Transp WIF

advertisement
SIFAT / CIRI PENULISAN ILMIAH
 Jelas, tidak salah tafsir atau bermakna
ganda
 Ringkas, padat tetapi bukan pemendekan
kata atau menggunakan akronim
 Lengkap, semua data yang diperlukan
 Teliti, sampai pada hal-hal kecil
 Tersusun, dalam hal runtunan pola pikir
 Menyatu, semuanya tertuju ke satu sasaran
CATATAN KAKI (FOOTNOTE)
a) langsung mengikuti tanda notasi contoh :
Menurut KONAS Dep.Kes R.I [7] …
yang dimaksud dengan obat ialah bahan
alam yang digunakan …..
b) ditempatkan di bagian bawah halaman
[7] Kebijaksanaan Obat Nasional
Departemen Kesehatan R.I.
ibid.
= ibidum
op.cit. = opere citato
loc.cit. = locus citato
MEMBACA EFFEKTIF
1) Membaca Dasar
- Pengembangan Keterampilan Kosa Kata
 Mengenal kata kunci
 Mempelajari asal kata dan bagiannya
 Pemakaian kamus
- Pengembangan Keterampilan Menanggapi
- Pengembangan Ingatan Ungkapan Harfiah
 Mengenal ide Pokok dan Rinciannya
 Mengenal Pola Paragraf
 Membedakan Fakta dan Opini
2) Membaca Sidik
3) Membaca Analitis
4) Membaca Sintopis
Contoh :
1) Asetosal masih digunakan sebagai penurun panas,
sebab belum banyak dilakukan penelitian golongan obat
antipiretika (kata kunci = kata penting)
2) Meskipun sudah ditemukan metode analisis instrumen
yang canggih, Volumetri masih merupakan metode baku
untuk analisis kimia tertentu
3) Pengendalian kualitas obat dilakukan sebelum, selama,
dan setelah proses pembuatannya.
(asal kata)
4)
- Orang itu sakit
(kamus)
- Orang itu sakti
- Orang itu saksi
5) - Ia membawa baki
- Ia membawa daki
Kalimat Topik ?
Obat ialah bahan kimia yang berinteraksi dengan
sistem biologis tubuh melalui cara tertentu. Bahan
kimia ini dapat mengakibatkan kontraksi otot,
pengeluaran sekresi oleh kelenjar, pelepasan
hormon, atau perubahan keaktifan syaraf, mengubah
kecepatan pembagian sel, atau membunuh sel.
Keragaman aksi obat ini demikian luas, sehingga
pada prinsipnya obat ini memungkinkan modifikasi
setiap proses biologis. Pada kenyataannya telah
ditemukan obat yang mempengaruhi hampir setiap
proses biologis.
(Mid Career Training in Pharmocochemistry)
Kalimat Topik ?
Formulasi obat modern merupakan campuran kompleks yang
selain mengandung satu atau campuran bahan berkhasiat,
juga mengandung sejumlah bahan inert, misalnya bahan
pengencer, penghancur, pewarna dan pembau. Sebelum
mengadakan analisis kuantitatif dalam rangka pengendalian
kualitas dan kestabilan produksi akhir, campuran bahan
tersebut
perlu
dipisahkan
komponen-komponennya.
Kromatografi meliputi kumpulan metode untuk memisahkan
campuran molekul yang ditentukan oleh perbedaan afinitas
zat terlarut di antara dua fase yang tidak bercampur. Salah
satu fase merupakan pelataran tetap yang permukaannya
sangat luas, sedang fase lainnya merupakan cairan yang
mengalir di atas atau pada pelataran tetap tadi. Komponen
campuran zat harus berada dalam bentuk molekul dalam
keadaan terlarut atau bentuk gas.
(Remington’s Pharmaceutical Sciences)
Kalimat Topik ?
Titrasi adalah pengerjaan eksperimen dalam analisis titrimetri.
Suatu larutan pereaksi yang diketahui konsentrasinya dengan
tepat (titran dan larutan baku) ditambahkan pada larutan
pereaksi kedua, yaitu larutan sampel yang akan ditentukan
kadarnya. Titran ditambahkan pada larutan sampel sampai
reaksi berlangsung sempurna, yaitu jumlah titran yang
ditambahkan itu ekivalen secara kimia dengan jumlah sampel.
Tahapan terjadinya ekivalensi ini dinamakan titik ekivalen
titrasi atau titik akhir titrasi. Dari konsentrasinya, dan dari
kesetimbangan (stokiometri) reaksi titrasi yang diketahui,
dapat dihitung jumlah bahan sampel. Biasanya penghitungan
diadakan dengan pengukuran volume titran, sehingga analisis
titrimetri dinamakan juga Volumetri.
(Connors, K.A., A Textbook of Pharmaceutical Analysis)
a. Paragraf definisi. Tujuan dari pola ini ialah untuk
mendefinisikan sesuatu, misalnya :
Farmakokimia dapat didefinisikan sebagai bidang ilmu
antar disiplin, yang merupakan gabungan ilmu bidang
kimia, yang saling bekerjasama; dan secara khusus
menggunakan disiplin seperti kimia organic, biokimia,
kimia analisis, kimia fisika, farmasi, farmakologi, fisiologi,
mikrobiologi, patobiologi, dan toksikologi. Melihat kerja
sama antardisiplin ini, dapat dikatakan bahwa
famakokimia meliputi riset mengenai semua aspek
senyawa biologis aktif mulai dari tahap pembuatan,
melalui elusidasi struktur, analisis, dan uji biologis, sampai
pada tahap interpretasi aksinya pada tingkat molekul.
(Mid Career Training in Pharmacochemistry)
b. Paragraf contoh. Seorang penulis akan memberi contoh
untuk mengilustrasikan atau menopang ide pokok (pola ini
dinamakan juga pola ilustrasi), misalnya :
Simbion sel alga diklasifikasikan dalam kelompok berdasarkan
warnanya. Zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna
coklat, kuning emas atau kuning kecoklatan dan Zoochlorellae
adalah sel yang berwarna hijau. Kelompok ketiga adalah
kelompok-kelompok kecil yang berwarna biru atau hijau
kebiruan, dan disebut Cynellae. Pengelompokan berdasarkan
warna ini tidak membedakan spesies-spesies alga yang
sebenarnya terlibat.
(Nybakken J.W. : Biologi Laut)
c. Paragraf perbandingan dan kontras. Dalam pola paragraf ini
penulis mencoba untuk mengembangkan ide pokok melalui
perbandingan atau kontras antara dua hal. Misalnya :
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa
yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk
mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
(Dit.Jen. P.O.M DepKes : Cara Pembuatan Simplisia)
d. Paragraf deskripsi. Penulis dalam pola paragraph ini
memberikan sesuatu yang dapat berupa deskripsi fisik
sesuatu, atau tempat, atau proses bagaimana sesuatu
dilakukan. Misalnya :
Rimpang jaringau (Acorus calamus L.) merupakan
potongan-potongan berbentuk silindrik agak bengkok,
liat, tidak bercabang. Bau khas aromatik, ras pahit dan
agak pedas. Pada bagian atas terdapat parut daun
berbentuk segitiga yang terentang melintang, pada
bagian bawa terdapat parut-parut akar berbentuk
bundar, menonjol dan letaknya tidak beraturan dalam
baris yang berkelok-kelok; permukaan rimpang berkerut
memanjang dan berwarna coklat kekuningan hingga
coklat. (Dit.Jen. P.O.M DepKes : Cara Pembuatan
Simplisia)
d.Paragraf analisis. Dalam pola ini sebuah topik dianalisis,
misalnya :
Latar belakang pendidikan seorang Farmasis yang bersifat
multidisiplin, pelatihan manajemen, terlatih dalam ketelitian dan
kontrol, menyebabkannya memenuhi criteria untuk bekerja di
industri farmasi. Pada bagian mana pun ia ditempatkan dalam
organisasi perusahaan, pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu
kesehatan akan menjamin keamanan manusia yang akan
menggunakan produk perusahaannya. Dengan latar belakang
pengetahuan berbagai disiplin ilmu ia dapat bekerja sangat
efektif dalam organisasi yang meliputi berbagai macam keahlian.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa seorang ahli farmasi
mempunyai kemampuan untuk memahami semua aspek yang
kompleks dari industri yang berkaian dengan kesehatan, dan
dapat mengisi semua peran yang terdapat di dalamnya.
(Remington’s Pharmaceutical Sciences)
f. Paragraf urutan kejadian (kronologis). Dalam pola paragraf
ini si penulis memberikan urutan kejadian secara kronologis.
Untuk mudah diingat pembaca, biasanya diberikan kata-kata
kunci Pertama, Kedua, Ketiga dan sebagainya. Paragraph ini
sering ditemukan pada prosedur pengerjaan di laboratorium
yang urutannya harus sesuai. Sebagai berikut :
Pilih salah satu senyawa monohidroksi untuk analisis,
misalnya etanol, isopropanol, n-butanol, fenol dan
seterusnya. Ditimbang tepat 4-6 mcg senyawa itu lalu
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 125 cc yang bertutup
gelas. Di pipet tepat 5,0 ml pereaksi asetat anhidrat ke dalam
labu, lalu labu dikocok untuk melarutkan sampel. Biarkan
larutan selama 5 menit agar reaksi asetilasi itu sempurna.
(Connors K.A. : Pharmaceutical Analysis)
Contoh : 1. Anderson J. et al. (1970) “Thesis and Assignment
Writing”, Jacaranda Wiley, New York, pp. 22-35.
2. Ibid. pp 36-45
op.cit. , singkatan dari opere citato, yang berarti dalam karya yang
telah dikutip sebelumnya.
Contoh : J.Anderson, op.cit, pp. 45-60
loc.cit. , singkatan dari locus citato, yang berarti pada tempat
yang telah dikutip sebelumnya. Karena tempatnya sudah
diketahui (nomor halaman), tidak perlu lagi menulis pada
halaman berapa.
Contoh : J.Anderson loc.cit.
Notasi yang berasal dari Buku
Urutan : nama penulis, judul buku dan media, lembaga serta
waktu penerbitan.
Contoh [1] : Brown, G. and M.Atkins (1988) “Effective
Teaching in Higher Education”,
Methuen & Co, London.
Contoh [2]: Kolthoff, I.M., Elving, P.J. Treatise on
Analytical Chemistry, Vol. 5, Part I,
Interscience Publication, New York, 1982.
(dari : Remington’s Pharmaceutical Sciences. 1985)
Contoh [3]:
Martin B.L. and Briggs L.J. (1986) The Affective and
Cognitive Domain : Integration for Instruction and
Research, Engelwood Cliffs, New Jersey.
Contoh [4]:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
“Farmakope Indonesia” Edisi IV, 1995, Jakarta.
Contoh [5] :
Smith, R.P. (1969) “ The Significance of
Methemoglobinemia in Toxicology “
dikutip dari Blood,F.R. (ed.) “Essay in
Toxicology”, hal. 84,95
Beberapa contoh penulisan Daftar Pustaka :
Contoh [6] : Mattulada, Latoa, Satu Lukisan Analitik tentang
Antropologi Orang Bugis,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1985.
(dari Majalah Lontara, Hasanuddin University Press,
Tahun XXIX No.1 1993)
Contoh [7] :
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES),
Metode Penelitian Survei, Masri Singarimbun
(Editor) 1989.
Notasi yang Berasal dari Jurnal atau Majalah
Urutan unsur pokok dari majalah yang harus masuk dalam
notasi ialah : nama penulis, judul tulisan, nama majalah, nomor
penerbitan, bulan dan tahun penerbitan, dan halaman yang
dikutip. Nama dan tempat penerbit tidak lagi dicantumkan.
Contoh [8]:
Sudana Atmawidjaja, Slamet Ibrahim, “Pengujian Kadar
Residu Beberapa Pestisida dalam Tanaman Solanum khasianum
“, Acta Pharmaceutica Indonesia, Volum IV, Nomor 3,
September 1990, hal. 84-90.
Notasi yang berasal dari Surat Kabar
Notasi dari surat kabar atau majalah populer hendaknya berisi
sesuai urutan :
1. Jenis tulisan, apakah editorial, berita, mimbar pendidikan,
ruang ekonomi, pojok, dan sebagainya.
2. Nama Surat Kabar, digarisbawahi atau dicetak tebal.
3. Tanggal, bulan, dan tahun penerbitan
4. Nomor halaman dan kolom.
Contoh [9] :
“Tajuk Rencana” dalam Harian KOMPAS,
Selasa, 20 Juli 1968, Tahun ke-III, hal.2, kol,7-9
Notasi yang berasal dari sumber lain
Contoh [10] :
Moskal, Barbara M. 2000 Scoring Rubrics : What, When
and How ? Practical Assessment, Research and Evaluation,
7 (3) Available on line
http://ericae.net/pare/getvn.asp?v=7&n=3.
Contoh [11] :
Wiggins, Grant 1990 The Case for Authentic Assessment
ERIC Digest ED328611 (online) Available
http://www.ed.gov/databases/ERIC
Digest/ed1238611.html
Tabel 2
Konsistensi Bentuk Sediaan untuk
Pemakaian Luar dan Dalam
Cair
Pemakaian Solutio (Larutan)
Dalam
Mikstura
(Campuran)
Eliksir
Emulsi
Suspensi
Semprot (Nebula)
Pemakaian Linimentum (Obat
Luar
Gosok)
Gargarisma
Lotio
Injectio
Setengah
Padat
Padat
Pulveres
(racikan)
Tablet
Kapsul
Salep
(Pulvis) Bedak
Krim
Pasta
Ovula
Suppositoria
Klasifikasi Bahan Baku Obat (BBO)
1.
Bahan baku yang berasal dari bahan alami,
misalnya ekstrak dari tanaman obat.
2.
Bahan baku dari hasil sintesis,
misalnya sulfa, parasetamol.
3.
Bahan baku dari hasil fermentasi,
misalnya antibiotika.
Bahan Penambah
Bahan Penambah
Pelarut
Pengawet
Penstabil
Pengemulsi/Pendispersi
Pemberi Warna (corr.coloris)
Pemberi Rasa (corr.saporis)
Pemberi Bau (corr.odoris)
Dasar Salep
Dasar Suppositoria
Bahan Pengisi / Pengencer
Antilekat
Pelincir
Pengikat
Penyalut
Pengkilap
Sediaan Cair Setengah
Padat
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sediaan
Padat
√
√
√
√
√
√
√ (coated)
√ (coated)
Padat:
R/ Phenobarb. 20 mg
Valium 2
½ tab.
CTM
3 mg
Acetosal
80 mg
Coffein
10 mg
Sacc.Lact.
q.s.
mfla pulv.dtd No XV
da signa omni vesp. I
R/ Luminal
500 mg
Carb.Magn
2,5
Carb.Calc.
2,5
Al hidroksid. 1
mf pulv.No X
S tdd I
Setengah padat :
R/ Liq.Carbonis Det. 10 ml
R/ Terracortril eye oint
Hydrocortison 2% tube I
1% tb I
Vaselin alba ad
20
S 3 dd o.d
mf ungt.
sue
Cair:
R/ Succus Liquiritiae 1,67
R/ Rivanol 1 % 500
Paracetamol
650 mg
Amm.Chloride 500 mg
Obat Cuci Luka
Ephedrine HCl
50 mg
Chlorpheniramine mal. 20 mg
Etanol 2 %
Ol. menth.pip. q.s.
Menthol crystal q.s.
Aqua ad
50 ml
Definisi :
Obat tradisional ialah obat yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau
sediaan galeniknya, atau campuran dari bahanbahan tersebut yang belum mempunyai data
klinis, dan digunakan dalam usaha pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Kandungan kimia bahan alam :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Karbohidrat
Glikosida
Cairan (minyak lemak, malam, sterol,
dan fosfolipid)
Protein
Alkaloida
Minyak atsiri
Eksudat tanaman ( damar, oleoresin,
gum resi, dan balsem)
Prostaglandin
Simplisia ialah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan.
Obat kelompok Fitoterapi adalah sediaan obat
dari bahan alam, terutama dari bahan alam
nabati yang telah jelas khasiatnya dan bahan
bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan
minimal, sehingga terjamin keseragaman
komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.
Dalam obat kelompok Fitoterapi ini dilarang
penggunaan zat kimia berkhasiat.
Bentuk sediaan obat kelompok fitoterapi
antara lain :
1. Sediaan oral :
- serbuk
- rajangan (cacahan)
- kapsul, tablet, pil
- sirup
- sediaan
terdispers
(untuk ekstrak)
2. Sediaan topikal :
- salep/krim (ekstrak)
- suppositoria (ekstrak)
- linimenta (ekstrak)
- bedak
Pedoman jenis pengujian bentuk sediaan obat tradisional :
Sediaan Oral
RaSer- Pil,
Sirup Sediaan
jangan buk Kapsul,
terdisTablet
pers
a. Organoleptik
√
√
√
√
√
b. Makroskopik
√
c. Kebenaran komposisi,
√
√
√
termasuk mikroskopik
d.Kebenaran
zat
√
√
identitas/ zat berkhasiat
e. Cemaran mikroba
√
√
√
√
√
f. Cemaran logam berat
√
√
√
√
√
(Pb,As)
g. Cemaran bahan
√
√
organik asing
h. Kadar air
√
√
√
√
i. Keseragaman Bobot
√
√
j. Zat tambahan yang
√
√
diizinkan
k. Waktu hancur
√
l. Kadar metanol
√
√
m. Kadar etanol
√
√
n. Kadar gula
√
o. Keseragaman volume
√
√
Sediaan Topikal
a.Organoleptik
b. Kebenaran zat
identitas
c. kebenaran
komposisi,
termasuk
mikroskopik
d. Zat tambahan
diizinkan
e.Keseragaman
bobot
f. Cemaran
mikroba
g. Kadar air
h.Homogenitas
i. Waktu hancur
j. Derajat
kehalusan
k. Suhu Lebur
l. Uji khusus
m. Keseragaman
volume
Salep/ Supposi- Lini- Bedak Param
Krim toria
menta
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
1. Jenkins, F et al, (1957) “Scoville’s The Art of
Compounding” Mc Graw Hill
2. Sprowls, J.B. (1970) “Prescription Pharmacy”,
J.B.Lippincott Company, Philadelphia
3. Gennaro, A.R. [Ed.] (1985) “Remington’s
Pharmaceutical Sciences”, Mack Publishing Company,
Easton, Pennsylvania.
4. DepKes RI, DirJen POM (1983) “ Pemanfaatan
Tanaman Obat”
5. Ibid.
(1985) “ Cara Pembuatan
Simplisia”
6. Ibid.
(1985) “ Obat Kelompok
Fitoterapi”
DASAR-DASAR FORMULASI OBAT
I. Perkembangan Pabrik Obat di Indonesia
Pabrik Obat Pertama di Indonesia
Pabrik obat modern pertama di Indonesia ialah Pabrik Kina Bandung, yang didirikan pada tahun
1896. Pada saat itu malaria merupakan penyakit yang insidensnya tertinggi di antara berbagai penyakit
lain, dan bahan baku obatnya, yaitu korteks kina (Cinchona bark) dari Cinchona Ledgeriana Moens
dan Cinchona Calisaya Weddell yang mudah diperoleh karena sudah lama diperkebunkan di Jawa
Barat. Dari korteks C.Ledgeriana diisolasi alakloida kinin yang diproduksi menjadi Pil Kina,
sedangkan dari C.Calisaya diekstraksi alkaloida totalnya yang dibuat dalam bentuk sediaan sirup.
Perkembangan pabrik farmasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan dikeluarkannya UU PMA
tahun 1967 dan UU PMDN tahun 1968. Waktu itu banyak didirikan pabrik obat baru, dan sampai saat
ini terdapat kurang lebih 224 pabrik obat atau industri farmasi, 35 di antaranya PMA.
Perkembangan Pabrik Obat
Farmasi dahulu hanya meliputi penyediaan dan pemberian (dispensing) obat. Waktu itu umumnya
obat berasal dari alam, bahan bakunya dikumpulkan (collection) lalu dimanufaktur menjadi bentuk
sediaan yang layak untuk diberikan kepada pasien. Saat ini sifat bahan baku obat sudah berbeda, yaitu
merupakan bahan sintetis atau diisolasi dari bahan alam yang kemudian dimurnikan. Karena itu
Farmasi modern tidak lagi membuat sendiri bahan baku obat , melainkan membeli dari tempat lain
untuk dibuat dalam suatu bentuk sediaan. Manufaktur bentuk sediaan menjadi “obat jadi” memerlukan
pengetahuan yang sangat mendalam karena sangat bervariasinya bahan baku yang digunakan yang
masing-masing memerlukan cara pemrosesan tertentu. Permasalahan dalam pemrosesan obat itu dapat
dikelompokkan dalam 3 bagian besar, yaitu (1) Pengembangan formulasi (Research and Development),
(2) Produksi obat (Production) dan (3) Pengendalian Kualitas obat (Quality Control). Ketiga hal
tersebut dapat dilihat dalam struktur organisasi suatu pabrik obat, yang pada umumnya mempunyai
Departemen atau Divisi atau Bidang yang sama. [5]
Merupakan kewajiban dari pabrik obat untuk merancang, menguji, dan memproduksi sediaan
obat, yang mengandung obat dengan kualitas dan kuantitas yang tepat, dan dapat diterima (acceptable),
dapat diulangi (reproducible), sesuai, dan enak dipandang. Karakteristik penting dari sediaan obat ialah
kualitas, kemurnian, potensi, keseragaman, kestabilan dan keamanan, maupun kemanfaatan fisiologis (
physiological availability) dan aktivitas terapetik. Untuk menjamin dan mengontrol kualitas produk,
perlu terus menerus diadakan pencarian penyebab penyimpangannya dan cara pencegahannya
II. Kestabilan Obat dan Biofarmasetika
Kestabilan Obat
Degradasi suatu produk mungkin sudah terjadi selama manufaktur (pabrikasi) atau selama
penyimpanan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pada
persiapan desain formulasi dan pengembangan formula untuk produksi. Adanya kekurangan atau
kesalahan pada produksi dapat diketahui melaui supervisi yang ketat pada proses manufaktur dan dari
pengujian potensi obat. Dalam hal terbentuknya produk degradasi yang toksik perlu diadakan
pengujian khusus. Kerusakan obat yang terjadi selama produksi dapat dideteksi dengan mudah pada
tahap pengembangannya, tetapi akan lebih sukar untuk memprediksi kestabilan obat untuk jangka
waktu lama. Pada saat obat digunakanoleh pasien, potensi obat itu harus sesuai dengan yang tertera
pada label. Pihak manufaktur perlu mencantumkan umur obat pada label, kecuali obat itu dijamin akan
stabil dalam waktu 3 tahun. Seharusnya obat yang sudah berumur 5 tahun tidak boleh digunakan lagi.
Khususnya golongan Antibiotika dan Vitamin, biasanya dicantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa
(Expired / Expiration Date). Kadang-kadang dalam label perlu dicantumkan pula suhu penyimpanan
dan faktor lingkungan lain, misalnya cahaya, kelembaban atau udara. Dengan demikian maka
pengembangan formulasi yang dapat menjamin produk yang cukup stabil adalah bidang R&D.
Penelitian dalam bidang ini didasarkan pada kinetika reaksi kemungkinan terjadinya kerusakan produk,
dan kondisi yang dapat mempengaruhinya, misalnya konsentrasi pereaksi, pH, mungkin katalisator,
suhu dan radiasi.
Biofarmasetika.
Suatu bahan yang terbukti mempunyai aktivitas farmakodinamik biasanya tidak dapat langsung
diberikan kepada manusia atau hewan tanpa dibentuk dalam suatu bentuk sediaan tertentu. Bentuk
sediaan ini, maupun hendaknya dapat melepaskan bahan aktifnya dalam waktu dan derajat yang
diperlukan untuk bahan obat itu bekerja, karena akan mempengaruhi pula waktu dan derajat absorpsi.
Ketersediaan (availability) farmasetik ialah jumlah relatif bahan obat yang diberikan yang dapat
diabsorpsi setelah tenggang waktu tertentu, jadi meliputi pula pelepasan dan disolusi. Beberapa bahan
obat dimetabolisme sampai jumlah tertentu pada, pada dinding usus atau hepar yang dinamakan “first
pass effect”. Karena itu kriteria pilihan ialah jumlah relatif obat yang mencapai sirkulasi umum :
ketersediaan hayati (biological availability = bioavalability). Hal ini terlihat pada kurva waktukonsentrasi obat yang diberikan yang mencapai sirkulasi. Hal ini tidak berlaku bagi obat yang
diberikan secara lokal. Biofarmasi ialah cabang ilmu farmasi yang mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan farmasetis dan biologis suatu obat.
III Bahan
Manufaktur obat jadi memerlukan bahan-bahan sebagai berikut : (1) Bahan aktif, yang disebut
juga bahan baku obat, (2) Bahan pembantu atau bahan penambah (3) Bahan Pengemas. Pelarut yang
tidak tersisa pada produk akhir dikelompokkan dalam bahan penambah, bahan pengemas di sini
dibatasi hanya pada pengemas yang akan berkontak langsung dengan obat jadi, misalnya ampul atau
botol sirop, tetapi dos sirop tidak termasuk.
Bahan aktif
Bahan aktif perlu diuji identitas, kemurnian dan potensinya, berdasarkan persyaratan buku resmi
misalnya Farmakope Indonesia atau Kompendia lain, atau pun pustaka terakhir untuk bahan obat baru.
Kadang-kadang perlu spesifikasi tertentu dari bahan baku yang memerlukan perlakuan khusus,
misalnya mengenai ukuran partikel karena persyaratan biofarmasetik (derajat disolusi), kemurnian
mikrobiologis, atau modifikasi kristal spesifik.
Sampel untuk analisis harus diambil sendiri oleh bagian QC. Bahan baku ini disimpan dalam
karantina sampai disetujuinya pelepasan bahan tersebut untuk satu batch. Perlu perhatian khusus
terhadap pemberian kode pada batch menggunakan nomor kode batch agar dapat ditelusuri kembali
bahan bakunya dalam obat jadi yang sudah mencapai batas tanggal kadaluarsa, diperiksa kembali
ketepatan jumlah bahan baku sesuai dengan catatn administrasi, dan untuk keperluan protokol
produksi.
Bahan pembantu
Sistem analisis yang dibicarakan untuk bahan aktif juga berlaku bagi bahan pembantu. Namun
demikian, bahan pembantu ini tidak dibicarakan dalam Farmakope, dan lagi pula banyak bahan
pembantu ini yang sulit ditentukan komposisinya secara tepat. Sebagai contoh, minyak lemak adalah
kombinasi dari berbagai jenis ester asam lemak yang berbeda komposisinya dalam minyak lemak
sehingga tidak dapat ditentukan standarnya. Minyak lemak banyak digunakan sebagai pengemulsi.
Material dari bahan alam sangat mungkin tercemar mikroba; untuk ini dalam beberapa Farmakope
telah tercantum persyaratan kemurnian mikrobiologis. Kadang-kadang digunakan minyak menguap
sebagai pelarut organik, yang tidak akan ditemukan lagi pada produk akhir. Namun demikian,
penghilangan pelarut ini sangat sukar karena terabsorpsi, misalnya jika menggunakan pelarut eter pada
pembuatan tablet, bau eter akan menempel terus pada tablet untuk waktu yang lama.
IV Produksi
Perencanaan produksi suatu bentuk sediaan untuk dapat dipabrikasi biasanya didahului oleh
percobaan di laboratorium dalam skala kecil. Hal ini terutama diperlukan untuk bentuk sediaan tertentu
dan tergantung pada besar kecilnya jumlah yang akan diproduksi. Untuk pembuatan larutan dan kapsul
prosedur ini tidak terlalu sulit, akan tetapi pada pembuatan tablet dan sediaan steril yang menggunakan
mesin-mesin berkecepatan tinggi, kemungkinan besar terjadi perbedaan antara percobaan di
laboratorium dengan produksi yang sebenarnya. Terlepas dari apa bentuk sediaannya, semua data yang
berkaitan dengan produksi itu harus dicatat dan dipelajari untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur
yang dipilih tersebut akan menghasiljan produk yang sesuai dengan standar. Setelah itu dapat dituliskan
formula induk (master formula) dan urutan kerjanya. Catatan ini hendaknya terperinci, termasuk
instruksi terhadap kondisi lingkungan pabrik dan kontrol “in-process” (sementara produksi).
V Pertimbangan Formulasi
V.I Produksi Cairan
Dalam mengatasi masalah formulasi yang ditemukan pada cairan farmasetis diperlukan
keterampilan dalam dua hal, yaitu pertama masalah faktor kelarutan dan kestabilan yang berkaitan
dengan ilmu, dan masalah faktor rasa (flavor) dan karakteristik organoleptis yang lain. Dengan
demikian maka untuk menghasilkan formulasi cairan maupun bentuk sediaan lain yang sukses,
diperlukan gabungan keahlian keilmuan dan “seni” farmasetika.
Kelarutan
Kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam suatu pelarut perlu diuji sebelumnya dalam skala kecil
agar diperoleh hasil yang sama untuk produk akhirnya. Penelitian kelarutan umnya dilakukan pada
suhu tertentu, lebih baik pada suhu di atas suhu kamar (30o C) agar dapat dipertahankan kondisi yang
sama berapa pun variasi suhu laboratorium. Pada saat produk didistribusikan kelak, kemungkinan besar
produk akan terpaparkan pada kondisi suhu yang sangat bervariasi. Karena itu perlu diadakan
penelitian tentang pengaruh suhu terhadap kelarutan bahan obat. Sebagai patokan, produk itu harus
dirancang sedemikian agar kelarutan bahan itu tidak terlampaui meskipun pada suhu rendah (4 oC).
Untuk itu perlu diperhatikan sifat kimia bahan obat dan jenis produk akhir yang diinginkan. Apabila
produk itu bersifat basa atau asam, maka kelarutannya akan dipengaruhi oleh pH. Dalam pemilihan
lingkungan pH yang sesuai, perlu diperhatikan beberapa faktor lain. pH yang cocok dengan kebutuhan
kelarutan bahan tidak boleh bertentangan dengan keperluan produk yang lain, misalnya kestabilan dan
tercamurkan secara fisiologis. Apabila faktor pH yang sangat penting untuk kestabilan obat, maka
larutan itu harus didapar. Karena itu pemilihan dapar harus memenuhi kriteria :
1.
Kapasitas dapar yang cukup besar pada rentang pH yang diinginkan
2.
Dapar itu harus aman secara biologis untuk tujuan pemakaiannya
3.
Dapar tidak merusak kestabilan produk akhir
4.
Dapar tidak mengakibatkan suatu masalah organoleptik
Pemilihan dapar pun harus sesuai, apakah pada sediaan obat cair untuk pemakaian dalam, pemakaian
luar, atau untuk injeksi.
Pengawetan
Pertumbuhan bakteri dan fungi dalam sistem farmasetik dapat mempengaruhi kestabilan produk
dan dapat berbahaya bagi yang menggunakannya. Bentuk sediaan obat yang kemungkinan besar
merupakan media pertumbuhan mikroba harus dibuat bakteriostatik atau pun bakterisida dengan
penambahan bahan antimikroba yang sesuai. Bahan pengawet yang ideal paling kurang harus
memenuhi kriteria berikut ini :
1. Efektif terhadap mikroorganisme secara spektrum luas (broad spectrum)
2. Stabil secara fisik, kimia dan mikrobiologis sepanjang umur produk.
3. Tidak toksis atau menyebabkan alergi, cukup mudah larut, dapat tercampurkan dengan komponen
formula lain, dan dapat diterima dari segi rasa dan bau dalam konsentrasi yang digunakan.
Tidak ada pengawet yang cocok untuk semua formula. Pemilihan pengawet hendaknya dilakukan
untuk keperluan masing-masing bentuk produk. Seringkali dibutuhkan kombinasi 2 pengawet untuk
memperoleh efek antimikroba yang diinginkan. Bahan antibakteri yang sering digunakan dapat
dikelompokkan dalam : asam, netral, merkuri dan senyawa amonium kuaterner.
Karakteristik subjektif produk
Banyak kualitas produk yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, misalnya rasa, dan
penampakan. Karakteristik ini sering dinamakan keindahan farmasetis. Nilai suatu produk farmasetik
diukur dari kualitas medis dan keberhasilannya secara komersial. Umumnya cairan farmasetis
berbentuk sirup atau eliksir. Keduanya ini merupakan larutan yang selain berisi bahan obat juga
mengandung bahan pemanis, pengawet, pengharum, pewarna, dan jika perlu mengandung pula bahan
petambah yang mengubah sifat fisis dan kimia sistem itu, misalnya bahan ko-solven, dapar, surfaktan
dan pengental.
Bahan pemanis
Bagian terbesar dari zat terlarut dalam sediaan cair terdiri atas bahan pemanis. Sejak lama telah
digunakan sukrosa (gula tebu), karena mudah larut dalam air, dapat dibuat sampai kadar 85%, dapat
diperoleh dalam keadaan murni dan murah, dan stabil secara fisi dan kimia pada rentang pH 4,0 sampai
8,0. Untuk mengurangi kecenderungan gula mengkristal, maka sering dikombinasi dengan sorbitol,
gliserin, dan poliol lain. Bahan pemanis lain yang sering digunakan ialah glukose cair, madu dan
molasses. Untuk tujuan tertentu, misalnya pada formulasi bebas gula, digunakan bahan pemanis buatan,
misalnya sakarin dan siklamat.
Kontrol kekentalan
Seringkali diperlukan bahan pengental untuk kemudahan digunakan dan agar mudah dituang.
Biasanya digunakan polivinil pirolidon atau berbagai turunan selulosa, misalnya metilselulosa,
karboksimetilselulosa natrium. Keduanya ini dapat diperoleh dalam berbagai derajat kekentalan.
Pemberi rasa (flavoring agent)
Masalah pengharum dapat dibagi atas pemilihan dan evaluasinya. Empat jenis sensasi rasa ialah
asin, pahit, manis dan asam. Untuk menutupi sensasi rasa ini digunakan kombinasi beberapa
pengharum, misalnya mentol, kloroform dan berbagai garam.
Penampakan
Penampakan produk cair yang umum ialah kejernihan dan warnanya. Pemberian warna
disesuaikan dengan rasa yang digunakan, misalnya kuning atau jingga untuk rasa jeruk, hijau atau biru
untuk rasa mentol. Untuk kejernihannya dilakukan melalui. Partikel kecil dapat berasal dari serat atau
pembentukan endapan zat yang sukar larut. Oleh karena itu perlu dilakukan penjernihan atau
penyaringan.
Kestabilan
Kestabilan kimia bahan obat dalam larutan homogen dapat diprediksi, meskipun umumnya bahan
obat dalam larutan lebih tidak stabil dibanding dalam keadaan padat atau suspensi. Demikian pula,
meskipun ketidakstabilan zat dalam larutan homogen sudah dapat diatasi dengan cara-cara tertentu,
dalam bentuk sediaan larutan heterogen kestabilan ini sangat berisiko.
Kestabilan fisik bentuk sediaan larutan oral dapat dipertahankan jika selama usia produk obat itu
dapat dipertahankan kekentalannya, warna, kejernihannya, rasa dan baunya. Perubahan warna dapat
diukur secara spektrofotometri. Kejernihan diukur dengan melewatkan cahaya melalui larutannya
(pemeriksaan kekeruhan). Rasa dan bau agak sukar diperiksa, namun ada cara-cara yang dapat
digunakan, seperti halnya pengujian bau pada industri parfum (minyak wangi).
Kestabilan secara keseluruhan perlu dilakukan terhadap wadah pengemas, yang mungkin
berpengaruh terhadap isinya. Kebanyakan larutan oral dikemas dalam wadah kaca berwarna coklat atau
jernih dengan penutup logam atau plastik. Sekarang ini banyak wadah obat minum yang terbuat dari
bahan plastik tertentu Meskipun dapat mengalami korosi, penutup logam bisa bertahan pada rentang
pH larutan air untuk cairan per oral, demikian pula penutup plastik mempunyai kelemahannya yaitu
dapat pecah.
V.2 Produksi Sediaan Dermatologis
Nama umum sediaan ini ialah salep, namun beberapa tipe sediaan lain mempunyai nama khusus,
misalnya pasta yaitu salep yang mengandung bahan padat lebih 50 %, dan krim ialah emulsi yang
mempunyai persentase air tinggi, dapat digunakan emulsi tipe W/O maupun tipe O/W. Salep adalah gel
yang plastis, sehingga dapat diukur nilai yield atau “yield value” sebagai ukuran kekakuan (stiffness).
Demikian pula salep hendaknya cukup tixotropik agar dapat dioleskan secara merata. Untuk basis salep
terdapat banyak sekali pilihan tergantung kebutuhan, misalnya salep untuk melindungi kulit
(protective), atau yang memberikan efek mendinginkan. Mungkin pula diinginkan aksi regeneratif obat,
atau dinginkan obat itu menembus kulit sampai batas tertentu. Mungkin hanya dinginkan efek sebagai
kosmetik. Jadi pada pemilihan basis salep perlu dipertimbangkan anatomi kulit dan fungsi setiap
lapisan kulit.
Anatomi lapisan kulit
Pada dasarnya dibedakan 3 lapisan kulit, lapisan paling dalam ialah hipodermis, yang terdiri dari
sel yang mengandung lemak (jaringan adipose). Fungsinya ialah sebagai tempat penyimpanan lemak,
dan melindungi lapisan di bawahnya karena sifat melindungi panas (thermal insulating properties).
Lapisan dermis mempunyai jumlah sel relatif sedikit, dan terdiri atasprotein, kolagen, dan elastin.
Kapiler darah terdapat pada lapisan ini. Lapisan epidermis terdiri atas berbagai tipe lapisan, lapisan
terluar, yaitu stratum corneum paling penting bagi fungsi kulit. Stratum corneum ini terdiri atas sel
terkeratin mati. Fungsi penghalang utama dari kulit ini melindungi lapisan sel hidup di bawahnya,
menghalangi serangan mikroorganisme dari luar, dan membatasi penguapan air, sehingga dapat
mengahalangi perubahan keseimbangan elektrolit pada sel kulit. Epidermis tidak mempunyai pembuluh
darah, tetapi folikel rambut, kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat bertempat pada lapisan di
bawahnya dan menembus epidermis. Kelenjar sebaseum memproduksi sebum, yaitu campuran bahan
lemak dan bahan pengemulsi, dapat bercampur dengan air, dan membentuk lapisan pada permukaan
kulit yang mempunyai pH  5,5. Lapisan ini mempertahankan kandungan air dalam kulit karena
sebum membatasi penguapan, sedangkan bahan pengemulsi membantu penyerapan lembab dari
atmosfir udara.
Absorpsi melalui membran mukosa dapat diprediksi, namun tidaklah demikian untuk kulit,
karena berbagai variasi yang mungkin terjadi pada jaringan kulit. Variasi ini terjadi karena setiap
individu berbeda lapisan kulitnya, juga keadaan sakit atau sehat, luka gores atau luka bakar, dan
kondisi lingkungannya.
Basis Salep Hidrokarbon
Apabila tidak diinginkan absorpsi basis salep atau bahan obatnya, lebih baik memilih basis
hidrokarbon, yang banyak digunakan ialah parafin (petrolatum = vaselin) lembek, yang terdiri atas tipe
kuning dan putih (bleached = diputihkan). Untuk memperbaiki konsistensinya dapat ditambahkan
parafin padat atau parafin cair. Contoh obat yang dicampurkan dengan basis vaselin untuk aksinya pada
kulit ialah : Sulfur (terhadap jerawat), asam salisilat (terhadap dandruff, ketombe atau aksi
keratolisisnya), Sengoksida atau Calamin (sebagai astringent dan sebagai pelindung), berbagai
antiseptika, dan lain-lain. Basis hidrokarbon hanya dapat mengabsorpsi sedikit air, max.10%. Berbagai
bahan dapat memperbaiki hal ini, seperti terlihat pada tabel ialah jumlah air (dalam g) yang dapat
diserap oleh penambahan bahan berikut :
Petrolatum
3 % setylalkohol
5 % kolesterol
5 % monopalmitin
5 % mono-olein
5 % malam putih (Cera Alba)
Jumlah air
75
250
30
200
250
Sebenarnya campuran demikian itu termasuk kategori emulsi W/O. Kegunaannya ialah sebagai
pendingin kulit karena air akan menguap perlahan-lahan ketika dioleskan pada kulit. Dengan demikian
maka apabila diinginkan basis itu diabsorbsi dengan tujuan agar senyawa aktifnya dapat menembus ke
dalam kulit, maka janganlah menggunakan basis hidrokarbon.
Basis Salep Minyak Lemak
Minyak-minyak dan trigliserida padat dapat menembus ke dalam kulit, dan dapat dibantu dengan
penambahan lemak wol (wool fat = adeps lanae). Khususnya apabila diinginkan salep yang bebas air,
maka lemak wol ini adalah basis yang terbaik, karena dapat menyerap air dan mudah dioleskan pada
kulit yang basah karena eksudat. Lemak wol dan kolesterol juga digunakan dalam salep yang perlu
mengandung air dalam jumlah besar sebagai pelarut satu atau lebih bahan aktif dan akan membentuk
emulsi W/O. Dalam emulsi O/W kandungan airnya jauh lebih besar, bisa sampai 80 %. Emulsi dapat
dibuat dengan bahan pengemulsi dengan nilai HLB lebih dari 10. Sebagai catatan, minyak lemak dan
lemak wol dapat teroksidasi, sehingga perlu ditambahkan antioksidan, misalnya tokoferol atau
propilgalat.
Basis Salep PEG (polietilenglikol)
Kategori basis salep yang lain ialah basis yang larut air. Rumus umum basis salep ini ialah
polietilenglikol atau Macrogol : CH2OH(CH2OCH2)nCH2OH. Turunan bahan ini dapat berbentuk cair,
semi padat atau padat tergantung pada derajat polimerisasinya. Masing-masing tipe diberi nama sesuai
bobot molekulnya : Macrogol 200, 300, 400 - bersifat cair kental
1500 - bersifat semi-padat
3000, 4000, 5000 - bersifat padat
Untuk memperoleh konsistensi basis salep yang sesuai, digunakan campuran beberapa jenis makrogol.
Basis salep ini mudah diabsorpsi kulit sehingga merupakan pelarut yang baik bagi beberapa bahan obat
untuk kulit, misalnya kortikosteroida, asam salisilat. Keburukan basis salep ini ialah dapat menguraikan
senyawa penisilin dan bahan fenolik, dan dapat mengiritasi kulit yang rusak.
Basis salep Hidrokoloid
Jenis basis salep ini dinamakan juga “jelly” atau gel semi padat. Jelly atau gel ini terutama
digunakan untuk senyawa obat yang larut air, misalnya anestetika, antiseptika dan spermisida. Tidak
direkomendasikan untuk mensuspensikan senyawa yang tidak larut dalam bentuk jelly, karena akan
terbentuk sedimentasi pada penyimpanan. Umumnya jelly digunakan sebagai lubrikan pada kaeteter,
adhesi alat elektrodiagnostik pada kulit, pada sarung tangan karet atau jari pada pemeriksaan lobang
tubuh.
Jelly terbuat dari hidrokoloid alam atau sintetis. Bahan organik alam yang dikenal ialah tragakan (
3-5%), natriumalginat (2-5%), kanji dan gelatin. Produk semisintetik ialah turunan selulosa misalnya
karboksimetilselulosa, metilselulosa, hidroksipropilmetilselulosa. Yang dibuat secara sintetis penuh
ialah polivinilalkohol dan karbomer. Polivinilalohol digunakan untuk menghasilkan gel yang cepat
mengering yang meninggalkan residu pada kulit berupa lapisan kuat dan plastik (lentur), sehingga
dapat digunakan sebagai balutan pelindung. Karbomer atau Karbopol ialah suatu asam poliakrilat yang
mudah larut dan stabil pada pH 5-10. Jelly dapat digunakan dalam konsentrasi rendah, 0,5 % untuk
lubrikantia dan 2 % untuk tujuan dermatologik. Karena jelly ini mengandung air, maka cenderung
terkontaminasi mikroba. Sebab itu perlu ditambahkan bahan pengawet, biasanya turunan paraben yang
dapat tercampurkan dengan jenis basis ini.
V.3 Produksi Bentuk Sediaan Padat
a. Bubuk (Powder)
Bubuk adalah bentuk sediaan obat yang paling sederhana, yang dapat digunakan untuk pemakaian
dalam maupun pemakaian luar. Bubuk (bedak) untuk pemakaian luar dikemas dalam kaleng atau
karton. Untuk pemakaian dalam dibedakan bubuk yang terbagi-bagi untuk takaran tunggal (singke
dose) dan dalam bentuk bulk. Bentuk bulk jarang diproduksi oleh pabrik, contohnya garam
Natriumbikarbonat untuk sakit lambung, dan Natrium atau Magnesiumsulfat yang digunakan sebagai
pencahar. Bentuk takaran tunggal yang diproduksi pabrik ialah misalnya garam rehidrasi oral (Oral
Rehydration Salt = ORS atau Oralit), yang berisi campuran Dekstrose, Natrium sitrat atau
Natriumbikarbonat dan Natriumklorida. Di Indonesia digunakan campuran sederhana, yaitu gula dan
garam. Bentuk takaran tunggal ini dikemas dalam kantong untuk dilarutkan dalam 1 gelas air minum.
Jadi produksi sediaan ini meliputi pencampuran (agar homogen dan pengisian dalam wadah kantong.
b. Kapsul
Kapsul terbuat dari gelatin yang dapat dibedakan kapsul cangkang keras (hard capsules) dan
kapsul lembek (soft capsules). Untuk bahan obat padat hanya digunakan kapsul keras. Kapsul lembek
digunakan untuk pengisian cairan atau bahan semi padat, namun produksi kapsul lembek ini
memerlukan peralatan mesin khusus. Kapsul cangkang keras terdapat dalam ukuran berbeda sesuai
dengan volume pengisiannya :
No.5 - 0,13 ml
No.4 - 0,20 ml
No.1 - 0,49 ml
No.0 - 0,68 ml
No.3 - 0,28 ml
No.2 - 0,37 ml
No.00 - 0,92 ml
No.000 - 1,40 ml
Yang paling banyak digunakan ialah nomor 1 dan 2. Cangkang kapsul keras terdiri dari 2 bagian, yaitu
tempat pengisian dan penutup. Saat ini telah diciptakan “snap-fit capsule”, yaitu kapsul dengan penutup
khusus untuk menghindari kebocoran pada penyimpanan dan penyerahan.
c. Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dimanufaktur secara kompresi dari massa bubuk.
Bentuk sediaan tablet paling banyak digunakan karena berbagai kelebihannya sebagai berikut:







Dapat diproduksi secara banyak sehingga ongkos produksi dapat ditekan
Mudah digunakan oleh pasien, tidak ada kesulitan karena rasa yang kurang baik.
Mudah dikemas dan didistribusikan karena sangat padat.
Variasi bobot dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga takarannya tepat.
Dapat diciptakan pola pelepasan obat yang bervariasi dengan cara penyalutan.
Kestabilannya baik
Hampir semua bahan obat dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet (dosage form)
Umumnya tablet dimaksudkan untuk penggunaan oral dengan berbagai sifat :
 Tablet biasa (normal)
 Tablet efervesen (Effervescent)
 Tablet kunyah (Chewable)
 Tablet salut (Coated)
 Tablet pelepasan terkontrol (Controlled Release)
Demikian pula tablet dapat dibuat untuk berbagai rute pemberian :
 Tablet bukal (Buccal)
 Tablet sublingual
 Tablet vaginal
 Tablet untuk implantasi
Sudah jelas bahwa sifat berbagai macam tablet ini akan berbeda sesuai penggunaannya. Pada umumnya
tablet dikehendaki akan berdesintegrasi (hancur) secara cepat, tetapi tablet bukal harus hancur perlahan,
karena dimaksudkan bahan obatnya akan beraksi dalam rongga mulut untuk jangka waktu tertentu.
Berbeda dengan tablet sublingual yang bahan obatnya perlu cepat diabsorpsi ke dalam darah untuk
memperoleh aksi kerja cepat, misalnya nitrogliserin pada angina pectoris. Tablet implantasi harus
steril, dan tidak boleh langsung terdisintegrasi, karena obatnya dimaksudkan dilepaskan perlahan dan
bekerja untuk jangka waktu lama, yaitu beberapa bulan.
Beberapa bahan aktif perlu penanganan khusus, namun pada dasarnya pembuatan tablet meliputi
prosedur beikut:

Penghalusan (diminution) bahan baku





Pencampuran bahan aktif dengan bahan penambah yang diperlukan
Granulasi
Pengeringan granul
Kompresi
Penyalutan (jika perlu)
Download