Polimorfisme DNA Gen Hormon Pertumbuhan dan Sifat

advertisement
BioSMART
Volume 2, Nomor 2
Halaman: 43-48
ISSN: 1411-321X
Oktober 2000
Polimorfisme DNA Gen Hormon Pertumbuhan dan Sifat Produksi
pada Sapi Komposit
SUTARNO
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
ABSTRAK
The objective of the study was to know the association between genetic variation at growth hormone loci and
production traits of Composite breed of beef cattle. The composite breed comprising approximately 1/4 Brahman,
Charolais and Friesian, and 1/8 Angus and Hereford. PCR-RFLPs were applied for the detection of DNA
polymorphism at locus I and II of growth hormone gene, and the result indicated that polymorphisms were found at
both loci using AluI and MspI enzymes. Sequence analysis indicated that the polymorphism at AluI restriction site
was due to substitution of Leucine/Valine at position 127, while MspI polymorphic site was caused by transition of
C to T at position +837. Association between genotype variations and quantitative production traits (birth weight,
daily gain, milk production and calving rate) was analysed using two mode Anova implemented in a program of
JMP and PEST. The analysis indicated that the MspI genotypes at locus II of the gene was significantly correlated
birth weight, but not for locus I detected using AluI.
Key words: DNA polymorphism, growth hormone, production traits, beef cattle
PENDAHULUAN
Hormon pertumbuhan merupakan hormon alami
yang disekresikan oleh glandula pituitoria anterior
semua mammalia. Struktur hormon ini berbedabeda antara spesies satu dengan yang lain dan pada
umumnya memiliki pengaruh spesifik yaitu pengaturan pertumbuhan. Sintesis dan sekresi hormon ini
dikendalikan somatostatin yang menghambat
sekresi dan growth hormone-releasing factor yang
menstimuli sintesis maupun sekresi (Kopchick &
Cioffi, 1991). Mekanisme kerja secara langsung
hormon ini terjadi melalui mobilisasi nutrien,
termasuk penghambatan penggunaan glukosa,
lipogenesis dan masukan asam amino, sedangkan
kerja secara tidak langsung melalui perantaraan
insulin like growth factors (IGFI). Mekanisme
secara tidak langsung merupakan akibat dari
peningkatan glukosa dan masukan asam amino,
sintesis protein, proliferasi sel dan kemungkinan
besar penghambatan pemecahan protein (Ballard et
al., 1993) (Gambar 1).
Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi
Gen hormon pertumbuhan pada sapi telah
diklon dan disekuen secara keseluruhan (Gordon et
al., 1983; Woychik et al., 1982). Panjang gen
hormon pertumbuhan ini 1793bp, terdiri dari 5
ekson (daerah pengkode) yang dipisahkan oleh 4
intron (intervening sequence) yang terdiri dari 248
bp (intron A), 227 bp (intron B), 227 bp (intron C)
dan 274 bp (intron D) (Gordon et al., 1983). Lokus
gen hormon pertumbuhan pada sapi telah
ditemukan terletak pada kromosom 19 dengan
lokasi 19q26-qtr (Hediger et al., 1990).
Pada sapi perah, Lucy et al. (1993) melaporkan
adanya variasi situs restriksi AluI pada ekson V
karena substitusi asam amino pada posisi 127.
Variasi ini mempengaruhi produksi susu pada sapi
perah jenis Holstein (Lucy et al., 1993). Pada
percobaannya, sapi-sapi dengan allel homozigot
untuk leusin 127 (L) memilki superioritas dalam
produksi susu, meskipun hasil penemuan ini tidak
cocok dengan penelitian menggunakan rekombinan
somatotropin sapi, dimana allel rekombinan valin
127 (V) lebih efektif meningkatkan produksi susu
ketika diinjeksikan pada sapi perah (Eppard et al.,
1992). Penelitian lebih jauh oleh Schlee et al.
(1994a) menunjukkan bahwa genotipe AluI tidak
mempengaruhi produksi susu, tetapi secara
signifikan mempengaruhi sifat produksi daging,
dimana genotip heterozigot LV bersifat superior
baik pada pencapaian karkas maupun kualitas
daging pada sapi jenis Simmental.
Polimorfisme pada gen hormon pertumbuhan
yang teridentifikasi dengan enzim restriksi TaqI
berhubungan dengan pertumbuhan sapi-sapi Korea
(Choi et al., 1997), dan sapi jenis Brahman
 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
44
BioSMART, Vol. 2, No. 2, Oktober 2000, hlm. 43-48
A C T IO N S O F G R O W T H H O R M O N E
F U E L R E G U L A T IO N
‘ D ire c t’
G R O W T H P R O M O T IO N
‘I n d ir e c t’
IG F - I (+ )
G lu c o s e u tiliz a tio n ( - )
L ip o ly s is
(+ )
L ip o g e n e s is
(-)
A m in o a c id u p ta k e (- )
M o b iliz a tio n o f f u e l
G lu c o s e u tiliz a tio n ( + )
A m in o a c id u p ta k e ( + )
P r o te in s y n th e s is ( + )
P r o te in b r e a k d o w n ( - ) ?
C e ll p r o lif e r a tio n ( + )
G ro w th
Gambar 1. Skema menunjukkan pengaruh hormon pertumbuhan pada mobilisasi bahan untuk energi dan
pertumbuhan (Ballard, 1993).
(Rocha et al., 1991). Polimorfisme pada intron
ketiga yang terdeteksi dengan RFLP menggunakan
MspI akibat adanya insersi atau transisi pada posisi
837/838 gen hormon pertumbuhan dilaporkan
berhubungan dengan lemak susu, dimana frekwensi
D-MspI (-) secara signifikan lebih tinggi pada
individu-individu jenis Red Dannish yang
terseleksi untuk lemak susu yang tinggi daripada
yang lemak susunya rendah (Hoj et al., 1993a).
BAHAN DAN METODE
Sapi Percobaan
Penelitian ini menggunakan sapi Komposit
sebanyak 176 (terseleksi) dan 51 (kontrol) di pusat
penelitian sapi Wokalup, Australia Barat. Sapi
Komposit tersebut merupakan hasil perkawinan
silang yang komposisinya terdiri dari 1/4 Brahman,
Charolais dan Friesian, serta 1/8 Angus dan Hereford.
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil secara venepuncture,
menggunakan venoject. Darah yang diperoleh
dimasukkan dalam 50 ml tabung reaksi yang berisi
2,5 ml EDTA 200 mM sebagai antikoagulan.
Sebanyak 10 ml dari darah ini diambil dan
disimpan pada suhu –70oC untuk referensi di
kemudian hari, sedangkan sisanya digunakan
langsung dalam penelitian ini untuk diekstrak sel
darah putihnya.
Pemisahan Sel Darah Putih dari Sampel Darah
Sel darah putih diekstrak dengan teknik Buffy
coat. Total darah dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus dan disentrifugasi pada kecepatan 1500g
selama 15-20 menit. Buffy coat yang diperoleh
diambil dengan pipet, dipindahkan ke dalam 20 ml
tabung sentrifus, dipenuhi dengan larutan buffer
TE1 dan disentrifugasi lagi pada kecepatan 2000g
selama 10-15 menit. Pelet yang diperoleh diresuspensikan dalam 1 ml bufer TE2 dan dipindahkan ke
dalam tabung penyimpan (Nunc) dan disimpan
pada suhu –80oC sampai saat dibutuhkan.
Ekstraksi DNA
DNA diekstraksi dari sel darah putih dengan
menggunakan Wizard Genomic Purification System
(Promega, Madison USA) sesuai dengan petunjuk
dari perusahaan.
PCR-RFLP
DNA yang diperoleh langsung digunakan untuk
reaksi PCR dengan mesin PCR (thermocycler
Omnigene). Reaksi ini bertujuan mengamplifikasi
fragmen DNA yang diinginkan, yaitu lokus 1 dan 2
dari gen hormon pertumbuhan. Reaksi dilakukan
dalam suatu volume campuran sebanyak 50µL
yang berisi 200µM dari masing-masing dNTPs, 2
mM MgCl2, 10x bufer dan 1,5 unit Taq DNA
polymerase dalam 0,6 ml tabung PCR.
Dua fragmen gen hormon pertumbuhan
diamplifikasi dengan PCR. Lokus 1 gen hormon
pertumbuhan (GH-L1) yang terdiri dari 223 bp
meliputi ekson IV dan V, serta lokus 2 gen hormon
pertumbuhan (GH-L2) yang terdiri dari 329bp
meliputi ekson III dan IV, diamplifikasi dengan
PCR menggunakan primer berturut-turut GH1/GH2
dan GH3/GH4. Primer GH1/GH2 digunakan untuk
mengamplifikasi sebagian fragmen intron D dan
ekson V, sedangkan GH3/GH4 untuk mengamplifikasi fragmen antara intron III dan intron IV.
Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi
fragmen ini adalah:
SUTARNO – Hormon Pertumbuhan dan Sifat Produksi pada Sapi Komposit
GH1: 5’-GCTGCTCCTGAGGGCCCTTCG-3’
GH2: 5’-GCGGCGGCACTTCATGACCCT-3’
GH5: 5’-CCCACGGGCAAGAATGAGGC-3’
GH6: 5’-TGAGGAACTGCAGGGGCCCA-3’
Semua reaksi amplifikasi dilakukan dalam
kondisi yang sama. Dyna wax (Finnzyme Oy)
selalu ditambahkan untuk menghasilkan suatu “hot
start” PCR, sehingga diperoleh hasil yang spesifik.
Semua reaksi amplifikasi dilakukan dalam volume
50µL campuran reaksi yang terdiri dari: 200 ng
DNA template, 0.15 µM dari masing-masing
oligonukleotida primer, 200 µM dari masingmasing dNTPs, 2 mM MgCl2, 10x bufer dan 1,5
unit Taq DNA polymerase dalam 0,6 ml tabung
effendorf. Kontrol negatif (tanpa DNA template)
selalu disertakan dalam semua reaksi dan semuanya
tidak menghasilkan suatu produk.
Kondisi reaksi amplifikasi PCR untuk gen
hormon pertumbuhan adalah sebagai berikut: reaksi
denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit,
diikuti dengan 30 siklus amplifikasi yang masingmasing siklus terdiri dari: denaturasi pada 94oC
selama 45 detik, annealing pada 60oC selama 45
detik dan extension pada 72oC selama 1 menit;
diikuti dengan satu tahap polimerasi final pada
72oC selama 5 menit.
Hasil amplifikasi PCR langsung digunakan
dalam reaksi digesti menggunakan enzim AluI
untuk mengidentifikasi situs polimorfisme AluI,
sedangkan lokus 2 menggunakan enzim MspI.
Aliquot yang terdiri dari 7 µL (hasil amplifikasi
gen hormon pertumbuhan) dimasukkan ke dalam
tabung effendorf steril. Master mix yang terdiri dari
campuran enzim, bufer dan air ditambahkan ke
dalam tabung yang berisi sampel DNA dan
diinkubasi sesuai dengan petunjuk dari produsen
enzim tersebut. Hasil digesti dielektroforesis pada
bak elektroforesis horizontal dengan menggunakan
gel yang terbuat dari 1-2% agarose dalam bufer
TAE. Elektroforesis dilakukan selama 90 menit
45
pada 55 volt. Hal ini sangat tergantung konsentrasi
gel dan voltase. Agar hasil elektroforesis dapat
divisualisasi, disertakan ethidium bromida pada
saat pembuatan gel dengan konsentrasi final 0,12
µg/ml. Setelah selesai elektroforesis, DNA
divisualisasi di bawah sinar ultra violet dalam
ruang gelap dan difoto menggunakan film Polaroid
ukuran 57 dengan filter merah.
Analisis Data
Hubungan antara variasi genotipe pada lokus I
dan II gen hormon pertumbuhan terhadap sifat
kuantitatif (berat lahir, pencapaian berat harian,
produksi susu dan sifat reproduksi) dianalisis
menggunakan dua model ANOVA yaitu model I
menggunakan program JMP (SAS, 1989) dan
model
II
menggunakan
program
PEST
(Groeneveld, 1990; Groeneveld & Kovac, 1990).
Model I: Yijklmn = + Bi + Sj + Lk + Dl + Ym + Gn + eijklmn
Model II: Yijklmno = + Bi + Sj + Lk + Dl + Ym + Gn + Aijklmno + eijklmno
Dimana µ = nilai mean terkecil, Bi = jenis sapi,
Sj = jenis kelamin, Lk = kelompok (terseleksi atau
kontrol), Dl = umur setiap individu, Ym = tahun
lahir, Gn = genotipe, Aijklmno = pengambilan hewan
secara random, ditentukan berdasarkan hubungan
matriks, dan eijklmno = tingkat kesalahan.
HASIL
Polimorfisme pada Situs Restriksi
Analisis RFLP terhadap fragmen yang
diamplifikasi dengan PCR menunjukkan adanya
polimorfisme baik pada lokus I maupun lokus II
gen hormon pertumbuhan dengan menggunakan
enzim restriksi AluI dan MspI. Contoh fotograf dari
gel agarose hasil digesti menggunakan enzim MspI
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Fotograf dari gel agarose memperlihatkan adanya polimorfisme DNA pada lokus 2 gen hormon
pertumbuhan yang dideteksi dengan teknik PCR-RFLP menggunakan enzim MspI. Lane (baris) 1 = Uncut (tanpa
pemotongan), 2 = MspI (++), 3 = MspI (--), 4 = MspI (+-).
46
BioSMART, Vol. 2, No. 2, Oktober 2000, hlm. 43-48
Tabel 1. Perbandingan diversitas genetik antara kelompok terseleksi dan kontrol pada sapi jenis Komposit. NS =
Tidak signifikan.
Jenis
Kelompok
N
Heterozigositas
teramati (observed)
Rerata allel per
lokus
Heterozigositas
diharapkan (expected)
t
P
Komposit
Terseleksi
158
.388 + .301
2.000 + .000
.448 + .046
0.289
NS
Kontrol
47
.327 + .214
2.000 + .000
.360 + .094
Tabel 2. Perbandingan frekwensi allel antara kelompok terseleksi dan kontrol pada sapi pedaging jenis Komposit.
NS = Tidak signifikan, *= signifikan pada 0,05.
Locus 1
Allel
L
V
Jenis
Kelompok
N
Komposit
Terseleksi
158
.560
.440
Kontrol
47
.660
.340
Data fenotip
Sifat fenotip yang digunakan dalam analisis ini
adalah berat sewaktu lahir, pertumbuhan harian
sejak lahir sampai saat disapih, produksi susu dan
rata-rata tingkat melahirkan selama 4 tahun
(reproduksi)
(data
tidak
ditunjukkan).
Perbandingan diversitas genetik antara kelompok
terseleksi dan kontrol pada sapi Komposit
ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan Tabel 2
memperlihatkan perbandingan frekwensi allel dari
kelompok terseleksi dan kontrol pada sapi
Komposit. Perbedaan frekwensi allel kedua
kelompok ini adalah signifikan pada lokus II.
X2
P
2.58
NS
Locus 2
Allel
MspI (+) MspI (-)
.723
.277
.844
.156
X2
P
4.96
0.05*
Tabel 4. Probabilitas perbedaan mean antar genotipe
dari Anova model I dan II. BW = birth weight (berat
lahir), DG = daily gain (pencapaian pertumbuhan
harian), Milk = milk production (produksi susu), CR =
calving rate (reproduksi).
Sifat
BW
DG
Milk
CR
Nilai P
Model I
0.51
0.94
0.40
0.56
Model II
0.61
0.94
0.32
0.21
Pengaruh genotipe AluI
Tabel 3 menunjukkan nilai masing-masing
genotipe (AluI) pada gen hormon pertumbuhan
lokus I untuk sifat fenotip berat lahir, pertumbuhan
harian, produksi susu (selama 3 tahun) dan
reproduksi (calving rate selama 4 tahun).
Sedangkan Tabel 4 menunjukkan probabilitas
perbedaan mean antar genotipe dari Anova model I
dan II. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
genotipe satu dengan yang lain.
Pengaruh MspI
Tabel 5 menunjukkan nilai dari masing-masing
genotipe (MspI) pada gen hormon pertumbuhan
lokus I untuk sifat fenotip berat lahir, tambahan
berat harian (pertumbuhan), produksi susu (selama
3 tahun) dan reproduksi (calving rate selama 4 th).
Sedangkan Tabel 6 menunjukkan probabilitas
perbedaan mean antar genotipe dari Anova model I
dan II. Perbedaan berat lahir adalah signifikan baik
pada Anova model I maupun II, sedangkan
pertumbuhan harian signifikan pada level 8%.
Tabel 3. Mean kuadrat terkecil + S.E. dari berat lahir
(BW), pertumbuhan harian (DG), produksi susu (Milk)
dan mean calving rate/reproduksi (CR) sapi Komposit
dari genotipe AluI yang berbeda.
Tabel 5. Mean kuadrat terkecil + S.E. dari berat lahir
(BW), pertumbuhan harian (DG), produksi susu (Milk)
dan mean calving rate/ reproduksi (CR) sapi Komposit
dari genotipe MspI yang berbeda.
Sifat
BW
DG
Milk
CR
Sifat
BW
DG
Milk
CR
LL
38.29 + 0.69
5.44 + 0.57
4.07 + 0.33
0.67 + 0.05
LV
37.88 + 0.72
3.64 + 0.58
3.64 + 0.32
0.70 + 0.05
VV
37.21 + 1.04
4.18 + 0.89
3.99 + 0.53
0.62 + 0.08
++
37.21 + 0.72
1.16 + 0.02
3.84 + 0.29
0.69 + 0.04
+38.22 + 0.75
1.18 + 0.02
3.89 + 0.44
0.68 + 0.07
-41.27 + 1.41
1.24 + 0.04
4.94 + 0.97
0.51 + 0.16
SUTARNO – Hormon Pertumbuhan dan Sifat Produksi pada Sapi Komposit
Tabel 6. Probabilitas perbedaan mean antar genotipe
dari Anova model I dan II. Berat lahir (BW),
pertumbuhan harian (DG), produksi susu (Milk) dan
mean calving rate/reproduksi (CR), ***, **, *
signifikan berturut-turut pada level 0.01, 0.05 dan 0.1.
Sifat
BW
DG
Milk
CR
Nilai P
Model I
0.01***
0.09*
0.50
0.52
Model II
0.05**
0.08*
0.89
0.41
PEMBAHASAN
Beberapa
gen
utama
(major)
yang
mempengaruhi sifat-sifat bernilai ekonomi tinggi,
khususnya pada hewan yang digunakan dalam
produksi daging, telah diidentifikasi misalnya:
double muscling gene (gen mh) pada sapi (Hanset
& Michaux, 1985), acid meat gene (gen RN) yang
mempengaruhi kualitas daging babi (Le Roy et al.,
1990) dan gen Boorola yang mempengaruhi
ovulasi dan ukuran tubuh domba (Piper et al.,
1985). Namun demikian, kebanyakan sifat yang
memiliki nilai ekonomi tinggi pada hewan ternak
secara alami dikontrol oleh banyak gen yang
masing-masing memilki pengaruh, sehingga untuk
mendekteksi
kualitas
semacam
ini
dan
menjadikannya sebagai marker gen menjadi sulit.
Penelitian-penelitian terdahulu telah dilakukan
untuk membuktikan hipotesis yang mengatakan
bahwa
perbedaan
genotipe
gen
hormon
pertumbuhan berhubungan dengan parameterparameter produksi. Pada hewan-hewan percobaan
di laboratorium, Winkelmann et al. (1992; 1990)
misalnya, menemukan bahwa RFLPs pada gen
hormon
pertumbuhan
berhubungan
secara
signifikan dengan berat pada 42-hari.
Pada penelitian ini, tampak bahwa genotipe AluI
gen hormon pertumbuhan tidak berpengaruh secara
signifikan pada beberapa parameter produksi,
meskipun percobaan sebelumnya oleh Eppard et al.
(1992) menunjukkan bahwa rekombinan valin
127bST lebih efektif dibanding dengan leusin
127bST dalam meningkatkan produksi susu bila
diinjeksikan pada sapi perah. Terjadinya substitusi
asam amino ini mempengaruhi konsentrasi
sirkulasi hormon pertumbuhan dan insulin-like
growth factor I (IGF-I) (Schlee et al., 1994b). Di
samping itu, penelitian sebelumnya juga
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
terhadap produksi susu pada sapi jenis Holstein
(Lucy et al., 1993) dan pertumbuhan serta produksi
daging (Schlee et al., 1994a).
47
Pada Tabel 6 diperlihatkan bahwa meskipun
polimorfisme MspI gen hormon pertumbuhan tidak
menunjukkan efek yang signifikan baik pada
produksi susu maupun fertilitas, polimorfisme
MspI ini mempunyai pengaruh yang signifikan
pada berat lahir dan rata-rata pertumbuhan harian.
Analisis lebih jauh menunjukkan bahwa hanya
berat lahir yang secara signifikan (0,02)
dipengaruhi oleh polimorfisme MspI (Tabel 7). Hal
ini ditunjukkan pula oleh adanya kecenderungan
(signifikan) meningkatnya frekwensi allel MspI (-)
yang mungkin disebabkan terjadinya proses seleksi
untuk meningkatkan pertumbuhan dari jenis ini
(Tabel 2).
Tabel 7. Probabilitas perbedaan mean berat lahir (BW)
dan rata-rata pertumbuhan (DG) dari analisis dengan
menggunakan Anova model I.
Jenis
Kelompok
Komposit
Terseleksi
Kontrol
Probabilitas
BW
DG
0.02**
0.55
0.20
0.61
Analisis data di atas menunjukkan bahwa
polimorfisme DNA pada gen hormon pertumbuhan
mempengaruhi secara signifikan berat lahir pada
sapi jenis Komposit, sedangkan polimorfisme DNA
yang dideteksi dengan AluI tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan pada sifat-sifat
produksi,
meskipun
laporan
terdahulu
menunjukkan adanya pengaruh polimorfisme AluI
terhadap sifat produksi susu. Eppard et al. (1992)
menunjukkan bahwa rekombinan valin 127bST lebih
efektif dari pada leusin 127bST dalam meningkatkan
produksi susu bila diinjeksikan pada sapi perah.
Kazmer et al. (1986) dan Klemetsdal et al.
(1991) menunjukkan adanya pelipatgandaan
konsentrasi hormon pertumbuhan pada sapi yang
terseleksi untuk penghasil susu yang tinggi
dibandingkan dengan yang rendah maupun kontrol.
Peningkatan ini mungkin terjadi secara langsung
melalui peningkatan ketersediaan nutrien untuk
kelenjar susu atau secara tidak langsung dengan
meningkatkan aktifitas kelenjar susu melalui
peningkatan kadar IGF-I (Bauman & Vernon,
1993; Burton et al., 1994). Pemberian hormon
pertumbuhan juga diketahui meningkatkan rata-rata
pertumbuhan sapi (Groenewegen et al., 1990),
meningkatkan efisiensi pakan serta meningkatkan
komposisi karkas, yaitu mengurangi lemak karkas
(Peters, 1986) dan protein karkas (Peters, 1986).
Efek yang sama diperlihatkan juga pada domba
(Pell et al., 1990; Zainur et al., 1989). Pemberian
hormon pertumbuhan diperkirakan mempengaruhi
reseptor hormon pertumbuhan. Meningkatnya
jumlah dan afinitas reseptor hormon pertumbuhan
48
BioSMART, Vol. 2, No. 2, Oktober 2000, hlm. 43-48
telah ditunjukkan pada babi (Chung & Etherton,
1986) dengan pGH yang dilabel dengan 125I.
Pengaruh genotipe gen hormon pertumbuhan
terhadap sifat produksi mungkin berbeda antara
penelitian satu dengan yang lain, karena kompleksnya proses fisiologi yang melibatkan berbagai
mekanisme aksi, dan pengaruh dari setiap gen
tunggal dimediasi oleh sifat genetik pada aksis
hormon pertumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ballard, F. J., Francis, G. L., Walton, P. E., Knowles, S. E.,
Owens, P. C., et al. 1993. Modification of animal growth
with growth hormone and insulin-like growth factors.
Australian Journal of Agricultural Research 44:567-577
Bauman, D. E., Vernon, R. G. 1993. Effects of exogenous
bovine somatotropin on lactation. Annual Review of
Nutrition 13:437-461
Burton, J. L., McBride, B. W., Block, E., Glimm, D. R.,
Kennelly, J. J. 1994. A review of bovine growth hormone.
Canadian Journal of Animal Science 74:167-201
Choi, Y. J., Yim, D. S., Cho, J. S., Cho, B. D., Na, K. J., Balk,
M. G. 1997. Analysis of Restriction Fragment Length
Polymorphism in the Bovine Growth Hormone Gene
Related to Growth Performance and Carcass Quality of
Korean Native Cattle. Meat Science 45:405-410
Chung, S. C., Etherton, T. D. 1986. Characterization of porcine
growth hormone (pGH) binding to porcine liver
microsomes: chronic administration of pGH induces pGH
binding. Endocrinology 119:780-786
Eppard, P. J., Bentle, L. A., Violand, B. N., Ganguli, S., Hintz,
R. L., et al. 1992. Comparison of the galactopoietic
response to pituitary-derived and recombinant-derived
variants of bovine growth hormone. Journal of
Endocrinology 132:47-56
Gordon, D. F., Quick, D. P., Erwin, C. R., Donelson, J. E.,
Maure, R. A. 1983. Nucleotide sequence of the bovine
growth hormone chromosomal gene. Molecular and
Cellular Endocrinology 33:81-95
Groeneveld, E. 1990. PEST User Manuals Newstad Germany: Institute of Animal Husbandary & Animal
Behaviour, Federal Agricultural Research Centre.
Groeneveld, E., Kovac, M. 1990. A generalized computing
procedure for setting up and solving mixed linear models.
Journal of Dairy Science 73:513-531
Groenewegen, P. P., McBride, B. W., Burton, J. H., Elsasser,
T. H. 1990. Bioactivity of milk from bST-treated cows.
Journal of Nutrition 120:514
Hanset, R., Michaux, C. 1985. On the genetic determinism of
muscular hypertrophy in the Belgian White and Blue cattle
breed. I. Experimental data. Genetics, Selection and
Evolution 17:359-368
Hediger, R., Johnson, S. E., Barendse, W., Drinkwater, R. D.,
Moore, S. S., Hetzel, J. 1990. Assignment of the growth
hormone gene locus to 19q26-qter in cattle and to 11q25qter in sheep by in situ hybridization. Genomics 8:171-174.
Hoj, S., Fredholm, M., Larsen, N. J., Nielsen, V. H. 1993a.
Growth hormone gene polymorphism associated with
selection for milk fat production in lines of cattle. Animal
Genetics 24:91-96
Kazmer, G. W., Barnes, M. A., Akers, R. M., Pearson, R. E.
1986. Effect of genetic selection for milk yield and
increased milking frequency on plasma growth hormone
and prolactin concentration in Holstein cows. Journal of
Animal Science 63:1220-1227
Klemetsdal, G., Tveit, B., Vingelen, M., Starova, J., Sejrsen, K.
1991. The plasma level of growth hormone in two genetic
lines of dairy cattle selected for high and low milk yield. In
42 nd Annual Meeting EAAP. pp. G5b7. Berlin:
Kopchick, J. J., Cioffi, J. A. 1991. Exogenous and endogenous
effects of growth hormone in animals. Livestock
Production Science 27:61-75
Le Roy, P., Naveau, J., Elsen, J. M., Sellier, P. 1990. Evidence
for a new major gene influencing meat quality in pigs.
Genetical Research 55:33-40
Lucy, M. C., Hauser, S. D., Eppard, P. J., Krivi, G. G., Clark, J.
H., et al. 1993. Variants of Somatotropin in Cattle - Gene
Frequencies in Major Dairy Breeds and Associated Milk
Production. Domestic Animal Endocrinology 10:325-333
Pell, J. M., Elcock, C., Harding, R. L., Morrell, D. J.,
Simmonds, A. D., Wallis, M. 1990. Growth, Body
composition, hormonal and metabolic status in lambs
treated long-term with growth hormone. British Journal of
Nutrition 63:431-445
Peters, J. P. 1986. Consequences of accelerated gain and
growth hormone administration for lipid metabolism in
growing beef steers. Journal of Nutrition 116:2490-2503
Piper, L. R., Bindon, B. M., Davis, G. H. 1985. The single
gene inheritance of the high litter size of the Booroola
merino. In Genetics of Reproduction in Sheep, ed. R. B.
Land, D. W. Robson. pp. 115-125. London: Butterworths
Rocha, J. L., Baker, J. F., Womack, J. E., Sanders, J. O.,
Taylor, J. F. 1991. Associations between RFLPs and
quantitative sifat in beef cattle. Journal of Animal Science
69 (suppl 1):201
SAS. 1989. JMP User's Guide, Version 2 of JMP Cary, NC,
USA: SAS Institute Inc.
Schlee, P., Graml, R., Rottmann, O., Pirchner, F. 1994a.
Influence of Growth-Hormone Genotypes On Breeding
Values of Simmental Bulls. Journal of Animal Breeding &
Genetics
Zeitschrift
fur
Tierzuchtung
und
Zuchtungsbiologie 111:253-256
Schlee, P., Graml, R., Schallenberger, E., Schams, D.,
Rottmann, O., et al. 1994b. Growth Hormone and Insulin
Like Growth Factor I Concentrations in Bulls of Various
Growth Hormone Genotypes. Theoretical & Applied
Genetics 88:497-500
Winkelmann, D. C., Hodgetts, R. B. 1992. RFLPs for
somatotropic genes identify quantitative trait loci for
growth in mice. Genetics 131:929-937
Winkelmann, D. C., Querengesser, L. D., Hodgetts, R. B.
1990. Growth hormone restriction fragment length
polymorphisms that segregate with 42-day live weight of
mice. Genome 33:235-239
Woychik, R. P., Camper, S. A., Lyons, R. H., Horowitz, S.,
Goodwin, E. C., Rottman, F. M. 1982. Cloning and
nucleotide sequencing of the bovine growth hormone gene.
Nucleic Acid Research 10:7197-7210.
Zainur, A. S., Tassel, R., Kellaway, R. C., Dodemaide, W. R.
1989. Recombinant growth hormone in growing lambs:
effects on growth, feed utilization, body and carcass
characteristics and on wool growth. Australian Journal of
Agricultural Research 40:195-206
Download