Diabetes mellitus tipe 3

advertisement
DIABETES MELLITUS
PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam
darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh.
Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis
yang mempunyai jumpah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.
Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah
menjadi glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi
dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke
dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa
dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat
negatif atau merugikan.
Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Selanjutnya orang tersebut akan
kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering kesemutan,
sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau kadar gula penderita
diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari
200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan
penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh
dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena
pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi
penderita serta melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih
sehat maupun yang sudah sakit.
Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan
hormon insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2
di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya
Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
1
Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat
keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena
penyakit kencing manis baik tua maupun muda. Waspada bagi anda yang memiliki orang tua
yang merupakan pengidap diabetes, karena anda akan juga memiliki bakat gula darah jika
tidak menjalankan gaya hidup yang baik.
Resiko terkena diabetes dapat dikurangi dengan mengatur pola makan yang sehat,
rajin olahraga, tidur yang cukup, menghindari rokok mirasantika dan lain sebagainya. Bagi
anda yang sudah terkena diabetes sebaiknya berolahraga setiap pagi, makan makanan yang
bergizi rendah karbohidrat dan lemak namun tinggi protein, vitamin dan mineral. Perbanyak
makan sayuran dan makanan berserat tinggi lainnya. Rajin-rajin memeriksakan kandungan
gula darah anda dan menginjeksi insulin ke dalam tubuh dan minum obat jika diperlukan
sesuai petunjuk dokter secara teratur. Dengan begitu anda dapat menghindar dari resiko efek
yang lebih parah.
Mengelola penyakit ini sebenarnya mudah asal penderita bisa mendisiplinkan diri dan
melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran dokter, dan tidak mudah patah semangat.
Seseorang dikatakan menderita diabetes bila kadar glukosa dalam darah di atas 120 mg/dl
dalam kondisi berpuasa, dan di atas 200 mg/dl setelah dua jam makan. Tanda lain yang lebih
nyata adalah apabila air seninya positif mengandung gula.
Diabetes muncul lantaran hormon insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel beta dari
pulau langerhans (struktur dalam pankreas yang bertugas mengatur kadar gula dalam darah)
tidak lagi bekerja normal. Akibatnya, kadar gula dalam darah meninggi. Bila keadaan ini
berlanjut dan melewati ambang batas ginjal, zat gula akan dikeluarkan melalui air seni.
Sejak ditemukan hormon insulin oleh Banting dan Best dari Kanada pada 1921,
penderita diabetes yang membutuhkan insulin dapat diatasi sehingga angka kematian dan
keguguran bayi pada ibu hamil yang menderita diabetes semakin berkurang. Selain hormon
insulin, Franke dan Fuchs (1954) melakukan uji coba obat antidiabetes dan terbukti banyak
menolong para penderita.
Diabetes memang penyakit yang tidak bisa disembuhkan, namun dengan perawatan
yang baik, setiap penderita dapat menjalani kehidupannya secara normal.
2
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta
penduduk Indonesia yang mengidap diabetes.
Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan
di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Sebagian besar kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang disebabkan faktor
keturunan. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup untuk menyebabkan seseorang terkena
diabetes karena risikonya hanya sebesar 5%. Ternyata diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada
orang yang mengalami obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya.
DEFINISI
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau
pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) adalah kelainan metabolis yang disebabkan
oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:

Defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.

Defisiensi transporter glukosa.

Atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara
lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan
mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner,
sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,
dan lain-lain.
Gejala Umum
Gejala hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:

Poliuria - sering buang air kecil

Polidipsia - selalu merasa haus
3

Polifagia - selalu merasa lapar

Penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
Setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi
kronis, seperti:

Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,

Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal

Gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,

Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi,
charcot joint dan disfungsi seksual
Gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik
yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
KLASIFIKASI
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus
berdasarkan perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat
idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau
defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai
dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT
dan gestational diabetes mellitus, GDM
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris:
insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota
klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan
NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases
pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
4
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh
karena, walaupun malnutrisi dapat mempengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga
saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan
diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD,
PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan
memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic
diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan
fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari
cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis.
Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio
gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah
rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.
ETIOLOGI
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti
hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang
sedang naik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering
disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada
resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan
hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan
menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam
lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap
insulin, terutama pada otot lurik. Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH
pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas,
terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
5
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi
penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia
dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan
glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat
meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan
hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang
disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas,
feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1.
Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-alfa, dijumpai membawa
sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi
akibat mekanisme Fas-FasL, dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan
perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.
DIAGNOSIS
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis
Bukan Belum
DM
DM
pasti DM
Plasma vena
<110
110 - 199 >200
Darah kapiler
<90
90 - 199
Plasma vena
<110
110 - 125 >126
Darah kapiler
<90
90 - 109
DM (mg/dl).[6]
Kadar glukosa darah sewaktu:
>200
Kadar glukosa darah puasa:
>110
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi, polifagi,
poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak
normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita
berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.
6
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut
memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini
dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi
diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah
puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa
dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah
terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006.
Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes,
yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita
pra-diabetes.
Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka panjang, terutama pada
jantung dan sistem peredaran darah selama pra-diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan
memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda menderita
diabetes, maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali.
Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk
menjadi diabetes dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan pradiabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang beragam, tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi.
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset
diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang
terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta
7
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anakanak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan
dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan
berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama
pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetik ketoasidosis bisa menyebabkan koma
bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya
hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian
masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan
juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan
kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk
pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).
Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka
di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil
yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat
glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran.
8
Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related
diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus
yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk
yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel
terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin
yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin
serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi
gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan
kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon
resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada
hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi
insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia
dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin
pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori
yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam
kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak
toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan
diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga,
walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak
remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2
biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya
9
pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar
kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,,
sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito
abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[
antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada
awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan
untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur
pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan
hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis
pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan
hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan
glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah
direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil
kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah
defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon
tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis
ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks
IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin
akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas
respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga
hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot
lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi
risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant
type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected
10
insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau
diabetes melitus pada kehamilan, melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan
pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa
pengakuan. Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin
dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM
bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM
bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh
menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi
menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir.
Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir
seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab]
bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi
sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung
pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah.
Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil
kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang
vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian
Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan
risiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.
TERAPI
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami
kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang
terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis
sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai
insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus
menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan
Ramadhan.
11
DIET DAN OLAHRAGA
Mengelola penyakit kencing manis atau diabetes mellitus sebenarnya mudah asal
penderita bisa mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga secara teratur, menuruti saran
dokter, dan tidak mudah patah semangat.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga
yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya,
penderita diabetes harus memperhatikan takaran karbohidrat. Sebab lebih dari separuh
kebutuhan energi diperoleh dari zat ini.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga
yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya,
penderita diabetes harus memperhatikan takaran karbohidrat. Sebab lebih dari separuh
kebutuhan energi diperoleh dari zat ini. Menurut dr. Elvina Karyadi, M.Sc., ahli gizi dari
SEAMEO-Tropmed UI, ada dua golongan karbohidrat yakni jenis kompleks dan jenis
sederhana. Yang pertama mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa sedangkan
yang lain hanya satu. Di dalam tubuh karbohidrat kompleks seperti dalam roti atau nasi, harus
diurai menjadi rantai tunggal dulu sebelum diserap ke dalam aliran darah. Sebaliknya,
karbohidrat sederhana seperti es krim, jeli, selai, sirup, minuman ringan, dan permen,
langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga kadar gula darah langsung melejit.
Dari sisi makanan penderita diabetes lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat
berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel,
tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk,
nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
12
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang,
jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol,
jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan
menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah.
Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)serta buncis baik sekali
jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar
lemak darah dan glukosa darah.
Pola 3J
Ahli gizi lain, dr. Andry Hartono D.A. Nutr., dari RS Panti Rapih, Yogyakarta
menyarankan pola 3J: yakni jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makanan.
Bagi penderita yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu lebih mudah
untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan dikalikan 30. Misalnya,
orang dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30).
Kalau yang bersangkutan menjalankan olahraga, kebutuhan kalorinya pada hari berolahraga
ditambah sekitar 300-an kalori.
Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang.
Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan akhirnya agar beban kerja
tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut tidak terlalu mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga porsi
makanan ringan di sela-sela waktu tersebut(selang waktu sekitar tiga jam).
Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak,
jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat,
dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis,
bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan
segar. Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayursayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani
kerja ginjal.
Diet kalori terbatas
13
Penderita bisa mengikuti contoh susunan menu diet B untuk 2.100 kalori (Simbardjo
dan Indrawati, B.Sc. dari bagian ilmu gizi RSUD Dr. Sutomo Surabaya) seperti pada Tabel 1.
Diet B tinggi serat itu termasuk diet diabetes umum, yang tidak menderita komplikasi, tidak
sedang berpuasa atau pun sedang hamil.
Menu diet B terdiri dari:
Protein
65.49 g
Lemak
45.89 g
Karbohidrat
377.45 g
Kolesterol
112.5 mg
Makan pagi (pk. 06.30)
Nasi
110 g
Daging
25 g
Tempe
25 g
Sayuran A
100 g
Sayuran B
25 g
Minyak
5g
Selingan (09.30)
Pisang
200 g
Makan siang (12.30)
Nasi
150 g
Daging
40 g
Tempe
25 g
Sayuran A
100 g
14
Sayuran B
50 g
Minyak
10 g
Selingan (15.30)
Pisang/kentang
200 g
Pepaya
100 g
Makan malam (18.30)
Nasi
150 g
Daging
25 g
Tempe
25 g
Sayuran A
100 g
Sayuran B
50 g
Minyak
10 g
Selingan (21.30)
Pisang/kentang
200 g
Pepaya
100 g
Sedangkan buku panduan “Perencanaan Makan Penderita Diabetes dengan Sistem
Unit” terbitan Klinik Gizi dan Klinik Edukasi Diabetes RS Tebet, menuliskan tentang prinsip
dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai kebutuhan dasar. Untuk wanita,
kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25 kalori)ditambah 20% untuk aktivitas.
Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk
menentukan berat badan ideal (BBI) bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) – 100
cm – 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI = 64 kg – 10% =
58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori. Ditambah kalori aktivitas 20%
= 2.088 kalori. Jadi, pria ini memerlukan diet sekitar 2.000 kalori sehari.
15
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau
berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih,
jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat
badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai
normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan yang
mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil
dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah lagi mengurangi konsumsi
lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.), sebab tubuh
penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang
larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng).
Bila penderita juga mengalami gangguan pada ginjal, yang perlu diperhatikan adalah
jumlah konsumsi protein. Umumnya, digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat
badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila
tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
Kegagalan berdiet bisa disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam memilih
makanannya atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa juga penderita
tidak mempedulikan saran dokter.
Untuk memudahkan penerapan, dibuat sistem unit 80 kalori. Misalnya, seorang pasien
yang memerlukan 1.600 kalori per harinya, akan mendapat makanan 20 unit sehari senilai 80
kalori setiap unitnya. Jumlah 20 unit terbagi atas sarapan empat unit, makanan kecil (pk.
10.00) dua unit, makan siang enam unit, makanan kecil (pk. 16.00) dua unit, dan makan
malam enam unit.
Makanan dalam kelompok A bisa dibilang berkomposisi paling baik, karena
mengandung serat dan atau rendah hidrat arang olahan serta rendah lemak. Sementara
golongan C kurang baik karena kandungan gulanya tinggi, rendah atau tanpa serat, dan
terlalu banyak lemak. Jadi, dianjurkan untuk memilih A atau B, bukan C. Nasi lebih baik
16
daripada bubur, karena kandungan serat lebih baik sehingga lebih lama bertahan di usus.
Pemanis gula bisa diganti dengan pemanis buatan.
Di sini diberikan pula contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori):
Makan pagi
Setangkap roti tawar
1,50unit
Sebutir telur ayam
1,25unit
1 sendok teh selai
0,25unit
1 gls susu skim
0,75unit
Selingan (di kantor):
Arem-arem
2,75unit
Teh tanpa gula
Makan siang:
Nasi putih
1,25unit
Daging cah kembang kol
3,00unit
Sayur bening bayem
0,25unit
Pepaya
0,50unit
Selingan sore
Serabi pandan (kue basah)
1,75unit
1 gls jus melon
0,50unit
Makan malam
Nasi, sayur, daging, ikan goreng, 3,75unit
gado-gado
0,25unit
1 gls jus tomat
Selingan malam
1 pisang ambon
1,25unit
17
Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus melakukan latihan
fisik. Pada prinsipnya olahraga bagi penderita diabetes tidak berbeda dengan yang untuk
orang sehat. Juga antara penderita baru atau pun lama. Olahraga itu terutama untuk
membakar kalori tubuh, sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi. Dengan demikian
kadar gulanya bisa turun.
Penderita diabetes yang telah lama dikhawatirkan bisa mengalami arterosklerosis
(penyempitan pembuluh darah). Namun, dengan berolahraga timbunan kolesterol di
pembuluh darah akan berkurang, sehingga risiko terkena penyakit jantung juga menurun.
Menurut dokter olahraga di Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) DKI Jaya
ini, sebaiknya jenis olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memiliki nilai aerobik
tinggi, macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik, renang, dan bersepeda. Jenis olahraga
lainnya, tenis, tenis meja, bahkan sepakbola, pun boleh dilakukan asal dengan perhatian
ekstra.
FID (frekuensi, intensitas, dan durasi) olahraga bagi penderita diabetes pada
prinsipnya tidak berbeda dengan yang diterapkan untuk orang sehat. Frekuensi berolah raga
adalah 3 – 5 kali seminggu.Namun, penderita yang menggunakan suntikan insulin harus hatihati. Harus diperhatikan waktu puncak kerja insulin yang disuntikkan. .
Sedangkan penderita diabetes berbadan gemuk, jenis olahraganya dikombinasikan
dengan latihan untuk obesitas. Biasanya, lamanya tidak satu jam, melainkan dua jam
misalnya. Maksudnya, supaya pembakarannya lebih banyak, gula darahnya turun, dan lemak
tubuhnya berkurang.
Dalam melakukan olahraga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kadar gula
darah penderita saat melakukan olahraga harus berada pada kisaran 100 – 300 mg/dl. “Lebih
dari 300 mg/dl dikhawatirkan terjadi ketosis (kelebihan keton dalam jaringan), misalnya.
Penderita dengan kadar gula yang terlalu rendah juga dilarang melakukan latihan. Sementara
jika kadar gulanya sudah normal lalu melakukan olahraga, ditakutkan malah terjadi
hipoglikemia.
Mereka yang memilih jenis olahraga yang memerlukan waktu lama, macam tenis
lapangan atau sepakbola, sebaiknya setiap 30 menit mengkonsumsi glukosa (makanan atau
18
minuman manis). Dengan cara itu kadar gula darahnya bisa dijaga agar tidak terlalu turun.
Yang perlu diperhatikan pula saat berolahraga adalah cuaca. Pada cuaca sangat panas,
penyerapan insulin banyak sekali. Berarti gula darah lebih terserap lagi.
Menjaga kebersihan dan kesehatan kaki juga penting dalam berolahraga. Ketika
sedang joging atau jalan, kaki akan bergesekan dengan sepatu. Karena itu, kaus kaki yang
dikenakan harus bersih. Sepatu pun harus yang lunak bagian dalamnya untuk menghindari
lecet. Pakailah sepatu sesuai penggunaannya.
Dengan rajin berolahraga ditambah mengatur menu makanan serta mengontrol kadar
gula darah secara teratur, komplikasi akibat diabetes dapat dihindari.
Gaya Hidup
Faktor keturunan memiliki pengaruh apakah seseorang dapat terkena diabetes atau tidak.
Selain keturunan, gaya hidup juga berperan besar. Diabetes tipe 2 sering terjadi pada orang
yang mengalami obesitas. Obesitas atau kegemukan merupakan pemicu terpenting penyebab
diabetes.
Obesitas artinya berat badan berlebih minimal sebanyak 20% dari berat badan idaman.
Juga berarti indeks masa tubuh lebih dari 25 kg/m2. Lemak yang berlebih akan menyebabkan
resistensi terhadap insulin. Ini menjelaskan mengapa diet dan olahraga merupakan metode
penatalaksanaan untuk diabetes tipe 2.
Dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan massa otot, akan mengurangi
jumlah lemak sehingga membantu tubuh memanfaatkan insulin dengan lebih baik. Ternyata
ada hubungan antara diabetes tipe 2 dengan letak tumpukan lemak terbanyak. Bila timbunan
lemak terbanyak terdapat di perut maka risiko terkena diabetes lebih tinggi.
Para peneliti juga percaya bahwa gen yang membawa sifat obesitas ikut berperan dalam
menyebabkan diabetes. Gen yang bernama gen obes ini mengatur berat badan melalui protein
pemberi kabar apakah kita lapar atau tidak. Pada percobaan dengan tikus, bila gen ini
bermutasi maka tikus akan menjadi obes dan mengalami diabetes tipe 2.
19
TERAPI
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan
terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk
itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri
dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang
yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka
menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan
melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat
hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat
oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian
memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.Berikut ini
pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.
Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini
menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak
mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap
insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di
dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes
tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat
ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita
20
memerlukan 2-3 kali pemberian.Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat
mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
2. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan,
insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja
yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum
makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu
6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama
sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
21
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga
bisa dibawa kemana-mana. Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung
kepada:
o
Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
o
Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya
o
Aktivitas harian penderita
o
Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
o
Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari
insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling
minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis
insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan
pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat
dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja
cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap
harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi
sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak
sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa
membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas
insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan
dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada
tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa
22
terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan
selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit
tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).
Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan
mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi
resistensi dan alergi.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak
makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita
diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk
membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk
menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah
raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara
menghindari terjadinya komplikasi.
Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki
sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan
matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.
KOMPLIKASI
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan
terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula
darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf
dan struktur internal lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan
ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat
berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis
23
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih
sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa
melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan
pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta
memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika
diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan
mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan
fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci
darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu
saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai
biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan
(polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan
atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera
karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan
semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan
mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus
diamputasi.
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda),
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan
24
gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila
kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis Diabetikum
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi
dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau
nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis
diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa
jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita
diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika
kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing
dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obatobatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Penyandang diabetes mellitus perlu memberikan perhatian lebih terhadap
kesehatan kakinya, karena diabetes dapat menimbulkan komplikasi yang dikenal
dengan istilah kaki diabetik (diabetic foot). Kaki diabetik merupakan salah satu
komplikasi diabetes yang masih luput dari perhatian. Padahal, konsekuensi dari kaki
diabetik yang terlanjur memburuk dapat menyebabkan gangren dan mengarah pada
tindakan amputasi.
25
Kaki diabetik merupakan komplikasi yang serius dan mahal dari diabetes.
Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan kasus amputasi
kaki karena komplikasi diabetes. Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta
amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti setiap 30
detik ada kasus amputasi kaki karena diabetes di seluruh dunia.
Umumnya kaki diabetik didahului dengan adanya ulkus (luka). Hanya sekitar
dua pertiga dari ulkus yang dapat sembuh dengan cepat, sisanya berakhir dengan
amputasi. Rata-rata diperlukan waktu sekitar enam bulan untuk penyembuhan ulkus.
Baik ulkus maupun amputasi memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup
penyandang diabetes, yakni terbatasnya kebebasan bergerak, terisolasi secara sosial,
dan menimbulkan stres psikologis.
Kaki diabetik juga merupakan masalah ekonomi yang nyata, mengingat
penyandang diabetes dengan kaki diabetik umumnya membutuhkan perawatan yang
lama, rehabilitasi, biaya yang tidak sedikit, dan risiko amputasi yang besar.
Menurut Dr. dr. Aris Wibudi, SpPD selaku Ketua Umum PB PEDI
(Perhimpunan Edukator Diabetes Indonsia), komplikasi kaki diabetik sebenarnya
dapat dicegah. Dengan menerapkan strategi yang menggabungkan upaya pencegahan,
perawatan jika terjadi ulkus pada kaki, penanganan medis yang sesuai, kadar gula
darah yang terkendali, serta edukasi terhadap penyandang diabetes dan tenaga medis,
dapat menurunkan kemungkinan risiko amputasi sampai 85%.
26
Download