terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau

advertisement
5
ARTIKEL ILMIAH
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Nama
Nim
Program study
Judul
: Daniar Wulandari
: C01107085
: Agronomi
:Pengaruh Dekomposer Trichoderma
harzianum terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Sawi Hijau pada Tanah Gambut
Pembimbing
: 1. Ir. Dwi Zulfita, M. Sc
2. Ir. Surachman
Penguji
: 1. Ahmad Mulyadi S.Si, M.Si
2. Maulidi, SP. M.Sc
Hari / tanggal
Waktu
Tempat
:
:
:
1
Pengaruh Dekomposer Trichoderma harzianum
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau
pada Tanah Gambut
Daniar Wulandari (1) Dwi Zulfita dan Surachman (2)
(1)
Mahasiswa, (2) Staf Pengajar Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura, Pontianak
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dekomposer Trichoderma
harzianum terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau pada tanah gambut.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian selama 11 minggu.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
lapangan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima taraf perlakuan
dekomposer Trichoderma
harzianum. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak lima kali, setiap ulangan terdiri dari tiga tanaman sampel. Dosis yang
diberikan dalam taraf perlakuan (t) terdiri dari: t0 = tanpa pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum, t1 = penambahan 10 g dekomposer Trichoderma
harzianum / Polibag, t2 = penambahan 20 g dekomposer Trichoderma harzianum
/ Polibag, t3= penambahan 30 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag,
t4= penambahan 40 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag. Variabel
yang diamati meliputi volume akar, luas daun, kadar klorofil daun, berat kering
tanaman, berat segar tanaman, dan jumlah daun.
Hasil penelitian menunjukan
bahwa pemberian berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum
berpengaruh nyata terhadap volume akar, luas daun , berat segar tanaman, dan
berat kering tanaman, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar klorofil daun
dan jumlah daun dengan rerata perlakuan terbaik yaitu pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag.
Kata Kunci : Trichoderma harzianum, Sawi, Gambut
2
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of decomposers Trichoderma harzianum
on the growth and yield of green cabbage on peat soil. This research was
conducted at the experimental farm of the Faculty of Agriculture during 11 weeks.
The design used in this study is the method of experiment, in compelety
rendomized desogn, with five stage decomposers Trichoderma harzianum
treatment, each treatment was repeated five time, each replication consisted of
three plant sampels. That dose given in the standart treatment (t) consist of t0 =
without giving decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t1 = giving 10 g
decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t2 = giving 20 g decomposers
Trichoderma harzianum / polybag, t3 = giving 30 g decomposers Trichoderma
harzianum / polybag, t4 = giving 40 g decomposers Trichoderma harzianum /
polybag. Observed variables include rood volume, leaf area, leaf chlorophyll
contect, plant dry weiht, plant fresh weignt and number of leaves. The results
show that provosion of various does of Trichoderma harzianum decomposers
significant effect on rood volume, leaf area, plant fresh weignt, and plant dry
weiht. And no real effect on the chlorophyll contect of leaves and number of
leaves, with a mean treathment that is the best in the provision of decomposers
Trichoderma harzianum as much as 40 g / polybag.
Keywords : Trichoderma harzianum, green cabbage, peat soil
PENDAHULUAN
Kalimantan Barat mempunyai
tanah gambut yang cukup luas. Menurut
Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat
(2009), luas tanah gambut di Kalimantan
Barat yaitu 19.935 km2. Potensi tanah
gambut sebagai media tumbuh tanaman
sangat baik. Tanah gambut merupakan
media yang kaya akan bahan organik serta
mempunyai sifat fisik yang baik antara lain
strukturnya remah, daya serap dan daya
simpan air cukup baik juga mempunyai
kapasitas udara yang cukup tinggi
(Soepardi, 1983).
Menurut Sianturi (2007) dan
Nasution (2008) bahwa lahan gambut
untuk pertumbuhan tanaman masih
menunjukkan hasil yang jauh lebih rendah
tanpa penambahan pupuk kandang dan
kompos. Hal ini karena rasio C/N yang
terdapat pada tanah gambut masih tinggi (>
30 %) yang menyebabkan gambut masih
sulit terdekomposisi sehingga proses
mineralisasi unsur hara pada tanah gambut
berlangsung lambat, selain kendala lainnya
yakni tingginya kandungan asam-asam
organik.
Tanaman sawi hijau (Brassica
juncea L.) merupakan tanaman yang cukup
populer dan banyak ditanam di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik Kalimantan
Barat (2009), luas daerah areal penanaman
petsai dan sawi di Kalimantan Barat pada
tahun 2008 adalah 1.057 ha dengan
produksi total 4.656 ton atau rata-rata 4,40
3
ton per hektar. Sasaran untuk tanaman sawi
pada tahun 2010 adalah 10 ton/ha, berarti
produksi tanaman sawi hijau yang
dihasilkan oleh petani di Kalimantan Barat
masih rendah, sehingga perlu adanya usaha
untuk meningkatkan produksi tanaman
sawi hijau.
Sawi termasuk tanaman yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat, selain
harganya yang relatif murah, tanaman sawi
juga mengandung beberapa zat esensial
yang diperlukan tubuh. Komposisi zat-zat
makanan yang terkandung dalam setiap
100g berat basah sawi adalah 2,3g Protein,
0,3g Lemak, 4,0g Karbohidrat, 220mg Ca,
38mg P, 2,9mg Fe, 1.940mg Vitamin A,
0,09mg Vitamin B. dan 102mg Vitamin
C.
(Direktorat Gizi Depkes dalam
Haryanto dkk, 2006) Tanaman sawi hijau
termasuk
tanaman
yang
mudah
dibudidayakan, karena tidak memiliki
syarat khusus dalam membudidayakannya.
Agar pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sawi hijau di lahan gambut dapat
optimal maka unsur hara di dalam tanah
gambut harus tersedia. Oleh karena itu
diperlukan teknik percepatan proses
dekomposisi
yakni
dengan
cara
menambahkan dekomposer. Salah satu
mikroorganisme yang berperan dalam
penguraian bahan organik adalah jamur
tanah, diantaranya Trichoderma harzianum
yang mempunyai kemampuan untuk
mempercepat penguraian serasah tanaman
yang sulit terurai (Widyastuti dkk., 1999).
Proses
dekomposisi
pada
prinsipnya adalah menurunkan rasio C/N
dari suatu bahan sehingga bahan siap
membebaskan
hara
yang
dapat
dimanfaatkan oleh tanaman (mencegah
immobilisasi) (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004). Tanah gambut dengan penambahan
dekomposer diharapkan akan mempercepat
proses perombakan bahan organik
sehingga unsur hara berada dalam bentuk
larut atau tersedia bagi tanaman. Salah satu
dekomposer yang dapat digunakan adalah
Trichoderma harzianum yang merupakan
mikroba tanah yang dapat mempercepat
proses dekomposisi tanah gambut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
dekomposer
Trichoderma
harzianum dalam proses dekompsisi tanah
gambut dan mengetahui dosis Trichoderma
harzianum yang terbaik untuk membantu
proses dekomposisi tanah gambut dan
memberikan pertumbuhan serta hasil sawi
hijau yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di kebun
percobaan Fakultas pertanian Universitas
Tanjungpura Pontianak. Waktu penelitian
dilaksanakan selama 11 minggu. Penelitian
dimulai pada tanggal 8 Agustus 2012
sampai 24 Oktober 2012. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
cangkul, alat tebas, ember, timbangan
analitik, gembor, corong air, sprayer,
jangka sorong termometer, higrometer, pH
meter, klorofilmeter, corong. alat tulis dan
kamera digital, dan leaf area meter.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tanah gambut dengan
kematangan saprik pada kedalaman 0-20
cm, benih sawi hijau dengan varietas
tosakan,
dekomposer
Trichoderma
harzianum, Polibag ukuran
30x35cm,
dolomit dengan daya netralisir 69 %,
pupuk kandang ayam yang sudah matang,
gelas aqua, pasir, pupuk Urea, SP-36, dan
KCl, Pestisida yang digunakan adalah
insektisida organik yaitu berupa ekstrak
dari campuran air tembakau, kunyit dan
daun sirsak yang diblender. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen dengan
pola Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yang terdiri dari 5 perlakuan yang diulang
sebanyak 5 kali, setiap ulangan terdiri dari
3 sampel sehingga tanaman seluruhnya
berjumlah 75 tanaman. Perlakuan yang
dimaksud adalah : t0 = tanpa pemberian
dekomposer Trichoderma harzianum t1 =
penambahan
10 g dekomposer
Trichoderma harzianum/ Polibag t2 =
penambahan
20 g dekomposer
Trichoderma harzianum / Polibag t3=
penambahan
30 g dekomposer
Trichoderma harzianum / Polibag t4=
penambahan
40 g dekomposer
Trichoderma harzianum / Polibag.
4
Variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah Volume akar (cm3),
Luas
daun
(cm2),
Berat
Kering
Tanamaman (g), Berat segar tanaman (g),
Selain variabel pengamatan di atas
dilakukan juga pengamatan terhadap
variabel lingkungan, yakni: pH, Suhu
Udara (°C ), Kelembaban Udara (%),
Curah Hujan (oC).
analisis keragaman dapat dilihat pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
A.
Hasil Pengamatan
3
1.
Volume Akar (cm )
Data rerata hasi pengukuran volume akar
dapat dilihat pada Lampiran X. , dan hasil
Tabel 1. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma
harzianum Terhadap Volume Akar
SK
Perlakuan
Galat
Total
db
4
20
24
JK
114,00
50,00
164,00
KT
28,50
2,50
F hit
11,40*
F Tab 5%
2,87
KK : 17,19%
Keterangan : * = Berpengaruh nyata
Tabel 2. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer
harzianum terhadap volume akar (cm3)
Rerata
Trichoderma harzianum (g/polibag)
5,60 c
0
8,40 bc
10
9,80 ab
20
10,20 ab
30
12,00 a
40
BNJ 5% = 2,99
Trichoderma
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom enunjukan berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNJ 5%
Berdasarkan Hasil uji BNJ pada
Tabel 3, volume akar
tanaman sawi
hijau dengan
pemberian Trichoderma
harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda
nyata
dibandingkan dengan volum
aka r tanaman sawi hijau tanpa diberi
Trichoderma harzianum dan pemberian
Trichoderma harzianum sebanyak 10
g/polibag, dan berbeda tidak nyata jika
dibandingkan dengan volume akar
tanaman sawi hijau dengan pemberian
Trichoderma harzianum sebanyak 20
g/polibag dan 30 g/polibag. Volume akar
tanaman sawi hijau yang tertinggi
dihasilkan pada tanaman yang diberi
Trichoderma harzianum sebanyak 40
g/polibag, yaitu 12,00 cm3.
5
2. Luas Daun (cm2)
Data rerata luas daun dapat dilihat
pada Lampiran XII, dan hasil analisis
keragaman dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma harzianum
Terhadap Luas Daun
db
JK
KT
F hit
F Tab 5%
Perlakuan
4
955.444,240
238.861,060
5,41*
2,87
Galat
Total
20
24
883.652,800
1.839.097,040
44.182,640
SK
KK : 25,64%
Keterangan : * = Berpengaruh nyata
.
Tabel 4. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum
terhadap Luas Daun (cm2)
Rerata
507,0 b
789,8 ab
Trichoderma harzianum (g/polibag)
0
10
829,6 ab
850,2 ab
1122,0 a
BNJ 5% = 397,81
20
30
40
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak
nyata pada taraf uji BNJ 5%
Hasil uji BNJ pada Tabel 4
menunjukkan bahwa luas daun tanaman
sawi dengan pemberian Trichoderma
harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda
nyata dibandingkan dengan luas daun
tanaman sawi hijau tanpa pemberian
Trichoderma harzianum, Sedangkan luas
daun tanaman sawi pada pemeberian
berbagai dosis Trichoderma harzianum
menunjukkan perlakuan yang tidak nyata.
3. Berat Segar Tanaman (g)
Data rerata berat segar tanaman
dapat dilihat pada Lampiran XIV. Dan
hasil analisis keragamannya dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma
harzianum Terhadap Berat Segar Tanaman Sawi
db
JK
KT
F hit
F Tab 5%
SK
4
28908,8824
7227,2206 12,60*
2,87
Perlakuan
Galat
20
11486,3280
Total
24
40377,2104
Keterangan : * = Berpengaruh nyata
573,4264
KK : 24,68%
6
Tabel 6. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma
harzianum terhadap berat segar tanaman (g)
Rerata
60,38 c
69,08 bc
90,94 bc
108,68 b
156,06 a
Trichoderma harzianum (g/polybag)
0
10
20
30
40
BNJ 5% = 45,31
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak
nyata pada taraf uji BNJ 5%
Hasil uji BNJ pada Tabel 6,
menunjukkan bahwa berat segar tanaman
sawi hijau dengan pemberian Trichoderma
harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda
nyata dibandingkan dengan berat segar
tanaman sawi hijau tanpa pemberian
Trichoderma harzianum dan pemberian
Trichoderma harzianum dengan dosis
lainnya, yaitu 10 g/polibag, 20g/polibag
dan 30 g/polibag. Berat segar tanaman
sawi hijau yang tetinggi dihasilkan oleh
tanaman
yang
diberi
Trichoderma
harzianum sebanyak 40 g/polibag, yaitu
seberat 156,06 g.
4.
analisis keragamannya dapat dilihat pada
Tabel 7.
Berat Kering Tanaman (g)
Data rerata berat kering tanaman
dapat dilihat pada Lampiran XV. Dan hasil
Tabel 7. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma
harzianum Terhadap Berat Kering Tanaman
SK
Perlakuan
Galat
Total
db
4
20
24
JK
137,2840
52,5560
189,8400
KT
32,3210
2,6278
F hit
13,06*
F Tab 5%
2,87
KK : 23,29%
Keterangan : * = Berpengaruh nyata
Tabel 8. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma
harzianum terhadap berat kering tanaman (g)
Rerata
Trichoderma harzianum (g/polibag)
4,06 c
0
5,14 bc
10
6,76 bc
20
8,08 ab
30
10,76 a
40
BNJ 5% = 3,07
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak
nyata pada taraf uji BNJ 5%
Hasil uji BJN pada Tabel 8 menunjukkan
bahwa berat kering tanaman sawi hijau
dengan perlakuan Trichoderma harzianum
sebanyak 40 g/polibag berbeda nyata
dibandingkan berat kering tanaman sawi
hijau tanpa pemberian Trichoderma
harzianum dan tanaman sawi hijau yang
diberi Trichoderma harzianum sebanyak
7
10 g/polibag dan 20 g/polibag, tetapi
berbeda tidak nyata dibandingkan dengan
berat kering tanaman sawi hijau yang
diberi Trichoderma harzianum sebanyak
30 g/polibag.
PEMBAHASAN
polibag memberikan hasil terbaik yaitu
12,00 cm3. Meningkatnya volume akar
maka akan menambah jumlah akar yang
dapat menyerap unsur hara. Pernyataan
diatas didukung oleh Setyamidjaja (1989)
bahwa unsur hara dalam bentuk yang
tersedia akan lebih cepat terserap oleh
tanaman untuk digunakan dalam proses
metabolisme sehingga akan memberikan
respon
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman. Volume akar yang
baik, menjadikan tanaman mampu
menyerap unsur hara secara optimal. Akarakar tanaman yang akan menyerap unsur
hara, diangkut melalui jaringan xilem ke
daun untuk diubah menjadi senyawasenyawa yang dibutuhkan oleh tanaman.
Pertumbuhan akar juga dipengaruhi
pH. Menurut Goldworthy dan Fisher
(1992) bahwa pada pH yang rendah
membran sel akar akan rusak, sehingga
penimbunan ion menjadi berkurang dan
akhirnya menjadi tidak ada. Hakim dkk,
(1986) menambahkan bahwa pada pH
tanah yang rendah, kemampuan tanah
dalam menyediakan unsur hara melalui
petukaran kation rendah dan kejenuhan
basa menjadi rendah pula yang akhirnya
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
pH tanah, sebelum inkubasi adalah 4,80
dan sesudah inkubasi berkisar 5,5 sampaii
6. Menurut Haryanto dkk (2006) pH yang
cocok untuk pertumbuhan sawi adalah 6
sampai 7. Dengan demikian pH pada
penelitian sudah mencukupi syarat tumbuh
tanaman sawi.
Daun merupakan organ tanaman
yang paling penting sebagai tempat
berlangsungnya
proses
fotosintesis.
Menurut Salisbury dan Ross (1985) setelah
terbentuknya primordial daun, selanjutnya
daun berkembang dan bentuknya menjadi
lebih besar, sebagai akibat aktivitas
miristem pada sumbu daun. Daun akan
berkembang setelah memperoleh zat
makanan yang cukup, sehingga luas daun
juga bertambah. Hal ini menyebabkan
Hasil analisis keragaman pada Tabel
1,3,5 dan 7, menunjukkan bahwa
pemberian berbagai dosis dekomposer
Trichoderma harzianum berpengaruh nyata
terhadap volume akar, luas daun, berat
segar tanaman, dan berat kering tanaman
sawi hijau.Dalam penelitian ini perlakuan
dengan
pemberian
dekomposder
Trichoderma harzianum sebanyak 40
g/polibag, memberikan hasil yang terbaik
pada setiap variabel pengamatan
Pemberian cendawan Trichoderma
sp. seperti Trichoderma harzianum ke
dalam tanah dapat mempercepat proses
penguraian
bahan
organik,
karena
cendawan ini dapat menghasilkan tiga
enzim yaitu 1) enzim celobiohidrolase
(CBH), yang aktif merombak selulosa
alami; 2) enzim endoglikonase yang aktif
merombak selulosa terlarut; dan 3) enzim
glukosidase yang aktif menghidrolisis unit
selobiosa menjadi molekul glukosa. Enzim
ini berkerja secara sinergis, sehingga
proses penguraian dapat berlangsung lebih
cepat dan intensif (Salma dan Gunarto,
1996). Tujuan dari pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum adalah untuk
mengurai bahan-bahan organik, dan
memperbaiki biologi tanah, agar aktivitas
mikroorganisme tanah dalam melakukan
proses dekomposisi tanah gambut menjadi
semakin baik, sehingga unsur hara di tanah
gambut tersebut menjadi tersedia dan tanah
menjadi gembur (remah), selain itu
memudahkan akar untuk menembus tanah
dan berkembang cepat membentuk cabangcabang akar. Akar yang semakin banyak
membentuk
percabangan
akan
meningkatkan volume akar tanaman.
Dari hasil penelitian didapat bahwa
semakin banyak dosis dekomposer
Trichoderma harzianum yang diberikan
meningkatkan volume akar pada tanaman
sawi hijau, dengan pemberian terbanyak
sebanyak 40 g Trichoderma harzianum /
8
sinar matahari yang diterima daun akan
semakin
besar
dan
juga
dapat
meningkatkan laju fotosintesis sehingga
maka banyak pula karbohidrat yang
dihasilkan. Hasil fotosintesis tersebut
kemudian diedarkan keseluruh bagian
tanaman terutama digunakan untuk proses
pertumbuhan vegetatif dan generatif.
Proses fotosintsis sangat tergantung pada
kemampuan daun untuk menerima energi
dan faktor yang sangat menentukan adalah
luas daun, dengan meningkatnya lebar
daun akan menyebabkan meningkatnya
daya tampung energi menjadi maksimum.
Pada hasil penelitian menununjukkan
bahwa pemberian dosis dekomposer
Trichoderma harzianum memberikan
pengaruh nyata terhadap luas daun
tanaman sawi hijau, yaitu semakin banyak
dosis yang diberikan maka semakin bagus
hasil yang didapat. Pada penelitian,
pemberian dosis dekomposer Trichoderma
harzianum sebanyak 40 g/ polibag
memberikan hasil terbaik yaitu 1122,0
cm2. Namun, pada kondisi dimana nutrisi
terbatas, maka terjadi distribusi energi dari
daun tua kedaun muda, sehingga laju
fotosintesis pada daun tua berkurang. Hasil
dari fotosintesis tersebut kemudian
diedarkan keseluruh bagian tanaman.
Daun yang segar adalah daun yang
berwarna hijau, karena daun yang hijau
memiliki kadar klorofil yang banyak.
Meningkatnya pembentukan klorofil maka
meningkatnya proses fotosintestis sehingga
pembentukan karbon akan semakin
meningkat, hal tersebut digunakan untuk
pembentukan sel-sel baru serta proses
pembelahan sel pada daun. Tjitrosoepomo
(1981) menjelaskan bahwa pertumbuhan
dan pendewasaan daun memerlukan
karbon yang akan digunakan sebagai
penunjang kegiatan dan pendewasaan sel
seluruh bagian daun tanaman yang
selanjutnya
akan
meningkatkan
pertumbuhan luas daun.
Tercukupinya unsur hara akan
meningkatkan kecepatan dan kapasitas
penyerapan hara, dengan demikian laju
fotosintesis akan semakin meningkatkan
berat kering tanaman. Karena hampir 90%
berat kering tanaman, merupakan hasil
fotosintesis (Poerwowidodo, 1992). Berat
kering tanaman mencerminkan akumulasi
senyawa organik yang berhasil disintesis
tanaman dari senyawa anorganik terutama
air dan karbondioksida. Unsur hara yang
telah diserap akar baik yang digunakan
dalam sistesis senyawa organik maupun
yang tetap dalam bentuk ionik dalam
jaringan tanaman, akan memberikan
konstribusi terhadap pertambahan berat
kering tanaman. (Lakitan, 1996). Pada
penelitian yang dilakukan berat kering
tanaman sawi yang terbaik adalah 10,76 g
yaitu dengan perlakuan pemberian
dekomposer
Trichoderma
harzianum
terbanyak yaitu 40 g/polibag. Hal ini
menunjukan bahwa unsur hara pada tanah
gambut terdekomposisi dengan baik oleh
dekomposer
Trichoderma
harzianum
sehingga memudahkan tanaman menyerap
unsur hara.
Hasil dari proses fotosintesis adalah
fotosintat. Hasil dari akumulasi fotosintat
yaitu dalam bentuk biomassa tanamn dan
kandungan air pada daun. Menurut
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) bobot
ideal tanaman sawi berkisar 100 – 400 g.
Berat segar bagian atas tanaman sawi pada
penelitian yang dilakukan
mencapai
156,06 g. Hal ini menunjukkan tanaman
sawi pada penelitian ini mencapai bobot
ideal. Menurut Lahadassy dkk, (2007)
bahwa untuk mencapai berat segar yang
optimal, tanaman masih membutuhkan
banyak energi maupun unsur hara agar
peningkatan jumlah maupun ukuran sel
dapat
mencapai
optimal
serta
memumungkinkan adanya peningkatan
kandungan air tanaman yang optimal pula.
Menurut
Harjadi
(1991)
bahwa
pertumbuhan
vegetatif
yang
baik
menandakan aktifnya proses pembelahan,
pemanjangan dan deferensiasi sel. Dengan
demikian, semakin baik fase vegetatif
tanaman tersebut maka semakin tinggi pula
berat segar tanaman. Berat segar tanaman
sudah mencapai optimal tetapi masih
belum maksimal, hal ini dikarenakan
faktor lingkungan yang mempengaruhi
pada saat penelitian, yaitu serangan hama
berupa belalang dan ulat. Hama tersebut
memakan bagian daun sampai habis dan
9
hanya menyisakan, sehingga menyebabkan
berkurangnya bobot segar daun.
Faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman sawi diantaranya
temperatur udara rerata harian berkisar
antara 26 0C – 30,25 0C (Lampiran XVI).
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk
pertumbuhan tanaman sawi adalah daerah
yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C
dan siang hari 21,1°C serta penyinaran
matahari antara 10-13 jam per hari
(Haryanto dkk, 2006). Suhu rerata pada
saat penelitian melebihi suhu optimum
tumbuhnya tanaman sawi, mengakibatkan
tanaman sawi hijau tidak dapat tumbuh
dengan baik (tumbuh tidak sempurna).
PENUTIP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian dekomposer Trichoderma
harzianum
dapat
meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman sawi
hijau.
2. Pemberian dekomposer Trichoderma
harzianum
memberikan pengaruh
terhadap luas daun, volume akar,
berat segar bagian atas tanaman, berat
kering tanaman.
3. Hasil pengamatan tanaman sawi hijau
yang paling mempengaruhi adalah
variabel berat segar tanaman, semakin
berat tanaman, maka semakin banyak
kandungan gizinya. Pada variabel
berat segar tanaman pemberian
dekomposer Trichoderma harzianum
sebanyak 40 g/polibag menunjukkan
hasil yang paling baik dan berbeda
nyata dengan pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum sebanyak 10
g/polibag, 20 g/polibag, 30 g/polibag,
dan tanpa pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, disarankan bahwa perlu
dilakukan penelitian lanjut antara lain :.
1. Interval dosis pemberian dekomposer
Trichoderma harzianum yang lebih besar
agar terlihat pengaruhnya terhadap tanah
maupun tanaman.
2. Konsentrasi dekomposer Trichoderma
harzianum
ditambah,
agar
terlihat
pengaruhnya yang lebih optimal
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2009. Kalimantan
Barat dalam Angka, Badan Pusat
Stastistik.
Kalimantan Barat,
Pontianak
Gasperz, V,2001, Metode Perancangan
Percobaan, Armico, Bandung
Goldworthy, P.R., dan N.M. Fisher, 1992,
Fisiologi
Budidaya
Tanaman
Tropik, Terjemahan Yohari, Gadjah
Mada University Pres, Yogyakata
Hakim, N., M. Nyapka, A.M. Lubis, S.G.
Nugroho, M.R. Saul, N.A. Diha,
Go Ban Hong dan H.H. Bailey.,
1986, Dasar – Dasar Ilmu Tanah,
Universitas
Lampung
Press,
Lampung.
Harjadi, S.S, 1994, Pengantar Agronomi,
Bramedia Pustaka Utama, Jakarta
Haryanto. E, Suhartini T, Rahayu E, dan
Sunarjo. 2006. Sawi dan Selada.
Penebar Swadaya. Jakarta
Lahadassy. J, Mulyati A.M, A.H Sanaba.
2007, Pengaruh Konsentrasi
Pupuk Organik Padat Daun
Gamal terhadap Tanaman Sawi,
Jurnal Agrisistem, Vol 3.
Lakitan, Benyamin, 1996, Dasar-Dasar
Fisiologi
Tumbuhan,
Raya
Grafindo Persada, Jakarta
Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004.
Pupuk
dan
Pemupukan.
Departemen Ilmu
Tanah.
Fakultas
Pertanian.
Institut
Pertanian
Bogor.
10
Nasution, S. A. 2008. Pertumbuhan
Tanaman Jarak Pagar ( L )
Menggunakan
Beberapa Jenis
Bahan
Organik
dan
Taraf
Mikoriza di Lahan Kritis Padang
Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan.
Departemen Kehutanan Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera
Utara.
Rubatzky, V.E dan M. Yamagutchi, 1998.
Sayuran Dunia Prinsip, Produksi
dan Gizi, Jilid kedua, ITN-Press,
Bandung
Sianturi, S. 2007. Penggunaan Bahan
Organik
untuk
Meningkatkan
Pertumbuhan Jarak Pagar ( L.) di
Lahan Marginal Padang Bolak
Tapanuli Selatan. Departemen
Kehutanan Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
IPB. Bogor
Salisbury, F.D. dan C.W. Ross, 1995,
Plant Fisiologi, Wad Swarts,
Publising
Company,
Balmout
California.
Poerwowidodo, 1992, Telaah Kesuburan
Tanah, Angkasa, Bandung
Salma, S. dan L. Gunarto, 1996. Aktivitas
Trichoderma dalam Perombakan
Selulosa.
Penelitian
Pertanian
Tanaman Pangan. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan.
Bogor
Setyamidjaja. D, 1989, Pupuk dan
Pemupukan, CV Simplex, Jakarta
Tjitrosoepomo, D., 1981, Taksonomi
Tumbuhan Spermatophyta, Gadjah
Mada Press, Yogyakarta
Widyastuti, S. M., Sumardi dan Harjono,
1999. Potensi Antagonistik Tiga
Trichoderma
spp
Terhadap
Delapan Penyakit Akar Tanaman
Kehutanan. Bulletin Kehutanan
No. 41, Fakultas Kehutanan –
UGM, Yogyakarta, Indonesia.
Hal. 2-10
Download