Uploaded by User57446

Bentuk Sediaan Obat

advertisement
MAKALAH
BENTUK SEDIAAN OBAT
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofarmasi
Disusun Oleh :
ENCEP GUNAWAN
NIM. 01017198
SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON
PROGRAM PENDIDIKAN STRATA 1 FARMASI
2019
i
MAKALAH
BENTUK SEDIAAN OBAT
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofarmasi
Disusun Oleh :
ENCEP GUNAWAN
NIM. 01017198
SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON
PROGRAM PENDIDIKAN STRATA 1 FARMASI
2019
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW dan para sahabat dari dulu, sekarang hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada Ibu Nina Pratiwi Susanti, M.Pd. yang telah memberikan ilmu dan
bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Bentuk Sediaan Obat”.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Cirebon, Oktober 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A. Serbuk (Pulvis)...................................................................................... 3
B. Kapsul (Capsulae)................................................................................. 5
C. Salep (Unguenta)................................................................................... 8
D. Pasta (Pastae).......................................................................................11
E. Krim (Cremores)................................................................................. 12
F. Jelly (Gel)............................................................................................ 14
G. Obat Gosok (Linimenta)......................................................................15
H. Salep Mata (Oculenta)......................................................................... 16
I. Suspensi............................................................................................... 17
J. Emulsi..................................................................................................20
BAB III PENUTUP...............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 28
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Kapsul keras dan Kapsul lunak.............................................. 6
Tabel 2.2 Ukuran Kapsul......................................................................................... 7
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pulvis Adspersorius.............................................................................. 3
Gambar 2.2 Kapsul...................................................................................................5
Gambar 2.3 Salep..................................................................................................... 8
Gambar 2.4 Pasta................................................................................................... 11
Gambar 2.5 Krim................................................................................................... 12
Gambar 2.6 Gel...................................................................................................... 14
Gambar 2.7 Linimenta........................................................................................... 15
Gambar 2.8 Salep Mata.......................................................................................... 16
Gambar 2.9 Suspensi.............................................................................................. 17
Gambar 2.10
Emulsi...............................................................................................
v
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan ilmu farmasi sudah semakin maju.
Banyak sekali macam-macam jenis sediaan farmasi yang dikembangkan.
Segala macam penggolongan obat pun sudah semakin diperbaharui dengan
adanya peraturan dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000
yang mengganti penggolongan jenis obat menjadi 5 golongan saja. Bidang
farmasi juga terus mengembangkan ilmu dalam menemukan jenis dan khasiat
obat-obatan. Karena masyarakat kita semakin membutuhkan segala jenis obat
dengan kerja yang sesuai di tubuhnya. Kebutuhan obat di kalangan masyarakat
sangatlah penting dan mutlak untuk menunjang kesehatan mereka.
Pelayanan farmasi pun kini semakin baik karena menunjang
kepentingan kesehatan masyarakat. Ilmu yang berkenaan dengan pelayanan
farmasi seperti Farmasetika pun terus mengalami perubahan dan peningkatan
menjadi yang lebih baik. Para mahasiswa pun kini dituntut untuk mampu
membedakan segala macam jenis sediaan farmasi dan juga mampu
menggolongkan segala jenis obat berdasarkan beberapa aturannya. Mahasiswa
juga dituntut untuk mampu membuat beberapa sediaan farmasi baik steril
maupun non steril untuk menunjang pekerjaan di masa depan kelak.
Mahasiswa juga harus mampu bertindak dengan tanggap dalam membuat
sediaan obat, karena para mahasiswa diharapkan menjadi seorang farmasis atau
1
apoteker yang tanggap, cepat dan mampu menolong masyarakat yang
membutuhkan obat untuk kesehatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Ada berapa banyak bentuk sediaan obat dalam farmasi?
2. Apa saja manfaat mengetahui berbagai macam sediaan obat tersebut?
C. Tujuan
1. Mengetahui berbagai macam sediaan obat.
2. Dapat membedakan berbagai macam sediaan obat sesuai penggunaannya
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SERBUK (PULVIS)
Gambar 2.1 Pulvis Adspersorius
1. Pengertian serbuk
Pulvis (serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia
yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
Karena mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi
dan lebih larut dari pada bentuk sediaan yang dipadatkan. Anak-anak dan orang
dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat
dalam bentuk serbuk. Biasanya serbuk oral dapat dicampur dengan air minum.
Serbuk oral dapat diserahkan dalam bentuk terbagi (pulveres) atau
tidak terbagi (pulvis). Serbuk oral tidak terbagi terbatas pada obat yang relatif
tidak poten seperti laksansia, antasida, makanan diet dan beberapa jenis
analgetik tertentu, pasien dapat menakar secara aman dengan sendok teh atau
penakar lain. Serbuk tidak terbagi lainnya adalah serbuk gigi dan serbuk tabur,
keduanya untuk pemakaian luar.
3
2. Kelebihan dan kelemahan sediaan serbuk
a. Kelebihan
1) Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan
keadaan si penderita.
2) Lebih stabil terutama untuk obat yang rusak oleh air.
3) Penyerapan lebih cepat dan lebih sempurna dibanding sediaan padat
lainnya.
4) Cocok digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa yang sukar
menelan kapsul atau tablet.
5) Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul
dapat dibuat dalam bentuk serbuk.
b. Kelemahan
1) Tidak tertutupnya rasa tidak enak seperti pahit, sepat, lengket di
lidah (bisa diatasi dengan corrigens saporis).
2) Pada penyimpanan menjadi lembab.
3. Jenis-jenis serbuk
a. Pulvis adspersorius
Pulvis adspersorius adalah serbuk ringan, bebas dari butiran
kasar dan dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya dikemas dalam
wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan
penggunaan pada kulit. Lebih dikenal dengan bedak tabur.
4
b. Pulvis dentifricius
Pulvis dentifricius lebih dikenal dengan serbuk gigi, biasanya
menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan terlebih dahulu
dalam chloroform/etanol 90%.
c. Pulvis sternutatorius
Pulvis sternutatorius adalah serbuk bersin yang penggunaannya
dihisap melalui hidung, sehingga serbuk tersebut harus halus sekali.
d. Pulvis effervescent
Pulvis effervescent merupakan serbuk biasa yang sebelum
ditelan dilarutkan terlebih dahulu dalam air dingin atau hangat dan dari
proses pelarutan ini akan mengeluarkan gas CO2, kemudian
membentuk larutan yang pada umumnya jernih. Senyawa ini
merupakan campuran antara senyawa asam dengan senyawa basa.
B. KAPSUL (CAPSULAE)
Gambar 2.2 Kapsul
1. Pengertian dan Macam-macam Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin
tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
5
Berdasarkan bentuknya, kapsul dalam farmasi dibedakan menjadi
dua yaitu kapsul keras (capsulae durae, hard capsul) dan kapsul lunak
(capsulae molles, soft capsul).
Perbedaan kapsul keras dan kapsul lunak
Kapsul keras
Kapsul lunak

Terdiri atas tubuh dan tutup

Satu kesatuan

Tersedia dalam bentuk kosong

Selalu sudah terisi

Isi biasanya padat, dapat juga

Isi biasanya cair, dapat juga
cair

padat

Cara pakai per oral
Bisa
oral,
vaginal,
rektal,
topikal


Bentuk hanya satu macam
Bentuknya bermacam-macam
Tabel 2.1 Perbedaan Kapsul keras dan Kapsul lunak
Ukuran kapsul
menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan
dikenal 8 macam ukuran yang dinyatakan dalam nomor kode. 000 ialah
ukuran terbesar dan 5 adalah ukuran terkecil.
Ketapatan dan kecepatan memilih ukuran kapsul tergantung dari
pengalaman. Biasanya dikerjakan secara eksperimental dan sebagai
gambaran hubungan jumlah obat dengan ukuran kapsul dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.
Asetosal
Na Bikarbonat
NBB
(dalam gram)
(dalam gram)
(dalam gram)
000
1
1,4
1,7
00
0,6
0,9
1,2
0
0,5
0,7
0,9
1
0,3
0,5
0,6
2
0,25
0,4
0,5
No Ukuran
6
3
0,2
0,3
0,4
4
0,15
0,25
0,25
5
0,1
0,12
0,12
Tabel 2.2 Ukuran Kapsul
2. Keuntungan dan Kerugian sediaan kapsul
a. Keuntungan bentuk sediaan kapsul
1) Bentuk menarik dan praktis
2) Tidak berasa sehingga bisa menutupi rasa dan bau dari obat yang
kurang enak.
3) Mudah ditelan dan cepat hancur/larut di dalam perut, sehingga
bahan cepat segera diabsorbsi (diserap) usus.
4) Dokter dapat memberikan resep dengan kombinasi dari bermacammacam bahan obat dengan dosis yang berbeda-beda menurut
kebutuhan seorang pasien.
5) Kapsul dapat diisi dengan cepat tidak memerlukan bahan penolong
seperti
pada
pembuatan
pil
atau
tablet
yang
mungkin
mempengaruhi absorbsi bahan obatnya.
b. Kerugian bentuk sediaan kapsul
1) Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguap sebab pori-pori cangkang
tidak menahan penguapan.
2) Tidak untuk zat-zat yang higroskopis.
3) Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul.
4) Tidak untuk balita.
5) Tidak bisa dibagi (misal ½ kapsul).
7
3. Faktor-faktor yang Merusak Cangkang Kapsul
a. Mengandung zat-zat yang mudah mencair (higroskopis).
b. Mengandung campuran eutecticum.
c. Mengandung minyak menguap.
d. Penyimpanan yang salah.
C. SALEP (UNGUENTA)
Gambar 2.3 Salep
1. Pengertian Salep
Menurut FI IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh
berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang
tidak mengandung obat keras atau narkotika adalah 10%.
2. Penggolongan salep
Menurut efek terapinya, salep dibagi atas:
a. Salep epidermik (salep penutup)
Salep ini tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan
efek terapinya terbatas pada permukaan kulit, jadi bekerja lokal.
8
Tujuan
pemakaiannya sebagai salep penutup, guna melindungi
jaringan tertentu. Dasar salep yang dipakai : dasar salep hidrokarbon
b. Salep endodermik
Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit, tetapi tidak
sampai melewati kulit. Tujuan pemakaian untuk pengobatan
permukaan
kulit
dan
digunakan
untuk
melembutkan
kulit,
menghilangkan rasa sakit, stimulans(merangsang) dan lokal iritasi.
Dasar salep yang digunakan : dasar salep serap.
c. Salep diadermik (salep serap)
Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan melewati
kulit,
dapat mencapai peredaran darah dan menghasilkan efek
sistemik.Tujuan pemakaian : untuk melindungi jaringan di bawah
kulit. Dasar salep yang digunakan : dasar salep yang dapat dicuci
dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air.
3. Dasar Salep
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar
salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut
dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
a. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara
lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen
berair yang dapat dicampurkan kedalamnya.
9
b. Dasar Salep Serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air
membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin
anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak
yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan
(lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebagai emolien.
c. Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain
salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini dinyatakan juga sebagai dapat
dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika.
d. Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri
dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak
keuntungannya seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan
tidak mengandung bahan tak larut dalam air.
4. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep
a. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
b. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturanperaturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan air yang
10
digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
c. Peraturan Salep Ketiga.
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak
dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan
pengayak B40.
d. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin.
D. PASTA (PASTAE)
Gambar 2.4 Pasta
Menurut FI IV, pasta adalah sediaan semi padat yang mengadung satu
atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok
pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air, misalnya pasta natrium
karboksimetilselulose. Kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya pasta
zinc oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh
dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
11
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap
dibandingkan dengan salep karena tinggi kadar obat yang mampunyai afinitas
terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum dan
mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Oleh
karena itu pasta digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak,
menggelembung atau mengeluarkan cairan.
Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk
memperoleh efek lokal, misalnya pasta gigi Triamsinolon asetonida. Cara
pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu dengan kain kassa. Penyimpanan
dalam wadah tertutup baik, wadah tertutup rapat atau dalam tube.
Pembuatan pasta umumnya bahan dasar yang berbentuk setengah
padat sebaiknya dicairkan terlebih dahulu baru dicampur dengan bahan padat
dalam keadaan panas agar lebih mudah bercampur dan homogen.
E. KRIM (CREMORES)
Gambar 2.5 Krim
Menurut FI IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
12
setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal
asam-asam lemak atau alohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci
dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Krim
dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
Ada 2 type krim yaitu krim type minyak air (m/a) dan krim type air
minyak (m/a). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim type a/m digunakan sabun polivalen,
span, adeps lanae, koleterol dan cera. Sedangkan untuk krim type m/a
digunakan sabun monovalen seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium
stearat dan ammonium stearat. Selain itu dapat juga dipakai tween, natrium
laurylsulfat, kuning telu, gelatinum, caseinum, CMC dan emulgidum.
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya
terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau
zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran
krim
hanya
dapat
dilakukan
jika
diketahui
pengencernya yang cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai
pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin) dengan
kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02%
hingga 0,05%.
13
Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube
di tempat sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera “Obat Luar”.
Pembuatan krim adalah dengan melebur bagian berlemak diatas tangas air,
kemudian tambahkan air dan zat pengemulsi dalam keadaan sama-sama panas,
aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.
F. JELLY (GEL)
Gambar 2.6 Gel
Gel merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari susupensi yang
dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang
terpisah, digolongkan sebagai system dua fase (gel Aluminium Hidroksida).
Dalam system dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar
disebut Magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat
berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk
menjamin homogenitas dan hla ini tertera pada etiket.
14
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan
antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat
dibuat dari makromolekul sintetik (karbomer) atau dari gpm alam (tragakan).
Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat juga
digunakan sebagai pembawa. Contohnya minyak mineral dapat dikombinasi
dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak.
Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topical atau
dimasukkan dalam lubang tubuh, contoh Voltaren Gel, Bioplacenton.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, dalam bermulut lebar terlindung dari
cahaya dan ditempat sejuk.
G. OBAT GOSOK (LINIMENTA)
Gambar 2.7 Linimenta
Linimenta adalah sediaan cair atau kental, mengandung analgetika
dan zat yang mempunyai sifat rubifasien, melemaskan otot atau
menghangatkan dan digunakan sebagai obat luar. Pemakaian linimenta dengan
cara dioleskan menggunakan kain flannel lalu diurut.
15
Penyimpanan dalam botol berwarna, bermulut kecil dan ditempat
sejuk. Pada etiket juga tertera “Obat luar”. Linimenta tidak dapat digunakan
untuk kulit yang luka atau lecet.
Cara pembuatan:
1. Mencampurkan seperti pada pembuatan salep, contohnya
Linimen
Gondopuro (FN)
2. Terjadi penyabunan, contohnya Linimen Amoniak dan Lotio Benzylis
Benzoas (FN)
3. Terbentuk emulsi, contohnya Peruvianum Emulsum I dan II (FN)
H. SALEP MATA (OCULENTA)
Gambar 2.8 Salep Mata
Salep mata adalah salep steril yang digunakan pada mata. Pada
pembuatannya bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk steril
termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptik ke
dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan cara yang
cocok. Tube disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1150-1160C, selama tidak
kurang dari 30 menit.
Sebagai dasar salep sering digunakan dasar salep Oculentum
simplex. Basis salep mata yang lain adalah campuran Carbowax 400 dan
Carbowax 4000 sama banyak.
16
Penyimpanan salep mata adalah dalam tube steril dan di tempat
sejuk, dan pada etiket harus tertera “Salep mata”.
Persyaratan salep mata :
1.
Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang
mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu
penggunaan.
2.
Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan
atau serbuk halus.
3.
Harus bebas dari partikel kasar dan memenuhi syarat kebocoran dan
partikel logam pada uji salep mata.
4.
Wadah harus steril, baik pada waktu pengisian maupun penutupan dan
wadah harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama.
I. SUSPENSI
Gambar 2.9 Suspensi
17
1. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi oral adalah sediaan
cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan
oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma
termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus
dikonstitusikan terlebih dahulu
dengan pembawa yang sesuai segera
sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut “ Untuk Suspensi oral”.
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat
yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan
pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio” termasuk
dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikelpartikel halus yang ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian
pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Suspensi obat mata
tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
18
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau
kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
bahan pembawa yang sesuai.
2. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan
suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga
homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan
untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
stabilitas suspensi ialah :
a. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu.
Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik
dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang
dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya
semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya.
b. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran
dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya
makin turun (kecil).
19
c. Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah
besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang
bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat
tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar
kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
d. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa
macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan
demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang
menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena
sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat
mempengaruhinya.
J. EMULSI
Gambar 2.10 Emulsi
20
1. Pengertian Suspensi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga
yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).
Emulsi berasal dari kata “emulgeo” yang artinya menyerupai milk,
warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari bijibijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini
disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein
yang terdapat dalam biji tersebut.
Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi Perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan
eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab, tragacanth,
kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator dari
luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
2. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi.
Terdiri atas :
 Fase dispers/fase internal/fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat
cair lain.
21
 Fase kontinue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar
(pendukung) dari emulsi tersebut.
 Emulgator.
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
b. Komponen tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris,
colouris, preservative (pengawet), anti oksidan.
3. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air) adalah
emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air.
Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external.
b. Emulsi tipe W/O (water in oil ) atau A/M (air dalam minyak) adalah
emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air
sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external.
4. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
a. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
1) Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Emulsi
yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental.
22
2) Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk
memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan
tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab.
3) Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada
umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari
emulsi dengan gom arab.
4) Chondrus
Sangat baik dipakai
untuk emulsi minyak ikan karena dapat
menutup rasa dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan dilakukan
seperti pada agar.
5) Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.
b. Emulgator alam dari hewan
1) Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein/asam
amino) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai
emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w. Tetapi
kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total
kuning telur merupakan emulgator tipe o/w. Zat ini mampu
mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya dan minyak
menguap dua kali beratnya.
23
2) Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol, merupakan
emulgator tipe w/o dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar.
Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan minyak
untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 kali
beratnya.
c. Emulgator alam dari tanah mineral.
1) Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam - garam
magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang
terbentuk adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan pemakaian yang lazim
adalah sebanyak 1 %. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
2) Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat
mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa
sepert gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %.
5. Kestabilan Emulsi
a. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu
mengandung fase dispers lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversible artinya bila digojok perlahan-lahan akan
terdispersi kembali.
b. Koalesen dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film
yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu).
Sifatnya irreversible (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:
24
• Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH,
penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
• Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan,
pengadukan.
c. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o
menjadi o/w atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pulvis (serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
2. Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut.
3. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir.
4. Pasta adalah sediaan semi padat yang mengadung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
5. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
6. Gel merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari susupensi yang dibuat
dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.
7. Linimenta adalah sediaan cair atau kental, mengandung analgetika dan zat
yang mempunyai sifat rubifasien, melemaskan otot atau menghangatkan
dan digunakan sebagai obat luar.
8. Oculenta adalah salep steril yang digunakan pada mata. Pada pembuatannya
bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk steril
termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptik
ke dalam tube steril.
26
9. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair.
10. Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
27
DAFTAR PUSTAKA
Soetopo, Seno dkk. 2009. Ilmu Resep Jilid I cetakan keempat. Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Soetopo, Seno dkk. 2009. Ilmu Resep Jilid II cetakan kedua. Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan.
28
Download