5 ARTIKEL ILMIAH JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA Nama Nim Program study Judul : Daniar Wulandari : C01107085 : Agronomi :Pengaruh Dekomposer Trichoderma harzianum terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau pada Tanah Gambut Pembimbing : 1. Ir. Dwi Zulfita, M. Sc 2. Ir. Surachman Penguji : 1. Ahmad Mulyadi S.Si, M.Si 2. Maulidi, SP. M.Sc Hari / tanggal Waktu Tempat : : : 1 Pengaruh Dekomposer Trichoderma harzianum terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau pada Tanah Gambut Daniar Wulandari (1) Dwi Zulfita dan Surachman (2) (1) Mahasiswa, (2) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dekomposer Trichoderma harzianum terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau pada tanah gambut. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian selama 11 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen lapangan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima taraf perlakuan dekomposer Trichoderma harzianum. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali, setiap ulangan terdiri dari tiga tanaman sampel. Dosis yang diberikan dalam taraf perlakuan (t) terdiri dari: t0 = tanpa pemberian dekomposer Trichoderma harzianum, t1 = penambahan 10 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag, t2 = penambahan 20 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag, t3= penambahan 30 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag, t4= penambahan 40 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag. Variabel yang diamati meliputi volume akar, luas daun, kadar klorofil daun, berat kering tanaman, berat segar tanaman, dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum berpengaruh nyata terhadap volume akar, luas daun , berat segar tanaman, dan berat kering tanaman, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar klorofil daun dan jumlah daun dengan rerata perlakuan terbaik yaitu pemberian dekomposer Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag. Kata Kunci : Trichoderma harzianum, Sawi, Gambut 2 ABSTRACT This study aims to determine the effect of decomposers Trichoderma harzianum on the growth and yield of green cabbage on peat soil. This research was conducted at the experimental farm of the Faculty of Agriculture during 11 weeks. The design used in this study is the method of experiment, in compelety rendomized desogn, with five stage decomposers Trichoderma harzianum treatment, each treatment was repeated five time, each replication consisted of three plant sampels. That dose given in the standart treatment (t) consist of t0 = without giving decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t1 = giving 10 g decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t2 = giving 20 g decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t3 = giving 30 g decomposers Trichoderma harzianum / polybag, t4 = giving 40 g decomposers Trichoderma harzianum / polybag. Observed variables include rood volume, leaf area, leaf chlorophyll contect, plant dry weiht, plant fresh weignt and number of leaves. The results show that provosion of various does of Trichoderma harzianum decomposers significant effect on rood volume, leaf area, plant fresh weignt, and plant dry weiht. And no real effect on the chlorophyll contect of leaves and number of leaves, with a mean treathment that is the best in the provision of decomposers Trichoderma harzianum as much as 40 g / polybag. Keywords : Trichoderma harzianum, green cabbage, peat soil PENDAHULUAN Kalimantan Barat mempunyai tanah gambut yang cukup luas. Menurut Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat (2009), luas tanah gambut di Kalimantan Barat yaitu 19.935 km2. Potensi tanah gambut sebagai media tumbuh tanaman sangat baik. Tanah gambut merupakan media yang kaya akan bahan organik serta mempunyai sifat fisik yang baik antara lain strukturnya remah, daya serap dan daya simpan air cukup baik juga mempunyai kapasitas udara yang cukup tinggi (Soepardi, 1983). Menurut Sianturi (2007) dan Nasution (2008) bahwa lahan gambut untuk pertumbuhan tanaman masih menunjukkan hasil yang jauh lebih rendah tanpa penambahan pupuk kandang dan kompos. Hal ini karena rasio C/N yang terdapat pada tanah gambut masih tinggi (> 30 %) yang menyebabkan gambut masih sulit terdekomposisi sehingga proses mineralisasi unsur hara pada tanah gambut berlangsung lambat, selain kendala lainnya yakni tingginya kandungan asam-asam organik. Tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) merupakan tanaman yang cukup populer dan banyak ditanam di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat (2009), luas daerah areal penanaman petsai dan sawi di Kalimantan Barat pada tahun 2008 adalah 1.057 ha dengan produksi total 4.656 ton atau rata-rata 4,40 3 ton per hektar. Sasaran untuk tanaman sawi pada tahun 2010 adalah 10 ton/ha, berarti produksi tanaman sawi hijau yang dihasilkan oleh petani di Kalimantan Barat masih rendah, sehingga perlu adanya usaha untuk meningkatkan produksi tanaman sawi hijau. Sawi termasuk tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, selain harganya yang relatif murah, tanaman sawi juga mengandung beberapa zat esensial yang diperlukan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam setiap 100g berat basah sawi adalah 2,3g Protein, 0,3g Lemak, 4,0g Karbohidrat, 220mg Ca, 38mg P, 2,9mg Fe, 1.940mg Vitamin A, 0,09mg Vitamin B. dan 102mg Vitamin C. (Direktorat Gizi Depkes dalam Haryanto dkk, 2006) Tanaman sawi hijau termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan, karena tidak memiliki syarat khusus dalam membudidayakannya. Agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi hijau di lahan gambut dapat optimal maka unsur hara di dalam tanah gambut harus tersedia. Oleh karena itu diperlukan teknik percepatan proses dekomposisi yakni dengan cara menambahkan dekomposer. Salah satu mikroorganisme yang berperan dalam penguraian bahan organik adalah jamur tanah, diantaranya Trichoderma harzianum yang mempunyai kemampuan untuk mempercepat penguraian serasah tanaman yang sulit terurai (Widyastuti dkk., 1999). Proses dekomposisi pada prinsipnya adalah menurunkan rasio C/N dari suatu bahan sehingga bahan siap membebaskan hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (mencegah immobilisasi) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Tanah gambut dengan penambahan dekomposer diharapkan akan mempercepat proses perombakan bahan organik sehingga unsur hara berada dalam bentuk larut atau tersedia bagi tanaman. Salah satu dekomposer yang dapat digunakan adalah Trichoderma harzianum yang merupakan mikroba tanah yang dapat mempercepat proses dekomposisi tanah gambut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dekomposer Trichoderma harzianum dalam proses dekompsisi tanah gambut dan mengetahui dosis Trichoderma harzianum yang terbaik untuk membantu proses dekomposisi tanah gambut dan memberikan pertumbuhan serta hasil sawi hijau yang terbaik. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Waktu penelitian dilaksanakan selama 11 minggu. Penelitian dimulai pada tanggal 8 Agustus 2012 sampai 24 Oktober 2012. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, alat tebas, ember, timbangan analitik, gembor, corong air, sprayer, jangka sorong termometer, higrometer, pH meter, klorofilmeter, corong. alat tulis dan kamera digital, dan leaf area meter. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut dengan kematangan saprik pada kedalaman 0-20 cm, benih sawi hijau dengan varietas tosakan, dekomposer Trichoderma harzianum, Polibag ukuran 30x35cm, dolomit dengan daya netralisir 69 %, pupuk kandang ayam yang sudah matang, gelas aqua, pasir, pupuk Urea, SP-36, dan KCl, Pestisida yang digunakan adalah insektisida organik yaitu berupa ekstrak dari campuran air tembakau, kunyit dan daun sirsak yang diblender. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali, setiap ulangan terdiri dari 3 sampel sehingga tanaman seluruhnya berjumlah 75 tanaman. Perlakuan yang dimaksud adalah : t0 = tanpa pemberian dekomposer Trichoderma harzianum t1 = penambahan 10 g dekomposer Trichoderma harzianum/ Polibag t2 = penambahan 20 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag t3= penambahan 30 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag t4= penambahan 40 g dekomposer Trichoderma harzianum / Polibag. 4 Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Volume akar (cm3), Luas daun (cm2), Berat Kering Tanamaman (g), Berat segar tanaman (g), Selain variabel pengamatan di atas dilakukan juga pengamatan terhadap variabel lingkungan, yakni: pH, Suhu Udara (°C ), Kelembaban Udara (%), Curah Hujan (oC). analisis keragaman dapat dilihat pada HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. A. Hasil Pengamatan 3 1. Volume Akar (cm ) Data rerata hasi pengukuran volume akar dapat dilihat pada Lampiran X. , dan hasil Tabel 1. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma harzianum Terhadap Volume Akar SK Perlakuan Galat Total db 4 20 24 JK 114,00 50,00 164,00 KT 28,50 2,50 F hit 11,40* F Tab 5% 2,87 KK : 17,19% Keterangan : * = Berpengaruh nyata Tabel 2. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer harzianum terhadap volume akar (cm3) Rerata Trichoderma harzianum (g/polibag) 5,60 c 0 8,40 bc 10 9,80 ab 20 10,20 ab 30 12,00 a 40 BNJ 5% = 2,99 Trichoderma Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom enunjukan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5% Berdasarkan Hasil uji BNJ pada Tabel 3, volume akar tanaman sawi hijau dengan pemberian Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda nyata dibandingkan dengan volum aka r tanaman sawi hijau tanpa diberi Trichoderma harzianum dan pemberian Trichoderma harzianum sebanyak 10 g/polibag, dan berbeda tidak nyata jika dibandingkan dengan volume akar tanaman sawi hijau dengan pemberian Trichoderma harzianum sebanyak 20 g/polibag dan 30 g/polibag. Volume akar tanaman sawi hijau yang tertinggi dihasilkan pada tanaman yang diberi Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag, yaitu 12,00 cm3. 5 2. Luas Daun (cm2) Data rerata luas daun dapat dilihat pada Lampiran XII, dan hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma harzianum Terhadap Luas Daun db JK KT F hit F Tab 5% Perlakuan 4 955.444,240 238.861,060 5,41* 2,87 Galat Total 20 24 883.652,800 1.839.097,040 44.182,640 SK KK : 25,64% Keterangan : * = Berpengaruh nyata . Tabel 4. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum terhadap Luas Daun (cm2) Rerata 507,0 b 789,8 ab Trichoderma harzianum (g/polibag) 0 10 829,6 ab 850,2 ab 1122,0 a BNJ 5% = 397,81 20 30 40 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 4 menunjukkan bahwa luas daun tanaman sawi dengan pemberian Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda nyata dibandingkan dengan luas daun tanaman sawi hijau tanpa pemberian Trichoderma harzianum, Sedangkan luas daun tanaman sawi pada pemeberian berbagai dosis Trichoderma harzianum menunjukkan perlakuan yang tidak nyata. 3. Berat Segar Tanaman (g) Data rerata berat segar tanaman dapat dilihat pada Lampiran XIV. Dan hasil analisis keragamannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma harzianum Terhadap Berat Segar Tanaman Sawi db JK KT F hit F Tab 5% SK 4 28908,8824 7227,2206 12,60* 2,87 Perlakuan Galat 20 11486,3280 Total 24 40377,2104 Keterangan : * = Berpengaruh nyata 573,4264 KK : 24,68% 6 Tabel 6. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum terhadap berat segar tanaman (g) Rerata 60,38 c 69,08 bc 90,94 bc 108,68 b 156,06 a Trichoderma harzianum (g/polybag) 0 10 20 30 40 BNJ 5% = 45,31 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5% Hasil uji BNJ pada Tabel 6, menunjukkan bahwa berat segar tanaman sawi hijau dengan pemberian Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda nyata dibandingkan dengan berat segar tanaman sawi hijau tanpa pemberian Trichoderma harzianum dan pemberian Trichoderma harzianum dengan dosis lainnya, yaitu 10 g/polibag, 20g/polibag dan 30 g/polibag. Berat segar tanaman sawi hijau yang tetinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberi Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag, yaitu seberat 156,06 g. 4. analisis keragamannya dapat dilihat pada Tabel 7. Berat Kering Tanaman (g) Data rerata berat kering tanaman dapat dilihat pada Lampiran XV. Dan hasil Tabel 7. Analisis Keragaman Pengaruh Berbagai Dosis Dekomposer Trichoderma harzianum Terhadap Berat Kering Tanaman SK Perlakuan Galat Total db 4 20 24 JK 137,2840 52,5560 189,8400 KT 32,3210 2,6278 F hit 13,06* F Tab 5% 2,87 KK : 23,29% Keterangan : * = Berpengaruh nyata Tabel 8. Uji Beda Nyata Jujur pengaruh berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum terhadap berat kering tanaman (g) Rerata Trichoderma harzianum (g/polibag) 4,06 c 0 5,14 bc 10 6,76 bc 20 8,08 ab 30 10,76 a 40 BNJ 5% = 3,07 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5% Hasil uji BJN pada Tabel 8 menunjukkan bahwa berat kering tanaman sawi hijau dengan perlakuan Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag berbeda nyata dibandingkan berat kering tanaman sawi hijau tanpa pemberian Trichoderma harzianum dan tanaman sawi hijau yang diberi Trichoderma harzianum sebanyak 7 10 g/polibag dan 20 g/polibag, tetapi berbeda tidak nyata dibandingkan dengan berat kering tanaman sawi hijau yang diberi Trichoderma harzianum sebanyak 30 g/polibag. PEMBAHASAN polibag memberikan hasil terbaik yaitu 12,00 cm3. Meningkatnya volume akar maka akan menambah jumlah akar yang dapat menyerap unsur hara. Pernyataan diatas didukung oleh Setyamidjaja (1989) bahwa unsur hara dalam bentuk yang tersedia akan lebih cepat terserap oleh tanaman untuk digunakan dalam proses metabolisme sehingga akan memberikan respon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Volume akar yang baik, menjadikan tanaman mampu menyerap unsur hara secara optimal. Akarakar tanaman yang akan menyerap unsur hara, diangkut melalui jaringan xilem ke daun untuk diubah menjadi senyawasenyawa yang dibutuhkan oleh tanaman. Pertumbuhan akar juga dipengaruhi pH. Menurut Goldworthy dan Fisher (1992) bahwa pada pH yang rendah membran sel akar akan rusak, sehingga penimbunan ion menjadi berkurang dan akhirnya menjadi tidak ada. Hakim dkk, (1986) menambahkan bahwa pada pH tanah yang rendah, kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara melalui petukaran kation rendah dan kejenuhan basa menjadi rendah pula yang akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. pH tanah, sebelum inkubasi adalah 4,80 dan sesudah inkubasi berkisar 5,5 sampaii 6. Menurut Haryanto dkk (2006) pH yang cocok untuk pertumbuhan sawi adalah 6 sampai 7. Dengan demikian pH pada penelitian sudah mencukupi syarat tumbuh tanaman sawi. Daun merupakan organ tanaman yang paling penting sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Menurut Salisbury dan Ross (1985) setelah terbentuknya primordial daun, selanjutnya daun berkembang dan bentuknya menjadi lebih besar, sebagai akibat aktivitas miristem pada sumbu daun. Daun akan berkembang setelah memperoleh zat makanan yang cukup, sehingga luas daun juga bertambah. Hal ini menyebabkan Hasil analisis keragaman pada Tabel 1,3,5 dan 7, menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis dekomposer Trichoderma harzianum berpengaruh nyata terhadap volume akar, luas daun, berat segar tanaman, dan berat kering tanaman sawi hijau.Dalam penelitian ini perlakuan dengan pemberian dekomposder Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag, memberikan hasil yang terbaik pada setiap variabel pengamatan Pemberian cendawan Trichoderma sp. seperti Trichoderma harzianum ke dalam tanah dapat mempercepat proses penguraian bahan organik, karena cendawan ini dapat menghasilkan tiga enzim yaitu 1) enzim celobiohidrolase (CBH), yang aktif merombak selulosa alami; 2) enzim endoglikonase yang aktif merombak selulosa terlarut; dan 3) enzim glukosidase yang aktif menghidrolisis unit selobiosa menjadi molekul glukosa. Enzim ini berkerja secara sinergis, sehingga proses penguraian dapat berlangsung lebih cepat dan intensif (Salma dan Gunarto, 1996). Tujuan dari pemberian dekomposer Trichoderma harzianum adalah untuk mengurai bahan-bahan organik, dan memperbaiki biologi tanah, agar aktivitas mikroorganisme tanah dalam melakukan proses dekomposisi tanah gambut menjadi semakin baik, sehingga unsur hara di tanah gambut tersebut menjadi tersedia dan tanah menjadi gembur (remah), selain itu memudahkan akar untuk menembus tanah dan berkembang cepat membentuk cabangcabang akar. Akar yang semakin banyak membentuk percabangan akan meningkatkan volume akar tanaman. Dari hasil penelitian didapat bahwa semakin banyak dosis dekomposer Trichoderma harzianum yang diberikan meningkatkan volume akar pada tanaman sawi hijau, dengan pemberian terbanyak sebanyak 40 g Trichoderma harzianum / 8 sinar matahari yang diterima daun akan semakin besar dan juga dapat meningkatkan laju fotosintesis sehingga maka banyak pula karbohidrat yang dihasilkan. Hasil fotosintesis tersebut kemudian diedarkan keseluruh bagian tanaman terutama digunakan untuk proses pertumbuhan vegetatif dan generatif. Proses fotosintsis sangat tergantung pada kemampuan daun untuk menerima energi dan faktor yang sangat menentukan adalah luas daun, dengan meningkatnya lebar daun akan menyebabkan meningkatnya daya tampung energi menjadi maksimum. Pada hasil penelitian menununjukkan bahwa pemberian dosis dekomposer Trichoderma harzianum memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun tanaman sawi hijau, yaitu semakin banyak dosis yang diberikan maka semakin bagus hasil yang didapat. Pada penelitian, pemberian dosis dekomposer Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/ polibag memberikan hasil terbaik yaitu 1122,0 cm2. Namun, pada kondisi dimana nutrisi terbatas, maka terjadi distribusi energi dari daun tua kedaun muda, sehingga laju fotosintesis pada daun tua berkurang. Hasil dari fotosintesis tersebut kemudian diedarkan keseluruh bagian tanaman. Daun yang segar adalah daun yang berwarna hijau, karena daun yang hijau memiliki kadar klorofil yang banyak. Meningkatnya pembentukan klorofil maka meningkatnya proses fotosintestis sehingga pembentukan karbon akan semakin meningkat, hal tersebut digunakan untuk pembentukan sel-sel baru serta proses pembelahan sel pada daun. Tjitrosoepomo (1981) menjelaskan bahwa pertumbuhan dan pendewasaan daun memerlukan karbon yang akan digunakan sebagai penunjang kegiatan dan pendewasaan sel seluruh bagian daun tanaman yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan luas daun. Tercukupinya unsur hara akan meningkatkan kecepatan dan kapasitas penyerapan hara, dengan demikian laju fotosintesis akan semakin meningkatkan berat kering tanaman. Karena hampir 90% berat kering tanaman, merupakan hasil fotosintesis (Poerwowidodo, 1992). Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik terutama air dan karbondioksida. Unsur hara yang telah diserap akar baik yang digunakan dalam sistesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman, akan memberikan konstribusi terhadap pertambahan berat kering tanaman. (Lakitan, 1996). Pada penelitian yang dilakukan berat kering tanaman sawi yang terbaik adalah 10,76 g yaitu dengan perlakuan pemberian dekomposer Trichoderma harzianum terbanyak yaitu 40 g/polibag. Hal ini menunjukan bahwa unsur hara pada tanah gambut terdekomposisi dengan baik oleh dekomposer Trichoderma harzianum sehingga memudahkan tanaman menyerap unsur hara. Hasil dari proses fotosintesis adalah fotosintat. Hasil dari akumulasi fotosintat yaitu dalam bentuk biomassa tanamn dan kandungan air pada daun. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) bobot ideal tanaman sawi berkisar 100 – 400 g. Berat segar bagian atas tanaman sawi pada penelitian yang dilakukan mencapai 156,06 g. Hal ini menunjukkan tanaman sawi pada penelitian ini mencapai bobot ideal. Menurut Lahadassy dkk, (2007) bahwa untuk mencapai berat segar yang optimal, tanaman masih membutuhkan banyak energi maupun unsur hara agar peningkatan jumlah maupun ukuran sel dapat mencapai optimal serta memumungkinkan adanya peningkatan kandungan air tanaman yang optimal pula. Menurut Harjadi (1991) bahwa pertumbuhan vegetatif yang baik menandakan aktifnya proses pembelahan, pemanjangan dan deferensiasi sel. Dengan demikian, semakin baik fase vegetatif tanaman tersebut maka semakin tinggi pula berat segar tanaman. Berat segar tanaman sudah mencapai optimal tetapi masih belum maksimal, hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pada saat penelitian, yaitu serangan hama berupa belalang dan ulat. Hama tersebut memakan bagian daun sampai habis dan 9 hanya menyisakan, sehingga menyebabkan berkurangnya bobot segar daun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi diantaranya temperatur udara rerata harian berkisar antara 26 0C – 30,25 0C (Lampiran XVI). Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6°C dan siang hari 21,1°C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari (Haryanto dkk, 2006). Suhu rerata pada saat penelitian melebihi suhu optimum tumbuhnya tanaman sawi, mengakibatkan tanaman sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan baik (tumbuh tidak sempurna). PENUTIP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian dekomposer Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau. 2. Pemberian dekomposer Trichoderma harzianum memberikan pengaruh terhadap luas daun, volume akar, berat segar bagian atas tanaman, berat kering tanaman. 3. Hasil pengamatan tanaman sawi hijau yang paling mempengaruhi adalah variabel berat segar tanaman, semakin berat tanaman, maka semakin banyak kandungan gizinya. Pada variabel berat segar tanaman pemberian dekomposer Trichoderma harzianum sebanyak 40 g/polibag menunjukkan hasil yang paling baik dan berbeda nyata dengan pemberian dekomposer Trichoderma harzianum sebanyak 10 g/polibag, 20 g/polibag, 30 g/polibag, dan tanpa pemberian dekomposer Trichoderma harzianum. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian lanjut antara lain :. 1. Interval dosis pemberian dekomposer Trichoderma harzianum yang lebih besar agar terlihat pengaruhnya terhadap tanah maupun tanaman. 2. Konsentrasi dekomposer Trichoderma harzianum ditambah, agar terlihat pengaruhnya yang lebih optimal DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2009. Kalimantan Barat dalam Angka, Badan Pusat Stastistik. Kalimantan Barat, Pontianak Gasperz, V,2001, Metode Perancangan Percobaan, Armico, Bandung Goldworthy, P.R., dan N.M. Fisher, 1992, Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik, Terjemahan Yohari, Gadjah Mada University Pres, Yogyakata Hakim, N., M. Nyapka, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, N.A. Diha, Go Ban Hong dan H.H. Bailey., 1986, Dasar – Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung Press, Lampung. Harjadi, S.S, 1994, Pengantar Agronomi, Bramedia Pustaka Utama, Jakarta Haryanto. E, Suhartini T, Rahayu E, dan Sunarjo. 2006. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta Lahadassy. J, Mulyati A.M, A.H Sanaba. 2007, Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organik Padat Daun Gamal terhadap Tanaman Sawi, Jurnal Agrisistem, Vol 3. Lakitan, Benyamin, 1996, Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Raya Grafindo Persada, Jakarta Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 10 Nasution, S. A. 2008. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar ( L ) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Rubatzky, V.E dan M. Yamagutchi, 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi dan Gizi, Jilid kedua, ITN-Press, Bandung Sianturi, S. 2007. Penggunaan Bahan Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jarak Pagar ( L.) di Lahan Marginal Padang Bolak Tapanuli Selatan. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor Salisbury, F.D. dan C.W. Ross, 1995, Plant Fisiologi, Wad Swarts, Publising Company, Balmout California. Poerwowidodo, 1992, Telaah Kesuburan Tanah, Angkasa, Bandung Salma, S. dan L. Gunarto, 1996. Aktivitas Trichoderma dalam Perombakan Selulosa. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor Setyamidjaja. D, 1989, Pupuk dan Pemupukan, CV Simplex, Jakarta Tjitrosoepomo, D., 1981, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, Gadjah Mada Press, Yogyakarta Widyastuti, S. M., Sumardi dan Harjono, 1999. Potensi Antagonistik Tiga Trichoderma spp Terhadap Delapan Penyakit Akar Tanaman Kehutanan. Bulletin Kehutanan No. 41, Fakultas Kehutanan – UGM, Yogyakarta, Indonesia. Hal. 2-10