembodohan’’ juga ‘kemiskinan’ dan
‘kepandaian’ jelas merupakan kata-kata yang tidak dapat diindera.
Kata-kata abstrak lebih menunjuk kepada konsep atau gagasan. Kata-kata
abstrak sering digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit,
maka kata-kata abstrak sering digunakan untuk membuat persuasi atau
argumentasi. Contohnya : kebahasaan seperti ‘pembodohan’ dan ‘kemiskinan’
tentu saja merupakan kata-kata abstrak yang hanya dapat ditangkap maknannya
dengan kejernihan pikiran dan ketajaman pikir. Jadi, penafsiran makna kata-kata
abstrak itu bukan melalui indera.
5. Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata
Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan
kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Kata-kata
umum tidak tepat untuk mendeskripsikan sesuatu karena memiliki kadar akurasi
yang rendah. Kata-kata umum lebih tepat digunakan untuk argumentasi atau
persuasi, karena dapat dipahami bahwa kata-kata umum itu ruang lingkupnya
lebih luas, lebih umum dan komprehensif.
Sebagai imbangannya kata-kata umum adalah kata khusus. Memang dalam
hal ini kata-kata khusus merupakan kebalikan dari kata-kata umum. Kata-kata
khusus
cenderung
digunakan
dalam
konteks
terbatas,
dalam
kepentingan-kepentingan yang perlu pemerincian, ketepatan, dan keakuratan
konsep. Maka, lazim dipahami bahwa kat-kata khusus adalah kata-kata yang
sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya. Akan tetapi harus
dipahami pula bahwa makin khusus sebuah kata, maka makin jelaslah maknanya.
Kata-kata khusus lebih menegaskan pesan, lebih memusatkan perhatian, dan
memfokuskan pengertian.
6. Peranti Kelugasan Kata
Diksi juga mengajarkan kata-kata lugas, apa adanya. Ada juga yang
menyebutkan kata-kata lugas itu menembak langsung (to the point), tegas, lurus,
apa adanya. Kata-kata lugas juga merupakan kata-kata yang sekaligus ringkas,
tidak merupakan frasa panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak
terbelit-belit. Lazimnya, kata-kata lugas itu juga bukan merupakan bentuk
kebahasaan kompleks.
15
7. Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata
Dalam diksi ini atau pemilihan kata, bahasa yang hidup itu selalu berkembang.
Perkembangan terjadi karena adanya entitas kebahasaan yang beragam. Sehingga
sebuah kata dapat mengalami penyempitan makna apabila di dalam kurun waktu
tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang sempit atau
sangat terbatas. Penyempitan makna ini bisa merupakan tuntunan kehidupan dan
perkembangan bahasa. Contohnya saja, ‘pendeta’ yang dulu bermakna orang yang
berilmu, tetapi kini menyempit maknanya menjadi ‘guru agama kristen’ atau
‘pengkhotbah Kristen’.
Untuk mengimbanginya makna penyempitan maka ada makna perluasan.
Sebuah makna kebahasaan dikatakan akan meluas jika dalam kurun waktu
tertentu maknanya akan bergeser dari semula sempit ke makna yang lebih luas.
F. Aneka Kasus Diksi
Pada bagian ini, akan di berikan beberapa kasus kebahasaan yang berkaitan
dengan diksi atau pemilihan kata, yaitu :
- Kasus Ihlas dengan Ikhlas
- Kasus Pake dengan Pakai
- Kasus Sholat dengan Salat
- Kasus Propinsi dengan Provinsi
- Kasus Analisa dengan Analisis
PENUTUP
Diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata adalah proses atau tindakan memilih
kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, hasil dari proses atau
tindakan pemilihan kata disebut pilihan kata.
Dalam mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pikiran secara tepat dalam bahasa,
baik lisan maupun tulisan, pemakaian bahasa hendaknya dapat memenuhi
beberapa kriteria dalam pemilihan kata, yaitu : ketepatan, kecermatan dan
keserasian.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa
yang ingin di sampaikannya, baik secara lisan maupun tulisan. Pemilihan kata
juga harus sesuai dengan situasi kondisi dan tempat. Berdasarkan kesimpulan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa diksi tidak serta merta hal pilih-memilih
kata melaikan untuk menyampaikan sesuatu hal agar pembaca atau pendengar
memahami maksud dan tujuan makna yang di sampaikan.
16
Download