plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN
PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Berliana Simbolon
NIM: 091124037
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
SKRIPSI
KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN
PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
SKRIPSI
KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN
PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Berliana Simbolon
NIM : 091124037
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina,
yang telah memberi perhatian, cinta, doa, serta dukungan kepada saya selama
menjalani kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
Komunitas Fonte Colombo, keluargaku, sahabat dan teman-temanku yang telah
memberi dukungan dan kepercayaan dengan caranya masing-masing.
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Motto
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu”
(Ams 16:3)
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
menurut karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Desember 2014
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta:
Nama: Berliana Simbolon
Nim : 091124037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul KAJIAN TERHADAP
MAKNA HIDUP DOA DALAM
KARYA PELAYANAN PARA SUSTER
FRANSISKUS DINA (SFD). Dengan demikian saya memberi hak kepada
Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain
demi kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari penulis maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya perbuat terimakasih.
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM
KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD). Penulis
memilih judul ini bertolak dari kesan pribadi akan para SFD yang sedang berkarya
pada saat ini, yakni kurang menghayati makna doa dalam hidup hariannya. Hal ini
dapat disebabkan oleh kesibukan dalam berkarya sehingga ada kecenderungan untuk
memprioritaskan pekerjaan dari pada doa.
Para SFD mesti bercermin pada hidup Kristus yang selalu menyediakan waktu
untuk berdoa. St. Fransiskus dan Sr. Pendahulu (Muder Yohanna Yesus, dan Muder
Constantia van der Linden) juga meneladan hidup Yesus. Mereka meneladani hidup
Yesus yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah lewat sikap dan
tindakannya dalam karya pelayanan-Nya. Untuk menimba kekuatan dari hidup doa,
para SFD diharapkan berusaha terus-menerus meneladani Yesus, Sang Pendoa.
Menanggapi situasi dan permasalahan di atas, penulis menggunakan kajian
pustaka dengan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku
spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi dalam membantu menghayati hidup doa
berdasarkan spiritualitas SFD. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku dari
sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan
refleksi rohani guna membantu para SFD untuk semakin memaknai hidup doa dalam
karya pelayananya.
Maka, untuk membantu para SFD dalam meningkatkan hidup doa, penulis
mengusulkan program pendalaman iman dalam bentuk katekese dengan model SCP.
Model ini dianggap relevan karena menggarisbawahi peran-keberadaan peserta
sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab. Berdasar pada refleksi kritis atas
pengalaman hidupnya dalam kaitannya dengan situasi konkret, peserta sebagai subyek
secara aktif dan kreatif menghayati imannya dan dapat mewujudkan dalam
pelayanannya. Melalui katekese ini, para SFD diharapkan terbantu dalam menghayati
dan meningkatkan makna hidup doa dalam karya pelayanan melalui tugas perutusan
yang sudah dipercayakan kepada masing-masing anggota SFD.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
This writing entitled KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM
KARYA PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD) (The
Explanation of Purpose of the Life of Prayer in the Mission of Sisters Franciscan
Minor). The author chose this title based on the personal impression towards the
sisters who are now in their ministries, it seems that they have such a lack of
“awareness” of the purpose of prayer in their daily lives. This might be caused by their
businesses in ministries that they have such a tendency to give priority for the work
than the prayer.
The sisters have to reflect to Christ’s life who always spares his time to pray.
St. Francis of Asisi and the Former Sister (Sr. Yohanna of Jesus and Sr. Constantia
van der Linden) also imitated that Jesus’ lifestyle. This thing became real in
surrendering His will according to God’s through his actions in His missions. To have
such power from the life of prayer, the Sisters continuously are suggested to able to
imitate Jesus, the Man of Prayer.
To respond the situation and problem above, the author (in this writing) uses
descriptive method that needs some literatures. The author learned and studied some
spirituality books which are published by the order in helping the Sisters to live the life
of prayer according to the spirituality of SFD. The author also uses some books from
another sources which are relevant to enrich and deepen the thought and spiritual
reflection to help the Sisters to define the life of prayer in their ministries.
For that reason, to help the Sisters in increasing the life of prayer, the author
proposes a program of growth of faith in a form of catechesi with model SCP. This
model is seen as a relevant form because stresses the action and the present of the
members as a free and responsible subject. Based on critical reflection on his life
experience and in line with the concrete situation, the member as subject actively and
creatively live his faith and can fulfill it. Through this program, the Sisters should feel
helped in living and increasing the purpose of life of prayer in their missions which are
given to each sister of SFD.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang mahabaik, berkat bimbingan-Nya penulis
dapat menyelesaikan tulisan skripsi ini dengan judul KAJIAN TERHADAP
MAKNA HIDUP DOA DALAM
KARYA PELAYANAN PARA SUSTER
FRANSISKUS DINA (SFD). Penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan sarjana sastra 1 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menghadapi kesulitan, tantangan
kegembiraan sukacita dan semua pengalaman teresebut memperkaya wawasan penulis.
Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dilalui karena bantuan dan dukungan serta
doa-doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terimakasih
kepada:
1. Rm. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., SJ., M.Ed, selaku dosen pembimbing
utama yang telah meluangkan waktu, perhatian, membimbing penulis dengan
penuh kesabaran, memberi gagasan, refleksi, inspirasi dan kritikan yang
membangun sehingga memotivasi penulis menuangkan ide dalam menyelesaikan
skripsi ini sampai akhir.
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2. Bpk. FX. Dapiyanta, SFK., M.Pd, selaku dosen penguji kedua sekaligus dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, dukungan, semangat
kepada penulis sampai penyelesaian penulisan sikripsi ini.
3. Bpk. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd, selaku dosen penguji ketiga yang telah
mendukung dan memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi,
membekali, pengetahuan dan ketrampilan kepada penulis selama menjalani masa
studi hingga akhir penyelesaian sikripsi ini.
5. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku pemimpin kongregasi SFD yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Program studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma.
6. Para saudariku komunitas Fonte Colombo serta semua suster yang pernah tinggal
bersama dengan penulis selama studi di Yogyakarta yang memberi dukungan,
perhatian dan doa selama menempuh studi.
7. Teman-teman mahasiswa angkatan 2009/2010 (Fery Fredericus, Sr. Felisitas, PIJ,
Sr. Verena, SSps, Tri Agnes, Bernadetta Linda Kusumawati, Maria Herlina Nahak,
Yosefina Serfiana Mea) yang telah memberi perhatian, dukungan dan bantuan
kepada penulis dalam studi dan atas kerjasama yang baik selama perjalanan studi.
8. Sahabat dan kenalan serta siapa saja yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang selama ini dengan tulus membantu dan memberikan perhatian kepada penulis
sehingga selesainya skripsi ini.
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9. Orang tua dan seluruh anggota keluarga yang dengan setia memberikan dukungan,
doa, cinta, perhatian dan motivasi selama ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya yang selama ini
memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis terbuka untuk menerima kritikan dan saran dari pembaca demi
perbaikan lebih lanjut. Penulis berharapa semoga sikripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca khususnya bagi para suster SFD.
Yogyakarta, 19 Desember 2014
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................. vii
ABSTRAK ..................................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 5
E. Metode Penulisan .................................................................................................. 5
F. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 6
BAB II. DOA DAN KARYA PELAYANAN DALAM HIDUP RELIGIUS
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
A. Doa dalam Hidup Religius .................................................................................... 8
1. Pengertian Doa ................................................................................................ 9
2. Fungsi doa ..................................................................................................... 12
3. Bentuk-bentuk Doa ....................................................................................... 13
a. Doa Lisan ................................................................................................ 14
b. Doa Renung ............................................................................................. 15
c. Doa Batin................................................................................................. 15
4. Ciri-ciri Doa Kristen ...................................................................................... 17
a. Doa kepada Allah Bapa ........................................................................... 17
b. Doa dalam Nama Yesus .......................................................................... 18
c. Doa Pengantaraan Yesus Kristus ............................................................ 19
d. Doa dalam Roh Kudus ............................................................................ 20
5. Persoalan Doa ................................................................................................ 21
a. Kesukaran-kesukaran Doa...................................................................... 22
b. Pergumulan dalam Doa ........................................................................... 23
6. Peran Doa dalam Hidup Religius .................................................................. 24
a. Doa Berakar dalam Hidup Religius......................................................... 25
b. Hidup Berakar dalam Doa ....................................................................... 26
B. Karya Pelayanan Religius ................................................................................... 27
1. Misi Pelayanan Religius ................................................................................ 27
2. Pelayanan yang Profetis ................................................................................ 29
3. Macam-macam Karya Pelayanan Religius.................................................... 30
a.
Liturgi ..................................................................................................... 31
b.
Pewartaan ............................................................................................... 31
c.
Persekutuan ............................................................................................ 32
d.
Pelayanan ............................................................................................... 32
e.
Kesaksian ............................................................................................... 33
C. Hubungan Doa dan Karya Pelayanan .................................................................. 34
1. Praktek Doa di Tengah-tengah Pelayanan Religius ...................................... 34
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2. Peran Doa dalam Pelayanan Religius ............................................................ 35
3. Pelayanan sebagai Wujud Doa ...................................................................... 36
a. Hubungan yang Akrab dengan Tuhan ..................................................... 37
b. Relasi terhadap Sesama ........................................................................... 38
BAB III. MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN PARA SUSTER
FRANSISKUS DINA
A. Sejarah Awal Berdirinya Kongregasi SFD ......................................................... 40
B. Visi dan Misi SFD .............................................................................................. 47
C. Spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina ................................................ 50
1. Semangat Cinta Kasih ................................................................................... 51
2. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati............................................................. 53
3. Semangat Rajin dan Giat ............................................................................... 54
4. Lepas Bebas ................................................................................................... 55
5. Semangat Doa ............................................................................................... 56
D. Doa dan Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD ............................................. 60
1. Doa dalam Kongregasi SFD .......................................................................... 60
2. Pengertian Pelayanan .................................................................................... 61
3. Pelayanan dalam Gereja ................................................................................ 62
4. Pelayanan sebagai Fransiskan ....................................................................... 63
5. Tujuan Pelayanan .......................................................................................... 64
a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah ....................................... 65
b. Mendampingi dan Memberdayakan Orang-orang Kecil ......................... 66
6. Tantangan dalam Pelayanan Kongregasi SFD .............................................. 67
a. Tantangan Internal ................................................................................... 68
b. Tantangan Eksternal ................................................................................ 68
7. Jenis-jenis Karya Pelayanan dalam Kongregasi SFD ................................... 70
a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan .................................................. 70
b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan ................................................... 71
c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial .......................................................... 72
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral ....................................................... 73
E. Makna Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD ................................................... 73
1. Doa sebagai Penopang dalam Pelayanan Para SFD ..................................... 74
2. Doa sebagai Sumber Kekuatan bagi Para SFD dalam Berkarya ................... 75
3. Doa sebagai Sumber Cinta Kasih dalam Pelayanan Para SFD ..................... 76
4. Doa sebagai Sumber Persatuan dengan Umat dalam Mewartakan Kerajaan
Allah .............................................................................................................. 77
BAB IV KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USAHA
MENINGKATKAN HIDUP DOA PARA SUSTER SFD DALAM KARYA
PELAYANAN
A. Komponen pokok dalam Katekese Shared Christian Praxis (SCP) ................... 78
1. Praksis ........................................................................................................... 78
2. Kristiani ......................................................................................................... 79
3. Shared............................................................................................................ 80
4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ........................................ 81
a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual .......................... 82
b. Langkah II: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual .... 83
c. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau ............................................................................................... 84
d. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi
Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta ............................................... 85
e. Langkah V: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan
Allah di Dunia ini .................................................................................... 86
B. Alasan Katekese Shared Christian Praxis (SCP) Digunakan sebagai Usaha
Meningkatkan Hidup Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD ............................ 87
C. Usulan Program Katekese ................................................................................... 90
1. Pengertian program ....................................................................................... 90
2. Tujuan Program ............................................................................................. 91
3. Rumusan Tema dan Tujuan........................................................................... 91
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4. Petunjuk Pelaksanaan Program Kegiatan Katekese Umat Model SCP ......... 93
5. Matriks Program ............................................................................................ 94
6. Contoh Persiapan Katekese Model SCP ....................................................... 98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................ 121
B. Saran .................................................................................................................. 123
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 125
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lirik Lagu ................................................................................................. (1)
Lampiran 2 : Teks Injil ................................................................................................... (3)
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR SINGKAT
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam sikripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh
Lembaga Biblika Indonesia.
Ams
: Amsal
Ef
: Efesus
Flp
: Filipi
Kid
: Kidung Agung
Kis
: Kisah Para Rasul
Luk
: Lukas
Mat
: Mateus
Mrk
: Markus
Rm
: Roma
Yoh
: Yohannes
1 Sam
: 1 Samuel
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT
: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II
kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa
kini, 16 Oktober 1979.
GS
: Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II mengenai tentang
Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
KGK
: Katekismus Gereja Katolik
KHK
: Kitab Hukum Kanonik
KWI
: Konfrensis Wali Gereja Indonesia
RM
: Redemptoris Missio. Enssiklik (Surat Edaran) Bapa Suci Yohannes paulus
II tentang Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990
VC
: Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II tentang
Hidup Bakti bagi para religius, 25 Maret 1996.
C. Singkatan Lain
AD
: Anggaran Dasar dan cara hidup ordo ketiga regular Santo Fransiskus Asisi.
diberikan di Roma oleh Paus Yohannes Paulus II pada 8 Desember 1982
AngTBul : Anggaran Dasar tanpa bulla
Art
: Artikel
FAK
: Fransiskus Asisi Karya-karyanya. Buku yang berisi karya-karya St.
Fransiskus Asisi semasa Hidupnya.
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Konst
: Konstitusi.
SCP
: Shared Christian Praxis
SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia
SFD
: Suster Fransiskus Dina
Tkapitel
: Tengah Kapitel
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Konstitusi SFD (2007 art, 30-31) dirumuskan:
Keyakinan penuh kepercayaan bahwa Allah adalah dasar penopang hidup
dan bahwa dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan kita,
membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata. Karena itu doa pribadi dan doa
bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup kita. Dalam injil kita
berjumpa dengan Yesus yang pada banyak saat kehidupan-Nya bersatu
dengan Bapa dalam doa (Luk 11:1-4) Fransiskus dalam memuji dan
bersyukur tidak mempunyai cukup perkataan untuk melagukan cinta kasih
Tuhan terhadap manusia dan seluruh ciptaan-Nya (AngTBul 23). Tentang
pendiri kongregasi kita tertulis, bahwa dalam hidup membiara mereka yang
diperbaharui dan aktif, doa tetap mendapat tempat yang penting. Semua
karya mereka ditopang oleh doa dan dalam segala kebutuhan mereka, doa
itu menjadi pernaungan mereka yang besar.
Pernyataan di atas menegaskan tentang betapa pentingnya doa bagi
kehidupan para SFD. Doa menjadi penopang dan dasar hidup para SFD dalam
seluruh hidup dan karyanya. Seperti Yesus atau juga seperti para kudus, pendiri
dalam kongregasi SFD yang menjadikan doa sebagai sumber kekuatan
spiritualnya, demikian juga doa merupakan kekuatan dan nafas hidup bagi para
SFD.
Dalam doa, umat beriman mempererat relasinya dengan yang ilahi. Dalam
doa, umat beriman berjumpa dengan Allahnya. Hayon (1987:125) menyatakan
“Doa adalah pengalaman perjumpaan dengan Allah dan sesama”. Dalam doa, para
SFD mengungkapkan dirinya di hadapan Allah dan sekaligus menerima pernyataan
diri Allah kepadanya. Dalam doa, para SFD mendengar sabda Tuhan dan menaruh
perhatian
terhadap
karya-Nya.
mendengarkan” ( 1 Sam 3: 10).
“Bersabdalah
Tuhan,
sebab
hambamu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
Darminta (1983: 38-41) merumuskan:
Doa merupakan gerak Allah menuju kepada manusia dan manusia menuju
kepada Allah. Dalam doa ada ritme pertemuan yang terdiri dari sapaan dan
jawaban. Dalam doa manusia diajak untuk melihat Allah, mengalami Allah
dalam kemuliaan-Nya. Doa baru sungguh berarti bila berdampak dalam
kehidupan nyata. Doa membuat orang lebih efektif dalam berkarya di
tengah dunia. Doa mendorong kita untuk semakin mengusahakan
perkembangan dan pembebasan manusia sepenuhnya, baik secara material
maupun spiritual.
Kutipan tersebut menegaskan bahwa hubungan personal antara manusia
dengan Allah yang terbina melalui doa akan meningkatkan efektivitas hidup para
SFD, serta menjadikan hidup seseorang memiliki dampak positif, baik bagi dirinya
maupun bagi sesamanya. Melalui doa, para SFD didorong untuk semakin
melibatkan diri dalam karya pembebasan dan penyelamatan sesama. Disadari atau
tidak, hidup doa dan karya pelayanan saling mendukung dan menyuburkan. Hidup
doa merupakan tiang dan tempat menimba kekuatan bagi pengabdian kepada
Tuhan lewat pelayanan kepada sesama.
Penulis, sebagai salah satu anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina
(SFD), berusaha terus-menerus mengikuti Yesus seturut teladan dan semangat
Santo Fransiskus Asisi, Muder Yohanna Yesus dan pendiri kongregasi dalam hal
mendasarkan karya kerasulan pada doa. Santo Fransiskus berusaha keras untuk
menyerupakan hidupnya dengan hidup Yesus Kristus sendiri dengan mencintai
kemiskinan dan kerendahan hati serta melalui semangat doa yang tak kunjung
putus. Santo Fransiskus menyadari bahwa berkat doa, ia dimampukan untuk
melihat karya Allah dalam dirinya, serta diteguhkan untuk mengikuti Yesus secara
total.
Demikian juga Muder Yohana Yesus dan pendiri kongregasi menghayati
hidupnya sebagai seorang abdi Tuhan yang melaksanakan karyanya atas dasar doa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
Doa yang dihidupi oleh ibu pendiri sungguh memberi makna dalam pelayanan dan
dalam hidup para suster Peniten Rekolek pada waktu itu. Bagi Muder Yohanna
Yesus, doa adalah hal yang wajib dilakukan pada setiap jam doa yang sudah
ditentukan dalam aturan komunitas.
Semangat doa yang diwariskan oleh Santo Fransiskus dan Muder Yohanna
Yesus dan pendiri SFD menjadi inspirasi yang menjiwai para Suster Fransiskus
Dina, sebab doa yang tulus akan mengubah cara pandang para Suster Fransiskus
Dina untuk berpikir pada hal-hal yang positif bagi perkembangan kongregasi
melalui karya pelayanan. Doa menjadi dasar yang pertama dan utama dalam hidup
Para Suster Fransiskus Dina.
Di lain pihak, dalam situasi sekarang ini, penulis melihat dan merasakan,
bahwa semangat doa Santo Fransiskus, Muder Yohanna Yesus dan pendiri SFD
(Muder Constantia van der Linden) mengalami kemunduran dalam diri para Suster
Fransiskus Dina. Waktu-waktu doa yang disepakati dalam komunitas sering
dilanggar/tidak ditepati dengan alasan karena tugas pelayanan. Kerap kali doa
dianggap hanya sebagai rutinitas saja; bahkan ada yang menjalankan doa karena
merasa terpaksa atau bahkan supaya dilihat orang hadir waktu berdoa padahal hati
dan pikiran entah kemana-mana. Doa seakan-akan hanya suatu tradisi yang harus
dilakukan tanpa ada maknanya.
Penulis melihat dan mengalami bahwa kemunduran hidup doa para SFD
juga berpengaruh pada orientasi hidup mereka, yaitu bahwa sangat sering doa
dinomorduakan daripada karya. Padahal, pendiri dan para pendahulu tarekat,
seperti Santo Fransiskus dari Asisi, Muder Yohana dan Muder Constantia van der
Linden sangat menekankan keterkaitan erat antara doa dan karya, yaitu bahwa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
karya pelayanan SFD harus dilandaskan pada doa. Sayangnya, keheningan doa
sebagai dasar, sering berubah menjadi kegaduhan karya. Akibatnya bisa fatal dan
berdampak negatif bagi panggilan, pelayanan dan juga dalam persaudaraan. St.
Yohanes dari salib berkata bahwa siapa menjauhi doa, menjauhi segala yang baik.
Berangkat
dari
keprihatinan
tersebut
penulis
terdorong
untuk
menyumbangkan suatu pemikiran penting lewat karya tulis ini untuk menemukan
kembali makna luhur kehidupan doa yang mendasari karya. Kehidupan doa para
SFD turut memengaruhi karya pelayanan mereka. Doa merupakan hal pokok yang
perlu mereka hidupi, sebagaimana semangat awal para pendahulunya yang
sungguh-sungguh mengutamakan doa dalam hidup mereka. Apabila doa dihayati
dengan baik, maka doa akan menjadi daya yang mengembangkan persaudaraan
dan karya pelayanan para SFD. Buku Konstitusi SFD (2007 art 31) menegaskan
bahwa semua karya para SFD harus ditopang oleh doa, dan dalam segala
kebutuhan, doa itu menjadi pernaungan para SFD yang besar.
Dalam rangka penemuan kembali makna hidup doa seperti yang telah
diteladankan oleh para pendahulu SFD, maka penulis membuat karya tulis ini
dengan judul: “KAJIAN TERHADAP MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA
PELAYANAN PARA SUSTER FRANSISKUS DINA (SFD)
A. RUMUSAN MASALAH
Secara garis besar penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam karya tulis ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian hidup doa dan karya pelayanan dalam hidup religius ?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
2. Unsur-unsur apa saja yang perlu dipahami, dimengerti dan dihayati untuk dapat
memaknai hidup doa dalam karya pelayanan para SFD?
3. Apa yang dapat disumbangkan untuk meningkatkan semangat hidup doa dalam
karya pelayanan para suster SFD untuk zaman sekarang ini?
B. TUJUAN PENULISAN
1. Menguraikan/menjelaskan pengertian hidup doa dan karya pelayanan dalam
hidup kaum beriman /religius.
2. Memaparkan unsur-unsur hidup doa dan karya pelayanan para suster SFD
sesuai dengan semangat pelayanan St. Fransiskus dari Asisi dan para suster
pendahulu (Muder Yohanna Yesus dan Sr. Constantia van der Linden).
3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para suster SFD dalam usaha
meningkatkan doa dalam karya pelayanan.
C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut
1. Memberi masukan kepada tarekat SFD agar semakin memahami dan
memaknai betapa pentingnya doa dalam karya pelayanan.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya hidup
doa dalam karya pelayanan untuk zaman sekarang ini.
3. Menambah wawasan para pembaca tentang makna doa dalam karya pelayanan.
D. METODE PENULISAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
Metode penulisan skripsi ini menggunakan kajian pustaka dengan metode
deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas dan hasil
kapitel yang diterbitkan oleh kongregasi untuk membantu dan menghayati hidup
doa berdasarkan spiritualitas SFD. Dalam penulisan ini penulis memaparkan
tentang spiritualitas para suster pendahulu. Artinya supaya setiap anggota kembali
kepada semangat awal, bertanggung jawab dalam tugas perutusan dengan
meneladani cara hidup para suster pendahulu dan Yesus sebagai pendoa. Penulis
juga mengamati, mengalami sendiri bagaimana para suster yang sedang berkarya
menghayati hidup doanya kemudian penulis memberi sumbangan kepada para SFD
dalam usaha meningkatkan hidup doa supaya seimbang dengan pelayanannya.
Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan
untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna
membantu para SFD untuk semakin memaknai hidup doa dalam karya pelayanan
para religius.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab. Bab pertama,
pendahuluan; terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan
penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab
kedua menguraikan tentang doa dan karya dalam kehidupan para religius.
Pembahasan dimulai dengan menjelaskan doa dalam hidup religius, karya
pelayanan religius, dan hubungan doa dan karya pelayanan. Bab ketiga berisi
gambaran tentang makna hidup doa dalam karya pelayanan para suster SFD.
Dalam bab ini, penulis memaparkan sejarah awal berdirinya kongregasi SFD, visi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
dan misi, spiritualitas kongregasi Suster Fransiskus Dina, karya pelayanan dalam
kongregasi SFD dan makna doa dalam karya pelayanan para Suster SFD. Bab
keempat berupa sumbangan pemikiran dalam bentuk katekese model Shared
Christian Praxis (SCP) sebagai usaha untuk meningkatkan hidup doa para SFD
yang sedang berkarya. Akhir dari keseluruhan pemaparan ini adalah bab kelima,
bab penutup. Bagian ini berisikan kesimpulan mengenai isi penulisan dan saran.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
DOA DAN KARYA PELAYANAN
DALAM HIDUP RELIGIUS
Pada bab II ini, penulis akan membahas tentang doa dan karya dalam
kehidupan para religius. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan doa dalam
hidup religius, yang mencakup tentang pengertian doa, fungsi doa, bentuk-bentuk
doa, ciri-ciri doa Kristen, persoalan doa dan peran doa dalam hidup religius.
Pembahasan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai karya pelayanan religius,
yang mencakup tentang misi pelayanan religius, pelayanan yang profetis (sebagai
nabi) dan macam-macam karya pelayanan religius. Pembahasan selanjutnya ialah
mengenai hubungan doa dan karya pelayanan. Juga akan dibahas mengenai praktek
doa di tengah-tengah pelayanan religius, peran doa dalam pelayanan religius dan
pelayanan sebagai wujud doa.
A. Doa dalam Hidup Religius
Hidup doa para religius merupakan sebuah warisan dari Yesus Kristus.
Dalam Injil Markus dikatakan bahwa Yesus mengawali kegiatan-Nya dengan
berdoa. “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia
pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana” (Mrk 1:35). Di tengah-tengah
kesibukan-Nya, Yesus tetap menyediakan waktu hening untuk berdoa kepada
Bapa-Nya. Yesus sungguh menghayati hidup doa dalam keseharian-Nya.
Yesus menjadi teladan bagi para religius. Hidup doa yang dijalani-Nya,
juga merupakan sumber teladan hidup doa para religius yang mengabdikan dirinya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
untuk Allah dan pelayanan seumur hidup pada sesama. Pelayanan yang dilakukan
oleh para religius sungguh terkait dengan hidup doa yang dihayatinya.
Ada beberapa bentuk hidup doa yang bisa dilakukan oleh para religius
misalnya; dengan menciptakan waktu hening sejenak, membaca Kitab Suci,
merenungkan teks doa dan lain sebagainya. Dalam suasana doa tersebut, para
religius diharapkan dengan rendah hati mampu mengungkapkan berbagai suasana
hati atau perasaan yang sedang dialaminya. Perasaan tersebut bisa berupa
ungkapan syukur, permohonan atau pun kegelisahan. Inilah yang menjadi
persembahannya bagi Allah. Di sinilah juga tampak peran serta Allah dalam
kehidupan para religius. Dalam doa, setiap religius dengan bantuan Allah, mampu
merasakan campur tangan Allah dalam setiap tindakannya. Dengan kata lain,
setiap pengalaman hidup manusia akan menjadi bermakna apabila dihubungkan
dengan Allah melalui doa.
1. Pengertian Doa
Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan bahwa doa merupakan suatu
pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi halhal yang baik (KGK, 1995: 2559). Pengangkatan jiwa berarti suatu pengarahan
atau penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Dalam hal ini, setiap religius
diharapkan dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya kepada Allah. Istilah
pengangkatan jiwa mengajarkan kepada kita bahwa: 1) Tuhan itu mahabaik,
mahapengasih, mahamurah dan tahu apa yang dibutuhkan setiap orang; 2) doa itu
mengandaikan usaha dari pihak manusia; 3) doa itu melibatkan hati dan budi
manusia, yakni pengertian, perasaan dan kemauannya (Green, 1988: 28).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Doa merupakan bagian hidup keagamaan yang sentral atau penting dalam
hidup Kristiani karena merupakan bentuk kerinduan manusia untuk berjumpa
dengan Allah (Harjawiyata, 1979: 63-64). Kesatuan relasi antara Allah dan
manusia tersebut kemudian tampak nyata dalam pelaksanaan kehendak Allah
dalam hidup manusia. Inilah yang dipandang sebagai buah dari doa.
Sebagai bentuk percakapan jiwa manusia dengan Allah, doa dipahami juga
sebagai jalan persatuan jiwa manusia dengan Allah. Melalui persatuannya dengan
Allah, manusia selanjutnya terdorong untuk melakukan kehendak Allah yang telah
memenuhi dirinya (Lukasik, 1991:26). Muder Teresa (1994:13), sebagai salah
seorang pribadi yang memiliki kedekatan yang intim dengan Kristus berpendapat
bahwa doa adalah penyerahan diri seluruhnya, kesatuan yang menyeluruh dengan
Kristus. Melalui doa, setiap orang diajak untuk menyerahkan hidupnya kepada
penyelenggaraan Ilahi dan melalui doa, setiap orang secara penuh bersatu bersama
dengan Kristus menjalin relasi dengan Allah. Doa dipandang sebagai suatu
dorongan hati untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman iman yang
menyertai perjalanan hidup keseharian seseorang berhadapan dengan orang-orang
di sekitar. Melalui pengalaman tersebut, dia diajak untuk bersyukur kepada Allah.
Selain sebagai bentuk perjumpaan rohani manusia dengan Allah, doa juga
sering dimaknai sebagai permohonan, harapan, pujian, atau syukur kepada Tuhan.
Kebanyakan orang berdoa untuk menyampaikan permohonan, harapan, pujian dan
syukur kepada Tuhan. Dalam permohonan tersebut, setiap orang berharap supaya
apa yang diinginkan dan diharapkannya dipenuhi oleh Tuhan. Harapan dan
keinginan yang terkabul itu selanjutnya mendorongnya untuk bersyukur dan
berterimakasih kepada Tuhan dengan menyampaikan doa pujian dan syukur
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
(Hendrik, 2003; 3). Dalam hal ini, baik permohonan maupun ungkapan syukur
dipandang
sebagai
jalan
untuk
berkomunikasi
dengan
Allah.
Manusia
mencurahkan isi hatinya kepada Allah dan dalam keheningan mendengarkan
sapaan dan jawaban Allah atas pengungkapan hatinya (Agudo, 1988; 176). Doa
menjadi lambang kedekatan manusia dengan Allah. Kehadiran-Nya dirasakan
ketika doa dipanjatkan dan dialamatkan kepada Allah sendiri (Joice, 1987; 221).
Dalam Konstitusi SFD (Suster-suster Fransiskus Dina) 2007 art 30
disebutkan bahwa doa merupakan cara hidup para suster SFD. “Keyakinan penuh
bahwa Allah adalah dasar penopang hidup dan bahwa Dia adalah basis yang
diandalkan oleh persekutuan kita, membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata,
karena itu doa pribadi dan bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup kita”.
Apa yang tertulis dalam artikel ini, selanjutnya ditegaskan lagi dalam artikel no.
34: “Pada waktu pagi dan malam kita berkumpul untuk menghaturkan puji dan
syukur bagi Tuhan dan membawa kebutuhan kita sendiri dan kebutuhan semua
orang ke hadapan-Nya. Dalam doa berkala tersebut, kita mengindahkan tradisi doa
yang berabad-abad, dan mendengarkan apa yang sekarang ini hendak disampaikan
Tuhan kepada kita”. Kedua artikel ini ingin menyatakan bahwa bagi para suster
SFD, doa merupakan suatu bentuk keyakinan penuh dan kepercayaan bahwa Allah
adalah dasar, pusat dan penopang kehidupan setiap hari.
Hal ini diinspirasikan oleh tindakan Yesus sendiri yang senantiasa berdoa
kepada Bapa-Nya dalam menjalankan tugas perutusan-Nya. Secara khusus
disebutkan bahwa doa yang berpusat pada perayaan Ekaristi kudus merupakan
dasar hidup para Suster Fransiskus Dina. Perayaan Ekaristi mengingatkan para
religius akan pentingnya kenangan, kebaikan dan keagungan kasih Kristus bagi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
dunia dalam karya penyelamatan-Nya. Di dalam doa, kita dituntut untuk senantiasa
membangun relasi yang intim dengan Allah. Dengan demikian, doa akhirnya
dipandang sebagai ungkapan kerinduan atau cinta manusia kepada Allah dan hidup
di hadirat-Nya (Darminta, 1982; 49).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa doa merupakan
suatu perjumpaan pribadi manusia dengan Allah. Perjumpaan itu menjadi kekuatan
bagi manusia untuk mengubah dan mengolah hidupnya. Selain itu, doa juga
dimengerti sebagai kebiasaan untuk menjalin relasi dengan Tuhan.
Doa dilakukan secara sadar dan dalam bimbingan Roh Kudus. Komunikasi
yang terjalin antara manusia dengan Allah merupakan hakikat dari doa. Dari pihak
Allah, Allah sendiri selalu berusaha menyapa manusia terlebih dahulu dan
mengajak manusia untuk selalu bersatu dengan-Nya. Sementara itu, sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Allah, manusia berusaha untuk memohon, memuji,
memuliakan Allah, menyerahkan diri pada-Nya dan menjawab sapaan Allah lewat
pengalaman hidupnya.
2. Fungsi Doa
Doa merupakan ungkapan kenyataan hidup manusia sebagai mahluk sosial
kepada Allah. Doa manusia mengandung dua hal pokok, yaitu permohonan kepada
Allah dan pengangkatan jiwa kepada Allah. Yang dimaksud dengan permohonan
kepada Allah menunjuk pada isi doa yang meliputi; ungkapan syukur, pujian, dan
tobat sedangkan pengangkatan jiwa kepada Allah menjelaskan doa sebagai
kegiatan manusia yang dialami oleh manusia sehari-hari yang bergerak menuju
Allah. Artinya doa dapat dilihat sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
manusia. Hal ini mau menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada kemampuan
dan kemungkinan untuk berdoa mengembangkan hidup
rohani
dengan
mempersatukan diri dengan Allah. Dengan demikian doa berfungsi sebagai
penuntun dalam hidup manusia termasuk para religius (Darminta, 1983:29-30).
Doa tidak terpisahkan dari realita kerohanian manusia yang berhadapan
dengan Allah. Doa berfungsi sebagai pengubahan rohani (transformasi) hidup
dalam diri manusia yang dilandasi oleh iman yang realistis tahu akan “tanah” hati
sendiri, sehingga mampu membentuk kesadaran yang mendalam atas inti dan
makna hidup manusia dengan Allah. Di sini Allah tampak sebagai suatu kekuatan
yang memberi religius tanggung jawab untuk mengarahkan hidupnya kepada
Allah, supaya semakin mengenal, dan bersatu dengan-Nya (Darminta, 1983:6163).
Kekuatan dan semangat diperoleh dari doa. Dalam doa terdapat seribu
macam jawaban atas apa yang dialami dan dipikirkan manusia. Pengalaman akan
Allah dalam hidup membuat manusia semakin dewasa dalam mengatur, menata
pribadi dan hidup manusia baik internal maupun eksternal. Fungsi doa
mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita dengan Tuhan. Doa menjadi
penggerak dalam setiap langkah hidup religius. Dalam hal ini dapat dilihat
bagaimana doa itu berfungsi dalam diri para religius yang memampukan mereka
melihat dimensi baru dalam hidupnya. Di dalam doa-doanya, terpancar kasih Allah
yang tidak berkesudahan.
3. Bentuk-Bentuk Doa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
Bentuk-bentuk doa dapat dilihat dari subyek dan cara mendoakannya.
Bentuk doa dilihat dari cara mendoakannya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu; doa
lisan, doa renung, dan doa batin.
a. Doa Lisan
Doa lisan merupakan ungkapan spontan yang diungkapkan, sama seperti
Yesus mengajar para murid-Nya tentang doa yang hendak disampaikan kepada
Bapa. Kristus mengajar murid-murid-Nya dengan doa lisan yang bermakna dan
menyentuh hati para murid ketika Dia mendoakannya. Doa itu ialah Doa Bapa
Kami (KGK, 1995:2701). Dalam doa-Nya, Yesus menggunakan sebutan Bapa
untuk menyapa Allah. Jika dilihat dari latar belakang doa dan hidup Yesus, sebutan
ini mengungkapkan hubungan dan kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya. Dengan
meniru tindakan Yesus, yaitu dengan menyebut Allah sebagai Bapa, manusia dapat
sepenuhnya menggantungkan dirinya pada kuasa Allah. Tujuan Yesus dalam
mengajarkan para murid dengan menyebut Allah sebagai Bapa ialah untuk
mengembalikan manusia ke dalam hubungan yang intim dengan Allah, yang telah
dirusak oleh Adam.
Selain doa Bapa kami, terdapat beberapa contoh doa lisan yang lain atau
doa berumus yang bisa digunakan untuk berdoa, yaitu; doa rosario, mazmur dan
doa-doa yang terdapat dalam doa pagi, siang dan malam. Doa lisan merupakan
salah satu bentuk doa yang biasa digunakan oleh para religius dalam menjalin
relasi dengan Allah. Melalui doa lisan, seorang religius berdoa kepada Allah Bapa
dengan kesungguhan hatinya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
b. Doa Renung
Doa renung biasa juga disebut sebagai doa hening. Dasar dari doa renung
ialah pencarian kehendak Allah dalam Sabda-Nya. Doa renung atau doa hening
bertujuan untuk mengajak kaum religius masuk dalam penyadaran diri dan
merasakan campur tangan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Penyadaran tersebut
dapat dilakukan dengan merenungkan ayat-ayat Kitab Suci yang cocok atau
menyentuh, teks-teks liturgi pada hari yang bersangkutan atau pun memandang
ikon/gambar kudus. Doa renung disebut juga dengan meditasi, karena dalam
meditasi, si pendoa dibawa masuk dalam keheningan yang sungguh-sungguh
supaya benar-benar mampu menemukan dan menjawab apa yang dikehendaki
Allah dalam dirinya.
Dalam keheningan, si pendoa diajak untuk bersatu dengan Allah. Dalam
artian ini, keheningan batin perlu diperhatikan dan dijaga supaya si pendoa benarbenar bisa menemukan rencana Allah, melepaskan segala keterikatan dan
keegoisan yang membuat diri larut dalam khayalan atau pikiran yang mengacau.
Harapannya ialah bahwa dalam keheningan, kita dapat berbicara dengan Allah dari
hati ke hati. Melalui cara inilah, para religius akan dengan mudah bermeditasi
tentang “misteri Kristus” dalam hidup manusia sejati (KGK; 1995: 2705-2708).
c. Doa Batin
Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus menuliskan, “Doa batin tidak lain
dari suatu pergaulan yang sangat ramah, di mana kita sering kali berbicara seorang
diri dengan Dia, tentang siapa Dia, dan kita tahu bahwa Ia mencintai kita” (KGK,
1995: 2709). Doa batin bertujuan untuk mencari Dia, "yang jiwaku cintai" (Kid
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
1:7; 3: 1-4). Kita mencari Dia, karena secara rohani, hati kita rindu kepada-Nya.
Kerinduan inilah yang menjadi awal cinta kasih kepada-Nya. Kita mencari Dia
dalam iman yang murni, dan dalam iman juga kita dilahirkan dari Dia dan hidup di
dalam Dia. Dalam doa batin, seluruh pandangan hidup kita diarahkan sepenuhnya
kepada Tuhan.
Oleh karena menekankan kedekatan dengan Tuhan, maka doa batin, secara
langsung membantu religius untuk menemukan campur-tangan Allah dalam
hidupnya. Doa batin dapat diibaratkan sebagai doa seorang anak Allah, doa
seorang pendosa yang dosanya sudah diampuni dan menghendaki supaya
menerima cinta kasih Allah. Melalui doa batin, si pendoa merasa dicintai dan
terdorong untuk membalasnya dengan cinta kasih yang lebih besar lagi. Akan
tetapi, dia mengetahui bahwa cinta kasih balasannya itu berasal dari Roh Kudus,
yang mencurahkannya ke dalam hatinya, karena segala-galanya ialah rahmat Allah.
Doa batin berarti penyerahan diri secara rendah hati kepada Bapa Yang penuh
cinta, dalam persatuan yang semakin dalam dengan Putera terkasih-Nya. (KGK,
1995: 2712).
Dalam doa batin, yang terpenting ialah mendengarkan Sabda Allah,
merenungkan dan memandang Yesus dengan penuh iman dan mencintai-Nya tanpa
banyak kata. Santa Teresa dari Avila berkata bahwa yang terpenting dalam doa
bukanlah berkata banyak, tetapi mencintai banyak.
Doa batin adalah puncak doa, karena di dalamnya Allah mempersatukan
kita dengan kekuatan Roh-Nya, supaya “manusia batin” diperkuat di dalam diri
setiap manusia, sehingga Kristus tinggal di dalam hati manusia oleh iman, dan
“berakar serta berdasar di dalam kasih” (Ef 3:16-17). Untuk berakar dan berdasar
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
dalam kasih dibutuhkan Roh Tuhan di dalam batin hingga si pendoa dikuatkan dan
diteguhkan menurut kekayaan kemuliaan-Nya, mengijinkan Kristus tinggal dalam
hati dan menguasai seluruh bidang kehidupannya, dan memahami serta mengenal
kasih Kristus. Oleh karena itulah dalam doa batin tidak dibutuhkan kata-kata yang
panjang lebar, melainkan suasana hening untuk merenung (Hetu, 2007:29-31)
Katekismus Gereja Katolik memberikan cara atau langkah untuk masuk
dalam doa batin. Adapun langkah itu dijelaskan sebagai berikut: di bawah
dorongan Roh Kudus, kita “mengarahkan” hati dan seluruh diri kita, hidup dengan
penuh kesadaran dalam kediaman Tuhan, dan menghidupkan iman untuk masuk ke
hadirat-Nya yang menantikan kita. Dalam proses ini, kita diajak untuk membuka
topeng kita dan mengarahkan kembali hati kepada Tuhan yang telah mencintai kita
dan menyerahkan diri kepada-Nya (KGK, 1995:2711 ).
4. Ciri-ciri Doa Kristiani
Yesus pernah bersabda kepada para murid-Nya, “Jika engkau berdoa,
masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu, dan berdoalah kepada Bapamu yang
ada di tempat tersembunyi. Dia akan membalasnya kepada-Mu” (Mat 6:6). Melalui
perkataan ini, Yesus ingin menyampaikan kepada para pengikut-Nya bagaimana
cara berdoa. Yesus menyebutkan sejumlah ‘kriteria’ atau ciri yang hendak
dilakukan ketika berdoa. Dalam berdoa dibutuhkan sikap dan kesungguhan hati
yang mendalam. Doa orang Kristen hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Doa kepada Allah Bapa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
Doa Kristen selalu bergerak dalam dua lingkup; lingkup obyektif yang
berarti masuk dalam hidup Kristus dan lingkup subyektif yang berarti bahwa doa
itu digerakkan oleh rahmat-Nya. Dalam hal ini, Roh Kudus sendirilah yang
mempertemukan kedua lingkup itu menjadi satu realita hidup. Roh Kudus itu pula
yang mengarahkan manusia kepada Allah Bapa. Doa kepada Allah Bapa itu
berasal dari Bapa dan menuju kepada Bapa (Ef 1:4-14). Allah Bapa merupakan
sumber kehidupan, segala kebaikan sekaligus tujuan akhir dari kerinduan manusia
(Darminta, 1982; 21).
Doa kepada Allah Bapa ini juga merupakan suatu bentuk ungkapan syukur
sekaligus harapan atas tindakan Allah (Bapa) yang mau menyelamatkan manusia
melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam Roh Kudus. Hal ini dihadirkan dan
dinyatakan dalam bentuk doa yang dialamatkan kepada Allah Bapa. Doa berarti
pengangkatan, penyerahan, pengungkapan hati manusia kepada kehendak Allah,
agar manusia mengalami kemerdekaan sebagai anak-anak Allah (Darminta, 1983:
23).
Dalam arti tertentu, doa kepada Allah Bapa merupakan sebuah bentuk
sapaan yang intim antara Bapa dengan Anak, yang tidak dapat dipisahkan
melainkan suatu kesatuan yang utuh. Berkat Yesus yang menyebut Allah sebagai
Bapa-Nya, kita juga ikut dipersatukan atau diikutsertakan dalam keputeraan-Nya,
sehingga setiap orang (Kristen) disebut sebagai anak Allah (Bapa) juga.
b. Doa dalam Nama Yesus
Doa dalam nama Yesus Kristus mengungkapkan kesatuan orang Kristen
dengan Yesus Kristus. Wajar bila dalam berdoa, Gereja selalu menyebutkan nama
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
Yesus. Yesus menghendaki agar doa dalam nama-Nya dilandasi oleh semangat
cinta Kasih. Tanpa cinta kasih doa tidaklah bermakna.
Sebagai seorang religius yang mau hidup selaras dengan Kristus, seseorang
perlu menekuni apa yang dikehendaki-Nya seperti ditulis dalam Kitab Suci.
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul
salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Mengikut Yesus berarti
menyesuaikan dan menyatukan pilihan hidup religius dengan pilihan-Nya dan
menghidupi nilai-nilai yang Ia wariskan. Dalam hal ini, doa dalam nama Yesus
mengungkapkan kesatuan orang Kristen dengan Yesus Kristus. Orang-orang
Kristen selalu berdoa dengan menyebut nama Yesus Kristus (Kis 7:59; 9:14).
Mereka berkumpul dalam nama Yesus dan berdoa dalam nama-Nya. Yesus ada di
tengah-tengah mereka (Mat 18:20). Dengan demikian, sebagai pengikut Kristus,
seorang religius perlu menghayati hidup doa sebagai kesatuan iman dengan Yesus
Kristus (Darminta, 1982: 20).
c. Doa dengan Pengantaraan Yesus Kristus
Doa Kristen merupakan doa yang dilakukan dalam kesatuan dan
persekutuan rohani dengan Kristus. Yesus dilihat tidak hanya sebagai guru doa
orang Kristen, tetapi juga pengantara. Doa-doa orang Kristen selalu dihubungkan
dengan pribadi Yesus Kristus. Dialah pengantara setiap doa dan permohonan. Doa
dengan
pengantaraan
Kristus
ini
mengungkapkan
terlaksananya
rencana
keselamatan Allah dalam diri Yesus. Doa ini tumbuh dari kesadaran iman bahwa
dengan kekuatan Yesus, keselamatan menjadi nyata dalam hidup manusia
(Darminta, 1981: 21). Berdoa dengan perantaraan Yesus Kristus mengungkapkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
kesatuan dengan-Nya. Oleh karena itu, sebagai pengikut Yesus, orang Kristen
perlu menyatukan diri dengan Allah melalui Yesus Kristus sebagai penyelamat
dunia.
Keberadaan Yesus sebagai pengantara merupakan sebuah amanat yang
pernah disampaikan oleh Yesus sendiri. Dia berkata, “Di luar Aku, kamu tak dapat
berbuat apa-apa” (Yoh 15: 5). Ia adalah satu-satunya jalan untuk sampai pada
Allah (Yoh 14: 6). Itulah sebabnya, dalam setiap doa termasuk doa-doa dalam
perayaan Ekaristi (doa pembuka, persiapan persembahan, sesudah komuni) atau
pun doa-doa pribadi lainnya, Yesus disebut sebagai
pengantara. Hal ini
diungkapkan dengan jelas dalam perumusan, “Kami menghaturkan doa ini dengan
pengantaraan Yesus Kristus Juru Selamat kami” (KWI, 2005: 61). Rumusan ini
menjelaskan identitas Yesus sebagai pengantara. Yesus bertindak sebagai utusan
Bapa yang menyelamatkan manusia dari dosa (KWI, 1996: 196).
d. Doa dalam Roh Kudus
Sebelum Yesus menjalankan penderitaan-Nya, dalam amanat perpisahan
bersama dengan para murid-Nya, Ia bersabda, “Namun benar yang kukatakan ini
kepadamu; adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku
tidak pergi, Penghibur tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku
akan mengutus Dia kepadamu (Yoh 16: 7). Ini berarti bahwa Roh yang akan diutus
akan membimbing serta menguatkan para murid-Nya. Perkataan Yesus ini
digenapi-Nya pada hari raya Pentakosta, Hari Turunnya Roh Kudus. Para murid
yang mula-mula mengalami ketakutan, akhirnya bersukacita karena Roh Kudus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
yang dicurahkan atas diri mereka masing-masing, sehingga mereka berani untuk
bersaksi tentang kebangkitan Yesus.
Dalam Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (8: 26-27) dikatakan;
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita: sebab kita tidak
tahu, bagaimana harus berdoa: tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada
Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang
menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia,
sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.
Orang-orang Kristen termasuk para religus diminta untuk selalu tekun
berdoa dalam Roh Kudus, sebab Roh Kudus adalah Roh Kristus dan jiwa dari
tubuh mistik-Nya, yaitu Gereja. Roh Kudus membantu untuk menyempurnakan
doa yang dipanjatkan kepada Allah. Ia mempersatukan kita dengan Kristus, dan
dalam Kristus satu dengan yang lainnya (Jacobs, 1988: 119).
Sebagaimana telah dijelaskan, seorang religius tidak lepas dari doa, sebab
dalam doa, orang menerima kekuatan yang tidak pernah habis. Kekuatan itu
berasal dari Roh Kudus. Kekuatan bisa bertahan apabila Roh Allah menjadi
penggerak di dalamnya. Roh Kudus membimbing seorang religius agar sadar akan
hidupnya secara mendalam. Roh Kudus membimbing dan mengajar religius dalam
menanti saat terjadinya keselamatan (Darminta, 1983: 22). Oleh karena itu agar
sampai pada penghayatan doa, dibutuhkan suatu pengosongan diri dan sikap
keterbukaan akan datangnya Roh Kudus dalam dirinya. Dengan demikian, seluruh
gerak dan langkah hidup religius selalu diprakarsai oleh Roh Kudus.
5. Persoalan dalam Doa
Hidup doa tidak selalu berjalan mulus. Dalam berdoa terkadang muncul
‘persoalan’ yang membuat kita tidak bisa berdoa. Ada banyak faktor yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
menyebabkannya. Persoalan-persoalan tersebut bisa muncul karena banyaknya
pekerjaan, pergulatan atau masalah pribadi, kesulitan untuk hening, tempat berdoa
kurang nyaman, dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian seperti ini perlu
diperhatikan dan disadari supaya doa tidak menjadi sesuatu yang sulit dihidupi,
melainkan suatu ungkapan cinta yang menggembirakan dan menyenangkan untuk
berjumpa dengan Allah.
a. Kesukaran-kesukaran Doa
Setiap
orang
mempunyai
pengalaman
yang
berbeda-beda
dalam
menghadapi kesukaran dalam berdoa. Banyaknya pikiran atau pekerjaan terkadang
bisa menyulitkan si pendoa untuk masuk dalam suasana doa yang tenang. Tidak
jarang juga banyaknya pikiran dan juga pekerjaan sering mengganggu kita dalam
berdoa, sehingga yang muncul bukanlah ketenangan melainkan kekhawatiran.
Secara khusus, kekhawatiran di sini lebih dipandang sebagai ketidakmampuan
serta kekurangberanian si pendoa menenangkan pikirannya. Dia lebih memberikan
dirinya dikuasai oleh pikiran-pikiran yang tidak membangun dalam berdoa.
Dalam arti tertentu, orang sulit berdoa karena jiwa dan badannya dirasa
belum terintegrasikan atau menyatu sepenuhnya (Darminta, 1983: 50). Dia kurang
sadar bahwa doa itu membutuhkan ketenangan batin. Dia masih mengikuti
kecenderungan-kecenderungan pribadi yang tidak mendukung dalam berdoa.
Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan, “kita juga harus menghadapi sikapsikap mental “dunia ini”, kalau tidak berjaga-jaga, sikap itu akan merembes masuk
ke dalam kita” (KGK, 1995: 2727). Doa seringkali juga dipersulit oleh pikiran
yang tidak terkonsentrasi. Dalam doa lisan, kesulitan ini dapat menyangkut kata-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
kata (KGK, 1995: 2729). Penyebab kesulitan lainnya ialah mengenai ‘kekeringan’
yang dialami. Kekeringan ini, dalam doa batin, terjadi oleh karena hati kita seakanakan terpisah dari Allah dan tanpa kerinduan akan pikiran, kenangan dan perasaan
rohani (KGK, 1995: 2731).
Sebagai religius yang selalu memperhatikan hidup doa, penyebab atau
sumber dari kesukaran-kesukaran tersebut perlu disadari. Tanpa penyadaran,
kesukaran dalam berdoa tersebut bisa melumpuhkan si pendoa (seorang religius)
dan bahkan membuat putus asa karena dalam doa, dia seolah-olah “tidak
menemukan” apa-apa. Untuk mengatasi kesukaran tersebut, seorang religius perlu
meninggalkan kecenderungan-kecenderungan yang tidak membangun dalam
kehidupan rohani religius. Kedewasaan diri dalam bersikap dan bertindak sangat
membantu untuk keluar dari kesukaran tersebut. Dibutuhkan kerja keras dan juga
kreativitas pribadi dalam mendisiplinkan diri serta membagi waktu dan mencari
keheningan dalam berdoa, serta terus berusaha dan berjuang dalam doa.
b. Pergumulan dalam Doa
Pergumulan dalam doa kerap dirasakan oleh setiap pendoa termasuk para
religius sebagai salah satu bentuk kekosongan rohani. Di dalamnya, si pendoa
merasakan kekeringan, kekurangpuasan, kekecewaan sehingga ia berhenti dan
malas berdoa karena mengalami banyak kegagalan (Hayon, 1992: 132). Suasana
yang demikian tentulah tidak menciptakan kenyamanan dan juga keintiman dalam
menjalin relasi dengan Tuhan lewat doa yang dipanjatkan. Hal-hal yang demikian
ini perlu disadari oleh si pendoa sebagai suatu sikap yang tidak membangun dalam
berdoa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
Berhadapan dengan situasi di atas, pada dasarnya ada satu jalan yang
kiranya bisa membuat si pendoa berhasil mengalahkan pergumulan-pergumulan
dalam doa tersebut. Si pendoa dianjurkan untuk berani menyerahkan diri seutuhnya
kepada Allah, termasuk pergumulan yang dialaminya. Penyerahan diri tersebut,
juga dapat dipandang sebagai persembahannya kepada Allah, dan dapat membantu
para religius menghadapi serta mengurangi kesulitan-kesulitan dalam hidup doa.
Kepasrahan diri seutuhnya, yang dibarengi dengan ketekunan dalam keheningan
batin, dapat memperkuat kesatuannya dengan Allah (Breemen, 1983: 66).
Kesadaran semacam ini, secara tidak langsung mengajak si pendoa kembali untuk
‘mencari’ Allah sebagai sumber hidupnya.
6. Peran Doa dalam Hidup Religius
Doa selalu dihubungkan dengan jalinan hubungan antara Allah dan
manusia, maka, doa selalu bersifat rohani. Doa menjadi salah satu lambang
pertumbuhan dan perkembangan rohani setiap orang (Darminta, 1983: 86).
Perkembangan hidup rohani religius berhubungan langsung dengan jalinan relasi
bersama Allah. Allah menjadikan hidup rohaninya bertumbuh dan berkembang
dari waktu ke waktu sehingga semakin mendalam.
Dalam kehidupan religius doa memegang peranan penting untuk menata
kelangsungan dan keutuhan dalam perjalanan hidupnya. Para religius mengakui
ketergantungan hidupnya kepada Allah sehingga mampu mengagumi ciptaan-Nya
dan kebaikan Allah dalam hidupnya. Melalui doa para religius mengungkapkan
“isi hatinya” perasaan suka maupun duka kepada Tuhan. Melalui ungkapan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
tersebut para religius semakin sadar akan tugas dan tanggung jawabnya kepada
Tuhan dan sesama.
Doa juga berperan dalam menghadapi masalah atau persoalan dalam
kehidupan religius. Dalam injil Matius 11: 28-30 disebutkan
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan
memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan
mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan.
Di sini Yesus mengajak para religius untuk mau diikat dengan kuk bersama
Dia untuk menyatukan hidup kita dengan hidup-Nya, kehendak kita dengan
kehendak-Nya, dan hati kita dengan hati-Nya. Diikat dan disatukan dengan Yesus
artinya bersatu dengan Dia dalam hubungan cinta, kepercayaan, dan ketaatan di
dalam doa. Jadi tidak ada beban yang terlalu berat jika dipanggul dengan kasih dan
dibawa dalam cinta. Oleh sebab itu peran doa dalam hidup religius sangat penting.
a. Doa Berakar dalam Hidup Religius
Sebagaimana telah disebutkan, doa selalu bersifat pribadi. Doa selalu
berkaitan erat dengan perasaan-perasaan yang dialami si pendoa. Perasaan senang,
sedih, gembira, susah, dan perasaan-perasaan yang lain, merupakan hal yang tidak
boleh disingkirkan ketika seseorang sedang berdoa (Breemen, 1983: 55). Perasaanperasaan tersebut justru membantu para religius bertumbuh dan berkembang dalam
iman melalui pengenalan-pengenalan akan perasaannya. Perasaan-perasaan inilah
yang menjadi jalan bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa situasi-situasi konkret, mengajak para religius untuk
memandang segala sesuatu dengan mata iman, sehingga lebih mudah melihat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
campur tangan Allah dalam setiap bentuk kehidupan. Dalam Kisah Para Rasul
disebutkan bahwa Allah tidak jauh dari umat-Nya. “Dalam Dia kita hidup, kita
bergerak, kita ada” (Kis 17:27-28). Setiap peristiwa selalu berbicara tentang
tindakan Allah, dan para religius diharapkan mampu untuk mengenal dan
mendengarkan Dia.
Melalui doa, seorang religius dapat dibantu untuk memandang secara
positif segala kenyataan yang terjadi, menyadari cinta dan bimbingan Allah dalam
setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kesusahan sekali pun. Dalam doa, setiap
religius membiarkan diri dicintai oleh Allah. Dia dapat merasakan kehadiran Allah
dalam diri orang lain. Dalam doa, seorang religius bertindak sebagai penerima
rahmat, karunia, dan bimbingan Allah dengan hati terbuka di hadapan-Nya.
Keterbukaan hati ini membuat para religius membiarkan dirinya dicintai oleh
Allah.
b. Hidup Berakar dalam Doa
Karena doa merupakan tanda kehadiran Allah yang terwujud dalam
komunikasi, maka orang yang berakar dalam doa akan hidup dalam hadirat Bapa
Sang Pencipta. Dia adalah cinta dan dasar segala sesuatu, termasuk dasar
kehidupan setiap manusia (Breemen, 1983: 61). Sabda Allah yang direnungkan
sebagai tanda kehadiran Allah itu menggema dalam hati para religius, dan dengan
demikian membiarkan Kerajaan Allah bertumbuh di dalam dirinya. Hidup berakar
dalam doa berarti hidup yang dipersatukan dengan Allah, dan dalam kesatuan itu,
setiap orang akan menyadari dirinya, keberadannya di hadapan Allah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
Pengalaman jatuh bangun dalam menjalin relasi dengan Allah tentu dialami
oleh setiap manusia termasuk religius. Untuk membina hubungan dengan Allah
dibutuhkan perjuangan dan niat dari diri sendiri untuk bangkit lagi bila jatuh.
Dalam doa, seseorang tekun mengisi diri dalam keheningan untuk menemukan
Tuhan dalam hidupnya. Dia menyadari bahwa Allah selalu setia kepada umat-Nya.
Oleh karena itu, dalam situasi apa pun, seseorang juga dituntut untuk tetap setia
kepada Dia. Dalam kesetiaan inilah tampak kehadiran Allah yang nyata (Breemen,
1983: 64). Seorang religius menjadi tanda kehadiran Allah bagi orang lain melalui
kesaksian hidupnya sebagai buah dari doanya. Hidup yang berakar dalam doa
dapat dirasakan melalui pelayanan para religius kepada orang lain.
A. Karya Pelayanan Religius
Pada dasarnya, hidup religius ditandai dengan kaul-kaul dan hidup bersama
yang merupakan saksi kehidupan dalam tubuh Gereja di dunia. Kehadiran tarekat
religius bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk mengembangkan Gereja di dunia.
Hidup religius ikut ambil bagian dalam tugas Gereja, yakni menyebarkan iman dan
memperjuangkan keadilan bagi orang yang lemah dan tertindas. Para religius
menghadirkan cinta melalui karya pelayanan terhadap masyarakat. Dasar dari
pelayanan itu adalah bahwa hidup religius merupakan hidup yang mengikuti
Kristus, yaitu hidup bersama Yesus dan hidup berjuang bersama Yesus (Darminta,
1982: 25).
1. Misi Pelayanan Religius
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
Setiap religius mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam
membangun keutuhan ciptaan Allah. Dengan kewajiban tersebut, semua orang
mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam melayani dan memperhatikan
orang yang lemah. Keadilan dalam dunia sekarang ini mulai mengendor, sebab
sikap mementingkan diri sendiri semakin tinggi. Tingginya perhatian kepada diri
sendiri secara langsung akan mengurangi semangat pelayanan dalam diri
seseorang.
Dalam Gaudium et Spes dikatakan: “Keadilan yang lebih sempurna,
persaudaraan yang lebih luas, cara hidup sosial yang lebih manusiawi, semua itu
lebih berharga dari pada kemajuan di bidang tehnologi” (GS, art 35). Ini
dimaksudkan untuk menyadarkan manusia, bahwa sebagai mahluk sosial dia
dipanggil untuk melakukan kegiatan yang terarah kepada kehidupan yang lebih
manusiawi. Bila dia bekerja, dia bukan hanya mengubah hal-hal tertentu dalam
masyarakat, melainkan ikut juga menyempurnakan dirinya sendiri. Ia banyak
belajar dalam mengembangkan bakat dan kemampuannya, serta berani keluar dari
dirinya (melampaui diri). Semuanya itu dilakukan demi sebuah misi atau
pelayanan bagi sesamanya. Pengembangan diri dan bakat-bakatnya pertama-tama
bukan digunakan demi kemuliannya semata, tetapi demi membantu orang lain
‘keluar’ dari persoalan hidupnya. Hal ini tentu terkait dengan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial. Demikian juga, misi dan pelayanan para religius ditujukan
pertama-tama pada pengabdiannya kepada sesamanya, bukan kepada dirinya.
Dalam Injil Lukas, Yesus berkata, “Apabila kamu telah melakukan segala
sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: kami adalah hambahamba yang
tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang “harus” kami
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
lakukan” (Luk 17: 10). Hal ini menegaskan keberadaan para murid Kristus yang
harus hadir untuk melayani. Pelayanan yang dilakukan bukan sesuatu yang sangat
istimewa melainkan pengorbanan dan perjuangannya sebagai pengikut Kristus
(KWI, 1996: 450). Melayani berarti mengikuti dan meneladani jejak Kristus yang
melayani dengan penuh ketulusan dan rela mengorbankan diri-Nya demi sesamaNya.
2. Pelayanan yang Profetis
Gereja mengakui dan menyadari bahwa manusia termasuk para religius
tidak sendirian di dunia untuk mewartakan keselamatan. Melainkan, Gereja
mengharapkan ada pihak-pihak lain baik dalam Gereja maupun di luar Gereja yang
melayani dengan tulus. Pelayanan profetis/kenabian secara hakiki bersifat terbuka
bagi siapa saja.
Gereja menyadari bahwa pelayanan kenabian ini dapat juga mengalami
ketidaksempurnaan sebagaimanan yang diharapkan, maka perlu membuka diri
terhadap kritik dan tanggapan, entah dari berbagai pihak supaya arah pelayanan
kenabiannya jelas. Pelayanan profetis ini dipahami sebagai sumbangan untuk
berpartisipasi dalam usaha memajukan masyarakat dan Gereja (Dopo, 1992: 3840).
Pelayanan yang dilakukan oleh para religius kerap dihubungkan dengan
sikap untuk meneladani Yesus Kristus, Sang Guru. Salah satu tanggapan khalayak
ramai ketika menyaksikan apa yang diperbuat Yesus ialah, “seorang nabi besar
telah muncul di tengah-tengah kita dan Allah telah melawat umat-Nya” (Luk 7:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
16). Dia kemudian dikenal sebagai nabi, dan Yesus tidak keberatan jika orang
banyak menyebut diri-Nya sebagai nabi.
Nabi adalah seorang utusan Allah yang mewartakan keselamatan dari
Allah, membawa pembebasan, dan melepaskan orang-orang yang terbelenggu
kesusahan dan kesengsaraan (Darminta, 1994; 31). Dalam konteks situasi
sekarang, tampilnya para nabi sebagai penyambung lidah Allah, tampak dalam
karya pelayanan yang mereka lakukan. Mereka berkarya demi kesejahteraan hidup
manusia dan keadilan bagi mereka yang menjadi korban seperti para pengungsi,
kelompok-kelompok minoritas dan tertindas. Dalam hal ini, para religius dan
tokoh-tokoh Gereja Katolik, melalui pelayanan sosial mereka, bisa disebut sebagai
nabi yang hadir dan berkarya sebagai penyambung lidah Allah, mewartakan
Kerajaan Allah dan keselamatan-Nya.
3. Macam-macam Karya Pelayanan
Katekismus Gereja Katolik (1995: 777) merumuskan Gereja sebagai
“himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah,
yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan
dengan Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus”. Eksistensi himpunan Umat Allah
ini diwujudkan secara lokal dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah
himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan
peribadatan yang menguduskan (liturgia), mengembangkan pewartaan kabar
gembira (kerigma), menghadirkan dan membangun persekutuan (koinonia),
memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia) dan memberi kesaksian sebagai
murid-murid Tuhan Yesus Kristus (martyria).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
a. Liturgi
Liturgi berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus
Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas
pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja,
peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini,
setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka
dalam Gereja Katolik. Partisipasi aktif umat beriman dalam bidang ini diwujudkan
dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin ibadat Sabda/doa
bersama; membagi komuni; menjadi: lektor, pemazmur, organis, mesdinar, paduan
suara, penghias altar dan sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap
perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.
b. Pewartaan
Pewartaan berarti ikut serta membawa kabar gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, PuteraNya (RM, 39). Melalui bidang karya ini, para religius diharapkan dapat membantu
Umat Allah untuk mendalami kebenaran Sabda Allah, menumbuhkan semangat
untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injil, dan mengusahakan
pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak
mudah goyah dan tetap setia. Ensiklik (RM, 43) menegaskan:
Gereja dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Kristus dengan
mengambil sikap yang berani dan profetis, di hadapan kebejatan kekuasaan
politik ataupun kekuasaan ekonomi: dengan tidak mencari kemuliaan dan
kekayaan materialnya sendiri; dengan menggunakan sumber-sumber
penghasilannya sendiri untuk melayani orang-orang yang termiskin dan
dengan meniru kesederhanaan hidup Kristus sendiri.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
Kehadiran para religius diharapkan turut serta dalam mewartakan Injil
Yesus Kristus. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya:
pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramensakramen lainnya.
c. Persekutuan
Persekutuan berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai
anak-anak Allah dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya.
Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan
sesama manusia melalui Yesus Kristus, Putera-Nya, dalam kuasa Roh Kudus.
Bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat
dan menampakkan kehadiran Kristus (RM, 26). Oleh karena itu, para religius
diharapkan
dapat
menciptakan
kesatuan:
antar
umat,
umat
dengan
paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam
menghayati hidup menggereja baik secara territorial (keuskupan, paroki, stasi
/lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada
dalam Gereja.
d. Pelayanan
Pelayanan merupakan suatu bentuk kesaksian hidup tentang kebenaran
pewataan Injil. Pelayanan dapat terjadi melalui karya karitatif/cinta kasih dalam
aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin,
telantar dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari
tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati,
partisipasi dan keikhlasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan
seluruh jemaat (bdk. Kis 4: 32-35). Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat
pelayanan Kristus sendiri yang bertujuan demi kebaikan dan kebahagiaan umat
pilihan-Nya.
Diakonia harus bersifat melupakan diri sendiri, yang berarti bahwa ia akan
membantu setiap orang yang berada dalam kekurangan. Kehadiran para religius
bergerak dalam berbagai bidang: bidang kebudayaan; bidang pendidikan: bidang
kesejahteraan: bidang kesehatan: bidang politik dan hukum dan lain sebagainya
(Conterius, 2001: 94-96).
e. Kesaksian
Kesaksian berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini
dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di
tempat kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat
beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, para
religius diharapkan dapat menjadi saksi, ragi, garam dan terang di tengah
masyarakat sekitarnya. Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau
menunjukan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain.
Gereja juga mewartakan injil kepada dunia dengan kesaksian hidup yang setia pada
Tuhan Yesus (RM, 24). Menjadi saksi Kristus harus siap menanggung banyak
resiko. Yesus berkata "Kamu akan dikucilkan bahkan akan datang saatnya bahwa
setiap orang yang membunuhmu akan menyangka ia berbuat bakti pada Allah."
(Yoh 16: 2).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
B. Hubungan Doa dan Karya Pelayanan
Doa dan karya merupakan dua hal yang akrab dalam hidup para religius.
Hidup doa merupakan simbol keterbukaan hati dan jiwa kepada karya
keselamatan; kepada rahmat Allah
dan kekuatan-Nya. Sementara itu, karya
pelayanan sendiri didasarkan pada kelekatan hati manusia kepada Allah dan karyaNya (Darminta, 1982; 51-52). Dengan kata lain, hidup doa dan karya pelayanan
dihubungkan dengan relasi terhadap sesama. Karya pelayanan merupakan buah
atau hasil dari hidup doa. Hidup doa dan karya pelayanan seorang religius perlu
diseimbangkan. Keduanya tidak boleh dipisahkan karena doa dan karya merupakan
satu kesatuan. Dalam doa, para religius mampu mengarahkan diri kepada persatuan
dengan Tuhan. Persatuan dengan Tuhan akan terlaksana apabila religius
melaksanakan kehendak Allah yang menyelamatkan, sebab doa mengarahkan
manusia kepada karya keselamatan Allah dalam Gereja. Dengan demikian, doa dan
karya pelayanan merupakan satu kesatuan dalam memahami kehendak Allah
dalam karya keselamatan (Darminta, 1982: 51-52).
1. Praktek Doa di Tengah-tengah Pelayanan
Setiap tarekat religius biasanya mempunyai konstitusi dan aturan-aturan
tertentu guna menjaga keseimbangan antara karya pelayanan dan doa. Karya
pelayanan dan doa diatur menurut spiritualitas tarekat masing-masing (Darminta
1982: 53). Aturan-aturan tersebut dibuat supaya dalam tarekat tersebut, setiap
anggota tetap memperhatikan hidup doa di tengah-tengah pelayanannya.
Kesibukan karena pekerjaan, tanpa disadari bisa meninggalkan waktu doa begitu
saja. Supaya doa dan pelayanan religius dapat seimbang, para religius perlu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
meluangkan waktu secara teratur dan penuh kesadaran. Dalam hal ini, hidup doa
perlu disadari kegunaannya, terutama dalam hal pemeriksaan batin supaya
motivasi pelayanan yang dilakukan senantiasan dimurnikan.
Tujuan dari doa dalam kehidupan para religius ialah melaksanakan
kehendak Allah. Oleh karena itu, sangat penting bahwa para religius membina
hidup doa terus-menerus untuk mendukung karya pelayananya. Kedalaman doa
seorang religius akan terbukti juga dalam karya pelayanannya. Karena pelayanan
yang sungguh-sungguh disertai dengan doa, tentu akan membawa keselamatan
bagi banyak orang. Kesatuan antara doa dan karya pelayanan dapat terjadi apabila
pelayanan yang dilakukan itu dilandasi oleh iman, pengharapan dan cinta kepada
Allah.
2. Peran Doa dalam Pelayanan Religius
Apabila seorang religius melakukan tugas pelayananya hanya sekadar
mengejar prestasi, ia hanya akan menjadi hamba dari karyanya. Tidak jarang juga
ditemukan bahwa ada banyak religius yang bekerja dengan rela membaktikan diri
dalam tugas sehari-hari, sehingga tidak memiliki waktu istirahat untuk hening dan
berdoa. Di sisi lain, ada juga religius yang melakukan karya pelayanannya hanya
sebagai rutinitas saja, tanpa ada usaha untuk memajukan karya tersebut.
Berhadapan dengan situasi ini, para religius hendaknya menyadari
pentingnya hidup doa di tengah-tengah karya pelayanan. Karya kerasulan
merupakan ciri pokok yang mewarnai seluruh hidup tarekat religius. Kerasulan
merupakan puncak hidup. Meskipun demikian doa tidak boleh dilalaikan, sebab
doa menunjang karya itu sendiri. Doa berguna untuk karya pelayanan, bukan demi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
doa itu sendiri. Oleh karena itu, tiap-tiap orang harus bertanggung jawab atas karya
dan doa serta pengaturannya (Darminta, 1982: 54-55).
Dengan kata lain, doa berperan sebagai penggerak seluruh pelayanan para
religius. Dalam keadaan apa pun, mereka perlu menyempatkan diri untuk
merenung, meluangkan waktu untuk berdoa dan berefleksi di sela-sela
pekerjaannya. Keseriusan dalam doa di tengah-tengah karya pelayanan akan
membantu para religius menemukan kehendak Allah dalam karya pelayanannya.
Dalam Perjanjian Lama, kita bisa menemukan tokoh-tokoh yang tekun
berdoa dalam melakukan tugas mereka; misalnya, Nabi Musa, Elia, Yeremia, dan
nabi-nabi yang lain. Hidup dan karya mereka selalu disertai dengan doa.
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, yang menjadi teladan pendoa ialah: Bunda
Allah dan Yesus Kristus. Mereka mengajarkan supaya setiap orang berjuang
melawan diri sendiri dan godaan setan yang melakukan segala cara untuk
mencegah supaya hubungan manusia dengan Tuhan tidak terwujud (KGK, 1995:
2725).
Beberapa teladan pendoa, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru, membantu si pendoa bagaimana berdoa dengan baik. Mereka berdoa dengan
caranya masing-masing dan percaya bahwa Allah akan mendengarkan dan
mengabulkan doanya. Religius yang mengabdikan diri untuk Tuhan dapat
meneladani pendoa-pendoa tersebut sehingga dalam tugas pelayanan menghasilkan
buah yang berlimpah.
3. Pelayanan sebagai Wujud Doa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
Pengalaman hidup para religius yang dijiwai dengan doa akan berdampak
pada karya-karya pelayanan yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
Hidupnya akan menjadi bagian dari doanya dan doa menjadi kekuatan di dalam
hidupnya, sehingga mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama
maupun dalam karya pelayanannya (Darminta, 1997: 22-27).
Doa mengarahkan setiap orang kepada persatuan dengan Allah, dan dari
kesatuan ini lahirlah cinta kepada sesama. Hidup doa merupakan ungkapan cinta
manusia kepada Tuhan dengan tiada batasnya. Setiap manusia mempunyai
kerinduan untuk hidup bahagia dalam hadirat Allah dan bersatu dengan Allah.
Kerinduan tersebut akan terwujud dengan melaksankan kehendak Allah dengan
penuh cinta kasih. Cinta kasih itu diungkapkan melalui pelayanan manusia kepada
Allah sehingga menjadi sarana untuk mengabdikan diri kepada Tuhan dan sesama.
Dalam VC art. 77 dikatakan bahwa, “Mereka yang mengasihi Allah, Bapa semua
orang tentu mengasihi sesamanya juga, yang mereka pandang sebagai saudarasaudari”. Artinya bahwa karya pelayanan didasarkan pada kedekatan dengan Allah,
sehingga pelayanannya turut mewartakan karya Kristus di tengah-tengah dunia.
Pewartaan Kristus dalam karya pelayanan berarti memancarkan kasih dalam sikap
dan perutusan dengan melayani orang-orang kecil dan sederhana.
a. Hubungan yang Akrab dengan Tuhan
Dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 657 art 2 disebutkan bahwa,
”Kegiatan kerasulan hendaknya selalu mengalir dari kesatuannya yang mesra
dengan Allah, dan memperteguh serta menunjang kesatuan itu”. Cinta kepada
Allah dan sesama dihayati sebagai ungkapan dari pengalamannya. Pengalaman
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
yang dimaksud adalah pengalaman akan penyertaan Allah yang bersumber pada
doa yang dijalin terus-menerus. Dalam hal ini, para religius harus mendekatkan diri
kepada Allah, Sang Pemberi kehidupan dan keselamatan bagi banyak orang.
Seluruh pelayanan yang dilakukan Yesus ingin mengajak para pengikutNya terlibat di dalam-Nya dan masuk dalam keselamatan yang diwartakan-Nya.
Yesus datang tidak hanya untuk membebaskan kita dari dosa dan kematian,
melainkan juga membawa kita kepada kehidupan. Segala milik Yesus diberikan
kepada manusia/para religius untuk diterima dan dikerjakan. “Barang siapa
percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku
lakukan” (Yoh 14: 12). Yesus menghendaki supaya kita bersama-Nya. Dalam doaNya, Ia menjelaskan maksud-Nya; “… supaya mereka semua menjadi satu sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka
juga di dalam kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus Aku…
(Yoh 17: 21-26). Kata-kata ini mengungkapkan hakikat pelayanan Yesus. Ia tidak
hanya mempertahankan kesamaan-Nya dengan Allah saja tetapi Ia mau dan rela
mengosongkan diri dan menjadi sama seperti kita sehingga kita dapat menjadi
serupa dengan-Nya (Nouwen, 1986: 29-30).
b. Relasi terhadap Sesama
Kadar hidup doa seseorang juga dipengaruhi oleh hubungannya dengan
sesama (Agudo, 1988: 179-180). Kristus menandaskan hal ini dengan jelas ketika
dia mengatakan pentingnya berdamai sebelum orang mempersembahkan korban
kepada Tuhan. Yang dimaksud ialah bahwa Tuhan menghendaki supaya para
pengikut-Nya benar-benar tulus hatinya untuk mempersembahkan apa yang ada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
padanya tanpa mengabaikan yang lain. Dalam sabda-Nya, Yesus mengatakan “Apa
yang kamu lakukan kepada salah yang terkecil dari saudaraku ini, kamu lakukan
kepada-Ku” (Mat 25: 41). Ketidak-pedulian terhadap sesama akan merusak
hubungan dengan Tuhan untuk melanjutkan karya pelayanan.
Setiap orang termasuk para religius dipanggil untuk melayani kerajaan
Allah (sesuai dengan kharisma pendiri masing-masing). Pelayanan diwujudkan
dengan karya-karya yang ada dalam setiap kongregasi. Tugas pelayanan menjalin
relasi yang akrab dengan orang lain merupakan bentuk nyata relasi dengan Tuhan.
Karya pelayanan dapat terlaksana dengan baik apabila ada hubungan yang baik
dengan rekan kerja. Kehadiran rekan kerja membantu dalam mengembangkan
karya. Karena itu, dibutuhkan sikap kerendahan hati agar setiap orang mampu
menjalin relasi dengan baik kepada siapa saja, juga sebagai bukti terjalinnya relasi
yang baik dengan Allah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
MAKNA HIDUP DOA DALAM KARYA PELAYANAN
PARA SUSTER FRANSISKUS DINA
Pada bab ini, penulis akan membahas tentang makna hidup doa dalam
karya pelayanan para suster SFD. Pembahasan dimulai dengan pemaparan sejarah
awal berdirinya kongregasi SFD, visi dan misi, serta spiritualitasnya. Selanjutnya
akan dijelaskan tentang karya pelayanan dalam kongregasi SFD yang meliputi
pengertian pelayanan, pelayanan dalam Gereja, pelayanan sebagai Fransiskan,
tujuan pelayanan, tantangan dalam pelayanan kongregasi SFD dan jenis-jenis
karya pelayanan. Bab ini ditutup dengan pemaparan tentang makna doa dalam
karya pelayanan para suster SFD.
A. Sejarah Berdirinya Kongregasi SFD
Para pengikut St. Fransiskus Asisi terdiri dari tiga kelompok (Ordo); Ordo
Pertama, Ordo Kedua dan Ordo Ketiga. Kelompok yang termasuk Ordo Pertama
ialah Saudara-Saudara Dina (Ordo Fratrum Minorum, OFM), Saudara-Saudara
Dina Conventual (Ordo Fratrum Minorum OFM Conv) dan Saudara-Saudara Dina
Capusin (Ordo Fratrum Minorum OFM Cap). Meskipun berbeda nama, namun
secara praktis cara hidup mereka tidaklah jauh berbeda satu dengan yang lain. Di
antara mereka tetap terjalin hubungan kekeluargaan. Mereka ialah para biarawan
Fransiskan (sebutan untuk para pengikut St. Fransiskus) yang diutus untuk
mewartakan Injil kepada segala bangsa (biarawan aktif kontemplatif).
Ordo Kedua adalah para Klaris, yaitu para rubiah (pertapa perempuan)
yang hidup dalam komunitas dan terikat klausura (tertutup). Karena berciri
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
kontemplatif, komunitas ini membaktikan hidup mereka kepada Allah dan tinggal
sepenuhnya dalam biara. Sementara itu, Ordo Ketiga terdiri dari dua kelompok,
yaitu Ordo Ketiga Sekular dan Ordo Ketiga Regular. Ordo Ketiga Sekular ialah
sekelompok wanita atau pria yang hidup di luar komunitas dan tidak mengucapkan
kaul-kaul religius (kemiskinan, ketaatan dan kemurnian). Mereka hidup sebagai
awam yang berkeluarga.
Kelompok lain yang juga termasuk dalam Ordo Ketiga ialah Ordo Ketiga
Regular. Ordo ini merupakan kelompok aktif yang hidup di tengah-tengah dunia
dan dalam komunitas yang ingin mengabdi Allah dan dengan saksama menuruti
tiga nasihat Injil dalam penghayatan kaul-kaul religius mereka. Di antara ketiga
ordo ini, Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina termasuk dalam kelompok
Ordo Ketiga Regular, suatu kongregasi yang aktif dan kontemplatif, yang berkarya
dan tetap menjalankan hidup doa secara berkala (Dister, 2008: 8).
Pada awalnya kelompok SFD ini menamakan diri sebagai tertiaris peniten
(anggota ordo ketiga yang menghayati anggaran dasar laku tapa atau mati raga).
Komunitas ini berciri kontemplatif dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk berdoa
dan tinggal dalam biara. Hanya beberapa suster yang diberi kesempatan untuk
mengabdikan diri pada sesama melalui karya sosial, selebihnya tinggal dalam biara
secara penuh. Untuk menjernihkan situasi dan memberikan kedudukan resmi
kepada kelompok ordo ketiga yang berkaul, pada tahun 1521 Paus Leo X
meresmikan suatu Anggaran Dasar khusus bagi mereka yang berkaul, rohaniwan
maupun awam (Dister, 2008: 10).
Sejarah berdirinya ordo ketiga regular dimulai dari ordo ketiga sekulir yaitu
orang-orang yang berkeluarga (awam) dan mempunyai kewajiban dalam mengurus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
rumah tangga mereka. Mereka rindu menjalani hidup Kristiani secara lebih mantap
sesuai dengan semangat Injil. Bentuk hidup seperti ini sudah ada di sejumlah kota
sebelum Fransiskus tampil. Orang-orang ini menyebut dirinya sebagai “orang
pertapa”. Mereka dikenal dari cara hidup mereka yang baik dan cara berpakaian
yang sederhana. Pada abad ke-XIII, sebagian besar dari mereka dipengaruhi cara
hidup Saudara Dina Kapusin (Ordo Fratrum Minorum OFM Cap). Dari sinilah
dibentuk ordo ketiga sekular; yaitu kelompok pria dan wanita. Dalam waktu yang
singkat, dibuatlah peraturan-peratuan untuk kelompok ini sehingga muncullah ordo
ketiga regular. Pendiri pertama ordo ketiga regular ialah Beata Angelina de
Marciano di kota Foligno pada tahun 1397. Hidup mereka didukung oleh kaul
kebiaraan, kepatuhan terhadap peraturan, ibadat harian, hidup bersama dan lain
sebagainya (Dister, 2008; 10).
Pembaruan dalam Gereja yang diserukan dan dirintis oleh Konsili Trente
(1545-1563) berpengaruh juga dalam “biara”. Selain itu dalam Gereja muncul juga
suatu kerinduan untuk lebih “mengasingkan” diri dari dunia dan menjaga ketat
komunitas sebagai “tempat tertutup” untuk mencapai kontemplasi yang lebih
mendalam. Pada tahun 1604 Johanna-Babtista Neerinck bergabung dengan sustersuster Tertiaris Peniten di kota Gent (Belgia). Ia mengadakan pembaruan dalam
komunitasnya tetapi usaha tersebut tidak berhasil. Pada tahun 1623 JohannaBabtista Neerinck dengan beberapa suster yang merindukan kesunyian dan suasana
kontemplasi meninggalkan biara Gent dan menetap di Limburg (Belgia). Mereka
mengundurkan diri dari keramaian dunia. Johanna-Babtista Neerinck menekankan
agar para suster harus menjalani hidup penuh mawas diri, meditasi dan doa. Dia
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
mempertahankan tradisi klausura agar dapat mengarahkan diri kepada doa,
kehidupan batin dan rohani (Raat, 2000: 17).
Secara historis, keberadaan kelompok Suster Peniten Rekolek ini memiliki
pengaruh terhadap lahirnya kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina. Kongregasi
Suster-Suster Fransiskus Dina lahir dari situasi dan perkembangan Kongregasi
Suster-suster Fransiskan Dongen yang telah berusia 200 tahun. Kongregasi Sustersuster Fransiskan Dongen mulai terbentuk pada tahun 1789 akibat Revolusi
Perancis. Sejak pecahnya Revolusi Perancis, Gereja dan hidup religius mengalami
kekacauan. Tarekat Religius dibubarkan, semua religius secara paksa diusir ke luar
dari biara mereka. Pada tanggal 8 Nopember 1796 pukul 11.00 para Suster Peniten
Rekolek diusir dari biara mereka di Leuven. Semua harta benda disita. Mereka
menyaksikan sendiri mebel mereka dijual oleh pemerintah (Clementina, 1983:8).
Pada tanggal 12 Nopember 1796, Pastor J. Proost memberi surat-surat
resmi, juga untuk Muder Constantia van der Linden dan Sr. Coletta Coopmans.
Surat itu menyebutkan bahwa mereka benar-benar suster profes dari biara Leuven
dan sekaligus menjadi surat rekomendasi untuk setiap orang yang dimintai
pertolongan oleh para suster itu.
Dalam situasi keterpecahan (porak-poranda), Roh Pemersatu tetap
berbicara dalam lubuk hati Muder Constantia van der Linden, Sr. Coletta
Coopmans, Sr. Agustine Janssens dan Sr. Francoise Timmermants. Kerinduan
yang besar untuk tetap hidup di dalam persekutuan religius mendorong keempat
suster itu untuk bersatu. Maka Sr. Francoise dan Sr. Agustine dari Tarekat
Agustines membina hubungan baik dengan Muder Constantia dan Sr. Coletta
Coopmans dari Peniten Rekolek. Mereka sering bertemu di rumah keluarga
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
Timmermants untuk berbicara dan mencari kesempatan untuk meneruskan hidup
membiara di luar negeri. Muder Constantia menjadi penggerak utama dalam usaha
ini.
Pastor Antonius van Gills dari Tilburg dan Pater Kapusin, Linus van
Oederode, Gardian di Leuven sangat berperan bagi mulainya kembali Reformasi
Limburg di Belanda. Para suster yakin meskipun situasi politik negeri sedang
kacau, namun hidup religius harus tetap hidup, bila tidak mungkin di Belgia, di
Belanda saja. Sebagaimana Abraham meninggalkan negeri, sanak saudara dan
rumah bapanya untuk pergi ke tanah yang akan ditunjukkan oleh Tuhan, demikian
pula para pendiri SFD meninggalkan tanah kelahiran mereka dan melanjutkan
`perjalanan` menuju tempat yang akan ditunjukkan oleh Tuhan.
Pada tahun 1798, Muder Constantia van der Linden tiba di Belanda. Karena
tidak memiliki biara, untuk sementara itu dia tinggal di Pastoran Bokhoven sebagai
pembantu rumah. Tidak lama kemudian, Nyonya Olifers de Bruyn (saudari
kandung Pastor de Bruyn) mengundang para Suster pergi ke Waalwijk untuk
mencari rumah yang mungkin dapat dipakai sebagai tempat tinggal.
Dalam keadaan amat miskin, mereka hanya mendiami sebuah kamar besar
terbuat dari kayu di desa Besooyen. Mereka tidak mempunyai apa-apa, tidak ada
kursi, meja, tempat tidur atau pun selimut. Mereka tidur di lantai tanpa selimut.
Namun mereka membuat banyak orang kagum karena kesabaran, ketabahan, dan
cara mereka menerima kemiskinan ini dengan gembira. Segera Muder Constantia
van der Linden mulai mengajar anak-anak dengan tenaga yang ada dan segala
kebutuhan yang serba kurang. Akan tetapi, meskipun hidup dalam kekurangan dan
kemiskinan, masyarakat Waalwijk sungguh mencintai para Suster.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
Pada tanggal 9 Nopember 1800, Muder Constantia dan Sr. Francoise
berangkat dari Waalwijk ke Breda untuk mencari rumah yang agak besar. Pada
saat itu, cuaca sangat buruk tetapi kedua suster telah merencanakan perjalanan itu
maka harus terjadi. Taufan dan badai yang mengamuk selama perjalanan tidak
menjadi penghalang bagi mereka. Ketika sampai di Dongen, roda kereta kuda yang
mereka tumpangi putus. Kusir tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Melalui
peristiwa taufan dan badai yang mengamuk dalam perjalanan itu Allah berbicara.
Kedua Suster berdiri di pinggir jalan waktu hujan lebat. Beberapa orang setempat
menunjukkan rumah pastor paroki. Para suster pun menemui pastor paroki,
menceritakan siapa mereka, dari mana tempat asalnya dan apa maksud tujuan
perjalanan mereka. Mendengar kisah para suster ini, sang pastor, Pastor van Gils
kemudian mengucapkan kata-kata yang bersejarah ini, "Suster-suster tidak perlu
pergi lebih jauh. Tempat ini sangat cocok untuk suster. Aku membutuhkan orang
seperti kalian. Di sini ada kemungkinan yang sesuai dengan rencana suster"
(Clementina, 1983: 9-11).
Pada tanggal 26 Maret 1801, saat Gereja merayakan Pesta Tujuh Kedukaan
Maria, keempat suster bersama seorang novis, seorang postulan dan tujuh anak
asrama berangkat ke Dongen. Pada saat itulah kongregasi berdiri di Dongen.
Kongregasi hidup menurut Peraturan Reformasi Limburg dari tahun 1634.
Terdorong oleh keyakinan bahwa para suster harus tetap memperbarui hidup dalam
roh, maka para pendiri kongregasi tidak hanya berpedoman pada apa saja yang
telah mendarah daging bagi mereka, melainkan juga menjadi peka terhadap
kebutuhan masyarakat zaman mereka, sampai mereka malah mengorbankan cara
hidup kontemplatif yang sangat mereka cintai.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
Setelah melewati masa-masa sulit penuh pergulatan dan perjuangan yang
berat selama beberapa puluh tahun, kongregasi mulai lebih leluasa memberikan
pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan. Selain itu, kongregasi juga
mendapat peluang untuk menyebarkan hidup religius dengan membuka komunitas
di Etten pada tahun 1920. Karena dituntut oleh situasi saat itu, komunitas yang
baru itu menjadi komunitas mandiri, terlepas dari induknya di Dongen. Didukung
oleh dana yang ada, kongregasi sanggup mengutus para Suster untuk mewartakan
iman Katolik ke daerah misi, termasuk ke Indonesia (Clementina, 1983: 12-15).
Pada tanggal 17 Maret 1923 para suster berangkat dari Dongen dan sebulan
kemudian, pada tanggal 17 April 1923 mereka tiba di Medan, Sumatera Utara.
Beberapa tahun kemudian, novisiat dibuka di Kabanjahe pada tahun 1954. Empat
belas tahun kemudian Kongregasi mulai melebarkan sayapnya ke Kalimantan.
Pada tanggal 11 Oktober 1937, para suster tiba di Banjarmasin. Keinginan untuk
mengikutsertakan pemudi-pemudi pribumi dalam pelayanan di Kalimantan
mendorong pemimpin kongregasi untuk membuka novisiàt di Jawa Tengah. Pati
merupakan kota pilihan tempat para calon akan dididik dan dipersiapkan. Pada
tanggal 14 Juli 1958 tiga suster datang dari Banjarmasin ke Pati untuk membuka
novisiat. Dengan penyebaran dan perkembangan di Indonesia, maka pada tahun
1969 status komunitas-komunitas di Indonesia ditingkatkan menjadi regio, yaitu
regio Sumatera Utara dan regio Jawa-Kalimantan. Masing-masing pemimpin regio
bertanggungjawab langsung kepada Pemimpin Umum di Dongen.
Selama beberapa tahun di Dongen, jumlah suster tidak bertambah karena
tidak ada anggota baru. Suster-suster yang masih ada semakin lanjut usia.
Mengingat situasi yang demikian dan karena regio-regio di Indonesia telah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
dianggap mampu untuk mandiri, maka Dewan Pimpinan Umum mempersiapkan
para suster Indonesia agar siap untuk menangani sendiri otoritas kepemimpinan
kongregasi di Indonesia (Konst, 2007: 13)
Roh Pemersatu yang menjiwai para pendiri kongregasi mendorong
terwujudnya unifikasi Regio Sumatera Utara dan Regio Jawa-Kalimantan.
Penyatuan regio dimulai pada tanggal 15 Juli 1998. Sebagai persiapan
kemandirian, pada tanggal yang sama ditetapkan nama baru bagi kongregasi di
Indonesia,
meski
kharisma
dan
spritualitas
tetap
sama.
Nama
yang
mengungkapkan spiritualitas kongregasi seturut teladan St. Fransiskus Assisi
adalah Suster-suster Fransiskus Dina.
Pada tanggal 17 April 2007, Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina di
Indonesia resmi menjadi kongregasi mandiri di bawah wewenang yurisdiksi
Keuskupan Agung Semarang dan dinyatakan dalam dekrit dari Tahta Suci di Roma
melalui kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, Prot. N. 1534/ 07
tertanggal 31 Maret 2007 (Konst, 2007; 14).
A. Visi dan Misi SFD
Rumusan visi, misi, dan kharisma SFD berawal dari keprihatinan,
pertanyaan, kebingungan dan kerinduan mendalam para suster SFD. Namun, sudah
sejak semula pendiri kongregasi SFD percaya telah disemangati dan dijiwai oleh
Roh Allah yang dikenal sebagai Roh Pemersatu. Mereka berkarya dengan
berlandaskan semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati, semangat
rajin dan giat, sikap lepas bebas dan semangat doa (Raat, 2000; 60-62). Rumusan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
visi, misi dan kharisma SFD itu kemudian dirumuskan pada kapitel regio 2001 di
Girisonta, Semarang.
Dari pertemuan itu, visi SFD pun dapat dirumuskan, yaitu “Persekutuan
membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua
orang, mencintai dan meninggikan setiap orang” (Konst, 2007 art 9). Dalam hal
ini, cara hidup sederhana St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu
merupakan perwujudan kasih Allah sebagai Bapa bagi semua orang. Kongregasi
SFD membangun persaudaraan dan persekutuan dengan saling memperhatikan,
dan saling melayani dalam kebutuhan setiap hari. Dengan keyakinan bahwa
persaudaraan dibangun atas iman bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, maka
semua orang adalah saudara, semartabat dan setara. Tuhan yang diimani adalah
Bapa yang mencintai setiap orang, sehingga setiap orang pun harus bersikap
seperti Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya. Para SFD
mencintai dan meninggikan orang bukan hanya dalam persaudaraan dalam
kongregasi saja, tetapi juga semua orang yang kepada mereka para SFD diutus.
Dengan meneladan sikap Yesus, para SFD diajak untuk menghargai, mengangkat
harkat dan martabat manusia yang diciptakan oleh Allah dan secitra dengan-Nya
(SFD, 2007: 17).
Berangkat dari pertimbangan di atas, maka rumusan misi SFD pun
disebutkan, “Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus
Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi,
memberdayakan, menghimpun: kaum muda, perempuan, orang kecil, orang sakit
bersama saudara lain” (Konst, 2007 art 11). Para suster SFD berusaha untuk
membuka diri terhadap kebutuhan orang lain dan terbuka dengan situasi zaman.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
Siap dan terbuka berarti memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan dan sesama.
Keterbukaan terhadap kebutuhan zaman menuntut untuk tidak memilih kesenangan
pribadi tetapi lebih memerhatikan kepentingan umum.
Misi yang diiemban oleh para Suster Fransiskus Dina berkaitan erat dengan
pesan yang terdapat dalam dalam injil Lukas 4:18-19 yang berbunyi:
Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah
mengutus Aku, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang
tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan
orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang.
Hal ini menegaskan bahwa tujuan Roh Allah dianugerahkan kepada Yesus
ialah demi keselamatan semua orang, terutama orang-orang lemah, miskin secara
ekonomis, fisik, dan sosial. Yesus yang diurapi menampilkan tugas-Nya sebagai
nabi, sebagaimana dituliskan dalam kitab Yesaya. Yesus tidak menjauh dari realita
sosial, melainkan Ia mengangkat situasi ini menjadi visi dan misi pelayanan-Nya
yaitu mewartakan Kerajaan Allah. Arah misi Yesus di sini adalah menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang
tawanan, memberikan penglihatan bagi orang buta dan membebaskan orang-orang
tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.
Tahun rahmat Tuhan yang dimaksud adalah saat keselamatan melalui
Kristus/Mesias yang dipakai Allah untuk memberitakan kabar baik bagi orang
yang sengsara, merawat orang yang remuk hati, pembebasan pada orang tawanan,
pembebasan pada orang yang terkurung dalam penjara, penglihatan pada orang
buta, pembebasan orang-orang yang tertindas.
Yesus menyerukan bahwa Dia adalah Mesias yang Diurapi, yang diutus
untuk membawa kabar baik. Di sini tersirat pernyataan diri-Nya sebagai Mesias
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
yang dinanti-nantikan sebagaimana diwartakan dalam kitab Yesaya. Yesus
melaksanakan semua ini dengan penuh belaskasih, cinta dan mengandalkan
kekuatan dari Bapa-Nya. Kedatangan-Nya memberikan karunia istimewa kepada
semua orang yang percaya kepada-Nya. Dengan tampilnya Yesus sebagai seorang
Pewarta, nyatalah bahwa dalam diri-Nya, Allah telah menggenapi segala janji-Nya.
Arah misi Yesus ini, sudah sejak awal mula telah mewarnai usaha dan
karya tarekat SFD dalam menjawab dan melayani kebutuhan masyarakat yang
dihadapi demi pembangunan Kerajaan Allah serta kemuliaan-Nya. Dengan
meneladani Dia, kongregasi SFD berusaha hadir di tengah-tengah masyarakat
terutama yang menderita, lemah, kecil, miskin, tersingkir dan difabel (LKMTD).
Demi mewujudkan misi-Nya itu para SFD dituntut untuk memiliki sikap berani
meninggalkan segala sesuatu demi pelayanan seperti yang dituntut Yesus pada
para murid-Nya. Dalam Injil Lukas 9: 59-62, dikatakan:
Lalu Ia berkata kepada seorang yang lain, ikutlah Aku! Tetapi orang itu
berkata, Tuhan ijinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku. Tetapi
Yesus berkata kepadanya, biarlah orang mati menguburkan orang mati;
tetapi engkau pergilah dan beritakanlah Injil dimana-mana. Lalu seorang
lain lagi berkata, Aku akan mengikuti Engkau, Tuhan, tetapi ijinkanlah aku
pamitan dahulu dengan keluargaku. Tetapi Yesus berkata kepadanya, setiap
orang yang siap membajak tetapi menoleh kebelakang, tidak layak untuk
Kerajaan Allah.
Sebagai murid-murid Yesus, para SFD pun harus berani meninggalkan
tanah air, kampung halaman, keluarga, kesenangan pribadi dan meninggalkan
segala-galanya demi Kristus, Sang penyelamat dunia. Dengan kata lain, visi misi
dan kharisma kongregasi SFD menjadi pendorong dan kekuatan untuk
melaksanakan tugas perutusannya di tengah Gereja dan masyarakat.
B. Spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
Dalam buku catatannya, Suster Marie Joseph (Mary Raaymakers) menulis
sejarah awal berdirinya kongregasi di Dongen yang dipimpin oleh Mere Constantia
van der Linden pada tahun 1801. Dia menyampaikan bahwa semangat hidup
religius harus diperbarui, dan pembaruan hidup itu harus didasari dengan tradisi
Injili-Fransiskan. Artinya para Suster Fransiskus Dina harus hidup seturut nasihat
Injil Suci, yakni dalam ketaatan, hidup tanpa milik, kesederhanaan dan dalam
kemurnian (Ladjar, 1988: 90). Cara hidup yang demikian ini merupakan bentuk
simbolis dari usaha untuk menyerupai cara hidup Kristus.
Pada tanggal 1 April 1991, dalam rangka memperingati 190 tahun
berdirinya kongregasi, para SFD mengadakan kapitel di Dongen. Dalam kapitel
itu, mereka mendiskusikan dan mendalami catatan Suster Marie Joseph di atas.
Catatan tersebut dilengkapi dengan teks-teks Perjanjian Baru dan karangankarangan St. Fransiskus Asisi. Melalui kapitel ini, rumusan spiritualitas kongregasi
SFD pun semakin diperjelas dan dibagi dalam lima bagian, sebagai berikut:
semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat,
lepas bebas dan semangat doa (Raat, 2000: 60-63). Kelima sikap inilah yang
menjadi daya-gerak hidup pendiri kongregasi SFD dan para anggotanya.
1. Semangat Cinta Kasih
Pendiri kongregasi (Suster Mere Constantia Van Der Linden) menyadari
secara baru bahwa kehidupan religius harus mewujudkan pembaharuan yang
sungguh-sungguh nyata. Menurutnya, untuk memperbarui hidup religius tersebut,
para suster harus kembali ke sumber-sumber asli yaitu Kitab Suci. Dalam Kisah
Para Rasul 2: 42-47 dituliskan:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam perekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul, untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka
ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak
mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan
selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagibagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam
bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara
bergilir dan makan bersama-sama sambil memuji Allah. Dan mereka
disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka
dengan orang yang diselamatkan.
Semangat hidup para rasul ini menjadi teladan bagi umat Kristen. Semangat
cinta kasih itu juga menjadi tanda pengenal mereka. Mereka semua bersatu hati.
Seperti jemaat Kristiani perdana, demikian juga para SFD diharapkan mampu
menempatkan cinta kasih menjadi dasar yang menopang hidup kongregasi.
Cinta kasih menjadi tanda pengenal dalam persekuatuan SFD, sebagaimana
komunitas para rasul yang dikenal karena cinta kasih satu sama lain. Cinta itu suka
memberi sebagaimana para rasul membagi apa yang dimilikinya. Demikian juga
para SFD menjadikan segala yang ada menjadi milik bersama. Selain itu, cinta
kasih juga menuntut kesabaran. Dalam hidup bersama para SFD dilatih untuk
sabar, menerima sesama dalam kelemahannya sebagaimana dia pun ingin diterima
oleh sesama dengan sabar.
Suster Marie Yoseph menemukan motivasi untuk mewujudkan cinta kasih
di luar komunitasnya seperti yang dihidupi Gereja Perdana. Menurutnya,
komunitas perdana adalah komunitas yang paling ideal untuk diteladani. Belajar
dari komunitas perdana hendaknya komunitas SFD, yang terdiri dari beraneka
ragam suku, latar belakang, dan hidup dalam satu ikatan kasih, saling mendukung
dan saling melayani. Persaudaraan dalam komunitas harus dapat saling mendukung
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
sesuai dengan anggaran dasar yang dijanjikan dan dengan setia mengikuti jejak
Tuhan Yesus Kristus (Raaymakers, 1991: 11-13).
2. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati
Kesederhanaan merupakan ciri khas para pengikut Fransiskus, termasuk
para SFD. Nilai ini mendapat tempat khusus dalam tarekat SFD. Kesederhanaan
sejati mengandaikan kejujuran dalam tindakan maupun kata-kata yang mengikuti
bimbingan Roh Kudus. Sikap sederhana terungkap dalam tutur kata yang
sederhana, tulus, dan apa adanya.
Sehubungan dengan sikap sederhana ini, St. Fransiskus pernah berkata,
“Salam ratu kebijaksanaan, semoga Tuhan melindungi engkau bersama saudarimu,
kesederhanaan yang suci murni”. Kesederhanaan baginya adalah saudari
kebijaksanaan. Kesederhanaan memungkinkan religius untuk mengikuti Kristus
yang ditolak di dunia namun menjadi jalan kebenaran dan hidup (Yoh 14: 6).
Dengan demikian, seorang SFD hanya boleh mempunyai satu tujuan yaitu
“melaksanakan kehendak Allah”. Sikap sederhana dalam hidup serta karya
pelayanan menuntut para SFD untuk selalu membuka mata terbuka terhadap
kebutuhan dunia dan dengan cinta memperlakukan bumi dan lingkungan hidup
(Raaymakers, 1991: 14-19).
Ketiga kaul yang diungkapkan para SFD kepada Tuhan dalam kongregasi
SFD dapat menjadi dasar untuk tetap hidup sederhana. Dengan kaul kemiskinan,
para SFD hanya berpegang pada Yesus, karena Dialah nilai tertinggi dalam hidup
para SFD, sehingga barang dunia dan hal-hal lain menjadi relatif bagi para SFD.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
Bahkan Rasul Paulus mengatakan” semuanya menjadi sampah, sewaktu aku sudah
mengenal Kristus”.
Dalam kaul ketaatan, para SFD hanya mengutamakan kehendak Tuhan dari
pada kehendak sendiri.
Dalam hidup ini para SFD berusaha, untuk mencari,
menemukan dan melakukan kehendak Tuhan. Oleh karena menekankan kehendak
Tuhan melalui kongregasi, maka para SFD juga rela mentaati konstitusi
kongregasi, yang mengajak para SFD untuk hidup sederhana, berpegang dan
berharap kepada Tuhan, dan dengan kaul ketaatan para SFD berjanji kepada Allah
untuk taat kepada pemimpin yang sah
dalam segala sesuatu yang mereka
perintahkan sesuai peraturan Konstitusi.
Dengan kaul kemurnian/keperawanan, para SFD mau menyerahkan diri
secara penuh kepada Tuhan yang memanggil, sehingga para SFD rela diutus
kemanapun melalui kongregasi SFD. Karena Tuhan adalah pegangan utama dan
arah hidup para SFD, maka para SFD ingin meniru dan meneladan hidup Tuhan
sendiri yang memang sederhana demi membantu dan menyelamatkan orang lain
dari belenggu kedosaan.
Ketiga kaul ini mau menekankan bahwa para SFD diajak untuk berpegang
teguh pada Tuhan dan menyatukan diri dengan-Nya. Pegangan hidup para SFD
adalah Yesus sebagai sumber kekuatan. Oleh sebab itu para SFD diajak untuk
semakin meniru hidup Yesus yang sederhana, yang mau merendahkan diri-Nya
bahkan sampai mati di salib.
3. Semangat Rajin dan Giat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
Hidup dalam pengabdian untuk melayani Tuhan dan sesama harus ditopang
sikap rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu sama lain dan rasa
keterlibatan dalam aneka usaha dalam persaudaraan. Keberagaman anggota dalam
komunitas memberi semangat untuk melayani Tuhan.
Suster Marie Joseph menganjurkan supaya semua anggota kongregasi SFD
tidak menganggap pekerjaan sebagai suatu keharusan atau keterpaksaan untuk
mengerjakannya, melainkan sebagai kewajiban cinta kasih (Raaymakers, 1991:
20). Pekerjaan akan semakin berkembang apabila setiap orang mampu memberi
kebahagian kepada orang lain, bukan karena ingin menyenangkan orang lain tetapi
karena melaksankan pesan Injil. Yesus adalah Guru dan teladan para SFD. Ia
memberi kebahagiaan kepada orang lain karena “tergerak hati-Nya oleh belas
kasihan kepada orang banyak” (Mrk 8: 2).
St. Fransiskus dari Asisi juga mengajak saudara-saudaranya melakukan
pekerjaan tangan sebagaimana layaknya karena belas kasih. Saudara yang belum
menguasai pekerjaan hendaknya mau belajar bukan karena ingin mendapat upah
tetapi menjauhkan sikap bermalas-malasan (Ladjar, 1988: 161).
Dalam hal ini, para SFD dipanggil untuk melibatkan diri secara sunguhsungguh melayani orang lain. Sikap rajin dan giat penting dimiliki oleh setiap
orang sebab di mana tidak ada keterlibatan, daya gerak persaudaraan pun akan
hilang. Dengan demikian, pekerjaan harus dianggap bukan sebagai suatu bentuk
pelarian tetapi demi pelayanan kapada Tuhan (Raaymakers, 1991: 26).
4. Sikap Lepas Bebas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
Jemaat perdana telah menjadikan milik mereka menjadi milik bersama.
Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul serta menjalankan cinta kasih sejati
(Kis 2: 43). Mereka melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi dan mengikat
diri kepada Allah dalam hidup persekutuan. Sikap lepas bebas seperti inilah yang
harus menjadi ciri khas komunitas-komunitas Kristiani. Sikap lepas bebas bukan
berarti suatu kehilangan karena telah melepaskan semuanya, tetapi sebaliknya,
dengan melepaskan hal-hal duniawi berarti para SFD memperoleh dan
memenangkan kehidupan sejati.
Sikap lepas bebas menjadi hal yang hakiki bagi para religius yang mau
mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus berarti berani melepaskan semua harta milik
pribadi dan mulai memasuki hidup baru (Raaymakers, 1991; 32). Melepaskan
kepemilikan pribadi bukan hanya yang bersifat kelihatan tetapi secara utuh,
termasuk kemauan diri sendiri.
Tujuannya ialah agar hidup para SFD bebas dari keterikatan diri dan
mampu menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Allah. Dengan keadaan
yang bebas, para SFD mampu memberi peluang bagi Tuhan untuk memenuhi
hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Sikap lepas bebas memberi sayap pada jiwa
untuk terbang menuju kesempurnaan (Raaymakers, 1991; 33). Sikap lepas bebas
Kristiani bukanlah prestasi, melainkan keutamaan yang terpancar untuk bebas
memberi peluang bagi Tuhan karena Dialah satu-satu-Nya yang sanggup secara
benar memenuhi hidup para suster SFD.
5. Semangat Doa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.
Sama seperti ranting yang tidak berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal
pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal
di dalam Aku” (Yoh 15: 4). Hal ini menegaskan betapa pentingnya persatuan batin
dengan Allah, menjalin relasi dengan-Nya akan menghasilkan buah berlimpah
yang tidak pernah berkesudahan.
Yesus juga menggambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur dan kita adalah
ranting-ranting-Nya. Agar berbuah, kita harus tinggal di dalam Dia, seperti ranting
pada pokok anggurnya. Syarat mutlak untuk kita bisa berbuah adalah jangan
pernah meninggalkan Pokok Anggur itu dan menempel kepada pokok anggur yang
lain.
Kehidupan berlimpah yang kita terima dari Allah hendaknya dijaga dan
dibagikan kepada sesama, sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang
menjadi saluran rahmat bagi sesama. Oleh karena itu, setiap orang yang dipanggilNya mempunyai tanggungjawab memberi hidup yang bersumber dari hidup Roh
dan mengalir melalui peran para SFD khususnya dalam karya pelayanan. Buah
yang kita terima akan bertumbuh dan berkembang apabila didasari dengan doa.
Demikian juga dengan pengalaman St. Fransiskus dari Asisi. Sejak
pertobatannya
sekitar
tahun
1204
sampai
akhir
hidupnya,
Fransiskus
mengutamakan Allah di atas segala-galanya. Allah telah menjumpainya dan
dijumpainya terutama dalam Kristus yang merendah, dina dan tersalib. Seluruh
jiwanya haus akan Kristus dan seluruh dirinya terserap oleh kehadiran Allah dalam
Kristus dan dia mendedikasikan tidak hanya seluruh hatinya, tetapi juga seluruh
tubuhnya kepada-Nya (Celano, 2008: 94).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
Bagi Fransiskus, doa itu sangat penting. Ia bukan saja mengucapkan doa,
melainkan seluruh dirinya menjadi doa itu sendiri. Artinya doa Fransiskus kembali
kepada dirinya; dia menjadi apa yang dilakukannya dan didoakannya. Fransiskus
memiliki kemauan untuk berkanjang dalam doa dan mengikut-sertakan tubuhnya
untuk berperan dalam doa tersebut. Seluruh dirinya memperlihatkan bahwa dia
bersatu dengan Allah. Walaupun seluruh dirinya dan seluruh hidupnya adalah doa
itu sendiri, namun ia juga menyediakan waktu-waktu tertentu untuk berdoa. Dalam
periode “hidup dalam pertobatan” pada tahun 1204 sampai akhir hidupnya,
Fransiskus sering mencari tempat-tempat sunyi untuk berdoa.
Pada awal pertobatannya, ketika Fransiskus belum begitu teguh pada
pilihan pertobatannya dan terutama ketika mengalami halangan dan ancaman dari
ayahnya, ia bersembunyi di gua-gua sekitar Asisi dan berdoa terus-menerus.
Dalam doanya ia memohon terang dan kekuatan Roh Allah berhubungan dengan
pilihan pertobatannya. Ia merasa yakin bahwa doanya dikabulkan Tuhan, ketika ia
tiba-tiba merasa kuat, berani dan mengecam ketakutannya sendiri (Celano, 1984:
10-11). Ia keluar dari persembunyian, menjumpai ayahnya dan dengan tegas
mengutarakan pendiriannya, yaitu hidup untuk Allah saja (Celano, 1984: 13-15).
Dua tahun sebelum wafatnya, Fransiskus mengadakan retret pribadi
panjang di gunung La Verna. Di sana dia merasa telah berusaha mengikuti jejak
Kristus dengan sebaik-baiknya dan memohon
kepada Tuhan agar ia boleh
mengalami keserupaan yang lebih lagi secara rohani dan secara jasmani. Pada
akhir retret ia mendapat stigmata, yaitu lima luka Kristus tertera pada tubuhnya
(Celano, 1984: 94-96).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
Bagi Fransiskus, doa berkaitan erat dengan pilihannya untuk mengarahkan
hidup pada Allah dan bersatu dengan Allah. Doa membuatnya semakin jelas
membuat pilihan mengikuti Kristus. Doa memberikan kepadanya kekuatan dan
keberanian untuk menempuh pilihan itu secara konsekwen serta siap menanggung
segala resiko berkaitan dengan pilihan tersebut. Doa itu pada akhirnya membuat
persatuannya dengan Allah, dalam segala keadaan menjadi semakin erat. Persatuan
erat itu memberikan kepadanya kebahagian, damai dan membuat dia melihat
semuanya secara baru. Dari hal-hal ini kita dapat memahami cinta-persaudaraan
universal Fransiskus.
Pengalaman pribadi yang indah akan doa itu mendorong Fransiskus untuk
mendesak saudara-saudaranya agar berdoa, menjalankan doa-doa yang sudah
ditentukan atau doa-doa liturgis (AD III 1-9) tetapi lebih dari pada itu ia mendesak
mereka untuk berdoa pribadi dan melakukan apa saja dengan setia dan bakti tanpa
kehilangan semangat doa serta kebaktian suci (AD V 1-2). Doa harus menjadi
pusat kehidupan para saudara, sebagaimana ditekankannya dalam Anggaran Dasar
yang tidak pernah dimintakan pengesahannya ke Takhta Suci (ADtB psl 23: 9-11).
Bagian yang sama berhubungan dengan doa ditemukan juga dalam
Anggaran Ordo III Religius St. Fransiskus, yang menjadi Anggaran Dasar para
SFD juga. Di situ ditekankan semangat doa, menyembah Tuhan dengan hati yang
suci dan budi yang jernih. Dasar sikap itu menjadi pola hidup (khususnya para
pengikut St. Fransiskus) untuk bertemu dan berhadapan dengan Allah yang
mahabaik, asal segala kebaikan. Cara hidup Kristus yang ia teladani menjadi
cerminan dalam hidup para pengikutnya, berani membela kebenaran demi kerajaan
Allah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
C. Doa dan Pelayanan dalam Kongregasi SFD
1. Doa dalam Kongregasi SFD
Pola hidup pengikut St. Fransiskus adalah kesatuan antara hidup doa dan
hidup karya. Hal ini juga dihidupi oleh Muder Yohanna Yesus
dan pendiri
kongregasi SFD yang selalu menyisihkan waktu untuk berdoa. Doa batin menjadi
doa yang tidak kalah pentingnya untuk memupuk hidup rohaninya. Dister (2011:
87) menyatakan:
Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun naik. Ada pun “turun” artinya
secara kontinu melayangkan pandangan kepada ketidakberdayaan kita.
Gerak “naik” itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan
dan kebaikan Bapa di surga, yang dengan penuh kasih sayang memimpin
kita oleh ketuhanan-Nya.
Dengan latarbelakang ketidakberdayaan pribadi dan juga kebaikan Allah
yang tak terhingga maka berdoa berarti kesediaan yang tak putus-putusnya untuk
mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. Berdoa bukan pertama-tama
berarti sibuk bercakap-cakap dengan Tuhan, melainkan dengan tenang dan penuh
perhatian mendengarkan suara dan bisikan Allah yang berbicara dalam keheningan
hati. Mutu setiap doa dikenal lewat buahnya yaitu sikap lepas bebas sambil secara
tulus ikhlas “menganggap orang lain lebih utama dari pada diri sendiri” (Flp 2: 3),
sabar dan baik hati terhadap sesama, melepaskan rasa nikmat dalam kesalehan, pun
pula tidak menghiraukan kata orang. Dari sinilah kemudian dapat dilihat hubungan
antara doa dan pelayanan saling memengaruhi. Melalui doa, kita menjadi rendah
hati, bersabar terhadap sesama, berpikir positif terhadap sesama, dan menganggap
orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Hal yang mutlak dilakukan ialah tetap
membina sikap samadi (meditasi-kontemplasi) terus-menerus dan melihat apa yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
mesti dibersihkan dari dalam hati untuk menyambut kedatangan Tuhan dengan
sukacita.
Selain doa batin para SFD mendoakan doa vokal bersama berupa ibadat
pagi dan sore bersama. Selain ibadat resmi Gereja, para SFD juga mempunyai
rumusan doa bersama, misalnya Devosi kepada Sakramen Mahakudus, doa
penyerahan kepada perawan Maria, doa St. Fransiskus Asisi, ujud-ujud doa dalam
ibadat pagi, mendoakan keluarga atau kerabat yang meninggal dunia (Statuta,
2007: 34). Dengan adanya rumusan doa ini, para SFD semakin berusaha dan
bijaksana menyeimbangkan hidup doa dengan kerasulannya.
2. Pengertian Pelayanan
Pelayanan diartikan sebagai sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam
melayani dan mencintai sesama yang sungguh membutuhkan perhatian sehingga
harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab (Kapitel, 2011: 90). Menjadi
suatu kegembiraan apabila setiap anggota SFD melayani Tuhan yang hadir dalam
diri sesama dengan tulus dan penuh suka cita. Jadi, sikap pelayanan perlu
diperhatikan sebagaimana intisari sikap pelayanan Kristus yang melayani. Yang
menjadi pokok dalam pelayanan para SFD, yakni mengangkat harkat, martabat dan
harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan
wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap sesama yang dilayani para SFD.
Pelayanan tidak hanya berhenti pada perayaan liturgi di sekitar altar atau
ritual gereja saja, tetapi juga dilaksanakan demi keselamatan umat manusia
seluruhnya. Para SFD dituntut untuk menunjukkan pelayanan dengan berbuat
sesuatu yang nyata bagi sesama terutama yang miskin dan menderita. Sikap
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
pelayanan kongregasi SFD berdasar pada sikap pelayanan Yesus sendiri yaitu
melayani dengan cinta kasih.
3. Pelayanan dalam Gereja
Tarekat religius bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk
melayani Kerajaan Allah. Gerakan pelayanan itu berakar pada pelayanan Yesus
Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar
dalam diri Yesus yang menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang.
Pelayanan yang dilakukan oleh Yesus sendiri tidak terlepas dari pelaksanaan
kehendak Bapa-Nya.
Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan
yang dilakukan oleh Gereja juga didasarkan pada ketaatan kepada kehendak Allah.
Tentang hal ini, Yesus bersabda, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal
budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mrk 12: 30-31).
Kasih berasal dan tertuju kepada Allah. Allah senantiasa memanggil para SFD
untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama, terutama dalam kehadiran-Nya di
tengah kemiskinan, ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk itu
mengenal Dia dan menjumpainya dalam diri mereka yang miskin merupakan
langkah untuk mencintai-Nya. Rasul Paulus (Flp 1:9) menuliskan, ”Inilah doaku,
semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam
segala macam pengertian”. Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup kita
semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama manusia.
Sehubungan dengan sikap pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, dalam
Konstitusi (2007 art 44 ) dituliskan:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
Pendiri Kongregasi kita berpendapat bahwa hidup mereka sebagai Peniten
Rekolek seharusnya ditandai dengan "kegiatan penuh rajin" dalam
pengabdian kepada sesama. Mereka yakin, bahwa pencurahan tenaga yang
dituntut oleh pekerjaan merupakan suatu jalan untuk berlepas diri,
mengarahkan diri kepada orang lain, dan dengan demikian mengabdi
Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan
di mana mereka begitu saling membutuhkan, mempererat ikatan satu sama
lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi
(bdk. Mère Marie Yosef, Verlichtingen, hal 19+20 dan Karangan-karangan
hal. 35).
Hal ini ingin menunjukkan bahwa para SFD melayani Gereja dengan
sungguh-sungguh dan tidak membeda-bedakan. Para SFD mengabdi Tuhan dan
sesama mewujudkan cinta kasih dalam pelayanan, membagikan apa yang
dimilikinya seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang
membutuhkan.
4. Pelayanan sebagai Fransiskan
Pelayanan yang rendah hati dan penuh cinta menjadi ciri hidup sebagai
Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus Asisi memahami bahwa tugas
pelayanan Gereja merupakan lanjutan dari tugas perutusan Yesus sendiri.
Demikian juga tugas pelayanan sebagai Fransiskan, tujuannya sama yaitu ikut
ambil bagian dalam penyaluran kasih Kristus. “Aku datang bukan untuk dilayani
melainkan untuk melayani” (Mrk 10: 45). Yesus menunjukkan bagaimana
melayani dengan tulus dan rendah hati. Ia melayani tanpa menuntut balas jasa dari
orang yang dilayani-Nya.
Sikap Yesus ini menjadi teladan bagi pelayanan Fransiskan termasuk para
SFD dalam hal kerendahan hati dalam pelayanan. Melayani dengan rendah hati
berarti mencintai dan meninggikan setiap orang. “Mereka dipanggil untuk menjadi
pelayan dalam persaudaraan dan berusaha hidup seturut teladan St. Fransiskus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai orang lain,
tetapi memenuhi tugasnya dengan penuh pengabdian” (ADtB V 9-12).
Fransiskus menasihati para anggotanya supaya dalam melayani, mereka
tidak mencari kekuasaan sekalipun ia sebagai pemimpin. Sebaliknya, hendaklah
dia rendah hati mengabdi sebagaimana Yesus Kristus yang selalu merendahkan
diri-Nya demi kemuliaan Allah. Pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, baik
dalam komunitas maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus
kepada Allah.
Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama
dan sosial, sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi
kepada yang miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama (Kis 2:
14). Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima
dengan rendah hati tugas perutusan yang baru. Dengan demikian, pelayanan dapat
dihayati sebagai bentuk pengabdian dan berani melepaskan kelekatan diri sendiri
demi perkembangan Gereja dan masyarakat (Kapitel, 2011: 110-11).
5. Tujuan Pelayanan
Dalam Injil Lukas 7: 21-22 dituliskan, “Dalam pergaulan dengan manusia,
Yesus menaruh perhatian khusus bagi sesama manusia yang miskin, sakit,
kesepian, terluka, dan bagi mereka yang menanggung beban kesalahan mereka”.
Melalui baptisan yang diterima, setiap orang termasuk para SFD mempunyai tugas
dan tanggung jawab dalam melanjutkan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus.
Maka sejak semula tarekat SFD dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus dalam
keprihatinan-Nya terhadap manusia, dengan meneladani semangat St. Fransiskus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
dan para pendiri. Para suster SFD diajak untuk berperan serta dalam mewujudkan
suatu kerjasama yang subur di dalam Gereja.
Kongregasi SFD menegaskan arah dan tujuan pelayanan yang hendak
dicapainya melalui semangat “Semangat rajin dan giat”. Arah dan tujuan dari
pelayanan SFD yaitu pelayanan demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah,
mendampingi dan memberdayakan orang-orang kecil dan lemah.
a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah
Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan
perhatian terhadap sesama yang kita layani, terkhusus mereka yang menderita,
miskin, terlantar, dan difabel. Kongregasi SFD
menegaskan arah dan tujuan
pelayanan yang hendak dicapai melalui semangat awal pendiri yaitu “semangat
rajin dan giat” (Raaymakers, 1991: 20). Artinya setiap anggota hendaknya
menganggap tugas atau pekerjaan bukan suatu keharusan atau keterpaksaan
melainkan sebagai kewajiban cinta kasih. Adapun wujud dari cinta kasih itu,
berusaha menghadirkan kerajaan Allah dalam sikap hidup sehari-hari. Meneruskan
tugas perutusan dan misi Kerajaan Allah yang dilakukan Yesus demi keselamatan
dan pembebasan manusia dan ciptaan.
Peran serta para SFD dalam pelayanan demi Kerajaan Allah adalah ikut
ambil bagian dalam meneruskan karya penciptaan menuju penyempurnaan
manusia dan alam ciptaan (Kej 2: 15). Karya ini tidak hanya tertuju untuk manusia
tetapi juga untuk menyempurnakan seluruh alam semesta. Para SFD diharapkan
melayani dan memperhatikan banyak orang, terlebih bagi mereka yang lemah,
menderita, dan tersingkir, dan tidak dihargai hak serta martabat hidupnya, sebagai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
sesama saudara di hadapan Allah. Hal ini selaras dengan misi pelayanan Gereja
sendiri, yaitu menegakkan keadilan, kerajaan damai, kasih, penebusan dan
pembebasan. Rasul Paulus (Rm 14: 17) mengungkapkan “Sebab Kerajaan Allah
bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan
sukacita oleh Roh Kudus”.
Para SFD diharapkan menghadirkan Kerajaan Allah di mana ia diutus dan
menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah itu dalam diri semua orang dan berjumpa
dengan-Nya. Kerajaan Allah itu diungkapkan dalam kata dan tindakan nyata
seperti melayani orang sakit, mendampingi kaum buruh, dan memberdayakan
orang lemah dan lain sebagainya.
b. Mendampingi dan memberdayakan orang-orang kecil.
Kongregasi SFD adalah bagian dari Gereja dan Masyarakat. Dalam hidup
sehari-hari para suster tidak terpisah secara eksklusif dari ‘mereka’, melainkan para
suster dipanggil dan diutus ke tengah-tengah mereka untuk mewujudkan cinta
Tuhan di dunia. “Dalam pergaulan dengan manusia, Yesus menaruh perhatian
khusus bagi sesama manusia yang miskin, sakit, kesepian dan terluka” (Konst,
2007: art 42). Dalam karya pelayanan ini para SFD mengandalkan kekuatan dari
Allah sendiri dengan meneladan Kristus yang menjadi pelayan sejati.
Mengandalkan Kristus dalam mewujudkan cinta kepada semua orang khususnya
orang lemah dan kecil.
Bertitik tolak dari cinta Kristus yang melayani, kongregasi SFD
mempunyai tujuan untuk terlibat dalam mendampingi, memberdayakan dan orang
kecil. Keprihatinan tersebut diwujudkan dengan mendampingi keluarga-keluarga
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
yang sedang dalam kesulitan dalam memecahkan persoalan. Para SFD hadir
sebagai sebagai sahabat, mendengarkan keluh kesah, berjalan bersama dan
mendekati mereka dengan penuh cinta dan kerahiman; memberdayakan artinya
membuat orang menjadi berdaya, memiliki kemampuan sehingga mampu
menghidupi diri sendiri; menghimpun berarti menghimpun siapa saja seperti kaum
perempuan, orang kecil dan orang sakit bersama saudara lain (Konst, art 9).
Keterlibatan para SFD kepada orang kecil dilihat dari pelayanan yang tulus dan
penuh sukacita.
Para SFD menyadari panggilannya untuk mewartakan karya keselamatan
dengan membaktikan diri kepada Allah serta mengikuti Kristus secara total untuk
mengejar kesempurnaan yaitu cinta kasih dalam pelayanan. Para SFD hadir untuk
merangkul semua mahluk sebagai saudara dalam Tuhan khususnya bagi orangorang yang kecil sebagaimana Fransiskus Asisi dipanggil dan dipilih oleh Allah
untuk bekerja di kebun anggur-Nya. St. Fransiskus yang miskin dan rendah hati
mampu berjumpa dengan Kristus dalam diri orang miskin dan orang kusta.
Kepedulian St. Fransiskus Asisi dengan orang kecil juga ditanamkan kepada para
pengikutnya termasuk para SFD supaya pelayanan terhadap orang kecil lebih
diperhatikan dan diutamakan.
6. Tantangan dalam Karya Pelayanan Kongregasi SFD
Karya pelayanan para suster SFD merupakan salah satu bentuk
keikutsertaan kongregasi dalam memperkembangkan, mengarahkan hidup yang
lebih manusiawi menuju Kerajaan Allah. Dalam menjalankan misinya, para SFD
menyadari bahwa dalam mengembangkan karya pelayanan sesungguhnya Allah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
terlibat di dalamnya. Akan tetapi sebagai sebuah usaha, pelayanan yang dilakukan
itu pun tidaklah lepas dari tantangan internal dan eksternal yang dihadapi para SFD
terutama pada zaman sekarang ini.
a. Tantangan Internal
Dalam pedoman pembinaan dan pendidikan SFD, terdapat warisan para
suster pendahulu. Isinya ialah “Dalam pengabdian kepada Tuhan, semuanya harus
dilakukan pada tujuan yang luhur dengan kerajinan yang sempurna” (SFD,
2007:108). Para SFD memiliki karya yang dititipkan oleh Allah untuk diteruskan
dan dikembangkan demi Kerajaan Allah dan kesejahteraan masyarakat. Akan
tetapi dalam perkembangan zaman, tampaknya para SFD mengalami kemunduran
dalam mengembangkan karya-karya tersebut. Hidup doa berkurang, tak jarang juga
kadang terjadi persaingan tidak sehat antar sesama. Salah satu penyebab
kemunduran ialah karena melemahnya penghayatan spiritualitas kongregasi dan
juga berkurangnya kesadaran akan hidup religius. Selain itu SDM (Sumber Daya
Manusia) yang sudah disiapkan kurang professional karena tidak mengembangkan
diri, talenta, kehendak dan keinginan yang baik (Kapitel, 2011: 97). Penghayatan
spiritualitas kongregasi yang lemah membuat daya juang para anggota SFD dalam
melayani menjadi kurang maksimal. Akhirnya beberapa karya mengalami
kemunduran. Inilah tantangan bagi para SFD sekaligus juga sebagai peluang untuk
berbenah diri dalam melaksanakan tugas pelayanan dengan tetap belajar dari
semangat para pendahulu.
b. Tantangan Eksternal
Ada sejumlah kesulitan dan hambatan yang ditemukan dalam karya
pelayanan yang dikelola oleh para SFD. Hal ini dapat dilihat dari hasil kapitel
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
umum Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) Indonesia tahun 2011 yang
menemukan berbagai macam tantangan. Tantangan itu antara lain; menjamurnya
lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang bermodal besar dengan fasilitas
lengkap dan SDM yang sesuai dengan tuntutan zaman dan pelayanan modern yang
memenuhi standar pemerintah. Sekolah-sekolah negeri dan puskesmas yang bebas
biaya dan semakin berkualitas pelayanannya. Munculnya sekolah-sekolah
berstandar internasional serta adanya dilema dalam melaksanakan karya yang
berhadapan dengan arus zaman yang segala sesuatunya dapat dibeli dengan uang,
berkembangnya tehnologi dengan pesat sehingga segala sesuatu mudah ditemukan
(Kapitel, 2011: 98).
Situasi tersebut mengajak para SFD untuk mencari jalan supaya karya
pelayanan yang ditangani SFD tetap berlangsung baik. Oleh karena itu untuk
menjawab tantangan zaman yang semakin berat dan juga untuk menjawab
kebutuhan Gereja, maka setiap suster dilibatkan dalam tugas perutusan Gerejani
(SFD, 2007: 108-109). Setiap suster melaksanakan tugas perutusannya dengan giat
dan rajin serta suka cita dalam pengabdian kepada Tuhan dan sesama dengan
penuh rasa syukur.
Untuk mendukung tugas dan perutusan, kongregasi menyiapkan tenaga
suster-suster melalui pendidikan formal, dan non formal dengan harapan supaya
para SFD semakin cakap dalam melaksanakan tugas perutusan. Maka di tengah
tantangan yang dialami oleh kongregasi, para SFD berusaha untuk tetap peka
terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan Gereja, dengan mencurahkan
tenaga sesuai dengan kemampuan kongregasi dan dengan demikian para SFD turut
membangun masa depan Gereja dan masyarakat. Tujuannya ialah supaya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
pelayanan para SFD tetap bisa diterima oleh masyarakat umum dan juga Gereja
sebagai bukti perhatiannya terhadap pengembangan Kerajaan Allah di dunia.
7. Jenis-jenis Pelayanan dalam Kongregasi SFD
Kehadiran dan keberadaan SFD di Indonesia merupakan
berkat dan
anugerah Tuhan bagi masyarakat, Gereja dan negara. Di setiap tempat di mana
SFD hadir, hadir pula karya pelayanan untuk masyarakat baik formal maupun non
formal. Sesuai dengan spritualitas pendiri yang selalu siap dan terbuka untuk
kebutuhan dan perkembangan zaman. Dalam pelayanannya para SFD mencoba
untuk mengikuti semangat para pendiri dalam melaksanakan berbagai jenis karya.
Nilai atau keutamaan ‘semangat rajin dan giat’ yang diwariskan oleh para pendiri
kepada para SFD sekarang ini dilaksanakan berdasarkan semangat cinta kasih
kepada Allah dan sesama tanpa adanya unsur keterpaksaan.
Adapun karya-karya pelayanan yang ditangani oleh para SFD di Indonesia
meliputi; pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan di bidang pastoral.
a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan
Sudah sejak zaman pendiri para suster memulai pelayanannya di bidang
pendidikan di Dongen. Mereka mendidik anak-anak bangsawan dan anak-anak
orang kaya. Buah dari pendidikan turut membawa perkembangan bagi anak-anak
dan bagi keluarga di mana mereka tinggal. Semangat pelayanan para suster
pendahulu, digunakan dan dipertahankan oleh para SFD Indonesia dan dirasa
cocok sesuai dengan permintaan masyarakat sekitar, juga pihak keuskupan di mana
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
para SFD berdomisili. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh kongregasi SFD mulai
dari; Play Group, TK, SD, SMP dan SMA.
Kehadiran para SFD di bidang pendidikan tidak lepas dari semangat dan
daya juang pendiri yang memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak asrama di
berbagai tempat. Dengan latar belakang tersebut kongregasi SFD Indonesia
semakin berkembang dan menyebarkan sayapnya ke beberapa pulau (Sumatera,
Jawa, Lombok dan Kalimantan) untuk melanjutkan misi pelayanan Yesus lewat
pendidikan. Untuk mempermudah kinerja pelayanan pendidikan di tiap-tiap pulau,
kongregasi SFD sepakat supaya tiap-tiap pulau mempunyai yayasan sendiri untuk
mempermudah sistim pengelolaan.
b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh para SFD terkait dengan
pengalaman St. Fransiskus Asisi bertemu Yesus Kristus yang hadir dalam diri
seorang kusta. Ketika Fransiskus berjumpa dengan Yesus dalam diri orang kusta,
dia mendapat anugerah untuk menyadari bahwa Allah hadir di dunia dalam
manusia yang terluka (Konst, 2007 art 43). Perjumpaan Fransiskus dengan
penderita kusta membawa perubahan dalam diri Fransiskus untuk menyerahkan
apa yang ada padanya kepada orang kusta tersebut. Teladan St. Fransiskus ini yang
kemudian mendasari pelayanan para SFD dalam bidang kesehatan. Namun di luar
itu semua, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi
setiap orang. Oleh karena itu, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam pelayanan
kesehatan dengan maksud mewartakan serta menghadirkan Kasih Allah yang
menyembuhkan dan menyelamatkan. Dalam hal ini orang sakit dipandang sebagai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
orang yang lemah fisik jasmani maupun rohani. Hingga saat ini, karya yang
dikelola oleh para suster diawali dengan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA),
poliklinik dan menampung titipan anak terlantar dan para jompo.
c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial
Pelayanan di bidang sosial berawal dari pengalaman masa lampau para
suster pendahulu yaitu pengajaran dan penampungan kepada kaum muda yang
tidak mendapat tempat dalam keluarganya. Pada saat sekarang ini pelayanan di
bidang sosial berkembang dan diperluas sesuai dengan kebutuhan zaman. Karyakarya sosial kongregasi diungkapkan dalam bentuk pelayanan rumah lansia,
rehabilitasi untuk orang kusta, menampung asrama dengan mengajar berbagai
macam ketrampilan, memperhatikan masyarakat yang miskin dan lemah, sekolah
luar biasa (SLB) serta karya sosial lainnya. Bentuk kegiatan dan karya sosial
tergantung dari situasi tempat di mana kongregasi tinggal.
Sebagai kongregasi yang aktif kontemplatif melalui pelayanannya, SFD
turut memberikan perhatian pada karya pelayanan yang sungguh berpihak pada
orang yang lemah dan miskin. Dalam konstitusi SFD disebutkan, “Kongregasi
menyiapkan para SFD untuk perawatan orang sakit, lanjut usia, orang cacat, tugastugas pastoral dan beraneka tugas pelayanan yang lain” (Konst, 2007: 45).
Konstitusi ini ingin menunjukkan bahwa kehadiran kongregasi SFD merupakan
sarana untuk bersaksi dan mewartakan cinta kasih Allah di tengah-tengah dunia.
Sebagaimana Allah mengasihi dan peduli terhadap orang-orang lemah dan
tersingkir, demikian juga para SFD turut memberikan diri untuk memperhatikan
orang-orang yang lemah miskin dan terlantar.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral
Sebagai anggota Gereja, para suster SFD dipanggil secara khusus untuk
ikut ambil bagian dalam misi Gereja. Gereja mengharapkan kehadiran para suster
untuk terlibat dan bertanggung jawab dalam “membangun” Gereja yakni turut
ambil bagian untuk melayani umat di bidang pastoral. Dalam pelayanan pastoral
ini para SFD dilibatkan untuk memperhatikan perkembangan iman umat, baik di
paroki maupun di keuskupan. Karya pastoral (kerasulan) yang dilakukan misalnya,
pendalaman iman (katekese), kerasulan keluarga, bidang liturgi dan kerasulankerasulan lainnya.
Perkembangan hidup umat beriman mendorong para SFD untuk berusaha
membawa Kristus ke tengah-tengah dunia agar setiap orang merasakan kebahagian
dan ketenangan dalam hidup. Dalam mengembangkan karya pastoral, para SFD
bekerjasama dengan pastor paroki di mana para suster berada. Untuk
memperkembangkan
karya
pastoral
tersebut,
kongregasi
mempersiapkan
anggotanya untuk studi pada bagian pastoral (Konst, 2007 art 45). Sebagai
pelayan-pelayan pastoral, para SFD harus memiliki sikap siap sedia, pengabdian,
kerendahan, serta ketulusan hati yang menggambarkan pelayanan Yesus.
D. Makna Doa dalam Karya Pelayanan Para Suster SFD
Doa merupakan sumber atau nafas hidup para SFD. Sebagai sumber hidup,
doa mengalirkan rahmat yang dibutuhkan dalam menjalani hidup panggilan.
Rahmat ini dapat tampak dalam kesabaran, kepekaan, ketekunan, tanggung-jawab,
kesetiaan, cinta kasih dan kebahagiaan para SFD. Sebagai penopang dalam hidup
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74
para suster, doa menjadi hal yang pertama dan utama dari segala kegiatan apa pun
yang dilakukan para SFD. Setiap kegiatan selalu diarahkan pada doa sebagaimana
diteladankan oleh Yesus Kristus.
Para SFD diharapkan mampu menanggapi rahmat yang diterima melalui
Ekaristi demi meningkatkan hidup rohani dan juga pengembangan karya pelayanan
mereka. Para SFD mewujudkan rahmat tersebut melalui karya pelayanan yang
dipercayakan kepada mereka. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang
dialami oleh penulis, penulis menemukan sejumlah makna doa yang dihidupi para
SFD dalam karya pelayanan:
1. Doa sebagai Penopang dalam Pelayanan Para SFD
Sebagaimana dirumuskan dalam kapitel pada tahun 2013, bagi para SFD,
doa disebut sebagai penopang hidup dan dihadirkan dalam setiap pribadi dan
peristiwa harian. Oleh karena itu, perlu ada niat dan kemauan yang besar untuk
bertekun dan mengutamakan hidup doa (Kapitel 2013: 1). Doa menjadi sarana
perjumpaan setiap orang (termasuk para SFD) dengan Allah.
Pengalaman perjumpaan akan kehadiran Allah dalam doa, secara praktis
kemudian ditunjukkan dalam pelaksanaan karya pelayanan para suster, seperti
pendidikan, kesehatan, kegiatan sosial dan pastoral. Selain itu, setiap orang (para
SFD) perlu berdoa untuk keselamatan saudara-saudarinya dan juga supaya
hubungannya dengan Allah melalui putera-Nya terus-menerus terjalin. Dalam doa,
setiap orang diharapkan mampu melibatkan Allah dalam pengalaman hidupnya.
Doa tidak hanya turut membantu dalam melakukan sesuatu atau membuat
keputusan, tetapi juga turut membantu dalam penghayatan suatu makna hidup. St.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
Paulus pernah menulis, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena
itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia
dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah
diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol 2: 67).
Ayat ini hendak mengingatkan setiap orang yang telah dibabtis supaya
tidak lagi hidup menurut kehendaknya sendiri, tetapi hidup dalam iman kepada
Yesus Kristus. Kepenuhan Kristus di dalam diri setiap pengikut-Nya merupakan
satu-satunya yang dibutuhkan dan tidak dapat digantikan oleh apa pun juga.
Demikian juga dengan iman akan Yesus Kristus. Sebagai seorang Kristiani, setiap
orang harus melekat dan bersatu dengan-Nya. Iman akan Yesus Kristus akan
semakin teguh, semakin kuat, dan semakin mantap apabila seluruh aspek hidupnya
digantungkan pada Kristus. Inilah tanda seorang murid Kristus yang sejati, yang
mampu mewujud-nyatakan imannya dalam kehidupan dan tindakannya setiap hari.
2. Doa sebagai Sumber Kekuatan bagi Para SFD dalam Berkarya
Bagi setiap orang beriman, doa merupakan sumber kekuatan dalam
menjalani hidup. Injil Lukas 6: 12-19 mengisahkan bagaimana Yesus berdoa
semalaman kepada Allah sebelum menetapkan dua belas rasul-Nya. Dia memohon
petunjuk dari Bapa-Nya dalam memilih para murid yang nantinya akan diserahi
tanggung-jawab untuk mewartakan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah.
Teladan Yesus ini (berdoa sebelum melakukan sesuatu) memberikan inspirasi
kepada setiap orang beriman (para SFD) betapa penting peran sebuah doa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76
Sebagai orang beriman, para SFD juga meneladani cara Yesus dalam
mengambil keputusan yang tepat, yakni dengan berdoa. Setiap mengambil
keputusan misalnya dalam berkaul, menjalankan tugas perutusan yang baru, para
SFD selalu diajak untuk merenung, berdoa dan berefleksi untuk memperoleh
kekuatan. Injil Lukas menginspirasi para SFD untuk menyadari betapa penting
hidup doa, yakni sebagai sarana untuk menimba kekuatan dari Allah dalam
mengambil suatu keputusan.
3. Doa sebagai Sumber Cinta Kasih dalam Pelayanan Para SFD
Selain sebagai penopang hidup dan juga sumber kekuatan, para SFD juga
menghayati doa sebagai sumber cinta kasih. Hal ini menjadi nyata melalui
pengalaman dicintai, mencintai, diterima dan dihargai, baik dalam komunitas
maupun lingkungan sekitar. Pengalaman dicintai, diterima dan dihargai merupakan
tanda berkat Allah melalui orang-orang yang hidup bersama dengan mereka. Para
SFD menyadari kehadiran cinta itu sebagai motivasi untuk tetap hidup di hadirat
Allah terutama melalui doa dan Ekaristi.
Penghayatan para SFD akan doa sebagai sumber cinta kasih mendorong
mereka untuk senantiasa menjalin relasi dengan Tuhan, secara khusus melalui doa,
refleksi, meditasi-kontemplasi, adorasi, rekoleksi dan juga ret-ret tahunan. Relasi
yang intim dan terus-menerus dengan Tuhan menjadikan para SFD senantiasa setia
dalam panggilan mereka sebagai religius dan mampu membagikan cinta kasih itu
kepada sesama. Cinta kasih itu pulalah yang mempersatukan para SFD dalam
melaksanakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Cinta kasih itu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
jugalah yang kemudian menjadi buah dari doa pribadi maupun bersama yang
dihidupi para SFD di mana pun mereka berada.
4. Doa sebagai Sumber Persatuan dengan Umat dalam Mewartakan
Kerajaan Allah
Para SFD turut menghayati doa sebagai sumber pesatuan dengan umat. Hal
ini tampak dalam kehadiran dan keterlibatan mereka dalam kegiatan hidup
menggereja. Selain bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan, para SFD juga
terlibat dalam kegiatan pastoral di paroki maupun di stasi. Mereka juga terlibat
dalam kepanitiaan atau seksi-seksi, khususnya pada saat perayaan-perayaan besar
dalam Gereja Katolik. Sejak awal, para SFD sudah dibiasakan mengikuti kegiatan
lingkungan di mana mereka berdomisili.
Para SFD menerima dan menjalani tugas ini sebagai salah satu bentuk
kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai anggota Gereja. Sebagai anggota
Gereja, mereka perlu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan menggereja. Melalui
kehadiran dan keterlibatan mereka, mereka tentunya akan semakin mengenal dan
mencintai umat Allah. Keterlibatan ini juga turut mempersatukan umat Allah
sebagai saudara seiman.
Dalam Kapitel 2013 : 28-34 dituliskan, “Kehadiran para suster di tengahtengah umat memberi warna kehidupan yang dapat dirasakan oleh banyak orang”.
Kehidupan yang dimaksud ialah bahwa kehadiran para SFD dapat mempersatukan
umat yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan memberi perhatian dan dukungan kepada mereka melalui karya yang
dikelola oleh para suster. Dalam hal ini, para SFD memaknai doa sebagai sumber
persatuan, baik dalam komunitas maupun dalam setiap karya yang dikelola.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
KATEKESE DENGAN MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)
SEBAGAI USAHA MENINGKATKAN MAKNA HIDUP DOA PARA
SUSTER SFD DALAM KARYA PELAYANAN
Bab ini akan diuraikan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan
komponen pokok dalam katekese Shared Christian Praxis (SCP), yaitu tentang
Praksis, Kristiani dan Shared dilanjutkan dengan pemaparan langkah-langkah
Shared Christian Praxis SCP. Bagian kedua berisi tentang alasan katekese Shared
Christian Praxis (SCP) digunakan sebagai usaha meningkatkan hidup doa dalam
karya pelayanan para SFD. Bab ini ditutup dengan usulan program katekese yang
meliputi; pengertian program, rumusan tema dan tujuan program, petunjuk
pelaksanaan program kegiatan katekese model SCP, matriks program dan contoh
persiapan katekese SCP.
A. Komponen Pokok dalam Katekese Shared Christian Praxis (SCP)
Groome, (1997) menuliskan tiga komponen pokok dalam Katekese Shared
Christian Praxis (SCP) yaitu praksis, Kristiani, shared.
1. Praksis
Dikatakan praksis, artinya, mengacu pada tindakan konkrit manusia yang
bertujuan untuk mencapai suatu transformasi. Melalui proses refleksi kritis. Di
dalam unsur praksis, terdapat tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu:
aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur ini berfungsi membangkitkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
perkembangan daya imajinasi, meneguhkan kehendak, dan mendorong praksis
baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral.
Komponen aktivitas yang dimaksud, meliputi kegiatan mental dan fisik,
tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya
merupakan medan perwujudan diri manusia sebagai subyek. Sedangkan komponen
refleksi menekankan analisis kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial,
terhadap praksis pribadi dan kehidupan masyarakat serta terhadap Tradisi dan Visi
Kristiani sepanjang sejarah. Unsur refleksi kritis memungkinkan peserta mampu
menganalisa perannya, serta memahami masyarakat dan permasalahannya.
Selanjutnya, unsur kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi
yang menggarisbawahi “sifat transenden” manusia. Komponen ini juga
menekankan dinamika praksis di masa depan yang terus berkembang sehingga
melahirkan praksis baru (Groome, 1997; 2).
1. Kristiani
Komponen ini menekankan dua unsur penting yaitu pengalaman iman
Kristiani sepanjang sejarah (Tradisi) dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan
realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Tradisi ini
dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan
manusia terhadap rahmat Allah itu. Tradisi tidak hanya berupa pengajaran Gereja
tetapi meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen dan lain
sebagainya. Tradisi dihidupi untuk memupuk identitas Kristiani dan memberi
inspirasi dan makna bagaimana hidup menurut nilai-nilai tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
Visi Kristiani menekankan janji yang terkandung dalam tradisi, tanggung
jawab dan pengutusan sebagai jalan menghidupi semangat kemuridan. Visi
Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di
dalam kehidupan manusia. Visi ini lebih menunjuk pada proses sejarah hidup
manusia yang berkesinambungan, bersifat dinamis, dan mengundang penilaian,
penegasan pilihan dan pengambilan keputusan (Groome, 1997: 3).
Kedua unsur pokok ini diharapkan mampu mewujudkan nilai-nilai
Kerajaan Allah yang sungguh dihidupi dan terus-menerus diusahakan. Visi dan
tradisi Kristiani menjadi unsur penting dalam berdialog. Di dalam visi dan tradisi
peserta diajak untuk menemukan nilai kritis dan transformatif, artinya pengalaman
yang direfleksikan berdasar terang iman, sehingga meneguhkan dan menantang
peserta untuk berbuat secara konkret sekaligus menolong mereka untuk
mengembangkan kepribadiannya (Groome, 1997: 3).
2. Shared
Istilah ‘shared’ menunjuk pada pengertian komunikasi timbal balik, di
mana para peserta aktif saling membagi atau bertukar pengalaman. Di sini proses
katekese menekankan aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas.
Dalam dialog ini ada dua unsur penting yang digunakan yaitu; terbuka dan siap
mendengar dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati (Groome, 1997:
4). Terbuka artinya peserta menyampaikan apa yang terjadi atas pengalamannya
dan mengatakan apa dalam dirinya. Sedangkan mendengarkan di sini, tidak hanya
dengan telinga, tetapi juga hati yang simpati atas apa yang dikomunikasikan oleh
orang lain.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
Dalam pelaksanaan ini baik peserta maupun pendamping dapat menjadi
narasumber. Hubungan antara pendamping dan peserta mendatangkan perjumpaan
antar pribadi untuk menyadarkan peserta betapa pentingnya unsur keterlibatan
dalam kebersamaan. Semua peserta menjadi patner yang aktif dan kritis mengolah
pengalaman serta keadaan faktual mereka. Dengan kesadaran yang kritis-reflektif,
peserta didorong
untuk membuat penegasan dan penilaian serta mengambil
keputusan yang mendorong keterlibatan baru.
Dalam proses dialog ini diharapkan ada kejujuran, keterbukaan dan
kepekaan serta saling menghormati di antara peserta. Dialog ini menekankan
hubungan dialektis antara praksis faktual peserta dengan nilai dan semangat
Kristiani. Dialog mengandung unsur peneguhan, penegasan, dan keinginan untuk
maju secara bersama. Setelah melakukan interpretasi kritis terhadap pengalaman
pribadi, berdasar refleksinya peserta mengkonfrontasikannya dengan tradisi dan
visi hidup Kristiani. Untuk menginterpretasi tradisi dan visi Kristiani, peserta
menggunakan pemahaman kritis, pengenangan yang analistis dan imajinasi yang
kreatif (Groome, 1997: 4).
Maka kekhasan katekese ini adalah sharing pengalaman iman atau tukar
pengalaman hidup dalam sikap kerendahan hati mau menerima dan membagikan
pengalaman pribadi yang melibatkan kepercayaan kepada orang lain dengan jujur
dan terbuka, dalam suasana saling berharap akan kekuatan dan dukungan dari
sesama.
3. Langkah-langkah (Shared Christian Praxis) SCP
Katekese dengan model SCP dimulai dari langkah pendahuluan. Langkah
ini merupakan langkah untuk mendorong peserta menemukan topik berdasarkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
pengalaman hidup konkret. Diharapkan agar topik pertemuan sungguh-sungguh
mencerminkan pengalaman hidup peserta, sehingga mendorong mereka untuk
semakin terlibat aktif.
Groome, (1997) mengatakan bahwa lima langkah katekese model Shared
Christian Praxis (SCP) yang saling berurutan, dalam prakteknya bisa tumpang
tindih, terulang kembali, atau langkah satu tergabungkan dengan langkah lainnya.
a. Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
Kekhasan
dalam
langkah
pertama
ini
yaitu
mengajak
peserta
mengungkapkan pengalaman hidupnya, bisa pengalaman diri sendiri ataupun
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pengungkapan pengalaman ini
dapat diungkapkan dalam bentuk cerita, puisi, tarian, nyanyian, maupun dalam
gambar sehingga mempermudah peserta untuk menghayatinya (Groome, (1997:
10).
Ketika
peserta
membagikan
pengalaman
hidupnya
semua
peserta
mendengarkan. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat menjelaskan
perasaan mereka, nilai, sikap dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan
cara demikian peserta diharapkan menjadi sadar dan bersikap kritis atas
pengalaman hidupnya sendiri dan juga pengalaman orang lain. Langkah ini
bertujuan untuk membantu dan mendorong peserta supaya menyadari pengalaman
mereka dan dapat membagikannya pada peserta lainnya. Hasil sharing
yang
sungguh dialami peserta akan memperkaya satu sama lain sehingga dapat saling
meneguhkan (Groome, 1997: 11).
Pada langkah ini peran pendamping berperan sebagai fasilitator yang
menciptakan suasana pertemuan yang menjadi hangat dan mendukung peserta
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
dalam membagikan pengalaman hidupnya. Pendamping membagikan pertanyaanpertanyaan yang jelas, terarah, tidak menyinggung harga diri seseorang, sesuai
dengan latar belakang peserta, bersifat terbuka dan obyektif. Langkah ini bersikap
obyektif, yakni mengungkapkan apa yang sesungguhnya tejadi. Guna membantu
jalanya dialog, pendamping perlu bersikap ramah, sabar, hormat, bersahabat dan
peka dengan situasi peserta.
b. Langkah kedua: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual
Kekhasan dalam langkah ini adalah bahwa peserta diajak merefleksikan
secara kritis, praksis faktual yang telah mereka komunikasikan. Peserta kembali
mempertajam dan mengolah pengalaman mereka bersama. Adapun maksud utama
dari refleksi kritis adalah mendorong peserta supaya sampai pada suatu proses
dialektis dari refleksi pengalaman hidup mereka.
Refleksi kritis ini membantu peserta untuk mengetahui dan menggali secara
lebih dalam pemahaman mereka bersama (pertimbangan, alasan, asumsi, ideologi),
segi kenangan (mempertanyakan tentang sejarah hidup, keberadaan sebagai subyek
mendapat bentuk dan wujudnya dari perbuatan yang dilakukan), dan segi imajinasi
(menyadari konsekwensi, kemungkinan, dan tanggung jawab dari praksis faktual
yang bersifat personal maupun sosial). Dengan kata lain refleksi kritis bukan
semata-mata aktivitas rasio/pikiran saja, tetapi mencakup seluruh keberadaan
peserta sebagai subyek.
Segi kenangan membantu peserta untuk sampai pada analisa kritis akan
sumber dan faktor historis dari fraksis factual mereka. Refleksi kritis membantu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
peserta menyadari konsekwnsi pengalaman hidupnya, dan mendorong mereka
untuk menentukan pertimbangan dan alasan praksisnya (Groome, 1997: 14-18).
Adapun tujuan dari langkah ini adalah mengajak para peserta untuk
memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada suatu kesadaran kritis akan
keterlibatan peserta untuk menemukan makna dari pengalaman hidupnya, serta
memiliki visi hidup baru yang lebih jelas. Satu hal pokok yang tidak dapat
dilupakan oleh peserta dan pendamping pada langkah kedua ini adalah tercapainya
kesadaran kritis dan kreatif. Berdasarkan tema utama, refleksi kritis diarahkan
supaya peserta mengadakan penegasan bersama sehingga memperoleh suatu
kesadaran akan Tradisi dan visi praksis faktual mereka.
Pada langkah ini, pendamping bertanggung jawab untuk menciptakan
suasana saling menghormati, akrab dan mendukung setiap gagasan maupun
sumbangan para peserta, agar peserta dapat sampai pada refleksi kritis atas
pengalamannya. Selain itu, pendamping diharapkan mampu mendorong peserta
supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama guna memperdalam
pemahaman dan imajinasi peserta. Pendamping perlu menyadari kondisi setiap
peserta, terlebih mereka yang tidak bisa melakukan refleksi kritis terhadap
pengalaman hidupnya.
c. Langkah Ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau
Kekhasan dalam langkah ini adalah peserta diajak untuk mendialogkan
“tradisi” dan “visi” hidup peserta dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan
visinya (Groome, 1997: 19). Langkah ini bertujuan untuk mengkomunikasikan
nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani supaya lebih terjangkau dan lebih mengena
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
untuk kehidupan setiap peserta. Pada langkah ini, pendamping diharapkan dapat
membuka jalan sehingga para peserta mempunyai peluang untuk menemukan nilainilai dari Tradisi dan Visi Kristiani. Tradisi adalah iman Kristiani yang dihidupi
dan diperkembangkan Gereja dalam sejarah. Tradisi tidak hanya sebatas
pengajaran Gereja (dogma) tetapi juga berkaitan dengan Kitab Suci, spritualitas,
devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi dan lain
sebagainya. Sementara itu, visi merefleksikan harapan dan janji, mandat serta
tanggung jawab yang muncul dari Tradisi yang bertujuan untuk mendorong dan
meneguhkan iman peserta dalam keterlibatan mewujudkan nilai-nilai Kerajaan
Allah (Groome, 1997: 19).
Pada langkah ini, pendamping dituntut memiliki latarbelakang yang cukup
untuk dapat menafsirkan Tradisi dan Visi Kristiani bagi kehidupan peserta. Secara
singkat pada langkah ketiga ini, pendamping berperan menginterpretasi dan
mengkomunikasikan aspek-aspek Tradisi dan Visi Kristiani dengan tradisi dan visi
peserta. Pendamping menjadi jembatan penghubung antara nilai Tradisi dan visi
kristiani dengan “tradisi dan visi” hidup peserta. Pendamping membuka jalan,
menghilangkan segala hambatan, mendorong partisipasi aktif dan kreatif (Groome
1997: 28).
d. Langkah Keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi
Kristiani dengan Tradisi dan Visi peserta
Kekhasan
langkah
keempat
adalah
bahwa
peserta
diajak
untuk
mendialogkan hasil pengolahan mereka pada pokok-pokok penting yang telah
ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Pokok-pokok penting tersebut
dikonfrontasikan dengan hasil interprestasi terhadap Tradisi dan visi Kristiani dari
langkah ketiga. Dasar dialog peserta adalah mempertanyakan bagaimana nilai-nilai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
Tradisi dan visi Kristiani meneguhkan, mengkritik atau mengundang kesadaran
peserta untuk melangkah pada kehidupan baru demi terwujudnya nilai-nilai
Kerajaan Allah di dunia (Groome, 1997: 29).
Tujuan utama dalam langkah ini yakni memampukan peserta untuk
menghayati dan mensosialisasikan visi dan tradisi Kristiani menjadi miliknya
sendiri atau milik peserta. Dengan demikian peserta sampai pada suatu
perkembangan hidup yang lebih dewasa. Dalam langkah ini, pendamping berusaha
menghargai hasil penegasan peserta serta meyakinkan bahwa mereka mampu
mempertemukan nilai pengalaman hidupnya dengan visi dan tradisi Kristiani
(Groome, 1997: 30). Dari langkah tersebut, peserta dapat secara aktif menemukan
kesadaran atau sikap baru yang hendak diwujudkan. Dengan demikian para peserta
lebih bersemangat dalam mewujudkan imanya, sehingga nilai-nilai kerajaan Allah
makin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan bersama. Yang menjadi pokok
penting dalam langkah ini adalah wujud dari kesadaran iman yang baru, dapat
memperkaya Tradisi dan Visi Kristiani sehingga peserta menjadi lebih aktif,
dewasa dan misioner.
e. Langkah Kelima: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah
di Dunia ini
Kehasan langkah ini adalah terciptanya suatu dialog dan dinamika yang
secara eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada keputusan, baik secara
pribadi maupun secara bersama sebagai puncak dan hasil nyata dari model SCP ini.
Keterlibatan baru demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah mendorong peserta
untuk sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan peserta
terhadap pewahyuan Allah. Keputusan praktis berarti sampai pada suatu niat yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
akan diwujudkan secara pribadi maupun bersama ke dalam suatu tindakan konkret
dan mudah dijangkau (Groome, 1997: 34). Langkah ini bertujuan membantu
peserta dalam mengambil keputusan secara moral, konseptual, social dan politis
sesuai dengan nilai iman Kristiani, sehingga peserta dapat mewujudkan nilai
Kerajaan Allah ke dalam tindakan konkret dengan jalan melakukan pertobatan
setiap hari.
Peran pendamping dalam langkah ini adalah mengusahakan lingkungan
yang dialogis yang mendukung setiap peserta sehingga secara antusias bersedia
saling menerima sumbangan dan menunjukkan sikap empati, mendengarkan dan
mendukung setiap keputusan yang muncul (Groome, 1997: 37).
A. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese
untuk Meningkatkan Hidup Doa dalam Karya Pelayanan Para SFD
Ada banyak model katekese yang dapat digunakan dalam proses membantu
para SFD dalam meningkatkan hidup doa, misalnya model (Shared Christian
Praxis) SCP, model pengalaman hidup, model biblis, model campuran, naratif
eksperensial dan lain sebagainya. Dalam bab ini penulis menawarkan model
katekese SCP yang menekankan proses berkatekese bersifat dialogal dan
partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antar
tradisi dan visi hidup peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani agar secara pribadi
maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan
demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah (Groome, 1997: 1).
Shared Christian Praxis (SCP) menekankan keberadaan peserta sebagai
subyek
yang
bebas
dan
bertanggung
pengalamannya. Berdasar pada refleksi kritis
jawab
dalam
mengungkapkan
terhadap pengalaman hidupnya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
dalam kaitannya dengan situasi konkret masyarakat dan komunikasinya dengan
iman dan visi Gereja, peserta secara aktif dan kreatif menghayati imannya dalam
kehidupannya. Dialog yang ditekankan dalam model ini tidak hanya terjadi antar
peserta dengan pendamping, melainkan, juga antar peserta itu sendiri. Maka
pendekatan ini sifatnya multi arah (Groome, 1997: 1).
Katekese model SCP merupakan suatu pendekatan berkatekese yang
bersifat komprehensif. Dikatakan komprehensif karena memiliki dasar teologis
yang kuat, mampu memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki
keprihatinan dalam pelayanan pastoral. Salah satu yang ditekankan dalam model
SCP ini adalah sifatnya yang dialogis partisipatif, sedangkan sarana dan prasarana
SCP bukanlah hal yang utama dalam berlangsungnya katekese melainkan
penghayatan iman peserta yang menjadi pusat katekese.
Katekese model SCP memiliki kekhasan, dengan berpusat pada peserta.
Peserta
sungguh
menjadi
subyek
katekese
itu
sendiri.
Dalam
proses
pelaksanaannya, model ini menekankan pentingnya kemitraan dan peran
keberadaan peserta sebagai subyek dengan harapan, hidup peserta mendapat peran
penting (Groome, 1997: 1). Dalam langkah-langkah SCP terlihat sangat jelas
kekhasan ini. Langkah pertama menjadikan pengalaman peserta sebagai titik tolak
di mana pengalaman peserta diungkapkan dengan kreatifitas masing-masing
sehingga peserta semakin menyadari dan menemukan nilai-nilai dari pengalaman
hidupnya. Kelima langkah model SCP ini dapat menyentuh setiap pribadi peserta
baik segi pemahaman, kenangan, pemikiran, imajinasi, pelayanan maupun
perwujudan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
Melalui pemahaman, peserta didorong mengungkapkan dan menilai
pengalaman faktual (aspek kognitif). Peserta memiliki kebebasan dan terbuka
dalam menilai, mempertimbangkan, mengambil keputusan dan mengaktualisasikan
Tradisi dan Visi Kristiani serta mengkonfrontasikan tradisi dan visi mereka dengan
Tradisi dan Visi Kristiani (aspek kognitif dan afektif). Peserta diajak untuk
mengambil keputusan secara pribadi dan bersama dalam keterlibatan di tengah
masyarakat.
Hal-hal di atas mendorong penulis memilih SCP (Shared Christian Praxis)
sebagai model berkatekese bagi para SFD dalam rangka membantu para SFD
meningkatkan dan memperdalam penghayatan
hidup doa St. Fransiskus dan
spiritualitas kongregasi SFD. Dengan model katekese ini Tradisi dan Visi Kristiani
direfleksikan dan dikomunikasikan dalam pengalaman doa dan karya pelayanan.
Oleh sebab itu para SFD diharapkan semakin memahami dan menghidupi
kharisma mereka.
Model SCP ini salah satu contoh katekese yang tepat digunakan para SFD
untuk membantu meningkatkan semangat hidup doa mereka sebab, model ini
didasarkan pada kekuatan pengalaman peserta yang menjadi titik tolak utama.
Peserta dilibatkan secara aktif untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya, lalu
direfleksikan dan dikonkritkan dalam aksi nyata. Di samping itu penulis melihat
bahwa katekese model SCP sesuai dengan pembahasan tentang bagaimana hidup
doa saling mendukung dengan karya pelayanan para SFD.
Dalam realita hidup, para SFD telah menghidupi doa dengan terlibat dalam
berbagai kegiatan seperti dalam karya pastoral, pendidikan, kesehatan dan sosial.
Para SFD melaksanakan pekerjaannya dengan penuh kesadaran dan tanggung
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
jawab bukan karena supaya dipuji, terkenal dan dianggap lebih mampu dari saudari
yang lain tetapi karena kesadaran sungguh akan tugas dan tanggung jawab sebagai
seorang religius yaitu mewartakan nilai Kerajaan Allah ke seluruh dunia.
Kehidupan rohani menjadi kekuatan dalam setiap karya pelayanan para SFD. Akan
tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang ada dari sebagian para SFD
melaksanakan doa sebagai rutinitas saja yang penting hadir dalam doa sehingga
tidak mengherankan berbagai alasan dan cara untuk tidak hadir berdoa dengan
sepenuh hati. Bahkan para SFD kadangkala kurang menyadari dan menghayati
makna doa sebagai penopang dalam hidup panggilannya. Hal ini nyata dialami dan
disaksikan oleh penulis ketika mengikuti doa bersama terkadang ada suster
terlambat waktu berdoa, mengantuk berdoa, kurang aktif dalam mendaraskan
mazmur, bernyanyi dan lain sebagainya.
Bertolak dari pengalaman ini, Shared Christian Praxis merupakan salah
satu katekese yang sesuai untuk membantu para SFD supaya semakin menghayati
hidup doa dalam hidupnya. Melalui Shared Christian Praxis para SFD diajak
untuk merubah pola hidupnya untuk lebih baik dan melakukan aksi-aksi konkret
yang ditemukan melalui refleksi kehidupannya. Shared Christian Praxis sebagai
model katekese yang kontekstual mampu mempertemukan pergulatan hidup para
SFD dengan kekayaan iman Gereja, sehingga hidup rohani dan iman para SFD
semakin diperkembangkan, dan menemukan semangat baru dan usaha untuk hidup
jauh lebih baik.
B. Usulan Program Katekese
1. Pengertian Program
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
Program adalah landasan untuk menentukan isi dan urutan-urutan rencana
yang akan dilakukan. Pada umumnya, istilah program ada kaitannya dengan
rencana dari suatu kegiatan tertentu. Kata program pada umumnya menyangkut
sesuatu yang menyeluruh, yaitu sejumlah rangkaian kegiatan. Istilah program yang
dimaksud di sini ialah berupa perencanaan yang sistematis dengan tujuan dan arah
yang jelas. Program ini disebut sebagai prosedur yang dijadikan landasan untuk
menentukan isi dan urutan acara-acara yang akan dilaksanakan (Suhardiyanto,
2010: 4).
Menurut Mangunhardjana (1986: 16), program merupakan prosedur untuk
menentukan isi dan urutan yang akan dilaksanakan demi pencapaian suatu tujuan.
Program adalah sebuah rangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis yang
mencakup tentang tema, tujuan, isi, metode, sarana yang ingin dicapai.
2. Tujuan Program
Tujuan dari program ini adalah untuk membantu meningkatkan semangat
hidup doa, agar umat beriman, secara khusus para SFD, untuk semakin
bersemangat dalam melaksanakan tugas pelayanan dengan didasari oleh kasih yang
berasal dari Allah sendiri. Selain itu supaya para SFD semakin mendalami dan
merefleksikan
panggilannya sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui karya pelayanan yang ada dalam
kongregasi SFD. Penulis berharap supaya para SFD mampu menyatukan hidup
doa dan karya pelayanan.
3. Rumusan Tema dan Tujuan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92
Tema Umum
: Doa sebagai daya kekuatan dalam hidup serta karya
pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD)
Tujuan Umum
: Bersama peserta mampu meningkatkan hidup
doa dan pelayanan dengan mendalami dan menghidupi
spiritualitas SFD yang bersumber pada warisan rohani
St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu.
Dengan demikian, para SFD mampu melayani dengan
sungguh-sungguh.
Sub tema I
: Relasi dengan Tuhan dijalin melalui
doa-hening dan pertobatan terus-menerus
seturut teladan St. Fransiskus Asisi.
Tujuan
: Bersama peserta, memahami dan menyadari betapa
pentingnya menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan
melalui doa-hening serta pertobatan terus-menerus,
untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan sehingga
mampu bersyukur atas kebaikan-Nya.
Sub tema II
: Kepedulian St. Fransiskus terhadap orang kecil
menjadi sumber inspirasi bagi para SFD untuk berbagi
dengan orang yang membutuhkan.
Tujuan
: Bersama peserta, menyadari bahwa kepedulian
St. Fransiskus Asisi dalam berbagi menjadi inspirasi
dalam meningkatkan pelayanan para SFD dalam hidup
sehari-hari.
Sub tema III
: Mengikuti Kristus yang miskin dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93
semangat kesederhanaan seturut teladan St. Fransiskus
Asisi.
Tujuan
: Bersama peserta, berusaha meneladani Kristus
yang miskin sehingga semakin mampu mengalami
Yesus dalam kesederhanaan-Nya seturut teladan St.
Fransiskus Asisi.
Sub tema IV
: Menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesama
Tujuan
: Bersama peserta, menyadari panggilannya
untuk melayani Tuhan dan sesama, sehingga dari hari
ke hari semakin bersedia untuk melayani demi
kemuliaan Tuhan dan sesama.
4. Petunjuk Pelaksanaan Program Kegiatan Katekese Umat Model SCP
Agar pelaksanaan katekese ini berlangsung dengan baik maka dibutuhkan
suatu persiapan yang mantap dalam pembuatan program. Program ini disusun
berdasarkan hasil refleksi penulis atas keprihatinan dan masalah yang dihadapi
para suster SFD di dalam doa dan karya pelayanan. Program ini akan dilaksanakan
sesuai dengan waktu yang sudah disepakati bersama.
Sasaran dari katekese ini adalah seluruh anggota SFD, baik suster yunior,
medior maupun senior, khususnya di Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan katekese
model SCP ini, para SFD akan dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama
dikhususkan untuk para suster yunior. Kedua ditujukan bagi para suster medior,
sedangkan kelompok ketiga adalah para suster senior. Apabila dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94
pelaksanaanya jumlahnya terlalu banyak, maka pendamping akan membagi
beberapa kelompok lagi sesuai dengan kebutuhan peserta.
Pelaksanaan katekese ini diadakan setiap bulan dengan catatan bahwa
pemandu berkeliling ke tempat para SFD yang sudah disepakati komunitas untuk
diadakan katekese model SCP. Tempat pelaksanaan di ruang pertemuan para SFD
di Sumatera Utara per rayon. Waktu pelaksanaan diadakan mulai bulan Februari
2015 setiap bulan pada pekan ketiga pukul 19.30-21.00 wib.
5. Matriks Program
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6. Matriks Program SCP
Tema
: Doa sebagai daya kekuatan dalam hidup serta karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD)
Tujuan Umum
: Bersama peserta mampu meningkatkan hidup doa dan pelayanan dengan mendalami dan menghidupi spiritualitas SFD
yang bersumber pada warisan rohani St. Fransiskus Asisi dan para suster pendahulu. Dengan demikian, para SFD mampu
melayani dengan sungguh-sungguh.
No
1
Tema
Relasi dengan Tuhan
dijalin melalui doahening dan pertobatan
terus-menerus seturut
teladan St. Fransiskus
Asisi.
Tujuan
Bersama peserta,
memahami dan
menyadari betapa
pentingnya menjalin
relasi yang akrab
dengan Tuhan melalui
doa-hening serta
pertobatan terusmenerus, untuk
semakin mendekatkan
diri pada Tuhan
sehingga mampu
bersyukur atas
kebaikan-Nya.
Uraian Materi
- Fransiskus Asisi
teladan hidup SFD
dalam mengikuti
Kristus
- Semangat doa dan
keheningan batin
- Perjalanan
pertobatan
- Buah-buah
pertobatan
- Tindakan –tindakan
pertobatan
2
Kepedulian St.
Fransiskus terhadap
orang kecil
menjadi sumber
inspirasi bagi para SFD
untuk berbagi dengan
Bersama peserta,
menyadari bahwa
kepedulian
St. Fransiskus Asisi
dalam berbagi menjadi
inspirasi dalam
- Lima sikap dasar
spiritualitas SFD
- Membangun
persaudaraan yang
mendukung
pelayanan cintakasih
Metode
- Sharing,
- Refleksi
pribadi,
- Informasi,
- gerak dan
lagu,
- Tanya
Jawab
Sarana
- Teks
perikop Injil
Markus
1:35-39
- Teks lagu
- Laptop dan
LCD
- Film St.
Fransiskus
dari Asisi
- Lilin dan
Salib
- Alat tulis
dan kertas
Hvs
- Sharing
- Teks lagu
- Refleksi
- Lilin dan
pribadi
Salib
- Informasi - Spidol dan
- Gerak dan kertas flap
lagu,
- Musik
Sumber Bahan
- Konst SFD art 30-33
- Kitab Suci
- Stefan Leks (2003).
Tafsir Injil Markus,
Yogyakarta Kanisius.
- Martino Conti (2006)
Identitas Fransiskan
hal 49-60, 65-75
- Mat 25:31-46
- Thomas Celano (1984)
Riwayat hidup St.
Fransiskus yang
pertama dan kedua pasal
28 no 76
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
orang yang
membutuhkan.
meningkatkan
pelayanan para SFD
dalam hidup seharihari.
- Anugerah untuk
mengabdi dan
bekerja
3
Menjadi pelayan bagi
Tuhan dan sesama
Bersama peserta,
- “Mother Teresa”
menyadari
teladan pelayanan bagi
panggilannya
orang-orang kecil,
untuk melayani Tuhan
miskin dan terlantar
dan sesama, sehingga - Orang Samaria yang
dari hari ke hari
murah hati (Luk
semakin bersedia untuk 10:25-37)
melayani demi
- Kerendahan hati dan
kemuliaan Tuhan dan
kemurahan hati dan
sesama.
kemurahan hati dalam
pelayanan
- Pelayan yang sejati
- Kristus sebagai teladan
utama melayani
sesama
- Informasi
- Sharing
- Diskusi
film
- Tanya
jawab
- Refleksi
- Peneguhan
- Lagu dan
gerak
-
4
Mengikuti Kristus yang
Bersama peserta,
- Sharing
- Teks lagu
- Keterlibatan dalam
- Tanya
Jawab
- Potongan
gambar
instrument
- Konstitusi (2007) art 4142
- Martino Conti (2006)
Identitas Fransiskan hal
112
- Judith de Raat (2000)
Sebuah Harta
Tersembunyi:
Spiritualitas SusterSuster Fransiskanes
Dongen, Etten, dan
Roosendal. Jakarta.
Luceat
Teks lagu
Alat tulis
Kertas flep
Film Mother
Theresia dari
Kalkuta
- Teks Kitab
Suci Injil
- Laptop &
LCD
- Lilin dan
Salib
- Kitab Suci
- Ladjar, 1998: Fransiskus
dan Karya-karya-Nya.
Yogyakarta; Kanisius
- Yohannes Paulus II 1990;
Redemtoris Missio art 20
- Soenarja,SJ (1987):
Inspirasi
batin.Yogyakarta:
Kanisius.
- Eko Riyadi, Pr (2011):
Tafsir Injil Yohannes.
Yogyakarta: Kanisius.
- T. Krispurwana Cahyadi,
SJ. (2003). Jalan
Pelayanan Ibu Teresa
Jakarta: Obor
- Mat 4:18-12
-
96
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
miskin dalam
semangat
kesederhanaan seturut
teladan St. Fransiskus
Asisi.
berusaha meneladani
Kristus yang miskin
sehingga semakin
mampu mengalami
Yesus dalam
kesederhanaan-Nya
seturut teladan St.
Fransiskus Asisi.
perayaan Ekaristi
- Kemiskinan Muder
Yohanna Yesus di
hadapan Allah menjadi
sumber inspirasi bagi
para SFD
- Sabda bahagia
- Diskusi
- Tanya
jawab
- Refleksi
- Peneguhan
- Lagu dan
gerak
- Lilin dan
- Anggaran Dasar Ordo III
Salib
Regular St. Fransiskus
- Alat tulis dan Asisi (2002) Jakarta
kertas hvs
SEKAFI
- Musik
- Kontitusi (2007) art 18instrument
25
- Laptop &
- Judith de Raat (2000)
LCD
Sebuah Harta
Tersembunyi:
Spiritualitas SusterSuster Fransiskanes
Dongen, Etten, dan
Roosendal. Jakarta.
Luceat
- Martino Conti (2006)
Identitas Fransiskan hal
132-143
97
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
1. Contoh Persiapan Katekese Model SCP
a. Identitas
1) Pelaksana
: Sr. Skolastika, SFD
2) Nim
: 091124037
3) Tema
: Menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui
doa-hening dan pertobatan terus-menerus seturut teladan
St. Fransiskus Asisi.
4) Tujuan
: Bersama peserta, memahami dan menyadari bahwa
menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan melalui doahening serta pertobatan terus-menerus akan dapat semakin
mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu bersyukur atas
kebaikan-Nya dalam hidup sehari-hari.
5) Peserta
: Para Suster Fransiskus Dina (SFD)
6) Waktu
: 90 Menit.
7) Metode
: Cerita, sharing, refleksi pribadi, informasi, gerak
dan lagu, game/permainan, Tanya Jawab
8) Model
: Shared Christian Praxis (SCP).
9) Sarana
: - Teks Injil Markus 1:35-39
- Teks lagu
- Film St. Fransiskus dari Asisi
- Laptop & LCD
- Lilin dan Salib
10) Sumber bahan
: - Konstitusi SFD art 30-33
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
- Stefan Leks (2003). Tafsir Injil Markus, Yogyakarta
Kanisius.
- Kisah Ketiga Sahabat, (2000) Riwayat Hidup St.
Fransiskus Asisi; terjemahan (Cletus Groenen, OFM)
Jakarta SEKAFI
b. Pemikiran Dasar
Kita menyaksikan saat ini, ada begitu banyak peristiwa sosial-ekonomipolitik yang negatif seperti korupsi yang semakin merajalela, perang yang
membawa kehancuran dan kematian, persaingan ekonomi yang semakin tinggi dan
lain sebagainya. Hal ini membuat manusia semakin tidak peduli dengan orang lain.
Hati nurani manusia sudah mulai tertutup oleh keegoisan dan keangkuhan hingga
menganggap diri sendiri lebih hebat dibandingkan dengan karya Allah. Waktu
untuk bekerja dirasa kurang. Setiap hari manusia berlomba-lomba untuk bekerja
demi memperoleh harta duniawi sebanyak mungkin. Kesempatan untuk bersyukur
kepada Tuhan tidak ada lagi karena semua waktu digunakan untuk bekerja dan
bekerja. Padahal, jika disadari, setiap orang perlu menimba kekuatan dari Tuhan
sebagai pemberi kehidupan.
Gejala itu juga terjadi dalam diri para SFD, sehingga kedisiplinan untuk
hadir menggunakan waktu berdoa sudah mulai mulai menurun. Kesibukan dan
kemapanan dalam pekerjaan menjadi penghalang untuk bertemu dengan Tuhan.
Kecenderungan seperti ini bukan saja mengganggu hidup rohani pribadi tetapi
akan mengganggu pula hidup persaudaraan bahkan dalam tugas pelayanan sebagai
SFD. Padahal, keheningan batin perlu diperhatikan dan dipupuk terus-menerus.
Godaan-godaan perlu diwaspadai dan dicari solusinya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100
Dalam konstitusi dikatakan bahwa doa adalah cara hidup kita. Doa adalah
dasar dan penopang hidup kita, karena dalam keheningan dan doa kita dapat
merasakan kehadiran Allah. Sebagai seorang religius doa adalah juga nafas hidup
kita.
Yesus selalu mengawali karya-Nya dengan doa. Dalam Injil Markus 1:3539 dituliskan, “pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi
keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana”. Dengan bercermin pada
Yesus, para SFD yang hidup aktif kontemplatif, perlu memberi waktu untuk
menimba kekuatan dari Tuhan melalui doa. Doa mengarahkan kita pada karya
keselamatan Allah dalam Gereja-Nya. Doa mendorong karya keselamatan, dan
karya mendorong untuk memahami keselamatan itu.
c. Pengembangan Langkah-langkah
1) Pembukaan
Para suster yang terkasih, selamat malam dan selamat berjumpa untuk kita
semua. Syukur pada Tuhan karena kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul
berbagi pengalaman iman sebagai saudara sepanggilan. Sebagai religius SFD kita
dipanggil dan diutus untuk menjadi pewarta kabar gembira kepada semua orang.
Di samping kesibukan kita sehari-hari, kita perlu menggali dan menimba kekuatan
dari Tuhan, seperti St. Fransiskus Asisi yang mempunyai kerinduan untuk menjalin
relasi dengan Yesus. Doa-hening selalu menjiwai seluruh hidupnya. Ia telah
meninggalkan harta duniawi demi Yesus yang tersalib. Baginya penyerahan diri
Yesus kepada kehendak Bapa-Nya menjadi inspirasi dalam hidupnya untuk
mengabdi Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101
Yesus telah
memberi contoh untuk kita teladani, bahwa di tengah
kesibukannya Ia selalu menyediakan waktu untuk berdoa, bertemu dengan BapaNya. Kiranya model doa dan pelayanan Yesus ini menjadi contoh bagi kita dalam
hidup sehari-hari sehingga dalam situasi apapun kita tetap menjalin kesatuan
dengan-Nya.
2) Lagu Pembuka: “Ku Bersyukur pada-MuYesus” (teks)
3) Doa Pembuka
Allah Bapa yang mahabaik, Engkau telah membuktikan kasih setia-Mu
kepada kami hingga sampai saat ini. Kami bersyukur ya Bapa atas kemurahan dan
kebaikan-Mu yang kami rasakan sepanjang hari ini, sehingga saat ini Engkau
mengumpulkan kami di tempat ini. Bapa yang mahabaik, pada kesempatan ini
datanglah di tengah kami, agar kami mampu mengikuti Putera-Mu seperti yang
diteladani St. Fransiskus Asisi yang setia dalam doa dan dalam karya pelayanan.
Berilah kami sikap peka terhadap kebutuhan sesama kami dan jadikanlah hati kami
menjadi tempat kediaman Putera-Mu agar kami mampu memancarkan kasih yang
berasal dari pada-Mu. Dan kuasailah hati, budi dan pikiran kami semua, supaya
melalui SCP ini kami semakin dikuatkan satu dengan yang lain. Doa dan harapan
ini kami mohonkan dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
Langkah I: Pengungkapkan Pengalaman hidup Faktual

Pemandu memutar film St. Fransiskus Asisi dan mengajak peserta untuk
menyimak film tersebut

Pemandu meminta satu atau dua orang peserta untuk menceritakan kembali
isi dari film St. Fransiskus Asisi secara singkat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
Intisari film St. Fransiskus Asisi (oleh pemandu)
Fransiskus adalah seorang anak bangsawan. Ayahnya bernama Pietro
Bernardone, ibunya Dona Picca. Pada masa mudanya, ia hidup dengan penuh
kemewahan karena orang tuanya pedagang kain yang amat kaya. Ia disenangi oleh
teman-temannya karena murah hatinya, dan tangannya yang boros. Setiap malam
Fransiskus bersama teman-temannya meramaikan jalan-jalan di Asisi. Pada waktu
itu, dunia diliputi perang. Semua pemuda, termasuk Fransiskus ikut berperang. Ia
bercita-cita menjadi seorang satria yang terkenal, tetapi tidak tercapai karena ia
merasa terpanggil untuk terlibat dalam karya keselamatan oleh Tuhan. Fransiskus
melepaskan dan memberikan seluruh peralatan perang yang dibawanya kepada
temannya.
Suatu ketika Fransiskus meninggalkan rumah dan pergi mencari orang
miskin dan sakit kusta. Hasil jualan kain dibagi-bagikan kepada orang miskin.
Melihat kejadian itu Pietro marah besar dan mempermalukan Fransiskus di depan
orang banyak. Pada saat itu juga Fransiskus memberikan segala yang ada dalam
tubuhnya kepada ayahnya.
Seorang perempuan bernama Clara terpikat dengan cara hidup Fransiskus
yang sederhana dan periang. Clara memberanikan diri dan bergabung dengan
Fransiskus. Suatu ketika, Fransiskus mendengar berita bahwa seekor serigala
memakan banyak korban dan semua orang takut keluar rumah. Mendengar berita
itu, Fransiskus pergi ke tempat serigala itu. Ia mendekati serigala dan mengajaknya
untuk berdamai. Akhirnya serigala itu pun tunduk kepadanya.
Menjelang akhir hidupnya, Fransiskus menderita sakit parah. Ia dirawat oleh para
pengikutnya termasuk Clara. Sebelum meninggal, Fransiskus menyuruh saudara
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
103
Leo menuliskan wejangan untuk para pengikutnya. Jenasah Fransiskus
dimakamkan dekat biara St. Clara.
Panduan pertanyaan

Apa yang terjadi dalam diri Fransiskus sehingga perlengkapan perang dan
segala yang ada padanya ditinggalkannya?

Apakah para suster mempunyai pengalaman yang mirip dengan
pengalaman Fransiskus meninggalkan segalanya karena menjadi pengikutNya?
Suatu contoh arah rangkuman
Para suster yang terkasih dalam Kristus, dalam film tadi, Fransiskus lebih
memilih mengabdi Allah dari pada menjadi seorang satria yang terkenal. Allah
telah mengubah keinginannya untuk memperbaiki gereja-Nya yang sudah roboh.
Sehingga segala perlengkapan perang tidak lagi menjadi hal yang utama dalam
dirinya. Ia menanggapi tawaran Allah dengan bahagia. Fransiskus memberikan apa
yang ada padanya kepada temannya dan juga kepada orang tuanya termasuk
pakaiannya dan mengikuti Yesus yang miskin dan sederhana.
Kita semua mempunyai pengalaman berbeda-beda, misalnya; mempunyai
kesulitan dalam meninggalkan orang tua, sahabat, saudara/i, kebiasaan-kebiasaan
kita dan lain sebagainya. Perasaan takut dalam memulai hal yang baru terkadang
muncul. Tetapi juga ada orang yang merasa senang meninggalkan segalanya dan
tidak mau terikat dengan orang tua, sanank saudara dan lain sebagainya.
Langkah II: Refleksi Kritis atas Pengalaman Hidup Faktual
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104
Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman cerita di atas
dengan dibantu beberapa pertanyaan:

Bagaimana sikap dan cara para suster dalam menghadapi kesulitan atau
kesalahpahaman dalam komunitas dan dalam karya pelayanan.

Mengapa bersikap demikian?
Rangkuman singkat.
Para suster yang terkasih, setelah kita berefleksi atas pengalaman hidup kita
sendiri, tampaklah begitu banyak kemungkinan sikap dan cara yang dapat kita
ambil. Ada orang yang cepat putus asa dan kecewa karena problema yang
dihadapi, baik itu dari diri sendiri, sesama, maupun karena pekerjaan kurang baik,
namun ada juga orang yang bersikap penuh iman kepada kehendak Tuhan, dan
dengan kerendahan hati mau bertobat dan memafkan, berdoa mohon kekuatan dan
ketabahan dari-Nya supaya dapat mencari solusi yang terbaik.
Allah selalu menyadarkan kita entah dalam peristiwa apapun itu.
Tergantung pribadi kita menyadari atau tidak. Pengalaman dalam hidup bersama,
kerja lapangan seperti; merawat orang sakit, mendampingi anak-anak sekolah,
anak-anak asrama dan lain sebagaianya, menuntut sikap pengorbanan. Sikap dan
perilaku mereka terkadang menyadarkan dan menguatkan hati kita supaya kita
melayani dengan tulus. Selain dalam pekerjaan kita juga disadarkan oleh Allah
dengan pengalaman yang beranekaragam itu untuk tetap rajin dan giat dalam
berdoa dan bekerja. Doa sangat membantu kita untuk keluar dari kesulitan atau
permasalahan dalam hidup. Inilah cara yang dapat membantu kita untuk bisa
melaksanakan tugas pelayanan dengan tulus. Dalam keheningan dan ketenangan
batin kita dapat melihat karya Allah dalam diri kita juga dalam diri sesama.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105
Kehadiran Allah dapat kita rasakan apabila kita memberi tempat untuk Dia
bersemayam dalam hati kita.
Langkah III: Mengali Pengalaman Iman Kristiani
Salah seorang peserta diminta untuk membaca Injil Markus 1:35-39. Para
peserta diberi kesempatan hening sejenak untuk membaca dalam hati dan
merenung sabda Tuhan dengan bantuan beberapa pertanyaan:

Ayat mana yang menunjukan bahwa Yesus selalu bersekutu dengan BapaNya sebelum memulai karya-Nya?

Mengapa Yesus mengajak Simon dan pengikut lainnya pergi ke tempat
lain untuk memberitakan Injil?

Apa yang dapat kita teladani dari makna doa dan pelayanan Yesus untuk
kita zaman sekarang ini?
Rangkuman singkat
Para saudari yang terkasih. Ayat yang menunjukkan Yesus bersekutu
dengan Bapa-Nya sebelum memulai pekerjaan-Nya terdapat dalam ayat 35
dikatakan ‘pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia
pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Setelah Yesus “berkomunikasi”
dengan Bapa-Nya, Ia dikuatkan dan disemangati dalam mewartakan Injil keseluruh
dunia.
Yesus mempunyai komitmen dalam tugas yang diemban dari Bapa-Nya:
mewartakan Injil Kerajaan Allah. Yesus mengharuskan diri-Nya untuk
mewartakan Injil bukan karena orang lain yang mengharuskan tetapi karena misiNya. Ia berkeliling mewartakan kerajaan Allah dengan berkotbah, mengajar,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
106
menyembuhkan orang sakit serta mengusir roh-roh jahat. Yang sakit disembuhkan,
yang putus harapan diberi peneguhan.
Sebagai pengikut Kristus kita pantas meneruskan komitmen Yesus ini. Kita
mesti terlibat dalam mewartakan Kerajaan Allah dengan penuh suka cita, bukan
hanya karena tugas kita, dan bukan pula karena orang lain memberikan tugas itu
kepada kita. Kita harus memberitakan Injil sesuai tugas dan tanggung jawab kita
sebagai para SFD yang dipanggil Tuhan. Sebagaimaan Yesus sendiri berkeliling
untuk mewartakan Kerajaan Allah, kita pun dipanggil Tuhan untuk melayani dan
berbuat baik kepada semua orang.
Langkah IV: Interprestasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan
Tradisi dan Visi Peserta
1) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus,
Dalam pembahasan sebelumnya kita akan menemukan tuntutan Yesus bagi
para pengikutnya yaitu supaya mengambil waktu untuk beristirahat, berdoa sejenak
sebelum memulai pekerjan. Kita sebagai pengikut-Nya dituntut supaya senantiasa
berdoa dan menyerahkan kehendak dan kebebasan pribadi kepada-Nya. Meskipun
dalam perjalanan hidup, kita sering kurang mampu untuk melasanaknnya karena
kita kurang rela untuk menyerahkan kehendak dan kebebasan kita. Namun pada
saat ini, Yesus menyadarkan kita kembali kepada panggilan kita sebagai muridNya supaya kita berdoa menjalin relasi dengan-Nya dan menyerahkan hidup kita
kepada-Nya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
107
Agar kita semakin mampu menghayati dan menyandarkan diri kepada-Nya
maka, dalam saat hening ini, terlebih dahulu kita akan secara pribadi merenungkan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Apa makna doa dalam hidup panggilan kita sebagai SFD?

Bagaimana kita meningkatkan hidup doa menjadi bagian yang terpenting
dalam hidup kita?
(Saat Hening diiringi dengan musik Instrumental untuk mengiringi renungan
secara pribadi akan pesan Injil dalam situasi konkret. Kemudian diberi kesempatan
untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya).
Suatu contoh rangkuman
Para suster yang terkasih, dengan jelas Yesus memberi pesan kepada para
pengikut-Nya supaya tetap menjalin relasi yang akrab dengan-Nya. Doa adalah
sebagai penopang dan kekuatan dalam hidup kita. Doa adalah nafas hidup kita,
inspirasi dalam hidup yang membantu kita untuk semakin dekat dengan-Nya.
Tanpa doa kita gagal menjadi murid-Nya sebab kita tidak mampu melihat kebaikan
Tuhan dalam hidup ini. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menyerahkan
kehendak dan kebebasan pribadi kita kepada-Nya.
Kemalasan untuk menjalin relasi dengan Allah adalah akibat dari kelekatan
pada kehendak kebebasan pribadi kita. Maka kita perlu memupuk hidup rohani kita
misalnya membuat komitmen dalam diri sendiri untuk menggunakan waktu berdoa
dengan baik, mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam kongregasi seperti
rekoleksi, retret, seminar dan lain sebagainya. Selain itu, kita juga terlibat dalam
kegiatan pastoral dan sosial sebagaimana yang sudah kita mulai. Perlu kita sadari
doa tidak bisa lepas dari karya pelayan kita.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
108
Langkah V Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah.
Pengantar
Para suster yang dikasihi Tuhan, kita telah menggali pengalaman iman kita
dengan kisah St. Fransiskus yang menemukan Allah dalam doanya dan
menyadarkan dia untuk bertobat. Buah dari pertobatannya ia melayani Tuhan
dengan
tulus.
Sikap
yang
kita
kesulitan/kesalahpahaman
adalah
berani
bangun
apabila
berkorban,
berani
menghadapi
berubah
dan
memasrahkan segalanya kepada rencana dan kehendak Tuhan.
Dalam Injil Markus, kita melihat bahwa sebelum memulai karya-Nya,
Yesus selalu berdoa. Kita semua adalah orang yang dipanggil secara khusus, diberi
kuasa dan diutus mewartakan Kerajaan Allah. Kita telah menemukan bersama
bagaimana doa itu, sungguh bermakna dalam hidup kita yaitu sebagai penopang
dan kekuatan dalam hidup kita. Sekarang marilah kita hening sejenak untuk
merenung dan memikirkan hal apa yang akan kita buat untuk meningkatakan doadoa kita supaya doa itu sungguh menjiwai seluruh hidup kita. Dan kita pun
melakukan doa itu dengan bahagia.
(Suasana hening diiringi instrument, pendamping memberi tuntunan
pertanyaan untuk memikirkan niat-niat pribadi, maupun bersama dalam bentuk
keterlibatan baru sebagai berikut):

Keputusan konkret apa yang dapat dipetik untuk meningkatkan hidup doa
kita?

Apa langkah-langkah untuk mewujudkan rencana konkret kita membantu
mereka yang miskin?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109
(Hening sejenak, kesempatan untuk doa umat spontan yang di awali oleh
pendamping kemudian dilanjutkan oleh peserta dan dilanjutkan dengan doa Bapa
kami.
4) Doa Penutup
Allah Bapa yang mahabaik dan kekal, puji syukur kami haturkan kepadaMu atas rahmat, bimbingan dan kehadiran-Mu dalam pertemuan ini. Kami telah
disadarkan kembali akan panggilan dan perutusan kami sebagai SFD. Kami mohon
ampun ya Tuhan atas sikap dan kelalaian kami selama ini.
Kami bersyukur pula karena kami telah Kau kuatkan kembali lewat sabda dan
pengalaman iman yang telah kami bagi bersama saat ini. Bimbinglah kami dengan
Roh kudus-Mu agar kami tetap setia dan mau berkorban dalam tugas pelayanan
sesuai dengan kehendak-Mu. Doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan
perantaraan Kristus Tuhan kami Amin.
5) Lagu Penutup: Betapa Kita tidak Bersyukur (MB 489)
Contoh persiapan II
a. Identitas
1) Pelaksana
: Berliana Simbolon (Sr. Skolastika, SFD)
2) Nim Pelaksana
: 091124037
3) Tema
: Menjadi pelayan bagi Tuhan dan sesama
4) Tujuan
: Bersama peserta menyadari panggilannya
untuk melayani Tuhan dan sesama, sehingga semakin
menghayati panggilan dalam hidup dan karya pelayanan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110
setiap hari dengan demikian semakin bersedia untuk
melayani demi kemuliaan Tuhan dan sesama.
5) Peserta
: Para Suster Fransiskus Dina (SFD)
6) Waktu
: 90 Menit
7) Model
: Shared Christian Praxis (SCP)
8) Metode
: Sharing, informasi, tanya jawab, refleksi pribadi
9) Sarana
: - Teks lagu
- Film Mother Theresia dari Kalkuta
- Teks Kitab Suci Injil Yohanes 15: 9 -17
- Laptop & LCD
- Lilin dan Salib
10) Sumber Bahan
:- Soenarja, SJ. (1987): Inspirasi batin.
Yogyakarta: Kanisius.
- Eko
Riyadi,
Pr.
(2011):
Tafsir
Injil
Yohannes.
Yogyakarta: Kanisius.
b. Pemikiran dasar
Kini masyarakat hidup dalam situasi kurang atau bahkan tidak mengenal
kasih dan persaudaraan. Orang-orang sedemikian individualis, tidak ada tempat
lagi bagi orang lain dalam hatinya. Orang disibukkan untuk mengejar karier, uang,
kuasa dan melakukan apa saja demi tujuan-tujuan di atas. Kasih menjadi slogan,
sebatas ungkapan indah saja dan berhenti pada taraf kata-kata.
Situasi semacam ini juga sudah mulai merasuk kedalam kehidupan kita
sebagai religius; di mana kita kurang memberi perhatian, kurang mendengarkan,
kurang saling membantu. ’Kasih’ terkikis oleh situasi hidup kita; tantangan-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
111
tantangan dari luar, godaan-godaan dari dalam diri kita sendiri, misalnya rasa
egois, gengsi, gila prestasi sehingga semua waktu dihabiskan untuk belajar dan
bekerja sehingga tidak ada waktu untuk orang lain. Persaudaraan menjadi mimpi di
awang-awang entah kapan terwujud dalam hidup kita. Makna kata ‘kasih’ dan
‘persaudaraan’ menjadi hambar dan tidak mempunyai kekuatan dalam hati dan
hidup kita baik sebagai pribadi maupun bersama.
Bagi kita kaum religius ‘kasih’ seharusya tetap menjadi esensi dari hidup
kita; dan ‘kasih’ hanya mungkin bila kita mau saling menerima, mendengarkan,
membantu
dan melayani satu sama lain. Adapun wujud dari kasih itu ialah
melayani Tuhan melalui sesama lewat kehadiran kita di dalam hidup sehari-hari
seperti yang diserukan oleh suster pendiri kita yaitu semangat rajin dan giat.
Injil Yohanes 15:9-17 dengan amat indah menguraikan bagaimana Yesus
menghendaki kita untuk saling mengasihi sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya.
Dia mengasihi kita sebagaimana Bapa mengasihi Dia. Oleh sebab itu kita diundang
untuk saling mengasihi dalam hidup kita setiap hari. Allah adalah kasih sehingga
Ia tidak pernah memperhitungkan dosa kita dihadapan-Nya, justru kita di sebut
sebagai ‘sahabat‘. Adapun esensi dari kasih itu ialah melayani sesama kita. Yesus
menjadi teladan kasih bagi kita. Di masa hidup-Nya, Ia mengasihi dengan
melayani banyak orang. Ia sendiri menghadirkan kerajaan Allah yang penuh kasih
dengan semangat pelayanan-Nya. Oleh karena itu sebagai pengikuti-Nya lebihlebih sebagai religius kita hendaknya seperti Yesus menjadi pelaksana kasih
dengan melayani sesama lewat kehadiran kita di dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
112
Melalui pertemuan ini kita berharap semakin menyadari serta meneladani
Yesus yang ‘mengasihi’ semua orang sebagai saudara. Dengan demikian kita
semakin mampu saling mengasihi sesama lewat karya pelayanan kita.
c. Pengembangan langkah-langkah
Pengantar
1) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita bersyukur pada Tuhan
yang telah mengumpulkan kita di tempat ini. Sebagai SFD kita dipanggil untuk
hidup dalam kasih dan buah-buah kasih itu dirasakan dan dialami oleh sesama kita
secara khusus dalam komunitas dan setiap karya pelayanan yang kita lakukan.
Panggilan yang satu dan sama yang kita terima yang memungkinkan kita berada di
sini dan panggilan itu berasal dari Tuhan sendiri agar kita mengalami kasih-Nya
dan membagikan kasih itu pula kepada sesama kita lewat karya pelayanan. Karena
itu sekarang kita mau melihat, merasakan bagaimana Yesus mengasihi kita selama
ini dan bagaimana pula kita membagikan kasih itu hari ini dan pada hari yang akan
datang. Semoga juga pada pertemuan ini kita semakin disadarkan betapa berartinya
kita dihadapan Tuhan dengan kasih setia-Nya selalu membimbing langkah hidup
kita.
2) Lagu Pembuka: Kasih yang sempurna (teks)
3) Doa Pembuka:
Bapa yang mahabaik kami bersyukur dan berterimakasih atas berkat dan
kasih sayang-Mu yang Engkau curahkan bagi kami semua. Kasih itu juga yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
113
mengumpulkan kami dan membuat hati kami menjadi tenang dan bahagia.
Hadirlah bersama kami selama pertemuan ini supaya kami boleh menimba
kekuatan dari sabda-Mu dan dari kehadiran-Mu dalam diri kami masing-masing.
Dengan demikian iman kami semakin tumbuh dan suburlah kasih dalam hati kami
masing-masing sehingga persekutuan dan pelayanan kami ini menjadi lebih baik,
lebih harmonis dan menjadi persekutuan kasih karena Engkau yang meraja di
dalam-Nya. Demi Yesus Kristus Tuhan kami yang hidup dan meraja kini dan
sepanjang segala masa. Amin.
4) Langkah I: Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta

Peserta dengan hening dan seksama menonton/menyaksikan film Mother
Theresia dari Kalkuta

Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan kembali
isi film
Mother Theresia dengan singkat oleh 1 atau 2 orang peserta.
Rangkuman singkat dari intisari film Mother Theresia
Kisah film yang telah kita saksikan bersama, menggambarkan situasi atau
keadaan di Kalkuta. Di sana banyak orang miskin dan menderita. Dalam kisah tadi
tampillah
Mother Theresia. Mother Theresia adalah seorang biarawati. Ia
terpanggil untuk hadir di tengah-tengah mereka, setelah ia mengalami situasi yang
berbeda dengan apa yang ia alami di dalam biara. Oleh karena itu, setelah
mengalami pergulatan yang kuat ia memutuskan untuk meminta izin untuk
melayani orang-orang di Kalkuta. Ia sendiri berusaha menghadirkan wajah kasih
Kristus melalui pelayanannya. Ia sendiri tidak segan dan takut melayani orang-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
114
orang yang menderita karena sakit parah. Ia hadir dan melayani semua oranng
tanpa membeda-bedakan jenis status maupun latar belakangnya.
Pengungkapan pengalaman:
Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan tuntunan 2
pertanyaan:

Apa yang dilakukan Mother Theresia dalam mewujudkan Kasih Allah
kepada sesama?

Coba ceritakanlah pengalaman saudari dalam melakukan tindakan kasih di
dalam karya pelayanan!

Perasaan apa yang suster alami ketika diutus melaksanakan tugas pelayanan
di tempat yang baru
Rangkuman
Dalam film tadi, Mother Theresia berusaha melakukan kehendak Allah
dengan melayani sesama dengan tulus. Mother Theresia berusaha memperlakukan
sesamanya sebagai saudara. Dalam kehidupan kita pun berusaha melakukan
tindakan ‘kasih’ kepada sesama kita misalnya mau membantu, mendengarkan,
membagi talenta dan lain sebagainya. Dengan sikap yang ‘mengasihi’ kita juga
menerima kasih dari sesama. Oleh karena itu sangat penting untuk selalu belajar
mengasihi dan melayani sesama supaya kita juga mengalami/menerima hal yang
sama dari Tuhan. Perasaan yang muncul ketika mengikuti tayangan film tadi, ada
rasa kagum, rasa takut karena orang-orang yang dihadapi Muder Theresa
mempunyai latarbelakang yang berbeda. Namun, Mother Theresia tetap
mempunyai prinsip yang kuat bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan orang yang
berharap kepada-Nya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
115
Langkah II: Mendalami Hidup Peserta
Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau ceritera di atas
dengan bantuan 2 pertanyaan dibawah ini;

Tantangan apa yang paling besar, ketika para suster sedang melayani
sesama ?

Adakah pengalaman yang paling berkesan bagi para suster, ketika sedang
melaksanakan tugas pelayanan?
Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
arahan rangkuman singkat;
Setiap orang pasti mempunyai tantangan dalam melayani. Persoalannya
apakah besar atau kecil tergantung pada situasi di mana kita melayani dan
bagaimana kita menghadapinya. Ada orang jarang mengalami tantangan dalam
melayani, karena baginya pelayanan itu bagian dari hidupnya sehingga
melakukannya dengan kasih. Melakukan tindakan kasih merupakan hal penting
dalam hidup kita sebagai manusia. Sebagai religius kita dipanggil untuk mengasihi
sesama dengan cara melayani sesama. Kita semua dipanggil untuk melayani
sesama kita yang menderita, miskin, sakit dan lain sebagainya. Pelayanan yang kita
lakukan di dalam hidup sehari-hari merupakan suatu bentuk kerja sama kita dengan
Allah. Kita diajak oleh Allah untuk bekerja sama menghadirkan kerajaan Allah di
tengah-tengah umat. Menjadi rekan kerja berarti, mau dan siap diutus kemana pun
kita diutus.
Langkah III Menggali Pengalaman iman Kristiani
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
116
Peserta diajak untuk membacakan teks Kitab Suci secara bergantian dari
Injil Yohanes. Peserta diberi waktu hening sejenak sambil secara pribadi
mendalami atau membaca ulang teks Kitab Suci tersebut. Kemudian dilanjutkan
dengan pendalaman secara bersama.

Ayat-ayat mana yang menunjukkan kasih dalam pelayanan dalam teks
perikop di atas?

Apa makna ‘saling mengasihi’ dalam pelayanan yang dapat kita petik dari
perikop tersebut?

Sikap-sikap apa saja yang ingin Yesus tanamkan melalui perikop di atas
dalam hal saling mengasihi khususnya dalam pelayanan?
Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikop
dengan jawaban atas tiga pertanyaan di atas. Pendamping memberikan tafsir dari
Injil Yohanes 15: 9 mengatakan ‘seperti Bapa telah mengasihi Aku demikianlah
juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah dalam kasihKu itu’. Kasih yang
dimaksudkan adalah Kasih Bapa terhadap Yesus, kasih Yesus kepada sahabatsahabat-Nya. Kasih Yesus itu ditanggapi dengan ketaatan kasih para murid
terhadap Yesus serta bersinar dalam kasih mereka satu sama lain, di mana kasih ini
menjadi sumber kegembiraan mereka. Ayat ini memberikan gambaran bahwa
Yesus mengasihi dan menjadikan kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Oleh karena
itu hendaknya kita pun mengasihi Dia dan sesama dalam hidup kita lewat setiap
pelayanan yang kita lakukan setiap hari.
Teladan kasih yang telah diberikan oleh Yesus itu bersifat total, tanpa batas
karena demi kasih Yesus mau melayani sesamanya dan rela mengorbankan hidupNya bagi sahabat-sahabat-Nya dan bagi kita semua. Ungkapan ini mengundang,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
117
mendorong kita semua untuk terus hidup dan tetap tinggal dalam Yesus melalui
kasih, karena dengan melakukan kasih itu hidup kita akan memiliki buah yang
banyak dengan demikian kita pantas disebut murid Yesus.
Sikap-sikap yang tampak dalam perikop ini Yesus hadir sebagai
sahabat/saudara yang bercirikan; kerendahan hati, keterbukaan, mendengarkan,
menerima satu sama lain. Kisah ini menggambarkan Yesus yang mengasihi
manusia seperti Bapa mengasihi-Nya demikian juga Ia mengasihi kita muridmurid-Nya. Teladan ini menjadi penting supaya manusia saling mengasihi
sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. Teladan ‘saling mengasihi’ merupakan
keutamaan inti dari seorang kristiani khususnya kita yang dipanggil secara khusus
dalam cara hidup sebagai SFD. Kasih akan menyuburkan keutamaan-keutamaan
lainnya. Oleh karena itu kita diminta Yesus untuk saling mengasihi sebagai
‘saudara/sahabat’ satu sama lain dengan cara melayani sesama dengan tulus dan
penuh semangat.
Langkah IV Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta Konkrit.
Dalam sharing tadi kita telah menemukan sikap-sikap yang perlu kita miliki
dalam membawa kasih yakni dengan menjadi ‘saudara/sahabat’ satu sama lain.
Sebagai SFD kita mesti selalu membina relasi yang erat dan intim dengan Tuhan
karena melalui relasi itu kita mampu saling mengasihi dan buah-buah kasih itu
semakin menyuburkan hidup kita dalam kasih Tuhan sendiri.
Sebagai bahan refleksi agar kita dapat saling mengasihi dalam hidup kita,
mari kita lihat komunitas kita secara konkrit dengan merenungkan pertanyaan
dibawah ini:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
118

Sikap-sikap apa yang perlu kita usahakan agar semakin saling mengasihi
satu sama lain dalam komunitas kita?

Apakah saudara semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan untuk
menjadi ‘saudara’ satu sama lain di komunitas kita?
Saat hening diiringi dengan musik instrument ‘kasih pasti lemah lembut’
untuk secara pribadi merenungkan pesan Injil dengan situasi konkret dari
teman-teman. Kemudian peserta diminta untuk mengungkapkan hasil-hasil
permenungannya.
Rangkuman penerapan pada situasi peserta
Yesus telah memberi teladan bagi kita untuk ‘saling mengasihi’ seperti ia
telah mengasihi kita demikian juga kita saling mengasihi satu sama lain.
Hendaknya kita menjadi saudara bagi sesama kita terutama dalam komunitas kita
ini. Rela berkorban demi saudara kita sebagaimana Yesus telah mengorbankan
hidup-Nya bagi kita semua. Namun dengan kemampuan sendiri kita tidak mungkin
melakukan ini semua, maka Dialah yang sanggup membantu kita untuk
melaksanakan teladan-Nya dalam hidup kita.
Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit
Saudara-saudara terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-sama
menggali pengalaman dalam hal ’saling mengasihi dan melayani’ dan melalui
kisah Mother Theresia kita semakin diperkaya. Dalam Injil Yohanes yang telah
kita dalami bersama, kita semakin memahami Yesus yang mengasihi kita oleh
karena itu hendaknya kita saling mengasihi satu sama lain dalam komunitas pun
kepada sesama yang lain. Mengasihi mengandung konsekuensi untuk rela
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
119
berkorban bagi sahabat-sahabatnya sebagaimana Yesus yang melayani orang
banyak rela mengorbankan hidupnya bagi kita sahabat-sahabat-Nya.
Memikirkan niat-niat dan bentuk keterlibatan kita yang baru (pribadi,
bersama) untuk lebih menghayati kehadiran sebagai ’saudara’ bagi sesama yang
lain terutama dalam melayani sesama melalui karya pelayanan yang menjadi
kekhasan kongregasi

Keputusan apa yang hendak kita lakukan untuk mewujudkan saling
mengasihi terkhusus dalam setiap karya dan pelayanan yang kita lakukan?

Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan keputusan
tersebut?
Peserta diberikan kesempatan dalam suasana hening memikirkan sendiri-
sendiri tentang niat pribadi-bersama yang akan dilakukan. Sambil merumuskan
niat-niat di iringi musik instrument.
Niat pribadi dapat diungkapkan dalam kelompok. Pendamping mengajak
peserta untuk membicarakan dan mendiskusikan bersama niat bersama secara
konkrit yang dapat segera di wujudkan di antara mereka agar semakin masingmasing menghayati dan mencintai tugas pelayanan dan merasakan kehadiran
mereka sebagai ‘saudara’ satu sama lain.
Pendamping memberikan kesempatan hening sejenak untuk merenungkan
niat pribadi/ bersama yang akan diwujudkan sementara itu lilin dan salib
diletakkan di tengah kemudian lilin dinyalakan. Doa umat secara spontan di awali
oleh pendamping kemudian dilanjutkan peserta, doa Bapa Kami.
5) Doa Penutup
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
120
Allah Bapa sumber kasih sejati kami bersyukur atas kehadiran-Mu yang
boleh kami rasakan selama proses pendalaman ini dan Engkau menyampaikan
kebijaksanaan-Mu bagi kami semua sehingga kami terbantu menyelami kasih-Mu
yang kami wujudkan di dalam pelayanan hidup kami sehari-hari. Kami mohon
supaya Roh-Mu selalu menuntun kami dalam hidup ini agar kami mampu
membagikan kasih dan cinta-Mu kepada sesama melalui pelayanan kami. Demi
Yesus Kristus Putera-Mu yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.
Amin.
6) Lagu penutup: Hidup Rukun dan Damai (MB. 530)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan membuat kesimpulan dan saran. Penulis akan
menyimpulkan uraian skripsi ini dalam beberapa pokok penting sebagai penegasan
tentang peran doa dalam hidup dan dalam karya pelayanan para SFD. Selanjutnya,
penulis menyampaikan beberapa saran penting demi meningkatkan penghayatan
hidup doa yang harus menjadi dasar karya pelayanan para SFD.
A. Kesimpulan
Dalam hidup manusia termasuk para religius doa merupakan gerak Allah
menuju kepada manusia dan manusia menuju kepada Allah. Ada ritme pertemuan
yang terdiri dari sapaan dan jawaban. Allah membiarkan diri agar dilihat, dialami,
dirasakan, ditemui, dan dialami oleh religius. Dalam doa, religius diajak untuk
melihat Allah dalam kemuliaan-Nya. Doa merupakan pertemuan dan pengalaman
akan Allah dalam aneka ragam suasana dan sifatnya, seperti suasanan takut, gentar,
kagum, syukur, hormat, percaya dan penyerahan. Ini merupakan suasana
penghayatan iman yang sungguh istimewa dalam diri manusia termasuk religius
lewat doa.
Kongregasi SFD sebagai anggota Gereja dan masyarakat menyadari tugas
panggilannya yang penting, yaitu mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah kepada
dunia melalui hidup doa dan karya pelayanan. Dengan meneladani semangat hidup
St. Fransiskus dan Muder Constansia van der Linden, para SFD mampu memaknai
hidup doa dalam karya pelayanannya sehingga setiap anggota kongregasi SFD
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
122
bekerja dengan tanggung-jawab dan dengan penuh sukacita tanpa melalaikan
pekerjaannya dan tanpa melalaikan hidup doanya. Doa membatu para SFD dalam
mengembangkan misi pelayanan dan meningkatkan kinerja setiap anggota. Dengan
semangat doa dan rajin bekerja, para SFD dimampukan untuk membangun
masyarakat yang adil dan sejahtera selaras dengan kehendak Yesus Kristus. Para
SFD memaknai doa sebagai penopang dan kekuatan dalam hidup panggilannya.
Hal inilah yang memampukan para SFD untuk setia pada panggilan hidup
membiara mereka, setia dalam melaksanakan doa dan tugas pelayanan.
Para SFD setia menimba hidup rohani seperti dari perayaan Ekaristi,
devosi-devosi, rekoleksi, retret, pendalaman Kitab Suci, pendalaman spiritualitas
kongregasi
dan
lain
sebagainya.
Kesetiaan
dalam
mengikuti
doa
dan
memperhatikan hidup rohani turut membawa dampak positif bagi para SFD, yakni
mereka disadarkan untuk menghayati hidupnya secara lebih bertanggung jawab.
Doa bersama, pribadi dan pendalaman spiritualitas kongregasi sebagai hal yang
penting dan mendasar untuk dihidupi. Artinya para SFD membuat doa sebagai
dasar hidup dalam karya pelayanan. Berbagai macam cara yang dapat digunakan
para SFD dalam memaknai doa dalam karya pelayananya itu; misalnya, dengan
latihan mengolah diri terus-menerus, memperdalam kehidupan rohani, dan lain
sebagainya.
Dalam karya tulis ini, penulis meyusun salah satu contoh program katekese
model SCP untuk membantu para suster SFD meningkatkan penghayatan hidup
doa dalam karya pelayanan, baik dalam kongregasi maupun dalam Gereja secara
umum. Melalui program ini, para SFD juga didorong untuk terbuka dan bersedia
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
123
mengkomunikasikan
pengalaman-pengalamannya.
Mereka
diharapkan
merefleksikan seluruh hidupnya di dalam terang iman, entah duka maupun suka.
Dengan program katekese ini, para suster SFD semakin setia dalam
panggilan mereka dan mencintai tugas perutusan yang diberikan kongregasi
dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan kasih persaudaraan. Dalam
melaksanakan tugas perutusannya, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam
perutusan Gereja dan ingin memberikan sumbangan bagi perkembangan tubuh
Kristus yang mistik, meneruskan karya penebusan-Nya dengan memberi bantuan
guna meringankan penderitaan jasmani dan rohani lewat segala karya yang ada
dalam Kongregasi.
A. Saran
Ada pun saran yang ditawarkan oleh penulis melalui karya tulis ini ialah
untuk:
1. Membantu meningkatkan hidup doa dan karya pelayanan, para SFD hendaknya
memanfaatkan peluang dan segala sarana dan prasarana yang disiapkan
kongregasi dalam setiap komunitas untuk semakin meningkatkan penghayatan
anggota akan makna doa dalam hidup mereka. Para SFD perlu menanamkan
dalam diri mereka sikap percaya bahwa Allahlah yang telah memanggil mereka
untuk bekerja di kebun anggur-Nya. Dengan demikian, para SFD akan menjadi
semakin setia dalam mengikuti dan melaksanakan doa pribadi maupun doa
bersama.
2. Para SFD dianjurkan untuk semakin memperdalam penghayatan hidup doa St.
Fransiskus dan Muder Constansia van der Linden (ibu pendiri) agar dapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
124
semakin menjiwai dan menyemangati hidup panggilan mereka. Hal ini bisa
dilaksanakan dalam bentuk seminar penghayatan spiritualitas kongregasi.
Seminar ini bisa diadakan minimal dua kali setahun; terutama dalam momenmomen penting dalam kongregasi, misalnya, pada hari ulang tahun berdirinya
kongregasi dan pesta pelindung kongregasi.
3. Membuat program untuk mengadakan pendalaman iman dengan model SCP
tentang pendalaman
konstitusi
dan
kharisma kongregasi
SFD
yang
dilaksanakan setiap bulan pekan pertama.
4. Mengadakan pembelajaran bersama dalam komunitas masing-masing untuk
semakin mendalami sejarah pendiri kongregasi dan spiritualitas Fransiskan.
5. Lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan rohani yang sudah ada dalam
kongregasi SFD, seperti adorasi, mengikuti perayaan Ekaristi setiap harinya,
latihan doa terus-menerus, ziarah tahun rohani dan lain sebagainya.
6. Mengadakan kursus penyegaran hidup doa dan spiritualitas kongregasi SFD.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
125
DAFTAR PUSTAKA
Agudo, Filomena, FMM. (1988). Aku Memilih Engkau. Yogyakarta: Kanisius
Anggaran Dasar Ordo III Regular St. Fransiskus Asisi (2002) Jakarta SEKAFI
Cahyadi Krispurwana, T, SJ. (2003). Jalan Pelayanan Ibu Teresa. Jakarta: Obor
Cardinal, Bernardin, Joseph. (1988). Pelayanan-pelayanan Baru. Pusat Pastoral
Yogyakarta
Celano, Thomas. (1984). St. Fransiskus dari Asisi: Riwayat hidup yang pertama
dan kedua (sebagian). Jakarta. SEKAFI
Clementina van Vooren & Sr. Emmanuel Claerhout. Sr. SFD. (1983). Sejarah
Ringkas Kongregasi Suster-suster Fransiskanes. Dongen dikeluarkan
pada tanggal 8 September 1983 di Dongen. (Dokumen Kongregasi)
Conti, Martino. (2006). Identitas Fransiskan. Sekretariat Keluarga Fransiskan
Indonesia (SEKAFI). Jakarta
Darminta, J .(1982). Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-hari.
Yogyakarta: Kanisius
__________.(1983). Tuhan Ajarilah kami Berdoa. Yogyakarta: Kanisius
__________.(1994). Nabi dan Martir Bersama Yesus. Yogyakarta: Kanisius
__________.(2001). Yesus Sang Pendoa. Yogyakarta: Kanisius
Dister, Syukur Nico. (2011). Semangat Hamba Allah Yohanna Dari Yesus.
Yogyakarta: Kanisius
Dopo, Eduardo R. dkk. (1992) Keprihatinan Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius
Eko Riyadi, St. (2011). Yohanes “Firman Menjadi Manusia”. Yogyakarta:
Kanisius
Green, Thomas, H. (1988). Bimbingan Doa. Yogyakarta: Kanisius
Groenen, Cletus, P. OFM. (1986). Fransiskus di Hadapan Allah. Jakarta SEKAFI
__________.(2000). Kisah Ketiga Sahabat. Riwayat Hidup St. Fransiskus Asisi;
Jakarta SEKAFI
Groome, Thomas, H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese.
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga
Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991).
Harjawiyata, Frans. OSC. (1979). Bentuk-bentuk Hidup Religius. Yogyakarta:
Kanisius.
__________.(1997). Yesus dan Situasi Zamanya-Nya (Editor). Yogyakarta:
Kanisius
Hayon, Niko, SVD. (1992). Cinta yang Mengabdi. Ende: Nusa Indah
Hetu, Inocens, Ruben. (2007). Tahap-tahap Doa Kodrati. Yogyakarta: Kanisius.
Jacobs, Tom, SJ. (1988). Karya Roh dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius
Kapitel. (2011). Kapitel Umum Kongregasi Suster-Suster Fransiskus Dina (SFD)
Indonesi (Dokumen Kongregasi). Yogyakarta.
Konfrensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik; Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta; Kanisius
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
126
Konfrensi Waligereja Indonesi. (2006). Kitab Hukum Kanonik. (Edisi Resmi
Bahasa Indonesi diundangkan oleh Paus Yohannes Paulus II). Jakarta
KWI
Konferensi Wali Gereja Regio Nusa Tenggara. (1995). Katekismus Gereja Katolik.
Flores-NTT: Nusa Indah
Konsili Vatikan II. (1993). Gaudium Et Spes , (Konstitusi Pastoral tentang Gereja
dalam Dunia Modern oleh R. Hardawiryana, Penerjemah). Obor.
Jakarta.
Konstitusi Kongregasi Suster Fransiskus Dina, (SFD). (2007). (Dokumen
Kongregasi)
Koptari, (1987). Spiritualitas Pelayanan. Jakarta
Ladjar, Leo, L. OFM. (1988). Fransiskus dan Karya-karya-Nya. Yogyakarta;
Kanisius
Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Markus. Yogyakarta: Kanisius.
__________.(2003). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius.
Lembaga Alkitab Indonesia. (2007). Alkitab. Jakarta: Percetakan LAI
Lukasik, A. (1991). Memahami Perayaan Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius
Mangunhardjana, A. (1986). Pembinaan. Arti dan Metodenya. Yogyakarta:
Kanisius.
Njiolah, Hendrik, P. Pr. (2003). Tuhan Ajarilah Kami Berdoa. Pustaka Nusatam.
Yogyakarta
Nouwen, Henri, J, M. (1986). Cakrawala Hidup Baru. Yogyakarta: Kanisius
Purwatma, M. Pr. (2014). Komunitas Para Murid Demi Kerajaan Allah. Seri
Pastoral 426 Yogyakarta; Kanisius
Raat, Judith, de. (2000). Sebuah Harta Tersembunyi: Spiritualitas Suster-Suster
Fransiskanes Dongen, Etten, dan Roosendal. Jakarta. Luceat
Raaymakers, Marie Joseph. SFD. (1991). Bersatu Hati. Dongen. (Dokumen
Kongregasi)
Ridick, Joice, Sr. SSCC. (1987). Kaul Melimpah dalam Bejana Tanah Liat
Yogyakarta: Kanisius
Rudiyanto, F. MA. (1994). Doa Mengetuk Hati Allah. Jakarta: Obor
diter; dari buku Prayer Seeking the Heart of Gad (Muder Teresa dan
Bruder Roger). Oleh: Michael Benyaminmali
Setyakarjana, J. S. (1993). Pedoman Umum Katekese. Yogyakarta: Puskat
SFD. (2007). Pedoman Pembinaan dan Pendidikan Suster Fransiskus Dina.
Yogyakarta (Dokumen kongregasi
Sumarno Ds. (2013). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik
Paroki. Diktat semester VI. Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Talbot, John Michael dan Rabey Steve. (2007). Ajaran-ajaran St. Fransiskus.
Bina Media. Medan
Tengah Kapitel. (2013). Hasil Evaluasi Tengah Kapitel Suster-Suster Fransiskus
Dina (SFD). (Dokumen Kongregasi)
Yohannes Paulus II (1995). Pedoman-pedoman pembinaan dalam lembagalembaga religius. Seri Dokumen Gerejani No.16. Jakarta;
Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
127
__________.(1996). Vita Consecrata (Hidup Bakti). Seri Dokumen Gerejani No,
51. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI
__________.(1990). Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Sang Penebus). Seri
Dokumen Gerejani No,14. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI
__________.(1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, penerjemah).
Jakarta: DokPend KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979)
Van Breemen, G, P, SJ .(1983). Kupanggil Engkau dengan Namamu. Yogyakarta:
Kanisius
Zita, SFS. (2008). Muder Yohana Yesus; diterj; Nico Syukur Dister, OFM.
Sukabumi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 1: Lirik lagu
KU BERSYUKUR PADA-MU YESUS
Ku bersyukur pada-Mu Yesus, yang tlah mengubahkan hidupku
Tak ada yang seperti Engkau mengasihi ku
Kau menuntun jalan hidup ku, bawaku masuk rencana-Mu
Tak ada yang seperti Engkau Yesus Tuhanku
Kaulah Tuhan keslamatan ku, Kekuatan dan perisaiku
kutak gentar karna janji-Mu slalu memliharaku
Kupercaya dalam tangan-Mu ada masa depan hidupku
Kutak gentar karna janji-Mu slalu hidup dalam ku..
BETAPA KITA TIDAK BERSYUKUR (MB 489
Betapa kita tidak bersyukur bertanah air kaya dan subur;
lautnya luas, gunungnya megah, menghijau padang, bukit dan lembah.
Ref; Itu semua berkat karunia Allah yang Agung, Mahakuasa;
Itu semua berkat karunia Allah yang Agung, Mahakuasa.
Alangkah indah pagi merekah bermandi cah’ya surya nan cerah,
ditingkah kicau burung tak henti, bunga pun bangkit harum berseri. Ref
Bumi yang hijau, langitnya terang, berpadu dalam warna cemerlang;
indah jelita, damai dan teduh, persada kita jaya dan teguh. Ref
(1)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASIH YANG SEMPURNA
Kasih yang sempurna telah, kut'rima dari-Mu
bukan kar'na kebaikanku, hanya oleh kasih karunia-Mu
Kau pulihkan aku, layakkanku, 'tuk dapat memanggil-Mu, Bapa
Reff: Kau b'ri yang kupinta, saat kumencari, kumendapatkan
kuketuk pintu-Mu dan Kau bukakan, s'bab Kau Bapaku, Bapa yang kekal
Tak kan Kau biarkan, aku melangkah hanya sendirian
Kau selalu ada bagiku, s'bab Kau Bapaku, Bapa yang kekal
HIDUP RUKUN DAN DAMAI (MB. 530)
Alangkah bahagianya , Hidup rukun dan damai
Didalam persaudaraan, Bagai minyak yang harum
Refren : Alangkah bahagianya, Hidup rukun dan damai
Ibarat embun yang segar, Pada pagi yang cerah
Laksana anggur yang lezat, Kan pemuas dahaga. Ref
Begitulah berkat Tuhan, Dengan berlimpah ruah
Turun ke atas mereka, Kini dan selamanya
(2)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 2 : Teks Injil
Teks Kitab Suci Injil Yohanes 15: 9 -17
15:9 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu;
tinggallah di dalam kasih-Ku itu.
15:10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku,
seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu
dan sukacitamu menjadi penuh.
15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah
mengasihi kamu.
15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan
kepadamu.
15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang
diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah
memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu.
15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku
telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan
buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku,
diberikan-Nya kepadamu.
15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
(3)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Teks Injil Markus 1:35-39
1:35 Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke
tempat yang sunyi dan berdoa di sana.
1:36 Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia;
1:37 waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau."
1:38 Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan,
supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang."
1:39 Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah
ibadat mereka dan mengusir setan-setan.
(4)
Download