PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Berliana Simbolon NIM: 091124037 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI SKRIPSI KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI SKRIPSI KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) Dipersiapkan dan ditulis oleh Berliana Simbolon NIM : 091124037 iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina, yang telah memberi perhatian, cinta, doa, serta dukungan kepada saya selama menjalani kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Komunitas Fonte Colombo, keluargaku, sahabat dan teman-temanku yang telah memberi dukungan dan kepercayaan dengan caranya masing-masing. iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Motto “Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu” (Ams 16:3) v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak menurut karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 19 Desember 2014 vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama: Berliana Simbolon Nim : 091124037 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD). Dengan demikian saya memberi hak kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari penulis maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya perbuat terimakasih. vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRAK Skripsi ini berjudul KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD). Penulis memilih judul ini bertolak dari kesan pribadi akan para SFD yang sedang berkarya pada saat ini, yakni kurang menghayati makna doa dalam hidup hariannya. Hal ini dapat disebabkan oleh kesibukan dalam berkarya sehingga ada kecenderungan untuk memprioritaskan pekerjaan dari pada doa. Para SFD mesti bercermin pada hidup Kristus yang selalu menyediakan waktu untuk berdoa. St. Fransiskus dan Sr. Pendahulu (Muder Yohanna Yesus, dan Muder Constantia van der Linden) juga meneladan hidup Yesus. Mereka meneladani hidup Yesus yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah lewat sikap dan tindakannya dalam karya pelayanan-Nya. Untuk menimba kekuatan dari hidup doa, para SFD diharapkan berusaha terus-menerus meneladani Yesus, Sang Pendoa. Menanggapi situasi dan permasalahan di atas, penulis menggunakan kajian pustaka dengan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi dalam membantu menghayati hidup doa berdasarkan spiritualitas SFD. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna membantu para SFD untuk semakin memaknai hidup doa dalam karya pelayananya. Maka, untuk membantu para SFD dalam meningkatkan hidup doa, penulis mengusulkan program pendalaman iman dalam bentuk katekese dengan model SCP. Model ini dianggap relevan karena menggarisbawahi peran-keberadaan peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab. Berdasar pada refleksi kritis atas pengalaman hidupnya dalam kaitannya dengan situasi konkret, peserta sebagai subyek secara aktif dan kreatif menghayati imannya dan dapat mewujudkan dalam pelayanannya. Melalui katekese ini, para SFD diharapkan terbantu dalam menghayati dan meningkatkan makna hidup doa dalam karya pelayanan melalui tugas perutusan yang sudah dipercayakan kepada masing-masing anggota SFD. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT This writing entitled KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) (The Explanation of Purpose of the Life of Prayer in the Mission of Sisters Franciscan Minor). The author chose this title based on the personal impression towards the sisters who are now in their ministries, it seems that they have such a lack of “awareness” of the purpose of prayer in their daily lives. This might be caused by their businesses in ministries that they have such a tendency to give priority for the work than the prayer. The sisters have to reflect to Christ’s life who always spares his time to pray. St. Francis of Asisi and the Former Sister (Sr. Yohanna of Jesus and Sr. Constantia van der Linden) also imitated that Jesus’ lifestyle. This thing became real in surrendering His will according to God’s through his actions in His missions. To have such power from the life of prayer, the Sisters continuously are suggested to able to imitate Jesus, the Man of Prayer. To respond the situation and problem above, the author (in this writing) uses descriptive method that needs some literatures. The author learned and studied some spirituality books which are published by the order in helping the Sisters to live the life of prayer according to the spirituality of SFD. The author also uses some books from another sources which are relevant to enrich and deepen the thought and spiritual reflection to help the Sisters to define the life of prayer in their ministries. For that reason, to help the Sisters in increasing the life of prayer, the author proposes a program of growth of faith in a form of catechesi with model SCP. This model is seen as a relevant form because stresses the action and the present of the members as a free and responsible subject. Based on critical reflection on his life experience and in line with the concrete situation, the member as subject actively and creatively live his faith and can fulfill it. Through this program, the Sisters should feel helped in living and increasing the purpose of life of prayer in their missions which are given to each sister of SFD. ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah yang mahabaik, berkat bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan skripsi ini dengan judul KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD). Penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana sastra 1 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menghadapi kesulitan, tantangan kegembiraan sukacita dan semua pengalaman teresebut memperkaya wawasan penulis. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dilalui karena bantuan dan dukungan serta doa-doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada: 1. Rm. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., SJ., M.Ed, selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, perhatian, membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi gagasan, refleksi, inspirasi dan kritikan yang membangun sehingga memotivasi penulis menuangkan ide dalam menyelesaikan skripsi ini sampai akhir. ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. Bpk. FX. Dapiyanta, SFK., M.Pd, selaku dosen penguji kedua sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, dukungan, semangat kepada penulis sampai penyelesaian penulisan sikripsi ini. 3. Bpk. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd, selaku dosen penguji ketiga yang telah mendukung dan memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini. 4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi, membekali, pengetahuan dan ketrampilan kepada penulis selama menjalani masa studi hingga akhir penyelesaian sikripsi ini. 5. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku pemimpin kongregasi SFD yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma. 6. Para saudariku komunitas Fonte Colombo serta semua suster yang pernah tinggal bersama dengan penulis selama studi di Yogyakarta yang memberi dukungan, perhatian dan doa selama menempuh studi. 7. Teman-teman mahasiswa angkatan 2009/2010 (Fery Fredericus, Sr. Felisitas, PIJ, Sr. Verena, SSps, Tri Agnes, Bernadetta Linda Kusumawati, Maria Herlina Nahak, Yosefina Serfiana Mea) yang telah memberi perhatian, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam studi dan atas kerjasama yang baik selama perjalanan studi. 8. Sahabat dan kenalan serta siapa saja yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selama ini dengan tulus membantu dan memberikan perhatian kepada penulis sehingga selesainya skripsi ini. iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9. Orang tua dan seluruh anggota keluarga yang dengan setia memberikan dukungan, doa, cinta, perhatian dan motivasi selama ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya yang selama ini memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritikan dan saran dari pembaca demi perbaikan lebih lanjut. Penulis berharapa semoga sikripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para suster SFD. Yogyakarta, 19 Desember 2014 iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... iv MOTTO ............................................................................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................. vii ABSTRAK ..................................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................................... ix KATA PENGANTAR....................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4 C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 5 D. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 5 E. Metode Penulisan .................................................................................................. 5 F. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 6 BAB II. DOA DAN KARYA PELAYANAN DALAM HIDUP RELIGIUS v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI A. Doa dalam Hidup Religius .................................................................................... 8 1. Pengertian Doa ................................................................................................ 9 2. Fungsi doa ..................................................................................................... 12 3. Bentuk-bentuk Doa ....................................................................................... 13 a. Doa Lisan ................................................................................................ 14 b. Doa Renung ............................................................................................. 15 c. Doa Batin................................................................................................. 15 4. Ciri-ciri Doa Kristen ...................................................................................... 17 a. Doa kepada Allah Bapa ........................................................................... 17 b. Doa dalam Nama Yesus .......................................................................... 18 c. Doa Pengantaraan Yesus Kristus ............................................................ 19 d. Doa dalam Roh Kudus ............................................................................ 20 5. Persoalan Doa ................................................................................................ 21 a. Kesukaran-kesukaran Doa...................................................................... 22 b. Pergumulan dalam Doa ........................................................................... 23 6. Peran Doa dalam Hidup Religius .................................................................. 24 a. Doa Berakar dalam Hidup Religius......................................................... 25 b. Hidup Berakar dalam Doa ....................................................................... 26 B. Karya Pelayanan Religius ................................................................................... 27 1. Misi Pelayanan Religius ................................................................................ 27 2. Pelayanan yang Profetis ................................................................................ 29 3. Macam-macam Karya Pelayanan Religius.................................................... 30 a. Liturgi ..................................................................................................... 31 b. Pewartaan ............................................................................................... 31 c. Persekutuan ............................................................................................ 32 d. Pelayanan ............................................................................................... 32 e. Kesaksian ............................................................................................... 33 C. Hubungan Doa dan Karya Pelayanan .................................................................. 34 1. Praktek Doa di Tengah-tengah Pelayanan Religius ...................................... 34 vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. Peran Doa dalam Pelayanan Religius ............................................................ 35 3. Pelayanan sebagai Wujud Doa ...................................................................... 36 a. Hubungan yang Akrab dengan Tuhan ..................................................... 37 b. Relasi terhadap Sesama ........................................................................... 38 BAB III. MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA A. Sejarah Awal Berdirinya Kongregasi SFD ......................................................... 40 B. Visi dan Misi SFD .............................................................................................. 47 C. Spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina ................................................ 50 1. Semangat Cinta Kasih ................................................................................... 51 2. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati............................................................. 53 3. Semangat Rajin dan Giat ............................................................................... 54 4. Lepas Bebas ................................................................................................... 55 5. Semangat Doa ............................................................................................... 56 D. Doa dan Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD ............................................. 60 1. Doa dalam Kongregasi SFD .......................................................................... 60 2. Pengertian Pelayanan .................................................................................... 61 3. Pelayanan dalam Gereja ................................................................................ 62 4. Pelayanan sebagai Fransiskan ....................................................................... 63 5. Tujuan Pelayanan .......................................................................................... 64 a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah ....................................... 65 b. Mendampingi dan Memberdayakan Orang-orang Kecil ......................... 66 6. Tantangan dalam Pelayanan Kongregasi SFD .............................................. 67 a. Tantangan Internal ................................................................................... 68 b. Tantangan Eksternal ................................................................................ 68 7. Jenis-jenis Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD ................................... 70 a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan .................................................. 70 b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan ................................................... 71 c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial .......................................................... 72 vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral ....................................................... 73 E. Makna Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD ................................................... 73 1. Doa sebagai Penopang dalam Pelayanan Para SFD ..................................... 74 2. Doa sebagai Sumber Kekuatan bagi Para SFD dalam Berkarya ................... 75 3. Doa sebagai Sumber Cinta Kasih dalam Pelayanan Para SFD ..................... 76 4. Doa sebagai Sumber Persatuan dengan Umat dalam Mewartakan Kerajaan Allah .............................................................................................................. 77 BAB IV KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USAHA MENINGKATKAN HIDUP DOA PARA SUSTER SFD DALAM KARYA PELAYANAN A. Komponen pokok dalam Katekese Shared Christian Praxis (SCP) ................... 78 1. Praksis ........................................................................................................... 78 2. Kristiani ......................................................................................................... 79 3. Shared............................................................................................................ 80 4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ........................................ 81 a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual .......................... 82 b. Langkah II: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual .... 83 c. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ............................................................................................... 84 d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta ............................................... 85 e. Langkah V: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ini .................................................................................... 86 B. Alasan Katekese Shared Christian Praxis (SCP) Digunakan sebagai Usaha Meningkatkan Hidup Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD ............................ 87 C. Usulan Program Katekese ................................................................................... 90 1. Pengertian program ....................................................................................... 90 2. Tujuan Program ............................................................................................. 91 3. Rumusan Tema dan Tujuan........................................................................... 91 viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. Petunjuk Pelaksanaan Program Kegiatan Katekese Umat Model SCP ......... 93 5. Matriks Program ............................................................................................ 94 6. Contoh Persiapan Katekese Model SCP ....................................................... 98 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................................ 121 B. Saran .................................................................................................................. 123 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 125 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lirik Lagu ................................................................................................. (1) Lampiran 2 : Teks Injil ................................................................................................... (3) ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR SINGKAT A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam sikripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Ams : Amsal Ef : Efesus Flp : Filipi Kid : Kidung Agung Kis : Kisah Para Rasul Luk : Lukas Mat : Mateus Mrk : Markus Rm : Roma Yoh : Yohannes 1 Sam : 1 Samuel x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979. GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II mengenai tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965. KGK : Katekismus Gereja Katolik KHK : Kitab Hukum Kanonik KWI : Konfrensis Wali Gereja Indonesia RM : Redemptoris Missio. Enssiklik (Surat Edaran) Bapa Suci Yohannes paulus II tentang Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990 VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para religius, 25 Maret 1996. C. Singkatan Lain AD : Anggaran Dasar dan cara hidup ordo ketiga regular Santo Fransiskus Asisi. diberikan di Roma oleh Paus Yohannes Paulus II pada 8 Desember 1982 AngTBul : Anggaran Dasar tanpa bulla Art : Artikel FAK : Fransiskus Asisi Karya-karyanya. Buku yang berisi karya-karya St. Fransiskus Asisi semasa Hidupnya. xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Konst : Konstitusi. SCP : Shared Christian Praxis SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia SFD : Suster Fransiskus Dina Tkapitel : Tengah Kapitel xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Konstitusi SFD (2007 art, 30-31) dirumuskan: Keyakinan penuh kepercayaan bahwa Allah adalah dasar penopang hidup dan bahwa dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan kita, membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata. Karena itu doa pribadi dan doa bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup kita. Dalam injil kita berjumpa dengan Yesus yang pada banyak saat kehidupan-Nya bersatu dengan Bapa dalam doa (Luk 11:1-4) Fransiskus dalam memuji dan bersyukur tidak mempunyai cukup perkataan untuk melagukan cinta kasih Tuhan terhadap manusia dan seluruh ciptaan-Nya (AngTBul 23). Tentang pendiri kongregasi kita tertulis, bahwa dalam hidup membiara mereka yang diperbaharui dan aktif, doa tetap mendapat tempat yang penting. Semua karya mereka ditopang oleh doa dan dalam segala kebutuhan mereka, doa itu menjadi pernaungan mereka yang besar. Pernyataan di atas menegaskan tentang betapa pentingnya doa bagi kehidupan para SFD. Doa menjadi penopang dan dasar hidup para SFD dalam seluruh hidup dan karyanya. Seperti Yesus atau juga seperti para kudus, pendiri dalam kongregasi SFD yang menjadikan doa sebagai sumber kekuatan spiritualnya, demikian juga doa merupakan kekuatan dan nafas hidup bagi para SFD. Dalam doa, umat beriman mempererat relasinya dengan yang ilahi. Dalam doa, umat beriman berjumpa dengan Allahnya. Hayon (1987:125) menyatakan “Doa adalah pengalaman perjumpaan dengan Allah dan sesama”. Dalam doa, para SFD mengungkapkan dirinya di hadapan Allah dan sekaligus menerima pernyataan diri Allah kepadanya. Dalam doa, para SFD mendengar sabda Tuhan dan menaruh perhatian terhadap karya-Nya. mendengarkan” ( 1 Sam 3: 10). “Bersabdalah Tuhan, sebab hambamu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 Darminta (1983: 38-41) merumuskan: Doa merupakan gerak Allah menuju kepada manusia dan manusia menuju kepada Allah. Dalam doa ada ritme pertemuan yang terdiri dari sapaan dan jawaban. Dalam doa manusia diajak untuk melihat Allah, mengalami Allah dalam kemuliaan-Nya. Doa baru sungguh berarti bila berdampak dalam kehidupan nyata. Doa membuat orang lebih efektif dalam berkarya di tengah dunia. Doa mendorong kita untuk semakin mengusahakan perkembangan dan pembebasan manusia sepenuhnya, baik secara material maupun spiritual. Kutipan tersebut menegaskan bahwa hubungan personal antara manusia dengan Allah yang terbina melalui doa akan meningkatkan efektivitas hidup para SFD, serta menjadikan hidup seseorang memiliki dampak positif, baik bagi dirinya maupun bagi sesamanya. Melalui doa, para SFD didorong untuk semakin melibatkan diri dalam karya pembebasan dan penyelamatan sesama. Disadari atau tidak, hidup doa dan karya pelayanan saling mendukung dan menyuburkan. Hidup doa merupakan tiang dan tempat menimba kekuatan bagi pengabdian kepada Tuhan lewat pelayanan kepada sesama. Penulis, sebagai salah satu anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD), berusaha terus-menerus mengikuti Yesus seturut teladan dan semangat Santo Fransiskus Asisi, Muder Yohanna Yesus dan pendiri kongregasi dalam hal mendasarkan karya kerasulan pada doa. Santo Fransiskus berusaha keras untuk menyerupakan hidupnya dengan hidup Yesus Kristus sendiri dengan mencintai kemiskinan dan kerendahan hati serta melalui semangat doa yang tak kunjung putus. Santo Fransiskus menyadari bahwa berkat doa, ia dimampukan untuk melihat karya Allah dalam dirinya, serta diteguhkan untuk mengikuti Yesus secara total. Demikian juga Muder Yohana Yesus dan pendiri kongregasi menghayati hidupnya sebagai seorang abdi Tuhan yang melaksanakan karyanya atas dasar doa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 Doa yang dihidupi oleh ibu pendiri sungguh memberi makna dalam pelayanan dan dalam hidup para suster Peniten Rekolek pada waktu itu. Bagi Muder Yohanna Yesus, doa adalah hal yang wajib dilakukan pada setiap jam doa yang sudah ditentukan dalam aturan komunitas. Semangat doa yang diwariskan oleh Santo Fransiskus dan Muder Yohanna Yesus dan pendiri SFD menjadi inspirasi yang menjiwai para Suster Fransiskus Dina, sebab doa yang tulus akan mengubah cara pandang para Suster Fransiskus Dina untuk berpikir pada hal-hal yang positif bagi perkembangan kongregasi melalui karya pelayanan. Doa menjadi dasar yang pertama dan utama dalam hidup Para Suster Fransiskus Dina. Di lain pihak, dalam situasi sekarang ini, penulis melihat dan merasakan, bahwa semangat doa Santo Fransiskus, Muder Yohanna Yesus dan pendiri SFD (Muder Constantia van der Linden) mengalami kemunduran dalam diri para Suster Fransiskus Dina. Waktu-waktu doa yang disepakati dalam komunitas sering dilanggar/tidak ditepati dengan alasan karena tugas pelayanan. Kerap kali doa dianggap hanya sebagai rutinitas saja; bahkan ada yang menjalankan doa karena merasa terpaksa atau bahkan supaya dilihat orang hadir waktu berdoa padahal hati dan pikiran entah kemana-mana. Doa seakan-akan hanya suatu tradisi yang harus dilakukan tanpa ada maknanya. Penulis melihat dan mengalami bahwa kemunduran hidup doa para SFD juga berpengaruh pada orientasi hidup mereka, yaitu bahwa sangat sering doa dinomorduakan daripada karya. Padahal, pendiri dan para pendahulu tarekat, seperti Santo Fransiskus dari Asisi, Muder Yohana dan Muder Constantia van der Linden sangat menekankan keterkaitan erat antara doa dan karya, yaitu bahwa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 karya pelayanan SFD harus dilandaskan pada doa. Sayangnya, keheningan doa sebagai dasar, sering berubah menjadi kegaduhan karya. Akibatnya bisa fatal dan berdampak negatif bagi panggilan, pelayanan dan juga dalam persaudaraan. St. Yohanes dari salib berkata bahwa siapa menjauhi doa, menjauhi segala yang baik. Berangkat dari keprihatinan tersebut penulis terdorong untuk menyumbangkan suatu pemikiran penting lewat karya tulis ini untuk menemukan kembali makna luhur kehidupan doa yang mendasari karya. Kehidupan doa para SFD turut memengaruhi karya pelayanan mereka. Doa merupakan hal pokok yang perlu mereka hidupi, sebagaimana semangat awal para pendahulunya yang sungguh-sungguh mengutamakan doa dalam hidup mereka. Apabila doa dihayati dengan baik, maka doa akan menjadi daya yang mengembangkan persaudaraan dan karya pelayanan para SFD. Buku Konstitusi SFD (2007 art 31) menegaskan bahwa semua karya para SFD harus ditopang oleh doa, dan dalam segala kebutuhan, doa itu menjadi pernaungan para SFD yang besar. Dalam rangka penemuan kembali makna hidup doa seperti yang telah diteladankan oleh para pendahulu SFD, maka penulis membuat karya tulis ini dengan judul: “KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) A. RUMUSAN MASALAH Secara garis besar penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengertian hidup doa dan karya pelayanan dalam hidup religius ? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 2. Unsur-unsur apa saja yang perlu dipahami, dimengerti dan dihayati untuk dapat memaknai hidup doa dalam karya pelayanan para SFD? 3. Apa yang dapat disumbangkan untuk meningkatkan semangat hidup doa dalam karya pelayanan para suster SFD untuk zaman sekarang ini? B. TUJUAN PENULISAN 1. Menguraikan/menjelaskan pengertian hidup doa dan karya pelayanan dalam hidup kaum beriman /religius. 2. Memaparkan unsur-unsur hidup doa dan karya pelayanan para suster SFD sesuai dengan semangat pelayanan St. Fransiskus dari Asisi dan para suster pendahulu (Muder Yohanna Yesus dan Sr. Constantia van der Linden). 3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para suster SFD dalam usaha meningkatkan doa dalam karya pelayanan. C. MANFAAT PENULISAN Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut 1. Memberi masukan kepada tarekat SFD agar semakin memahami dan memaknai betapa pentingnya doa dalam karya pelayanan. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya hidup doa dalam karya pelayanan untuk zaman sekarang ini. 3. Menambah wawasan para pembaca tentang makna doa dalam karya pelayanan. D. METODE PENULISAN PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6 Metode penulisan skripsi ini menggunakan kajian pustaka dengan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas dan hasil kapitel yang diterbitkan oleh kongregasi untuk membantu dan menghayati hidup doa berdasarkan spiritualitas SFD. Dalam penulisan ini penulis memaparkan tentang spiritualitas para suster pendahulu. Artinya supaya setiap anggota kembali kepada semangat awal, bertanggung jawab dalam tugas perutusan dengan meneladani cara hidup para suster pendahulu dan Yesus sebagai pendoa. Penulis juga mengamati, mengalami sendiri bagaimana para suster yang sedang berkarya menghayati hidup doanya kemudian penulis memberi sumbangan kepada para SFD dalam usaha meningkatkan hidup doa supaya seimbang dengan pelayanannya. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna membantu para SFD untuk semakin memaknai hidup doa dalam karya pelayanan para religius. E. SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab. Bab pertama, pendahuluan; terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua menguraikan tentang doa dan karya dalam kehidupan para religius. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan doa dalam hidup religius, karya pelayanan religius, dan hubungan doa dan karya pelayanan. Bab ketiga berisi gambaran tentang makna hidup doa dalam karya pelayanan para suster SFD. Dalam bab ini, penulis memaparkan sejarah awal berdirinya kongregasi SFD, visi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7 dan misi, spiritualitas kongregasi Suster Fransiskus Dina, karya pelayanan dalam kongregasi SFD dan makna doa dalam karya pelayanan para Suster SFD. Bab keempat berupa sumbangan pemikiran dalam bentuk katekese model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai usaha untuk meningkatkan hidup doa para SFD yang sedang berkarya. Akhir dari keseluruhan pemaparan ini adalah bab kelima, bab penutup. Bagian ini berisikan kesimpulan mengenai isi penulisan dan saran. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II DOA DAN KARYA PELAYANAN DALAM HIDUP RELIGIUS Pada bab II ini, penulis akan membahas tentang doa dan karya dalam kehidupan para religius. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan doa dalam hidup religius, yang mencakup tentang pengertian doa, fungsi doa, bentuk-bentuk doa, ciri-ciri doa Kristen, persoalan doa dan peran doa dalam hidup religius. Pembahasan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai karya pelayanan religius, yang mencakup tentang misi pelayanan religius, pelayanan yang profetis (sebagai nabi) dan macam-macam karya pelayanan religius. Pembahasan selanjutnya ialah mengenai hubungan doa dan karya pelayanan. Juga akan dibahas mengenai praktek doa di tengah-tengah pelayanan religius, peran doa dalam pelayanan religius dan pelayanan sebagai wujud doa. A. Doa dalam Hidup Religius Hidup doa para religius merupakan sebuah warisan dari Yesus Kristus. Dalam Injil Markus dikatakan bahwa Yesus mengawali kegiatan-Nya dengan berdoa. “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana” (Mrk 1:35). Di tengah-tengah kesibukan-Nya, Yesus tetap menyediakan waktu hening untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Yesus sungguh menghayati hidup doa dalam keseharian-Nya. Yesus menjadi teladan bagi para religius. Hidup doa yang dijalani-Nya, juga merupakan sumber teladan hidup doa para religius yang mengabdikan dirinya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 untuk Allah dan pelayanan seumur hidup pada sesama. Pelayanan yang dilakukan oleh para religius sungguh terkait dengan hidup doa yang dihayatinya. Ada beberapa bentuk hidup doa yang bisa dilakukan oleh para religius misalnya; dengan menciptakan waktu hening sejenak, membaca Kitab Suci, merenungkan teks doa dan lain sebagainya. Dalam suasana doa tersebut, para religius diharapkan dengan rendah hati mampu mengungkapkan berbagai suasana hati atau perasaan yang sedang dialaminya. Perasaan tersebut bisa berupa ungkapan syukur, permohonan atau pun kegelisahan. Inilah yang menjadi persembahannya bagi Allah. Di sinilah juga tampak peran serta Allah dalam kehidupan para religius. Dalam doa, setiap religius dengan bantuan Allah, mampu merasakan campur tangan Allah dalam setiap tindakannya. Dengan kata lain, setiap pengalaman hidup manusia akan menjadi bermakna apabila dihubungkan dengan Allah melalui doa. 1. Pengertian Doa Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan bahwa doa merupakan suatu pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi halhal yang baik (KGK, 1995: 2559). Pengangkatan jiwa berarti suatu pengarahan atau penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Dalam hal ini, setiap religius diharapkan dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya kepada Allah. Istilah pengangkatan jiwa mengajarkan kepada kita bahwa: 1) Tuhan itu mahabaik, mahapengasih, mahamurah dan tahu apa yang dibutuhkan setiap orang; 2) doa itu mengandaikan usaha dari pihak manusia; 3) doa itu melibatkan hati dan budi manusia, yakni pengertian, perasaan dan kemauannya (Green, 1988: 28). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 Doa merupakan bagian hidup keagamaan yang sentral atau penting dalam hidup Kristiani karena merupakan bentuk kerinduan manusia untuk berjumpa dengan Allah (Harjawiyata, 1979: 63-64). Kesatuan relasi antara Allah dan manusia tersebut kemudian tampak nyata dalam pelaksanaan kehendak Allah dalam hidup manusia. Inilah yang dipandang sebagai buah dari doa. Sebagai bentuk percakapan jiwa manusia dengan Allah, doa dipahami juga sebagai jalan persatuan jiwa manusia dengan Allah. Melalui persatuannya dengan Allah, manusia selanjutnya terdorong untuk melakukan kehendak Allah yang telah memenuhi dirinya (Lukasik, 1991:26). Muder Teresa (1994:13), sebagai salah seorang pribadi yang memiliki kedekatan yang intim dengan Kristus berpendapat bahwa doa adalah penyerahan diri seluruhnya, kesatuan yang menyeluruh dengan Kristus. Melalui doa, setiap orang diajak untuk menyerahkan hidupnya kepada penyelenggaraan Ilahi dan melalui doa, setiap orang secara penuh bersatu bersama dengan Kristus menjalin relasi dengan Allah. Doa dipandang sebagai suatu dorongan hati untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman iman yang menyertai perjalanan hidup keseharian seseorang berhadapan dengan orang-orang di sekitar. Melalui pengalaman tersebut, dia diajak untuk bersyukur kepada Allah. Selain sebagai bentuk perjumpaan rohani manusia dengan Allah, doa juga sering dimaknai sebagai permohonan, harapan, pujian, atau syukur kepada Tuhan. Kebanyakan orang berdoa untuk menyampaikan permohonan, harapan, pujian dan syukur kepada Tuhan. Dalam permohonan tersebut, setiap orang berharap supaya apa yang diinginkan dan diharapkannya dipenuhi oleh Tuhan. Harapan dan keinginan yang terkabul itu selanjutnya mendorongnya untuk bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan dengan menyampaikan doa pujian dan syukur PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 (Hendrik, 2003; 3). Dalam hal ini, baik permohonan maupun ungkapan syukur dipandang sebagai jalan untuk berkomunikasi dengan Allah. Manusia mencurahkan isi hatinya kepada Allah dan dalam keheningan mendengarkan sapaan dan jawaban Allah atas pengungkapan hatinya (Agudo, 1988; 176). Doa menjadi lambang kedekatan manusia dengan Allah. Kehadiran-Nya dirasakan ketika doa dipanjatkan dan dialamatkan kepada Allah sendiri (Joice, 1987; 221). Dalam Konstitusi SFD (Suster-suster Fransiskus Dina) 2007 art 30 disebutkan bahwa doa merupakan cara hidup para suster SFD. “Keyakinan penuh bahwa Allah adalah dasar penopang hidup dan bahwa Dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan kita, membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata, karena itu doa pribadi dan bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup kita”. Apa yang tertulis dalam artikel ini, selanjutnya ditegaskan lagi dalam artikel no. 34: “Pada waktu pagi dan malam kita berkumpul untuk menghaturkan puji dan syukur bagi Tuhan dan membawa kebutuhan kita sendiri dan kebutuhan semua orang ke hadapan-Nya. Dalam doa berkala tersebut, kita mengindahkan tradisi doa yang berabad-abad, dan mendengarkan apa yang sekarang ini hendak disampaikan Tuhan kepada kita”. Kedua artikel ini ingin menyatakan bahwa bagi para suster SFD, doa merupakan suatu bentuk keyakinan penuh dan kepercayaan bahwa Allah adalah dasar, pusat dan penopang kehidupan setiap hari. Hal ini diinspirasikan oleh tindakan Yesus sendiri yang senantiasa berdoa kepada Bapa-Nya dalam menjalankan tugas perutusan-Nya. Secara khusus disebutkan bahwa doa yang berpusat pada perayaan Ekaristi kudus merupakan dasar hidup para Suster Fransiskus Dina. Perayaan Ekaristi mengingatkan para religius akan pentingnya kenangan, kebaikan dan keagungan kasih Kristus bagi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 dunia dalam karya penyelamatan-Nya. Di dalam doa, kita dituntut untuk senantiasa membangun relasi yang intim dengan Allah. Dengan demikian, doa akhirnya dipandang sebagai ungkapan kerinduan atau cinta manusia kepada Allah dan hidup di hadirat-Nya (Darminta, 1982; 49). Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa doa merupakan suatu perjumpaan pribadi manusia dengan Allah. Perjumpaan itu menjadi kekuatan bagi manusia untuk mengubah dan mengolah hidupnya. Selain itu, doa juga dimengerti sebagai kebiasaan untuk menjalin relasi dengan Tuhan. Doa dilakukan secara sadar dan dalam bimbingan Roh Kudus. Komunikasi yang terjalin antara manusia dengan Allah merupakan hakikat dari doa. Dari pihak Allah, Allah sendiri selalu berusaha menyapa manusia terlebih dahulu dan mengajak manusia untuk selalu bersatu dengan-Nya. Sementara itu, sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah, manusia berusaha untuk memohon, memuji, memuliakan Allah, menyerahkan diri pada-Nya dan menjawab sapaan Allah lewat pengalaman hidupnya. 2. Fungsi Doa Doa merupakan ungkapan kenyataan hidup manusia sebagai mahluk sosial kepada Allah. Doa manusia mengandung dua hal pokok, yaitu permohonan kepada Allah dan pengangkatan jiwa kepada Allah. Yang dimaksud dengan permohonan kepada Allah menunjuk pada isi doa yang meliputi; ungkapan syukur, pujian, dan tobat sedangkan pengangkatan jiwa kepada Allah menjelaskan doa sebagai kegiatan manusia yang dialami oleh manusia sehari-hari yang bergerak menuju Allah. Artinya doa dapat dilihat sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 manusia. Hal ini mau menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada kemampuan dan kemungkinan untuk berdoa mengembangkan hidup rohani dengan mempersatukan diri dengan Allah. Dengan demikian doa berfungsi sebagai penuntun dalam hidup manusia termasuk para religius (Darminta, 1983:29-30). Doa tidak terpisahkan dari realita kerohanian manusia yang berhadapan dengan Allah. Doa berfungsi sebagai pengubahan rohani (transformasi) hidup dalam diri manusia yang dilandasi oleh iman yang realistis tahu akan “tanah” hati sendiri, sehingga mampu membentuk kesadaran yang mendalam atas inti dan makna hidup manusia dengan Allah. Di sini Allah tampak sebagai suatu kekuatan yang memberi religius tanggung jawab untuk mengarahkan hidupnya kepada Allah, supaya semakin mengenal, dan bersatu dengan-Nya (Darminta, 1983:6163). Kekuatan dan semangat diperoleh dari doa. Dalam doa terdapat seribu macam jawaban atas apa yang dialami dan dipikirkan manusia. Pengalaman akan Allah dalam hidup membuat manusia semakin dewasa dalam mengatur, menata pribadi dan hidup manusia baik internal maupun eksternal. Fungsi doa mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita dengan Tuhan. Doa menjadi penggerak dalam setiap langkah hidup religius. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana doa itu berfungsi dalam diri para religius yang memampukan mereka melihat dimensi baru dalam hidupnya. Di dalam doa-doanya, terpancar kasih Allah yang tidak berkesudahan. 3. Bentuk-Bentuk Doa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 Bentuk-bentuk doa dapat dilihat dari subyek dan cara mendoakannya. Bentuk doa dilihat dari cara mendoakannya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu; doa lisan, doa renung, dan doa batin. a. Doa Lisan Doa lisan merupakan ungkapan spontan yang diungkapkan, sama seperti Yesus mengajar para murid-Nya tentang doa yang hendak disampaikan kepada Bapa. Kristus mengajar murid-murid-Nya dengan doa lisan yang bermakna dan menyentuh hati para murid ketika Dia mendoakannya. Doa itu ialah Doa Bapa Kami (KGK, 1995:2701). Dalam doa-Nya, Yesus menggunakan sebutan Bapa untuk menyapa Allah. Jika dilihat dari latar belakang doa dan hidup Yesus, sebutan ini mengungkapkan hubungan dan kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya. Dengan meniru tindakan Yesus, yaitu dengan menyebut Allah sebagai Bapa, manusia dapat sepenuhnya menggantungkan dirinya pada kuasa Allah. Tujuan Yesus dalam mengajarkan para murid dengan menyebut Allah sebagai Bapa ialah untuk mengembalikan manusia ke dalam hubungan yang intim dengan Allah, yang telah dirusak oleh Adam. Selain doa Bapa kami, terdapat beberapa contoh doa lisan yang lain atau doa berumus yang bisa digunakan untuk berdoa, yaitu; doa rosario, mazmur dan doa-doa yang terdapat dalam doa pagi, siang dan malam. Doa lisan merupakan salah satu bentuk doa yang biasa digunakan oleh para religius dalam menjalin relasi dengan Allah. Melalui doa lisan, seorang religius berdoa kepada Allah Bapa dengan kesungguhan hatinya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 b. Doa Renung Doa renung biasa juga disebut sebagai doa hening. Dasar dari doa renung ialah pencarian kehendak Allah dalam Sabda-Nya. Doa renung atau doa hening bertujuan untuk mengajak kaum religius masuk dalam penyadaran diri dan merasakan campur tangan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Penyadaran tersebut dapat dilakukan dengan merenungkan ayat-ayat Kitab Suci yang cocok atau menyentuh, teks-teks liturgi pada hari yang bersangkutan atau pun memandang ikon/gambar kudus. Doa renung disebut juga dengan meditasi, karena dalam meditasi, si pendoa dibawa masuk dalam keheningan yang sungguh-sungguh supaya benar-benar mampu menemukan dan menjawab apa yang dikehendaki Allah dalam dirinya. Dalam keheningan, si pendoa diajak untuk bersatu dengan Allah. Dalam artian ini, keheningan batin perlu diperhatikan dan dijaga supaya si pendoa benarbenar bisa menemukan rencana Allah, melepaskan segala keterikatan dan keegoisan yang membuat diri larut dalam khayalan atau pikiran yang mengacau. Harapannya ialah bahwa dalam keheningan, kita dapat berbicara dengan Allah dari hati ke hati. Melalui cara inilah, para religius akan dengan mudah bermeditasi tentang “misteri Kristus” dalam hidup manusia sejati (KGK; 1995: 2705-2708). c. Doa Batin Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus menuliskan, “Doa batin tidak lain dari suatu pergaulan yang sangat ramah, di mana kita sering kali berbicara seorang diri dengan Dia, tentang siapa Dia, dan kita tahu bahwa Ia mencintai kita” (KGK, 1995: 2709). Doa batin bertujuan untuk mencari Dia, "yang jiwaku cintai" (Kid PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 1:7; 3: 1-4). Kita mencari Dia, karena secara rohani, hati kita rindu kepada-Nya. Kerinduan inilah yang menjadi awal cinta kasih kepada-Nya. Kita mencari Dia dalam iman yang murni, dan dalam iman juga kita dilahirkan dari Dia dan hidup di dalam Dia. Dalam doa batin, seluruh pandangan hidup kita diarahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Oleh karena menekankan kedekatan dengan Tuhan, maka doa batin, secara langsung membantu religius untuk menemukan campur-tangan Allah dalam hidupnya. Doa batin dapat diibaratkan sebagai doa seorang anak Allah, doa seorang pendosa yang dosanya sudah diampuni dan menghendaki supaya menerima cinta kasih Allah. Melalui doa batin, si pendoa merasa dicintai dan terdorong untuk membalasnya dengan cinta kasih yang lebih besar lagi. Akan tetapi, dia mengetahui bahwa cinta kasih balasannya itu berasal dari Roh Kudus, yang mencurahkannya ke dalam hatinya, karena segala-galanya ialah rahmat Allah. Doa batin berarti penyerahan diri secara rendah hati kepada Bapa Yang penuh cinta, dalam persatuan yang semakin dalam dengan Putera terkasih-Nya. (KGK, 1995: 2712). Dalam doa batin, yang terpenting ialah mendengarkan Sabda Allah, merenungkan dan memandang Yesus dengan penuh iman dan mencintai-Nya tanpa banyak kata. Santa Teresa dari Avila berkata bahwa yang terpenting dalam doa bukanlah berkata banyak, tetapi mencintai banyak. Doa batin adalah puncak doa, karena di dalamnya Allah mempersatukan kita dengan kekuatan Roh-Nya, supaya “manusia batin” diperkuat di dalam diri setiap manusia, sehingga Kristus tinggal di dalam hati manusia oleh iman, dan “berakar serta berdasar di dalam kasih” (Ef 3:16-17). Untuk berakar dan berdasar PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 dalam kasih dibutuhkan Roh Tuhan di dalam batin hingga si pendoa dikuatkan dan diteguhkan menurut kekayaan kemuliaan-Nya, mengijinkan Kristus tinggal dalam hati dan menguasai seluruh bidang kehidupannya, dan memahami serta mengenal kasih Kristus. Oleh karena itulah dalam doa batin tidak dibutuhkan kata-kata yang panjang lebar, melainkan suasana hening untuk merenung (Hetu, 2007:29-31) Katekismus Gereja Katolik memberikan cara atau langkah untuk masuk dalam doa batin. Adapun langkah itu dijelaskan sebagai berikut: di bawah dorongan Roh Kudus, kita “mengarahkan” hati dan seluruh diri kita, hidup dengan penuh kesadaran dalam kediaman Tuhan, dan menghidupkan iman untuk masuk ke hadirat-Nya yang menantikan kita. Dalam proses ini, kita diajak untuk membuka topeng kita dan mengarahkan kembali hati kepada Tuhan yang telah mencintai kita dan menyerahkan diri kepada-Nya (KGK, 1995:2711 ). 4. Ciri-ciri Doa Kristiani Yesus pernah bersabda kepada para murid-Nya, “Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu, dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Dia akan membalasnya kepada-Mu” (Mat 6:6). Melalui perkataan ini, Yesus ingin menyampaikan kepada para pengikut-Nya bagaimana cara berdoa. Yesus menyebutkan sejumlah ‘kriteria’ atau ciri yang hendak dilakukan ketika berdoa. Dalam berdoa dibutuhkan sikap dan kesungguhan hati yang mendalam. Doa orang Kristen hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Doa kepada Allah Bapa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 Doa Kristen selalu bergerak dalam dua lingkup; lingkup obyektif yang berarti masuk dalam hidup Kristus dan lingkup subyektif yang berarti bahwa doa itu digerakkan oleh rahmat-Nya. Dalam hal ini, Roh Kudus sendirilah yang mempertemukan kedua lingkup itu menjadi satu realita hidup. Roh Kudus itu pula yang mengarahkan manusia kepada Allah Bapa. Doa kepada Allah Bapa itu berasal dari Bapa dan menuju kepada Bapa (Ef 1:4-14). Allah Bapa merupakan sumber kehidupan, segala kebaikan sekaligus tujuan akhir dari kerinduan manusia (Darminta, 1982; 21). Doa kepada Allah Bapa ini juga merupakan suatu bentuk ungkapan syukur sekaligus harapan atas tindakan Allah (Bapa) yang mau menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam Roh Kudus. Hal ini dihadirkan dan dinyatakan dalam bentuk doa yang dialamatkan kepada Allah Bapa. Doa berarti pengangkatan, penyerahan, pengungkapan hati manusia kepada kehendak Allah, agar manusia mengalami kemerdekaan sebagai anak-anak Allah (Darminta, 1983: 23). Dalam arti tertentu, doa kepada Allah Bapa merupakan sebuah bentuk sapaan yang intim antara Bapa dengan Anak, yang tidak dapat dipisahkan melainkan suatu kesatuan yang utuh. Berkat Yesus yang menyebut Allah sebagai Bapa-Nya, kita juga ikut dipersatukan atau diikutsertakan dalam keputeraan-Nya, sehingga setiap orang (Kristen) disebut sebagai anak Allah (Bapa) juga. b. Doa dalam Nama Yesus Doa dalam nama Yesus Kristus mengungkapkan kesatuan orang Kristen dengan Yesus Kristus. Wajar bila dalam berdoa, Gereja selalu menyebutkan nama PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 Yesus. Yesus menghendaki agar doa dalam nama-Nya dilandasi oleh semangat cinta Kasih. Tanpa cinta kasih doa tidaklah bermakna. Sebagai seorang religius yang mau hidup selaras dengan Kristus, seseorang perlu menekuni apa yang dikehendaki-Nya seperti ditulis dalam Kitab Suci. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Mengikut Yesus berarti menyesuaikan dan menyatukan pilihan hidup religius dengan pilihan-Nya dan menghidupi nilai-nilai yang Ia wariskan. Dalam hal ini, doa dalam nama Yesus mengungkapkan kesatuan orang Kristen dengan Yesus Kristus. Orang-orang Kristen selalu berdoa dengan menyebut nama Yesus Kristus (Kis 7:59; 9:14). Mereka berkumpul dalam nama Yesus dan berdoa dalam nama-Nya. Yesus ada di tengah-tengah mereka (Mat 18:20). Dengan demikian, sebagai pengikut Kristus, seorang religius perlu menghayati hidup doa sebagai kesatuan iman dengan Yesus Kristus (Darminta, 1982: 20). c. Doa dengan Pengantaraan Yesus Kristus Doa Kristen merupakan doa yang dilakukan dalam kesatuan dan persekutuan rohani dengan Kristus. Yesus dilihat tidak hanya sebagai guru doa orang Kristen, tetapi juga pengantara. Doa-doa orang Kristen selalu dihubungkan dengan pribadi Yesus Kristus. Dialah pengantara setiap doa dan permohonan. Doa dengan pengantaraan Kristus ini mengungkapkan terlaksananya rencana keselamatan Allah dalam diri Yesus. Doa ini tumbuh dari kesadaran iman bahwa dengan kekuatan Yesus, keselamatan menjadi nyata dalam hidup manusia (Darminta, 1981: 21). Berdoa dengan perantaraan Yesus Kristus mengungkapkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 kesatuan dengan-Nya. Oleh karena itu, sebagai pengikut Yesus, orang Kristen perlu menyatukan diri dengan Allah melalui Yesus Kristus sebagai penyelamat dunia. Keberadaan Yesus sebagai pengantara merupakan sebuah amanat yang pernah disampaikan oleh Yesus sendiri. Dia berkata, “Di luar Aku, kamu tak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15: 5). Ia adalah satu-satunya jalan untuk sampai pada Allah (Yoh 14: 6). Itulah sebabnya, dalam setiap doa termasuk doa-doa dalam perayaan Ekaristi (doa pembuka, persiapan persembahan, sesudah komuni) atau pun doa-doa pribadi lainnya, Yesus disebut sebagai pengantara. Hal ini diungkapkan dengan jelas dalam perumusan, “Kami menghaturkan doa ini dengan pengantaraan Yesus Kristus Juru Selamat kami” (KWI, 2005: 61). Rumusan ini menjelaskan identitas Yesus sebagai pengantara. Yesus bertindak sebagai utusan Bapa yang menyelamatkan manusia dari dosa (KWI, 1996: 196). d. Doa dalam Roh Kudus Sebelum Yesus menjalankan penderitaan-Nya, dalam amanat perpisahan bersama dengan para murid-Nya, Ia bersabda, “Namun benar yang kukatakan ini kepadamu; adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu (Yoh 16: 7). Ini berarti bahwa Roh yang akan diutus akan membimbing serta menguatkan para murid-Nya. Perkataan Yesus ini digenapi-Nya pada hari raya Pentakosta, Hari Turunnya Roh Kudus. Para murid yang mula-mula mengalami ketakutan, akhirnya bersukacita karena Roh Kudus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 yang dicurahkan atas diri mereka masing-masing, sehingga mereka berani untuk bersaksi tentang kebangkitan Yesus. Dalam Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (8: 26-27) dikatakan; Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita: sebab kita tidak tahu, bagaimana harus berdoa: tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus. Orang-orang Kristen termasuk para religus diminta untuk selalu tekun berdoa dalam Roh Kudus, sebab Roh Kudus adalah Roh Kristus dan jiwa dari tubuh mistik-Nya, yaitu Gereja. Roh Kudus membantu untuk menyempurnakan doa yang dipanjatkan kepada Allah. Ia mempersatukan kita dengan Kristus, dan dalam Kristus satu dengan yang lainnya (Jacobs, 1988: 119). Sebagaimana telah dijelaskan, seorang religius tidak lepas dari doa, sebab dalam doa, orang menerima kekuatan yang tidak pernah habis. Kekuatan itu berasal dari Roh Kudus. Kekuatan bisa bertahan apabila Roh Allah menjadi penggerak di dalamnya. Roh Kudus membimbing seorang religius agar sadar akan hidupnya secara mendalam. Roh Kudus membimbing dan mengajar religius dalam menanti saat terjadinya keselamatan (Darminta, 1983: 22). Oleh karena itu agar sampai pada penghayatan doa, dibutuhkan suatu pengosongan diri dan sikap keterbukaan akan datangnya Roh Kudus dalam dirinya. Dengan demikian, seluruh gerak dan langkah hidup religius selalu diprakarsai oleh Roh Kudus. 5. Persoalan dalam Doa Hidup doa tidak selalu berjalan mulus. Dalam berdoa terkadang muncul ‘persoalan’ yang membuat kita tidak bisa berdoa. Ada banyak faktor yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 menyebabkannya. Persoalan-persoalan tersebut bisa muncul karena banyaknya pekerjaan, pergulatan atau masalah pribadi, kesulitan untuk hening, tempat berdoa kurang nyaman, dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian seperti ini perlu diperhatikan dan disadari supaya doa tidak menjadi sesuatu yang sulit dihidupi, melainkan suatu ungkapan cinta yang menggembirakan dan menyenangkan untuk berjumpa dengan Allah. a. Kesukaran-kesukaran Doa Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dalam menghadapi kesukaran dalam berdoa. Banyaknya pikiran atau pekerjaan terkadang bisa menyulitkan si pendoa untuk masuk dalam suasana doa yang tenang. Tidak jarang juga banyaknya pikiran dan juga pekerjaan sering mengganggu kita dalam berdoa, sehingga yang muncul bukanlah ketenangan melainkan kekhawatiran. Secara khusus, kekhawatiran di sini lebih dipandang sebagai ketidakmampuan serta kekurangberanian si pendoa menenangkan pikirannya. Dia lebih memberikan dirinya dikuasai oleh pikiran-pikiran yang tidak membangun dalam berdoa. Dalam arti tertentu, orang sulit berdoa karena jiwa dan badannya dirasa belum terintegrasikan atau menyatu sepenuhnya (Darminta, 1983: 50). Dia kurang sadar bahwa doa itu membutuhkan ketenangan batin. Dia masih mengikuti kecenderungan-kecenderungan pribadi yang tidak mendukung dalam berdoa. Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan, “kita juga harus menghadapi sikapsikap mental “dunia ini”, kalau tidak berjaga-jaga, sikap itu akan merembes masuk ke dalam kita” (KGK, 1995: 2727). Doa seringkali juga dipersulit oleh pikiran yang tidak terkonsentrasi. Dalam doa lisan, kesulitan ini dapat menyangkut kata- PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 kata (KGK, 1995: 2729). Penyebab kesulitan lainnya ialah mengenai ‘kekeringan’ yang dialami. Kekeringan ini, dalam doa batin, terjadi oleh karena hati kita seakanakan terpisah dari Allah dan tanpa kerinduan akan pikiran, kenangan dan perasaan rohani (KGK, 1995: 2731). Sebagai religius yang selalu memperhatikan hidup doa, penyebab atau sumber dari kesukaran-kesukaran tersebut perlu disadari. Tanpa penyadaran, kesukaran dalam berdoa tersebut bisa melumpuhkan si pendoa (seorang religius) dan bahkan membuat putus asa karena dalam doa, dia seolah-olah “tidak menemukan” apa-apa. Untuk mengatasi kesukaran tersebut, seorang religius perlu meninggalkan kecenderungan-kecenderungan yang tidak membangun dalam kehidupan rohani religius. Kedewasaan diri dalam bersikap dan bertindak sangat membantu untuk keluar dari kesukaran tersebut. Dibutuhkan kerja keras dan juga kreativitas pribadi dalam mendisiplinkan diri serta membagi waktu dan mencari keheningan dalam berdoa, serta terus berusaha dan berjuang dalam doa. b. Pergumulan dalam Doa Pergumulan dalam doa kerap dirasakan oleh setiap pendoa termasuk para religius sebagai salah satu bentuk kekosongan rohani. Di dalamnya, si pendoa merasakan kekeringan, kekurangpuasan, kekecewaan sehingga ia berhenti dan malas berdoa karena mengalami banyak kegagalan (Hayon, 1992: 132). Suasana yang demikian tentulah tidak menciptakan kenyamanan dan juga keintiman dalam menjalin relasi dengan Tuhan lewat doa yang dipanjatkan. Hal-hal yang demikian ini perlu disadari oleh si pendoa sebagai suatu sikap yang tidak membangun dalam berdoa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 Berhadapan dengan situasi di atas, pada dasarnya ada satu jalan yang kiranya bisa membuat si pendoa berhasil mengalahkan pergumulan-pergumulan dalam doa tersebut. Si pendoa dianjurkan untuk berani menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, termasuk pergumulan yang dialaminya. Penyerahan diri tersebut, juga dapat dipandang sebagai persembahannya kepada Allah, dan dapat membantu para religius menghadapi serta mengurangi kesulitan-kesulitan dalam hidup doa. Kepasrahan diri seutuhnya, yang dibarengi dengan ketekunan dalam keheningan batin, dapat memperkuat kesatuannya dengan Allah (Breemen, 1983: 66). Kesadaran semacam ini, secara tidak langsung mengajak si pendoa kembali untuk ‘mencari’ Allah sebagai sumber hidupnya. 6. Peran Doa dalam Hidup Religius Doa selalu dihubungkan dengan jalinan hubungan antara Allah dan manusia, maka, doa selalu bersifat rohani. Doa menjadi salah satu lambang pertumbuhan dan perkembangan rohani setiap orang (Darminta, 1983: 86). Perkembangan hidup rohani religius berhubungan langsung dengan jalinan relasi bersama Allah. Allah menjadikan hidup rohaninya bertumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu sehingga semakin mendalam. Dalam kehidupan religius doa memegang peranan penting untuk menata kelangsungan dan keutuhan dalam perjalanan hidupnya. Para religius mengakui ketergantungan hidupnya kepada Allah sehingga mampu mengagumi ciptaan-Nya dan kebaikan Allah dalam hidupnya. Melalui doa para religius mengungkapkan “isi hatinya” perasaan suka maupun duka kepada Tuhan. Melalui ungkapan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 tersebut para religius semakin sadar akan tugas dan tanggung jawabnya kepada Tuhan dan sesama. Doa juga berperan dalam menghadapi masalah atau persoalan dalam kehidupan religius. Dalam injil Matius 11: 28-30 disebutkan Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan. Di sini Yesus mengajak para religius untuk mau diikat dengan kuk bersama Dia untuk menyatukan hidup kita dengan hidup-Nya, kehendak kita dengan kehendak-Nya, dan hati kita dengan hati-Nya. Diikat dan disatukan dengan Yesus artinya bersatu dengan Dia dalam hubungan cinta, kepercayaan, dan ketaatan di dalam doa. Jadi tidak ada beban yang terlalu berat jika dipanggul dengan kasih dan dibawa dalam cinta. Oleh sebab itu peran doa dalam hidup religius sangat penting. a. Doa Berakar dalam Hidup Religius Sebagaimana telah disebutkan, doa selalu bersifat pribadi. Doa selalu berkaitan erat dengan perasaan-perasaan yang dialami si pendoa. Perasaan senang, sedih, gembira, susah, dan perasaan-perasaan yang lain, merupakan hal yang tidak boleh disingkirkan ketika seseorang sedang berdoa (Breemen, 1983: 55). Perasaanperasaan tersebut justru membantu para religius bertumbuh dan berkembang dalam iman melalui pengenalan-pengenalan akan perasaannya. Perasaan-perasaan inilah yang menjadi jalan bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa situasi-situasi konkret, mengajak para religius untuk memandang segala sesuatu dengan mata iman, sehingga lebih mudah melihat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 campur tangan Allah dalam setiap bentuk kehidupan. Dalam Kisah Para Rasul disebutkan bahwa Allah tidak jauh dari umat-Nya. “Dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis 17:27-28). Setiap peristiwa selalu berbicara tentang tindakan Allah, dan para religius diharapkan mampu untuk mengenal dan mendengarkan Dia. Melalui doa, seorang religius dapat dibantu untuk memandang secara positif segala kenyataan yang terjadi, menyadari cinta dan bimbingan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kesusahan sekali pun. Dalam doa, setiap religius membiarkan diri dicintai oleh Allah. Dia dapat merasakan kehadiran Allah dalam diri orang lain. Dalam doa, seorang religius bertindak sebagai penerima rahmat, karunia, dan bimbingan Allah dengan hati terbuka di hadapan-Nya. Keterbukaan hati ini membuat para religius membiarkan dirinya dicintai oleh Allah. b. Hidup Berakar dalam Doa Karena doa merupakan tanda kehadiran Allah yang terwujud dalam komunikasi, maka orang yang berakar dalam doa akan hidup dalam hadirat Bapa Sang Pencipta. Dia adalah cinta dan dasar segala sesuatu, termasuk dasar kehidupan setiap manusia (Breemen, 1983: 61). Sabda Allah yang direnungkan sebagai tanda kehadiran Allah itu menggema dalam hati para religius, dan dengan demikian membiarkan Kerajaan Allah bertumbuh di dalam dirinya. Hidup berakar dalam doa berarti hidup yang dipersatukan dengan Allah, dan dalam kesatuan itu, setiap orang akan menyadari dirinya, keberadannya di hadapan Allah. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 Pengalaman jatuh bangun dalam menjalin relasi dengan Allah tentu dialami oleh setiap manusia termasuk religius. Untuk membina hubungan dengan Allah dibutuhkan perjuangan dan niat dari diri sendiri untuk bangkit lagi bila jatuh. Dalam doa, seseorang tekun mengisi diri dalam keheningan untuk menemukan Tuhan dalam hidupnya. Dia menyadari bahwa Allah selalu setia kepada umat-Nya. Oleh karena itu, dalam situasi apa pun, seseorang juga dituntut untuk tetap setia kepada Dia. Dalam kesetiaan inilah tampak kehadiran Allah yang nyata (Breemen, 1983: 64). Seorang religius menjadi tanda kehadiran Allah bagi orang lain melalui kesaksian hidupnya sebagai buah dari doanya. Hidup yang berakar dalam doa dapat dirasakan melalui pelayanan para religius kepada orang lain. A. Karya Pelayanan Religius Pada dasarnya, hidup religius ditandai dengan kaul-kaul dan hidup bersama yang merupakan saksi kehidupan dalam tubuh Gereja di dunia. Kehadiran tarekat religius bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk mengembangkan Gereja di dunia. Hidup religius ikut ambil bagian dalam tugas Gereja, yakni menyebarkan iman dan memperjuangkan keadilan bagi orang yang lemah dan tertindas. Para religius menghadirkan cinta melalui karya pelayanan terhadap masyarakat. Dasar dari pelayanan itu adalah bahwa hidup religius merupakan hidup yang mengikuti Kristus, yaitu hidup bersama Yesus dan hidup berjuang bersama Yesus (Darminta, 1982: 25). 1. Misi Pelayanan Religius PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 Setiap religius mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam membangun keutuhan ciptaan Allah. Dengan kewajiban tersebut, semua orang mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam melayani dan memperhatikan orang yang lemah. Keadilan dalam dunia sekarang ini mulai mengendor, sebab sikap mementingkan diri sendiri semakin tinggi. Tingginya perhatian kepada diri sendiri secara langsung akan mengurangi semangat pelayanan dalam diri seseorang. Dalam Gaudium et Spes dikatakan: “Keadilan yang lebih sempurna, persaudaraan yang lebih luas, cara hidup sosial yang lebih manusiawi, semua itu lebih berharga dari pada kemajuan di bidang tehnologi” (GS, art 35). Ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia, bahwa sebagai mahluk sosial dia dipanggil untuk melakukan kegiatan yang terarah kepada kehidupan yang lebih manusiawi. Bila dia bekerja, dia bukan hanya mengubah hal-hal tertentu dalam masyarakat, melainkan ikut juga menyempurnakan dirinya sendiri. Ia banyak belajar dalam mengembangkan bakat dan kemampuannya, serta berani keluar dari dirinya (melampaui diri). Semuanya itu dilakukan demi sebuah misi atau pelayanan bagi sesamanya. Pengembangan diri dan bakat-bakatnya pertama-tama bukan digunakan demi kemuliannya semata, tetapi demi membantu orang lain ‘keluar’ dari persoalan hidupnya. Hal ini tentu terkait dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Demikian juga, misi dan pelayanan para religius ditujukan pertama-tama pada pengabdiannya kepada sesamanya, bukan kepada dirinya. Dalam Injil Lukas, Yesus berkata, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: kami adalah hambahamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang “harus” kami PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 lakukan” (Luk 17: 10). Hal ini menegaskan keberadaan para murid Kristus yang harus hadir untuk melayani. Pelayanan yang dilakukan bukan sesuatu yang sangat istimewa melainkan pengorbanan dan perjuangannya sebagai pengikut Kristus (KWI, 1996: 450). Melayani berarti mengikuti dan meneladani jejak Kristus yang melayani dengan penuh ketulusan dan rela mengorbankan diri-Nya demi sesamaNya. 2. Pelayanan yang Profetis Gereja mengakui dan menyadari bahwa manusia termasuk para religius tidak sendirian di dunia untuk mewartakan keselamatan. Melainkan, Gereja mengharapkan ada pihak-pihak lain baik dalam Gereja maupun di luar Gereja yang melayani dengan tulus. Pelayanan profetis/kenabian secara hakiki bersifat terbuka bagi siapa saja. Gereja menyadari bahwa pelayanan kenabian ini dapat juga mengalami ketidaksempurnaan sebagaimanan yang diharapkan, maka perlu membuka diri terhadap kritik dan tanggapan, entah dari berbagai pihak supaya arah pelayanan kenabiannya jelas. Pelayanan profetis ini dipahami sebagai sumbangan untuk berpartisipasi dalam usaha memajukan masyarakat dan Gereja (Dopo, 1992: 3840). Pelayanan yang dilakukan oleh para religius kerap dihubungkan dengan sikap untuk meneladani Yesus Kristus, Sang Guru. Salah satu tanggapan khalayak ramai ketika menyaksikan apa yang diperbuat Yesus ialah, “seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita dan Allah telah melawat umat-Nya” (Luk 7: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 16). Dia kemudian dikenal sebagai nabi, dan Yesus tidak keberatan jika orang banyak menyebut diri-Nya sebagai nabi. Nabi adalah seorang utusan Allah yang mewartakan keselamatan dari Allah, membawa pembebasan, dan melepaskan orang-orang yang terbelenggu kesusahan dan kesengsaraan (Darminta, 1994; 31). Dalam konteks situasi sekarang, tampilnya para nabi sebagai penyambung lidah Allah, tampak dalam karya pelayanan yang mereka lakukan. Mereka berkarya demi kesejahteraan hidup manusia dan keadilan bagi mereka yang menjadi korban seperti para pengungsi, kelompok-kelompok minoritas dan tertindas. Dalam hal ini, para religius dan tokoh-tokoh Gereja Katolik, melalui pelayanan sosial mereka, bisa disebut sebagai nabi yang hadir dan berkarya sebagai penyambung lidah Allah, mewartakan Kerajaan Allah dan keselamatan-Nya. 3. Macam-macam Karya Pelayanan Katekismus Gereja Katolik (1995: 777) merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus”. Eksistensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan secara lokal dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (liturgia), mengembangkan pewartaan kabar gembira (kerigma), menghadirkan dan membangun persekutuan (koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia) dan memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus (martyria). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 a. Liturgi Liturgi berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Partisipasi aktif umat beriman dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin ibadat Sabda/doa bersama; membagi komuni; menjadi: lektor, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias altar dan sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan. b. Pewartaan Pewartaan berarti ikut serta membawa kabar gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, PuteraNya (RM, 39). Melalui bidang karya ini, para religius diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran Sabda Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injil, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Ensiklik (RM, 43) menegaskan: Gereja dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Kristus dengan mengambil sikap yang berani dan profetis, di hadapan kebejatan kekuasaan politik ataupun kekuasaan ekonomi: dengan tidak mencari kemuliaan dan kekayaan materialnya sendiri; dengan menggunakan sumber-sumber penghasilannya sendiri untuk melayani orang-orang yang termiskin dan dengan meniru kesederhanaan hidup Kristus sendiri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 Kehadiran para religius diharapkan turut serta dalam mewartakan Injil Yesus Kristus. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramensakramen lainnya. c. Persekutuan Persekutuan berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Allah dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya. Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, Putera-Nya, dalam kuasa Roh Kudus. Bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus (RM, 26). Oleh karena itu, para religius diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial (keuskupan, paroki, stasi /lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja. d. Pelayanan Pelayanan merupakan suatu bentuk kesaksian hidup tentang kebenaran pewataan Injil. Pelayanan dapat terjadi melalui karya karitatif/cinta kasih dalam aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keikhlasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4: 32-35). Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri yang bertujuan demi kebaikan dan kebahagiaan umat pilihan-Nya. Diakonia harus bersifat melupakan diri sendiri, yang berarti bahwa ia akan membantu setiap orang yang berada dalam kekurangan. Kehadiran para religius bergerak dalam berbagai bidang: bidang kebudayaan; bidang pendidikan: bidang kesejahteraan: bidang kesehatan: bidang politik dan hukum dan lain sebagainya (Conterius, 2001: 94-96). e. Kesaksian Kesaksian berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, para religius diharapkan dapat menjadi saksi, ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain. Gereja juga mewartakan injil kepada dunia dengan kesaksian hidup yang setia pada Tuhan Yesus (RM, 24). Menjadi saksi Kristus harus siap menanggung banyak resiko. Yesus berkata "Kamu akan dikucilkan bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuhmu akan menyangka ia berbuat bakti pada Allah." (Yoh 16: 2). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 B. Hubungan Doa dan Karya Pelayanan Doa dan karya merupakan dua hal yang akrab dalam hidup para religius. Hidup doa merupakan simbol keterbukaan hati dan jiwa kepada karya keselamatan; kepada rahmat Allah dan kekuatan-Nya. Sementara itu, karya pelayanan sendiri didasarkan pada kelekatan hati manusia kepada Allah dan karyaNya (Darminta, 1982; 51-52). Dengan kata lain, hidup doa dan karya pelayanan dihubungkan dengan relasi terhadap sesama. Karya pelayanan merupakan buah atau hasil dari hidup doa. Hidup doa dan karya pelayanan seorang religius perlu diseimbangkan. Keduanya tidak boleh dipisahkan karena doa dan karya merupakan satu kesatuan. Dalam doa, para religius mampu mengarahkan diri kepada persatuan dengan Tuhan. Persatuan dengan Tuhan akan terlaksana apabila religius melaksanakan kehendak Allah yang menyelamatkan, sebab doa mengarahkan manusia kepada karya keselamatan Allah dalam Gereja. Dengan demikian, doa dan karya pelayanan merupakan satu kesatuan dalam memahami kehendak Allah dalam karya keselamatan (Darminta, 1982: 51-52). 1. Praktek Doa di Tengah-tengah Pelayanan Setiap tarekat religius biasanya mempunyai konstitusi dan aturan-aturan tertentu guna menjaga keseimbangan antara karya pelayanan dan doa. Karya pelayanan dan doa diatur menurut spiritualitas tarekat masing-masing (Darminta 1982: 53). Aturan-aturan tersebut dibuat supaya dalam tarekat tersebut, setiap anggota tetap memperhatikan hidup doa di tengah-tengah pelayanannya. Kesibukan karena pekerjaan, tanpa disadari bisa meninggalkan waktu doa begitu saja. Supaya doa dan pelayanan religius dapat seimbang, para religius perlu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 meluangkan waktu secara teratur dan penuh kesadaran. Dalam hal ini, hidup doa perlu disadari kegunaannya, terutama dalam hal pemeriksaan batin supaya motivasi pelayanan yang dilakukan senantiasan dimurnikan. Tujuan dari doa dalam kehidupan para religius ialah melaksanakan kehendak Allah. Oleh karena itu, sangat penting bahwa para religius membina hidup doa terus-menerus untuk mendukung karya pelayananya. Kedalaman doa seorang religius akan terbukti juga dalam karya pelayanannya. Karena pelayanan yang sungguh-sungguh disertai dengan doa, tentu akan membawa keselamatan bagi banyak orang. Kesatuan antara doa dan karya pelayanan dapat terjadi apabila pelayanan yang dilakukan itu dilandasi oleh iman, pengharapan dan cinta kepada Allah. 2. Peran Doa dalam Pelayanan Religius Apabila seorang religius melakukan tugas pelayananya hanya sekadar mengejar prestasi, ia hanya akan menjadi hamba dari karyanya. Tidak jarang juga ditemukan bahwa ada banyak religius yang bekerja dengan rela membaktikan diri dalam tugas sehari-hari, sehingga tidak memiliki waktu istirahat untuk hening dan berdoa. Di sisi lain, ada juga religius yang melakukan karya pelayanannya hanya sebagai rutinitas saja, tanpa ada usaha untuk memajukan karya tersebut. Berhadapan dengan situasi ini, para religius hendaknya menyadari pentingnya hidup doa di tengah-tengah karya pelayanan. Karya kerasulan merupakan ciri pokok yang mewarnai seluruh hidup tarekat religius. Kerasulan merupakan puncak hidup. Meskipun demikian doa tidak boleh dilalaikan, sebab doa menunjang karya itu sendiri. Doa berguna untuk karya pelayanan, bukan demi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 doa itu sendiri. Oleh karena itu, tiap-tiap orang harus bertanggung jawab atas karya dan doa serta pengaturannya (Darminta, 1982: 54-55). Dengan kata lain, doa berperan sebagai penggerak seluruh pelayanan para religius. Dalam keadaan apa pun, mereka perlu menyempatkan diri untuk merenung, meluangkan waktu untuk berdoa dan berefleksi di sela-sela pekerjaannya. Keseriusan dalam doa di tengah-tengah karya pelayanan akan membantu para religius menemukan kehendak Allah dalam karya pelayanannya. Dalam Perjanjian Lama, kita bisa menemukan tokoh-tokoh yang tekun berdoa dalam melakukan tugas mereka; misalnya, Nabi Musa, Elia, Yeremia, dan nabi-nabi yang lain. Hidup dan karya mereka selalu disertai dengan doa. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, yang menjadi teladan pendoa ialah: Bunda Allah dan Yesus Kristus. Mereka mengajarkan supaya setiap orang berjuang melawan diri sendiri dan godaan setan yang melakukan segala cara untuk mencegah supaya hubungan manusia dengan Tuhan tidak terwujud (KGK, 1995: 2725). Beberapa teladan pendoa, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, membantu si pendoa bagaimana berdoa dengan baik. Mereka berdoa dengan caranya masing-masing dan percaya bahwa Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doanya. Religius yang mengabdikan diri untuk Tuhan dapat meneladani pendoa-pendoa tersebut sehingga dalam tugas pelayanan menghasilkan buah yang berlimpah. 3. Pelayanan sebagai Wujud Doa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 Pengalaman hidup para religius yang dijiwai dengan doa akan berdampak pada karya-karya pelayanan yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Hidupnya akan menjadi bagian dari doanya dan doa menjadi kekuatan di dalam hidupnya, sehingga mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama maupun dalam karya pelayanannya (Darminta, 1997: 22-27). Doa mengarahkan setiap orang kepada persatuan dengan Allah, dan dari kesatuan ini lahirlah cinta kepada sesama. Hidup doa merupakan ungkapan cinta manusia kepada Tuhan dengan tiada batasnya. Setiap manusia mempunyai kerinduan untuk hidup bahagia dalam hadirat Allah dan bersatu dengan Allah. Kerinduan tersebut akan terwujud dengan melaksankan kehendak Allah dengan penuh cinta kasih. Cinta kasih itu diungkapkan melalui pelayanan manusia kepada Allah sehingga menjadi sarana untuk mengabdikan diri kepada Tuhan dan sesama. Dalam VC art. 77 dikatakan bahwa, “Mereka yang mengasihi Allah, Bapa semua orang tentu mengasihi sesamanya juga, yang mereka pandang sebagai saudarasaudari”. Artinya bahwa karya pelayanan didasarkan pada kedekatan dengan Allah, sehingga pelayanannya turut mewartakan karya Kristus di tengah-tengah dunia. Pewartaan Kristus dalam karya pelayanan berarti memancarkan kasih dalam sikap dan perutusan dengan melayani orang-orang kecil dan sederhana. a. Hubungan yang Akrab dengan Tuhan Dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 657 art 2 disebutkan bahwa, ”Kegiatan kerasulan hendaknya selalu mengalir dari kesatuannya yang mesra dengan Allah, dan memperteguh serta menunjang kesatuan itu”. Cinta kepada Allah dan sesama dihayati sebagai ungkapan dari pengalamannya. Pengalaman PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 yang dimaksud adalah pengalaman akan penyertaan Allah yang bersumber pada doa yang dijalin terus-menerus. Dalam hal ini, para religius harus mendekatkan diri kepada Allah, Sang Pemberi kehidupan dan keselamatan bagi banyak orang. Seluruh pelayanan yang dilakukan Yesus ingin mengajak para pengikutNya terlibat di dalam-Nya dan masuk dalam keselamatan yang diwartakan-Nya. Yesus datang tidak hanya untuk membebaskan kita dari dosa dan kematian, melainkan juga membawa kita kepada kehidupan. Segala milik Yesus diberikan kepada manusia/para religius untuk diterima dan dikerjakan. “Barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan” (Yoh 14: 12). Yesus menghendaki supaya kita bersama-Nya. Dalam doaNya, Ia menjelaskan maksud-Nya; “… supaya mereka semua menjadi satu sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus Aku… (Yoh 17: 21-26). Kata-kata ini mengungkapkan hakikat pelayanan Yesus. Ia tidak hanya mempertahankan kesamaan-Nya dengan Allah saja tetapi Ia mau dan rela mengosongkan diri dan menjadi sama seperti kita sehingga kita dapat menjadi serupa dengan-Nya (Nouwen, 1986: 29-30). b. Relasi terhadap Sesama Kadar hidup doa seseorang juga dipengaruhi oleh hubungannya dengan sesama (Agudo, 1988: 179-180). Kristus menandaskan hal ini dengan jelas ketika dia mengatakan pentingnya berdamai sebelum orang mempersembahkan korban kepada Tuhan. Yang dimaksud ialah bahwa Tuhan menghendaki supaya para pengikut-Nya benar-benar tulus hatinya untuk mempersembahkan apa yang ada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 padanya tanpa mengabaikan yang lain. Dalam sabda-Nya, Yesus mengatakan “Apa yang kamu lakukan kepada salah yang terkecil dari saudaraku ini, kamu lakukan kepada-Ku” (Mat 25: 41). Ketidak-pedulian terhadap sesama akan merusak hubungan dengan Tuhan untuk melanjutkan karya pelayanan. Setiap orang termasuk para religius dipanggil untuk melayani kerajaan Allah (sesuai dengan kharisma pendiri masing-masing). Pelayanan diwujudkan dengan karya-karya yang ada dalam setiap kongregasi. Tugas pelayanan menjalin relasi yang akrab dengan orang lain merupakan bentuk nyata relasi dengan Tuhan. Karya pelayanan dapat terlaksana dengan baik apabila ada hubungan yang baik dengan rekan kerja. Kehadiran rekan kerja membantu dalam mengembangkan karya. Karena itu, dibutuhkan sikap kerendahan hati agar setiap orang mampu menjalin relasi dengan baik kepada siapa saja, juga sebagai bukti terjalinnya relasi yang baik dengan Allah. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA Pada bab ini, penulis akan membahas tentang makna hidup doa dalam karya pelayanan para suster SFD. Pembahasan dimulai dengan pemaparan sejarah awal berdirinya kongregasi SFD, visi dan misi, serta spiritualitasnya. Selanjutnya akan dijelaskan tentang karya pelayanan dalam kongregasi SFD yang meliputi pengertian pelayanan, pelayanan dalam Gereja, pelayanan sebagai Fransiskan, tujuan pelayanan, tantangan dalam pelayanan kongregasi SFD dan jenis-jenis karya pelayanan. Bab ini ditutup dengan pemaparan tentang makna doa dalam karya pelayanan para suster SFD. A. Sejarah Berdirinya Kongregasi SFD Para pengikut St. Fransiskus Asisi terdiri dari tiga kelompok (Ordo); Ordo Pertama, Ordo Kedua dan Ordo Ketiga. Kelompok yang termasuk Ordo Pertama ialah Saudara-Saudara Dina (Ordo Fratrum Minorum, OFM), Saudara-Saudara Dina Conventual (Ordo Fratrum Minorum OFM Conv) dan Saudara-Saudara Dina Capusin (Ordo Fratrum Minorum OFM Cap). Meskipun berbeda nama, namun secara praktis cara hidup mereka tidaklah jauh berbeda satu dengan yang lain. Di antara mereka tetap terjalin hubungan kekeluargaan. Mereka ialah para biarawan Fransiskan (sebutan untuk para pengikut St. Fransiskus) yang diutus untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa (biarawan aktif kontemplatif). Ordo Kedua adalah para Klaris, yaitu para rubiah (pertapa perempuan) yang hidup dalam komunitas dan terikat klausura (tertutup). Karena berciri PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 kontemplatif, komunitas ini membaktikan hidup mereka kepada Allah dan tinggal sepenuhnya dalam biara. Sementara itu, Ordo Ketiga terdiri dari dua kelompok, yaitu Ordo Ketiga Sekular dan Ordo Ketiga Regular. Ordo Ketiga Sekular ialah sekelompok wanita atau pria yang hidup di luar komunitas dan tidak mengucapkan kaul-kaul religius (kemiskinan, ketaatan dan kemurnian). Mereka hidup sebagai awam yang berkeluarga. Kelompok lain yang juga termasuk dalam Ordo Ketiga ialah Ordo Ketiga Regular. Ordo ini merupakan kelompok aktif yang hidup di tengah-tengah dunia dan dalam komunitas yang ingin mengabdi Allah dan dengan saksama menuruti tiga nasihat Injil dalam penghayatan kaul-kaul religius mereka. Di antara ketiga ordo ini, Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina termasuk dalam kelompok Ordo Ketiga Regular, suatu kongregasi yang aktif dan kontemplatif, yang berkarya dan tetap menjalankan hidup doa secara berkala (Dister, 2008: 8). Pada awalnya kelompok SFD ini menamakan diri sebagai tertiaris peniten (anggota ordo ketiga yang menghayati anggaran dasar laku tapa atau mati raga). Komunitas ini berciri kontemplatif dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk berdoa dan tinggal dalam biara. Hanya beberapa suster yang diberi kesempatan untuk mengabdikan diri pada sesama melalui karya sosial, selebihnya tinggal dalam biara secara penuh. Untuk menjernihkan situasi dan memberikan kedudukan resmi kepada kelompok ordo ketiga yang berkaul, pada tahun 1521 Paus Leo X meresmikan suatu Anggaran Dasar khusus bagi mereka yang berkaul, rohaniwan maupun awam (Dister, 2008: 10). Sejarah berdirinya ordo ketiga regular dimulai dari ordo ketiga sekulir yaitu orang-orang yang berkeluarga (awam) dan mempunyai kewajiban dalam mengurus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 rumah tangga mereka. Mereka rindu menjalani hidup Kristiani secara lebih mantap sesuai dengan semangat Injil. Bentuk hidup seperti ini sudah ada di sejumlah kota sebelum Fransiskus tampil. Orang-orang ini menyebut dirinya sebagai “orang pertapa”. Mereka dikenal dari cara hidup mereka yang baik dan cara berpakaian yang sederhana. Pada abad ke-XIII, sebagian besar dari mereka dipengaruhi cara hidup Saudara Dina Kapusin (Ordo Fratrum Minorum OFM Cap). Dari sinilah dibentuk ordo ketiga sekular; yaitu kelompok pria dan wanita. Dalam waktu yang singkat, dibuatlah peraturan-peratuan untuk kelompok ini sehingga muncullah ordo ketiga regular. Pendiri pertama ordo ketiga regular ialah Beata Angelina de Marciano di kota Foligno pada tahun 1397. Hidup mereka didukung oleh kaul kebiaraan, kepatuhan terhadap peraturan, ibadat harian, hidup bersama dan lain sebagainya (Dister, 2008; 10). Pembaruan dalam Gereja yang diserukan dan dirintis oleh Konsili Trente (1545-1563) berpengaruh juga dalam “biara”. Selain itu dalam Gereja muncul juga suatu kerinduan untuk lebih “mengasingkan” diri dari dunia dan menjaga ketat komunitas sebagai “tempat tertutup” untuk mencapai kontemplasi yang lebih mendalam. Pada tahun 1604 Johanna-Babtista Neerinck bergabung dengan sustersuster Tertiaris Peniten di kota Gent (Belgia). Ia mengadakan pembaruan dalam komunitasnya tetapi usaha tersebut tidak berhasil. Pada tahun 1623 JohannaBabtista Neerinck dengan beberapa suster yang merindukan kesunyian dan suasana kontemplasi meninggalkan biara Gent dan menetap di Limburg (Belgia). Mereka mengundurkan diri dari keramaian dunia. Johanna-Babtista Neerinck menekankan agar para suster harus menjalani hidup penuh mawas diri, meditasi dan doa. Dia PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 mempertahankan tradisi klausura agar dapat mengarahkan diri kepada doa, kehidupan batin dan rohani (Raat, 2000: 17). Secara historis, keberadaan kelompok Suster Peniten Rekolek ini memiliki pengaruh terhadap lahirnya kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina. Kongregasi Suster-Suster Fransiskus Dina lahir dari situasi dan perkembangan Kongregasi Suster-suster Fransiskan Dongen yang telah berusia 200 tahun. Kongregasi Sustersuster Fransiskan Dongen mulai terbentuk pada tahun 1789 akibat Revolusi Perancis. Sejak pecahnya Revolusi Perancis, Gereja dan hidup religius mengalami kekacauan. Tarekat Religius dibubarkan, semua religius secara paksa diusir ke luar dari biara mereka. Pada tanggal 8 Nopember 1796 pukul 11.00 para Suster Peniten Rekolek diusir dari biara mereka di Leuven. Semua harta benda disita. Mereka menyaksikan sendiri mebel mereka dijual oleh pemerintah (Clementina, 1983:8). Pada tanggal 12 Nopember 1796, Pastor J. Proost memberi surat-surat resmi, juga untuk Muder Constantia van der Linden dan Sr. Coletta Coopmans. Surat itu menyebutkan bahwa mereka benar-benar suster profes dari biara Leuven dan sekaligus menjadi surat rekomendasi untuk setiap orang yang dimintai pertolongan oleh para suster itu. Dalam situasi keterpecahan (porak-poranda), Roh Pemersatu tetap berbicara dalam lubuk hati Muder Constantia van der Linden, Sr. Coletta Coopmans, Sr. Agustine Janssens dan Sr. Francoise Timmermants. Kerinduan yang besar untuk tetap hidup di dalam persekutuan religius mendorong keempat suster itu untuk bersatu. Maka Sr. Francoise dan Sr. Agustine dari Tarekat Agustines membina hubungan baik dengan Muder Constantia dan Sr. Coletta Coopmans dari Peniten Rekolek. Mereka sering bertemu di rumah keluarga PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 Timmermants untuk berbicara dan mencari kesempatan untuk meneruskan hidup membiara di luar negeri. Muder Constantia menjadi penggerak utama dalam usaha ini. Pastor Antonius van Gills dari Tilburg dan Pater Kapusin, Linus van Oederode, Gardian di Leuven sangat berperan bagi mulainya kembali Reformasi Limburg di Belanda. Para suster yakin meskipun situasi politik negeri sedang kacau, namun hidup religius harus tetap hidup, bila tidak mungkin di Belgia, di Belanda saja. Sebagaimana Abraham meninggalkan negeri, sanak saudara dan rumah bapanya untuk pergi ke tanah yang akan ditunjukkan oleh Tuhan, demikian pula para pendiri SFD meninggalkan tanah kelahiran mereka dan melanjutkan `perjalanan` menuju tempat yang akan ditunjukkan oleh Tuhan. Pada tahun 1798, Muder Constantia van der Linden tiba di Belanda. Karena tidak memiliki biara, untuk sementara itu dia tinggal di Pastoran Bokhoven sebagai pembantu rumah. Tidak lama kemudian, Nyonya Olifers de Bruyn (saudari kandung Pastor de Bruyn) mengundang para Suster pergi ke Waalwijk untuk mencari rumah yang mungkin dapat dipakai sebagai tempat tinggal. Dalam keadaan amat miskin, mereka hanya mendiami sebuah kamar besar terbuat dari kayu di desa Besooyen. Mereka tidak mempunyai apa-apa, tidak ada kursi, meja, tempat tidur atau pun selimut. Mereka tidur di lantai tanpa selimut. Namun mereka membuat banyak orang kagum karena kesabaran, ketabahan, dan cara mereka menerima kemiskinan ini dengan gembira. Segera Muder Constantia van der Linden mulai mengajar anak-anak dengan tenaga yang ada dan segala kebutuhan yang serba kurang. Akan tetapi, meskipun hidup dalam kekurangan dan kemiskinan, masyarakat Waalwijk sungguh mencintai para Suster. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 Pada tanggal 9 Nopember 1800, Muder Constantia dan Sr. Francoise berangkat dari Waalwijk ke Breda untuk mencari rumah yang agak besar. Pada saat itu, cuaca sangat buruk tetapi kedua suster telah merencanakan perjalanan itu maka harus terjadi. Taufan dan badai yang mengamuk selama perjalanan tidak menjadi penghalang bagi mereka. Ketika sampai di Dongen, roda kereta kuda yang mereka tumpangi putus. Kusir tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Melalui peristiwa taufan dan badai yang mengamuk dalam perjalanan itu Allah berbicara. Kedua Suster berdiri di pinggir jalan waktu hujan lebat. Beberapa orang setempat menunjukkan rumah pastor paroki. Para suster pun menemui pastor paroki, menceritakan siapa mereka, dari mana tempat asalnya dan apa maksud tujuan perjalanan mereka. Mendengar kisah para suster ini, sang pastor, Pastor van Gils kemudian mengucapkan kata-kata yang bersejarah ini, "Suster-suster tidak perlu pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster. Aku membutuhkan orang seperti kalian. Di sini ada kemungkinan yang sesuai dengan rencana suster" (Clementina, 1983: 9-11). Pada tanggal 26 Maret 1801, saat Gereja merayakan Pesta Tujuh Kedukaan Maria, keempat suster bersama seorang novis, seorang postulan dan tujuh anak asrama berangkat ke Dongen. Pada saat itulah kongregasi berdiri di Dongen. Kongregasi hidup menurut Peraturan Reformasi Limburg dari tahun 1634. Terdorong oleh keyakinan bahwa para suster harus tetap memperbarui hidup dalam roh, maka para pendiri kongregasi tidak hanya berpedoman pada apa saja yang telah mendarah daging bagi mereka, melainkan juga menjadi peka terhadap kebutuhan masyarakat zaman mereka, sampai mereka malah mengorbankan cara hidup kontemplatif yang sangat mereka cintai. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 Setelah melewati masa-masa sulit penuh pergulatan dan perjuangan yang berat selama beberapa puluh tahun, kongregasi mulai lebih leluasa memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan. Selain itu, kongregasi juga mendapat peluang untuk menyebarkan hidup religius dengan membuka komunitas di Etten pada tahun 1920. Karena dituntut oleh situasi saat itu, komunitas yang baru itu menjadi komunitas mandiri, terlepas dari induknya di Dongen. Didukung oleh dana yang ada, kongregasi sanggup mengutus para Suster untuk mewartakan iman Katolik ke daerah misi, termasuk ke Indonesia (Clementina, 1983: 12-15). Pada tanggal 17 Maret 1923 para suster berangkat dari Dongen dan sebulan kemudian, pada tanggal 17 April 1923 mereka tiba di Medan, Sumatera Utara. Beberapa tahun kemudian, novisiat dibuka di Kabanjahe pada tahun 1954. Empat belas tahun kemudian Kongregasi mulai melebarkan sayapnya ke Kalimantan. Pada tanggal 11 Oktober 1937, para suster tiba di Banjarmasin. Keinginan untuk mengikutsertakan pemudi-pemudi pribumi dalam pelayanan di Kalimantan mendorong pemimpin kongregasi untuk membuka novisiàt di Jawa Tengah. Pati merupakan kota pilihan tempat para calon akan dididik dan dipersiapkan. Pada tanggal 14 Juli 1958 tiga suster datang dari Banjarmasin ke Pati untuk membuka novisiat. Dengan penyebaran dan perkembangan di Indonesia, maka pada tahun 1969 status komunitas-komunitas di Indonesia ditingkatkan menjadi regio, yaitu regio Sumatera Utara dan regio Jawa-Kalimantan. Masing-masing pemimpin regio bertanggungjawab langsung kepada Pemimpin Umum di Dongen. Selama beberapa tahun di Dongen, jumlah suster tidak bertambah karena tidak ada anggota baru. Suster-suster yang masih ada semakin lanjut usia. Mengingat situasi yang demikian dan karena regio-regio di Indonesia telah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 dianggap mampu untuk mandiri, maka Dewan Pimpinan Umum mempersiapkan para suster Indonesia agar siap untuk menangani sendiri otoritas kepemimpinan kongregasi di Indonesia (Konst, 2007: 13) Roh Pemersatu yang menjiwai para pendiri kongregasi mendorong terwujudnya unifikasi Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan. Penyatuan regio dimulai pada tanggal 15 Juli 1998. Sebagai persiapan kemandirian, pada tanggal yang sama ditetapkan nama baru bagi kongregasi di Indonesia, meski kharisma dan spritualitas tetap sama. Nama yang mengungkapkan spiritualitas kongregasi seturut teladan St. Fransiskus Assisi adalah Suster-suster Fransiskus Dina. Pada tanggal 17 April 2007, Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina di Indonesia resmi menjadi kongregasi mandiri di bawah wewenang yurisdiksi Keuskupan Agung Semarang dan dinyatakan dalam dekrit dari Tahta Suci di Roma melalui kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, Prot. N. 1534/ 07 tertanggal 31 Maret 2007 (Konst, 2007; 14). A. Visi dan Misi SFD Rumusan visi, misi, dan kharisma SFD berawal dari keprihatinan, pertanyaan, kebingungan dan kerinduan mendalam para suster SFD. Namun, sudah sejak semula pendiri kongregasi SFD percaya telah disemangati dan dijiwai oleh Roh Allah yang dikenal sebagai Roh Pemersatu. Mereka berkarya dengan berlandaskan semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat, sikap lepas bebas dan semangat doa (Raat, 2000; 60-62). Rumusan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 visi, misi dan kharisma SFD itu kemudian dirumuskan pada kapitel regio 2001 di Girisonta, Semarang. Dari pertemuan itu, visi SFD pun dapat dirumuskan, yaitu “Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang” (Konst, 2007 art 9). Dalam hal ini, cara hidup sederhana St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu merupakan perwujudan kasih Allah sebagai Bapa bagi semua orang. Kongregasi SFD membangun persaudaraan dan persekutuan dengan saling memperhatikan, dan saling melayani dalam kebutuhan setiap hari. Dengan keyakinan bahwa persaudaraan dibangun atas iman bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, maka semua orang adalah saudara, semartabat dan setara. Tuhan yang diimani adalah Bapa yang mencintai setiap orang, sehingga setiap orang pun harus bersikap seperti Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya. Para SFD mencintai dan meninggikan orang bukan hanya dalam persaudaraan dalam kongregasi saja, tetapi juga semua orang yang kepada mereka para SFD diutus. Dengan meneladan sikap Yesus, para SFD diajak untuk menghargai, mengangkat harkat dan martabat manusia yang diciptakan oleh Allah dan secitra dengan-Nya (SFD, 2007: 17). Berangkat dari pertimbangan di atas, maka rumusan misi SFD pun disebutkan, “Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun: kaum muda, perempuan, orang kecil, orang sakit bersama saudara lain” (Konst, 2007 art 11). Para suster SFD berusaha untuk membuka diri terhadap kebutuhan orang lain dan terbuka dengan situasi zaman. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 Siap dan terbuka berarti memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan dan sesama. Keterbukaan terhadap kebutuhan zaman menuntut untuk tidak memilih kesenangan pribadi tetapi lebih memerhatikan kepentingan umum. Misi yang diiemban oleh para Suster Fransiskus Dina berkaitan erat dengan pesan yang terdapat dalam dalam injil Lukas 4:18-19 yang berbunyi: Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Hal ini menegaskan bahwa tujuan Roh Allah dianugerahkan kepada Yesus ialah demi keselamatan semua orang, terutama orang-orang lemah, miskin secara ekonomis, fisik, dan sosial. Yesus yang diurapi menampilkan tugas-Nya sebagai nabi, sebagaimana dituliskan dalam kitab Yesaya. Yesus tidak menjauh dari realita sosial, melainkan Ia mengangkat situasi ini menjadi visi dan misi pelayanan-Nya yaitu mewartakan Kerajaan Allah. Arah misi Yesus di sini adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang tawanan, memberikan penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Tahun rahmat Tuhan yang dimaksud adalah saat keselamatan melalui Kristus/Mesias yang dipakai Allah untuk memberitakan kabar baik bagi orang yang sengsara, merawat orang yang remuk hati, pembebasan pada orang tawanan, pembebasan pada orang yang terkurung dalam penjara, penglihatan pada orang buta, pembebasan orang-orang yang tertindas. Yesus menyerukan bahwa Dia adalah Mesias yang Diurapi, yang diutus untuk membawa kabar baik. Di sini tersirat pernyataan diri-Nya sebagai Mesias PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 yang dinanti-nantikan sebagaimana diwartakan dalam kitab Yesaya. Yesus melaksanakan semua ini dengan penuh belaskasih, cinta dan mengandalkan kekuatan dari Bapa-Nya. Kedatangan-Nya memberikan karunia istimewa kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Dengan tampilnya Yesus sebagai seorang Pewarta, nyatalah bahwa dalam diri-Nya, Allah telah menggenapi segala janji-Nya. Arah misi Yesus ini, sudah sejak awal mula telah mewarnai usaha dan karya tarekat SFD dalam menjawab dan melayani kebutuhan masyarakat yang dihadapi demi pembangunan Kerajaan Allah serta kemuliaan-Nya. Dengan meneladani Dia, kongregasi SFD berusaha hadir di tengah-tengah masyarakat terutama yang menderita, lemah, kecil, miskin, tersingkir dan difabel (LKMTD). Demi mewujudkan misi-Nya itu para SFD dituntut untuk memiliki sikap berani meninggalkan segala sesuatu demi pelayanan seperti yang dituntut Yesus pada para murid-Nya. Dalam Injil Lukas 9: 59-62, dikatakan: Lalu Ia berkata kepada seorang yang lain, ikutlah Aku! Tetapi orang itu berkata, Tuhan ijinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku. Tetapi Yesus berkata kepadanya, biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau pergilah dan beritakanlah Injil dimana-mana. Lalu seorang lain lagi berkata, Aku akan mengikuti Engkau, Tuhan, tetapi ijinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku. Tetapi Yesus berkata kepadanya, setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh kebelakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah. Sebagai murid-murid Yesus, para SFD pun harus berani meninggalkan tanah air, kampung halaman, keluarga, kesenangan pribadi dan meninggalkan segala-galanya demi Kristus, Sang penyelamat dunia. Dengan kata lain, visi misi dan kharisma kongregasi SFD menjadi pendorong dan kekuatan untuk melaksanakan tugas perutusannya di tengah Gereja dan masyarakat. B. Spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51 Dalam buku catatannya, Suster Marie Joseph (Mary Raaymakers) menulis sejarah awal berdirinya kongregasi di Dongen yang dipimpin oleh Mere Constantia van der Linden pada tahun 1801. Dia menyampaikan bahwa semangat hidup religius harus diperbarui, dan pembaruan hidup itu harus didasari dengan tradisi Injili-Fransiskan. Artinya para Suster Fransiskus Dina harus hidup seturut nasihat Injil Suci, yakni dalam ketaatan, hidup tanpa milik, kesederhanaan dan dalam kemurnian (Ladjar, 1988: 90). Cara hidup yang demikian ini merupakan bentuk simbolis dari usaha untuk menyerupai cara hidup Kristus. Pada tanggal 1 April 1991, dalam rangka memperingati 190 tahun berdirinya kongregasi, para SFD mengadakan kapitel di Dongen. Dalam kapitel itu, mereka mendiskusikan dan mendalami catatan Suster Marie Joseph di atas. Catatan tersebut dilengkapi dengan teks-teks Perjanjian Baru dan karangankarangan St. Fransiskus Asisi. Melalui kapitel ini, rumusan spiritualitas kongregasi SFD pun semakin diperjelas dan dibagi dalam lima bagian, sebagai berikut: semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat, lepas bebas dan semangat doa (Raat, 2000: 60-63). Kelima sikap inilah yang menjadi daya-gerak hidup pendiri kongregasi SFD dan para anggotanya. 1. Semangat Cinta Kasih Pendiri kongregasi (Suster Mere Constantia Van Der Linden) menyadari secara baru bahwa kehidupan religius harus mewujudkan pembaharuan yang sungguh-sungguh nyata. Menurutnya, untuk memperbarui hidup religius tersebut, para suster harus kembali ke sumber-sumber asli yaitu Kitab Suci. Dalam Kisah Para Rasul 2: 42-47 dituliskan: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam perekutuan. Dan mereka selalu berkumpul, untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagibagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Semangat hidup para rasul ini menjadi teladan bagi umat Kristen. Semangat cinta kasih itu juga menjadi tanda pengenal mereka. Mereka semua bersatu hati. Seperti jemaat Kristiani perdana, demikian juga para SFD diharapkan mampu menempatkan cinta kasih menjadi dasar yang menopang hidup kongregasi. Cinta kasih menjadi tanda pengenal dalam persekuatuan SFD, sebagaimana komunitas para rasul yang dikenal karena cinta kasih satu sama lain. Cinta itu suka memberi sebagaimana para rasul membagi apa yang dimilikinya. Demikian juga para SFD menjadikan segala yang ada menjadi milik bersama. Selain itu, cinta kasih juga menuntut kesabaran. Dalam hidup bersama para SFD dilatih untuk sabar, menerima sesama dalam kelemahannya sebagaimana dia pun ingin diterima oleh sesama dengan sabar. Suster Marie Yoseph menemukan motivasi untuk mewujudkan cinta kasih di luar komunitasnya seperti yang dihidupi Gereja Perdana. Menurutnya, komunitas perdana adalah komunitas yang paling ideal untuk diteladani. Belajar dari komunitas perdana hendaknya komunitas SFD, yang terdiri dari beraneka ragam suku, latar belakang, dan hidup dalam satu ikatan kasih, saling mendukung dan saling melayani. Persaudaraan dalam komunitas harus dapat saling mendukung PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 sesuai dengan anggaran dasar yang dijanjikan dan dengan setia mengikuti jejak Tuhan Yesus Kristus (Raaymakers, 1991: 11-13). 2. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati Kesederhanaan merupakan ciri khas para pengikut Fransiskus, termasuk para SFD. Nilai ini mendapat tempat khusus dalam tarekat SFD. Kesederhanaan sejati mengandaikan kejujuran dalam tindakan maupun kata-kata yang mengikuti bimbingan Roh Kudus. Sikap sederhana terungkap dalam tutur kata yang sederhana, tulus, dan apa adanya. Sehubungan dengan sikap sederhana ini, St. Fransiskus pernah berkata, “Salam ratu kebijaksanaan, semoga Tuhan melindungi engkau bersama saudarimu, kesederhanaan yang suci murni”. Kesederhanaan baginya adalah saudari kebijaksanaan. Kesederhanaan memungkinkan religius untuk mengikuti Kristus yang ditolak di dunia namun menjadi jalan kebenaran dan hidup (Yoh 14: 6). Dengan demikian, seorang SFD hanya boleh mempunyai satu tujuan yaitu “melaksanakan kehendak Allah”. Sikap sederhana dalam hidup serta karya pelayanan menuntut para SFD untuk selalu membuka mata terbuka terhadap kebutuhan dunia dan dengan cinta memperlakukan bumi dan lingkungan hidup (Raaymakers, 1991: 14-19). Ketiga kaul yang diungkapkan para SFD kepada Tuhan dalam kongregasi SFD dapat menjadi dasar untuk tetap hidup sederhana. Dengan kaul kemiskinan, para SFD hanya berpegang pada Yesus, karena Dialah nilai tertinggi dalam hidup para SFD, sehingga barang dunia dan hal-hal lain menjadi relatif bagi para SFD. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 Bahkan Rasul Paulus mengatakan” semuanya menjadi sampah, sewaktu aku sudah mengenal Kristus”. Dalam kaul ketaatan, para SFD hanya mengutamakan kehendak Tuhan dari pada kehendak sendiri. Dalam hidup ini para SFD berusaha, untuk mencari, menemukan dan melakukan kehendak Tuhan. Oleh karena menekankan kehendak Tuhan melalui kongregasi, maka para SFD juga rela mentaati konstitusi kongregasi, yang mengajak para SFD untuk hidup sederhana, berpegang dan berharap kepada Tuhan, dan dengan kaul ketaatan para SFD berjanji kepada Allah untuk taat kepada pemimpin yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan sesuai peraturan Konstitusi. Dengan kaul kemurnian/keperawanan, para SFD mau menyerahkan diri secara penuh kepada Tuhan yang memanggil, sehingga para SFD rela diutus kemanapun melalui kongregasi SFD. Karena Tuhan adalah pegangan utama dan arah hidup para SFD, maka para SFD ingin meniru dan meneladan hidup Tuhan sendiri yang memang sederhana demi membantu dan menyelamatkan orang lain dari belenggu kedosaan. Ketiga kaul ini mau menekankan bahwa para SFD diajak untuk berpegang teguh pada Tuhan dan menyatukan diri dengan-Nya. Pegangan hidup para SFD adalah Yesus sebagai sumber kekuatan. Oleh sebab itu para SFD diajak untuk semakin meniru hidup Yesus yang sederhana, yang mau merendahkan diri-Nya bahkan sampai mati di salib. 3. Semangat Rajin dan Giat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 Hidup dalam pengabdian untuk melayani Tuhan dan sesama harus ditopang sikap rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu sama lain dan rasa keterlibatan dalam aneka usaha dalam persaudaraan. Keberagaman anggota dalam komunitas memberi semangat untuk melayani Tuhan. Suster Marie Joseph menganjurkan supaya semua anggota kongregasi SFD tidak menganggap pekerjaan sebagai suatu keharusan atau keterpaksaan untuk mengerjakannya, melainkan sebagai kewajiban cinta kasih (Raaymakers, 1991: 20). Pekerjaan akan semakin berkembang apabila setiap orang mampu memberi kebahagian kepada orang lain, bukan karena ingin menyenangkan orang lain tetapi karena melaksankan pesan Injil. Yesus adalah Guru dan teladan para SFD. Ia memberi kebahagiaan kepada orang lain karena “tergerak hati-Nya oleh belas kasihan kepada orang banyak” (Mrk 8: 2). St. Fransiskus dari Asisi juga mengajak saudara-saudaranya melakukan pekerjaan tangan sebagaimana layaknya karena belas kasih. Saudara yang belum menguasai pekerjaan hendaknya mau belajar bukan karena ingin mendapat upah tetapi menjauhkan sikap bermalas-malasan (Ladjar, 1988: 161). Dalam hal ini, para SFD dipanggil untuk melibatkan diri secara sunguhsungguh melayani orang lain. Sikap rajin dan giat penting dimiliki oleh setiap orang sebab di mana tidak ada keterlibatan, daya gerak persaudaraan pun akan hilang. Dengan demikian, pekerjaan harus dianggap bukan sebagai suatu bentuk pelarian tetapi demi pelayanan kapada Tuhan (Raaymakers, 1991: 26). 4. Sikap Lepas Bebas PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 Jemaat perdana telah menjadikan milik mereka menjadi milik bersama. Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul serta menjalankan cinta kasih sejati (Kis 2: 43). Mereka melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi dan mengikat diri kepada Allah dalam hidup persekutuan. Sikap lepas bebas seperti inilah yang harus menjadi ciri khas komunitas-komunitas Kristiani. Sikap lepas bebas bukan berarti suatu kehilangan karena telah melepaskan semuanya, tetapi sebaliknya, dengan melepaskan hal-hal duniawi berarti para SFD memperoleh dan memenangkan kehidupan sejati. Sikap lepas bebas menjadi hal yang hakiki bagi para religius yang mau mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus berarti berani melepaskan semua harta milik pribadi dan mulai memasuki hidup baru (Raaymakers, 1991; 32). Melepaskan kepemilikan pribadi bukan hanya yang bersifat kelihatan tetapi secara utuh, termasuk kemauan diri sendiri. Tujuannya ialah agar hidup para SFD bebas dari keterikatan diri dan mampu menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Allah. Dengan keadaan yang bebas, para SFD mampu memberi peluang bagi Tuhan untuk memenuhi hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Sikap lepas bebas memberi sayap pada jiwa untuk terbang menuju kesempurnaan (Raaymakers, 1991; 33). Sikap lepas bebas Kristiani bukanlah prestasi, melainkan keutamaan yang terpancar untuk bebas memberi peluang bagi Tuhan karena Dialah satu-satu-Nya yang sanggup secara benar memenuhi hidup para suster SFD. 5. Semangat Doa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting yang tidak berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh 15: 4). Hal ini menegaskan betapa pentingnya persatuan batin dengan Allah, menjalin relasi dengan-Nya akan menghasilkan buah berlimpah yang tidak pernah berkesudahan. Yesus juga menggambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur dan kita adalah ranting-ranting-Nya. Agar berbuah, kita harus tinggal di dalam Dia, seperti ranting pada pokok anggurnya. Syarat mutlak untuk kita bisa berbuah adalah jangan pernah meninggalkan Pokok Anggur itu dan menempel kepada pokok anggur yang lain. Kehidupan berlimpah yang kita terima dari Allah hendaknya dijaga dan dibagikan kepada sesama, sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang menjadi saluran rahmat bagi sesama. Oleh karena itu, setiap orang yang dipanggilNya mempunyai tanggungjawab memberi hidup yang bersumber dari hidup Roh dan mengalir melalui peran para SFD khususnya dalam karya pelayanan. Buah yang kita terima akan bertumbuh dan berkembang apabila didasari dengan doa. Demikian juga dengan pengalaman St. Fransiskus dari Asisi. Sejak pertobatannya sekitar tahun 1204 sampai akhir hidupnya, Fransiskus mengutamakan Allah di atas segala-galanya. Allah telah menjumpainya dan dijumpainya terutama dalam Kristus yang merendah, dina dan tersalib. Seluruh jiwanya haus akan Kristus dan seluruh dirinya terserap oleh kehadiran Allah dalam Kristus dan dia mendedikasikan tidak hanya seluruh hatinya, tetapi juga seluruh tubuhnya kepada-Nya (Celano, 2008: 94). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 Bagi Fransiskus, doa itu sangat penting. Ia bukan saja mengucapkan doa, melainkan seluruh dirinya menjadi doa itu sendiri. Artinya doa Fransiskus kembali kepada dirinya; dia menjadi apa yang dilakukannya dan didoakannya. Fransiskus memiliki kemauan untuk berkanjang dalam doa dan mengikut-sertakan tubuhnya untuk berperan dalam doa tersebut. Seluruh dirinya memperlihatkan bahwa dia bersatu dengan Allah. Walaupun seluruh dirinya dan seluruh hidupnya adalah doa itu sendiri, namun ia juga menyediakan waktu-waktu tertentu untuk berdoa. Dalam periode “hidup dalam pertobatan” pada tahun 1204 sampai akhir hidupnya, Fransiskus sering mencari tempat-tempat sunyi untuk berdoa. Pada awal pertobatannya, ketika Fransiskus belum begitu teguh pada pilihan pertobatannya dan terutama ketika mengalami halangan dan ancaman dari ayahnya, ia bersembunyi di gua-gua sekitar Asisi dan berdoa terus-menerus. Dalam doanya ia memohon terang dan kekuatan Roh Allah berhubungan dengan pilihan pertobatannya. Ia merasa yakin bahwa doanya dikabulkan Tuhan, ketika ia tiba-tiba merasa kuat, berani dan mengecam ketakutannya sendiri (Celano, 1984: 10-11). Ia keluar dari persembunyian, menjumpai ayahnya dan dengan tegas mengutarakan pendiriannya, yaitu hidup untuk Allah saja (Celano, 1984: 13-15). Dua tahun sebelum wafatnya, Fransiskus mengadakan retret pribadi panjang di gunung La Verna. Di sana dia merasa telah berusaha mengikuti jejak Kristus dengan sebaik-baiknya dan memohon kepada Tuhan agar ia boleh mengalami keserupaan yang lebih lagi secara rohani dan secara jasmani. Pada akhir retret ia mendapat stigmata, yaitu lima luka Kristus tertera pada tubuhnya (Celano, 1984: 94-96). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 Bagi Fransiskus, doa berkaitan erat dengan pilihannya untuk mengarahkan hidup pada Allah dan bersatu dengan Allah. Doa membuatnya semakin jelas membuat pilihan mengikuti Kristus. Doa memberikan kepadanya kekuatan dan keberanian untuk menempuh pilihan itu secara konsekwen serta siap menanggung segala resiko berkaitan dengan pilihan tersebut. Doa itu pada akhirnya membuat persatuannya dengan Allah, dalam segala keadaan menjadi semakin erat. Persatuan erat itu memberikan kepadanya kebahagian, damai dan membuat dia melihat semuanya secara baru. Dari hal-hal ini kita dapat memahami cinta-persaudaraan universal Fransiskus. Pengalaman pribadi yang indah akan doa itu mendorong Fransiskus untuk mendesak saudara-saudaranya agar berdoa, menjalankan doa-doa yang sudah ditentukan atau doa-doa liturgis (AD III 1-9) tetapi lebih dari pada itu ia mendesak mereka untuk berdoa pribadi dan melakukan apa saja dengan setia dan bakti tanpa kehilangan semangat doa serta kebaktian suci (AD V 1-2). Doa harus menjadi pusat kehidupan para saudara, sebagaimana ditekankannya dalam Anggaran Dasar yang tidak pernah dimintakan pengesahannya ke Takhta Suci (ADtB psl 23: 9-11). Bagian yang sama berhubungan dengan doa ditemukan juga dalam Anggaran Ordo III Religius St. Fransiskus, yang menjadi Anggaran Dasar para SFD juga. Di situ ditekankan semangat doa, menyembah Tuhan dengan hati yang suci dan budi yang jernih. Dasar sikap itu menjadi pola hidup (khususnya para pengikut St. Fransiskus) untuk bertemu dan berhadapan dengan Allah yang mahabaik, asal segala kebaikan. Cara hidup Kristus yang ia teladani menjadi cerminan dalam hidup para pengikutnya, berani membela kebenaran demi kerajaan Allah. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 C. Doa dan Pelayanan dalam Kongregasi SFD 1. Doa dalam Kongregasi SFD Pola hidup pengikut St. Fransiskus adalah kesatuan antara hidup doa dan hidup karya. Hal ini juga dihidupi oleh Muder Yohanna Yesus dan pendiri kongregasi SFD yang selalu menyisihkan waktu untuk berdoa. Doa batin menjadi doa yang tidak kalah pentingnya untuk memupuk hidup rohaninya. Dister (2011: 87) menyatakan: Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun naik. Ada pun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada ketidakberdayaan kita. Gerak “naik” itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surga, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya. Dengan latarbelakang ketidakberdayaan pribadi dan juga kebaikan Allah yang tak terhingga maka berdoa berarti kesediaan yang tak putus-putusnya untuk mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. Berdoa bukan pertama-tama berarti sibuk bercakap-cakap dengan Tuhan, melainkan dengan tenang dan penuh perhatian mendengarkan suara dan bisikan Allah yang berbicara dalam keheningan hati. Mutu setiap doa dikenal lewat buahnya yaitu sikap lepas bebas sambil secara tulus ikhlas “menganggap orang lain lebih utama dari pada diri sendiri” (Flp 2: 3), sabar dan baik hati terhadap sesama, melepaskan rasa nikmat dalam kesalehan, pun pula tidak menghiraukan kata orang. Dari sinilah kemudian dapat dilihat hubungan antara doa dan pelayanan saling memengaruhi. Melalui doa, kita menjadi rendah hati, bersabar terhadap sesama, berpikir positif terhadap sesama, dan menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Hal yang mutlak dilakukan ialah tetap membina sikap samadi (meditasi-kontemplasi) terus-menerus dan melihat apa yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 mesti dibersihkan dari dalam hati untuk menyambut kedatangan Tuhan dengan sukacita. Selain doa batin para SFD mendoakan doa vokal bersama berupa ibadat pagi dan sore bersama. Selain ibadat resmi Gereja, para SFD juga mempunyai rumusan doa bersama, misalnya Devosi kepada Sakramen Mahakudus, doa penyerahan kepada perawan Maria, doa St. Fransiskus Asisi, ujud-ujud doa dalam ibadat pagi, mendoakan keluarga atau kerabat yang meninggal dunia (Statuta, 2007: 34). Dengan adanya rumusan doa ini, para SFD semakin berusaha dan bijaksana menyeimbangkan hidup doa dengan kerasulannya. 2. Pengertian Pelayanan Pelayanan diartikan sebagai sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani dan mencintai sesama yang sungguh membutuhkan perhatian sehingga harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab (Kapitel, 2011: 90). Menjadi suatu kegembiraan apabila setiap anggota SFD melayani Tuhan yang hadir dalam diri sesama dengan tulus dan penuh suka cita. Jadi, sikap pelayanan perlu diperhatikan sebagaimana intisari sikap pelayanan Kristus yang melayani. Yang menjadi pokok dalam pelayanan para SFD, yakni mengangkat harkat, martabat dan harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap sesama yang dilayani para SFD. Pelayanan tidak hanya berhenti pada perayaan liturgi di sekitar altar atau ritual gereja saja, tetapi juga dilaksanakan demi keselamatan umat manusia seluruhnya. Para SFD dituntut untuk menunjukkan pelayanan dengan berbuat sesuatu yang nyata bagi sesama terutama yang miskin dan menderita. Sikap PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 pelayanan kongregasi SFD berdasar pada sikap pelayanan Yesus sendiri yaitu melayani dengan cinta kasih. 3. Pelayanan dalam Gereja Tarekat religius bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah. Gerakan pelayanan itu berakar pada pelayanan Yesus Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar dalam diri Yesus yang menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang. Pelayanan yang dilakukan oleh Yesus sendiri tidak terlepas dari pelaksanaan kehendak Bapa-Nya. Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan yang dilakukan oleh Gereja juga didasarkan pada ketaatan kepada kehendak Allah. Tentang hal ini, Yesus bersabda, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mrk 12: 30-31). Kasih berasal dan tertuju kepada Allah. Allah senantiasa memanggil para SFD untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama, terutama dalam kehadiran-Nya di tengah kemiskinan, ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk itu mengenal Dia dan menjumpainya dalam diri mereka yang miskin merupakan langkah untuk mencintai-Nya. Rasul Paulus (Flp 1:9) menuliskan, ”Inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian”. Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup kita semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama manusia. Sehubungan dengan sikap pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, dalam Konstitusi (2007 art 44 ) dituliskan: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 Pendiri Kongregasi kita berpendapat bahwa hidup mereka sebagai Peniten Rekolek seharusnya ditandai dengan "kegiatan penuh rajin" dalam pengabdian kepada sesama. Mereka yakin, bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh pekerjaan merupakan suatu jalan untuk berlepas diri, mengarahkan diri kepada orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi (bdk. Mère Marie Yosef, Verlichtingen, hal 19+20 dan Karangan-karangan hal. 35). Hal ini ingin menunjukkan bahwa para SFD melayani Gereja dengan sungguh-sungguh dan tidak membeda-bedakan. Para SFD mengabdi Tuhan dan sesama mewujudkan cinta kasih dalam pelayanan, membagikan apa yang dimilikinya seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang membutuhkan. 4. Pelayanan sebagai Fransiskan Pelayanan yang rendah hati dan penuh cinta menjadi ciri hidup sebagai Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus Asisi memahami bahwa tugas pelayanan Gereja merupakan lanjutan dari tugas perutusan Yesus sendiri. Demikian juga tugas pelayanan sebagai Fransiskan, tujuannya sama yaitu ikut ambil bagian dalam penyaluran kasih Kristus. “Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mrk 10: 45). Yesus menunjukkan bagaimana melayani dengan tulus dan rendah hati. Ia melayani tanpa menuntut balas jasa dari orang yang dilayani-Nya. Sikap Yesus ini menjadi teladan bagi pelayanan Fransiskan termasuk para SFD dalam hal kerendahan hati dalam pelayanan. Melayani dengan rendah hati berarti mencintai dan meninggikan setiap orang. “Mereka dipanggil untuk menjadi pelayan dalam persaudaraan dan berusaha hidup seturut teladan St. Fransiskus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai orang lain, tetapi memenuhi tugasnya dengan penuh pengabdian” (ADtB V 9-12). Fransiskus menasihati para anggotanya supaya dalam melayani, mereka tidak mencari kekuasaan sekalipun ia sebagai pemimpin. Sebaliknya, hendaklah dia rendah hati mengabdi sebagaimana Yesus Kristus yang selalu merendahkan diri-Nya demi kemuliaan Allah. Pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, baik dalam komunitas maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus kepada Allah. Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama dan sosial, sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada yang miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama (Kis 2: 14). Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati tugas perutusan yang baru. Dengan demikian, pelayanan dapat dihayati sebagai bentuk pengabdian dan berani melepaskan kelekatan diri sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat (Kapitel, 2011: 110-11). 5. Tujuan Pelayanan Dalam Injil Lukas 7: 21-22 dituliskan, “Dalam pergaulan dengan manusia, Yesus menaruh perhatian khusus bagi sesama manusia yang miskin, sakit, kesepian, terluka, dan bagi mereka yang menanggung beban kesalahan mereka”. Melalui baptisan yang diterima, setiap orang termasuk para SFD mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melanjutkan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus. Maka sejak semula tarekat SFD dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia, dengan meneladani semangat St. Fransiskus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65 dan para pendiri. Para suster SFD diajak untuk berperan serta dalam mewujudkan suatu kerjasama yang subur di dalam Gereja. Kongregasi SFD menegaskan arah dan tujuan pelayanan yang hendak dicapainya melalui semangat “Semangat rajin dan giat”. Arah dan tujuan dari pelayanan SFD yaitu pelayanan demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah, mendampingi dan memberdayakan orang-orang kecil dan lemah. a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap sesama yang kita layani, terkhusus mereka yang menderita, miskin, terlantar, dan difabel. Kongregasi SFD menegaskan arah dan tujuan pelayanan yang hendak dicapai melalui semangat awal pendiri yaitu “semangat rajin dan giat” (Raaymakers, 1991: 20). Artinya setiap anggota hendaknya menganggap tugas atau pekerjaan bukan suatu keharusan atau keterpaksaan melainkan sebagai kewajiban cinta kasih. Adapun wujud dari cinta kasih itu, berusaha menghadirkan kerajaan Allah dalam sikap hidup sehari-hari. Meneruskan tugas perutusan dan misi Kerajaan Allah yang dilakukan Yesus demi keselamatan dan pembebasan manusia dan ciptaan. Peran serta para SFD dalam pelayanan demi Kerajaan Allah adalah ikut ambil bagian dalam meneruskan karya penciptaan menuju penyempurnaan manusia dan alam ciptaan (Kej 2: 15). Karya ini tidak hanya tertuju untuk manusia tetapi juga untuk menyempurnakan seluruh alam semesta. Para SFD diharapkan melayani dan memperhatikan banyak orang, terlebih bagi mereka yang lemah, menderita, dan tersingkir, dan tidak dihargai hak serta martabat hidupnya, sebagai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 sesama saudara di hadapan Allah. Hal ini selaras dengan misi pelayanan Gereja sendiri, yaitu menegakkan keadilan, kerajaan damai, kasih, penebusan dan pembebasan. Rasul Paulus (Rm 14: 17) mengungkapkan “Sebab Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”. Para SFD diharapkan menghadirkan Kerajaan Allah di mana ia diutus dan menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah itu dalam diri semua orang dan berjumpa dengan-Nya. Kerajaan Allah itu diungkapkan dalam kata dan tindakan nyata seperti melayani orang sakit, mendampingi kaum buruh, dan memberdayakan orang lemah dan lain sebagainya. b. Mendampingi dan memberdayakan orang-orang kecil. Kongregasi SFD adalah bagian dari Gereja dan Masyarakat. Dalam hidup sehari-hari para suster tidak terpisah secara eksklusif dari ‘mereka’, melainkan para suster dipanggil dan diutus ke tengah-tengah mereka untuk mewujudkan cinta Tuhan di dunia. “Dalam pergaulan dengan manusia, Yesus menaruh perhatian khusus bagi sesama manusia yang miskin, sakit, kesepian dan terluka” (Konst, 2007: art 42). Dalam karya pelayanan ini para SFD mengandalkan kekuatan dari Allah sendiri dengan meneladan Kristus yang menjadi pelayan sejati. Mengandalkan Kristus dalam mewujudkan cinta kepada semua orang khususnya orang lemah dan kecil. Bertitik tolak dari cinta Kristus yang melayani, kongregasi SFD mempunyai tujuan untuk terlibat dalam mendampingi, memberdayakan dan orang kecil. Keprihatinan tersebut diwujudkan dengan mendampingi keluarga-keluarga PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 yang sedang dalam kesulitan dalam memecahkan persoalan. Para SFD hadir sebagai sebagai sahabat, mendengarkan keluh kesah, berjalan bersama dan mendekati mereka dengan penuh cinta dan kerahiman; memberdayakan artinya membuat orang menjadi berdaya, memiliki kemampuan sehingga mampu menghidupi diri sendiri; menghimpun berarti menghimpun siapa saja seperti kaum perempuan, orang kecil dan orang sakit bersama saudara lain (Konst, art 9). Keterlibatan para SFD kepada orang kecil dilihat dari pelayanan yang tulus dan penuh sukacita. Para SFD menyadari panggilannya untuk mewartakan karya keselamatan dengan membaktikan diri kepada Allah serta mengikuti Kristus secara total untuk mengejar kesempurnaan yaitu cinta kasih dalam pelayanan. Para SFD hadir untuk merangkul semua mahluk sebagai saudara dalam Tuhan khususnya bagi orangorang yang kecil sebagaimana Fransiskus Asisi dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk bekerja di kebun anggur-Nya. St. Fransiskus yang miskin dan rendah hati mampu berjumpa dengan Kristus dalam diri orang miskin dan orang kusta. Kepedulian St. Fransiskus Asisi dengan orang kecil juga ditanamkan kepada para pengikutnya termasuk para SFD supaya pelayanan terhadap orang kecil lebih diperhatikan dan diutamakan. 6. Tantangan dalam Karya Pelayanan Kongregasi SFD Karya pelayanan para suster SFD merupakan salah satu bentuk keikutsertaan kongregasi dalam memperkembangkan, mengarahkan hidup yang lebih manusiawi menuju Kerajaan Allah. Dalam menjalankan misinya, para SFD menyadari bahwa dalam mengembangkan karya pelayanan sesungguhnya Allah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 terlibat di dalamnya. Akan tetapi sebagai sebuah usaha, pelayanan yang dilakukan itu pun tidaklah lepas dari tantangan internal dan eksternal yang dihadapi para SFD terutama pada zaman sekarang ini. a. Tantangan Internal Dalam pedoman pembinaan dan pendidikan SFD, terdapat warisan para suster pendahulu. Isinya ialah “Dalam pengabdian kepada Tuhan, semuanya harus dilakukan pada tujuan yang luhur dengan kerajinan yang sempurna” (SFD, 2007:108). Para SFD memiliki karya yang dititipkan oleh Allah untuk diteruskan dan dikembangkan demi Kerajaan Allah dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dalam perkembangan zaman, tampaknya para SFD mengalami kemunduran dalam mengembangkan karya-karya tersebut. Hidup doa berkurang, tak jarang juga kadang terjadi persaingan tidak sehat antar sesama. Salah satu penyebab kemunduran ialah karena melemahnya penghayatan spiritualitas kongregasi dan juga berkurangnya kesadaran akan hidup religius. Selain itu SDM (Sumber Daya Manusia) yang sudah disiapkan kurang professional karena tidak mengembangkan diri, talenta, kehendak dan keinginan yang baik (Kapitel, 2011: 97). Penghayatan spiritualitas kongregasi yang lemah membuat daya juang para anggota SFD dalam melayani menjadi kurang maksimal. Akhirnya beberapa karya mengalami kemunduran. Inilah tantangan bagi para SFD sekaligus juga sebagai peluang untuk berbenah diri dalam melaksanakan tugas pelayanan dengan tetap belajar dari semangat para pendahulu. b. Tantangan Eksternal Ada sejumlah kesulitan dan hambatan yang ditemukan dalam karya pelayanan yang dikelola oleh para SFD. Hal ini dapat dilihat dari hasil kapitel PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 umum Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia tahun 2011 yang menemukan berbagai macam tantangan. Tantangan itu antara lain; menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang bermodal besar dengan fasilitas lengkap dan SDM yang sesuai dengan tuntutan zaman dan pelayanan modern yang memenuhi standar pemerintah. Sekolah-sekolah negeri dan puskesmas yang bebas biaya dan semakin berkualitas pelayanannya. Munculnya sekolah-sekolah berstandar internasional serta adanya dilema dalam melaksanakan karya yang berhadapan dengan arus zaman yang segala sesuatunya dapat dibeli dengan uang, berkembangnya tehnologi dengan pesat sehingga segala sesuatu mudah ditemukan (Kapitel, 2011: 98). Situasi tersebut mengajak para SFD untuk mencari jalan supaya karya pelayanan yang ditangani SFD tetap berlangsung baik. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan zaman yang semakin berat dan juga untuk menjawab kebutuhan Gereja, maka setiap suster dilibatkan dalam tugas perutusan Gerejani (SFD, 2007: 108-109). Setiap suster melaksanakan tugas perutusannya dengan giat dan rajin serta suka cita dalam pengabdian kepada Tuhan dan sesama dengan penuh rasa syukur. Untuk mendukung tugas dan perutusan, kongregasi menyiapkan tenaga suster-suster melalui pendidikan formal, dan non formal dengan harapan supaya para SFD semakin cakap dalam melaksanakan tugas perutusan. Maka di tengah tantangan yang dialami oleh kongregasi, para SFD berusaha untuk tetap peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan Gereja, dengan mencurahkan tenaga sesuai dengan kemampuan kongregasi dan dengan demikian para SFD turut membangun masa depan Gereja dan masyarakat. Tujuannya ialah supaya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 pelayanan para SFD tetap bisa diterima oleh masyarakat umum dan juga Gereja sebagai bukti perhatiannya terhadap pengembangan Kerajaan Allah di dunia. 7. Jenis-jenis Pelayanan dalam Kongregasi SFD Kehadiran dan keberadaan SFD di Indonesia merupakan berkat dan anugerah Tuhan bagi masyarakat, Gereja dan negara. Di setiap tempat di mana SFD hadir, hadir pula karya pelayanan untuk masyarakat baik formal maupun non formal. Sesuai dengan spritualitas pendiri yang selalu siap dan terbuka untuk kebutuhan dan perkembangan zaman. Dalam pelayanannya para SFD mencoba untuk mengikuti semangat para pendiri dalam melaksanakan berbagai jenis karya. Nilai atau keutamaan ‘semangat rajin dan giat’ yang diwariskan oleh para pendiri kepada para SFD sekarang ini dilaksanakan berdasarkan semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama tanpa adanya unsur keterpaksaan. Adapun karya-karya pelayanan yang ditangani oleh para SFD di Indonesia meliputi; pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan di bidang pastoral. a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan Sudah sejak zaman pendiri para suster memulai pelayanannya di bidang pendidikan di Dongen. Mereka mendidik anak-anak bangsawan dan anak-anak orang kaya. Buah dari pendidikan turut membawa perkembangan bagi anak-anak dan bagi keluarga di mana mereka tinggal. Semangat pelayanan para suster pendahulu, digunakan dan dipertahankan oleh para SFD Indonesia dan dirasa cocok sesuai dengan permintaan masyarakat sekitar, juga pihak keuskupan di mana PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 para SFD berdomisili. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh kongregasi SFD mulai dari; Play Group, TK, SD, SMP dan SMA. Kehadiran para SFD di bidang pendidikan tidak lepas dari semangat dan daya juang pendiri yang memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak asrama di berbagai tempat. Dengan latar belakang tersebut kongregasi SFD Indonesia semakin berkembang dan menyebarkan sayapnya ke beberapa pulau (Sumatera, Jawa, Lombok dan Kalimantan) untuk melanjutkan misi pelayanan Yesus lewat pendidikan. Untuk mempermudah kinerja pelayanan pendidikan di tiap-tiap pulau, kongregasi SFD sepakat supaya tiap-tiap pulau mempunyai yayasan sendiri untuk mempermudah sistim pengelolaan. b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh para SFD terkait dengan pengalaman St. Fransiskus Asisi bertemu Yesus Kristus yang hadir dalam diri seorang kusta. Ketika Fransiskus berjumpa dengan Yesus dalam diri orang kusta, dia mendapat anugerah untuk menyadari bahwa Allah hadir di dunia dalam manusia yang terluka (Konst, 2007 art 43). Perjumpaan Fransiskus dengan penderita kusta membawa perubahan dalam diri Fransiskus untuk menyerahkan apa yang ada padanya kepada orang kusta tersebut. Teladan St. Fransiskus ini yang kemudian mendasari pelayanan para SFD dalam bidang kesehatan. Namun di luar itu semua, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap orang. Oleh karena itu, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam pelayanan kesehatan dengan maksud mewartakan serta menghadirkan Kasih Allah yang menyembuhkan dan menyelamatkan. Dalam hal ini orang sakit dipandang sebagai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72 orang yang lemah fisik jasmani maupun rohani. Hingga saat ini, karya yang dikelola oleh para suster diawali dengan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), poliklinik dan menampung titipan anak terlantar dan para jompo. c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial Pelayanan di bidang sosial berawal dari pengalaman masa lampau para suster pendahulu yaitu pengajaran dan penampungan kepada kaum muda yang tidak mendapat tempat dalam keluarganya. Pada saat sekarang ini pelayanan di bidang sosial berkembang dan diperluas sesuai dengan kebutuhan zaman. Karyakarya sosial kongregasi diungkapkan dalam bentuk pelayanan rumah lansia, rehabilitasi untuk orang kusta, menampung asrama dengan mengajar berbagai macam ketrampilan, memperhatikan masyarakat yang miskin dan lemah, sekolah luar biasa (SLB) serta karya sosial lainnya. Bentuk kegiatan dan karya sosial tergantung dari situasi tempat di mana kongregasi tinggal. Sebagai kongregasi yang aktif kontemplatif melalui pelayanannya, SFD turut memberikan perhatian pada karya pelayanan yang sungguh berpihak pada orang yang lemah dan miskin. Dalam konstitusi SFD disebutkan, “Kongregasi menyiapkan para SFD untuk perawatan orang sakit, lanjut usia, orang cacat, tugastugas pastoral dan beraneka tugas pelayanan yang lain” (Konst, 2007: 45). Konstitusi ini ingin menunjukkan bahwa kehadiran kongregasi SFD merupakan sarana untuk bersaksi dan mewartakan cinta kasih Allah di tengah-tengah dunia. Sebagaimana Allah mengasihi dan peduli terhadap orang-orang lemah dan tersingkir, demikian juga para SFD turut memberikan diri untuk memperhatikan orang-orang yang lemah miskin dan terlantar. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral Sebagai anggota Gereja, para suster SFD dipanggil secara khusus untuk ikut ambil bagian dalam misi Gereja. Gereja mengharapkan kehadiran para suster untuk terlibat dan bertanggung jawab dalam “membangun” Gereja yakni turut ambil bagian untuk melayani umat di bidang pastoral. Dalam pelayanan pastoral ini para SFD dilibatkan untuk memperhatikan perkembangan iman umat, baik di paroki maupun di keuskupan. Karya pastoral (kerasulan) yang dilakukan misalnya, pendalaman iman (katekese), kerasulan keluarga, bidang liturgi dan kerasulankerasulan lainnya. Perkembangan hidup umat beriman mendorong para SFD untuk berusaha membawa Kristus ke tengah-tengah dunia agar setiap orang merasakan kebahagian dan ketenangan dalam hidup. Dalam mengembangkan karya pastoral, para SFD bekerjasama dengan pastor paroki di mana para suster berada. Untuk memperkembangkan karya pastoral tersebut, kongregasi mempersiapkan anggotanya untuk studi pada bagian pastoral (Konst, 2007 art 45). Sebagai pelayan-pelayan pastoral, para SFD harus memiliki sikap siap sedia, pengabdian, kerendahan, serta ketulusan hati yang menggambarkan pelayanan Yesus. D. Makna Doa dalam Karya Pelayanan Para Suster SFD Doa merupakan sumber atau nafas hidup para SFD. Sebagai sumber hidup, doa mengalirkan rahmat yang dibutuhkan dalam menjalani hidup panggilan. Rahmat ini dapat tampak dalam kesabaran, kepekaan, ketekunan, tanggung-jawab, kesetiaan, cinta kasih dan kebahagiaan para SFD. Sebagai penopang dalam hidup PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74 para suster, doa menjadi hal yang pertama dan utama dari segala kegiatan apa pun yang dilakukan para SFD. Setiap kegiatan selalu diarahkan pada doa sebagaimana diteladankan oleh Yesus Kristus. Para SFD diharapkan mampu menanggapi rahmat yang diterima melalui Ekaristi demi meningkatkan hidup rohani dan juga pengembangan karya pelayanan mereka. Para SFD mewujudkan rahmat tersebut melalui karya pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang dialami oleh penulis, penulis menemukan sejumlah makna doa yang dihidupi para SFD dalam karya pelayanan: 1. Doa sebagai Penopang dalam Pelayanan Para SFD Sebagaimana dirumuskan dalam kapitel pada tahun 2013, bagi para SFD, doa disebut sebagai penopang hidup dan dihadirkan dalam setiap pribadi dan peristiwa harian. Oleh karena itu, perlu ada niat dan kemauan yang besar untuk bertekun dan mengutamakan hidup doa (Kapitel 2013: 1). Doa menjadi sarana perjumpaan setiap orang (termasuk para SFD) dengan Allah. Pengalaman perjumpaan akan kehadiran Allah dalam doa, secara praktis kemudian ditunjukkan dalam pelaksanaan karya pelayanan para suster, seperti pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial dan pastoral. Selain itu, setiap orang (para SFD) perlu berdoa untuk keselamatan saudara-saudarinya dan juga supaya hubungannya dengan Allah melalui putera-Nya terus-menerus terjalin. Dalam doa, setiap orang diharapkan mampu melibatkan Allah dalam pengalaman hidupnya. Doa tidak hanya turut membantu dalam melakukan sesuatu atau membuat keputusan, tetapi juga turut membantu dalam penghayatan suatu makna hidup. St. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75 Paulus pernah menulis, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol 2: 67). Ayat ini hendak mengingatkan setiap orang yang telah dibabtis supaya tidak lagi hidup menurut kehendaknya sendiri, tetapi hidup dalam iman kepada Yesus Kristus. Kepenuhan Kristus di dalam diri setiap pengikut-Nya merupakan satu-satunya yang dibutuhkan dan tidak dapat digantikan oleh apa pun juga. Demikian juga dengan iman akan Yesus Kristus. Sebagai seorang Kristiani, setiap orang harus melekat dan bersatu dengan-Nya. Iman akan Yesus Kristus akan semakin teguh, semakin kuat, dan semakin mantap apabila seluruh aspek hidupnya digantungkan pada Kristus. Inilah tanda seorang murid Kristus yang sejati, yang mampu mewujud-nyatakan imannya dalam kehidupan dan tindakannya setiap hari. 2. Doa sebagai Sumber Kekuatan bagi Para SFD dalam Berkarya Bagi setiap orang beriman, doa merupakan sumber kekuatan dalam menjalani hidup. Injil Lukas 6: 12-19 mengisahkan bagaimana Yesus berdoa semalaman kepada Allah sebelum menetapkan dua belas rasul-Nya. Dia memohon petunjuk dari Bapa-Nya dalam memilih para murid yang nantinya akan diserahi tanggung-jawab untuk mewartakan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah. Teladan Yesus ini (berdoa sebelum melakukan sesuatu) memberikan inspirasi kepada setiap orang beriman (para SFD) betapa penting peran sebuah doa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 Sebagai orang beriman, para SFD juga meneladani cara Yesus dalam mengambil keputusan yang tepat, yakni dengan berdoa. Setiap mengambil keputusan misalnya dalam berkaul, menjalankan tugas perutusan yang baru, para SFD selalu diajak untuk merenung, berdoa dan berefleksi untuk memperoleh kekuatan. Injil Lukas menginspirasi para SFD untuk menyadari betapa penting hidup doa, yakni sebagai sarana untuk menimba kekuatan dari Allah dalam mengambil suatu keputusan. 3. Doa sebagai Sumber Cinta Kasih dalam Pelayanan Para SFD Selain sebagai penopang hidup dan juga sumber kekuatan, para SFD juga menghayati doa sebagai sumber cinta kasih. Hal ini menjadi nyata melalui pengalaman dicintai, mencintai, diterima dan dihargai, baik dalam komunitas maupun lingkungan sekitar. Pengalaman dicintai, diterima dan dihargai merupakan tanda berkat Allah melalui orang-orang yang hidup bersama dengan mereka. Para SFD menyadari kehadiran cinta itu sebagai motivasi untuk tetap hidup di hadirat Allah terutama melalui doa dan Ekaristi. Penghayatan para SFD akan doa sebagai sumber cinta kasih mendorong mereka untuk senantiasa menjalin relasi dengan Tuhan, secara khusus melalui doa, refleksi, meditasi-kontemplasi, adorasi, rekoleksi dan juga ret-ret tahunan. Relasi yang intim dan terus-menerus dengan Tuhan menjadikan para SFD senantiasa setia dalam panggilan mereka sebagai religius dan mampu membagikan cinta kasih itu kepada sesama. Cinta kasih itu pulalah yang mempersatukan para SFD dalam melaksanakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Cinta kasih itu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 jugalah yang kemudian menjadi buah dari doa pribadi maupun bersama yang dihidupi para SFD di mana pun mereka berada. 4. Doa sebagai Sumber Persatuan dengan Umat dalam Mewartakan Kerajaan Allah Para SFD turut menghayati doa sebagai sumber pesatuan dengan umat. Hal ini tampak dalam kehadiran dan keterlibatan mereka dalam kegiatan hidup menggereja. Selain bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan, para SFD juga terlibat dalam kegiatan pastoral di paroki maupun di stasi. Mereka juga terlibat dalam kepanitiaan atau seksi-seksi, khususnya pada saat perayaan-perayaan besar dalam Gereja Katolik. Sejak awal, para SFD sudah dibiasakan mengikuti kegiatan lingkungan di mana mereka berdomisili. Para SFD menerima dan menjalani tugas ini sebagai salah satu bentuk kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai anggota Gereja. Sebagai anggota Gereja, mereka perlu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan menggereja. Melalui kehadiran dan keterlibatan mereka, mereka tentunya akan semakin mengenal dan mencintai umat Allah. Keterlibatan ini juga turut mempersatukan umat Allah sebagai saudara seiman. Dalam Kapitel 2013 : 28-34 dituliskan, “Kehadiran para suster di tengahtengah umat memberi warna kehidupan yang dapat dirasakan oleh banyak orang”. Kehidupan yang dimaksud ialah bahwa kehadiran para SFD dapat mempersatukan umat yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilaksanakan dengan memberi perhatian dan dukungan kepada mereka melalui karya yang dikelola oleh para suster. Dalam hal ini, para SFD memaknai doa sebagai sumber persatuan, baik dalam komunitas maupun dalam setiap karya yang dikelola. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV KATEKESE DENGAN MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) SEBAGAI USAHA MENINGKATKAN MAKNA HIDUP DOA PARA SUSTER SFD DALAM KARYA PELAYANAN Bab ini akan diuraikan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan komponen pokok dalam katekese Shared Christian Praxis (SCP), yaitu tentang Praksis, Kristiani dan Shared dilanjutkan dengan pemaparan langkah-langkah Shared Christian Praxis SCP. Bagian kedua berisi tentang alasan katekese Shared Christian Praxis (SCP) digunakan sebagai usaha meningkatkan hidup doa dalam karya pelayanan para SFD. Bab ini ditutup dengan usulan program katekese yang meliputi; pengertian program, rumusan tema dan tujuan program, petunjuk pelaksanaan program kegiatan katekese model SCP, matriks program dan contoh persiapan katekese SCP. A. Komponen Pokok dalam Katekese Shared Christian Praxis (SCP) Groome, (1997) menuliskan tiga komponen pokok dalam Katekese Shared Christian Praxis (SCP) yaitu praksis, Kristiani, shared. 1. Praksis Dikatakan praksis, artinya, mengacu pada tindakan konkrit manusia yang bertujuan untuk mencapai suatu transformasi. Melalui proses refleksi kritis. Di dalam unsur praksis, terdapat tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur ini berfungsi membangkitkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79 perkembangan daya imajinasi, meneguhkan kehendak, dan mendorong praksis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Komponen aktivitas yang dimaksud, meliputi kegiatan mental dan fisik, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya merupakan medan perwujudan diri manusia sebagai subyek. Sedangkan komponen refleksi menekankan analisis kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial, terhadap praksis pribadi dan kehidupan masyarakat serta terhadap Tradisi dan Visi Kristiani sepanjang sejarah. Unsur refleksi kritis memungkinkan peserta mampu menganalisa perannya, serta memahami masyarakat dan permasalahannya. Selanjutnya, unsur kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menggarisbawahi “sifat transenden” manusia. Komponen ini juga menekankan dinamika praksis di masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan praksis baru (Groome, 1997; 2). 1. Kristiani Komponen ini menekankan dua unsur penting yaitu pengalaman iman Kristiani sepanjang sejarah (Tradisi) dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Tradisi ini dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia terhadap rahmat Allah itu. Tradisi tidak hanya berupa pengajaran Gereja tetapi meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen dan lain sebagainya. Tradisi dihidupi untuk memupuk identitas Kristiani dan memberi inspirasi dan makna bagaimana hidup menurut nilai-nilai tersebut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 Visi Kristiani menekankan janji yang terkandung dalam tradisi, tanggung jawab dan pengutusan sebagai jalan menghidupi semangat kemuridan. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia. Visi ini lebih menunjuk pada proses sejarah hidup manusia yang berkesinambungan, bersifat dinamis, dan mengundang penilaian, penegasan pilihan dan pengambilan keputusan (Groome, 1997: 3). Kedua unsur pokok ini diharapkan mampu mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang sungguh dihidupi dan terus-menerus diusahakan. Visi dan tradisi Kristiani menjadi unsur penting dalam berdialog. Di dalam visi dan tradisi peserta diajak untuk menemukan nilai kritis dan transformatif, artinya pengalaman yang direfleksikan berdasar terang iman, sehingga meneguhkan dan menantang peserta untuk berbuat secara konkret sekaligus menolong mereka untuk mengembangkan kepribadiannya (Groome, 1997: 3). 2. Shared Istilah ‘shared’ menunjuk pada pengertian komunikasi timbal balik, di mana para peserta aktif saling membagi atau bertukar pengalaman. Di sini proses katekese menekankan aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam dialog ini ada dua unsur penting yang digunakan yaitu; terbuka dan siap mendengar dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati (Groome, 1997: 4). Terbuka artinya peserta menyampaikan apa yang terjadi atas pengalamannya dan mengatakan apa dalam dirinya. Sedangkan mendengarkan di sini, tidak hanya dengan telinga, tetapi juga hati yang simpati atas apa yang dikomunikasikan oleh orang lain. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 Dalam pelaksanaan ini baik peserta maupun pendamping dapat menjadi narasumber. Hubungan antara pendamping dan peserta mendatangkan perjumpaan antar pribadi untuk menyadarkan peserta betapa pentingnya unsur keterlibatan dalam kebersamaan. Semua peserta menjadi patner yang aktif dan kritis mengolah pengalaman serta keadaan faktual mereka. Dengan kesadaran yang kritis-reflektif, peserta didorong untuk membuat penegasan dan penilaian serta mengambil keputusan yang mendorong keterlibatan baru. Dalam proses dialog ini diharapkan ada kejujuran, keterbukaan dan kepekaan serta saling menghormati di antara peserta. Dialog ini menekankan hubungan dialektis antara praksis faktual peserta dengan nilai dan semangat Kristiani. Dialog mengandung unsur peneguhan, penegasan, dan keinginan untuk maju secara bersama. Setelah melakukan interpretasi kritis terhadap pengalaman pribadi, berdasar refleksinya peserta mengkonfrontasikannya dengan tradisi dan visi hidup Kristiani. Untuk menginterpretasi tradisi dan visi Kristiani, peserta menggunakan pemahaman kritis, pengenangan yang analistis dan imajinasi yang kreatif (Groome, 1997: 4). Maka kekhasan katekese ini adalah sharing pengalaman iman atau tukar pengalaman hidup dalam sikap kerendahan hati mau menerima dan membagikan pengalaman pribadi yang melibatkan kepercayaan kepada orang lain dengan jujur dan terbuka, dalam suasana saling berharap akan kekuatan dan dukungan dari sesama. 3. Langkah-langkah (Shared Christian Praxis) SCP Katekese dengan model SCP dimulai dari langkah pendahuluan. Langkah ini merupakan langkah untuk mendorong peserta menemukan topik berdasarkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 pengalaman hidup konkret. Diharapkan agar topik pertemuan sungguh-sungguh mencerminkan pengalaman hidup peserta, sehingga mendorong mereka untuk semakin terlibat aktif. Groome, (1997) mengatakan bahwa lima langkah katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang saling berurutan, dalam prakteknya bisa tumpang tindih, terulang kembali, atau langkah satu tergabungkan dengan langkah lainnya. a. Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual Kekhasan dalam langkah pertama ini yaitu mengajak peserta mengungkapkan pengalaman hidupnya, bisa pengalaman diri sendiri ataupun permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pengungkapan pengalaman ini dapat diungkapkan dalam bentuk cerita, puisi, tarian, nyanyian, maupun dalam gambar sehingga mempermudah peserta untuk menghayatinya (Groome, (1997: 10). Ketika peserta membagikan pengalaman hidupnya semua peserta mendengarkan. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat menjelaskan perasaan mereka, nilai, sikap dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara demikian peserta diharapkan menjadi sadar dan bersikap kritis atas pengalaman hidupnya sendiri dan juga pengalaman orang lain. Langkah ini bertujuan untuk membantu dan mendorong peserta supaya menyadari pengalaman mereka dan dapat membagikannya pada peserta lainnya. Hasil sharing yang sungguh dialami peserta akan memperkaya satu sama lain sehingga dapat saling meneguhkan (Groome, 1997: 11). Pada langkah ini peran pendamping berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan yang menjadi hangat dan mendukung peserta PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 dalam membagikan pengalaman hidupnya. Pendamping membagikan pertanyaanpertanyaan yang jelas, terarah, tidak menyinggung harga diri seseorang, sesuai dengan latar belakang peserta, bersifat terbuka dan obyektif. Langkah ini bersikap obyektif, yakni mengungkapkan apa yang sesungguhnya tejadi. Guna membantu jalanya dialog, pendamping perlu bersikap ramah, sabar, hormat, bersahabat dan peka dengan situasi peserta. b. Langkah kedua: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual Kekhasan dalam langkah ini adalah bahwa peserta diajak merefleksikan secara kritis, praksis faktual yang telah mereka komunikasikan. Peserta kembali mempertajam dan mengolah pengalaman mereka bersama. Adapun maksud utama dari refleksi kritis adalah mendorong peserta supaya sampai pada suatu proses dialektis dari refleksi pengalaman hidup mereka. Refleksi kritis ini membantu peserta untuk mengetahui dan menggali secara lebih dalam pemahaman mereka bersama (pertimbangan, alasan, asumsi, ideologi), segi kenangan (mempertanyakan tentang sejarah hidup, keberadaan sebagai subyek mendapat bentuk dan wujudnya dari perbuatan yang dilakukan), dan segi imajinasi (menyadari konsekwensi, kemungkinan, dan tanggung jawab dari praksis faktual yang bersifat personal maupun sosial). Dengan kata lain refleksi kritis bukan semata-mata aktivitas rasio/pikiran saja, tetapi mencakup seluruh keberadaan peserta sebagai subyek. Segi kenangan membantu peserta untuk sampai pada analisa kritis akan sumber dan faktor historis dari fraksis factual mereka. Refleksi kritis membantu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 peserta menyadari konsekwnsi pengalaman hidupnya, dan mendorong mereka untuk menentukan pertimbangan dan alasan praksisnya (Groome, 1997: 14-18). Adapun tujuan dari langkah ini adalah mengajak para peserta untuk memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada suatu kesadaran kritis akan keterlibatan peserta untuk menemukan makna dari pengalaman hidupnya, serta memiliki visi hidup baru yang lebih jelas. Satu hal pokok yang tidak dapat dilupakan oleh peserta dan pendamping pada langkah kedua ini adalah tercapainya kesadaran kritis dan kreatif. Berdasarkan tema utama, refleksi kritis diarahkan supaya peserta mengadakan penegasan bersama sehingga memperoleh suatu kesadaran akan Tradisi dan visi praksis faktual mereka. Pada langkah ini, pendamping bertanggung jawab untuk menciptakan suasana saling menghormati, akrab dan mendukung setiap gagasan maupun sumbangan para peserta, agar peserta dapat sampai pada refleksi kritis atas pengalamannya. Selain itu, pendamping diharapkan mampu mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama guna memperdalam pemahaman dan imajinasi peserta. Pendamping perlu menyadari kondisi setiap peserta, terlebih mereka yang tidak bisa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya. c. Langkah Ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau Kekhasan dalam langkah ini adalah peserta diajak untuk mendialogkan “tradisi” dan “visi” hidup peserta dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visinya (Groome, 1997: 19). Langkah ini bertujuan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani supaya lebih terjangkau dan lebih mengena PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 untuk kehidupan setiap peserta. Pada langkah ini, pendamping diharapkan dapat membuka jalan sehingga para peserta mempunyai peluang untuk menemukan nilainilai dari Tradisi dan Visi Kristiani. Tradisi adalah iman Kristiani yang dihidupi dan diperkembangkan Gereja dalam sejarah. Tradisi tidak hanya sebatas pengajaran Gereja (dogma) tetapi juga berkaitan dengan Kitab Suci, spritualitas, devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi dan lain sebagainya. Sementara itu, visi merefleksikan harapan dan janji, mandat serta tanggung jawab yang muncul dari Tradisi yang bertujuan untuk mendorong dan meneguhkan iman peserta dalam keterlibatan mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah (Groome, 1997: 19). Pada langkah ini, pendamping dituntut memiliki latarbelakang yang cukup untuk dapat menafsirkan Tradisi dan Visi Kristiani bagi kehidupan peserta. Secara singkat pada langkah ketiga ini, pendamping berperan menginterpretasi dan mengkomunikasikan aspek-aspek Tradisi dan Visi Kristiani dengan tradisi dan visi peserta. Pendamping menjadi jembatan penghubung antara nilai Tradisi dan visi kristiani dengan “tradisi dan visi” hidup peserta. Pendamping membuka jalan, menghilangkan segala hambatan, mendorong partisipasi aktif dan kreatif (Groome 1997: 28). d. Langkah Keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi peserta Kekhasan langkah keempat adalah bahwa peserta diajak untuk mendialogkan hasil pengolahan mereka pada pokok-pokok penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Pokok-pokok penting tersebut dikonfrontasikan dengan hasil interprestasi terhadap Tradisi dan visi Kristiani dari langkah ketiga. Dasar dialog peserta adalah mempertanyakan bagaimana nilai-nilai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 Tradisi dan visi Kristiani meneguhkan, mengkritik atau mengundang kesadaran peserta untuk melangkah pada kehidupan baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia (Groome, 1997: 29). Tujuan utama dalam langkah ini yakni memampukan peserta untuk menghayati dan mensosialisasikan visi dan tradisi Kristiani menjadi miliknya sendiri atau milik peserta. Dengan demikian peserta sampai pada suatu perkembangan hidup yang lebih dewasa. Dalam langkah ini, pendamping berusaha menghargai hasil penegasan peserta serta meyakinkan bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidupnya dengan visi dan tradisi Kristiani (Groome, 1997: 30). Dari langkah tersebut, peserta dapat secara aktif menemukan kesadaran atau sikap baru yang hendak diwujudkan. Dengan demikian para peserta lebih bersemangat dalam mewujudkan imanya, sehingga nilai-nilai kerajaan Allah makin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan bersama. Yang menjadi pokok penting dalam langkah ini adalah wujud dari kesadaran iman yang baru, dapat memperkaya Tradisi dan Visi Kristiani sehingga peserta menjadi lebih aktif, dewasa dan misioner. e. Langkah Kelima: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ini Kehasan langkah ini adalah terciptanya suatu dialog dan dinamika yang secara eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada keputusan, baik secara pribadi maupun secara bersama sebagai puncak dan hasil nyata dari model SCP ini. Keterlibatan baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah mendorong peserta untuk sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan peserta terhadap pewahyuan Allah. Keputusan praktis berarti sampai pada suatu niat yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 akan diwujudkan secara pribadi maupun bersama ke dalam suatu tindakan konkret dan mudah dijangkau (Groome, 1997: 34). Langkah ini bertujuan membantu peserta dalam mengambil keputusan secara moral, konseptual, social dan politis sesuai dengan nilai iman Kristiani, sehingga peserta dapat mewujudkan nilai Kerajaan Allah ke dalam tindakan konkret dengan jalan melakukan pertobatan setiap hari. Peran pendamping dalam langkah ini adalah mengusahakan lingkungan yang dialogis yang mendukung setiap peserta sehingga secara antusias bersedia saling menerima sumbangan dan menunjukkan sikap empati, mendengarkan dan mendukung setiap keputusan yang muncul (Groome, 1997: 37). A. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese untuk Meningkatkan Hidup Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD Ada banyak model katekese yang dapat digunakan dalam proses membantu para SFD dalam meningkatkan hidup doa, misalnya model (Shared Christian Praxis) SCP, model pengalaman hidup, model biblis, model campuran, naratif eksperensial dan lain sebagainya. Dalam bab ini penulis menawarkan model katekese SCP yang menekankan proses berkatekese bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antar tradisi dan visi hidup peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani agar secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah (Groome, 1997: 1). Shared Christian Praxis (SCP) menekankan keberadaan peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggung pengalamannya. Berdasar pada refleksi kritis jawab dalam mengungkapkan terhadap pengalaman hidupnya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 dalam kaitannya dengan situasi konkret masyarakat dan komunikasinya dengan iman dan visi Gereja, peserta secara aktif dan kreatif menghayati imannya dalam kehidupannya. Dialog yang ditekankan dalam model ini tidak hanya terjadi antar peserta dengan pendamping, melainkan, juga antar peserta itu sendiri. Maka pendekatan ini sifatnya multi arah (Groome, 1997: 1). Katekese model SCP merupakan suatu pendekatan berkatekese yang bersifat komprehensif. Dikatakan komprehensif karena memiliki dasar teologis yang kuat, mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan dalam pelayanan pastoral. Salah satu yang ditekankan dalam model SCP ini adalah sifatnya yang dialogis partisipatif, sedangkan sarana dan prasarana SCP bukanlah hal yang utama dalam berlangsungnya katekese melainkan penghayatan iman peserta yang menjadi pusat katekese. Katekese model SCP memiliki kekhasan, dengan berpusat pada peserta. Peserta sungguh menjadi subyek katekese itu sendiri. Dalam proses pelaksanaannya, model ini menekankan pentingnya kemitraan dan peran keberadaan peserta sebagai subyek dengan harapan, hidup peserta mendapat peran penting (Groome, 1997: 1). Dalam langkah-langkah SCP terlihat sangat jelas kekhasan ini. Langkah pertama menjadikan pengalaman peserta sebagai titik tolak di mana pengalaman peserta diungkapkan dengan kreatifitas masing-masing sehingga peserta semakin menyadari dan menemukan nilai-nilai dari pengalaman hidupnya. Kelima langkah model SCP ini dapat menyentuh setiap pribadi peserta baik segi pemahaman, kenangan, pemikiran, imajinasi, pelayanan maupun perwujudan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89 Melalui pemahaman, peserta didorong mengungkapkan dan menilai pengalaman faktual (aspek kognitif). Peserta memiliki kebebasan dan terbuka dalam menilai, mempertimbangkan, mengambil keputusan dan mengaktualisasikan Tradisi dan Visi Kristiani serta mengkonfrontasikan tradisi dan visi mereka dengan Tradisi dan Visi Kristiani (aspek kognitif dan afektif). Peserta diajak untuk mengambil keputusan secara pribadi dan bersama dalam keterlibatan di tengah masyarakat. Hal-hal di atas mendorong penulis memilih SCP (Shared Christian Praxis) sebagai model berkatekese bagi para SFD dalam rangka membantu para SFD meningkatkan dan memperdalam penghayatan hidup doa St. Fransiskus dan spiritualitas kongregasi SFD. Dengan model katekese ini Tradisi dan Visi Kristiani direfleksikan dan dikomunikasikan dalam pengalaman doa dan karya pelayanan. Oleh sebab itu para SFD diharapkan semakin memahami dan menghidupi kharisma mereka. Model SCP ini salah satu contoh katekese yang tepat digunakan para SFD untuk membantu meningkatkan semangat hidup doa mereka sebab, model ini didasarkan pada kekuatan pengalaman peserta yang menjadi titik tolak utama. Peserta dilibatkan secara aktif untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya, lalu direfleksikan dan dikonkritkan dalam aksi nyata. Di samping itu penulis melihat bahwa katekese model SCP sesuai dengan pembahasan tentang bagaimana hidup doa saling mendukung dengan karya pelayanan para SFD. Dalam realita hidup, para SFD telah menghidupi doa dengan terlibat dalam berbagai kegiatan seperti dalam karya pastoral, pendidikan, kesehatan dan sosial. Para SFD melaksanakan pekerjaannya dengan penuh kesadaran dan tanggung PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90 jawab bukan karena supaya dipuji, terkenal dan dianggap lebih mampu dari saudari yang lain tetapi karena kesadaran sungguh akan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang religius yaitu mewartakan nilai Kerajaan Allah ke seluruh dunia. Kehidupan rohani menjadi kekuatan dalam setiap karya pelayanan para SFD. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang ada dari sebagian para SFD melaksanakan doa sebagai rutinitas saja yang penting hadir dalam doa sehingga tidak mengherankan berbagai alasan dan cara untuk tidak hadir berdoa dengan sepenuh hati. Bahkan para SFD kadangkala kurang menyadari dan menghayati makna doa sebagai penopang dalam hidup panggilannya. Hal ini nyata dialami dan disaksikan oleh penulis ketika mengikuti doa bersama terkadang ada suster terlambat waktu berdoa, mengantuk berdoa, kurang aktif dalam mendaraskan mazmur, bernyanyi dan lain sebagainya. Bertolak dari pengalaman ini, Shared Christian Praxis merupakan salah satu katekese yang sesuai untuk membantu para SFD supaya semakin menghayati hidup doa dalam hidupnya. Melalui Shared Christian Praxis para SFD diajak untuk merubah pola hidupnya untuk lebih baik dan melakukan aksi-aksi konkret yang ditemukan melalui refleksi kehidupannya. Shared Christian Praxis sebagai model katekese yang kontekstual mampu mempertemukan pergulatan hidup para SFD dengan kekayaan iman Gereja, sehingga hidup rohani dan iman para SFD semakin diperkembangkan, dan menemukan semangat baru dan usaha untuk hidup jauh lebih baik. B. Usulan Program Katekese 1. Pengertian Program PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 Program adalah landasan untuk menentukan isi dan urutan-urutan rencana yang akan dilakukan. Pada umumnya, istilah program ada kaitannya dengan rencana dari suatu kegiatan tertentu. Kata program pada umumnya menyangkut sesuatu yang menyeluruh, yaitu sejumlah rangkaian kegiatan. Istilah program yang dimaksud di sini ialah berupa perencanaan yang sistematis dengan tujuan dan arah yang jelas. Program ini disebut sebagai prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara yang akan dilaksanakan (Suhardiyanto, 2010: 4). Menurut Mangunhardjana (1986: 16), program merupakan prosedur untuk menentukan isi dan urutan yang akan dilaksanakan demi pencapaian suatu tujuan. Program adalah sebuah rangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis yang mencakup tentang tema, tujuan, isi, metode, sarana yang ingin dicapai. 2. Tujuan Program Tujuan dari program ini adalah untuk membantu meningkatkan semangat hidup doa, agar umat beriman, secara khusus para SFD, untuk semakin bersemangat dalam melaksanakan tugas pelayanan dengan didasari oleh kasih yang berasal dari Allah sendiri. Selain itu supaya para SFD semakin mendalami dan merefleksikan panggilannya sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui karya pelayanan yang ada dalam kongregasi SFD. Penulis berharap supaya para SFD mampu menyatukan hidup doa dan karya pelayanan. 3. Rumusan Tema dan Tujuan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 Tema Umum : Doa sebagai daya kekuatan dalam hidup serta karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) Tujuan Umum : Bersama peserta mampu meningkatkan hidup doa dan pelayanan dengan mendalami dan menghidupi spiritualitas SFD yang bersumber pada warisan rohani St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu. Dengan demikian, para SFD mampu melayani dengan sungguh-sungguh. Sub tema I : Relasi dengan Tuhan dijalin melalui doa-hening dan pertobatan terus-menerus seturut teladan St. Fransiskus Asisi. Tujuan : Bersama peserta, memahami dan menyadari betapa pentingnya menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui doa-hening serta pertobatan terus-menerus, untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan sehingga mampu bersyukur atas kebaikan-Nya. Sub tema II : Kepedulian St. Fransiskus terhadap orang kecil menjadi sumber inspirasi bagi para SFD untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan. Tujuan : Bersama peserta, menyadari bahwa kepedulian St. Fransiskus Asisi dalam berbagi menjadi inspirasi dalam meningkatkan pelayanan para SFD dalam hidup sehari-hari. Sub tema III : Mengikuti Kristus yang miskin dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93 semangat kesederhanaan seturut teladan St. Fransiskus Asisi. Tujuan : Bersama peserta, berusaha meneladani Kristus yang miskin sehingga semakin mampu mengalami Yesus dalam kesederhanaan-Nya seturut teladan St. Fransiskus Asisi. Sub tema IV : Menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesama Tujuan : Bersama peserta, menyadari panggilannya untuk melayani Tuhan dan sesama, sehingga dari hari ke hari semakin bersedia untuk melayani demi kemuliaan Tuhan dan sesama. 4. Petunjuk Pelaksanaan Program Kegiatan Katekese Umat Model SCP Agar pelaksanaan katekese ini berlangsung dengan baik maka dibutuhkan suatu persiapan yang mantap dalam pembuatan program. Program ini disusun berdasarkan hasil refleksi penulis atas keprihatinan dan masalah yang dihadapi para suster SFD di dalam doa dan karya pelayanan. Program ini akan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang sudah disepakati bersama. Sasaran dari katekese ini adalah seluruh anggota SFD, baik suster yunior, medior maupun senior, khususnya di Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan katekese model SCP ini, para SFD akan dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama dikhususkan untuk para suster yunior. Kedua ditujukan bagi para suster medior, sedangkan kelompok ketiga adalah para suster senior. Apabila dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94 pelaksanaanya jumlahnya terlalu banyak, maka pendamping akan membagi beberapa kelompok lagi sesuai dengan kebutuhan peserta. Pelaksanaan katekese ini diadakan setiap bulan dengan catatan bahwa pemandu berkeliling ke tempat para SFD yang sudah disepakati komunitas untuk diadakan katekese model SCP. Tempat pelaksanaan di ruang pertemuan para SFD di Sumatera Utara per rayon. Waktu pelaksanaan diadakan mulai bulan Februari 2015 setiap bulan pada pekan ketiga pukul 19.30-21.00 wib. 5. Matriks Program PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6. Matriks Program SCP Tema : Doa sebagai daya kekuatan dalam hidup serta karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) Tujuan Umum : Bersama peserta mampu meningkatkan hidup doa dan pelayanan dengan mendalami dan menghidupi spiritualitas SFD yang bersumber pada warisan rohani St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu. Dengan demikian, para SFD mampu melayani dengan sungguh-sungguh. No 1 Tema Relasi dengan Tuhan dijalin melalui doahening dan pertobatan terus-menerus seturut teladan St. Fransiskus Asisi. Tujuan Bersama peserta, memahami dan menyadari betapa pentingnya menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui doa-hening serta pertobatan terusmenerus, untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan sehingga mampu bersyukur atas kebaikan-Nya. Uraian Materi - Fransiskus Asisi teladan hidup SFD dalam mengikuti Kristus - Semangat doa dan keheningan batin - Perjalanan pertobatan - Buah-buah pertobatan - Tindakan –tindakan pertobatan 2 Kepedulian St. Fransiskus terhadap orang kecil menjadi sumber inspirasi bagi para SFD untuk berbagi dengan Bersama peserta, menyadari bahwa kepedulian St. Fransiskus Asisi dalam berbagi menjadi inspirasi dalam - Lima sikap dasar spiritualitas SFD - Membangun persaudaraan yang mendukung pelayanan cintakasih Metode - Sharing, - Refleksi pribadi, - Informasi, - gerak dan lagu, - Tanya Jawab Sarana - Teks perikop Injil Markus 1:35-39 - Teks lagu - Laptop dan LCD - Film St. Fransiskus dari Asisi - Lilin dan Salib - Alat tulis dan kertas Hvs - Sharing - Teks lagu - Refleksi - Lilin dan pribadi Salib - Informasi - Spidol dan - Gerak dan kertas flap lagu, - Musik Sumber Bahan - Konst SFD art 30-33 - Kitab Suci - Stefan Leks (2003). Tafsir Injil Markus, Yogyakarta Kanisius. - Martino Conti (2006) Identitas Fransiskan hal 49-60, 65-75 - Mat 25:31-46 - Thomas Celano (1984) Riwayat hidup St. Fransiskus yang pertama dan kedua pasal 28 no 76 95 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI orang yang membutuhkan. meningkatkan pelayanan para SFD dalam hidup seharihari. - Anugerah untuk mengabdi dan bekerja 3 Menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesama Bersama peserta, - “Mother Teresa” menyadari teladan pelayanan bagi panggilannya orang-orang kecil, untuk melayani Tuhan miskin dan terlantar dan sesama, sehingga - Orang Samaria yang dari hari ke hari murah hati (Luk semakin bersedia untuk 10:25-37) melayani demi - Kerendahan hati dan kemuliaan Tuhan dan kemurahan hati dan sesama. kemurahan hati dalam pelayanan - Pelayan yang sejati - Kristus sebagai teladan utama melayani sesama - Informasi - Sharing - Diskusi film - Tanya jawab - Refleksi - Peneguhan - Lagu dan gerak - 4 Mengikuti Kristus yang Bersama peserta, - Sharing - Teks lagu - Keterlibatan dalam - Tanya Jawab - Potongan gambar instrument - Konstitusi (2007) art 4142 - Martino Conti (2006) Identitas Fransiskan hal 112 - Judith de Raat (2000) Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas SusterSuster Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat Teks lagu Alat tulis Kertas flep Film Mother Theresia dari Kalkuta - Teks Kitab Suci Injil - Laptop & LCD - Lilin dan Salib - Kitab Suci - Ladjar, 1998: Fransiskus dan Karya-karya-Nya. Yogyakarta; Kanisius - Yohannes Paulus II 1990; Redemtoris Missio art 20 - Soenarja,SJ (1987): Inspirasi batin.Yogyakarta: Kanisius. - Eko Riyadi, Pr (2011): Tafsir Injil Yohannes. Yogyakarta: Kanisius. - T. Krispurwana Cahyadi, SJ. (2003). Jalan Pelayanan Ibu Teresa Jakarta: Obor - Mat 4:18-12 - 96 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI miskin dalam semangat kesederhanaan seturut teladan St. Fransiskus Asisi. berusaha meneladani Kristus yang miskin sehingga semakin mampu mengalami Yesus dalam kesederhanaan-Nya seturut teladan St. Fransiskus Asisi. perayaan Ekaristi - Kemiskinan Muder Yohanna Yesus di hadapan Allah menjadi sumber inspirasi bagi para SFD - Sabda bahagia - Diskusi - Tanya jawab - Refleksi - Peneguhan - Lagu dan gerak - Lilin dan - Anggaran Dasar Ordo III Salib Regular St. Fransiskus - Alat tulis dan Asisi (2002) Jakarta kertas hvs SEKAFI - Musik - Kontitusi (2007) art 18instrument 25 - Laptop & - Judith de Raat (2000) LCD Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas SusterSuster Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat - Martino Conti (2006) Identitas Fransiskan hal 132-143 97 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98 1. Contoh Persiapan Katekese Model SCP a. Identitas 1) Pelaksana : Sr. Skolastika, SFD 2) Nim : 091124037 3) Tema : Menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui doa-hening dan pertobatan terus-menerus seturut teladan St. Fransiskus Asisi. 4) Tujuan : Bersama peserta, memahami dan menyadari bahwa menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui doahening serta pertobatan terus-menerus akan dapat semakin mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu bersyukur atas kebaikan-Nya dalam hidup sehari-hari. 5) Peserta : Para Suster Fransiskus Dina (SFD) 6) Waktu : 90 Menit. 7) Metode : Cerita, sharing, refleksi pribadi, informasi, gerak dan lagu, game/permainan, Tanya Jawab 8) Model : Shared Christian Praxis (SCP). 9) Sarana : - Teks Injil Markus 1:35-39 - Teks lagu - Film St. Fransiskus dari Asisi - Laptop & LCD - Lilin dan Salib 10) Sumber bahan : - Konstitusi SFD art 30-33 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 - Stefan Leks (2003). Tafsir Injil Markus, Yogyakarta Kanisius. - Kisah Ketiga Sahabat, (2000) Riwayat Hidup St. Fransiskus Asisi; terjemahan (Cletus Groenen, OFM) Jakarta SEKAFI b. Pemikiran Dasar Kita menyaksikan saat ini, ada begitu banyak peristiwa sosial-ekonomipolitik yang negatif seperti korupsi yang semakin merajalela, perang yang membawa kehancuran dan kematian, persaingan ekonomi yang semakin tinggi dan lain sebagainya. Hal ini membuat manusia semakin tidak peduli dengan orang lain. Hati nurani manusia sudah mulai tertutup oleh keegoisan dan keangkuhan hingga menganggap diri sendiri lebih hebat dibandingkan dengan karya Allah. Waktu untuk bekerja dirasa kurang. Setiap hari manusia berlomba-lomba untuk bekerja demi memperoleh harta duniawi sebanyak mungkin. Kesempatan untuk bersyukur kepada Tuhan tidak ada lagi karena semua waktu digunakan untuk bekerja dan bekerja. Padahal, jika disadari, setiap orang perlu menimba kekuatan dari Tuhan sebagai pemberi kehidupan. Gejala itu juga terjadi dalam diri para SFD, sehingga kedisiplinan untuk hadir menggunakan waktu berdoa sudah mulai mulai menurun. Kesibukan dan kemapanan dalam pekerjaan menjadi penghalang untuk bertemu dengan Tuhan. Kecenderungan seperti ini bukan saja mengganggu hidup rohani pribadi tetapi akan mengganggu pula hidup persaudaraan bahkan dalam tugas pelayanan sebagai SFD. Padahal, keheningan batin perlu diperhatikan dan dipupuk terus-menerus. Godaan-godaan perlu diwaspadai dan dicari solusinya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100 Dalam konstitusi dikatakan bahwa doa adalah cara hidup kita. Doa adalah dasar dan penopang hidup kita, karena dalam keheningan dan doa kita dapat merasakan kehadiran Allah. Sebagai seorang religius doa adalah juga nafas hidup kita. Yesus selalu mengawali karya-Nya dengan doa. Dalam Injil Markus 1:3539 dituliskan, “pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana”. Dengan bercermin pada Yesus, para SFD yang hidup aktif kontemplatif, perlu memberi waktu untuk menimba kekuatan dari Tuhan melalui doa. Doa mengarahkan kita pada karya keselamatan Allah dalam Gereja-Nya. Doa mendorong karya keselamatan, dan karya mendorong untuk memahami keselamatan itu. c. Pengembangan Langkah-langkah 1) Pembukaan Para suster yang terkasih, selamat malam dan selamat berjumpa untuk kita semua. Syukur pada Tuhan karena kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul berbagi pengalaman iman sebagai saudara sepanggilan. Sebagai religius SFD kita dipanggil dan diutus untuk menjadi pewarta kabar gembira kepada semua orang. Di samping kesibukan kita sehari-hari, kita perlu menggali dan menimba kekuatan dari Tuhan, seperti St. Fransiskus Asisi yang mempunyai kerinduan untuk menjalin relasi dengan Yesus. Doa-hening selalu menjiwai seluruh hidupnya. Ia telah meninggalkan harta duniawi demi Yesus yang tersalib. Baginya penyerahan diri Yesus kepada kehendak Bapa-Nya menjadi inspirasi dalam hidupnya untuk mengabdi Tuhan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101 Yesus telah memberi contoh untuk kita teladani, bahwa di tengah kesibukannya Ia selalu menyediakan waktu untuk berdoa, bertemu dengan BapaNya. Kiranya model doa dan pelayanan Yesus ini menjadi contoh bagi kita dalam hidup sehari-hari sehingga dalam situasi apapun kita tetap menjalin kesatuan dengan-Nya. 2) Lagu Pembuka: “Ku Bersyukur pada-MuYesus” (teks) 3) Doa Pembuka Allah Bapa yang mahabaik, Engkau telah membuktikan kasih setia-Mu kepada kami hingga sampai saat ini. Kami bersyukur ya Bapa atas kemurahan dan kebaikan-Mu yang kami rasakan sepanjang hari ini, sehingga saat ini Engkau mengumpulkan kami di tempat ini. Bapa yang mahabaik, pada kesempatan ini datanglah di tengah kami, agar kami mampu mengikuti Putera-Mu seperti yang diteladani St. Fransiskus Asisi yang setia dalam doa dan dalam karya pelayanan. Berilah kami sikap peka terhadap kebutuhan sesama kami dan jadikanlah hati kami menjadi tempat kediaman Putera-Mu agar kami mampu memancarkan kasih yang berasal dari pada-Mu. Dan kuasailah hati, budi dan pikiran kami semua, supaya melalui SCP ini kami semakin dikuatkan satu dengan yang lain. Doa dan harapan ini kami mohonkan dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin. Langkah I: Pengungkapkan Pengalaman hidup Faktual Pemandu memutar film St. Fransiskus Asisi dan mengajak peserta untuk menyimak film tersebut Pemandu meminta satu atau dua orang peserta untuk menceritakan kembali isi dari film St. Fransiskus Asisi secara singkat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102 Intisari film St. Fransiskus Asisi (oleh pemandu) Fransiskus adalah seorang anak bangsawan. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, ibunya Dona Picca. Pada masa mudanya, ia hidup dengan penuh kemewahan karena orang tuanya pedagang kain yang amat kaya. Ia disenangi oleh teman-temannya karena murah hatinya, dan tangannya yang boros. Setiap malam Fransiskus bersama teman-temannya meramaikan jalan-jalan di Asisi. Pada waktu itu, dunia diliputi perang. Semua pemuda, termasuk Fransiskus ikut berperang. Ia bercita-cita menjadi seorang satria yang terkenal, tetapi tidak tercapai karena ia merasa terpanggil untuk terlibat dalam karya keselamatan oleh Tuhan. Fransiskus melepaskan dan memberikan seluruh peralatan perang yang dibawanya kepada temannya. Suatu ketika Fransiskus meninggalkan rumah dan pergi mencari orang miskin dan sakit kusta. Hasil jualan kain dibagi-bagikan kepada orang miskin. Melihat kejadian itu Pietro marah besar dan mempermalukan Fransiskus di depan orang banyak. Pada saat itu juga Fransiskus memberikan segala yang ada dalam tubuhnya kepada ayahnya. Seorang perempuan bernama Clara terpikat dengan cara hidup Fransiskus yang sederhana dan periang. Clara memberanikan diri dan bergabung dengan Fransiskus. Suatu ketika, Fransiskus mendengar berita bahwa seekor serigala memakan banyak korban dan semua orang takut keluar rumah. Mendengar berita itu, Fransiskus pergi ke tempat serigala itu. Ia mendekati serigala dan mengajaknya untuk berdamai. Akhirnya serigala itu pun tunduk kepadanya. Menjelang akhir hidupnya, Fransiskus menderita sakit parah. Ia dirawat oleh para pengikutnya termasuk Clara. Sebelum meninggal, Fransiskus menyuruh saudara PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103 Leo menuliskan wejangan untuk para pengikutnya. Jenasah Fransiskus dimakamkan dekat biara St. Clara. Panduan pertanyaan Apa yang terjadi dalam diri Fransiskus sehingga perlengkapan perang dan segala yang ada padanya ditinggalkannya? Apakah para suster mempunyai pengalaman yang mirip dengan pengalaman Fransiskus meninggalkan segalanya karena menjadi pengikutNya? Suatu contoh arah rangkuman Para suster yang terkasih dalam Kristus, dalam film tadi, Fransiskus lebih memilih mengabdi Allah dari pada menjadi seorang satria yang terkenal. Allah telah mengubah keinginannya untuk memperbaiki gereja-Nya yang sudah roboh. Sehingga segala perlengkapan perang tidak lagi menjadi hal yang utama dalam dirinya. Ia menanggapi tawaran Allah dengan bahagia. Fransiskus memberikan apa yang ada padanya kepada temannya dan juga kepada orang tuanya termasuk pakaiannya dan mengikuti Yesus yang miskin dan sederhana. Kita semua mempunyai pengalaman berbeda-beda, misalnya; mempunyai kesulitan dalam meninggalkan orang tua, sahabat, saudara/i, kebiasaan-kebiasaan kita dan lain sebagainya. Perasaan takut dalam memulai hal yang baru terkadang muncul. Tetapi juga ada orang yang merasa senang meninggalkan segalanya dan tidak mau terikat dengan orang tua, sanank saudara dan lain sebagainya. Langkah II: Refleksi Kritis atas Pengalaman Hidup Faktual PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104 Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman cerita di atas dengan dibantu beberapa pertanyaan: Bagaimana sikap dan cara para suster dalam menghadapi kesulitan atau kesalahpahaman dalam komunitas dan dalam karya pelayanan. Mengapa bersikap demikian? Rangkuman singkat. Para suster yang terkasih, setelah kita berefleksi atas pengalaman hidup kita sendiri, tampaklah begitu banyak kemungkinan sikap dan cara yang dapat kita ambil. Ada orang yang cepat putus asa dan kecewa karena problema yang dihadapi, baik itu dari diri sendiri, sesama, maupun karena pekerjaan kurang baik, namun ada juga orang yang bersikap penuh iman kepada kehendak Tuhan, dan dengan kerendahan hati mau bertobat dan memafkan, berdoa mohon kekuatan dan ketabahan dari-Nya supaya dapat mencari solusi yang terbaik. Allah selalu menyadarkan kita entah dalam peristiwa apapun itu. Tergantung pribadi kita menyadari atau tidak. Pengalaman dalam hidup bersama, kerja lapangan seperti; merawat orang sakit, mendampingi anak-anak sekolah, anak-anak asrama dan lain sebagaianya, menuntut sikap pengorbanan. Sikap dan perilaku mereka terkadang menyadarkan dan menguatkan hati kita supaya kita melayani dengan tulus. Selain dalam pekerjaan kita juga disadarkan oleh Allah dengan pengalaman yang beranekaragam itu untuk tetap rajin dan giat dalam berdoa dan bekerja. Doa sangat membantu kita untuk keluar dari kesulitan atau permasalahan dalam hidup. Inilah cara yang dapat membantu kita untuk bisa melaksanakan tugas pelayanan dengan tulus. Dalam keheningan dan ketenangan batin kita dapat melihat karya Allah dalam diri kita juga dalam diri sesama. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105 Kehadiran Allah dapat kita rasakan apabila kita memberi tempat untuk Dia bersemayam dalam hati kita. Langkah III: Mengali Pengalaman Iman Kristiani Salah seorang peserta diminta untuk membaca Injil Markus 1:35-39. Para peserta diberi kesempatan hening sejenak untuk membaca dalam hati dan merenung sabda Tuhan dengan bantuan beberapa pertanyaan: Ayat mana yang menunjukan bahwa Yesus selalu bersekutu dengan BapaNya sebelum memulai karya-Nya? Mengapa Yesus mengajak Simon dan pengikut lainnya pergi ke tempat lain untuk memberitakan Injil? Apa yang dapat kita teladani dari makna doa dan pelayanan Yesus untuk kita zaman sekarang ini? Rangkuman singkat Para saudari yang terkasih. Ayat yang menunjukkan Yesus bersekutu dengan Bapa-Nya sebelum memulai pekerjaan-Nya terdapat dalam ayat 35 dikatakan ‘pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Setelah Yesus “berkomunikasi” dengan Bapa-Nya, Ia dikuatkan dan disemangati dalam mewartakan Injil keseluruh dunia. Yesus mempunyai komitmen dalam tugas yang diemban dari Bapa-Nya: mewartakan Injil Kerajaan Allah. Yesus mengharuskan diri-Nya untuk mewartakan Injil bukan karena orang lain yang mengharuskan tetapi karena misiNya. Ia berkeliling mewartakan kerajaan Allah dengan berkotbah, mengajar, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106 menyembuhkan orang sakit serta mengusir roh-roh jahat. Yang sakit disembuhkan, yang putus harapan diberi peneguhan. Sebagai pengikut Kristus kita pantas meneruskan komitmen Yesus ini. Kita mesti terlibat dalam mewartakan Kerajaan Allah dengan penuh suka cita, bukan hanya karena tugas kita, dan bukan pula karena orang lain memberikan tugas itu kepada kita. Kita harus memberitakan Injil sesuai tugas dan tanggung jawab kita sebagai para SFD yang dipanggil Tuhan. Sebagaimaan Yesus sendiri berkeliling untuk mewartakan Kerajaan Allah, kita pun dipanggil Tuhan untuk melayani dan berbuat baik kepada semua orang. Langkah IV: Interprestasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta 1) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, Dalam pembahasan sebelumnya kita akan menemukan tuntutan Yesus bagi para pengikutnya yaitu supaya mengambil waktu untuk beristirahat, berdoa sejenak sebelum memulai pekerjan. Kita sebagai pengikut-Nya dituntut supaya senantiasa berdoa dan menyerahkan kehendak dan kebebasan pribadi kepada-Nya. Meskipun dalam perjalanan hidup, kita sering kurang mampu untuk melasanaknnya karena kita kurang rela untuk menyerahkan kehendak dan kebebasan kita. Namun pada saat ini, Yesus menyadarkan kita kembali kepada panggilan kita sebagai muridNya supaya kita berdoa menjalin relasi dengan-Nya dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107 Agar kita semakin mampu menghayati dan menyandarkan diri kepada-Nya maka, dalam saat hening ini, terlebih dahulu kita akan secara pribadi merenungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apa makna doa dalam hidup panggilan kita sebagai SFD? Bagaimana kita meningkatkan hidup doa menjadi bagian yang terpenting dalam hidup kita? (Saat Hening diiringi dengan musik Instrumental untuk mengiringi renungan secara pribadi akan pesan Injil dalam situasi konkret. Kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya). Suatu contoh rangkuman Para suster yang terkasih, dengan jelas Yesus memberi pesan kepada para pengikut-Nya supaya tetap menjalin relasi yang akrab dengan-Nya. Doa adalah sebagai penopang dan kekuatan dalam hidup kita. Doa adalah nafas hidup kita, inspirasi dalam hidup yang membantu kita untuk semakin dekat dengan-Nya. Tanpa doa kita gagal menjadi murid-Nya sebab kita tidak mampu melihat kebaikan Tuhan dalam hidup ini. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menyerahkan kehendak dan kebebasan pribadi kita kepada-Nya. Kemalasan untuk menjalin relasi dengan Allah adalah akibat dari kelekatan pada kehendak kebebasan pribadi kita. Maka kita perlu memupuk hidup rohani kita misalnya membuat komitmen dalam diri sendiri untuk menggunakan waktu berdoa dengan baik, mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam kongregasi seperti rekoleksi, retret, seminar dan lain sebagainya. Selain itu, kita juga terlibat dalam kegiatan pastoral dan sosial sebagaimana yang sudah kita mulai. Perlu kita sadari doa tidak bisa lepas dari karya pelayan kita. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108 Langkah V Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah. Pengantar Para suster yang dikasihi Tuhan, kita telah menggali pengalaman iman kita dengan kisah St. Fransiskus yang menemukan Allah dalam doanya dan menyadarkan dia untuk bertobat. Buah dari pertobatannya ia melayani Tuhan dengan tulus. Sikap yang kita kesulitan/kesalahpahaman adalah berani bangun apabila berkorban, berani menghadapi berubah dan memasrahkan segalanya kepada rencana dan kehendak Tuhan. Dalam Injil Markus, kita melihat bahwa sebelum memulai karya-Nya, Yesus selalu berdoa. Kita semua adalah orang yang dipanggil secara khusus, diberi kuasa dan diutus mewartakan Kerajaan Allah. Kita telah menemukan bersama bagaimana doa itu, sungguh bermakna dalam hidup kita yaitu sebagai penopang dan kekuatan dalam hidup kita. Sekarang marilah kita hening sejenak untuk merenung dan memikirkan hal apa yang akan kita buat untuk meningkatakan doadoa kita supaya doa itu sungguh menjiwai seluruh hidup kita. Dan kita pun melakukan doa itu dengan bahagia. (Suasana hening diiringi instrument, pendamping memberi tuntunan pertanyaan untuk memikirkan niat-niat pribadi, maupun bersama dalam bentuk keterlibatan baru sebagai berikut): Keputusan konkret apa yang dapat dipetik untuk meningkatkan hidup doa kita? Apa langkah-langkah untuk mewujudkan rencana konkret kita membantu mereka yang miskin? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109 (Hening sejenak, kesempatan untuk doa umat spontan yang di awali oleh pendamping kemudian dilanjutkan oleh peserta dan dilanjutkan dengan doa Bapa kami. 4) Doa Penutup Allah Bapa yang mahabaik dan kekal, puji syukur kami haturkan kepadaMu atas rahmat, bimbingan dan kehadiran-Mu dalam pertemuan ini. Kami telah disadarkan kembali akan panggilan dan perutusan kami sebagai SFD. Kami mohon ampun ya Tuhan atas sikap dan kelalaian kami selama ini. Kami bersyukur pula karena kami telah Kau kuatkan kembali lewat sabda dan pengalaman iman yang telah kami bagi bersama saat ini. Bimbinglah kami dengan Roh kudus-Mu agar kami tetap setia dan mau berkorban dalam tugas pelayanan sesuai dengan kehendak-Mu. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan kami Amin. 5) Lagu Penutup: Betapa Kita tidak Bersyukur (MB 489) Contoh persiapan II a. Identitas 1) Pelaksana : Berliana Simbolon (Sr. Skolastika, SFD) 2) Nim Pelaksana : 091124037 3) Tema : Menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesama 4) Tujuan : Bersama peserta menyadari panggilannya untuk melayani Tuhan dan sesama, sehingga semakin menghayati panggilan dalam hidup dan karya pelayanan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110 setiap hari dengan demikian semakin bersedia untuk melayani demi kemuliaan Tuhan dan sesama. 5) Peserta : Para Suster Fransiskus Dina (SFD) 6) Waktu : 90 Menit 7) Model : Shared Christian Praxis (SCP) 8) Metode : Sharing, informasi, tanya jawab, refleksi pribadi 9) Sarana : - Teks lagu - Film Mother Theresia dari Kalkuta - Teks Kitab Suci Injil Yohanes 15: 9 -17 - Laptop & LCD - Lilin dan Salib 10) Sumber Bahan :- Soenarja, SJ. (1987): Inspirasi batin. Yogyakarta: Kanisius. - Eko Riyadi, Pr. (2011): Tafsir Injil Yohannes. Yogyakarta: Kanisius. b. Pemikiran dasar Kini masyarakat hidup dalam situasi kurang atau bahkan tidak mengenal kasih dan persaudaraan. Orang-orang sedemikian individualis, tidak ada tempat lagi bagi orang lain dalam hatinya. Orang disibukkan untuk mengejar karier, uang, kuasa dan melakukan apa saja demi tujuan-tujuan di atas. Kasih menjadi slogan, sebatas ungkapan indah saja dan berhenti pada taraf kata-kata. Situasi semacam ini juga sudah mulai merasuk kedalam kehidupan kita sebagai religius; di mana kita kurang memberi perhatian, kurang mendengarkan, kurang saling membantu. ’Kasih’ terkikis oleh situasi hidup kita; tantangan- PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111 tantangan dari luar, godaan-godaan dari dalam diri kita sendiri, misalnya rasa egois, gengsi, gila prestasi sehingga semua waktu dihabiskan untuk belajar dan bekerja sehingga tidak ada waktu untuk orang lain. Persaudaraan menjadi mimpi di awang-awang entah kapan terwujud dalam hidup kita. Makna kata ‘kasih’ dan ‘persaudaraan’ menjadi hambar dan tidak mempunyai kekuatan dalam hati dan hidup kita baik sebagai pribadi maupun bersama. Bagi kita kaum religius ‘kasih’ seharusya tetap menjadi esensi dari hidup kita; dan ‘kasih’ hanya mungkin bila kita mau saling menerima, mendengarkan, membantu dan melayani satu sama lain. Adapun wujud dari kasih itu ialah melayani Tuhan melalui sesama lewat kehadiran kita di dalam hidup sehari-hari seperti yang diserukan oleh suster pendiri kita yaitu semangat rajin dan giat. Injil Yohanes 15:9-17 dengan amat indah menguraikan bagaimana Yesus menghendaki kita untuk saling mengasihi sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. Dia mengasihi kita sebagaimana Bapa mengasihi Dia. Oleh sebab itu kita diundang untuk saling mengasihi dalam hidup kita setiap hari. Allah adalah kasih sehingga Ia tidak pernah memperhitungkan dosa kita dihadapan-Nya, justru kita di sebut sebagai ‘sahabat‘. Adapun esensi dari kasih itu ialah melayani sesama kita. Yesus menjadi teladan kasih bagi kita. Di masa hidup-Nya, Ia mengasihi dengan melayani banyak orang. Ia sendiri menghadirkan kerajaan Allah yang penuh kasih dengan semangat pelayanan-Nya. Oleh karena itu sebagai pengikuti-Nya lebihlebih sebagai religius kita hendaknya seperti Yesus menjadi pelaksana kasih dengan melayani sesama lewat kehadiran kita di dalam kehidupan sehari-hari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112 Melalui pertemuan ini kita berharap semakin menyadari serta meneladani Yesus yang ‘mengasihi’ semua orang sebagai saudara. Dengan demikian kita semakin mampu saling mengasihi sesama lewat karya pelayanan kita. c. Pengembangan langkah-langkah Pengantar 1) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita bersyukur pada Tuhan yang telah mengumpulkan kita di tempat ini. Sebagai SFD kita dipanggil untuk hidup dalam kasih dan buah-buah kasih itu dirasakan dan dialami oleh sesama kita secara khusus dalam komunitas dan setiap karya pelayanan yang kita lakukan. Panggilan yang satu dan sama yang kita terima yang memungkinkan kita berada di sini dan panggilan itu berasal dari Tuhan sendiri agar kita mengalami kasih-Nya dan membagikan kasih itu pula kepada sesama kita lewat karya pelayanan. Karena itu sekarang kita mau melihat, merasakan bagaimana Yesus mengasihi kita selama ini dan bagaimana pula kita membagikan kasih itu hari ini dan pada hari yang akan datang. Semoga juga pada pertemuan ini kita semakin disadarkan betapa berartinya kita dihadapan Tuhan dengan kasih setia-Nya selalu membimbing langkah hidup kita. 2) Lagu Pembuka: Kasih yang sempurna (teks) 3) Doa Pembuka: Bapa yang mahabaik kami bersyukur dan berterimakasih atas berkat dan kasih sayang-Mu yang Engkau curahkan bagi kami semua. Kasih itu juga yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113 mengumpulkan kami dan membuat hati kami menjadi tenang dan bahagia. Hadirlah bersama kami selama pertemuan ini supaya kami boleh menimba kekuatan dari sabda-Mu dan dari kehadiran-Mu dalam diri kami masing-masing. Dengan demikian iman kami semakin tumbuh dan suburlah kasih dalam hati kami masing-masing sehingga persekutuan dan pelayanan kami ini menjadi lebih baik, lebih harmonis dan menjadi persekutuan kasih karena Engkau yang meraja di dalam-Nya. Demi Yesus Kristus Tuhan kami yang hidup dan meraja kini dan sepanjang segala masa. Amin. 4) Langkah I: Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta Peserta dengan hening dan seksama menonton/menyaksikan film Mother Theresia dari Kalkuta Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan kembali isi film Mother Theresia dengan singkat oleh 1 atau 2 orang peserta. Rangkuman singkat dari intisari film Mother Theresia Kisah film yang telah kita saksikan bersama, menggambarkan situasi atau keadaan di Kalkuta. Di sana banyak orang miskin dan menderita. Dalam kisah tadi tampillah Mother Theresia. Mother Theresia adalah seorang biarawati. Ia terpanggil untuk hadir di tengah-tengah mereka, setelah ia mengalami situasi yang berbeda dengan apa yang ia alami di dalam biara. Oleh karena itu, setelah mengalami pergulatan yang kuat ia memutuskan untuk meminta izin untuk melayani orang-orang di Kalkuta. Ia sendiri berusaha menghadirkan wajah kasih Kristus melalui pelayanannya. Ia sendiri tidak segan dan takut melayani orang- PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114 orang yang menderita karena sakit parah. Ia hadir dan melayani semua oranng tanpa membeda-bedakan jenis status maupun latar belakangnya. Pengungkapan pengalaman: Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan tuntunan 2 pertanyaan: Apa yang dilakukan Mother Theresia dalam mewujudkan Kasih Allah kepada sesama? Coba ceritakanlah pengalaman saudari dalam melakukan tindakan kasih di dalam karya pelayanan! Perasaan apa yang suster alami ketika diutus melaksanakan tugas pelayanan di tempat yang baru Rangkuman Dalam film tadi, Mother Theresia berusaha melakukan kehendak Allah dengan melayani sesama dengan tulus. Mother Theresia berusaha memperlakukan sesamanya sebagai saudara. Dalam kehidupan kita pun berusaha melakukan tindakan ‘kasih’ kepada sesama kita misalnya mau membantu, mendengarkan, membagi talenta dan lain sebagainya. Dengan sikap yang ‘mengasihi’ kita juga menerima kasih dari sesama. Oleh karena itu sangat penting untuk selalu belajar mengasihi dan melayani sesama supaya kita juga mengalami/menerima hal yang sama dari Tuhan. Perasaan yang muncul ketika mengikuti tayangan film tadi, ada rasa kagum, rasa takut karena orang-orang yang dihadapi Muder Theresa mempunyai latarbelakang yang berbeda. Namun, Mother Theresia tetap mempunyai prinsip yang kuat bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan orang yang berharap kepada-Nya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115 Langkah II: Mendalami Hidup Peserta Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau ceritera di atas dengan bantuan 2 pertanyaan dibawah ini; Tantangan apa yang paling besar, ketika para suster sedang melayani sesama ? Adakah pengalaman yang paling berkesan bagi para suster, ketika sedang melaksanakan tugas pelayanan? Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan arahan rangkuman singkat; Setiap orang pasti mempunyai tantangan dalam melayani. Persoalannya apakah besar atau kecil tergantung pada situasi di mana kita melayani dan bagaimana kita menghadapinya. Ada orang jarang mengalami tantangan dalam melayani, karena baginya pelayanan itu bagian dari hidupnya sehingga melakukannya dengan kasih. Melakukan tindakan kasih merupakan hal penting dalam hidup kita sebagai manusia. Sebagai religius kita dipanggil untuk mengasihi sesama dengan cara melayani sesama. Kita semua dipanggil untuk melayani sesama kita yang menderita, miskin, sakit dan lain sebagainya. Pelayanan yang kita lakukan di dalam hidup sehari-hari merupakan suatu bentuk kerja sama kita dengan Allah. Kita diajak oleh Allah untuk bekerja sama menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah umat. Menjadi rekan kerja berarti, mau dan siap diutus kemana pun kita diutus. Langkah III Menggali Pengalaman iman Kristiani PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116 Peserta diajak untuk membacakan teks Kitab Suci secara bergantian dari Injil Yohanes. Peserta diberi waktu hening sejenak sambil secara pribadi mendalami atau membaca ulang teks Kitab Suci tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan pendalaman secara bersama. Ayat-ayat mana yang menunjukkan kasih dalam pelayanan dalam teks perikop di atas? Apa makna ‘saling mengasihi’ dalam pelayanan yang dapat kita petik dari perikop tersebut? Sikap-sikap apa saja yang ingin Yesus tanamkan melalui perikop di atas dalam hal saling mengasihi khususnya dalam pelayanan? Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikop dengan jawaban atas tiga pertanyaan di atas. Pendamping memberikan tafsir dari Injil Yohanes 15: 9 mengatakan ‘seperti Bapa telah mengasihi Aku demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah dalam kasihKu itu’. Kasih yang dimaksudkan adalah Kasih Bapa terhadap Yesus, kasih Yesus kepada sahabatsahabat-Nya. Kasih Yesus itu ditanggapi dengan ketaatan kasih para murid terhadap Yesus serta bersinar dalam kasih mereka satu sama lain, di mana kasih ini menjadi sumber kegembiraan mereka. Ayat ini memberikan gambaran bahwa Yesus mengasihi dan menjadikan kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Oleh karena itu hendaknya kita pun mengasihi Dia dan sesama dalam hidup kita lewat setiap pelayanan yang kita lakukan setiap hari. Teladan kasih yang telah diberikan oleh Yesus itu bersifat total, tanpa batas karena demi kasih Yesus mau melayani sesamanya dan rela mengorbankan hidupNya bagi sahabat-sahabat-Nya dan bagi kita semua. Ungkapan ini mengundang, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117 mendorong kita semua untuk terus hidup dan tetap tinggal dalam Yesus melalui kasih, karena dengan melakukan kasih itu hidup kita akan memiliki buah yang banyak dengan demikian kita pantas disebut murid Yesus. Sikap-sikap yang tampak dalam perikop ini Yesus hadir sebagai sahabat/saudara yang bercirikan; kerendahan hati, keterbukaan, mendengarkan, menerima satu sama lain. Kisah ini menggambarkan Yesus yang mengasihi manusia seperti Bapa mengasihi-Nya demikian juga Ia mengasihi kita muridmurid-Nya. Teladan ini menjadi penting supaya manusia saling mengasihi sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. Teladan ‘saling mengasihi’ merupakan keutamaan inti dari seorang kristiani khususnya kita yang dipanggil secara khusus dalam cara hidup sebagai SFD. Kasih akan menyuburkan keutamaan-keutamaan lainnya. Oleh karena itu kita diminta Yesus untuk saling mengasihi sebagai ‘saudara/sahabat’ satu sama lain dengan cara melayani sesama dengan tulus dan penuh semangat. Langkah IV Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta Konkrit. Dalam sharing tadi kita telah menemukan sikap-sikap yang perlu kita miliki dalam membawa kasih yakni dengan menjadi ‘saudara/sahabat’ satu sama lain. Sebagai SFD kita mesti selalu membina relasi yang erat dan intim dengan Tuhan karena melalui relasi itu kita mampu saling mengasihi dan buah-buah kasih itu semakin menyuburkan hidup kita dalam kasih Tuhan sendiri. Sebagai bahan refleksi agar kita dapat saling mengasihi dalam hidup kita, mari kita lihat komunitas kita secara konkrit dengan merenungkan pertanyaan dibawah ini: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118 Sikap-sikap apa yang perlu kita usahakan agar semakin saling mengasihi satu sama lain dalam komunitas kita? Apakah saudara semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan untuk menjadi ‘saudara’ satu sama lain di komunitas kita? Saat hening diiringi dengan musik instrument ‘kasih pasti lemah lembut’ untuk secara pribadi merenungkan pesan Injil dengan situasi konkret dari teman-teman. Kemudian peserta diminta untuk mengungkapkan hasil-hasil permenungannya. Rangkuman penerapan pada situasi peserta Yesus telah memberi teladan bagi kita untuk ‘saling mengasihi’ seperti ia telah mengasihi kita demikian juga kita saling mengasihi satu sama lain. Hendaknya kita menjadi saudara bagi sesama kita terutama dalam komunitas kita ini. Rela berkorban demi saudara kita sebagaimana Yesus telah mengorbankan hidup-Nya bagi kita semua. Namun dengan kemampuan sendiri kita tidak mungkin melakukan ini semua, maka Dialah yang sanggup membantu kita untuk melaksanakan teladan-Nya dalam hidup kita. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit Saudara-saudara terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-sama menggali pengalaman dalam hal ’saling mengasihi dan melayani’ dan melalui kisah Mother Theresia kita semakin diperkaya. Dalam Injil Yohanes yang telah kita dalami bersama, kita semakin memahami Yesus yang mengasihi kita oleh karena itu hendaknya kita saling mengasihi satu sama lain dalam komunitas pun kepada sesama yang lain. Mengasihi mengandung konsekuensi untuk rela PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119 berkorban bagi sahabat-sahabatnya sebagaimana Yesus yang melayani orang banyak rela mengorbankan hidupnya bagi kita sahabat-sahabat-Nya. Memikirkan niat-niat dan bentuk keterlibatan kita yang baru (pribadi, bersama) untuk lebih menghayati kehadiran sebagai ’saudara’ bagi sesama yang lain terutama dalam melayani sesama melalui karya pelayanan yang menjadi kekhasan kongregasi Keputusan apa yang hendak kita lakukan untuk mewujudkan saling mengasihi terkhusus dalam setiap karya dan pelayanan yang kita lakukan? Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan keputusan tersebut? Peserta diberikan kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri- sendiri tentang niat pribadi-bersama yang akan dilakukan. Sambil merumuskan niat-niat di iringi musik instrument. Niat pribadi dapat diungkapkan dalam kelompok. Pendamping mengajak peserta untuk membicarakan dan mendiskusikan bersama niat bersama secara konkrit yang dapat segera di wujudkan di antara mereka agar semakin masingmasing menghayati dan mencintai tugas pelayanan dan merasakan kehadiran mereka sebagai ‘saudara’ satu sama lain. Pendamping memberikan kesempatan hening sejenak untuk merenungkan niat pribadi/ bersama yang akan diwujudkan sementara itu lilin dan salib diletakkan di tengah kemudian lilin dinyalakan. Doa umat secara spontan di awali oleh pendamping kemudian dilanjutkan peserta, doa Bapa Kami. 5) Doa Penutup PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120 Allah Bapa sumber kasih sejati kami bersyukur atas kehadiran-Mu yang boleh kami rasakan selama proses pendalaman ini dan Engkau menyampaikan kebijaksanaan-Mu bagi kami semua sehingga kami terbantu menyelami kasih-Mu yang kami wujudkan di dalam pelayanan hidup kami sehari-hari. Kami mohon supaya Roh-Mu selalu menuntun kami dalam hidup ini agar kami mampu membagikan kasih dan cinta-Mu kepada sesama melalui pelayanan kami. Demi Yesus Kristus Putera-Mu yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin. 6) Lagu penutup: Hidup Rukun dan Damai (MB. 530) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V PENUTUP Pada bab ini, penulis akan membuat kesimpulan dan saran. Penulis akan menyimpulkan uraian skripsi ini dalam beberapa pokok penting sebagai penegasan tentang peran doa dalam hidup dan dalam karya pelayanan para SFD. Selanjutnya, penulis menyampaikan beberapa saran penting demi meningkatkan penghayatan hidup doa yang harus menjadi dasar karya pelayanan para SFD. A. Kesimpulan Dalam hidup manusia termasuk para religius doa merupakan gerak Allah menuju kepada manusia dan manusia menuju kepada Allah. Ada ritme pertemuan yang terdiri dari sapaan dan jawaban. Allah membiarkan diri agar dilihat, dialami, dirasakan, ditemui, dan dialami oleh religius. Dalam doa, religius diajak untuk melihat Allah dalam kemuliaan-Nya. Doa merupakan pertemuan dan pengalaman akan Allah dalam aneka ragam suasana dan sifatnya, seperti suasanan takut, gentar, kagum, syukur, hormat, percaya dan penyerahan. Ini merupakan suasana penghayatan iman yang sungguh istimewa dalam diri manusia termasuk religius lewat doa. Kongregasi SFD sebagai anggota Gereja dan masyarakat menyadari tugas panggilannya yang penting, yaitu mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah kepada dunia melalui hidup doa dan karya pelayanan. Dengan meneladani semangat hidup St. Fransiskus dan Muder Constansia van der Linden, para SFD mampu memaknai hidup doa dalam karya pelayanannya sehingga setiap anggota kongregasi SFD PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122 bekerja dengan tanggung-jawab dan dengan penuh sukacita tanpa melalaikan pekerjaannya dan tanpa melalaikan hidup doanya. Doa membatu para SFD dalam mengembangkan misi pelayanan dan meningkatkan kinerja setiap anggota. Dengan semangat doa dan rajin bekerja, para SFD dimampukan untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera selaras dengan kehendak Yesus Kristus. Para SFD memaknai doa sebagai penopang dan kekuatan dalam hidup panggilannya. Hal inilah yang memampukan para SFD untuk setia pada panggilan hidup membiara mereka, setia dalam melaksanakan doa dan tugas pelayanan. Para SFD setia menimba hidup rohani seperti dari perayaan Ekaristi, devosi-devosi, rekoleksi, retret, pendalaman Kitab Suci, pendalaman spiritualitas kongregasi dan lain sebagainya. Kesetiaan dalam mengikuti doa dan memperhatikan hidup rohani turut membawa dampak positif bagi para SFD, yakni mereka disadarkan untuk menghayati hidupnya secara lebih bertanggung jawab. Doa bersama, pribadi dan pendalaman spiritualitas kongregasi sebagai hal yang penting dan mendasar untuk dihidupi. Artinya para SFD membuat doa sebagai dasar hidup dalam karya pelayanan. Berbagai macam cara yang dapat digunakan para SFD dalam memaknai doa dalam karya pelayananya itu; misalnya, dengan latihan mengolah diri terus-menerus, memperdalam kehidupan rohani, dan lain sebagainya. Dalam karya tulis ini, penulis meyusun salah satu contoh program katekese model SCP untuk membantu para suster SFD meningkatkan penghayatan hidup doa dalam karya pelayanan, baik dalam kongregasi maupun dalam Gereja secara umum. Melalui program ini, para SFD juga didorong untuk terbuka dan bersedia PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123 mengkomunikasikan pengalaman-pengalamannya. Mereka diharapkan merefleksikan seluruh hidupnya di dalam terang iman, entah duka maupun suka. Dengan program katekese ini, para suster SFD semakin setia dalam panggilan mereka dan mencintai tugas perutusan yang diberikan kongregasi dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan kasih persaudaraan. Dalam melaksanakan tugas perutusannya, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam perutusan Gereja dan ingin memberikan sumbangan bagi perkembangan tubuh Kristus yang mistik, meneruskan karya penebusan-Nya dengan memberi bantuan guna meringankan penderitaan jasmani dan rohani lewat segala karya yang ada dalam Kongregasi. A. Saran Ada pun saran yang ditawarkan oleh penulis melalui karya tulis ini ialah untuk: 1. Membantu meningkatkan hidup doa dan karya pelayanan, para SFD hendaknya memanfaatkan peluang dan segala sarana dan prasarana yang disiapkan kongregasi dalam setiap komunitas untuk semakin meningkatkan penghayatan anggota akan makna doa dalam hidup mereka. Para SFD perlu menanamkan dalam diri mereka sikap percaya bahwa Allahlah yang telah memanggil mereka untuk bekerja di kebun anggur-Nya. Dengan demikian, para SFD akan menjadi semakin setia dalam mengikuti dan melaksanakan doa pribadi maupun doa bersama. 2. Para SFD dianjurkan untuk semakin memperdalam penghayatan hidup doa St. Fransiskus dan Muder Constansia van der Linden (ibu pendiri) agar dapat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124 semakin menjiwai dan menyemangati hidup panggilan mereka. Hal ini bisa dilaksanakan dalam bentuk seminar penghayatan spiritualitas kongregasi. Seminar ini bisa diadakan minimal dua kali setahun; terutama dalam momenmomen penting dalam kongregasi, misalnya, pada hari ulang tahun berdirinya kongregasi dan pesta pelindung kongregasi. 3. Membuat program untuk mengadakan pendalaman iman dengan model SCP tentang pendalaman konstitusi dan kharisma kongregasi SFD yang dilaksanakan setiap bulan pekan pertama. 4. Mengadakan pembelajaran bersama dalam komunitas masing-masing untuk semakin mendalami sejarah pendiri kongregasi dan spiritualitas Fransiskan. 5. Lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan rohani yang sudah ada dalam kongregasi SFD, seperti adorasi, mengikuti perayaan Ekaristi setiap harinya, latihan doa terus-menerus, ziarah tahun rohani dan lain sebagainya. 6. Mengadakan kursus penyegaran hidup doa dan spiritualitas kongregasi SFD. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125 DAFTAR PUSTAKA Agudo, Filomena, FMM. (1988). Aku Memilih Engkau. Yogyakarta: Kanisius Anggaran Dasar Ordo III Regular St. Fransiskus Asisi (2002) Jakarta SEKAFI Cahyadi Krispurwana, T, SJ. (2003). Jalan Pelayanan Ibu Teresa. Jakarta: Obor Cardinal, Bernardin, Joseph. (1988). Pelayanan-pelayanan Baru. Pusat Pastoral Yogyakarta Celano, Thomas. (1984). St. Fransiskus dari Asisi: Riwayat hidup yang pertama dan kedua (sebagian). Jakarta. SEKAFI Clementina van Vooren & Sr. Emmanuel Claerhout. Sr. SFD. (1983). Sejarah Ringkas Kongregasi Suster-suster Fransiskanes. Dongen dikeluarkan pada tanggal 8 September 1983 di Dongen. (Dokumen Kongregasi) Conti, Martino. (2006). Identitas Fransiskan. Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia (SEKAFI). Jakarta Darminta, J .(1982). Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius __________.(1983). Tuhan Ajarilah kami Berdoa. Yogyakarta: Kanisius __________.(1994). Nabi dan Martir Bersama Yesus. Yogyakarta: Kanisius __________.(2001). Yesus Sang Pendoa. Yogyakarta: Kanisius Dister, Syukur Nico. (2011). Semangat Hamba Allah Yohanna Dari Yesus. Yogyakarta: Kanisius Dopo, Eduardo R. dkk. (1992) Keprihatinan Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius Eko Riyadi, St. (2011). Yohanes “Firman Menjadi Manusia”. Yogyakarta: Kanisius Green, Thomas, H. (1988). Bimbingan Doa. Yogyakarta: Kanisius Groenen, Cletus, P. OFM. (1986). Fransiskus di Hadapan Allah. Jakarta SEKAFI __________.(2000). Kisah Ketiga Sahabat. Riwayat Hidup St. Fransiskus Asisi; Jakarta SEKAFI Groome, Thomas, H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese. (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991). Harjawiyata, Frans. OSC. (1979). Bentuk-bentuk Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius. __________.(1997). Yesus dan Situasi Zamanya-Nya (Editor). Yogyakarta: Kanisius Hayon, Niko, SVD. (1992). Cinta yang Mengabdi. Ende: Nusa Indah Hetu, Inocens, Ruben. (2007). Tahap-tahap Doa Kodrati. Yogyakarta: Kanisius. Jacobs, Tom, SJ. (1988). Karya Roh dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius Kapitel. (2011). Kapitel Umum Kongregasi Suster-Suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesi (Dokumen Kongregasi). Yogyakarta. Konfrensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik; Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta; Kanisius PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126 Konfrensi Waligereja Indonesi. (2006). Kitab Hukum Kanonik. (Edisi Resmi Bahasa Indonesi diundangkan oleh Paus Yohannes Paulus II). Jakarta KWI Konferensi Wali Gereja Regio Nusa Tenggara. (1995). Katekismus Gereja Katolik. Flores-NTT: Nusa Indah Konsili Vatikan II. (1993). Gaudium Et Spes , (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern oleh R. Hardawiryana, Penerjemah). Obor. Jakarta. Konstitusi Kongregasi Suster Fransiskus Dina, (SFD). (2007). (Dokumen Kongregasi) Koptari, (1987). Spiritualitas Pelayanan. Jakarta Ladjar, Leo, L. OFM. (1988). Fransiskus dan Karya-karya-Nya. Yogyakarta; Kanisius Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius. __________.(2003). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. Lembaga Alkitab Indonesia. (2007). Alkitab. Jakarta: Percetakan LAI Lukasik, A. (1991). Memahami Perayaan Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius Mangunhardjana, A. (1986). Pembinaan. Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius. Njiolah, Hendrik, P. Pr. (2003). Tuhan Ajarilah Kami Berdoa. Pustaka Nusatam. Yogyakarta Nouwen, Henri, J, M. (1986). Cakrawala Hidup Baru. Yogyakarta: Kanisius Purwatma, M. Pr. (2014). Komunitas Para Murid Demi Kerajaan Allah. Seri Pastoral 426 Yogyakarta; Kanisius Raat, Judith, de. (2000). Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas Suster-Suster Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat Raaymakers, Marie Joseph. SFD. (1991). Bersatu Hati. Dongen. (Dokumen Kongregasi) Ridick, Joice, Sr. SSCC. (1987). Kaul Melimpah dalam Bejana Tanah Liat Yogyakarta: Kanisius Rudiyanto, F. MA. (1994). Doa Mengetuk Hati Allah. Jakarta: Obor diter; dari buku Prayer Seeking the Heart of Gad (Muder Teresa dan Bruder Roger). Oleh: Michael Benyaminmali Setyakarjana, J. S. (1993). Pedoman Umum Katekese. Yogyakarta: Puskat SFD. (2007). Pedoman Pembinaan dan Pendidikan Suster Fransiskus Dina. Yogyakarta (Dokumen kongregasi Sumarno Ds. (2013). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat semester VI. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Talbot, John Michael dan Rabey Steve. (2007). Ajaran-ajaran St. Fransiskus. Bina Media. Medan Tengah Kapitel. (2013). Hasil Evaluasi Tengah Kapitel Suster-Suster Fransiskus Dina (SFD). (Dokumen Kongregasi) Yohannes Paulus II (1995). Pedoman-pedoman pembinaan dalam lembagalembaga religius. Seri Dokumen Gerejani No.16. Jakarta; Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127 __________.(1996). Vita Consecrata (Hidup Bakti). Seri Dokumen Gerejani No, 51. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI __________.(1990). Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Sang Penebus). Seri Dokumen Gerejani No,14. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI __________.(1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, penerjemah). Jakarta: DokPend KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979) Van Breemen, G, P, SJ .(1983). Kupanggil Engkau dengan Namamu. Yogyakarta: Kanisius Zita, SFS. (2008). Muder Yohana Yesus; diterj; Nico Syukur Dister, OFM. Sukabumi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LAMPIRAN PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 1: Lirik lagu KU BERSYUKUR PADA-MU YESUS Ku bersyukur pada-Mu Yesus, yang tlah mengubahkan hidupku Tak ada yang seperti Engkau mengasihi ku Kau menuntun jalan hidup ku, bawaku masuk rencana-Mu Tak ada yang seperti Engkau Yesus Tuhanku Kaulah Tuhan keslamatan ku, Kekuatan dan perisaiku kutak gentar karna janji-Mu slalu memliharaku Kupercaya dalam tangan-Mu ada masa depan hidupku Kutak gentar karna janji-Mu slalu hidup dalam ku.. BETAPA KITA TIDAK BERSYUKUR (MB 489 Betapa kita tidak bersyukur bertanah air kaya dan subur; lautnya luas, gunungnya megah, menghijau padang, bukit dan lembah. Ref; Itu semua berkat karunia Allah yang Agung, Mahakuasa; Itu semua berkat karunia Allah yang Agung, Mahakuasa. Alangkah indah pagi merekah bermandi cah’ya surya nan cerah, ditingkah kicau burung tak henti, bunga pun bangkit harum berseri. Ref Bumi yang hijau, langitnya terang, berpadu dalam warna cemerlang; indah jelita, damai dan teduh, persada kita jaya dan teguh. Ref (1) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASIH YANG SEMPURNA Kasih yang sempurna telah, kut'rima dari-Mu bukan kar'na kebaikanku, hanya oleh kasih karunia-Mu Kau pulihkan aku, layakkanku, 'tuk dapat memanggil-Mu, Bapa Reff: Kau b'ri yang kupinta, saat kumencari, kumendapatkan kuketuk pintu-Mu dan Kau bukakan, s'bab Kau Bapaku, Bapa yang kekal Tak kan Kau biarkan, aku melangkah hanya sendirian Kau selalu ada bagiku, s'bab Kau Bapaku, Bapa yang kekal HIDUP RUKUN DAN DAMAI (MB. 530) Alangkah bahagianya , Hidup rukun dan damai Didalam persaudaraan, Bagai minyak yang harum Refren : Alangkah bahagianya, Hidup rukun dan damai Ibarat embun yang segar, Pada pagi yang cerah Laksana anggur yang lezat, Kan pemuas dahaga. Ref Begitulah berkat Tuhan, Dengan berlimpah ruah Turun ke atas mereka, Kini dan selamanya (2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 2 : Teks Injil Teks Kitab Suci Injil Yohanes 15: 9 -17 15:9 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 15:10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. 15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu. 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." (3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Teks Injil Markus 1:35-39 1:35 Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. 1:36 Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia; 1:37 waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau." 1:38 Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." 1:39 Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan. (4)