HIPERTERMIA

advertisement
IRENE RATRIDEWI
 Hipertermia: kondisi kegagalan pengaturan suhu
tubuh (termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh
melepaskan/mengeluarkan panas (misal pada heat
stroke) atau produksi panas yang berlebihan dengan
laju yang normal
 Hipertermia dengan eliminasi infeksi: aktivasi sinyal
apoptosis sel T yang tidak diinginkan atau teraktivasi
berlebihan (misalnya pada reaksi alergi atau
autoimun)
 Hipertermia karena peningkatan produksi
panas:
 Hipertermia maligna
 Neuroleptic malignant syndrome
 Serotonin syndrome
 Drug-induced hyperthermia
 Exercise-induced hyperthermia
 Endocrine hyperthermia
 Miscellaneous clinical disorders
 Hipertermia karena penurunan pelepasan
panas:
 Hipertermia neonatal
 Dehidrasi
 Heat stroke
 Renjatan hemorargik dan ensefalopati
 Sudden infant death syndrome (SIDS)
 Drug-induced hyperthermia
 Penyebab tidak terklasifikasikan:
 Factitious fever
 Induced illness dan Induced illness by proxy
 Hipertermia maligna
 Umumnya dipicu oleh obat anestesia
 Terdapat mutasi gen  miopati
 Pusat pengaturan suhu normal
 Gambaran klinis: kekakuan otot terutama
otot masseter  rhabdomyolisis, ↑ CO2
tidal, takikardia, ↑ suhu tubuh yang cepat
(0.50 – 1.00 C tiap 5 - 10 menit, 440C)
 Tatalaksana utama:
 ↓ suhu tubuh dengan cepat dan agresif dengan
total body cooling (air es/dingin lewat NGT,
rectal, dan IV)
 segera hentikan obat anestesi & O2 100%
 memperbaiki asidosis, furosemid (1 mg/kgBB)
 manitol 20% (1 g/kgBB), insulin, dextrose,
hidrokortison
 Dantrolone (antidote spesifik 2.5 mg/kgBB IV
dan kemudian tiap 5-10 menit) dan mengatasi
aritmia
 Exercise-Induced hyperthermia (Exertional
heat stroke)
 aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca
panas
 Pencegahan  pembatasan lama latihan fisik
terutama pada suhu 300C /> kelembaban > 90%,
 minuman lebih sering (150 ml air dingin tiap 30
menit)
 pemakaian pakaian berwarna terang, satu lapis,
dan berbahan menyerap keringat
 Endocrine Hyperthermia (EH)
 Kelainan endokrin sering dihubungkan dengan
EH (hipertiroidisme, diabetes mellitus,
phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan
Ethiocolanolone (merangsang pembentukan
pirogen leukosit)
 Hipertermia neonatal
 ↑ suhu tubuh secara cepat pada hari 2 dan 3
kehidupan
 Dehidrasi (kehilangan cairan, paparan suhu
kamar yg tinggi)
 Demam karena infeksi  tanda lain dari infeksi
seperti leukositosis/leucopenia, CRP tinggi,
respons kurang baik dengan pemberian cairan,
dan riwayat persalinan prematur/resiko infeksi
 Overheating (pemakaian alat2 penghangat terlalu panas,
bayi terpapar sinar matahari langsung dlm wkt lama)
 Trauma lahir
24%dari bayi yang lahir dengan trauma.
Suhu akan ↓ padav1-3 hari, bisa menetap  kejang.
 Tatalaksana dasar  ↓ suhu bayi secara cepat ( > 390C
dilakukan tepid sponged 350C  370C)
 Heat stroke
 Tanda umum: suhu tubuh > 40.50C, kulit teraba kering
dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia,
aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard, mual,
muntah, dan kram.
 Komplikasi: DIC, lisis eritrosit, trombositopenia,
hiperkalemia, gagal ginjal, dan kelainan EKG
 Perawatan intensif di ICU,
 suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan
sponging dengan air es sampai dengan suhu tubuh
38,50 C kemudian anak segera dipindahkan ke atas
tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut)
 membuka akses sirkulasi, dan memperbaiki
gangguan metabolic yang ada.
 Haemorrhargic Shock and Encephalopathy
(HSE)
 Gambaran klinis mirip dengan heat stroke (riwayat
penyelimutan >>, paparan suhu tinggi tidak ada)
 HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam
produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1trypsin.
 Kejadian HSE umur 17 hari - 15 tahun (sebagian besar
usia < 1 tahun)
 Pada umumnya didahului oleh penyakit virus atau
bakterial, febris << dan sudah sembuh (ISPA, GE
dengan febris ringan)
 Pada 2 – 5 hari kemudian timbul syok berat,
ensefalopati sampai dengan kejang/koma,
hipertermia (suhu > 410C), perdarahan DIC,
diare, sampai anemia berat butuh transfusi
 Pemeriksaan fisik: hepatomegali dan asidosis , nafas
dangkal diikuti gagal ginjal
 Pemeriksaan laboratorium: leukositosis,
hipernatremia, ↑ CPK, enzim hati dan tripsin,
hipoglikemia, hipokalsemia, trombositopenia, ↓
faktor II, V, hiperfibrinogenemia, dan alpha-1antitripsin.
 Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus
 Pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke
dan hipertermia maligna dapat diterapkan
 Mortalitas tinggi (80% dengan gejala sisa neurologis
yang berat pada kasus yang selamat)
 Hasil CT scan dan otopsi  perdarahan fokal pada
berbagai organ dan edema serebri
 Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
 Definisi: kematian bayi (usia 1-12 bulan) mendadak,




tidak diduga, tidak dapat dijelaskan.
Sering didahului ISPA dgn febris ringan, tidak fatal
Hubungan dgn hipertermia
Angka kejadian tertinggi bayi usia 2- 4 bulan.
Hipotesis: mal-development atau maturitas batang
otak tertunda  pusat chemosensitivity, pengaturan
nafas, suhu, dan respons TD
 Faktor resiko terpenting adalah ibu hamil perokok dan
posisi tidur bayi tertelungkup.
 Penyelimutan/pembungkusan bayi >>, suhu ruangan
↑↑, posisi tidur bayi tertelungkup  terbatasnya
pengeluaran panas.
 Posisi tidur telentang paling aman untuk mencegah
SIDS
 Infeksi ringan + febris + pembungkusan bayi >> 
heat stroke dan SIDS
Download