SIFAT / CIRI PENULISAN ILMIAH Jelas, tidak salah tafsir atau bermakna ganda Ringkas, padat tetapi bukan pemendekan kata atau menggunakan akronim Lengkap, semua data yang diperlukan Teliti, sampai pada hal-hal kecil Tersusun, dalam hal runtunan pola pikir Menyatu, semuanya tertuju ke satu sasaran CATATAN KAKI (FOOTNOTE) a) langsung mengikuti tanda notasi contoh : Menurut KONAS Dep.Kes R.I [7] … yang dimaksud dengan obat ialah bahan alam yang digunakan ….. b) ditempatkan di bagian bawah halaman [7] Kebijaksanaan Obat Nasional Departemen Kesehatan R.I. ibid. = ibidum op.cit. = opere citato loc.cit. = locus citato MEMBACA EFFEKTIF 1) Membaca Dasar - Pengembangan Keterampilan Kosa Kata Mengenal kata kunci Mempelajari asal kata dan bagiannya Pemakaian kamus - Pengembangan Keterampilan Menanggapi - Pengembangan Ingatan Ungkapan Harfiah Mengenal ide Pokok dan Rinciannya Mengenal Pola Paragraf Membedakan Fakta dan Opini 2) Membaca Sidik 3) Membaca Analitis 4) Membaca Sintopis Contoh : 1) Asetosal masih digunakan sebagai penurun panas, sebab belum banyak dilakukan penelitian golongan obat antipiretika (kata kunci = kata penting) 2) Meskipun sudah ditemukan metode analisis instrumen yang canggih, Volumetri masih merupakan metode baku untuk analisis kimia tertentu 3) Pengendalian kualitas obat dilakukan sebelum, selama, dan setelah proses pembuatannya. (asal kata) 4) - Orang itu sakit (kamus) - Orang itu sakti - Orang itu saksi 5) - Ia membawa baki - Ia membawa daki Kalimat Topik ? Obat ialah bahan kimia yang berinteraksi dengan sistem biologis tubuh melalui cara tertentu. Bahan kimia ini dapat mengakibatkan kontraksi otot, pengeluaran sekresi oleh kelenjar, pelepasan hormon, atau perubahan keaktifan syaraf, mengubah kecepatan pembagian sel, atau membunuh sel. Keragaman aksi obat ini demikian luas, sehingga pada prinsipnya obat ini memungkinkan modifikasi setiap proses biologis. Pada kenyataannya telah ditemukan obat yang mempengaruhi hampir setiap proses biologis. (Mid Career Training in Pharmocochemistry) Kalimat Topik ? Formulasi obat modern merupakan campuran kompleks yang selain mengandung satu atau campuran bahan berkhasiat, juga mengandung sejumlah bahan inert, misalnya bahan pengencer, penghancur, pewarna dan pembau. Sebelum mengadakan analisis kuantitatif dalam rangka pengendalian kualitas dan kestabilan produksi akhir, campuran bahan tersebut perlu dipisahkan komponen-komponennya. Kromatografi meliputi kumpulan metode untuk memisahkan campuran molekul yang ditentukan oleh perbedaan afinitas zat terlarut di antara dua fase yang tidak bercampur. Salah satu fase merupakan pelataran tetap yang permukaannya sangat luas, sedang fase lainnya merupakan cairan yang mengalir di atas atau pada pelataran tetap tadi. Komponen campuran zat harus berada dalam bentuk molekul dalam keadaan terlarut atau bentuk gas. (Remington’s Pharmaceutical Sciences) Kalimat Topik ? Titrasi adalah pengerjaan eksperimen dalam analisis titrimetri. Suatu larutan pereaksi yang diketahui konsentrasinya dengan tepat (titran dan larutan baku) ditambahkan pada larutan pereaksi kedua, yaitu larutan sampel yang akan ditentukan kadarnya. Titran ditambahkan pada larutan sampel sampai reaksi berlangsung sempurna, yaitu jumlah titran yang ditambahkan itu ekivalen secara kimia dengan jumlah sampel. Tahapan terjadinya ekivalensi ini dinamakan titik ekivalen titrasi atau titik akhir titrasi. Dari konsentrasinya, dan dari kesetimbangan (stokiometri) reaksi titrasi yang diketahui, dapat dihitung jumlah bahan sampel. Biasanya penghitungan diadakan dengan pengukuran volume titran, sehingga analisis titrimetri dinamakan juga Volumetri. (Connors, K.A., A Textbook of Pharmaceutical Analysis) a. Paragraf definisi. Tujuan dari pola ini ialah untuk mendefinisikan sesuatu, misalnya : Farmakokimia dapat didefinisikan sebagai bidang ilmu antar disiplin, yang merupakan gabungan ilmu bidang kimia, yang saling bekerjasama; dan secara khusus menggunakan disiplin seperti kimia organic, biokimia, kimia analisis, kimia fisika, farmasi, farmakologi, fisiologi, mikrobiologi, patobiologi, dan toksikologi. Melihat kerja sama antardisiplin ini, dapat dikatakan bahwa famakokimia meliputi riset mengenai semua aspek senyawa biologis aktif mulai dari tahap pembuatan, melalui elusidasi struktur, analisis, dan uji biologis, sampai pada tahap interpretasi aksinya pada tingkat molekul. (Mid Career Training in Pharmacochemistry) b. Paragraf contoh. Seorang penulis akan memberi contoh untuk mengilustrasikan atau menopang ide pokok (pola ini dinamakan juga pola ilustrasi), misalnya : Simbion sel alga diklasifikasikan dalam kelompok berdasarkan warnanya. Zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna coklat, kuning emas atau kuning kecoklatan dan Zoochlorellae adalah sel yang berwarna hijau. Kelompok ketiga adalah kelompok-kelompok kecil yang berwarna biru atau hijau kebiruan, dan disebut Cynellae. Pengelompokan berdasarkan warna ini tidak membedakan spesies-spesies alga yang sebenarnya terlibat. (Nybakken J.W. : Biologi Laut) c. Paragraf perbandingan dan kontras. Dalam pola paragraf ini penulis mencoba untuk mengembangkan ide pokok melalui perbandingan atau kontras antara dua hal. Misalnya : Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. (Dit.Jen. P.O.M DepKes : Cara Pembuatan Simplisia) d. Paragraf deskripsi. Penulis dalam pola paragraph ini memberikan sesuatu yang dapat berupa deskripsi fisik sesuatu, atau tempat, atau proses bagaimana sesuatu dilakukan. Misalnya : Rimpang jaringau (Acorus calamus L.) merupakan potongan-potongan berbentuk silindrik agak bengkok, liat, tidak bercabang. Bau khas aromatik, ras pahit dan agak pedas. Pada bagian atas terdapat parut daun berbentuk segitiga yang terentang melintang, pada bagian bawa terdapat parut-parut akar berbentuk bundar, menonjol dan letaknya tidak beraturan dalam baris yang berkelok-kelok; permukaan rimpang berkerut memanjang dan berwarna coklat kekuningan hingga coklat. (Dit.Jen. P.O.M DepKes : Cara Pembuatan Simplisia) d.Paragraf analisis. Dalam pola ini sebuah topik dianalisis, misalnya : Latar belakang pendidikan seorang Farmasis yang bersifat multidisiplin, pelatihan manajemen, terlatih dalam ketelitian dan kontrol, menyebabkannya memenuhi criteria untuk bekerja di industri farmasi. Pada bagian mana pun ia ditempatkan dalam organisasi perusahaan, pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu kesehatan akan menjamin keamanan manusia yang akan menggunakan produk perusahaannya. Dengan latar belakang pengetahuan berbagai disiplin ilmu ia dapat bekerja sangat efektif dalam organisasi yang meliputi berbagai macam keahlian. Secara singkat dapat dikatakan bahwa seorang ahli farmasi mempunyai kemampuan untuk memahami semua aspek yang kompleks dari industri yang berkaian dengan kesehatan, dan dapat mengisi semua peran yang terdapat di dalamnya. (Remington’s Pharmaceutical Sciences) f. Paragraf urutan kejadian (kronologis). Dalam pola paragraf ini si penulis memberikan urutan kejadian secara kronologis. Untuk mudah diingat pembaca, biasanya diberikan kata-kata kunci Pertama, Kedua, Ketiga dan sebagainya. Paragraph ini sering ditemukan pada prosedur pengerjaan di laboratorium yang urutannya harus sesuai. Sebagai berikut : Pilih salah satu senyawa monohidroksi untuk analisis, misalnya etanol, isopropanol, n-butanol, fenol dan seterusnya. Ditimbang tepat 4-6 mcg senyawa itu lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 125 cc yang bertutup gelas. Di pipet tepat 5,0 ml pereaksi asetat anhidrat ke dalam labu, lalu labu dikocok untuk melarutkan sampel. Biarkan larutan selama 5 menit agar reaksi asetilasi itu sempurna. (Connors K.A. : Pharmaceutical Analysis) Contoh : 1. Anderson J. et al. (1970) “Thesis and Assignment Writing”, Jacaranda Wiley, New York, pp. 22-35. 2. Ibid. pp 36-45 op.cit. , singkatan dari opere citato, yang berarti dalam karya yang telah dikutip sebelumnya. Contoh : J.Anderson, op.cit, pp. 45-60 loc.cit. , singkatan dari locus citato, yang berarti pada tempat yang telah dikutip sebelumnya. Karena tempatnya sudah diketahui (nomor halaman), tidak perlu lagi menulis pada halaman berapa. Contoh : J.Anderson loc.cit. Notasi yang berasal dari Buku Urutan : nama penulis, judul buku dan media, lembaga serta waktu penerbitan. Contoh [1] : Brown, G. and M.Atkins (1988) “Effective Teaching in Higher Education”, Methuen & Co, London. Contoh [2]: Kolthoff, I.M., Elving, P.J. Treatise on Analytical Chemistry, Vol. 5, Part I, Interscience Publication, New York, 1982. (dari : Remington’s Pharmaceutical Sciences. 1985) Contoh [3]: Martin B.L. and Briggs L.J. (1986) The Affective and Cognitive Domain : Integration for Instruction and Research, Engelwood Cliffs, New Jersey. Contoh [4]: Departemen Kesehatan Republik Indonesia “Farmakope Indonesia” Edisi IV, 1995, Jakarta. Contoh [5] : Smith, R.P. (1969) “ The Significance of Methemoglobinemia in Toxicology “ dikutip dari Blood,F.R. (ed.) “Essay in Toxicology”, hal. 84,95 Beberapa contoh penulisan Daftar Pustaka : Contoh [6] : Mattulada, Latoa, Satu Lukisan Analitik tentang Antropologi Orang Bugis, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1985. (dari Majalah Lontara, Hasanuddin University Press, Tahun XXIX No.1 1993) Contoh [7] : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Metode Penelitian Survei, Masri Singarimbun (Editor) 1989. Notasi yang Berasal dari Jurnal atau Majalah Urutan unsur pokok dari majalah yang harus masuk dalam notasi ialah : nama penulis, judul tulisan, nama majalah, nomor penerbitan, bulan dan tahun penerbitan, dan halaman yang dikutip. Nama dan tempat penerbit tidak lagi dicantumkan. Contoh [8]: Sudana Atmawidjaja, Slamet Ibrahim, “Pengujian Kadar Residu Beberapa Pestisida dalam Tanaman Solanum khasianum “, Acta Pharmaceutica Indonesia, Volum IV, Nomor 3, September 1990, hal. 84-90. Notasi yang berasal dari Surat Kabar Notasi dari surat kabar atau majalah populer hendaknya berisi sesuai urutan : 1. Jenis tulisan, apakah editorial, berita, mimbar pendidikan, ruang ekonomi, pojok, dan sebagainya. 2. Nama Surat Kabar, digarisbawahi atau dicetak tebal. 3. Tanggal, bulan, dan tahun penerbitan 4. Nomor halaman dan kolom. Contoh [9] : “Tajuk Rencana” dalam Harian KOMPAS, Selasa, 20 Juli 1968, Tahun ke-III, hal.2, kol,7-9 Notasi yang berasal dari sumber lain Contoh [10] : Moskal, Barbara M. 2000 Scoring Rubrics : What, When and How ? Practical Assessment, Research and Evaluation, 7 (3) Available on line http://ericae.net/pare/getvn.asp?v=7&n=3. Contoh [11] : Wiggins, Grant 1990 The Case for Authentic Assessment ERIC Digest ED328611 (online) Available http://www.ed.gov/databases/ERIC Digest/ed1238611.html Tabel 2 Konsistensi Bentuk Sediaan untuk Pemakaian Luar dan Dalam Cair Pemakaian Solutio (Larutan) Dalam Mikstura (Campuran) Eliksir Emulsi Suspensi Semprot (Nebula) Pemakaian Linimentum (Obat Luar Gosok) Gargarisma Lotio Injectio Setengah Padat Padat Pulveres (racikan) Tablet Kapsul Salep (Pulvis) Bedak Krim Pasta Ovula Suppositoria Klasifikasi Bahan Baku Obat (BBO) 1. Bahan baku yang berasal dari bahan alami, misalnya ekstrak dari tanaman obat. 2. Bahan baku dari hasil sintesis, misalnya sulfa, parasetamol. 3. Bahan baku dari hasil fermentasi, misalnya antibiotika. Bahan Penambah Bahan Penambah Pelarut Pengawet Penstabil Pengemulsi/Pendispersi Pemberi Warna (corr.coloris) Pemberi Rasa (corr.saporis) Pemberi Bau (corr.odoris) Dasar Salep Dasar Suppositoria Bahan Pengisi / Pengencer Antilekat Pelincir Pengikat Penyalut Pengkilap Sediaan Cair Setengah Padat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Sediaan Padat √ √ √ √ √ √ √ (coated) √ (coated) Padat: R/ Phenobarb. 20 mg Valium 2 ½ tab. CTM 3 mg Acetosal 80 mg Coffein 10 mg Sacc.Lact. q.s. mfla pulv.dtd No XV da signa omni vesp. I R/ Luminal 500 mg Carb.Magn 2,5 Carb.Calc. 2,5 Al hidroksid. 1 mf pulv.No X S tdd I Setengah padat : R/ Liq.Carbonis Det. 10 ml R/ Terracortril eye oint Hydrocortison 2% tube I 1% tb I Vaselin alba ad 20 S 3 dd o.d mf ungt. sue Cair: R/ Succus Liquiritiae 1,67 R/ Rivanol 1 % 500 Paracetamol 650 mg Amm.Chloride 500 mg Obat Cuci Luka Ephedrine HCl 50 mg Chlorpheniramine mal. 20 mg Etanol 2 % Ol. menth.pip. q.s. Menthol crystal q.s. Aqua ad 50 ml Definisi : Obat tradisional ialah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya, atau campuran dari bahanbahan tersebut yang belum mempunyai data klinis, dan digunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman. Kandungan kimia bahan alam : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Karbohidrat Glikosida Cairan (minyak lemak, malam, sterol, dan fosfolipid) Protein Alkaloida Minyak atsiri Eksudat tanaman ( damar, oleoresin, gum resi, dan balsem) Prostaglandin Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Obat kelompok Fitoterapi adalah sediaan obat dari bahan alam, terutama dari bahan alam nabati yang telah jelas khasiatnya dan bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya. Dalam obat kelompok Fitoterapi ini dilarang penggunaan zat kimia berkhasiat. Bentuk sediaan obat kelompok fitoterapi antara lain : 1. Sediaan oral : - serbuk - rajangan (cacahan) - kapsul, tablet, pil - sirup - sediaan terdispers (untuk ekstrak) 2. Sediaan topikal : - salep/krim (ekstrak) - suppositoria (ekstrak) - linimenta (ekstrak) - bedak Pedoman jenis pengujian bentuk sediaan obat tradisional : Sediaan Oral RaSer- Pil, Sirup Sediaan jangan buk Kapsul, terdisTablet pers a. Organoleptik √ √ √ √ √ b. Makroskopik √ c. Kebenaran komposisi, √ √ √ termasuk mikroskopik d.Kebenaran zat √ √ identitas/ zat berkhasiat e. Cemaran mikroba √ √ √ √ √ f. Cemaran logam berat √ √ √ √ √ (Pb,As) g. Cemaran bahan √ √ organik asing h. Kadar air √ √ √ √ i. Keseragaman Bobot √ √ j. Zat tambahan yang √ √ diizinkan k. Waktu hancur √ l. Kadar metanol √ √ m. Kadar etanol √ √ n. Kadar gula √ o. Keseragaman volume √ √ Sediaan Topikal a.Organoleptik b. Kebenaran zat identitas c. kebenaran komposisi, termasuk mikroskopik d. Zat tambahan diizinkan e.Keseragaman bobot f. Cemaran mikroba g. Kadar air h.Homogenitas i. Waktu hancur j. Derajat kehalusan k. Suhu Lebur l. Uji khusus m. Keseragaman volume Salep/ Supposi- Lini- Bedak Param Krim toria menta √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 1. Jenkins, F et al, (1957) “Scoville’s The Art of Compounding” Mc Graw Hill 2. Sprowls, J.B. (1970) “Prescription Pharmacy”, J.B.Lippincott Company, Philadelphia 3. Gennaro, A.R. [Ed.] (1985) “Remington’s Pharmaceutical Sciences”, Mack Publishing Company, Easton, Pennsylvania. 4. DepKes RI, DirJen POM (1983) “ Pemanfaatan Tanaman Obat” 5. Ibid. (1985) “ Cara Pembuatan Simplisia” 6. Ibid. (1985) “ Obat Kelompok Fitoterapi” DASAR-DASAR FORMULASI OBAT I. Perkembangan Pabrik Obat di Indonesia Pabrik Obat Pertama di Indonesia Pabrik obat modern pertama di Indonesia ialah Pabrik Kina Bandung, yang didirikan pada tahun 1896. Pada saat itu malaria merupakan penyakit yang insidensnya tertinggi di antara berbagai penyakit lain, dan bahan baku obatnya, yaitu korteks kina (Cinchona bark) dari Cinchona Ledgeriana Moens dan Cinchona Calisaya Weddell yang mudah diperoleh karena sudah lama diperkebunkan di Jawa Barat. Dari korteks C.Ledgeriana diisolasi alakloida kinin yang diproduksi menjadi Pil Kina, sedangkan dari C.Calisaya diekstraksi alkaloida totalnya yang dibuat dalam bentuk sediaan sirup. Perkembangan pabrik farmasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan dikeluarkannya UU PMA tahun 1967 dan UU PMDN tahun 1968. Waktu itu banyak didirikan pabrik obat baru, dan sampai saat ini terdapat kurang lebih 224 pabrik obat atau industri farmasi, 35 di antaranya PMA. Perkembangan Pabrik Obat Farmasi dahulu hanya meliputi penyediaan dan pemberian (dispensing) obat. Waktu itu umumnya obat berasal dari alam, bahan bakunya dikumpulkan (collection) lalu dimanufaktur menjadi bentuk sediaan yang layak untuk diberikan kepada pasien. Saat ini sifat bahan baku obat sudah berbeda, yaitu merupakan bahan sintetis atau diisolasi dari bahan alam yang kemudian dimurnikan. Karena itu Farmasi modern tidak lagi membuat sendiri bahan baku obat , melainkan membeli dari tempat lain untuk dibuat dalam suatu bentuk sediaan. Manufaktur bentuk sediaan menjadi “obat jadi” memerlukan pengetahuan yang sangat mendalam karena sangat bervariasinya bahan baku yang digunakan yang masing-masing memerlukan cara pemrosesan tertentu. Permasalahan dalam pemrosesan obat itu dapat dikelompokkan dalam 3 bagian besar, yaitu (1) Pengembangan formulasi (Research and Development), (2) Produksi obat (Production) dan (3) Pengendalian Kualitas obat (Quality Control). Ketiga hal tersebut dapat dilihat dalam struktur organisasi suatu pabrik obat, yang pada umumnya mempunyai Departemen atau Divisi atau Bidang yang sama. [5] Merupakan kewajiban dari pabrik obat untuk merancang, menguji, dan memproduksi sediaan obat, yang mengandung obat dengan kualitas dan kuantitas yang tepat, dan dapat diterima (acceptable), dapat diulangi (reproducible), sesuai, dan enak dipandang. Karakteristik penting dari sediaan obat ialah kualitas, kemurnian, potensi, keseragaman, kestabilan dan keamanan, maupun kemanfaatan fisiologis ( physiological availability) dan aktivitas terapetik. Untuk menjamin dan mengontrol kualitas produk, perlu terus menerus diadakan pencarian penyebab penyimpangannya dan cara pencegahannya II. Kestabilan Obat dan Biofarmasetika Kestabilan Obat Degradasi suatu produk mungkin sudah terjadi selama manufaktur (pabrikasi) atau selama penyimpanan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pada persiapan desain formulasi dan pengembangan formula untuk produksi. Adanya kekurangan atau kesalahan pada produksi dapat diketahui melaui supervisi yang ketat pada proses manufaktur dan dari pengujian potensi obat. Dalam hal terbentuknya produk degradasi yang toksik perlu diadakan pengujian khusus. Kerusakan obat yang terjadi selama produksi dapat dideteksi dengan mudah pada tahap pengembangannya, tetapi akan lebih sukar untuk memprediksi kestabilan obat untuk jangka waktu lama. Pada saat obat digunakanoleh pasien, potensi obat itu harus sesuai dengan yang tertera pada label. Pihak manufaktur perlu mencantumkan umur obat pada label, kecuali obat itu dijamin akan stabil dalam waktu 3 tahun. Seharusnya obat yang sudah berumur 5 tahun tidak boleh digunakan lagi. Khususnya golongan Antibiotika dan Vitamin, biasanya dicantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa (Expired / Expiration Date). Kadang-kadang dalam label perlu dicantumkan pula suhu penyimpanan dan faktor lingkungan lain, misalnya cahaya, kelembaban atau udara. Dengan demikian maka pengembangan formulasi yang dapat menjamin produk yang cukup stabil adalah bidang R&D. Penelitian dalam bidang ini didasarkan pada kinetika reaksi kemungkinan terjadinya kerusakan produk, dan kondisi yang dapat mempengaruhinya, misalnya konsentrasi pereaksi, pH, mungkin katalisator, suhu dan radiasi. Biofarmasetika. Suatu bahan yang terbukti mempunyai aktivitas farmakodinamik biasanya tidak dapat langsung diberikan kepada manusia atau hewan tanpa dibentuk dalam suatu bentuk sediaan tertentu. Bentuk sediaan ini, maupun hendaknya dapat melepaskan bahan aktifnya dalam waktu dan derajat yang diperlukan untuk bahan obat itu bekerja, karena akan mempengaruhi pula waktu dan derajat absorpsi. Ketersediaan (availability) farmasetik ialah jumlah relatif bahan obat yang diberikan yang dapat diabsorpsi setelah tenggang waktu tertentu, jadi meliputi pula pelepasan dan disolusi. Beberapa bahan obat dimetabolisme sampai jumlah tertentu pada, pada dinding usus atau hepar yang dinamakan “first pass effect”. Karena itu kriteria pilihan ialah jumlah relatif obat yang mencapai sirkulasi umum : ketersediaan hayati (biological availability = bioavalability). Hal ini terlihat pada kurva waktukonsentrasi obat yang diberikan yang mencapai sirkulasi. Hal ini tidak berlaku bagi obat yang diberikan secara lokal. Biofarmasi ialah cabang ilmu farmasi yang mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan farmasetis dan biologis suatu obat. III Bahan Manufaktur obat jadi memerlukan bahan-bahan sebagai berikut : (1) Bahan aktif, yang disebut juga bahan baku obat, (2) Bahan pembantu atau bahan penambah (3) Bahan Pengemas. Pelarut yang tidak tersisa pada produk akhir dikelompokkan dalam bahan penambah, bahan pengemas di sini dibatasi hanya pada pengemas yang akan berkontak langsung dengan obat jadi, misalnya ampul atau botol sirop, tetapi dos sirop tidak termasuk. Bahan aktif Bahan aktif perlu diuji identitas, kemurnian dan potensinya, berdasarkan persyaratan buku resmi misalnya Farmakope Indonesia atau Kompendia lain, atau pun pustaka terakhir untuk bahan obat baru. Kadang-kadang perlu spesifikasi tertentu dari bahan baku yang memerlukan perlakuan khusus, misalnya mengenai ukuran partikel karena persyaratan biofarmasetik (derajat disolusi), kemurnian mikrobiologis, atau modifikasi kristal spesifik. Sampel untuk analisis harus diambil sendiri oleh bagian QC. Bahan baku ini disimpan dalam karantina sampai disetujuinya pelepasan bahan tersebut untuk satu batch. Perlu perhatian khusus terhadap pemberian kode pada batch menggunakan nomor kode batch agar dapat ditelusuri kembali bahan bakunya dalam obat jadi yang sudah mencapai batas tanggal kadaluarsa, diperiksa kembali ketepatan jumlah bahan baku sesuai dengan catatn administrasi, dan untuk keperluan protokol produksi. Bahan pembantu Sistem analisis yang dibicarakan untuk bahan aktif juga berlaku bagi bahan pembantu. Namun demikian, bahan pembantu ini tidak dibicarakan dalam Farmakope, dan lagi pula banyak bahan pembantu ini yang sulit ditentukan komposisinya secara tepat. Sebagai contoh, minyak lemak adalah kombinasi dari berbagai jenis ester asam lemak yang berbeda komposisinya dalam minyak lemak sehingga tidak dapat ditentukan standarnya. Minyak lemak banyak digunakan sebagai pengemulsi. Material dari bahan alam sangat mungkin tercemar mikroba; untuk ini dalam beberapa Farmakope telah tercantum persyaratan kemurnian mikrobiologis. Kadang-kadang digunakan minyak menguap sebagai pelarut organik, yang tidak akan ditemukan lagi pada produk akhir. Namun demikian, penghilangan pelarut ini sangat sukar karena terabsorpsi, misalnya jika menggunakan pelarut eter pada pembuatan tablet, bau eter akan menempel terus pada tablet untuk waktu yang lama. IV Produksi Perencanaan produksi suatu bentuk sediaan untuk dapat dipabrikasi biasanya didahului oleh percobaan di laboratorium dalam skala kecil. Hal ini terutama diperlukan untuk bentuk sediaan tertentu dan tergantung pada besar kecilnya jumlah yang akan diproduksi. Untuk pembuatan larutan dan kapsul prosedur ini tidak terlalu sulit, akan tetapi pada pembuatan tablet dan sediaan steril yang menggunakan mesin-mesin berkecepatan tinggi, kemungkinan besar terjadi perbedaan antara percobaan di laboratorium dengan produksi yang sebenarnya. Terlepas dari apa bentuk sediaannya, semua data yang berkaitan dengan produksi itu harus dicatat dan dipelajari untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur yang dipilih tersebut akan menghasiljan produk yang sesuai dengan standar. Setelah itu dapat dituliskan formula induk (master formula) dan urutan kerjanya. Catatan ini hendaknya terperinci, termasuk instruksi terhadap kondisi lingkungan pabrik dan kontrol “in-process” (sementara produksi). V Pertimbangan Formulasi V.I Produksi Cairan Dalam mengatasi masalah formulasi yang ditemukan pada cairan farmasetis diperlukan keterampilan dalam dua hal, yaitu pertama masalah faktor kelarutan dan kestabilan yang berkaitan dengan ilmu, dan masalah faktor rasa (flavor) dan karakteristik organoleptis yang lain. Dengan demikian maka untuk menghasilkan formulasi cairan maupun bentuk sediaan lain yang sukses, diperlukan gabungan keahlian keilmuan dan “seni” farmasetika. Kelarutan Kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam suatu pelarut perlu diuji sebelumnya dalam skala kecil agar diperoleh hasil yang sama untuk produk akhirnya. Penelitian kelarutan umnya dilakukan pada suhu tertentu, lebih baik pada suhu di atas suhu kamar (30o C) agar dapat dipertahankan kondisi yang sama berapa pun variasi suhu laboratorium. Pada saat produk didistribusikan kelak, kemungkinan besar produk akan terpaparkan pada kondisi suhu yang sangat bervariasi. Karena itu perlu diadakan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap kelarutan bahan obat. Sebagai patokan, produk itu harus dirancang sedemikian agar kelarutan bahan itu tidak terlampaui meskipun pada suhu rendah (4 oC). Untuk itu perlu diperhatikan sifat kimia bahan obat dan jenis produk akhir yang diinginkan. Apabila produk itu bersifat basa atau asam, maka kelarutannya akan dipengaruhi oleh pH. Dalam pemilihan lingkungan pH yang sesuai, perlu diperhatikan beberapa faktor lain. pH yang cocok dengan kebutuhan kelarutan bahan tidak boleh bertentangan dengan keperluan produk yang lain, misalnya kestabilan dan tercamurkan secara fisiologis. Apabila faktor pH yang sangat penting untuk kestabilan obat, maka larutan itu harus didapar. Karena itu pemilihan dapar harus memenuhi kriteria : 1. Kapasitas dapar yang cukup besar pada rentang pH yang diinginkan 2. Dapar itu harus aman secara biologis untuk tujuan pemakaiannya 3. Dapar tidak merusak kestabilan produk akhir 4. Dapar tidak mengakibatkan suatu masalah organoleptik Pemilihan dapar pun harus sesuai, apakah pada sediaan obat cair untuk pemakaian dalam, pemakaian luar, atau untuk injeksi. Pengawetan Pertumbuhan bakteri dan fungi dalam sistem farmasetik dapat mempengaruhi kestabilan produk dan dapat berbahaya bagi yang menggunakannya. Bentuk sediaan obat yang kemungkinan besar merupakan media pertumbuhan mikroba harus dibuat bakteriostatik atau pun bakterisida dengan penambahan bahan antimikroba yang sesuai. Bahan pengawet yang ideal paling kurang harus memenuhi kriteria berikut ini : 1. Efektif terhadap mikroorganisme secara spektrum luas (broad spectrum) 2. Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologis sepanjang umur produk. 3. Tidak toksis atau menyebabkan alergi, cukup mudah larut, dapat tercampurkan dengan komponen formula lain, dan dapat diterima dari segi rasa dan bau dalam konsentrasi yang digunakan. Tidak ada pengawet yang cocok untuk semua formula. Pemilihan pengawet hendaknya dilakukan untuk keperluan masing-masing bentuk produk. Seringkali dibutuhkan kombinasi 2 pengawet untuk memperoleh efek antimikroba yang diinginkan. Bahan antibakteri yang sering digunakan dapat dikelompokkan dalam : asam, netral, merkuri dan senyawa amonium kuaterner. Karakteristik subjektif produk Banyak kualitas produk yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, misalnya rasa, dan penampakan. Karakteristik ini sering dinamakan keindahan farmasetis. Nilai suatu produk farmasetik diukur dari kualitas medis dan keberhasilannya secara komersial. Umumnya cairan farmasetis berbentuk sirup atau eliksir. Keduanya ini merupakan larutan yang selain berisi bahan obat juga mengandung bahan pemanis, pengawet, pengharum, pewarna, dan jika perlu mengandung pula bahan petambah yang mengubah sifat fisis dan kimia sistem itu, misalnya bahan ko-solven, dapar, surfaktan dan pengental. Bahan pemanis Bagian terbesar dari zat terlarut dalam sediaan cair terdiri atas bahan pemanis. Sejak lama telah digunakan sukrosa (gula tebu), karena mudah larut dalam air, dapat dibuat sampai kadar 85%, dapat diperoleh dalam keadaan murni dan murah, dan stabil secara fisi dan kimia pada rentang pH 4,0 sampai 8,0. Untuk mengurangi kecenderungan gula mengkristal, maka sering dikombinasi dengan sorbitol, gliserin, dan poliol lain. Bahan pemanis lain yang sering digunakan ialah glukose cair, madu dan molasses. Untuk tujuan tertentu, misalnya pada formulasi bebas gula, digunakan bahan pemanis buatan, misalnya sakarin dan siklamat. Kontrol kekentalan Seringkali diperlukan bahan pengental untuk kemudahan digunakan dan agar mudah dituang. Biasanya digunakan polivinil pirolidon atau berbagai turunan selulosa, misalnya metilselulosa, karboksimetilselulosa natrium. Keduanya ini dapat diperoleh dalam berbagai derajat kekentalan. Pemberi rasa (flavoring agent) Masalah pengharum dapat dibagi atas pemilihan dan evaluasinya. Empat jenis sensasi rasa ialah asin, pahit, manis dan asam. Untuk menutupi sensasi rasa ini digunakan kombinasi beberapa pengharum, misalnya mentol, kloroform dan berbagai garam. Penampakan Penampakan produk cair yang umum ialah kejernihan dan warnanya. Pemberian warna disesuaikan dengan rasa yang digunakan, misalnya kuning atau jingga untuk rasa jeruk, hijau atau biru untuk rasa mentol. Untuk kejernihannya dilakukan melalui. Partikel kecil dapat berasal dari serat atau pembentukan endapan zat yang sukar larut. Oleh karena itu perlu dilakukan penjernihan atau penyaringan. Kestabilan Kestabilan kimia bahan obat dalam larutan homogen dapat diprediksi, meskipun umumnya bahan obat dalam larutan lebih tidak stabil dibanding dalam keadaan padat atau suspensi. Demikian pula, meskipun ketidakstabilan zat dalam larutan homogen sudah dapat diatasi dengan cara-cara tertentu, dalam bentuk sediaan larutan heterogen kestabilan ini sangat berisiko. Kestabilan fisik bentuk sediaan larutan oral dapat dipertahankan jika selama usia produk obat itu dapat dipertahankan kekentalannya, warna, kejernihannya, rasa dan baunya. Perubahan warna dapat diukur secara spektrofotometri. Kejernihan diukur dengan melewatkan cahaya melalui larutannya (pemeriksaan kekeruhan). Rasa dan bau agak sukar diperiksa, namun ada cara-cara yang dapat digunakan, seperti halnya pengujian bau pada industri parfum (minyak wangi). Kestabilan secara keseluruhan perlu dilakukan terhadap wadah pengemas, yang mungkin berpengaruh terhadap isinya. Kebanyakan larutan oral dikemas dalam wadah kaca berwarna coklat atau jernih dengan penutup logam atau plastik. Sekarang ini banyak wadah obat minum yang terbuat dari bahan plastik tertentu Meskipun dapat mengalami korosi, penutup logam bisa bertahan pada rentang pH larutan air untuk cairan per oral, demikian pula penutup plastik mempunyai kelemahannya yaitu dapat pecah. V.2 Produksi Sediaan Dermatologis Nama umum sediaan ini ialah salep, namun beberapa tipe sediaan lain mempunyai nama khusus, misalnya pasta yaitu salep yang mengandung bahan padat lebih 50 %, dan krim ialah emulsi yang mempunyai persentase air tinggi, dapat digunakan emulsi tipe W/O maupun tipe O/W. Salep adalah gel yang plastis, sehingga dapat diukur nilai yield atau “yield value” sebagai ukuran kekakuan (stiffness). Demikian pula salep hendaknya cukup tixotropik agar dapat dioleskan secara merata. Untuk basis salep terdapat banyak sekali pilihan tergantung kebutuhan, misalnya salep untuk melindungi kulit (protective), atau yang memberikan efek mendinginkan. Mungkin pula diinginkan aksi regeneratif obat, atau dinginkan obat itu menembus kulit sampai batas tertentu. Mungkin hanya dinginkan efek sebagai kosmetik. Jadi pada pemilihan basis salep perlu dipertimbangkan anatomi kulit dan fungsi setiap lapisan kulit. Anatomi lapisan kulit Pada dasarnya dibedakan 3 lapisan kulit, lapisan paling dalam ialah hipodermis, yang terdiri dari sel yang mengandung lemak (jaringan adipose). Fungsinya ialah sebagai tempat penyimpanan lemak, dan melindungi lapisan di bawahnya karena sifat melindungi panas (thermal insulating properties). Lapisan dermis mempunyai jumlah sel relatif sedikit, dan terdiri atasprotein, kolagen, dan elastin. Kapiler darah terdapat pada lapisan ini. Lapisan epidermis terdiri atas berbagai tipe lapisan, lapisan terluar, yaitu stratum corneum paling penting bagi fungsi kulit. Stratum corneum ini terdiri atas sel terkeratin mati. Fungsi penghalang utama dari kulit ini melindungi lapisan sel hidup di bawahnya, menghalangi serangan mikroorganisme dari luar, dan membatasi penguapan air, sehingga dapat mengahalangi perubahan keseimbangan elektrolit pada sel kulit. Epidermis tidak mempunyai pembuluh darah, tetapi folikel rambut, kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat bertempat pada lapisan di bawahnya dan menembus epidermis. Kelenjar sebaseum memproduksi sebum, yaitu campuran bahan lemak dan bahan pengemulsi, dapat bercampur dengan air, dan membentuk lapisan pada permukaan kulit yang mempunyai pH 5,5. Lapisan ini mempertahankan kandungan air dalam kulit karena sebum membatasi penguapan, sedangkan bahan pengemulsi membantu penyerapan lembab dari atmosfir udara. Absorpsi melalui membran mukosa dapat diprediksi, namun tidaklah demikian untuk kulit, karena berbagai variasi yang mungkin terjadi pada jaringan kulit. Variasi ini terjadi karena setiap individu berbeda lapisan kulitnya, juga keadaan sakit atau sehat, luka gores atau luka bakar, dan kondisi lingkungannya. Basis Salep Hidrokarbon Apabila tidak diinginkan absorpsi basis salep atau bahan obatnya, lebih baik memilih basis hidrokarbon, yang banyak digunakan ialah parafin (petrolatum = vaselin) lembek, yang terdiri atas tipe kuning dan putih (bleached = diputihkan). Untuk memperbaiki konsistensinya dapat ditambahkan parafin padat atau parafin cair. Contoh obat yang dicampurkan dengan basis vaselin untuk aksinya pada kulit ialah : Sulfur (terhadap jerawat), asam salisilat (terhadap dandruff, ketombe atau aksi keratolisisnya), Sengoksida atau Calamin (sebagai astringent dan sebagai pelindung), berbagai antiseptika, dan lain-lain. Basis hidrokarbon hanya dapat mengabsorpsi sedikit air, max.10%. Berbagai bahan dapat memperbaiki hal ini, seperti terlihat pada tabel ialah jumlah air (dalam g) yang dapat diserap oleh penambahan bahan berikut : Petrolatum 3 % setylalkohol 5 % kolesterol 5 % monopalmitin 5 % mono-olein 5 % malam putih (Cera Alba) Jumlah air 75 250 30 200 250 Sebenarnya campuran demikian itu termasuk kategori emulsi W/O. Kegunaannya ialah sebagai pendingin kulit karena air akan menguap perlahan-lahan ketika dioleskan pada kulit. Dengan demikian maka apabila diinginkan basis itu diabsorbsi dengan tujuan agar senyawa aktifnya dapat menembus ke dalam kulit, maka janganlah menggunakan basis hidrokarbon. Basis Salep Minyak Lemak Minyak-minyak dan trigliserida padat dapat menembus ke dalam kulit, dan dapat dibantu dengan penambahan lemak wol (wool fat = adeps lanae). Khususnya apabila diinginkan salep yang bebas air, maka lemak wol ini adalah basis yang terbaik, karena dapat menyerap air dan mudah dioleskan pada kulit yang basah karena eksudat. Lemak wol dan kolesterol juga digunakan dalam salep yang perlu mengandung air dalam jumlah besar sebagai pelarut satu atau lebih bahan aktif dan akan membentuk emulsi W/O. Dalam emulsi O/W kandungan airnya jauh lebih besar, bisa sampai 80 %. Emulsi dapat dibuat dengan bahan pengemulsi dengan nilai HLB lebih dari 10. Sebagai catatan, minyak lemak dan lemak wol dapat teroksidasi, sehingga perlu ditambahkan antioksidan, misalnya tokoferol atau propilgalat. Basis Salep PEG (polietilenglikol) Kategori basis salep yang lain ialah basis yang larut air. Rumus umum basis salep ini ialah polietilenglikol atau Macrogol : CH2OH(CH2OCH2)nCH2OH. Turunan bahan ini dapat berbentuk cair, semi padat atau padat tergantung pada derajat polimerisasinya. Masing-masing tipe diberi nama sesuai bobot molekulnya : Macrogol 200, 300, 400 - bersifat cair kental 1500 - bersifat semi-padat 3000, 4000, 5000 - bersifat padat Untuk memperoleh konsistensi basis salep yang sesuai, digunakan campuran beberapa jenis makrogol. Basis salep ini mudah diabsorpsi kulit sehingga merupakan pelarut yang baik bagi beberapa bahan obat untuk kulit, misalnya kortikosteroida, asam salisilat. Keburukan basis salep ini ialah dapat menguraikan senyawa penisilin dan bahan fenolik, dan dapat mengiritasi kulit yang rusak. Basis salep Hidrokoloid Jenis basis salep ini dinamakan juga “jelly” atau gel semi padat. Jelly atau gel ini terutama digunakan untuk senyawa obat yang larut air, misalnya anestetika, antiseptika dan spermisida. Tidak direkomendasikan untuk mensuspensikan senyawa yang tidak larut dalam bentuk jelly, karena akan terbentuk sedimentasi pada penyimpanan. Umumnya jelly digunakan sebagai lubrikan pada kaeteter, adhesi alat elektrodiagnostik pada kulit, pada sarung tangan karet atau jari pada pemeriksaan lobang tubuh. Jelly terbuat dari hidrokoloid alam atau sintetis. Bahan organik alam yang dikenal ialah tragakan ( 3-5%), natriumalginat (2-5%), kanji dan gelatin. Produk semisintetik ialah turunan selulosa misalnya karboksimetilselulosa, metilselulosa, hidroksipropilmetilselulosa. Yang dibuat secara sintetis penuh ialah polivinilalkohol dan karbomer. Polivinilalohol digunakan untuk menghasilkan gel yang cepat mengering yang meninggalkan residu pada kulit berupa lapisan kuat dan plastik (lentur), sehingga dapat digunakan sebagai balutan pelindung. Karbomer atau Karbopol ialah suatu asam poliakrilat yang mudah larut dan stabil pada pH 5-10. Jelly dapat digunakan dalam konsentrasi rendah, 0,5 % untuk lubrikantia dan 2 % untuk tujuan dermatologik. Karena jelly ini mengandung air, maka cenderung terkontaminasi mikroba. Sebab itu perlu ditambahkan bahan pengawet, biasanya turunan paraben yang dapat tercampurkan dengan jenis basis ini. V.3 Produksi Bentuk Sediaan Padat a. Bubuk (Powder) Bubuk adalah bentuk sediaan obat yang paling sederhana, yang dapat digunakan untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar. Bubuk (bedak) untuk pemakaian luar dikemas dalam kaleng atau karton. Untuk pemakaian dalam dibedakan bubuk yang terbagi-bagi untuk takaran tunggal (singke dose) dan dalam bentuk bulk. Bentuk bulk jarang diproduksi oleh pabrik, contohnya garam Natriumbikarbonat untuk sakit lambung, dan Natrium atau Magnesiumsulfat yang digunakan sebagai pencahar. Bentuk takaran tunggal yang diproduksi pabrik ialah misalnya garam rehidrasi oral (Oral Rehydration Salt = ORS atau Oralit), yang berisi campuran Dekstrose, Natrium sitrat atau Natriumbikarbonat dan Natriumklorida. Di Indonesia digunakan campuran sederhana, yaitu gula dan garam. Bentuk takaran tunggal ini dikemas dalam kantong untuk dilarutkan dalam 1 gelas air minum. Jadi produksi sediaan ini meliputi pencampuran (agar homogen dan pengisian dalam wadah kantong. b. Kapsul Kapsul terbuat dari gelatin yang dapat dibedakan kapsul cangkang keras (hard capsules) dan kapsul lembek (soft capsules). Untuk bahan obat padat hanya digunakan kapsul keras. Kapsul lembek digunakan untuk pengisian cairan atau bahan semi padat, namun produksi kapsul lembek ini memerlukan peralatan mesin khusus. Kapsul cangkang keras terdapat dalam ukuran berbeda sesuai dengan volume pengisiannya : No.5 - 0,13 ml No.4 - 0,20 ml No.1 - 0,49 ml No.0 - 0,68 ml No.3 - 0,28 ml No.2 - 0,37 ml No.00 - 0,92 ml No.000 - 1,40 ml Yang paling banyak digunakan ialah nomor 1 dan 2. Cangkang kapsul keras terdiri dari 2 bagian, yaitu tempat pengisian dan penutup. Saat ini telah diciptakan “snap-fit capsule”, yaitu kapsul dengan penutup khusus untuk menghindari kebocoran pada penyimpanan dan penyerahan. c. Tablet Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dimanufaktur secara kompresi dari massa bubuk. Bentuk sediaan tablet paling banyak digunakan karena berbagai kelebihannya sebagai berikut: Dapat diproduksi secara banyak sehingga ongkos produksi dapat ditekan Mudah digunakan oleh pasien, tidak ada kesulitan karena rasa yang kurang baik. Mudah dikemas dan didistribusikan karena sangat padat. Variasi bobot dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga takarannya tepat. Dapat diciptakan pola pelepasan obat yang bervariasi dengan cara penyalutan. Kestabilannya baik Hampir semua bahan obat dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet (dosage form) Umumnya tablet dimaksudkan untuk penggunaan oral dengan berbagai sifat : Tablet biasa (normal) Tablet efervesen (Effervescent) Tablet kunyah (Chewable) Tablet salut (Coated) Tablet pelepasan terkontrol (Controlled Release) Demikian pula tablet dapat dibuat untuk berbagai rute pemberian : Tablet bukal (Buccal) Tablet sublingual Tablet vaginal Tablet untuk implantasi Sudah jelas bahwa sifat berbagai macam tablet ini akan berbeda sesuai penggunaannya. Pada umumnya tablet dikehendaki akan berdesintegrasi (hancur) secara cepat, tetapi tablet bukal harus hancur perlahan, karena dimaksudkan bahan obatnya akan beraksi dalam rongga mulut untuk jangka waktu tertentu. Berbeda dengan tablet sublingual yang bahan obatnya perlu cepat diabsorpsi ke dalam darah untuk memperoleh aksi kerja cepat, misalnya nitrogliserin pada angina pectoris. Tablet implantasi harus steril, dan tidak boleh langsung terdisintegrasi, karena obatnya dimaksudkan dilepaskan perlahan dan bekerja untuk jangka waktu lama, yaitu beberapa bulan. Beberapa bahan aktif perlu penanganan khusus, namun pada dasarnya pembuatan tablet meliputi prosedur beikut: Penghalusan (diminution) bahan baku Pencampuran bahan aktif dengan bahan penambah yang diperlukan Granulasi Pengeringan granul Kompresi Penyalutan (jika perlu)