1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk Allah yang mempunyai dua sifat, individu dan sosial. Secara individu mempunyai berupa kebutuhan sandang, pangan dan lainlain. Secara sosial manusia memerlukan bantuan orang lain untuk mencukupi segala kebutuhannya, salah satu bentuk dari hubungan sosial itu adalah jual beli, dalam proses produksinya, sering kali para pelaku usaha atau produsen tidak jujur dan melakukan kecurangan-kecurangan atau penipuan kepada konsumen. Diantara kecurangan-kecurangan dan penipuan tersebut adalah penggunaan bahan yang tercemar, atau mengandung bahan kimia yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.1 Istilah pangan atau food dalam kata mandarin dituliskan dua bagian yang satu berarti manusia atau human dan yang lain berarti baik atau good. hal itu 1 Dede Diana, definisi-pangan. http://biotekn.blogspot.com/2013/04/definisi-pangan.html, 03 Januari 2015 15:19:40 2 berarti bahwa pangan sudah seharusnya bagus, bermutu dan aman bila dikonsumsi manusia. istilah pangan lebih banyak digunakan sebagai istilah teknis, seperti misalnya teknologi pangan, bukan teknologi makanan, produksi pangan bukan produksi makanan, bahan tambahan pangan bukan bahan tambahan makanan. istilah makanan digunakan bagi pangan yang telah diolah. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting disamping papan, sandang, pendidikan, kesehatan. karena tanpa pangan tiada kehidupan dan tanpa kehidupan tidak ada kebudayaan.2 Fungsi makanan untuk tubuh sangat penting bagi pertumbuhan dan mempertahankan hidup karena makanan merupakan sumber energi untuk membangun jaringan tubuh yang rusak serta memelihara pertahanan tubuh dari penyakit. Namun sifat-sifat biologis, kimiawi, atau fisik suatu substansi yang terdapat dalam makanan atau sifat-sifat makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia, karena makanan bisa menjadi media penyebaran penyakit, terutama bila yang dikonsumsi adalah makanan yang rusak. Makanan yang rusak apabila tercemar oleh bakteri pathogen, bahan kimia atau toksis, dan cemaran fisik (seperti pecahan gelas, kotoran lalat, potongan logam, dan kayu) sehingga sekalipun dikonsumsi dalam jumlah wajar bisa menimbulkan penyakit. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya kualitas makanan harus diperhatikan, kualitas tersebut mencakup ketersediaan zatzat gizi yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi zat-zat 2 yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, pembangunan dan Ibid, . http://biotekn.blogspot.com/2013/04/definisi-pangan.html 3 perkembangan perekonomian dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah sekarang dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa. Akibatnya barang atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi seperti ini disatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan barang atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.3 Bagi masyarakat yang serba sibuk dan tak punya banyak waktu, makanan yang cepat saji dan praktis seringkali jadi pilihan utama, karena Islam adalah agama yang mengatur dan membentengi seluruh aspek kita, agar tidak jadi rusak dan sia-sia yang sangat terpenting dalam soal makanan bukan hanya lezat, tetapi juga harus sehat dan halal secara syari’ah, sehingga apa yang kita makan akan memberi manfaat dan bukannya merugikan kita dunia dan akhirat. Untuk itu umat Islam selalu harus waspada terhadap perkembangan teknologi pangan yang bisa menghasilkan bermacam produk makanan melalui proses tertentu, agar terhindar dari produk makanan yang haram, proses kehati-hatian ini tentu harus didukung pula yang memadai yang diberikan oleh pemerintah dengan perangkat UndangUndang dan lembaga yang mengurusi masalah ini.4 3 4 Ricki. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Graha ilmu. 2005, hlm. 37. Thobieb Al-Asyar, Bahaya Makanan Haram. Jakarta. Al-Mawarimah. 2003. hlm. 77. 4 Menanggapi maraknya peredaran makanan dengan zat yang berbahaya itu, bahwa makanan yang mengandung zat berbahaya dan akan menimbulkan penyakit, haram untuk dikonsumsi, lebih lanjut Ma’ruf menyatakan, meskipun suatu makanan diketahui berasal dari bahan-bahan yang halal, namun campuran dari makanan tidak diketahui secara pasti, dan menyarankan agar masyarakat terutama umat Islam tidak mengkonsumsinya.5 Didalam Negara hukum adalah terletak pada bagaimana pelaksana didalam mengatur kehidupan negara, diamana para penguasa Negara dapat memberikan jaminan kepada masyarakat agar merasa aman dalam beraktivitas sehari-hari, kepentingan rakyat banyak didalam Negara hukum akan terlihat bahwa kedudukan hukum menjadi suppremasi. Yang berarti setiap tindakan penguasa harus tunduk sesuai hukum demikian juga bagi setiap orang tindakannya harus sesuai dengan hukum. Adapun aturan yang mengatur tentang pangan terdapat dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan: a. Pangan yang mengandung bahan yang beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia b. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. c. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan. Ma’ruf Amin. Makanan Berformalin Haram Dikonsumsi, http://www.eramuslim.com/berita/nasional/komisi-fatwa-mui-makanan-berformalin-haramdikonsumsi. 28 Januari 2015, pukul 02: 18 5 5 d. Pangan yang mengandung bahan kotor, busuk, tengik, terurai, atau yang mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau yang berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia. e. Pangan yang sudah kadaluarsa. Apalagi dimasa sekarang ini banyak sekali beredar makanan dan minuman yang berbahaya, karena sering ditemukan produk makanan yang telah dicampur dengan bahan yang membahayakan kesehatan seperti terdapat dalam tahu, ikan asin, mie basah, dan lain-lain.6 Hal ini merupakan suatu prilaku kriminal yang merugikan kesehatan konsumen, sehingga bagi pelaku usaha yang curang sebaiknya diberikan sanksi yang tegas. ketentuan-ketentuan bagi umat manusia, pada dasarnya di Syari’atkan Allah SWT untuk mengatur tata kehidupan dunia, baik dalam msalah keagamaan maupun kemasyarakatan. Dengan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum, manusia memperoleh ketentraman dan kenyamanan, serta kebahagiaan dalam hidupnya, fungsi hukum ini telah dinyatakan secara tegas oleh Allah SWT, dalam firman-Nya yang berbunyi: ب لح لتحك بين الن س بم أراك ه إن أنزلن إليك الكت ا تكن ل خ ئنين خصيم (Q.S An-nisa: 105) Perkembangan teknologi pangan dan non pangan pada saat ini telah sampai pada kondisi dimana begitu banyak bahan baku dan bahan tambahan yang 6 Afrianti Leni. Pengawet Makanan Alami dan Sintesis. Bandung. Alfabeta . 2010, hlm.74. 6 digunakan untuk ,memproduksi suatu produk olahan. Dengan demikian apabila tidak ada jaminan kehalalan suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit bagi masyarakat awam untuk memilih dan memilah mana produk yang halal dan mana yang haram. Untuk itulah diperlukan adanya peraturan-peraturan yang jelas yang menjamin kehalalan suatu bahan atau produk olahan, disamping itu umat Islam perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang masalah ini, bahkan para ulama bekerja sama dengan ilmuan dalam menentukan kehalalan , mengingat permasalahan ini memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai asal-usul bahan itu sendiri dalam pengetahuan hukum fiqh. Hal inilah yang akan penulis coba untuk menelitinya dalam sebuah judul ͆TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAP SANKSI PIDANA PENJUAL PANGAN TERCEMAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN͇ B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana Sanksi Pidana Penjual Pangan Tercemar Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan? 2. Bagaimana Tinjauan Fiqh Jinayah Tehadap Sanksi Pidana Penjual Pangan Tercemar menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan? 7 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui Sanksi Pidana Terhadap Penjual Pangan Tercemar Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 2. Mengetahui Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi Pidana Penjual Pangan Tercemar Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan atau bahan masukan bagi penyempurnaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan terutama dalam hal sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana penjualan pangan tercemar, yang ditinjau dari kaca mata fiqh jinayah. b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi ilmu pengetahuan terutama bagi hukum Islam 2. Praktis a. Penelitian ini dapat diharapkan menjadi refrensi bagi LP POM dalam persoalan teknis pemeriksaan dengan memutuskan standar bagi bahan makanan . b. Dapat pula diketahui sejauh manakah efektifitas penerapan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada penjual pangan tercemar yang dapat berimplikasi pada pelestarian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan 8 c. Sebagai masukan bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan dan memutuskan Lebelisasi Halal bagi makanan. E. Penelitian Terdahulu Sepanjang pengetahuan penulis, sudah ditemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang makanan berbahaya, tetapi belum ada yang membahas tentang tindak piada penjual pangan tecemar menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang ditinjau dari hukum Islam. Adapun studi yang pernah dilakukan antara lain: 1. Karya Risma Qumilaila mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Jogjakarta pada tahun 2008, dengan judul ͆Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan͇Karya ilmiah Bahan-Bahan ini Kimia menyimpulkan Berbahaya bahwa, Pada perlindungan konsumen trhadap penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan, konsumen berhak mendapatkan barang dan jasa yang halal dan bebas juga dari bahaya. Artinya konsumen berhak atas keselamatan dan keamanan baik rohani maupun jasmani atas pemakaian barang atau jasa. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-baqarah ayat 168 dan ayat 195 sementara dalam UUPK konsumen berhak dilindungi dari barang-barang konsumsi yang berbahaya. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 UUPK bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. 9 2. Daulat Sianturi, mahasiswa Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul ͆Fungsi Dan Peranan Lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dalam Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya͇, yang menyimpulkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif, yang ditunjukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat teoritis yang dilakukan melalui studi kepustakaan library Research yaitu dengan melakukan penelusuran terhadap Literatur tentang permasalahan ini. 2. Sumber Data Penelitian ini menggunakan data penelitian hukum normatif, dan penelitian ini hanya menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari 10 Al- Quran, Hadits, KUHP, KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangan b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, Fiqh Jinyah Rancangan Undang-Undang , hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum sekunder dan primer, contohnya adalah kamus, enskiklopedia, majalah, dan seterusnya 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian lazimnya ada tiga teknik pengumpulan data: 1. Teknik Studi Dokumen atau Bahan Pustaka, 2. Teknik Pengamatan atau Observasi, 3. Teknik Wawancara, adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Dokumentasi, yang mengumpulkan data melalui Studi Kepustakaan, meneliti dengan cara membaca, mempelajari atau mengkaji bukubuku yang mempelajari materi-materi yang dibahas.7 4. Teknik Analisis Data Setelah data penelitian ini terkumpul, maka data yang diolah dan dianalisis dengan deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan selurh data yang ada pada pokokpokok masalah, kemudian penjelasan-penjelasan tersebut disimpulkan secara deduktif yaitu menarik suatu kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke khusus. 7 Soerjono Soekamto. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta. UI Press. 2008, hlm. 201. 11 G. Sistematika Penulisan Dalam hal pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika dengan maksud mempermudah penulisannya yaitu dengan membagi skripsi ini kedalam 5 (lima) bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian Terdahulu, Metodelogi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM. Mengenai Konsep Dasar Sanksi Menurut Hukum Pidana, Jenis-Jenis Sanksi Menurut Hukumm Pidana, Pengertian Fiqh Jinayah, pengertian pangan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 , Pengertian Makanan Berbahaya, Konsepsi Islam Terhadap Pangan Halal, dan Konsepsi Jual Beli dalam Islam. BAB III SANKSI PENJUAL PANGAN TERCEMAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN. Mengenai Bentuk-bentuk Sanksi Terhadap Penjual Pangan Tercemar. Jenis Barang Pangan Yang Bisa Dikenakan Sanksi. BAB IV TINJAUAN PENJUAL PANGAN FIQH JINAYAH TERCEMAR MENURUT TERHADAP SANKSI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN. Mengenai Konsepsi Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi Pidana Penjual Pangan Tercemar. Tujuan Pemberian Sanksi Terhadap Penjual Pangan Tercemar Menurut Fiqh Jinayah. BAB V PENUTUP. Mengenai Kesimpulan yang didapat dari hasil penulisan ini. 12 BAB II TINJAUAN UMUM A. Konsep Dasar Sanksi Menurut Hukum Pidana Istilah dari sanksi adalah hukuman, artinya suatu beban hukum yang dikenakan, diberikan, atau dijatuhkan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan hukum, baik bersifat kejahatan maupun pelanggaran, sanksi juga mengandung inti berupa suatu ancaman pidana kepada mereka yang melakukan pelanggaran norma, yang mempunyai tugas agar norma yang sudah ditetapkan itu ditaati dan dilaksanakan.8 Sanksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tanggungan (tindakan, hukuman dan sebagainya) untuk memaksa orang menepati perjanjian menaati ketentuan. Para sarjana hukum Indoesia membedakan istilah hukuman dan pidana, yang dalam bahasa Belanda hannya dikenal satu istilah untuk keduanya, yaitu straf. Istilah hukuman adalah istilah umum untuk segala macam sanksi baik perdata, adminnistratif, disiplin dan pidana. Pidana adalah suatu nestapa yang dikenakan kepada pembuat karena melakukan suatu delik. Pidana ini bukan merupakan tujuan akhir melainkan tujuan terdekat, inilah perbedaan antara pidana dan tindakan, karena 8 tindakan juga dapat berupa nestapa, tetapi bukan tujuan. Subekti dan Tjritosoedibio. Kamus Hukum. Jakarta. PT Pradnya Paramita. 2008. hlm. 98 13 Tujuan akhir pidana dan tindakan dapat menjadi satu, yaitu memperbaiki pembuat.9 Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, dapat diambil intisari bahwa hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan , yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang kepada seseorang yang cukup menurut hukum, yang telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau peristiwa pidana. Menurut hukum pidana Islam, hukuman (uqubah) adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qodir Audah sebagai berikut. Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.10 B. Jenis-jenis Sanksi Menurut Hukum Pidana Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 10 dijelaskan tentang hukuman atau pidana, yakni: Pidana terdiri atas: 1. Pidana Pokok a. Pidana Mati b. Pidana Penjara c. Pidana Kurungan d. Pidana Denda e. Pidana Tutupan 2. Pidana Tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim 9 10 Muslich Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta. Sinar Grafika 2004. hlm, 58. Muslich Wardi, Hukum Pidana Menurut Al-Quran. Jakarta. Diadit Media. 2007. hlm, 137. 14 Berikut penjelasan dari Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):11 Pidana Pokok a. Pidana Mati Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Misalnya pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) Pencurian dengan kekerasan (Pasal 364 ayat 4) Pemberontakan (Pasal 124 KUHP) b. Pidana Penjara Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa pidana penjara dan kurungan. Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP yang berbunyi: (1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu. (2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu Hari dann paling lama lima belas tahun berturut-turut (3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal yang pidananya. Hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52 (4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. c. Pidana Kurungan Pidana kurungan ini lebih ringan dari hukuman penjara. Lebih ringan antara lain, dalam melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan membawa peralatan yang dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya 11 Isanto Wahyu, http://fhunmarabit.blogspot.com/2010/01/jenis-jenis-hukum-pokok-pasal-10.html, 14 Januari 2015 22: 34 15 tempat tidur, selimut, dan lain-lain. Ditentukan dalam Pasal 18 KUHP yang berbunyi: (1) Pidana kurungan peling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. (2) Jika ada pemberatan pidana disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. (3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan. d. Pidana Denda Pidana denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau komulatif. Yang diatur dalam Pasal 30 KUHP. Pidana Tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: (1) Hak terpiana, yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undangundang yang lainnya, ialah: 1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. Hak memasuki Angkatan Bersenjata; 3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; 4. Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anaknya sendiri 5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; 6. Hak menjalankan mata pencarian tertentu. (2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. 16 b. Perampasan barang-barang tertentu Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: (1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas. (2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh Undang-undang. (3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atas orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang telah disita. c. Pengumuman Putusan Hakim Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhukum. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP). Seperti telah dikemukakan terdahulu dalam melaksanakan peran pentingnya bagi masyarakat, hukum mempunyai fungsi, seperti penertiban pengaturan pertikaian dan sebagainya, sedemikian rupa sehingga dapat mengiringi masyarakat yang berkembang. Secara garis besar fungsi hukum dapat dikualifikasikan dalam tiga tahap yakni fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat, fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan salah satu daya mengikat dan memaksa, dari hukum juga dapat dimanfaatkan atau 17 didayagunakan untuk menggerakan pembangunan. Hukum memiliki fungsi sedemikian rupa sehingga yang didalam suatu kehidupan masyarakat diharapkan terwujudnya ketertiban, keteraturan, keadilan, dan kemakmuran.12 C. Tindak Pidana Menurut Fiqh Jinayah 1. Pengertian Fiqh Jinayah Dalam hukum Islam tindak pidana sering disebut dengan kata jinayah yaitu bentuk jama’ dari bentuk kata mufrad “jinayah” yang artinya: perbuatan dosa, maksiat atau kejahatan. Menurut istilah ahli fiqh, jinayah ialah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik mengenai jiwa, harta dan lainnya.13 Menurut Hj. Imaning Yusuf bahwa jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal, atau harta benda.14 Fiqh jinayah juga dinamakan Hukum Pidana Islam, yaitu segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani hukuman), dalil-dalil yang terperinci dari al-Qur’an dan hadits. Tindak kriminal yang dimaksud adalah tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits. Hukum pidana Islam merupakan syari’at Allah yang mengandung kemslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat, syari’at 12 Dirjosisworo. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2007. hlm.156. Mujib, Masail Fiqiyah Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam. Jakarta. Kalam Mulia. 2008. hlm, 141. 14 Imaning Yusuf. Fiqh Jinayah. Palembang. Rafah Press. 2009. hlm, 1 13 18 islam dimaksud secara materil mengandung kewajiaban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syari’at, yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah Allah, yang harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya atau orang lain.15 2. Pengertian Jarimah Pengertian Jarimah menurut bahasa berasal dari kata مجرم- يجر م- جر مyang artinya: perbuatan dosa atau perbuatan salah16.Had adalah ketentuan hukuman yang sudah ditentukan oleh Allah, sedangkan Ta’zir adalah hukuman atau pengajaran yang besar kecilnya ditetapkan oleh penguasa. Pengertian jarimah diatas adalah pengertian umum, dimana jarimah itu disamakan dengan dosa dan kesalahan, karena pengertian kata-kata tersebut adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun ukhrowi.17 3. Macam-macam Jarimah Setelah sedikit menguraikan tentang pengertian jarimah, maka sekarang penulis akan menguraikan macam-macam jarimah, dan diantara pembagian jarimah yang paling penting adalah yang ditinjau dari segi hukumannya, yaitu sebagai berikut: 15 16 17 Zainudin Ali, Pengantar Hukum Islam di Indonesia. Jakarta . Sinar Grafika. 2006. Hlm. 1. Muslich Wardi, Hukum Pidana Menurut Al-Quran. Jakarta. Diadit Media. 2007. hlm 9. Ibid., hlm 9-10. 19 a. Jarimah hudud Jarimah hudud adalah perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancamannya ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi dan tidak dapat dihapuskan oleh perorangan Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas dari jarimah hudud itu adalah sebagai berikut: 1) Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal. 2) Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak manusia disamping hak Allah yang lebih dominan.18 Dalam hubungannya dengan hukuman had maka pengertian hak Allah disini adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah hudud ada tujuh yaitu sebagai berikut: 1) Murtad 2) Al-Bagyu 3) Hirabah 4) Zina 5) Qazaf 6) Meminum minuman keras atau khamar 18 Ibid, hlm 17. 20 7) Mencuri.19 b. Jarimah Qishash dan Diat Jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diat. Baik qishash dan diat adalah tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap jiwa atau anggota tubuh seseorang, yaitu membunuh atau melukai seseorang, hukuman ini sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah, sedangkan qishash dan diat merupakan hak manusia, disamping itu prbedaan yang lain adalah karena hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut dapat digugurkan oleh korban atau keluarganya, sedangkan hukuman had tidak dapat dimaafkan.20 Jarimah qishash dan diat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas, jumlahnya ada lima macam, yaitu: 1) Pembunuhan sengaja 2) Pembunuhan menyerupai sengaja 3) Pembunuhan karena kesalahan 4) Penganiayaan sengaja 5) Penganiayaan tidak disengaja c. Jarimah Ta’zir Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir, pengertian ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib, artinya memberi pelajaran, ta’zir juga diartikan dengan arraddu wal man’u yang artinya menolak dan mencegah 19 20 Imaning Yusuf. Op.Cit. hlm. 5-6. Muslich Wardi, Op.Cit. hlm 18. 21 sedangkan pengertian ta’zir menurut istiah sebagaimana dikemukakan oleh alMawardi adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara”, dan wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Disamping itu dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah ta’zir adalah sebagai berikut: 1) Hukumannya tidak tertentu, dan tidak terbatas. Artinya, hukuam tersebut belum ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan maksimal 2) Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa (ulil amri)21 Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hukuman dalam hukum pidana Islam ada tiga macam yaitu Had, Qishas atau diat dan ta’zir. Had maksudnya adalah hukuman yang berasal dari Allah, baik bentuk ataupun jumlahnya telah ditetapkan oleh Allah. Dan manusia hanya melaksanakannya saja. Sedangkan hukuman ta’zir adalah memuliakan atau mengagungkan perintah-perintah agama, hukuman ta’zir mempunyai sifat mendidik atau pengajaran yang ditetapkan oleh manusia (hakim), karena belum ditentukan dalam had, dipandang sebagai pendidikan karena ini berupa peringatan, nasihat, atau teguran dan sebagainya hingga tmparan atau pukulan dan penjara atau kurungn. 4. Unsur-unsur Jarimah Ulama fiqh mengemukakan beberapa unsur yang harus terdapat dalam suatu tindakan pidana sehingga perbuatan itu dapat dikategorikan dalam perbuatan jarimah. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Ada nash yang melarang perbuatan tersebut diancam hukuman bagi pelakunya. Dalam hukum positif, unsur ini disebut dengan unsur formil. 21 Ibid., hlm 19. 22 b. Tingkah laku yang membentuk pernuatan jarimah, baik berupa perbuatan nyata melanggar perbuatan syara’ maupun dalam bentuk sikap tidak berbuat sesuatu yang diperintahkan syara’. Dalam hukum pidana positif, unsur ini disebut dengan unsur materil. c. Pelaku jarimah yakni seseorang yang telah mukallaf atau orang yang telah bisa dimintai pertanggung jawaban secra umum. Dalam unsur hukum pidana positif unsur ini disebut dengan unsur moril.22 D. Pengertian Pangan Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga merupakan komoditas perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis, jujur, dan bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan dalam bentuk makanan dan minuman adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, dan reproduksi.23 Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, disebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.24 22 Sirojuddin. Ensklopedi Hukum Islam. Jakarta. PT Inter Masa. 2003. hlm. 806. Mahji. http://mahjiajie.wordpress.com/2011/08/13/makalah-penyalahgunaan-bahan-berbahayapada-makanan/. 2 Maret 2015. Pukul 02:15 24 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, 23 23 Dengan terus berkembangnya teknologi proses pengolahan pangan dan non pangan, status dari produk-produk yang berada dipasaran menjadi sangat rawan. Hal ini disebabkan oleh proses pengolahan menjadi sangat komplek dan melibatkan banyak pihak serta pelaku usaha lain, proses produksi di industri akan melibatkan sebagai ingredient, baik bahan baku, bahan tambahan ataupun bahan penolong yang seringkali didatangkan dari supplier lain. Kegiatan atau proses produksi pangan atau non pangan bukan saja harus halal, yaitu bahan-bahan yang digunakan harus terbebas dari bahan-bahan yang di haramkan oleh syari’at Islam. Tetapi juga harus memenuhi ketentuan kaidah toyyib (kaitannya dengan sanitasi dan higenis dalam proses produksi) masalah perbuatan manusia yang berupa kejahatan dan pelanggaran diatur oleh hukum pidana yang khusus membahas masalah ini. E. Pengertian Makanan Berbahaya dan Pangan Tercemar Makanan didefinisikan suatu bahan baik olahan, semi olahan maupun mentah yang dimaksudkan untuk dikonsumsi oleh manusia, termasuk minuman, permen karet, serta berbagai substansi yang digunakan dalam proses pengolahan, preparasi, atau penanganan bahan tersebut.25 Makanan berbahaya merupakan makanan yang mengandung zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi terhambat. Dalam hal ini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu system kerja organ tubuh dalam proses metabolisme sehingga zat 25 Afrianti Leni. Op.Cit., hlm.3. 24 tambahan tersebut termasuk adiktif. Dari hasil pengambilan sampel rutin yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dalam beberapa tahun terakhir, ada empat jenis bahan berbahaya yang sering disalahgunakan pada makanan, yakni formalin (larutan 37% Formaldehida dalam air yang biasanya mengandung 10 – 15% methanol untuk mencegah polimerisasi), boraks (senyawa berbentuk Kristal putih), pewarna rhodamin B (zat pewarna sintetis berbentuk serbuk Kristal), dan methanyl yellow (zat pewarna sintesis berbentuk serbuk bewarna kuning kecoklatan, larut dalam air). Jika tanpa melakukan uji laboratorium agak sulit menentukan apakah bahan makanan yang dijual aman dan bebas dari bahan kimia berbahaya atau justru sebaliknya.26 Ciri Makanan Berformalin.27 - Mi basah berformalin: tidak lengket, lebih mengkilap, tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar, dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat celsius). - Tahu berformalin: teksturnya terlampau keras, kenyal tapi tidak padat, tidak rusak sampai 3 hari, bertahan 15 hari pada suhu lemari es. - Ikan berformalin: warna insang merah tua tidak cemerlang, dan warna daging ikan putih bersih, tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar. - Ikan asin berformalin: bersih cerah dan tidak berbau khas ikan asin, tidak dihinggapi lalat, tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu 25 derajat celsius. 26 27 Mahji. Op.Cit., http://mahjiajie.wordpress.com Afrianti Leni. Op.Cit., hlm. 74-75 25 - Bakso berformalin: teksturnya sangat kenyal, tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar. - Ayam berformalin: teksturnya kencang, tidak disukai lalat, tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar. Ciri Makanan Mengandung Boraks.28 - Mi basah: teksturnya kental, lebih mengkilap, tidak lengket, dan tidak cepat putus. - Bakso: teksturnya sangat kenyal, warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. - Snack: misalnya lontong, teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, sangat gurih, dan memberikan rasa getir. Ciri Makanan Menggunakan Rhodamin B dan Methanyl Yellow.29 - Warnaya mencolok - Cerah mengkilap - Warnanya tidak ada yang menggumpal - Ada sedikit rasa pahit - Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya Pangan tercemar merupakan sebuah kondisi terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam pangan. Sedangkan bahan atau organisme disebut kontaminan. pangan yang terkontaminasi dapat menimbulkan gejala penyakit baik infeksi maupun keracunan. Proses masuknya kontaminan dalam pangan dapat terjadi melalui dua, yaitu kontaminasi langsung dan tidak langsung atau 28 29 Ibid., hlm. 77-79. Ibid., hlm. 80-82 26 kontaminasi silang. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada pangan mentah, karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja atau tidak disengaja. Misalnya masuknya potongan rambut dalam makanan. Sedangkan kontaminasi silang merupakan kontaminasi yang terjadi secara tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam pengelolaan pangan, seperti makanan mentah bersentuhan dengan makanan masak, pakaian atau peralatan kotor (seperti piring, sendok, mangkok, pisau dan talenan). F. Konsepsi Islam Terhadap Pangan Halal Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhtumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan kesehatan manusia. Berdasarkan hal ini, maka kemudian makanan dan minuman digolongkan kepada dua kategori, yaitu makanan dan minuman yang dihalalkan, dan makanan minuman yang diharamkan, 30 Adapun yang termasuk makanan dan minuman yang dihalalkan antara lain sebagai berikut: 1. Tidak mengandung dari bagian binatang atau sesuatu yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih menurut ajaran Islam 2. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran Islam. Adapun yang termasuk najis adalah: a. Bangkai hewan darat yang berdarah, bagian dari tubuh hewan yang dipotong saat hewan hidup; b. Darah; 30 Ahsin w. Fikih Kesehatan. Jakarta. Amzah. 2007. hlm. 187. 27 c. Babi, anjing dan keturunannya; d. Arak dan sejenisnya yang memabukkan, sedikit atau banyak; e. Nanah; f. Semua yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Kriteria halal pada makanan yang ditetapkan oleh MUI bersifat umum dan sangat berkaitan dengan persoalan teknis pemeriksaan dengan memutuskan standar mulai dari bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi dan jenis kemasannya. Selanjutnya dalam Lebelisasi Halal untuk menghormati hak-hak umat Islam perlu adanya jaminan kehalalan terhadap semua produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan barang berguna yang di perdagangkan dan banya dikonsumsi umat Islam. Jaminan halal tersebut tidak boleh dinyatakan sendiri oleh produsen, tetapi harus melalui suatu proses pemeriksaan assessement secara objektif oleh lembaga pemeriksa halal yang Independent, dan keputusannya pun dilakukan secara objektif oleh suatu Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).31 Dalam firman Allah SWT yang berbunyi كل ا م ا زقكم ه حاا طيبا اتق ا ه ال ي أ تم به م م (Q.S Al-maidah :88) Segala sesuatu yang Allah SWT tidak melarangnya berarti halal, dengan demikian semua makanan yang tidak diharamkan adalah halal. Kriteria 31 Ma’ruf Amin. Op.Cit. http://Makanan Berformalin Haram Dikonsumsi 28 halal pada makanan yang bersifat umum dan sangat berkaitan dengan persoalan teknis. Dalam memeriksa suatu makanan yang memutuskan standar, mulai dari bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong proses produksi dean janis kemasannya. Jika bahan tersebut didapat dari luar negeri (inpor), maka spesifikasi lengkap dari bahan tersebut harus dilampirkan, produk olahan biasanya tidak terlepas dari penambahan unsur atau senyawa tertentu.32 G. Konsepsi Jual Beli dalam Islam Islam mengatur jual beli secara rinci baik dari rukun maupun syarat. Jual beli secara umum merupakan suatu ikatan dalam tukar menukar sesuatu, benda yang ditukarkan berupa dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan. Secra khusus jual beli ialah tukar menukar sesuatu yang bermanfaat.33 Inti dari jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang mempunyai nilai diantara kedua belah pihak yang telah ditentukan dan dibenarkan oleh syara’ dan kesepakatan. Islam juga mengatur rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli dalam Islam ada tiga:34 1. Akad (ijab qabul) 2. Orang yang berakad (penjual dan pembeli) 3. Objek akad. Dalam ijab dan qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli. Adapun syaratnya sebagai berikut: 32 33 34 Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Surakarta. Era Intermedia. 2007. hlm. 156. Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2007. hlm. 68-69. Ibid., hlm. 70 29 1. Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja ketika penjual mengatakan ijab dan sebaliknya 2. Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul Benda yang diperjual belikan dalam perdagangan harus memenuhi syarat yang telah diatur dalam Islam. Adapun syaratnya sebagai berikut:35 1. Suci 2. Memberi manfaat 3. Jangan ditaklika, yaitu digantung pada hal lain seperti, jika ayah pergi akan aku jual motor ini 4. Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini selama satu tahun saja 5. Dapat diserahkan, maka tidak sah menjual binatang yang sudah lari 6. Milik sendiri 7. Diketahui (dapat dilihat). Dalam uraian diatas dapat dipahami bahwa Islam sudah sangat jelas mengatur bagaiman seharusnya jual beli dilakukan. Agar tidak terjadi penipuan dan kecurangan yang akan merugikan bagi pembeli. 35 Ibid., hlm. 71 30 BAB III SANKSI PENJUAL PANGAN TERCEMAR MENURUT UNDANGUNDNAG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN A. Bentuk Sanksi Terhadap Penjual Pangan Tercemar Sebagai komoditas dagang, pangan memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan citra pangan nasional di duni Internasional dan sekaligus penghasil devisa. Oleh karena itu, produksi pangan nasional harus mampu memenuhi standar yang berlaku secara internasional dan memerlukan dukungan perdagangan pangan yang dapat memberi peluang bagi pengusaha di bidang pangan, baik yang besar, menengah maupun kecil, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.36 Undang-undang tentang pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai landasan hukum di bidang pangan, Undang-undang ini dimaksudkan menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.37 Berdasarkan pemikiran-pemikiran sebagai mana diuraikan, Undang-undang tentang pangan memuat tentang pokok-pokok: 36 Perundang-undangan Produk Halal. Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Pembinaan Pangan Halal. 2003. hlm. 38. 37 Ibid. Perundang-undangan Produk Halal. Hlm. 39. 31 1. Persyaratan teknis tentang pangan, yang meliputi tentang ketentuan keamanan pangan, ketentuan mutu, dan gizi pangan, serta ketentuan Label dan Iklan pangan, sebagai suatu sistem standarisasi pangan yang bersifat menyeluruh; 2. Tanggung jawab setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengangkut, dan atau mengedarkan pangan, serta sanksi hukum yang sesuai agar mendorong pemenuhan atas ketentuan-ketentuan yang ditetapkan; 3. Peranan pemerintahan dan masyarakat dalam mewujudkan tingkat kecukupan pangan di dalam negeri penganekaragaman pangan yang dikonsumsi secara tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat; 4. Tugas pemerintah untuk membina serta mengembangkan industri nasional, terutama dalam upaya meningkatkan citra pangan nasional dan ekspor. Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan perlu dibebani tanggung jawab, terutama apabila pangan yang diproduksinya menyebabkan baik kerugian pada kesehatan manusia, maupun kematian orang yang menkonsumsi pangan tarsebbut. Dalam hal itu, Undang-undang secara spesifik mengatur tanggung jawab industri pangan untuk memberikan ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan. Disamping tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud diatas, Undang-undang ini juga menetapakan ketentuan sanksi lainnya, baik yang bersifat administratif maupun pidana terhadap para pelanggarnya. Undang-undang tersebut menjelaskan dengan tegas sebagai berikut: 32 Pasal 56 menyatakan: Barang siapa karena kelalaiannya: 1. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran panan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; 2. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); 3. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1); 4. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarekan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e; Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000.00 (seratus dua puluh juta rupiah). Pasal 57 Ancaman pidana atas pelanggaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta Pasal 56, ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian. 33 Pasal 58 Barang siapa: 1. Menggunakan suatu bahan sebagai bahan tambahan pangan dan mengedarkan pangan tersebut secara bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 11; 2. Mengedarkan pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, tanpa terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); 3. Menggunakan iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan tanpa gizi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); 4. Menggunakan suatu bahan sebagai kemasan pangan untuk diedarkan secara bbertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 17; 5. Membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan memperdagangkannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1); 6. Mengedarkan pangan tertentu yang diperdagangkan tanpa lebih dahulu diuji secara laboratorium, sebagaimana dimaksud dala Pasal 20 ayat (2); 7. Memproduksi pangan tanpa memenuhi persyaratan tentang gizi pangana yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4); 8. Memproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan tanpa mencantumkan Label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31; 34 9. Memberikan keterangan atau pernyataan secara tidak benar dan atau menyesatkan mengenai pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label dan atau Iklan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2); 10. Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam Iklan atau Label bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai menurut persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1); 11. Memasukan pangan kedala wilayah Indonesia dan atau mengedarkan didalam wilayah Indonesia pangan yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2); 12. Menghambat kelancaran proses pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 360.000.000.00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah). Pasal 59 Barang siapa: 1. Tidak menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengengkutan, dan atau peredaran pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia atau tidak menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, atau tidak 35 menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6; 2. Tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; 3. Tidak melaksanakan tata cara pengemasan pangan yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3); 4. Tidak menyelenggarakan sistem jaminan mutu yang ditetapkan dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); 5. Tidak membuat keterangan yang wajib dicantumkan pada Label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2); Meskipun telah diperingatkan secacra tertulis oleh pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 480.000.000.00 ( empat ratus delapan puluh juta rupiah). Tanggung jawab pelaku usaha apabila terjadi kerugian terhadap produk makanan yang dipasarkan bagi konsumen adalah bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang diderita konsumen, baik berupa gangguan kesehatan atau kematian yang disebabkan karena mengkonsumsi produk makanan maupun minuman yang beracun atau berbahaya. Penggantian kerugian yang dimaksud dapat berupa perawatan kesehatan dan pemberian santunan kepada konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya atau kesepakatan dari para pihak itu sendiri. Sanksi hukum terhadap pelaku usaha makanan dan minuman berskala industri rumah tangga yang terbukti melakukan pelanggaran dengan menggunakan 36 zat-zat berbahaya dalam proses produksi dilakukan dalam bentuk penarikan produk makanan maupun minuman, pemberhentian produksi untuk sementara waktu sampai masalah terkait diatasi dan penarikan nomor pangan industri rumah tangga, pemusnahan makanan maupun minuman tersebut jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia, dan pencabutan izin produksi atau izin usaha. B. Jenis Barang Pangan yang Bisa dikenakan Sanksi Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa diperlukan untuk kimia, dan mencegah benda membahayakan “Keamanan lain kesehatan Pangan pangan yang dari kemungkinan dapat manusia.” adalah kondisi dan upaya yang mengganggu, Jadi, sebenarnya cemaran biologis, merugikan dan pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan dan larangan untuk melindungi masyarakat dalam masalah banyak jajanan makanan, anak seperti yang jajanan anak. Pada kenyataannya, masih melanggar peraturan tanpa diketahui oleh konsumen.Kali ini, akan dibahas mengenai aspek hukum keamanan pangan tercemar.38 Kita dapat lihat bahwa untuk menghasilkan produk makanan sehat bermutu harus menggunakan bahan makanan tambahan (BTM) yang aman dan diizinkan oleh Badan POM. Penggunaan bahan tambahan makanan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Karena dampak dari penggunaannya dapat berakibat positif 38 Budiman. Hukum Kesehatan web https://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukumbahan-tambahan-makanan. 24 Februari 2015, Pukul 08:24 37 maupun negatif bagi konsumen. Penyimpangan dalam pemakaiannya dapat membahayakan kesehatan konsumen. Salah satu permasalahan keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan makanan. Bahan yang umumnya tambahan makanan diproduksi oleh banyak digunakan pada jajanan industri tangga. kecil/rumah Contohnya, banyak jajanan anak yang dijual mengandung Monosodium Glutamat (MSG) untuk penyedap masakan. MSG jika digunakan dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan kanker, bahkan kematian. Selain itu, MSG dapat memicu reaksi alergi seperti gatal-gatal, muntah, dan ashma, juga gangguan hati.39 Selain itu, salah satu makanan yang paling laris adalah bakso yang diduga banyak mengandung formalin dan boraks sebagai bahan pengawet dan menjadikan bakso lebih kenyal. Makanan yang mengandung formalin dan boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti nyeri perut, muntah-muntah, gangguan sistem syaraf, dan gangguan sirkulasi jantung/darah. Formalin dan boraks sendiri biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat, pembasmi hama, dan penghilang bau. Dalam dosis tinggi, formalin bisa menyebabkan kejang, sulit buang air kecil, muntah darah, kerusakan ginjal, dan kematian. Juga, banyak jajanan yang menggunakan pemanis buatan. Pemanis buatan yang sering digunakan sebagian besar adalah pemanis buatan jenis sakarin dan siklamat. Pemanis sakarin dan siklamat tersebut merupakan jenis pemanis yang lebih ditujukan yang 39 bagi penderita sedang diet kencing rendah Ibid., http,//Hukum Kesehatan web kalori. manis (diabetes melitus) Penggunaan sakarin atau mereka yang berlebihan 38 dapat menyebabkan minat masyarakat produsen untuk kesehatan. membeli Penggunaan Aspek Hukum bahan diwaspadai, baik Penggunaan tambahan bahan itu, atau tekstil Bahan makanan oleh produsen pemakaian Selain makanan juga menggunakan zat pewarna kesehatan. dalam gangguan tambahan menarik minuman, banyak yang membahayakan Tambahan dalam maupun oleh untuk Makanan. produk pangan perlu konsumen. Penyimpangan makanan dapat membahayakan. Perbuatan ini harus dicegah dan ditindak secara tegas oleh pemerintah yang memiliki kewajiban untuk tambahan makanan melindungi rakyatnya dari yang tidak penggunaan bahan sesuai peraturan. Dari penelitian Badan POM, dari 163 sampel jenis makanan yang diambil di 10 provinsi, sebanyak 80 sampel (sekitar 50%) tidak memenuhi baku mutu keamanan pangan. Makanan yang bermasalah itu mengandung boraks, formalin, zat pengawet ilegal, zat pewarna tekstil, penyedap rasa dan pemanis buatan dalam jumlah berlebih, juga menggunakan garam yang tidak beryodium. Oleh karena hal tersebut, kita membutuhkan pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu, dan bergizi. Kebijakan keamanan pangan dan pembangunan gizi nasional merupakan bagian kebijakan pangan nasional termasuk penggunaan bahan tambahan makanan. Badan POM telah melakukan sosialisasi penggunaan bahan tambahan makanan yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman sesuai Undnag-Undnag Nomor 36 Tahun 2009 untuk aspek keamanan pangan, dan Undnag-Undnag Nomor 7 Tahun 1996. 39 Banyak bahan kimia yang dapat membunuh mikroba atau menghentikan pertumbuhannya tetapi beberapa bahan kimia ini tidak diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Sejumlah kecil bahan tambahan pangan yang bersifat pengawet yang diperbolehkan untuk ditambahkan kedalam bahan pangan, Menurut Komisi Fatwa MUI KH, Ma’ruf Amin dikutip dari htt;//www.eramuslim.com makanan berformalin haram untuk dikonsumsi.40 Adapun jenis pangan yang bisa dikenakan sanksi terdapat dalam Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 Pasal 21 yaitu: 1. Pangan yang mengandung bahan yang beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia 2. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. 3. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan. 4. Pangan yang mengandung bahan kotor, busuk, tengik, terurai, atau yang mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau yang berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia. 5. Pangan yang sudah kadaluarsa. Sebagaimana diperjelas dalam Pasal 22 untuk mengawasi dan mencegah tercemarnya pangan, pemerintah harus menetapkan bahan yang dilarang digunakan Ma’ruf Amin. Makanan Berformalin Haram Dikonsumsi, http://www.eramuslim.com/berita/nasional/komisi-fatwa-mui-makanan-berformalin-haramdikonsumsi. 28 Januari 2015, pukul 02: 18 40 40 dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan, dan mengatur atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan cara, metode, dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau prosrs produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan yang dapat memiliki resiko yang merugikan dan atau membahaytakan kesehatan manusia. Serta menetapkan bahan yang dilarang yang digunakan dalam memproduksi peralatan pengolahan, penyiapan, pemasaran, atau penyajian pangan. 41 BAB IV TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAP SANKSI PIDANA PENJUAL PANGAN TERCEMAR A. Konsepsi Fiqh Jinayah Terhadap Sanksi Pidana Penjual Pangan Tercemar Dalam fiqh klasik memang tidak ada literatur yang berbicara tentang sanksi bagi pelaku penjual pangan tercemar, karena bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya merupakan persoalan yang muncul di era masyarakat mmodern saat ini, karena itulah fiqh harus mampu mencermati perkembangan zaman. Tindakan penjualan pangan tercemar dalam aturan Islam dapat dikategorikan sebagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh manusia dalam hubungan dengan manusia yang lainnya. Perbuatan ini merupakan tindakan yang dapat mencelakakan dan merugikan bagi orang yang menkonsumsi barang tersebut dan dapat membuat kerusakan. Sebagaimana firman Allah yang melarang untuk merugikan orang lain dan membuat kerusakan. ا تبخس ا ال اس أشياءهم ا تعث ا في اأ ض م سد ين (Q.S. Ash-shu’aro: 183) Sedangkan jelas diatur dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu haruslah sesuai dengan semestinya tanpa adanya pengurangan atau penambahan sesuatu yang akan membahayakan. Apabila dilakukan dengan semestinya maka akan 42 muncul keridhoan bagi konsumen terhadap apa yang didapat dari yang dibeli. Allah menjelaskan dalam firmanNya. يا أي ا الذين أ من ا ا تأك ا أم الك بينك ب لب طل إا أن تك ن تج رة عن تراض منك (Q.S. An-nisa:29) Selanjutnya Allah menjelaskan siksaan bagi orang yang merugikan orang lain. Bahwa orang tersebut akan dimasukkan kedalam neraka, sebagai balasan bagi orang tersebut yang telah melakukan perbuatan yang merugikan dan mendzolimi orang yang memakai atau menkonsumsi barang tersebut. Firman Allah س ء الدار ال عنة ل ل ا ين ع الظ لمين معذرت ي (Q.S. Al-ghofir: 52) Adapun sanksi yang dihadapi secara langsung di dunia lebih rinci diatur dalam Undang-undang Pemerintah. Tetapi secara tidak langsung juga akan mendapatkan akibat dari kecurangan yang dilakukan tersebut berupa dibenci, pengucilan dalam masyarakat, pengusiran, penuntutan dan lain sebagainya. Aturan hukum diatas agar terjadi transaksi jual beli yang berlandaskan keridhoan antara kedua belah pihak atau berdasar kerelaan antara pihak-pihak yang terkait, tidak boleh ada pemaksaan, penipuan dan riba, serta perbuatan yang merugikan orang lain. Karena unsur-unsur tersebut dilarang dalam syari’at Islam. Oleh sebab itu hukum Islam menetapkan hukuman terhadap pelaku transaksi jual beli oleh pelaku usaha yang didalamnya terdapat unsur-unsur tersebut yaitu berupa hukuman ta’zir. 43 قول ا هع هوس ) عن اب بردة اانصار انه سمع رسول ه ص (رواه مس.ج د احد فوق عشرة اسواط اا ف حد من حدود ه Berdasarkan hadis di atas dapat dimasukkan dalam hukuman ringan yang disebut dengan hukum ta’zir. Hukuman ta’zir ini dapat dilakukan menurut keputusan hakim muslim misalnya karena mengejek orang lain, menghina orang, menipu dan sebagainya. Dengan demikian hukuman ta’zir ini keadaannya lebih ringan dari 40 kali dera yang memang sudah ada dasarnya dari Nabi terhadap mereka yang minum minuman keras. Berarti dibawah 40 kali cambuk itu dinyatakan sebagai hukuman ta’zir (yaitu dipukul yang keras). Jadi orang yang melakukan peerbuatan-perbuatan yang melanggar hukum syariat yang telah jelas hukumannya misalnya gadis yang berzina dengan lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum minuman keras (sebanyak 40 kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang disebut dengan hudud (Hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut ta’zir yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.41 Jadi sanksi bagi pelaku penjual pangan tercemar atau berbahaya dalam hukum Islam dapat dikenakan hukuman ta’zir, karena hukuman tersebut sebenarnya untuk menghalangi si pelaku agar tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan 41 Iwan. http://iwannasti.blogspot.com/2012/05/makalah-hadist-ahkam-tentang-tazir.html. 05 Maret 2015. 15:30 44 kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak manusia yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si pelaku dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.42 Moch Anwar yang menjelaskan bahwa hukuman ta’zir ini oleh islam diserahkan sepenuhnya kepada hakim Islam, akan tetapi dengan memperhatikan kepada hukum-hukum positif. Hukuman ta’zir ini bukan semata-mata hanya pencambukan saja, tetapi juga bisa dengan hukuman lain, seperti dengan hukuman penjara, pengasingan dan lain sebagainya. Hukuman penjara dalam pandangan pidana Islam berbeda dengan pandangan hukum positif, menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman pilihan. Sedangkan dalam hukum positif penjara dipandang sebagai hukuman pokok (hukuman utama) dalam sanksi segala macam jarimah.43 Islam merupakan agama yang bersifat komperenship dan universal. Komperenship berarti syariat islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah), dan universal yang bermakna dapat diterapkan pada setiap waktu dan tempat sampai terjadinya hari kiamat, termasuk bukti ajaran Islam, Islam mempunyai pandangan sendiri tentang makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Islam menganjurkan makan makanan yang tidak membahayakan kesehatan, tidak memabukkan karena makan tidak hanya untuk dikonsumsi semata tetapi Islam lebih memperhatikan kebarokahan. Allah memerintahkan kita untuk memekan makanan yang halal dan baik sebagaimana firmanNYA. 42 43 Djazuli. Fiqh Jinayah. Jakarta. Rajawali Hutan. 2002. hlm. 165 Sudarsono. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2001. hlm 548. 45 يا أي ا ال اس كل ا م ا في اأ ض حاا طيبا ا تتبع ا خط ات الشيط ن ه لك عد مبي (Q.S Al-baqarah: 168) Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Maka apabila manusia telah mengatur makan minumnya, mencari dari sumber yang halal, bukan dari penipuan, bukan dari apa yang di zaman moden ini dinamai korupsi, maka jiwa akan terpelihara daripada kekasarannya. Dalam ayat ini tersebut yang halal lagi baik. Makanan yang halal ialah lawan dari yang haram; yang haram telah pula disebutkan dalam al-Quran, yaitu yang tidak disembelih, daging babi, darah, dan yang disembelih untuk berhala. Kalau tidak ada pantang yang demikian, halal dia dimakan. Tetapi hendaklah pula yang baik meskipun halal. Batas-batas yang baik itu tentu dapat dipertimbangkan oleh manusia. Misalnya daging lembu yang sudah disembelih, lalu dimakan saja mentah-mentah. Meskipun halal tetapi tidaklah baik. Atau kepunyaan orang lain yang diambil dengan tipu daya halus atau paksaan atau karena segan menyegan. Karena segan diberikan orang juga, padahal hatinya merasa tertekan. Atau bergabung keduanya, yaitu tidak halal dan tidak baik; yaitu harta dicuri, dan sebagainya.44 44 Zulkarnain. http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Baqoroh/al-baqoroh_ayat_168_171.htm. 05 Maret 2015. 20:45 46 B. Tujuan Pemberian Sanksi Pidana Terhadap Penjual Pangan Tercemar Menurut Fiqh Jinayah Dari berbagai literatur yang ada, hampir semua secara umum menyatakan bahwa tujuan sanksi pidana Islam adalah untuk menciptakan keadilan ketentraman individu dan masyarakat serta mencegah perbuatan-perbutan yang bisa menimbulkan kerugian terhadap individu dan masyarkat, baik yang berkaitan dengan jiwa, harta maupun kehormatan. Tujuan ini sejalan dengan pemberian sanksi dalam Islam sesuai dengan konsep tujuan umum disyaritkannya hukum, yaitu untuk merealisasi kemaslahatan umat dan sekaligus menegakkan keadilan.45 Bila dilihat tujuan itu dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW baik yang termuat dalam Al-Qur’an atau Al-Hadis yaitu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna bagi kehidupan manusia. Sebagaimana dalam firman Allah. أنت تع م ن ا ت بس ا الح ب لب طل تكتم ا الح (Q.S. Al-Baqarah: 42) Menurut Ahmad Hanafi pemberian sanksi hukuman tentang jarimah ta’zir akan positif sifatnya, apabila pelaksanaannya berlangsung bijak dan mengandung tujuan sebagai berikut:46 45 Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Sleman: Logung Pustaka, 2003. hlm. 53 Ahmad Hanafi. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta. PT Midas Surya Grafindo. 2003. hlm. 223. 46 47 1. Memperbaiki individu yang bersangkutan agar menyadari kekeliruannya dan tidak akan mengulanginya lagi. 2. Melindungi pelakunya agar tidak melanjutkan pola tingkah laku yang menyimpang, buruk, serta tercela. 3. Melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang salah (jahat, asusila, kriminal, dan sebagainya). Adapun tujuan pokok dalam penjatuhan hukuman dalam syari’at Islam ialah pencegahan dan pengajaran atau pendidikan. 47 1. Pencegahan yaitu menahan orang yang membuat pelanggaran agar tidak mengulangi perbuatannya atau agar ia tidak terus-menerus memperbuatnya. 2. Pengajaran atau pendidikan yaitu mengusahakan kebaikan terhadap orang yang membuat pelanggaran dan mendidik orang tersebut agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. 47 Ibid., hlm. 224. 48 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uraian diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sanksi pidana penjual pangan tercemar menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan adalah sebagai mana dijelaskan dalam pasal 56 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun, dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000.00 (seratus dua puluh juta rupiah). Dalam Pasal 57 Ancaman pidana atas pelanggaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta Pasal 56, ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian. Pada Pasal 58 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 360.000.000.00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah). Pasal-pasal yang dijelaskan diatas merupakan segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap pengguna barang atau jasa (konsumen), dan sebagai aturan bagi yang melakukan penjual pangan tercemar yang melanggar Pasal-pasal tersebut. 2. Dalam fiqh jinayah sanksi bagi pelaku penjual pangan tercemar dapat dikenakan hukuman Ta’zir, karena hukuman tersebut sebenarnya untuk menghalangi si pelaku agar tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain 49 membuatnya jera. Hukuman ta’zir ini bukan semata-mata hanya pencambukan saja, tetapi juga bisa dengan hukuman lain, seperti dengan hukuman penjara, pengasingan dan lain sebagainya Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak manusia yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si pelaku dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. 50 DAFTAR PUSTAKA Al-Quran dan Hadits Ahsin w. 2007. Fikih Kesehatan. Jakarta. Amzah. Al-asyar,Thobieb. 2003. Bahaya Makanan Haram (Bagi Kesehatan dan Kesucian Jiwa). Jakarta: Al-Mawarimah Ali, Zainudin 2006. Pengantar Hukum Islam di Indonesia. Jakarta . Sinar Grafika Anwar, Saipul. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan, Press Palembang: Rafah Departemen Agama RI. 2005. Al-Quran dan Terjemahan. Bandung: Syigma Dirjosisworo, Soedjono. 2007. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada Djazuli, A. 2002. Fiqh Jinayah. Jakarta: Rajawali Hutan. Hanafi, Ahmad . 2003. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta. PT Midas Surya Grafindo. Leni, Afrianti. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintesis. Bandung: Alfabeta. Mujib. 2008. Masail Fiqiyah Berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam. Jakarta:Kalam Mulia. Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha ilmu. Makhrus, Munajat. 2005. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Sleman: Logung Pustaka. Perundang-undangan Produk Halal. Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan HajiProyek Pembinaan Pangan Halal. Poernomo, Sakidjo. 1985. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara. Sirojuddin. 2003. Ensklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Inter Masa. Subekti, dan Tjritosoedibio. 2008. Kamus Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 51 Suhendi, Hendi. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wardi, Muslich.2004 Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika Wardi, Muslich. 2007. Hukum Pidana Menurut Al-Quran. Jakarta: Diadit Media. Yafie, Ali. dan Aisyah. 2003. Bahaya Makanan Haram. Jakarta: PT. Al-Mawardi Yusuf. 2007. Halal dan Haram dalam Islam. Surakarta: Era Intermedia. Yusuf, Imaning. 2009. Fiqh Jinayah. Palembang: Rafah Press. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan Kitab Undang-undnag Hukum Pidana (KUHP) Website Budiman.HukumKesehatanwebhttps://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek - hukum-bahan-tambahan-makanan. 24 Februari 2015, Pukul 08:24 Dede.Diana http://biotekn.blogspot.com/2013/04/definisi-pangan.html. 03 Januari 2015 15:19:40 Isanto Wahyu, http://fhunmarabit.blogspot.com/2010/01/jenis-jenis-hukum-pokokpasal-10.html, 14 Januari 2015 22: 34 Iwan. http://iwannasti.blogspot.com/2012/05/makalah-hadist-ahkam-tentang-tazir.html. 05 Maret 2015. 15:30 Ma’ruf.http://www.eramuslim.com/berita/nasional/komisi-fatwa-mui-makananberformalin-haram-dikonsumsi. 28 Januari 2015, pukul 02: 18 Mahji.http://mahjiajie.wordpress.com/2011/08/13/makalah-penyalahgunaanbahan-berbahaya-pada-makanan/. 2 Maret 2015. Pukul 02:15 Zulkarnain.http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Baqoroh/al baqoroh_ayat_168_171.htm. 05 Maret 2015. 20:45 52