INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN SELAMA 4 MINGGU ARMAN DEA NUGRAHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal Menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Arman Dea Nugraha NIM C14100043 ABSTRAK ARMAN DEA NUGRAHA. Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan HARTON ARFAH. Produksi benih ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) sangat terbatas dan tidak tersedia secara kontinyu, karena reproduksi ikan patin hanya dapat dipijahkan pada musim hujan dan memerlukan waktu 4-6 bulan untuk dapat dipijahkan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses pematangan gonad. Pematangan gonad dapat digunakan dengan penerapan rekayasa hormonal menggunakan OODEV. Premix hormon OODEV terdiri dari PMSG (pregnant mare serum hormone) dan antidopamin. Hormon OODEV dicampurkan ke dalam pakan dengan jumlah pakan sebanyak FR 2% dari bobot tubuh ikan. Perlakuan yang diuji dalam penelitian ini adalah perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pakan hormon dengan FR 2%/hari dengan waktu pemberian 2 kali sehari. Pemberian pakan hormon dilakukan selama 4 minggu setelah itu dilanjutkan pemberian tanpa hormon selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan OODEV dapat mempercepat kematangan gonad ikan patin. Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kematangan gonad dari kedua perlakuan mencapai 100%, sedangkan pada pelakuan kontrol OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kematangan gonad mencapai 38%. Histologi gonad pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu menunjukkan bahwa gonad sudah mencapai tahap mature dengan stadia TKG IV, sedangkan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu menunjukkan bahwa gonad sudah mencapai tahap mature dengan stadia TKG III. Sementara perlakuan kontrol OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu menunjukkan gonad masih tahap maturing dengan stadia TKG II. Pemberian OODEV melalui pakan dengan dosis 0,25 ml/kg ikan/2 minggu selama 4 minggu dapat menginduksi pematangan gonad ikan patin siam hingga stadia TKG IV (mature) dalam waktu 8 minggu. Hasil penelitian ini memberikan harapan penyediaan benih ikan patin siam secara kontinyu sepanjang tahun. Kata kunci: Pangasianodon hypophthalmus, kematangan gonad, hormon OODEV ABSTRACT ARMAN DEA NUGRAHA. Induction of gonads maturation at Siamese Catfish Pangasianodon hypophthalmus hormonally using OODEV through Feed For 4 Weeks. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH. Production of seed Siamese catfish (Pangasianodon hypophthalmus) is very limited and not available continuously, because catfish reproduction only be cultivated in the rainy season and it takes 4-6 months to be spawning again. Gonadal maturation can be used by application engineering using hormonal OODEV. Premix OODEV hormone composed of PMSG (pregnant mare serum hormone) and antidopamin. OODEV hormone mixed into the feed with the amount of feed as much as FR 2% of fish body weight. The treatments tested in this research is OODEV treatment 0 ml/kg fish/ 2 weeks, treatment OODEV 0.25 ml/kg of fish/2 weeks and treatment OODEV 0.5 ml/kg of fish/2 weeks. The research was done by providing feed hormones to FR 2%/day with 2 times a day. Hormone feeding for 4 weeks after that continued without hormones for 4 weeks. The results showed that each hormone OODEV treatment may accelerate the maturity of the gonads catfish. OODEV treatment 0.25 ml/kg of fish/2 weeks and OODEV 0.5 ml/kg of fish/2 weeks the level of maturity of gonads of both treatments reached 100%, while in the commission of control OODEV 0 ml/kg fish/2 weeks gonad maturity level reaches 38%. Gonadal histology on treatment OODEV 0.25 ml/kg of fish/2 weeks showed that the gonads have reached the mature stage with stage TKG IV, whereas treatment OODEV 0.5 ml/kg of fish/2 weeks showed that the gonads have reached the mature stage by stage TKG III. While the control treatment OODEV 0 ml/kg fish/2 weeks showed gonads still maturing stage with stage TKG II. Giving OODEV through the feed at a dose of 0.25 ml/kg of fish/2 weeks for 4 weeks to induce gonadal maturation Siamese catfish up to stadia TKG IV (mature) within 8 weeks. The results of this study showed hope Siamese catfish seedstock continuously throughout the year. . Keyword: Pangasianodon hypophthalmus, gonad maturity, hormone OODEV INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN SELAMA 4 MINGGU ARMAN DEA NUGRAHA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi Nama NIM :Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal Menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu :Arman Dea Nugraha :C14100043 Disetujui oleh Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc Pembimbing I Diketahui oleh Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: Ir Harton Arfah, MSi Pembimbing II PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, M.Sc dan Bapak Ir Harton Arfah, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dodi Sudenda, SP, MM selaku kepala Balai BPBAT Cijengkol yang telah memberikan izin penggunaan tempat serta fasilitas sehingga penelitian ini bisa berjalan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahiman dan Bapak Sarya dari teknisi Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Cijengkol yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014 Arman Dea Nugraha DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2 METODE ............................................................................................................ 2 Waktu dan Tempat ........................................................................................... 2 Rancangan Percobaan....................................................................................... 3 Prosedur Penelitian ........................................................................................... 3 Parameter Pengamatan ..................................................................................... 5 Analisis Data .................................................................................................... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 8 Hasil................................................................................................................. 8 Pembahasan ................................................................................................... 16 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 19 Kesimpulan .................................................................................................... 19 Saran .............................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20 LAMPIRAN ...................................................................................................... 22 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 25 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 Kandungan nutrisi pelet vitality BS-990 ........................................................ 4 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur ................................................... 5 Tingkat kematangan gonad ikan patin ........................................................... 7 Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus .............................................................................................. 8 5 Tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan fekunditas ................................................................................................... 11 6 Hasil data kualitas air .................................................................................. 16 DAFTAR GAMBAR 1 Nilai pertambahan bobot mutlak ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus .............................................................................................. 9 2 Nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus .............................................................................................. 9 3 Nilai Specipic Growth Rate ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus per Harinya ......................................................................... 10 4 Waktu tingkat kebuntingan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus. ........................................................................................... 11 5 Diameter telur ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ................... 12 6 Nilai Gonadosomatic Index ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ............................................................................................ 13 7 Nilai Hepatosomatic Indeks ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ............................................................................................ 13 8 Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberikan perlakuan hormon pada minggu ke-0 ........................................................................................ 15 9 Histologi gonad ikan patin siam yang sudah diberikan perlakuan hormon pada minggu ke-8 ........................................................................... 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Skema wadah pemeliharaan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ............................................................................................ 22 2 Analisis statistik pertambahan bobot mutlak (kg) ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................... 22 3 Analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................... 23 4 Analisis statistik Specific Growth Rate (%) ikan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus dengan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................................................. 24 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus adalah salah satu komoditas ungguIan kegiatan budidaya perairan yang memiliki prospek yang besar dalam nilai ekonomis yang tinggi, baik tahap pembenihan maupun pembesaran. Ikan patin siam adalah ikan introduksi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dari Bangkok, Thailand sebagai komoditas budidaya yang berkembang dan perkembangan ikan patin siam ini dari segi teknologi budidaya dikalangan masayarakat mengalami peningkatan dari tahun 1990an (Surnama 2007). Sementara salah satu instansi yang telah melakukan perkembangan budidaya ikan patin adalah BPBAT Cijengkol yang menjadi pusat Catfish Center di Jawa Barat. Perkembangan budidaya ikan patin di BPBAT Cijengkol mengalami berbagai permasalahan dalam kegiatan pembenihan karena jumlah produksi benih yang terbatas dan tidak tersedia secara kontinyu sepanjang tahun serta sulitnya mendapatkan induk yang sudah matang gonad. Akibat permasalahan tersebut pembudidaya ikan patin di kalangan masyarakat menjadi kesulitan dalam mendapatkan benih ikan patin. Menurut KKP (2012) produksi ikan patin nasional masih sangat rendah, produksi patin Indonesia pada tahun 2011 sekitar 229 ribu ton dengan data produksi benih mecapai sekitar 541 juta ekor. Rendahnya produksi ikan patin dikarenakan bahwa pemijahan ikan patin siam bersifat musiman yaitu pada musim hujan antara bulan Oktober sampai April (Hardjamulia et al. 1981). Hal ini dikarenakan induk yang sudah dikawinkan pada bulan September dan berikutnya sampai akhir musim (April) masih belum menunjukkan matang gonad. Pematangan gonad ikan pada umumnya dapat dilakukan dengan sinyal lingkungan seperti suhu, oksigen terlarut, cahaya, dan lain-lain yang masuk ke dalam sistem syaraf otak dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan Gonadotrofin Releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar pituitari. Selanjutnya pituitari melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan mensitesis testoteron. Di lapisan granulosa, enzim aramotase akan mengubah testosteron menjadi estradiol-17β yang merangsang hati mensistesis vitelogenin. Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh folikel oosit dan oosit membesar sampai ukuran maksimum yang dikenal dengan proses vitelogenesis sehingga telur sudah berada dalam fase dorman yang siap dipijahkan (Nagahama 1983). Namun, sinyal lingkungan ini yang sering kali tidak diketahui atau tidak dapat dikontrol di wadah budidaya sehingga merekayasa hormon sangat diperlukan. Perangsangan pematangan kembali gonad ikan patin di luar musim pemijahan dengan menggunakan hormon diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ketersedian benih ikan patin diluar musim pemijahan. Rekayasa hormon pada perkembangan gonad dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kombinasi hormon seperti PMSG (pregnant mare serum gonadtropin), hCG (human chorionic gonadotropin), dan GtH (gonadotropin hormon) serta dapat menggunakan senyawa Antidopamin. Berikut hasil penelitian yang pernah menggunakan hormon-hormon tersebut melalui penyuntikan sebagai upaya untuk menginduksi kematangan gonad, antara lain Samara (2010) berhasil 2 melakukan rematurasi pada patin hingga mencapai pematangan gonad 100% yang menggunakan kombinasi PMSG 20 IU/kg ikan + hCG 10 IU/kg ikan dan ditambahkan Vitamin Mix 300 mg/kg ikan melalui pakan, selain itu Lestari (2013) menggunakan kombinasi hCG 20 IU/kg sidat + Antidopamin 10 mg/kg sidat berhasil melakukan rematurasi pada sidat mencapai perkembangan gonad 100% dan pada penelitian Umar (2013) dengan menggunakan hormon OODEV yaitu kombinasi hormon PMSG 10 IU/kg belut + Antidopamin 10 ppm berhasil melakukan rematurasi pada belut yang mencapai pematangan gonad 70%. Percobaan penelitian pematangan gonad pada ikan dengan hormon OODEV (Oocyte Developer), pada umumnya menggunakan melalui aplikasi penyuntikan yang telah berhasil mempercepat kematangan gonad pada ikan. Akan tetapi pematangan gonad melalui pakan belum ada yang pernah mencoba untuk melakukannya. Oleh karena itu pematangan gonad pada percobaan penelitian kali ini akan menggunakan hormon OODEV melalui pakan yang diharapkan mampu mempercepat kematangan gonad pada ikan tersebut. Hormon OODEV adalah kombinasi hormon PMSG dan senyawa Antidopamin. PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) adalah serum dari kuda hamil yang mengandung Gonadotropin berupa follicle stimulating hormone (FSH) dan sedikit luteinizing hormone (LH). PMSG yang mengandung FSH akan merangsang terjadinya lonjakan kadar GnrH yang selanjutnya akan mempengaruhi pituitary untuk memproduksi gonadotropin (Bolamba et al 1992 dalam Lestari 2013). Antidopamin adalah bahan kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin sedangkan dopamin adalah bahan kimia yang menghambat pelepasan hormon dari pituitari dan juga menghambat pituitari dalam merespon penyuntikan LHRHa. Anti dopamin yang terkandung dalam ovaprim berfungsi untuk memblok dopamin sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin, meningkatkan respon pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat penetasan telur (Nandeesha et al 1991 dalam Lestari 2013). Oleh karena itu dengan penggunaan hormon OODEV melalui pakan selama 4 minggu diharapkan mampu untuk meningkatkan dan mempercepat kematangan gonad ikan patin sehingga dapat menghasilkan produksi benih ikan patin siam ini dengan lebih efektif dan efisien menghasilkan benih yang berkualitas serta permintaan benih sesuai dengan yang diinginkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari data hasil pematangan gonad dan peranan pemberian hormon melalui pakan selama 4 minggu pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai bulan April 2014 di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol, Jawa Barat untuk pemeliharaan ikan uji dan perlakuan. Pembuatan hormon OODEV dilakukan di Laboratorium reproduksi dan genetika Ikan, Departemen Budidaya 3 Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor dan pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut pertanian Bogor. Rancangan Percobaan Penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan pemberian hormon OODEV melalui pakan komersial selama 4 minggu dengan satu perlakuan kontrol tanpa hormon OODEV melalui pakan. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pemberian pakan tanpa mengandung hormon OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu: (OODEV 0 ml) 2. Pemberian pakan yang mengandung hormon OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu: (OODEV 0,25 ml) 3. Pemberian pakan yang mengandung hormon OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu: (OODEV 0,5 ml) Prosedur Penelitian Persiapan Wadah Tahap awal sebelum dilakukannya percobaan penelitian ini adalah persiapan wadah. Wadah yang digunakan adalah kolam tanah yang diberi sekat bambu dengan ukuran (6x5x1,5) m. Persiapan wadah meliputi kegiatan pengeringan dasar kolam, pembersihan dan rehabilitasi, pemasangan sekat bambu, dan pengisian air. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari untuk membuang gas-gas beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian dilakukan pembersihan dan rehabilitasi kolam selama 1 hari. Pemasangan sekat bambu dilakukan selama 2 hari yaitu memasang bambu pagar di kolam sebanyak 3 kolom, yaitu kolom kontrol perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Kemudian dilakukan pengisian air yang berasal dari sungai cijengkol setinggi 1,2 m dan diendapkan selama 1 hari untuk kolam siap ditebarkan induk percobaan. Ikan Patin Pemilihan induk ikan patin meliputi kegiatan seleksi induk, pengangkutan dan penebaran induk ikan patin. Induk ikan patin siam yang berada di BPBAT Cijengkol berasal dari Jambi dan produksi balai sendiri. Seleksi induk ikan patin dilakukan dengan memilih induk betina dengan bobot 3-4 kg, panjang 60-74 cm dan umur 1-2 tahun, kemudian yang belum matang gonad dan belum mengalami ovulasi. Induk diambil dari kolam stok di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol, Jawa Barat. Kemudian dilakukan pengangkutan dengan menggunakan kolam yang di isi air sebanyak 30 liter dan dicampur dengan permanganat kalium (PK) sebanyak 3 gram. Penebaran induk patin di kolam percobaan penelitian sebanyak 8 ekor untuk masing-masing perlakuan, yaitu perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/ 2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Setelah dipilih, induk dimasukkan ke dalam kolam percobaan berukuran (20x30x1,5) m yang telah diberi label sebelumnya. 4 Pembuatan Pakan Hormon Pakan yang digunakan dalam pembuatan pakan hormon adalah pakan induk komersial Cargil Vitality BS-990 yang memiliki kandungan nutrisi yang baik (Tabel 1). Hormon OODEV dicampurkan ke dalam pakan dengan jumlah pakan sebanyak FR 2% dari bobot tubuh ikan. Sementara jumlah binder yang digunakan adalah 5% dari bobot pakan. Binder mengandung 10% putih telur, hormon OODEV sesuai perlakuan dan larutan fisiologis. Binder dihomogenisasikan dengan mengaduk hormon hingga merata, lalu dimasukkan ke dalam sprayer. Binder yang mengandung hormon lalu disemprotkan ke dalam pakan secara merata dan pakan diangin-anginkan sampai kering, lalu disimpan sampai waktu pemberian pakan. Pemberian Pakan Hormon Pakan yang diberikan adalah pakan komersial yang sudah dicampurkan dengan hormon OODEV dengan perlakuan dosis OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan Perlakuan dosis OODEV 0,5 ml/kg ikan/ 2 minggu serta perlakuan tanpa dosis OODEV 0 ml/kg ikan/ 2 minggu. Pakan hormon diberikan dengan FR 2%/hari dengan waktu pemberian 2 kali sehari yaitu pagi (pukul 07.00) dan sore hari (pukul 16.00). Pemberian pakan berhormon dilakukan selama 4 minggu setelah itu dilanjutkan pemberian tanpa hormon selama 4 minggu. Kandungan nutrisi pakan komersial dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan nutrisi pelet Vitality BS-990 No Komposisi 1 Protein 2 Lemak 3 Abu 4 Serat Kasar 5 Kadar Air 6 Aflatoksin 7 Vitamin C Kadar Min 36-38% Min 5-6% Maks 10% Maks 4% Maks 11% Maks 5 ppb Min 3.000 ppm Sumber: Cargil Vitality BS-990 Manajemen Kualitas Air Sumber air yang digunakan berasal dari sungai Cijengkol. Air yang mengalir di dalam saluran masuk ke dalam outlet dan keluar dari inlet secara kontinyu, sehingga pergantian air dilakukan secara sirkulasi dan volume air tetap dipertahankan. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, dan DO. Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH-meter, dan pengukuran DO menggunakan DOmeter. Titik pengambilan sampel air pada inlet, outlet, dan di dalam sekat. Parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 2. 5 Tabel 2 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur Parameter DO Suhu pH Satuan Alat Ukur Mg/L ˚C DO-meter Termometer Unit pH-meter Sampling dan Tagging Sampling ikan dilakukan dengan menggunakan jaring yang berukuran (6x4x1) m. Sampling dilakukan 2 minggu sekali untuk mengamati tingkat kematangan gonad pada ikan patin. Setelah itu ikan ditimbang bobot tubuhnya dan diukur panjang totalnya, serta memeriksa perkembangan telur dalam gonad dengan menggunakan kateter. Ikan patin ditagging dengan cara mengikat pita berwarna pada pangkal ekornya. Pengambilan Sampel Gonad Pembedahan dilakukan pada minggu ke- 0 di awal penelitian sebelum diberikan perlakuan dan pada minggu ke-8 di akhir penelitian untuk mengambil sampel gonad. Ikan yang akan dibedah sebanyak 3 ekor dari setiap perlakuan. Sampel gonad yang digunakan untuk perhitungan indeks kematangan gonad (IKG), histologi, dan perkembangan gonad ikan. Pembedahan dilakukan dengan membedah ikan patin dari bagian lubang anus hingga operkulum secara melintang kemudian diambil bagian gonadnya. Parameter Pengamatan Pengamatan dilakukan selama 2 bulan setengah, parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, Specific Growth Rate (SGR), tingkat kebuntingan, Gonadosomatic Index (GSI), Hepatosomatic Indeks (HSI), fekunditas, diameter telur, dan histologi gonad. Pertambahan Bobot Mutlak (PBM) Menurut Huisman (1987) nilai pertambahan bobot mutlak dihitung dengan rumus : PBM (kg) = Wt – W0 Keterangan : PBM = Pertambahan bobot mutlak (kg) Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (kg) W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (kg) Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM) Menurut Effendie (1979) nilai pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan rumus : PPM (cm) = Lt – Lo Keterangan : PPM Lt L0 = Pertambahan bobot mutlak (cm) = Panjang rata-rata ikan pada akhir penelitian (cm) = Panjang rata-rata ikan pada awal penelitian (cm) 6 Specific Growth Rate (SGR) Menurut Huisman (1987) nilai Specific Growth Rate dihitung dengan rumus: SGR = Keterangan : [ ] -1 x 100% = Specific Growth Rate (%) = Bobot rata-rata Induk pada hari ke-t (kg) = Bobot rata-rata induk awal (kg) = Waktu (70 hari) SGR Wt W0 t Tingkat Kebuntingan Tingkat kebuntingan ikan didapatkan berdasarkan keberadaan gamet betina dalam ovarium yang dibedah selama pemeliharaan.Pengamatan kebuntingan diawali pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 yang dibedah sebanyak 3 ekor setiap perlakuan.Berdasarkan Bahri (2000) dalam Elis (2003) tingkat kebuntingan merupakan persentase perbandingan antara ikan yang telah memiliki gamet dengan jumlah ikan secara keseluruhan. Tingkat kebuntingan 100% = Gonadosomatic Index (GSI) atau Indeks Kematangan Gonad (IKG) Menurut Crim and Glebe (1990) dalam Indriastuti (2002) GSI atau IKG dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan dengan rumus: GSI 100% = Keterangan : GSI = Indeks kematangan Gonad (%) BG = bobot gonad (g) Bt = bobot tubuh (g) Hepatosomatic Indeks (HSI) Menurut Busacker et al (1990) dalam Indriastuti (2002) HSI dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot hepatopangkreas dengan bobot tubuh ikan dengan rumus: HSI ( ) = ( ) 100% Fekunditas Gonad Menurut Effendie (1997) fekunditas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot sampel telur dikalikan jumlah telur sampel ikan dengan rumus: Fekunditas = ( ) ( ) ℎ ( ) 7 Diameter Telur Menurut Samara (2010) diameter telur adalah panjang garis tengah telur sebelum dibuahi untuk menilai kematangan telur yang diukur pada mikroskop, kemudian dikoversi dengan faktor konversi dari pembesaran yang digunakan dengan rumus: Diameter Telur = 1 Histologi Gonad Histologi digunakan untuk menguji pengaruh rangsangan hormonal terhadap perkembangan gonad (ovari). Tahapan dalam histologi adalah fixation, decalcification, bleaching, embedding, sectioning, staining, dan mounting. Histologi digunakan dengan cara mengambil telur ikan patin pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Sebelum dihistologi gonad direndam dalam botol sampel menggunakan larutan fiksasi Buffer Normal Formalin (BNF) selama 24 jam kemudian larutan dibuang dan diganti dengan larutan alkohol 70% agar gonad dapat disimpan. Histologi gonad dapat menunjukkan tingkat kematangan gonad (TKG) yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat kematangan gonad ikan patin TKG I (Immature) MORFOLOGI Ovari kecil dan halus seperti benang,warna HISTOLOGI Demonasi oleh oogonia berukuran ovari merah muda, memanjang dirongga 7.5-12,5µm,inti sel besar. perut. II (Maturing) III (Maturing) Ukuran ovari bertambah besar, warna coklat Oogania menjadi oosit ukuran 200- muda, butira telur belum terlihat dengan mata 250µm, telanjang ksitoplasma berwana ungu. Ukuran ovari relatif besar dan mengisi Lumen berisi telur. ukuran oosit hampir 1/3 rongga perut, butiran-bitiran telur 750-1125 µm,inti mulai tampak. membentuk kantung terlihat jelas dan berwarna kuning muda. V (Mature) Gonad mengisi penuh rongga perut, semakin ini terlihat jelas dan sebaran kuning penjal dan warna bitiran telur kuning tua, telur mendominasi oosit. Ukuran butiran telur besarnya hampir sama dan oosit 1300-1500 µm. mudah dipisahkan, kantung tubulus seminifer agak lunak. Sumber: Siregar 1999 Analisis Data Analisis data diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0. One Way Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh perbedaan maka dilanjutkan dengan uji tukey dengan taraf nyata α = 0,05 untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan hasil tertinggi dan terendah. Parameter yang menggunakan analisis data adalah pertambahan bobot mutlak, pertumbuhan 8 panjang mutlak dan specific growth rate. Sementara parameter tingkat kebuntingan, gonadosomatic index, hepatosomatic indeks, fekunditas, diameter telur, dan histologi gonad dibahas secara deskriptif. Analisis Biaya Analisis biaya didapatkan dengan cara membandingkan pendapatan hasil pemijahan ikan patin siam yang berupa larva dan benih ukuran 1 inci yang menggunakan hormon OODEV untuk mempercepat kematangan gonad per kilogram induk dan tanpa menggunakan hormon OODEV dalam satu tahun. Asumsi fekunditas, SR (survival rate), harga penjualan larva, dan benih bersumber dari BPBAT Cijengkol, Subang. Dengan asumsi fekunditas 150.000 butir/kg induk, SR larva 67%, harga jual larva Rp 5,00/ekor, dan harga jual benih 1 inci Rp 80,00 ekor. Harga OODEV Rp 250.000,00/ampul (10 ml). frekuensi pemijahan menggunakan OODEV 4 kali lebih sering disbanding yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan OODEV dalam 1 tahun sehinggga pemasukan, penjualan larva maupun benih menggunakan OODEV lebih tinggi. Analisis biaya dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut. Tabel 4 Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus Asumsi Frekuensi pemijahan/tahun Fekunditas Larva (SR 67%) Harga Larva Larva Benih Kebutuhan hormon (4 kali pemijahan) Kebutuhan hormon/tahun (4 kali pemijahan) Frekuensi Pemijahan Biaya pengeluaran kebutuhan hormon (%) pemasukan Pemasukan per tahun Larva Benih 1 inci Menggunakan OODEV 4 kali 150.000 butir/kg 100.000 ekor Tanpa OODEV 1 kali 150.000 butir/kg 100.000 ekor Rp 5 Rp 80 Rp 25.000 Rp 100.000 Rp 5 Rp 80 - 4 kali 5% (larva) 0.31 % (benih 1 inci) 1 kali - Rp 2.000.000 Rp 32.000.000 Rp 500.000 Rp 8.000.000 Berdasarkan Tabel 4 bahwa ikan patin siam dengan menggunakan OODEV dapat mempercepat kematangan gonad sehingga hasil pemijahan ikan patin siam dalam pemasukan penjualan larva dalam 1 tahun dapat mencapai Rp 2.000.000 dan benih 1 inci mencapai Rp 32.000.000. Bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan OODEV pemasukan penjualan larva hanya Rp 500.000 dan Rp 8.000.000 per tahun. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertambahan Bobot Mutlak Ikan patin yang dipelihara selama 8 minggu memiliki nafsu makan yang cukup baik sehingga pertumbuhannya baik. Nilai pertambahan bobot mutlak (PBM) selama pemeliharaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pertambahan bobot mutlak (%) 9 2.40 2.20 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 1,19± 0,87b 0,89± 0,55ab 0,39± 0,18a 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 1 Nilai Pertambahan Bobot Mutlak Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan ratarata±standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan signifikan dari analisis ragam antar perlakuan. Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 1 bahwa pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,89± 0,55ab% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 1,19±0,87 b%. Namun pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,39± 0,18a% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 1,19±0,87 b% yaitu bahwa hormon dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu dapat mempengaruhi pertambahan bobot mutlak ikan patin siam. Pertambahan panjang mutlak (%) Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan patin siam yang dipelihara 8 minggu ternyata menghasilkan pertumbuhan yang cukup baik. Nilai pertumbuhan panjang mutlak (PPM) selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. 4,63±2,83a 8.00 7.00 3,00±2,56a 6.00 5.00 2,50±1,77a 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 2 Nilai Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan ratarata±standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan signifikan dari analisis ragam antar perlakuan. 10 Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 2 bahwa pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 2,50±1,77a%, Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 4,63±2,83 a dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 3,00±2,56a tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu bahwa pemberian hormon OODEV tidak mempengaruhi pertumbuhan panjang mutlak. Specific Growth Rate (SGR) Ikan patin siam yang dipelihara dalam waktu 8 minggu ternyata mengalami pertumbuhan cukup baik dalam per harinya. Nilai Specific Growth Rate (SGR) ikan patin siam per harinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 0,55±0,39b Specific Growth Rate (%) 0.70 0,43±0,25ab 0.60 0.50 0.40 0.30 0,20±0,12a 0.20 0.10 0.00 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 3 Nilai Laju Pertumbuhan Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus per Harinya. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan rata-rata ± standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan signifikan dari analisis ragam antar perlakuan. Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 3 bahwa pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,43± 0,25 ab% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,55±0,39 b%. Namun pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,20± 0,12a% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,55±0,39 b% yaitu bahwa hormon dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/ 2 minggu dapat mempengaruhi specific growt rate ikan patin siam per harinya. Tingkat Kebuntingan, Tingkat Kematangan Gonad, Diamter Telur dan Fekunditas Data hasil penelitian mengenai parameter tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan fekunditas dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut. 11 Tabel 5 Tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan fekunditas Perlakuan n 1. 0 ml/kg ikan/2 minggu 2. 0,25 ml/kg ikan/2 minggu 3. 0,5 ml/kg ikan/2 minggu 8 Induk bunting minggu ke-(ekor) dan TKG 0 8 1 (Im) 2 (Mi) Ʃ Induk bunting (ekor) 3 8 1 (Im) 8 1 (Im) 38% Diameter Telur (mm) 0 Fekunditas (butir/kg bobot induk) 0 4 (M) 8 100% 1,30±0,23 214782±107539 3 (M) 8 100% 1,40±0,27 79433±59275 TK Keterangan TKG: Im: Immature Mi: Maturing M: Mature Tingkat Kebuntingan (%) Berdasarkan Tabel 5 bahwa tingkat kebuntingan selama pemeliharaan 8 minggu ikan patin siam meningkat jika dibandingkan awal pemeliharaan. Tingkat kebuntingan yang diberi perlakuan terlihat bunting pada minggu ke-8 yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kebuntingan sebesar 100% dengan tingkat kematangan gonad sudah memasuki tahap Mature atau telah masak. Pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kebuntingannya sebesar 38% akan tetapi tingkat kematangan gonad masih pada tahap Immature atau belum matang gonad. Waktu tingkat kebuntingan pada ikan patin siam, pada minggu ke-0 ikan patin tidak ada yang bunting, kemudian pada minggu ke-2 ikan patin ada yang bunting pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 63% dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 88%, pada minggu ke-4 ikan patin pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2sebesar 13%, perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 100% dan perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 88%. Pada minggu ke-6 dan ke-8 pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu (tanpa OODEV) sebesar 38%, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 100% dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 100%. Waktu tingkat kebuntingan dapat dilihat pada Gambar 4. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 100 88 88 100100 100100 63 38 38 OODEV 0 ml OODEV 0,25 ml OODEV 0,5 ml 13 0 0 0 ke-0 0 ke-2 ke-4 ke-6 ke-8 Waktu (minggu ke-) Gambar 4 Waktu Tingkat Kebuntingan Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus. 12 Diameter telur pada ikan patin siam berdasarkan pada Tabel 5 ternyata pada setiap perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg/2 minggu mengalami perbedaan yaitu dapat dilihat secara berturut-turut sebesar 1,30±0,23 mm dan 1,40±0,27 mm. Sedangkan pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur tidak ada karena telur pada perlakuan tanpa OODEV belum terbentuk (Gambar 5). 1.8 1,30±0,23 Diameter Telur (mm) 1.6 1,40±0,27 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 5 Diameter Telur Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Berdasarkan Tabel 5 fekunditas pada telur ikan patin siam pada setiap perlakuan memiliki perbedaan yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 214782±107539 dan pada perlakuan OODEV sebesar 79433±59275. Perbedaan ini dikarenakan bahwa perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/ 2 minggu sudah memasuki tingkat kematangan gonad IV (mature) atau telah masak dan siap diovulasikan. Sedangkan pada tahap perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu telah memasuki tingkat kematangan gonad 3 (mature) dan masih dalam proses ke tahap tingkat kematangan gonad selanjutnya. Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu tidak terdapat fekunditas dikarenakan telur belum terbentuk atau tersedia. Gonadosomatic Index (GSI) Gonadosomatic Index (GSI) merupakan nilai yang mempresentasikan kematangan gonad ikan patin siam. Perubahan GSI diamati pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Perubahan GSI tertinggi seperti terlihat pada Gambar 6 yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu. Nilai GSI perlakuan OODEV pada minggu ke-0 yaitu sebesar 0,87% kemudian terus meningkat hingga minggu ke-8 sebesar 5,22%. hal tersebut terjadi juga pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan2 minggu yang pada minggu ke-0 sebesar 0,87% kemudian terus meningkat hingga minggu ke-8 sebesar 1,74%. Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/ 2 minggu GSI mengalami peningkatan juga yaitu pada minggu ke-0 sebesar 0,87% hingga minggu ke-8 sebesar 1,09%. Nilai GSI pada ikan patin siam dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut. 13 Gonadosomatic Index (%) 6 5.22 5 4 3 Mingggu ke-0 1.74 2 1.09 0.87 1 0.87 Minggu ke-8 0.87 0 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 6 Nilai Gonadosomatic Index Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus. Hepatosomatic Indeks (HSI) HSI merupakan sebuah nilai hepatosomatic yang secara tidak langsung berkaitan langsung dengan penggunaan hormon perkembangbiakan pada ikan. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu nilai HSI pada minggu ke-0 sebesar 0,09% dan pada minggu ke-8 nilai HSI pada kedua perlakuan tersebut sama sebesar 0,07%. Nilai HSI pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu pada minggu ke-0 sebesar 0,09% kemudian nilai HSI naik pada minggu ke-8 sebesar 0,12%. Nilai HSI dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut. Hepatosomatic Indeks (%) 0.14 0.12 0.12 0.1 0.09 0.09 0.09 0.07 0.08 0.07 0.06 Mg ke-1 0.04 Mg ke-8 0.02 0 0 0,25 0,5 OODEV (ml/kg ikan/2 minggu) Gambar 7 Nilai Hepatosomatic Indeks Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus. 14 Histologi Gonad Histologi gonad merupakan suatu pengamatan yang dilakukan pada gonad ikan patin siam pada minggu ke-0 sebelum pemberian pakan hormon (Gambar 8) dan minggu ke-8 sesudah diberikan pakan hormon (Gambar 9). Data histologi menunjukkan bahwa ikan patin siam mengalami perubahan dari diameter telur. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya dan masih tahap Immature sedangkan pada pada minggu ke-8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar 1,30±0,23 mm dengan TKG IV (mature) . Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu bahwa diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya masih pada tahap Immature sedangkan pada minggu ke8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar 1,40±0,27mm dengan TKG 3 (Mature). Sementara pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 masih belum terbentuk telurnya dan tingkat kematangan gonadnya masih dalam tahap TKG I (Immature) dan 2 (Maturing). Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8 dan sudah diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu IM IM 1cm OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu IM IM 1cm 15 OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu IM IM 1cm Gambar 8 Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberikan perlakuan hormon pada minggu ke-0; IM = Immature OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu MI IM M 1cm OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu M 1cm M 16 OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu M M 1cm Gambar 9 Histologi gonad ikan patin siam yang sudah diberikan perlakuan hormon pada minggu ke-8. Keterangan: Im = Immature, Mi = Maturing dan M = Mature Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian adalah suhu, pH dan DO. Hasil kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut. Tabel 6 Hasil data kualitas air Parameter DO Suhu pH Perlakuan Satuan mg/L ˚C Unit 0 ml 0,25 ml 0,5 ml 3-4,6 3,5-4,6 3,4-4,1 28-30 6,6-7,9 28-30 6,6-7,9 28-30 6,6-8 Nilai optimum (SNI 01-6483.5-2002) >4 25-30 6,5-8,5 Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada Tabel 6 ternyata parameter DO masih dalam kisaran optimum >4 mg/L dari masing-masing perlakuan yaitu perlakuan OODEV 0 ml berkisar 3-4,6 mg/L , perlakuan OODEV 0,25 ml berkisar 3,5-4,6 mg/L dan perlakuan OODEV 0,5 berkisar 3,4-4,1 mg/L. Sementara parameter suhu dari masing-masing perlakuan bernilai sama yaitu sebesar 28-30˚C dan masih dalam kisaran optimum 25-30˚C. kemudian pH masih dalam kisaran optimum 6,5-8,5 dari masing-masing perlakuan yaitu perlakuan OODEV 0 ml berkisar 6,6-7,9 , perlakuan OODEV 0,25 ml berkisar 6,6-7,9 dan perlakuan OODEV 0,5 berkisar 6-6,8. Pembahasan Ikan patin yang dipelihara selama 8 minggu mengalami pertambahan bobot. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 nilai pertambahan bobot mutlak ikan patin siam mengalami peningkatan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 1,19±0,87 b % yang berbeda nyata dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,39±0,18 a % artinya hormon OODEV dapat mempengaruhi pertambahan bobot mutlak ikan patin siam. Sedangkan pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,89±0,55ab % tidak berbeda 17 nyata dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Ikan yang sudah menjadi induk pertumbuhan somatiknya relatif lambat sehingga bila terjadi peningkatan bobot, pertambahan bobotnya diasumsikan sebagai berat gonad yang ada dalam tubuh induk. Pada umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan yang sedang matang gonad pada induk betina mengalami peningkatan bobot 10-25% dari bobot tubuh awalnya (Affandi dan Tang 2002). Setelah pemberian hormon melalui pakan selama 4 minggu mengalami perubahan bobot yang signifikan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu bila dibandingkan dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu pada parameter SGR. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 yang mengalami peningkatan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 sebesar 0,55±0,39 b % yang berbeda nyata dengan OODEV 0 ml/kg ikan/2 sebesar 0,20±0,12 a% artinya hormon OODEV dapat mempengaruhi laju pretumbuhan harian induk ikan patin siam. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,43±0,25ab% tidak berbeda nyata dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Menurut Samara (2010) laju pertumbuhanan harian induk ikan patin siam bisa mencapai 0,712,19% dikarenakan bahwa induk ikan pertumbuhan somatiknya relatif lambat. Sedangkan pada parameter pertumbuhan panjang mutlak setelah pemberian hormon melalui pakan selama 4 minggu tidak mengalami perubahan yang signifikan bila dibandingkan dengan kontrol. Tingkat kebuntingan induk ikan patin dihitung secara visual dengan melihat ciri-ciri induk yang matang gonad yaitu dengan melihat perutnya yang membesar kearah anus serta terasa halus dan empuk ketika diraba, lubang urogenitalnya bengkak dan berwarna merah tua. Tidak semua induk yang bunting telurnya siap untuk dibuahi, beberapa induk saat dikanulasi telurnya masih muda, jumlahnya sedikit dan bercampur air, atau bercampur darah. Berdasarkan hasil kanulasi pada minggu ke-8 menunjukkan bahwa tingkat kebuntingan pada ikan patin siam untuk setiap perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu terdapat telur 100% artinya semua induk perlakuan menunjukkan kebuntingan. Pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kebuntingan induk ikan patin sebesar 38%. Berdasarkan hasil ini, pemberian hormon OODEV yang dicampurkan pada pakan komersial dapat memepengaruhi pematangan gonad pada ikan patin siam. Menurut Effendie (2002) menyatakan nilai GSI akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Hal tersebut serupa dengan nilai GSI pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu yang secara berturutturut memiliki kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu yaitu sebesar 4,35% dan 0,87% (Gambar 6). Sedangkan pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu memiliki kenaikan juga akan tetapi hanya 0,22% peningkatannya. Dengan demikian, hormon OODEV memberikan pengaruh terhadap kematangan gonad terutama pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu yang menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan nilai GSI perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu yang meningkat hanya meningkat secara perlahan. Berdasarkan hasil data penelitian nilai HSI pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu nilai HSI 18 pada minggu ke-0 sebesar 0,09% dan pada minggu ke-8 nilai HSI pada kedua perlakuan mengalami penurunan sebesar 0,07%, penurunan ini diakibatkan oleh proses vitelogenesis yang sudah mencapai tahap akhir dalam kematangan gonad ikan patin siam. Sebaliknya nilai HSI pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu pada minggu ke-0 sebesar 0,09%, sementara nilai HSI naik pada minggu ke-8 sebesar 0,12% artinya proses vitelogenesis masih berlangsung sehingga belum terjadi kematangan gonad. Aktivitas pembentukan vitelogenin di hati menyebabkan nilai GSI dan HSI ikan semakin meningkat, dimana peningkatan nilai GSI dan HSI ini digunakan untuk menilai tingkat kematangan gonad pada ikan (Sukendi 2008) Pematangan gonad ikan pada umumnya dapat dilakukan dengan sinyal lingkungan seperti suhu, oksigen terlarut, cahaya, dan lain-lain yang masuk ke dalam sistem syaraf otak dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan Gonadotrofin Releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar pituitari. Selanjutnya pituitari melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan mensitesis testoteron. Di lapisan granulosa, enzim aramotase akan mengubah testosteron menjadi estradiol-17β yang merangsang hati mensistesis vitelogenin. Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh folikel oosit dan oosit membesar sampai ukuran maksimum yang dikenal dengan proses vitelogenesis sehingga telur sudah berada dalam fase dorman yang siap dipijahkan (Nagahama 1983). Proses Menurut Tyler et al (1998) vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol 17-β, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit secara berurutan dan teratur. Sehingga hati merupakan organ yang memiliki protein-protein pengikat yang sangat spesifik terhadap rangsangan hormonal tersebut dengan mensistesis dan mensekresikan vitelogenin ke dalam darah. Data histologi menunjukkan bahwa ikan patin siam mengalami perubahan dari diameter telur. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya masih pada tahap Immature sedangkan pada pada minggu ke-8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar 1,30±0,23 mm dengan TKG IV (mature) . Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu bahwa diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya masih pada tahap Immature sedangkan pada minggu ke-8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar 1,40±0,27 mm dengan TKG III (maturing). Kemudian pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 masih belum terbentuk telurnya dan tingkat kematangan gonadnya masih dalam tahap TKG I (Immature) dan 2 (Maturing). Menurut SNI (2000) diameter ikan patin sebesar 1,0-1,2 mm. Fekunditas pada telur ikan patin siam pada setiap perlakuan memiliki perbedaan yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 214782±107539 butir/kg induk dan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 79433±59275 butir/kg induk. Perbedaan ini dikarenakan bahwa perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sudah memasuki tingkat kematangan gonad IV (mature) atau telah masak dan siap diovulasikan. Sedangkan pada tahap perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu telah memasuki tingkat kematangan gonad III (maturing) dan masih dalam proses ke tahap tingkat kematangan gonad selanjutnya. Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 19 minggu tidak terdapat fekunditas dikarenakan telur belum terbentuk atau tersedia. Menurut SNI (2000) Fekunditas ikan patin siam sebesar 120.000-200.000 butir/kg induk. Pemberian hormon OODEV yaitu kombinasi PMSG dan antidopamin yang terbaik terdapat pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu karena menghasilkan nilai GSI dan HSI yang signifikan dengan perlakuan lain. Nilai GSI pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu meningkat dari minggu ke-0 sampai ke-8 peningkatan mencapai 4,35% dan pada nilai HSI terjadi penurunan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-8 mencapai 0,02% artinya proses vitelogenesis pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sudah berhenti mencapai batas untuk siap dipijahkan. Kinerja hormon OODEV (Oocyte Developer) yaitu kombinasi PMSG dan antidopamin dalam pematangan gonad disebabkan pengaruh kinerja enzim aromatase yang meningkat sehingga pegubahan testosteron menjadi estradiol 17-βakan semakin cepat (Putra 2013). Menurut Nagahama et al (1991) menyatakan bahwa pemberian PMSG dapat menigkatkan aktivitas aromatase pada folikel. Enzim P450aromatase berperan penting dalam suatu proses vitelogenesis pada ikan. Aktivitas aromatase meningkat dan tinggi pada proses folikel selama vitelogenesis dan menurun saat folikel mencapai pematangan akhir (Young et al 1983). Proses pengaruh PMSG dan antidopamin terhadap estradiol menurut Nagahama (1983), hormon FSH yang terdapat pada PMSG akan merangsang otak (hipotalamus) untuk memproduksi GnRH dan antidopamin akan memblok kinerja dopamin yang terdapat pada hipotalamus sehingga produksi GnRH meningkat, dan merangsang pituitari mensistesis FSH endogenous lebih banyak. Fungsi lain hormon FSH eksogenous dari hormon PMSG akan meningkatkan konsentrasi FSH yang akan bekerja pada organ target yaitu gonad. Pada organ target, FSH akan masuk menuju sel teka dan merangsang gonad untuk mensitesis testosterone, kemudian testosterone akan masuk ke dalam sel granulose sehingga menjadi proses pengubahan testosterone menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase. Pemberian hormon OODEV melalui pakan selama 4 minggu pemasukan penjualan larva maupun benih ukuran 1 inci lebih baik dari tanpa menggunakan OODEV. Hormon OODEV dapat mempercepat pematangan gonad sehingga dalam satu tahun induk dapat memijah sebanyak 4 kali sedangkan tanpa OODEV induk hanya dapat memijah satu kali dalam setahun. Oleh karena itu pemasukan penjualan larva dan benih ukuran 1 inci dalam satu tahun dapat mencapai Rp 2.000.000 dan ukuran benih 1 inci mencapai Rp 32.000.000. kemudian apabila tanpa menggunakan OODEV pemasukan penjualan larva hanya Rp 500.000 per tahun dan benih ukuran 1 inci Rp 8.000.000 per tahun. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian hormon OODEV melalui pakan untuk pematangan gonad ikan patin siam yang paling baik adalah pada dosis OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dalam jumlah pakan dengan FR 2%. Pemberian hormon OODEV melalui pakan dapat mempercepat pematangan gonad ikan patin siam. Dosis 0,25 ml/kg ikan/2 20 minggu pemberian hormon OODEV yang melalui pakan selama 4 minggu dapat mempercepat pematangan gonad dalam waktu 8 minggu dengan stadia TKG IV. Saran Hormon OODEV dapat digunakan melalui pakan buatan dengan dosis 0,25 ml/kg ikan/2 minggu yang dicampurkan pada pakan dengan FR 2%. DAFTAR PUSTAKA [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2000. Induk ikan patin siam (Pangasius hpophthalmus) kelas induk pokok (Parent stock). Jakarta. Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan.Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama. Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Elis. 2003. Hubungan perubahan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) dengan ukuran ikan belut sawah Monopterus albus di Desa Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardjamulia A, R. Djajadiredja, S. Atmawinata dan B.Idris. 1981. Pembenihan ikan jambal (Pangasius sutchi) dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas (Cyprinus carpio L). Bull. Pen.Perikanan. 1 (2): 183-190. Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Departement of Fish Cultureand Fisheries. Wageningen Agricultural University. Wageningen.Netherlands. p; 57-122. Indriastuti CE. 2000. Aktivasi sintesis Vitelogenin pada proses rematurasi ikan jambal siam (Pangasius hypophthalmus F). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Rekapitulasi Produksi Benih Nasional. [diunduh 2014 Mei 1]. http://perbenihan-budidaya.kkp.go.id Lestari C. 2013. Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) Dengan Menggunakan Premiks Hormon. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A Mechanism for The Action Pregnant Mare Serum Gonadotropin on Aromatase Activity in The Ovarian Follicle of The Medaka, Oryzias latipes. J. Exp. Zool. 259: 53-58, Jepang Nagahama Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonads. P. 223-275. In W. S. Hoar, D.J. Randall dan E.M. Donaldson (Eds) Fish physiology. Volume IX B. Academic Press, Inc. Putra WKA. 2013. Induksi Maturasi Belut Sawah (Monopterus albus) secara Hormonal. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Samara SH. 2010. Rekayasa Rematurasi Ikan Patin Siam Pangasionodon hypophthalmus Dengan Penyuntikan Hormon PMSG dan HCG Serta Penambahan Vitamin Mix 300 mg/kg Pada Pakan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 21 Siregar M. 1999. Stimulasi gonad bakal induk betina ikan jambal siam P.hypophthalmus dengan hormon HCG. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukendi. 2008. Peran Biologi Reproduksi Ikan dalam Bioteknologi Pembenihan. Riau (ID): Universitas Riau. Surnama A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin Pangasius hypophthalmus. Sukabumi (ID): BPBAT Sukabumi. Tyler CR, J.P.Sumpter dan P.M.Campbell. 1991. Uptake of vittelogenesis into oocyte during early vittelogenic in the rainbouw trout Omchorincus mykiss W.J fish. Biol. 38:681-689. Umar B. 2013. Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus albus Menggunakan Kombinasi Hormon Gonodotropin dan Antidopamin 10 ppm. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Young. G, Kagawa H, Nagahama Y. 1983. Evidence Lor a Decrease in Aromatase Activity in The Ovarian Granulosa Cells of Amago Salmon (Oncorhynchus rhodurus) Associated with Final Oocyte Maturation. Bioi.Reprod. 29: 310315. 22 LAMPIRAN Lampiran 1. Skema wadah pemeliharaan ikan patin siamPangasianodon hypophthalmus A Keterangan: B C A: Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu B:Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu C:Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu Lampiran 2 Analisis statistik pertambahan bobot mutlak (kg) ikan patin siam Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu a. Deskriptif Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata 0 ml 0,6 0,4 0,2 0,2 0,5 0,5 0,1 0,6 0,39± 0,20 Perlakuan 0,25 ml 1 1,5 1,6 0,2 1,1 0,6 0,1 1 0,89± 0,55 0,5 ml 2,3 0,6 0,7 2,1 2,3 0,6 0,5 0,4 1,19± 0,87 23 b. Anova Sumber Keragaman JK DB KT F P Perlakuan 2,613 2 1,307 3,552 0,047 Sisa 7,726 21 0,368 Total 10,340 23 P<0,05,berarti perlakuan pemberian hormon berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot mutlak ikan patin siam c. Uji Tukey α = 0,05 Perlakuan 1 2 3 N a 8 8 8 0,3875 0,8875 P b 0,8875 1,1875 0,248 0,592 Lampiran 3 Analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan ikan patin siam Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0, ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu a. Deskriptif Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata b. 0 ml 6 3 2 2 1 1 1 4 2,50± 1,77 Anova Sumber keragaman Perlakuan Sisa Total Perlakuan 0,25 ml 4 8 1 2 9 6 3 4 4,63± 2,83 0,5 ml 1 2 2 2 2 4 9 2 3,00± 2,56 JK DB KT F P 19,750 123,875 143,625 2 21 23 9,875 5,899 1,674 0,212 P>0,05, berarti perlakuan pemberian hormontidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan patin siam 24 c. Uji Tukey Perlakuan 1 2 3 α = 0,05 A 2,5000 3,0000 N 8 8 8 4,6250 P 0,211 Lampiran 4 Analisis statistik Specific Growth Rate (%) ikan ikan patin siam Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu a. Deskriptif Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata Perlakuan 0,25 ml 0,48 0,67 0,71 0,11 0,63 0,30 0,08 0,48 0,43± 0,25 0 ml 0,26 0,18 0,08 0,09 0,26 0,28 0,04 0,38 0,20± 0,12 b. Anova Sumber keragaman Perlakuan Sisa Total 0,5 ml 0,94 0,31 0,32 1,03 1,10 0,29 0,26 0,18 0,55± 0,39 JK DB KT F P 0,529 1,605 2,134 2 21 23 0,264 0,076 3,460 0,050 P≤0,05, berarti perlakuan pemberian hormon berpengaruh nyata terhadap Specific Growth Rate ikan patin siam c. Uji Tukey α = 0,05 Perlakuan 1 2 3 N A 8 8 8 0,1962 0,4325 B 0,4325 0,5538 P 0,225 0,660 P 0,248 0,334 25 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang tanggal 16 Juni 1992 dari bapak Dodi Sudenda dan ibu Antessa. Penulis merupakan anak kedua dari dua saudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Sukamandi Jaya (1998-2004), SMPN 2 Ciasem (2004-2007), dan SMAN 1 Ciasem (2007-2010). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus di FKM-C sebagai Anggota Divisi Cerdas 2011/2012, asisten Fisiologi dan Reproduksi Organisme Akuatik 2012/2013. Lomba yang pernah dimenangkan penulis antara lain, sebagai juara 1 lomba akuaskap 2011, Pedanaan PKM-P DIKTI 2013 dan melaksanakan magang pada tahun 2011 di BPBAT Cijengkol Subang, magang pada tahun 2012 di BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat dan BPBIAT Wanayasa Purwakarta, Jawa Barat. Praktik Lapangan Akuakultur pada tahun 2013 di BPBAT Cijengkol Subang, Jawa Barat dengan judul “Pembenihan Ikan Patin Siam Pangasianodon hypothalmus Di Balai Perkembangan Budidaya Air Tawar Cijengkol, Subang” Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan menyusun skripsi yang berjudul “Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal menggunakan OODEV Hormonal melalui Pakan Selama 4 Minggu”