Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia

advertisement
Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia
Abstrak
Sesuai dengan amanat PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP bahwa Pemerintah wajib menerapkan
akuntansi berbasis akrual dalam pelaporan keuangannya di tahun 2015 yang sebelumnya berbasia kas
menuju akrual. Hal ini pernah terjadi di tahun 2008 lalu seiring diterapkannya Standar Akuntansi
Pemerintahan dimana penyusunan laporan keuangan di pemerintahan Indonesia berubah dari awalnya
menggunakan basis kas menjadi basis kas menuju akrual. Perubahan dari basis akuntansi satu ke yang lain
akan membawa beberapa isu yang perlu diatasi. Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi
penyusunan laporan keuangan di pemerintahan dengan melihat berapa lama waktu yang diperlukan
pemerintah untuk beradaptasi dengan basis akuntansi baru. Selain itu, perlu juga dikaji kesiapan penyusunan
laporan keuangan baik itu di pemerintah daerah maupun di pemerintah pusat dalam menerapkan basis
akuntansi yang baru, apa saja langkah yang harus dilakukan untuk menjembatani perubahan ini.
Pendahuluan
Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya
diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual,
waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan
informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat.
Salah satu hasil studi yang dilakukan oleh IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa
pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan,
efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi
keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan
kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Akuntansi
pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam
menggunakan sumber daya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumber daya tersebut.
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 36 ayat (1) dan UU Nomor
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 70 ayat (2) mengamanatkan pemerintah untuk
menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam menyusun dan menyajikan laporan pendapatan dan belanja
negara selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran (TA) 2008. Sejak terbitnya paket UU di bidang Keuangan
Negara, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual di
Indonesia.
Pada Tahun 2005, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang mengatur mengenai pengakuan pendapatan dan belanja
menggunakan basis kas, sedangkan untuk aset, kewajiban, dan ekuitas menggunakan basis akrual. Untuk
menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang sesuai dengan SAP, Pemerintah juga
mengembangkan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat berbasis kas menuju akrual. Untuk penyeragaman
mekanisme penyajian informasi pendapatan dan belanja secara akrual, diterbitkan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan (Perdirjen) Nomor 62 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan
Belanja secara Akrual pada Laporan Keuangan.
Selanjutnya, pemerintah menerbitkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP sebagai pengganti PP Nomor
24 Tahun 2005. PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut memberlakukan SAP berbasis akrual baik untuk
pendapatan, belanja, aset, kewajiban, dan ekuitas paling lambat Tahun 2015. Pemerintah pusat telah
menyusun langkah strategis untuk melaksanakan basis akrual tersebut.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 1
Sebagai persiapan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual di tingkat pemerintah pusat, untuk pelaporan
keuangan Tahun 2013, informasi akrual tetap disajikan dalam suplemen LKPP. Hal ini sesuai dengan Pasal
44 ayat 3 UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) TA 2012,
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (APBNP), yang mengamanatkan agar Laporan Realisasi Anggaran pada LKPP Tahun 2013
dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja berbasis akrual.
Penerapan akuntansi berbasis akrual dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas penyajian laporan
keuangan pemerintah dan menyajikan data yang akurat dalam mengukur kinerja pemerintah. Dalam
akuntansi berbasis akrual dapat menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas dan memenuhi
kebutuhan dananya; lebih memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah
saat ini untuk membiayai aktivitas dan memenuhi kewajibannya; serta lebih riil menunjukkan posisi
keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya. Selain itu, dapat lebih memberikan kesempatan
pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya; dan berguna
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumber daya.
LKPP Tahun 2014 masih disusun berdasarkan konsolidasian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
(LKBUN) yang disusun oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN), dan Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang disusun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. LKPP,
LKBUN, dan LKKL tersebut disusun berdasarkan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang telah
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 233/PMK.05/2012,
dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) Lampiran II-SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. Penerapan SAP berbasis Akrual akan
mulai diterapkan pada tahun 2015 untuk dapat memberikan manfaat lebih baik bagi para pemangku
kepentingan, terutama para pengguna laporan keuangan pemerintah.
Dari gambar satu terlihat bahwa perubahan basis akuntansi dengan ditetapkannya Standar Akuntansi
Pemerintah di tahun 2005 lalu, diperlukan waktu hampir 10 tahun bagi pemerintah daerah untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut sehingga banyak pemerintah daerah yang memperoleh
opini wajar tanpa pengecualian (Gambar 1 grafik atas). Bagi instansi pemerintah pusat proses adaptasi ini
memerlukan waktu yang relatif lebih singkat (Gambar 1 grafik bawah). Proses adaptasi ini berjalan lambat
karena perubahan yang terjadi dalam proses penyusunan laporan keuangan cukup drastis dan memerlukan
pemahaman atas basis akuntansi yang baru cukup lama, karena metode pembukuan yang berbeda. Selain itu
teknologi informasi belum banyak dikenal dalam pelaporan keuangan dalam pemerintahan, sehingga proses
untuk mempermudah adaptasi berjalan lambat. Kendala kurangnya SDM juga hadir dalam proses adaptasi
tersebut sehingga perlu menghadirkan kompetensi baru bagi SDM yang sudah ada atau bahkan
menghadirkan tenaga baru yang lebih memahami akuntansi tersebut.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 2
Gambar 1.Perkembangan Opini Audit Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
Perkembangan Opini Audit LKPD 2004-2013
400
300
200
100
0
2004
2005
2006
2007
2008
WTP
WDP
2009
2010
TMP
2011
2012
2013
TW
Perkembangan Opini Audit LKKL 2006-2013
80
60
40
20
0
2006
2007
2008
2009
WTP
WDP
2010
TMP
2011
2012
2013
TW
Evaluasi Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Penerapan Akuntansi Akrual
Pada Semester I Tahun 2014, berdasarkan pemeriksaan atas 184 LKPD, BPK mengungkapkan kasus
ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual. Kasus-kasus tersebut di
antaranya berupa:
 Pemerintah daerah belum mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan
memadai pada setiap SKPD dalam pengelolaan keuangan;
 Pelatihan dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintah Berbasis Akrual belum dilaksanakan secara intensif;
 Struktur organisasi yang ada belum dapat mengakomodasi proses penyusunan laporan keuangan
berbasis akrual;
 Pemerintah daerah belum menyusun kebijakan dan sistem akuntansi pemerintah daerah yang
berbasis akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010;
 Aplikasi pengelolaan keuangan daerah belum terintegrasi antara entitas akuntansi dan entitas
pelaporan;
 Pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran secara khusus untuk kegiatan persiapan
pelaksanaan akuntansi berbasis akrual; dan
 Pemerintah daerah belum memiliki rencana pengembangan aplikasi/system pengelolaan keuangan
sesuai dengan pengelolaan keuangan yang berbasis akrual.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 3
Pada umumnya kasus-kasus tersebut terjadi karena belum diterbitkannya peraturan daerah mengenai
penerapan akuntansi berbasis akrual, sistem/aplikasi yang belum mendukung, dan keterbatasan
kemampuan SDM.
Atas permasalahan tersebut, BPK mendorong pemerintah daerah agar segera menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang menghambat penerapan akuntansi berbasis akrual. BPK merekomendasikan agar
pemerintah daerah segera menerbitkan peraturan tentang sistem akuntansi pemerintah daerah berbasis
akrual, menyiapkan sarana dan prasarana berupa sistem aplikasi berbasis akrual, dan menyelenggarakan
sosialisasi, bimbingan teknis, serta pendidikan dan pelatihan tentang akuntansi berbasis akrual untuk
meningkatkan kemampuan SDM.
Perubahan sistem tidak selalu direspons positif. Begitu pula perubahan basis akuntansi dalam menyusun
laporan keuangan. Ketika PP Nomor 24 tahun 2005 disahkan, banyak pemerintah daerah yang
meresponsnya dengan memperoleh banyak temuan di laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan karena
memang kesiapan tidak terjadi begitu saja, selalu bertahap dan dalam implementasinya hampir selalu ada
kendala.
Evaluasi Kesiapan Pemerintah Pusat dalam Penerapan Akuntansi Akrual
Pada Semester II tahun 2014, persiapan pemerintah pusat belum sepenuhnya efektif untuk mendukung
penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual pada 2015. Salah satu permasalahan yang
ada, ketentuan turunan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/ PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat dan Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis Akrual tidak segera ditetapkan.
Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan bagi para satuan kerja (satker) pengelola bagian anggaran Bendahara
Umum Negara dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual, ketidakseragaman penyajian keuangan K/L,
dan ketidakhandalan data untuk penyusunan laporan keuangan.
Penerapan basis akrual merupakan bagian dari program reformasi penganggaran dan perbendaharaan
negara (RPPN) dalam rangka reformasi pengelolaan keuangan negara. Adapun, program RPPN bertujuan
untuk:
 Mengendalikan anggaran negara, aset, serta kewajiban pemerintah pusat;
 Menyediakan informasi yang komprehensif, dapat dipercaya, dan tepat waktu tentang keuangan
pemerintah;
 Memudahkan pengambilan keputusan dalam manajemen keuangan pemerintah.
Dengan program RPPN tersebut, tahapan transisi penerapan basis akuntansi dari kas ke akrual diharapkan
dapat tercapai. Program RPPN mencakup 3 program yaitu program proses bisnis, program teknologi
informasi, dan program tata kelola perubahan. Sampai saat ini, pencapaian pemerintah atas ketiga Program
RPPN tersebut adalah:
 Program proses bisnis meliputi penyempurnaan proses bisnis dan penetapan PMK tentang pedoman,
sistem, dan kebijakan akuntansi berbasis akrual.
 Program teknologi informasi meliputi pengembangan aplikasi pendukung yaitu aplikasi Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI),
dan Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA). Aplikasi SPAN merupakan sebuah aplikasi
yang dirancang dengan mengintegrasikan proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan
keuangan dengan menggunakan single database. Sementara itu, aplikasi SAKTI merupakan aplikasi
yang dibangun guna mendukung pelaksanaan SPAN pada tingkat satuan kerja. Berhubung aplikasi
SAKTI belum dapat digunakan, pemerintah mengembangkan aplikasi SAIBA yang akan digunakan
sebagai aplikasi pengganti sementara untuk penerapan SAP berbasis akrual pada satuan kerja.
 Program tata kelola perubahan meliputi koordinasi Kementerian Keuangan dengan kementerian/
lembaga untuk menyiapkan implementasi akuntansi berbasis akrual di lingkungan masing-masing
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 4
kementerian/ lembaga, peningkatan kompetensi SDM melalui program training yang terintegrasi,
dan melakukan berbagai komunikasi kepada seluruh pemangku kepentingan terkait penerapan
akuntansi berbasis akrual pada pemerintah pusat.
Sejalan dengan upaya tersebut, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas persiapan pemerintah
pusat untuk mendukung penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual pada 2015 sebagai bagian
reformasi keuangan negara pada Kementerian Keuangan dan instansi terkait. Pemeriksaan kinerja ini
bertujuan untuk menilai efektivitas persiapan pemerintah pusat untuk mendukung penerapan SAP berbasis
akrual pada 2015.
Hasil pemeriksaan menunjukkan persiapan tersebut belum sepenuhnya efektif, karena:
 Kementerian Keuangan tidak segera menetapkan peraturan turunan PMK Nomor 213/ PMK.05/2013
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan pedoman penyusunan laporan keuangan berbasis
akrual. Akibatnya, muncul ketidakjelasan bagi para satker pengelola Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA BUN) dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual, serta ketidakseragaman
penyajian 34 Pemerintah Pusat Badan Pemeriksa Keuangan IHPS II Tahun 2014 keuangan KL, dan
ketidakhandalan data untuk penyusunan laporan keuangan.
 Penerapan aplikasi SPAN dan SAKTI tidak sesuai jadwal yang ditetapkan sehingga belum dapat
berjalan secara efektif untuk mencapai tujuan program Reformasi Penganggaran dan Perbendaharaan
Negara (RPPN). Akibatnya, antara lain, tujuan pengembangan aplikasi yang terintegrasi antara KL dan
BUN melalui aplikasi SPAN dan aplikasi SAKTI belum tercapai dan menu aplikasi SPAN belum
seluruhnya berfungsi secara optimal.
 Persiapan yang dilakukan K/L dalam rangka penerapan SAP berbasis akrual belum memadai. Hasil
survei terhadap 52 dari 83 KL yang telah memberikan feedback, menunjukkan antara lain sebanyak
19,23% K/L belum melakukan komunikasi internal terkait rencana penerapan SAP berbasis akrual
2015. Selain itu, sebanyak 36,53% K/L belum melakukan pemetaan kebutuhan SDM dan sebanyak
46,15% K/L belum mengalokasikan anggaran khusus. Akibatnya, K/L dapat mengalami kendala dalam
penerapan SAP berbasis akrual.
Terhadap permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar:
 Melaksanakan reviu atas peraturan yang baru ditetapkan pada akhir 2014 untuk memastikan
keselarasannya dengan peraturan lain yang terkait dengan penerapan pelaporan keuangan berbasis
akrual.
 Melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan evaluasi atas peraturan yang telah ditetapkan untuk
memitigasi risiko jangka waktu yang pendek dalam memahami peraturan yang baru dalam
penerapan SAP berbasis akrual.
 Memastikan penerapan aplikasi SPAN sesuai jadwal dan membuat mitigasi risiko apabila terjadi
penyimpangan dalam penerapan aplikasi SPAN.
 Bersama-sama dengan menteri/ pimpinan lembaga agar menyusun dan melaksanakan monitoring
dan evaluasi terhadap pelaksanaan kesiapan penerapan SAP berbasis akrual pada K/L dan segera
melakukan pembinaan intensif terhadap K/L yang menghadapi kendala. (MN)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 5
Download