BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi adalah sebuah proses yang diberi nama oleh ilmuan Louis Pasteur yang mengaplikasikan pemanasan untuk membunuh bakteri patogen didalam makanan. Dalam dunia industri, istilah pasteurisasi berarti proses pemanasan dari setiap partikel susu atau produk susu (IDFA, 2009). Pasteurisasi dilakukan untuk menghilangkan bakteri – bakteri patogen yang kemungkinan sering dikandung oleh susu segar. Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar nomor 01-3141-1998 dijelaskan bahwa Susu Segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apa pun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat – syarat tertentu. Bakteri – bakteri patogen yang kemungkinan sering dikandung oleh susu segar antara lain Salmonella, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, Campyolobacter jejuni, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Terdapat beberapa metode yang terus berkembang dalam melakukan pasteurisasi. Metode pasteurisasi dapat dibedakan berdasarkan temperatur proses yang digunakan, atau waktu dari pemanasan. Berikut adalah metode – metode dalam pasteurisasi yang dijelaskan dalam Tabel 2.1. 6 7 Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.1 Metode – Metode Pasteurisasi Temperature Time Pasteurization Type 63oC 30 minutes Vat Pasteurization 72oC 15 seconds High Temperature Short Time (HTST) 89oC 1,0 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST) o 90 C 0,5 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST) o 94 C 0,1 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST) 96oC 0,05 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST) 100oC 0,01 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST) 138oC 2,0 seconds Ultra Pasteurization (UP) (sumber: IDFA, 2009) Sebagai pangan yang berasal dari hewan, susu bersifat mudah rusak (perishable food) (SNI 3141-1-2011). Oleh karena itu, proses pengolahan susu harus tetap dapat menjaga kandungan nutrisi yang ada didalam susu tersebut. Susu pasteurisasi memiliki keunggulan dari segi kerusakan nutrisi yang terjadi. Pemanasan pada pasteurisasi menyebabkan kerusakan nutrisi pada susu, akan tetapi kerusakan tersebut sangat kecil karena pemanasan terjadi dalam waktu singkat. Hal ini jelas sangat lebih baik apabila dibandingkan dengan susu bubuk yang mengalami kerusakan protein sebesar 30% (Anonim, 2011). Pasteurisasi dapat dilakukan secara batch ataupun kontinyu. Pasteurisasi batch biasanya dilakukan pada temperatur 63oC selama 30 menit dan biasa disebut vat pasteurization. Pasteurisasi jenis ini memiliki waktu proses yang lama serta temperatur yang rendah sehingga sering disebut juga pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time). Pasteurisasi dengan sistem ini biasanya dilakukan pada industri skala kecil. Pasteurisasi dengan sistem ini membutuhkan konsumsi energi yang besar dan kapasitas produksi yang dapat dihasilkan juga lebih sedikit apabila dibandingkan dengan sistem kontinyu, sehingga apabila diaplikasikan dalam dunia industri, kemungkinan terjadinya kerugian cukup besar. Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 8 Bab II Tinjauan Pustaka Pasteurisasi secara kontinyu biasa dilakukan dengan temperatur minimal o 72 C selama 15 detik atau juga biasa disebut pasteurisasi High Temperatur Short Time (HTST). Pasteurisasi kontinyu biasa dilakukan oleh industri skala menengah dan skala besar karena kapasitas setiap hari yang dapat dihasilkan sangat besar. Selain itu, konsumsi energi yang digunakan jauh lebih hemat daripada sistem batch. Industri besar seperti Ultra, Indomilk, dan lainnya biasa menggunakan temperatur yang lebih tinggi dari pasteurisasi HTST dengan waktu tinggal yang lebih singkat juga, proses tersebut biasa disebut pasteurisasi UHT (Ultra Heat Temperature). Pasteurisasi UHT ini memiliki setting temperatur sebesar 138oC dan waktu tinggal selama 2 detik. 2.2 Jenis Perpindahan Panas Mekanisme perpindahan panas dibagi kedalam 3 jenis, yaitu konveksi, konduksi, dan radiasi. Dari kedua perpindahan panas tersebut, hanya konduksi dan konveksi yang berperan dalam Pasteurisasi. 2.2.1 Perpindahan Panas Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas melalui material yang tetap, misalnya pada dinding. Arah perpindahan panas tegak lurus pada dinding apabila permukaannya datar. Proses perpindahan panas secara konduksi, dapat dijelaskan seperti terlihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi pada Dinding (Sumber : Geankoplis, 2003) Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 9 Bab II Tinjauan Pustaka Jika dalam suatu bahan kontinyu terdapat perbedaan temperatur, maka kalor akan mengalir menuju tempat dengan kalor lebih rendah tanpa disertai oleh gerakan zat. Aliran kalor seperti ini disebut konduksi atau hantaran. Untuk mengetahui besarnya konduksi yang mengalir melalui suatu bahan digunakan Hukum Fourier. Besarnya perpindahan panas secara konduksi adalah berbanding langsung dengan luas yang dilalui, beda suhu dan sifat bahan (konduktivitas panas) serta berbanding terbalik dengan tebal bahan yang dilaluinya. Sehingga besarnya aliran panas adalah : dq = k A [- ௗ௧ ௗ௫ ] Pers 2.1 Tanda negatif pada (-dt/dx) menunjukkan bahwa temperatur pada permukaan panas lebih tinggi dari pada temperatur pada permukaan dinding. Konstanta proporsional k diperoleh dengan percobaan berdasarkan persamaan 1 dan harganya besar untuk material perambat panas, tetapi kecil untuk isolator panas. Persamaan 1 berlaku untuk luas permukaan yang konstan, dan karenanya bersifat khusus. Secara umum persamaan 1 dapat ditulis sebagai berikut : q=kA[- ௗ௧ ௗ௫ ] Pers 2.2 Keterangan : q = Laju perpindahan panas (Watt) k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m2.K) A = Luas area (m2) 2.2.2.1 Perpindahan Panas Melalui Dinding Pipa Dalam aliran panas melalui dinding datar, luas yang dilaluinya konstan untuk seluruh jarak yang ditempuhnya. Hal yang demikian tidak terjadi dalam aliran panas melalui dinding pipa. Luas untuk aliran panas berubah – ubah dari Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 10 Bab II Tinjauan Pustaka dinding dalam sampai dinding luar pipa. Dengan memperhatikan Gambar 2.3, maka luas perpindahan panas pada jari-jari r adalah 2πrL, dan seandainya panas mengalir dari dalam keluar, maka gradien temperatur adalah (-dt/dr). Dengan demikian persamaan 2 berubah menjadi : q = 2πrLk [- ௗ௧ ௗ ] Pers 2.3 Keterangan : q = Laju perpindahan panas (Watt) k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m2.K) L = Panjang silinder (m) r = Jari - jari (m) Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Pipa (Sumber : Geankoplis, 2003) 2.2.2 Perpindahan Panas Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas diantara fluida yang lebih panas dan lebih dingin karena keduanya mengalami kontak. Fluida dingin yang dekat kepada permukaan panas menerima panas dan kemudian memberikannya kepada bulk fluida dingin ketika mengalami kontak, hal ini terjadi karena adanya gerakan fluida. Dalam konveksi dikenal 2 cara yaitu konveksi bebas atau konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi bebas atau alami adalah konveksi yang terjadi akibat berkontaknya permukaan padat dengan gas atau cairan di sepanjang permukaan tersebut dan konveksi alami terjadi pada fluida yang tidak mengalir. Sedangkan konveksi paksa adalah peristiwa perpindahan panas yang terjadi pada Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 11 Bab II Tinjauan Pustaka fluida yang mengalir. Peristiwa perpindahan panas ini dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan berikut : dq = h A dt Pers 2.4 dimana, h adalah koefisien perpindahan panas (Btu/jam.ft2.oF) yang dipengaruhi oleh sifat-sifat fluida dan pengadukan. Persamaan 4 dapat ditulis dalam bentuk hasil integrasi, yaitu : q = h A ∆t Pers 2.5 Keterangan : q = Laju perpindahan panas (Watt) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K) A = Luas area (m2) ∆t = Perbedaan suhu (K) (a) (b) Gambar 2.3 Perpindahan Panas Secara Konveksi (a) pada dinding (b) silinder (Sumber : Geankoplis,2003) 2.3 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah kemampuan keseluruhan dari serangkaian hambatan konduksi dan konveksi untuk perpindahan panas. Hal ini umumnya diterapkan pada perhitungan perpindahan panas dalam alat penukar Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 12 Bab II Tinjauan Pustaka panas. Untuk kasus penukar panas, dapat digunakan untuk menentukan perpindahan panas total antara dua aliran dalam penukar panas oleh hubungan sebagai berikut : q = U A ∆Tlm Keterangan : q U = Koefisiensi perpindahan panas keseluruhan (W/m2K) A = Luas area (m2) Pers 2.6 = Laju perpindahan panas (Watt) ∆Tlm = Beda suhu rata – rata logartmik (K) 2.4 Bilangan Tak Berdimensi Dalam analisis dimensional, bilangan tak berdimensi adalah bilangan yang tidak memiliki unit fisis melainkan hanyalah bilangan. Bilangan itu pada umumnya didefinisikan sebagai produk atau rasio atau satuan yang memiliki unit. Contoh yang lebih mudah untuk dipahami adalah ketika seorang penyortir buahbuahan di suatu industri mengatakan bahwa setiap dua puluh buah apel terdapat satu apel busuk, maka rasio apel busuk dengan apel secara keseluruhan adalah 1/20. Bilangan tersebut adalah satuan tak berdimensi. Contoh lainnya dalah ilmu keteknikan dan fisika adalah pengukuran sudut bidang miring. Sudut umumnya diukur menggunakan rasio panjang dan tinggi yang selalu spesifik setiap sudut. Rasio tersebut, panjang dibagi tinggi, adalah satuan tak berdimensi. 2.4.1 Bilangan Grashof Bilangan Grashof, NGr, adalah bilangan tidak berdimensi yang digunakan dalam korelasi perpindahan panas dan massa karena induksi termal konveksi alami pada permukaan padat yang terendam di dalam cairan. Persamaan umum yang digunakan untuk mencari bilangan tersebut adalah : Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 13 Bab II Tinjauan Pustaka (untuk plat vertikal ) Pers 2.7 (untuk pipa ) Pers 2.8 (untuk bluff bodies ) Pers 2.9 Keterangan : g = Percepatan Gravitasi β = volumetric thermal expansion coefficient (1/T, untuk fluida ideal, dimana T adalah temperature absolut) (1/K) Ts = Temperatur Permukaan (K) T∞ = Temperatur Bulk (K) L = Panjang (m) D = Diameter (m) ν = kinematic viscosity Bilangan Grashof adalah rasio antara daya apung akibat variasi spasial dalam densitas fluida yang disebabkan oleh perbedaan suhu dengan kekuatan penahanan karena viskositas fluida. Jika bilangan Grashof dibawah 108 maka pergerakan fluida karena konveksi natural termasuk kedalam rezim laminar, sedangkan jika bilangan Grashof diatas 109 termasuk kedalam rezim turbulen. Antara 108 – 109 terjadi rezim transisi. Harga tersebut berlaku untuk konveksi natural dari plat vertikal. 2.4.2 Bilangan Nusselt Dalam perpindahan panas di batas atau permukaan dalam cairan, Bilangan Nusselt adalah rasio konvektif untuk perpindahan panas konduktif di batas normal. Dalam konteks ini, konveksi meliputi adveksi dan konduksi. Persamaan umum yang digunakan untuk mencari bilangan tersebut adalah : Pers 2.10 Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 14 Bab II Tinjauan Pustaka Jika bilangan Nusselt kurang dari 1, perpindahan panas bersifat konduktif. Sebaliknya jika bilangan Nusselt jauh lebih besar dari 1, maka perpindahan panasnya bersifat konvektif. 2.4.3 Bilangan Prandtl Bilangan Prandtl, NPr adalah parameter non dimensional yang menyatakan rasio difusivitas momentum (viskositas kinematik) dan difusitas thermal. Persamaan umum yang digunakan untuk mencari bilangan tersebut adalah : Pers 2.11 Keterangan : v = kinematic viscosity (m2/s) α = thermal diffusivity (m2/s) µ = viskositas ( Pa s = N s/m2) k = koefisien konduktivitas panas (W/m K) Cp = kapasitas panas(J/kg K) ρ = densitas (kg/m3) Dalam masalah perpindahan panas, nilai Bilangan Prandtl mengontrol ketebalan relatif momentum dan lapisan batas termal. Ketika NPr kecil, itu berarti bahwa panas berdifusi sangat cepat dibandingkan dengan kecepatan (momentum), maka untuk logam cair yang memiliki Bilangan NPr kecil ketebalan lapisan batas termal jauh lebih besar dari lapisan batas kecepatan. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat nilai Bilangan Prandtl dari berbagai zat. Tabel 2.2 Bilangan Prandtl dari berbagai zat. Jenis Zat Gases Water Liquid Metals Oils Bilangan NPr 0,7 – 1,0 1 – 10 0,001 – 0,03 50 – 2.000 Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 15 Bab II Tinjauan Pustaka 2.5 Protein Protein merupakan polipeptida yang disusun oleh lebih dari 100 buah asam amino yang berikatan satu sama lain melalui ikatan peptida dan dalam urutan yang khas. Asam amino yang menyusun protein mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam dan gugus amino (-NH2) yang bersifat basa. Protein memiliki sifat fungsional yang berperan penting dalam membentuk karakteristik pangan, yaitu sebagai pengemulsi, pengikat air, pembentuk gel, kekentalan, penyerap lemak dan pembentuk buih. Sifat fungsional protein dapat dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik, dan temperatur dari sistem pangan. Protein dapat mengikat air disebabkan oleh adanya gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan. Daya ikat protein dipengaruhi oleh pH, garam, dan temperatur. Sifat emulsifikasi protein disebabkan oleh sifat hidrofilik dan hidrofobik protein, dimana sisi hidrofilik akan mengikat air dan sisi hidrofobik akan mengikat lemak. Adanya sisi aktif ini menyebabkan beberapa protein dapat berfungsi sebagai enzim yang mempercepat reaksi – reaksi biologis. 2.5.1 Denaturasi Protein Denaturasi protein adalah terjadinya modifikasi struktur sekunder, tersier, kuarter dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida. Perubahan struktur protein ini biasanya menyebabkan perubahan sifat fisika – kimia dari protein. Protein yang telah mengalami proses denaturasi, disebut protein terdenaturasi. Denaturasi protein dapat terjadi akibat pemanasan baik sebentar maupun lama. Semakin lama bahan yang mengandung protein terpanaskan, atau semakin besar temperatur dari pemanas, maka semakin banyak protein yang dapat terdenaturasi. Selain itu, denaturasi protein juga dapat terjadi dengan penambahan asam yang menyebabkan perubahan pH yang ekstrim, pengaruh pelarut organik (seperti alkohol dan aseton), dan penambahan garam (seperti CaSO4). Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 16 Bab II Tinjauan Pustaka Salah satu contoh umum dari denaturasi protein, dapat dilihat dari susu yang sudah dipanaskan. Denaturasi protein pada susu dapat diidentifikasi secara visual. Ketika terjadi denaturasi protein, akan terlihat gumpalan – gumpalan putih terbentuk akibat berkurangnya sifat kelarutan dari protein. Akan tetapi, yang denaturasi protein tidak selamanya diikuti dengan terjadinya koagulasi. Berikut adalah Gambar 2.5 yang menunjukan terjadinya koagulasi akibat denaturasi protein. Gambar 2.4 Susu Terdenaturasi Kebanyakan protein kehilangan fungsi biologisnya ketika terdenaturasi. Dalam banyak protein (tidak seperti putih telur), denaturasi adalah reversibel (protein bisa mendapatkan kembali bentuk asal mereka ketika pemicu denaturasi dihilangkan (Anonim, 2011). 2.5.2 Metode Analisis Kuantitatif Protein Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya metode Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry, metode pengikatan zat warna (dye binding), dan metode Titrasi Formol. Masing – masing dari metode tersebut mempunyai prinsip kerja serta keunggulan – kelemahan yang berbeda – beda, berikut adalah penjelasan singkat dari metode – metode tersebut. 2.5.2.1 Metode Kjeldahl Metode penetapan protein dengan metode Kjeldahl dapat digunakan untuk analisis protein pada semua jenis bahan pangan. Prinsip penetapan protein Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 17 Bab II Tinjauan Pustaka berdasarkan metode Kjeldahl adalah mengukur jumlah nitrogen yang ada dalam suatu bahan pangan, yang dimana jumlah nitrogen tersebut akan berkolerasi dengan jumlah protein yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Salah satu kelemahan dari metode Kjeldahl adalah metode ini mengukur bukan hanya nitrogen pada protein, akan tetapi nitrogen pada non-protein juga. Dengan demikian, informasi kadar nitrogen dalam protein menjadi sangat penting untuk digunakan sebagai faktor konversi dalam perhitungan. Selain itu, penentuan protein dengan metode Kjeldahl membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 2 jam untuk setiap sampel. sekitar Prosedur utama dalam melakukan metode Kjeldahl ini adalah melakukan tahap penghancuran (dekstruksi), tahap netralisasi dan destilasi, dan yang terakhir adalah tahap titrasi. Hasil yang diperoleh merupakan kandungan protein kasar karena nitrogen yang terukur bukan hanya dari protein tetapi juga dari komponen non-protein yang mengandung nitrogen. Dalam analisis juga diperlukan contoh blanko yang akan digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan kadar protein. 2.5.2.2 Metode Biuret Prinsip kerja dari metode Biuret ini didasarkan pada ikatan peptida dari protein yang akan bereaksi dengan ion Cu2+ dan membentuk kompleks berwarna ungu. Intensitas warna ungu tersebut akan berbanding lurus dengan konsentrasi protein, dimana semakin meningkat intensitas warnanya, maka konsentrasi protein semakin besar. Intensitas warna ungu ini dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Metode Lowry Prinsip kerja dari metode Lowry didasarkan pada reaksi yang terjadi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptophan yang akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk tergantung pada kadar tirosin dan triptophan dalam protein. Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 18 Bab II Tinjauan Pustaka Metode Lowry ini mempunyai keuntungan karena 1000x lebih sensitif dari metode Biuret. 2.5.2.3 Metode Pengikatan Warna (Dye Binding) Metode analisis protein metode pengikatan zat warna merupakan penetapan protein secara tidak langsung. Zat warna mempunyai kemampuan bergabung dengan gugus polar protein yang bermuatan ion berlawanan. Kompleks tidak larut yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi atau penyaringan. Konsentrasi zat warna yang tidak terikat dapat diukur absorbansinya dan dengan bantuan kurva standar hubungan antara absorbansi dan kadar protein, maka protein dapat ditetapkan. 2.5.2.4 Metode Titrasi Formol Metode ini cukup cepat dan sederhana untuk dilakukan dalam analisis kuantitatif protein. Akan tetapi dalam segi keakuratan, metode ini cenderung mengukur protein lebih rendah dari kadar seharusnya. Penetapan protein dengan menggunakan metode titrasi formol ini banyak digunakan untuk analisis protein pada susu. Pada dasarnya, metode ini merupakan suatu titrasi asam basa. Prinsip kerja dari metode formol memanfaatkan reaksi gugus amino dari residu asam amino, seperti lisin dengan formaldehida (metanal). Reaksi ini menyebabkan terjadinya konversi gugus –NH2 menjadi gugus –N=CH2 yang menyebabkan kehilangan sifat basa dan meningkatkan keasaman protein. Peningkatan keasaman protein protein ini kemudian diukur secara titrasi dengan menggunakan sodium hidroksida standar dengan phenolptalein sebagai indikatornya. Titrasi formol terdiri dari 2 kali titrasi oleh NaOH, titrasi pertama bertujuan untuk menetralkan susu, dan yang kedua bertujuan untuk mencari besar volume dari titrasi formol itu sendiri. Titik akhir titrasi adalah titik dimana larutan sudah berubah menjadi warna merah muda (pink). Peningkatan keasaman pada larutan berkolerasi dengan besar dari kadar protein dalam susu tersebut. Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 19 Bab II Tinjauan Pustaka Dalam menentukan kadar protein sesungguhnya dalam suatu sampel susu, digunakan sebuah angka konversi yang sudah ditentukan untuk susu. Berikut adalah rumus untuk mengkonversi volume titrasi yang didapat menjadi kadar protein yang didapat. Pada susu, digunakan faktor konversi = 1,83 % protein susu = 1,83 x ml titrasi formol atau ܽ %N = ܾ ݔ10 x N NaOH x 14,008 x fp % protein = % N x fk Keterangan : a = titrasi formol fp = faktor pengenceran b = berat sampel (gr) fk = faktor konversi Faktor konversi %N menjadi protein dari setiap bahan pangan berbeda – beda. Berikut adalah Tabel 2.3 yang menjelaskan tentang besar faktor konversi %N menjadi protein da\ri setiap bahan pangan. Tabel 2.3 Faktor Konversi Nitrogen Menjadi Protein X Faktor Konversi (%N Dalam Protein) (100/X) Campuran 16,00 6,25 Daging 16,00 6,25 Maizena 16,00 6,25 Roti, Gandum, Makaroni 16,00 6,25 Susu dan Produk Susu 15,66 6,38 Tepung 17,54 5,70 Telur 14,97 6,68 Gelatin 18,02 5,55 Kedelai 17,51 5,71 Beras 16,81 5,95 Jenis Pangan Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 20 Bab II Tinjauan Pustaka 2.5.3 Standar Protein dalam Susu Sapi Standar protein dalam susu sapi segar dan hasil olahanya dapat dijelaskan oleh Tabel 2.4. Selain Protein, Tabel 2.4 Karakteristik Fisikokimia dan Parameter Susu Cair Sumber : (1): SNI 01-3141-1998; (2): SNI 01-3951-1995 (A: Susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa; B: susu pasteurisasi diberi penyedap cita rasa); (3): SNI 01-39501998 (A: susu UHT tawar; B: susu UHT yang diberi penyedap cita rasa) Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 21 Bab II Tinjauan Pustaka 2.6 Bakteri Pada susu sapi segar, berbagai mikroba tumbuh dan berkembang dengan baik. Dua kelompok utama mikroba tersebut adalah bakteri dan fungi. Bakteri merupakan mikroba bersel satu dengan ukuran 0,4-1,5 µm dan mempunyai berbagai macam bentuk mulai berbentuk bulat, panjang dan spiral (Widodo, 2003). Bakteri tersebar luas di lingkungan baik di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, dalam lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh (Gaman dan Sherrington,1994), dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, kolonisasi bakteri sangatlah mempengaruhi kondisi tubuh manusia, terutama bakteri patogen. Bakteri temasuk organisme prokariot yang bersifat khas. Sel bakteri berisi massa sitoplasma dan beberapa bahan inti (tidak memiliki inti sel yang jelas). Sel dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Bakteri bereproduksi dengan cara pembelahan biner sederhana, yaitu merupakan tipe pembiakan yang terjadi secara aseksual (Suendra dkk., 1991). Bakteri dalam susu dapat berasal dari sapi itu sendiri atau dari luar. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Adanya aktivitas bakteri dalam susu maka susu menjadi asam, mempunyai rasa dan bau yang kurang baik, tetapi ada bakteri yang menguntungkan sehingga dipilih sebagai kultur untuk fermentasi susu. (Nurliyani, 2008). Pada susu sapi segar terkandung dua jenis bakteri merugikan yaitu bakteri saprofit dan juga bakteri patogen. Bakteri saprofit dapat merusak fisik susu dan mempercepat pembusukkan susu dan bakteri saprofit seperti yang telah dibeberkan di atas, pembawa penyakit. Berikut adalah bakteri, yang umumnya, terdapat pada susu segar Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 22 Bab II Tinjauan Pustaka 1) Enterobacteriaceae Golongan bakteri Enterobacteraceae merupakan sekelompok besar dari bakteri Gram negatif, tidak berspora, berbentuk batang kecil. Beberapa genus Enterobacteriaceae penting bagi kesehatan masyarakat karena menimbulkan wabah keracunan pangan dan penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan yang cukup serius. Beberapa genus Enterobacteriaceae meliputi : a) Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7µm, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bakteri ini banyak ditemukan didalam usus manusia sebagai flora normal. Escherichia coli biasanya juga terdapat dalam alat pencernaan hewan (Anonim, 1987). Selain itu Escherichia coli sering digunakan sebagai indikator kualitas sanitasi dalam air maupun susu (Anonim, 2008). Escherichia coli merupakan bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia dan hewan. Bakteri ini selalu dihubungkan dengan penyakit diare pada manusia dan sering ditemukan dalam feses sehingga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran air dan makanan oleh feses. Bakteri ini juga dapat menimbulkan penyakit infeksi saluran kemih, sepsis dan meningitis (Anonim, 1996). b) Shigella Shigella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5 - 0,7µm x 2-3µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar akan tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggir pinggir utuh (Anonim, 1994). Shigella biasanya terdapat dalam alat pencernaan hewan, selain itu shigella juga dapat menyebabkan kerusakan pada susu melalui udara, debu, alat pemerahan, maupun dari manusia (Buckle dkk., 1987). Biasanya disentri Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 23 Bab II Tinjauan Pustaka basiler atau shigellosis adalah penyakit infeksi usus akut yang disebabkan oleh shigella (Anonim, 1993). c) Klebsiella Klebsiella merupakan kelompok bakteri Gram negatif, berbentuk batang, non motil, mempunyai kapsul, dan koloni sangat berlendir, koloni besar sangat mukoid dan cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah motil (Anonim, 2001). Seperti halnya Escherichia coli, Klebsiella merupakan bakteri yang sering digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Anonim, 2008). Klebsiella terdapat dalam saluran nafas dan feses pada sekitar 5 % orang normal. Bakteri ini menyebabkan pneumonia, infeksi saluran kemih, dan peradangan saluran nafas (Anonim,1996). d) Enterobacter Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat Gram negatif membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar keseluruh permukaan, dapat membentuk asam dan gas (Anonim, 2001). Enterobacter tidak merupakan flora normal di dalam saluran pencernakan, dapat hidup bebas serta menyebabkan infeksi saluran kemih dan sepsis (Anonim,1996). 2) Pseudomonas Pseudomonas adalah bakteri aerob tetapi dapat mempergunakan nitrat dan arginin sebagai elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang berbentuk batang, Gram negatif, bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih, ukuran 0,8-1,2µm. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik pada 37°C-42°C (Anonim, 2001). Bakteri Pseudomonas biasanya terdapat dalam air susu mentah yang belum dipasteurisasi (Anonim, 1993). Selain itu juga sebagai sumber kontaminasi kontak pada puting susu secara langsung oleh manusia (Anonim, 1999). Pseudomonas terdapat dalam flora usus normal dan Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 24 Bab II Tinjauan Pustaka kulit manusia dalam jumlah kecil. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada orang yang mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau orang yang sebelumnya memakai alat-alat bantu kedokteran seperti kateter (pada penderita infeksi saluran kemih) dan respirator (pada penderita pneumonia) (Anonim,1994). 3) Micrococcaceae Spesies dari famili ini adalah Gram positif, tidak berspora, bersifat katalase positif yang dapat tersusun secara tunggal, berpasangan, tetrad atau kelompok kecil. Dua genus yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus dan Staphylococccus. Kelompok Staphylococci yang terpenting dalam makanan adalah Staphylococcus aureus. Pada waktu pertumbuhan, organisme ini mampu memproduksi suatu enterotoksin yang cukup berbahaya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan (Buckle dkk., 1987). Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster (menggerombol) yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba (Jawetz dkk., 2001). Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 20ºC-35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat dan mengkilat (Jawetz dkk., 2001). Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun hewan. Beberapa jenis bakteri ini dapat membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri Staphylococcus aureus juga merupakan salah satu penyebab penyakit Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 25 Bab II Tinjauan Pustaka Mastitis (radang kelenjar susu). Bakteri ini masuk melalui puting susu dan berkembang biak dalam saluran susu. Beberapa kelompok mikroorganisme mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk hidup. Kondisi lingkungan yang ekstrim ini menuntut adanya toleransi, mekanisme metabolisme, dan daya tahan sel dari bakteri yang unik. Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, kelembapan, dan cahaya. 1. Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi bakteri. Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 4 golongan: Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30 °C, dengan suhu optimum 15 °C. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55 °C, dengan suhu optimum 25° – 40 °C. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara 40° – 75 °C, dengan suhu optimum 50 - 65 °C Bakteri hipertermofil, yaitu bakteri yang hidup pada kisaran suhu 65 114 °C, dengan suhu optimum 88 °C. 2. Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban relatif (relative humidity, RH) yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai kandungan air yang terdapat di udara. Pengurangan kadar air dari protoplasma (Protoplasma terdiri dari campuran molekul kecil seperti ion, asam amino, monosakarida dan air, dan makromolekul seperti asam nukleat, protein, lipid dan polisakarida) menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan. Sebagai contoh, bakteri Escherichia coli akan mengalami penurunan daya tahan dan elastisitas dinding selnya saat RH lingkungan kurang dari 84%. Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu 26 Bab II Tinjauan Pustaka 3. Secara umum, bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya normal. Akan tetapi, paparan cahaya dengan intensitas sinar ultraviolet (UV) tinggi dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri. Teknik penggunaan sinar UV, sinar x, dan sinar gamma untuk mensterilkan suatu lingkungan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya dikenal dengan teknik iradiasi yang mulai berkembang sejak awal abad ke-20. Metode ini telah diaplikasikan secara luas untuk berbagai keperluan, terutama pada sterilisasi makanan untuk meningkatkan masa simpan dan daya tahan. Beberapa contoh bakteri yang mampu dihambat ataupun dihilangkan antara lain Escherichia coli and Salmonella. Tabel 2.3 : Bakteri Saprofit dan Patogen pada Susu Sapi Jenis Nama Bakteri E. coli dan Aerobacter aerogenes dari genus Proteus,Clostridium Saprofit Alkaligenes viscolactis Pseudomonas syncyanea Serratia marcescens Streptococcus pyogenes dan S. Patogen agalactiae Mycobacterium tubercolosis Efek dapat melakukan fermentasi terhadap laktosa sehingga menghasilkan asam2 organik, CO2 & H, hal ini dapat menurunkan kualitas air susu. keempat bakteri ini memegang peranan penting dalam pembusukan air susu karena mampu menguraikan protein spesies ini menyebabkan air susu berlendir spesies ini menyebabkan air susu berwarna biru spesies ini menyebabkan air susu berwarna merah kedua spesies ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan pada manusia. spesies ini menyebabkan penyakit TBC Sumber : http://qforq.multiply.com/journal/item/8?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal% Perancangan dan Pembuatan Segmen Holding Tube Untuk Simulator Pasteurisasi Kontinyu Serta Karakterisasi Denaturasi Protein Susu