INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN

advertisement
INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL
MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN
SELAMA 4 MINGGU
ARMAN DEA NUGRAHA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin
Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal Menggunakan OODEV
melalui Pakan Selama 4 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Arman Dea Nugraha
NIM C14100043
ABSTRAK
ARMAN DEA NUGRAHA. Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal menggunakan OODEV melalui
Pakan Selama 4 Minggu Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan
HARTON ARFAH.
Produksi benih ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) sangat
terbatas dan tidak tersedia secara kontinyu, karena reproduksi ikan patin hanya
dapat dipijahkan pada musim hujan dan memerlukan waktu 4-6 bulan untuk dapat
dipijahkan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses
pematangan gonad. Pematangan gonad dapat digunakan dengan penerapan
rekayasa hormonal menggunakan OODEV. Premix hormon OODEV terdiri dari
PMSG (pregnant mare serum hormone) dan antidopamin. Hormon OODEV
dicampurkan ke dalam pakan dengan jumlah pakan sebanyak FR 2% dari bobot
tubuh ikan. Perlakuan yang diuji dalam penelitian ini adalah perlakuan OODEV
0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Penelitian ini dilakukan dengan cara
memberikan pakan hormon dengan FR 2%/hari dengan waktu pemberian 2 kali
sehari. Pemberian pakan hormon dilakukan selama 4 minggu setelah itu
dilanjutkan pemberian tanpa hormon selama 4 minggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan OODEV dapat mempercepat
kematangan gonad ikan patin. Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kematangan gonad dari kedua
perlakuan mencapai 100%, sedangkan pada pelakuan kontrol OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu tingkat kematangan gonad mencapai 38%. Histologi gonad pada
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu menunjukkan bahwa gonad sudah
mencapai tahap mature dengan stadia TKG IV, sedangkan perlakuan OODEV 0,5
ml/kg ikan/2 minggu menunjukkan bahwa gonad sudah mencapai tahap mature
dengan stadia TKG III. Sementara perlakuan kontrol OODEV 0 ml/kg ikan/2
minggu menunjukkan gonad masih tahap maturing dengan stadia TKG II.
Pemberian OODEV melalui pakan dengan dosis 0,25 ml/kg ikan/2 minggu selama
4 minggu dapat menginduksi pematangan gonad ikan patin siam hingga stadia
TKG IV (mature) dalam waktu 8 minggu. Hasil penelitian ini memberikan
harapan penyediaan benih ikan patin siam secara kontinyu sepanjang tahun.
Kata kunci: Pangasianodon hypophthalmus, kematangan gonad, hormon OODEV
ABSTRACT
ARMAN DEA NUGRAHA. Induction of gonads maturation at Siamese Catfish
Pangasianodon hypophthalmus hormonally using OODEV through Feed For 4
Weeks. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH.
Production of seed Siamese catfish (Pangasianodon hypophthalmus) is
very limited and not available continuously, because catfish reproduction only be
cultivated in the rainy season and it takes 4-6 months to be spawning again.
Gonadal maturation can be used by application engineering using hormonal
OODEV. Premix OODEV hormone composed of PMSG (pregnant mare serum
hormone) and antidopamin. OODEV hormone mixed into the feed with the
amount of feed as much as FR 2% of fish body weight. The treatments tested in
this research is OODEV treatment 0 ml/kg fish/ 2 weeks, treatment OODEV 0.25
ml/kg of fish/2 weeks and treatment OODEV 0.5 ml/kg of fish/2 weeks. The
research was done by providing feed hormones to FR 2%/day with 2 times a day.
Hormone feeding for 4 weeks after that continued without hormones for 4 weeks.
The results showed that each hormone OODEV treatment may accelerate the
maturity of the gonads catfish. OODEV treatment 0.25 ml/kg of fish/2 weeks and
OODEV 0.5 ml/kg of fish/2 weeks the level of maturity of gonads of both
treatments reached 100%, while in the commission of control OODEV 0 ml/kg
fish/2 weeks gonad maturity level reaches 38%. Gonadal histology on treatment
OODEV 0.25 ml/kg of fish/2 weeks showed that the gonads have reached the
mature stage with stage TKG IV, whereas treatment OODEV 0.5 ml/kg of fish/2
weeks showed that the gonads have reached the mature stage by stage TKG III.
While the control treatment OODEV 0 ml/kg fish/2 weeks showed gonads still
maturing stage with stage TKG II. Giving OODEV through the feed at a dose of
0.25 ml/kg of fish/2 weeks for 4 weeks to induce gonadal maturation Siamese
catfish up to stadia TKG IV (mature) within 8 weeks. The results of this study
showed hope Siamese catfish seedstock continuously throughout the year.
.
Keyword: Pangasianodon hypophthalmus, gonad maturity, hormone OODEV
INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL
MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN
SELAMA 4 MINGGU
ARMAN DEA NUGRAHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama
NIM
:Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus secara Hormonal Menggunakan OODEV
melalui Pakan Selama 4 Minggu
:Arman Dea Nugraha
:C14100043
Disetujui oleh
Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Ir Harton Arfah, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus
secara Hormonal menggunakan OODEV melalui Pakan Selama 4 Minggu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Oman
Sudrajat, M.Sc dan Bapak Ir Harton Arfah, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak
Dodi Sudenda, SP, MM selaku kepala Balai BPBAT Cijengkol yang telah
memberikan izin penggunaan tempat serta fasilitas sehingga penelitian ini bisa
berjalan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahiman dan
Bapak Sarya dari teknisi Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Cijengkol
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Arman Dea Nugraha
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
METODE ............................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat ........................................................................................... 2
Rancangan Percobaan....................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 3
Parameter Pengamatan ..................................................................................... 5
Analisis Data .................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 8
Hasil................................................................................................................. 8
Pembahasan ................................................................................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 19
Kesimpulan .................................................................................................... 19
Saran .............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
LAMPIRAN ...................................................................................................... 22
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 25
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Kandungan nutrisi pelet vitality BS-990 ........................................................ 4
Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur ................................................... 5
Tingkat kematangan gonad ikan patin ........................................................... 7
Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus .............................................................................................. 8
5 Tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan
fekunditas ................................................................................................... 11
6 Hasil data kualitas air .................................................................................. 16
DAFTAR GAMBAR
1 Nilai pertambahan bobot mutlak ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus .............................................................................................. 9
2 Nilai pertumbuhan panjang mutlak ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus .............................................................................................. 9
3 Nilai Specipic Growth Rate ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus per Harinya ......................................................................... 10
4 Waktu tingkat kebuntingan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus. ........................................................................................... 11
5 Diameter telur ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ................... 12
6 Nilai Gonadosomatic Index ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus ............................................................................................ 13
7 Nilai Hepatosomatic Indeks ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus ............................................................................................ 13
8 Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberikan perlakuan hormon
pada minggu ke-0 ........................................................................................ 15
9 Histologi gonad ikan patin siam yang sudah diberikan perlakuan
hormon pada minggu ke-8 ........................................................................... 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Skema wadah pemeliharaan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus ............................................................................................ 22
2 Analisis statistik pertambahan bobot mutlak (kg) ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................... 22
3 Analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan ikan patin
siam Pangasianodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0
ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................... 23
4 Analisis statistik Specific Growth Rate (%) ikan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus dengan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu,
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV
0,5 ml/kg ikan/2 minggu ............................................................................. 24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus adalah salah satu komoditas
ungguIan kegiatan budidaya perairan yang memiliki prospek yang besar dalam
nilai ekonomis yang tinggi, baik tahap pembenihan maupun pembesaran. Ikan
patin siam adalah ikan introduksi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dari
Bangkok, Thailand sebagai komoditas budidaya yang berkembang dan
perkembangan ikan patin siam ini dari segi teknologi budidaya dikalangan
masayarakat mengalami peningkatan dari tahun 1990an (Surnama 2007).
Sementara salah satu instansi yang telah melakukan perkembangan budidaya ikan
patin adalah BPBAT Cijengkol yang menjadi pusat Catfish Center di Jawa Barat.
Perkembangan budidaya ikan patin di BPBAT Cijengkol mengalami berbagai
permasalahan dalam kegiatan pembenihan karena jumlah produksi benih yang
terbatas dan tidak tersedia secara kontinyu sepanjang tahun serta sulitnya
mendapatkan induk yang sudah matang gonad. Akibat permasalahan tersebut
pembudidaya ikan patin di kalangan masyarakat menjadi kesulitan dalam
mendapatkan benih ikan patin. Menurut KKP (2012) produksi ikan patin nasional
masih sangat rendah, produksi patin Indonesia pada tahun 2011 sekitar 229 ribu
ton dengan data produksi benih mecapai sekitar 541 juta ekor. Rendahnya
produksi ikan patin dikarenakan bahwa pemijahan ikan patin siam bersifat
musiman yaitu pada musim hujan antara bulan Oktober sampai April
(Hardjamulia et al. 1981). Hal ini dikarenakan induk yang sudah dikawinkan pada
bulan September dan berikutnya sampai akhir musim (April) masih belum
menunjukkan matang gonad.
Pematangan gonad ikan pada umumnya dapat dilakukan dengan sinyal
lingkungan seperti suhu, oksigen terlarut, cahaya, dan lain-lain yang masuk ke
dalam sistem syaraf otak dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan
melepaskan Gonadotrofin Releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar
pituitari. Selanjutnya pituitari melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan
mensitesis testoteron. Di lapisan granulosa, enzim aramotase akan mengubah
testosteron menjadi estradiol-17β yang merangsang hati mensistesis vitelogenin.
Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh folikel oosit dan oosit
membesar sampai ukuran maksimum yang dikenal dengan proses vitelogenesis
sehingga telur sudah berada dalam fase dorman yang siap dipijahkan (Nagahama
1983). Namun, sinyal lingkungan ini yang sering kali tidak diketahui atau tidak
dapat dikontrol di wadah budidaya sehingga merekayasa hormon sangat
diperlukan. Perangsangan pematangan kembali gonad ikan patin di luar musim
pemijahan dengan menggunakan hormon diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan ketersedian benih ikan patin diluar musim pemijahan.
Rekayasa hormon pada perkembangan gonad dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa kombinasi hormon seperti PMSG (pregnant mare serum
gonadtropin), hCG (human chorionic gonadotropin), dan GtH (gonadotropin
hormon) serta dapat menggunakan senyawa Antidopamin. Berikut hasil penelitian
yang pernah menggunakan hormon-hormon tersebut melalui penyuntikan sebagai
upaya untuk menginduksi kematangan gonad, antara lain Samara (2010) berhasil
2
melakukan rematurasi pada patin hingga mencapai pematangan gonad 100% yang
menggunakan kombinasi PMSG 20 IU/kg ikan + hCG 10 IU/kg ikan dan
ditambahkan Vitamin Mix 300 mg/kg ikan melalui pakan, selain itu Lestari (2013)
menggunakan kombinasi hCG 20 IU/kg sidat + Antidopamin 10 mg/kg sidat
berhasil melakukan rematurasi pada sidat mencapai perkembangan gonad 100%
dan pada penelitian Umar (2013) dengan menggunakan hormon OODEV yaitu
kombinasi hormon PMSG 10 IU/kg belut + Antidopamin 10 ppm berhasil
melakukan rematurasi pada belut yang mencapai pematangan gonad 70%.
Percobaan penelitian pematangan gonad pada ikan dengan hormon OODEV
(Oocyte Developer), pada umumnya menggunakan melalui aplikasi penyuntikan
yang telah berhasil mempercepat kematangan gonad pada ikan. Akan tetapi
pematangan gonad melalui pakan belum ada yang pernah mencoba untuk
melakukannya. Oleh karena itu pematangan gonad pada percobaan penelitian kali
ini akan menggunakan hormon OODEV melalui pakan yang diharapkan mampu
mempercepat kematangan gonad pada ikan tersebut. Hormon OODEV adalah
kombinasi hormon PMSG dan senyawa Antidopamin. PMSG (pregnant mare
serum gonadotropin) adalah serum dari kuda hamil yang mengandung
Gonadotropin berupa follicle stimulating hormone (FSH) dan sedikit luteinizing
hormone (LH). PMSG yang mengandung FSH akan merangsang terjadinya
lonjakan kadar GnrH yang selanjutnya akan mempengaruhi pituitary untuk
memproduksi gonadotropin (Bolamba et al 1992 dalam Lestari 2013).
Antidopamin adalah bahan kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin
sedangkan dopamin adalah bahan kimia yang menghambat pelepasan hormon dari
pituitari dan juga menghambat pituitari dalam merespon penyuntikan LHRHa.
Anti dopamin yang terkandung dalam ovaprim berfungsi untuk memblok
dopamin sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin, meningkatkan respon
pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat penetasan telur
(Nandeesha et al 1991 dalam Lestari 2013). Oleh karena itu dengan penggunaan
hormon OODEV melalui pakan selama 4 minggu diharapkan mampu untuk
meningkatkan dan mempercepat kematangan gonad ikan patin sehingga dapat
menghasilkan produksi benih ikan patin siam ini dengan lebih efektif dan efisien
menghasilkan benih yang berkualitas serta permintaan benih sesuai dengan yang
diinginkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari data hasil pematangan gonad dan
peranan pemberian hormon melalui pakan selama 4 minggu pada ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai bulan April
2014 di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol, Jawa
Barat untuk pemeliharaan ikan uji dan perlakuan. Pembuatan hormon OODEV
dilakukan di Laboratorium reproduksi dan genetika Ikan, Departemen Budidaya
3
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor dan
pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut pertanian Bogor.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan pemberian hormon OODEV melalui
pakan komersial selama 4 minggu dengan satu perlakuan kontrol tanpa hormon
OODEV melalui pakan. Rancangan perlakuan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian pakan tanpa mengandung hormon OODEV 0 ml/kg ikan/2
minggu: (OODEV 0 ml)
2. Pemberian pakan yang mengandung hormon OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu: (OODEV 0,25 ml)
3. Pemberian pakan yang mengandung hormon OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu: (OODEV 0,5 ml)
Prosedur Penelitian
Persiapan Wadah
Tahap awal sebelum dilakukannya percobaan penelitian ini adalah persiapan
wadah. Wadah yang digunakan adalah kolam tanah yang diberi sekat bambu
dengan ukuran (6x5x1,5) m. Persiapan wadah meliputi kegiatan pengeringan
dasar kolam, pembersihan dan rehabilitasi, pemasangan sekat bambu, dan
pengisian air. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari untuk membuang gas-gas
beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian dilakukan pembersihan dan
rehabilitasi kolam selama 1 hari. Pemasangan sekat bambu dilakukan selama 2
hari yaitu memasang bambu pagar di kolam sebanyak 3 kolom, yaitu kolom
kontrol perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg
ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Kemudian
dilakukan pengisian air yang berasal dari sungai cijengkol setinggi 1,2 m dan
diendapkan selama 1 hari untuk kolam siap ditebarkan induk percobaan.
Ikan Patin
Pemilihan induk ikan patin meliputi kegiatan seleksi induk, pengangkutan
dan penebaran induk ikan patin. Induk ikan patin siam yang berada di BPBAT
Cijengkol berasal dari Jambi dan produksi balai sendiri. Seleksi induk ikan patin
dilakukan dengan memilih induk betina dengan bobot 3-4 kg, panjang 60-74 cm
dan umur 1-2 tahun, kemudian yang belum matang gonad dan belum mengalami
ovulasi. Induk diambil dari kolam stok di Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar (BPBAT) Cijengkol, Jawa Barat. Kemudian dilakukan pengangkutan
dengan menggunakan kolam yang di isi air sebanyak 30 liter dan dicampur
dengan permanganat kalium (PK) sebanyak 3 gram. Penebaran induk patin di
kolam percobaan penelitian sebanyak 8 ekor untuk masing-masing perlakuan,
yaitu perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg
ikan/ 2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Setelah dipilih,
induk dimasukkan ke dalam kolam percobaan berukuran (20x30x1,5) m yang
telah diberi label sebelumnya.
4
Pembuatan Pakan Hormon
Pakan yang digunakan dalam pembuatan pakan hormon adalah pakan
induk komersial Cargil Vitality BS-990 yang memiliki kandungan nutrisi yang
baik (Tabel 1). Hormon OODEV dicampurkan ke dalam pakan dengan jumlah
pakan sebanyak FR 2% dari bobot tubuh ikan. Sementara jumlah binder yang
digunakan adalah 5% dari bobot pakan. Binder mengandung 10% putih telur,
hormon OODEV sesuai perlakuan dan larutan fisiologis. Binder
dihomogenisasikan dengan mengaduk hormon hingga merata, lalu dimasukkan ke
dalam sprayer. Binder yang mengandung hormon lalu disemprotkan ke dalam
pakan secara merata dan pakan diangin-anginkan sampai kering, lalu disimpan
sampai waktu pemberian pakan.
Pemberian Pakan Hormon
Pakan yang diberikan adalah pakan komersial yang sudah dicampurkan
dengan hormon OODEV dengan perlakuan dosis OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu dan Perlakuan dosis OODEV 0,5 ml/kg ikan/ 2 minggu serta perlakuan
tanpa dosis OODEV 0 ml/kg ikan/ 2 minggu. Pakan hormon diberikan dengan FR
2%/hari dengan waktu pemberian 2 kali sehari yaitu pagi (pukul 07.00) dan sore
hari (pukul 16.00). Pemberian pakan berhormon dilakukan selama 4 minggu
setelah itu dilanjutkan pemberian tanpa hormon selama 4 minggu. Kandungan
nutrisi pakan komersial dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrisi pelet Vitality BS-990
No
Komposisi
1
Protein
2
Lemak
3
Abu
4
Serat Kasar
5
Kadar Air
6
Aflatoksin
7
Vitamin C
Kadar
Min 36-38%
Min 5-6%
Maks 10%
Maks 4%
Maks 11%
Maks 5 ppb
Min 3.000 ppm
Sumber: Cargil Vitality BS-990
Manajemen Kualitas Air
Sumber air yang digunakan berasal dari sungai Cijengkol. Air yang
mengalir di dalam saluran masuk ke dalam outlet dan keluar dari inlet secara
kontinyu, sehingga pergantian air dilakukan secara sirkulasi dan volume air tetap
dipertahankan. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari. Parameter yang
diukur adalah suhu, pH, dan DO. Pengukuran suhu menggunakan termometer,
pengukuran pH menggunakan pH-meter, dan pengukuran DO menggunakan DOmeter. Titik pengambilan sampel air pada inlet, outlet, dan di dalam sekat.
Parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur
Parameter
DO
Suhu
pH
Satuan
Alat Ukur
Mg/L
˚C
DO-meter
Termometer
Unit
pH-meter
Sampling dan Tagging
Sampling ikan dilakukan dengan menggunakan jaring yang berukuran
(6x4x1) m. Sampling dilakukan 2 minggu sekali untuk mengamati tingkat
kematangan gonad pada ikan patin. Setelah itu ikan ditimbang bobot tubuhnya
dan diukur panjang totalnya, serta memeriksa perkembangan telur dalam gonad
dengan menggunakan kateter. Ikan patin ditagging dengan cara mengikat pita
berwarna pada pangkal ekornya.
Pengambilan Sampel Gonad
Pembedahan dilakukan pada minggu ke- 0 di awal penelitian sebelum
diberikan perlakuan dan pada minggu ke-8 di akhir penelitian untuk mengambil
sampel gonad. Ikan yang akan dibedah sebanyak 3 ekor dari setiap perlakuan.
Sampel gonad yang digunakan untuk perhitungan indeks kematangan gonad
(IKG), histologi, dan perkembangan gonad ikan. Pembedahan dilakukan dengan
membedah ikan patin dari bagian lubang anus hingga operkulum secara melintang
kemudian diambil bagian gonadnya.
Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 2 bulan setengah, parameter yang diamati
meliputi pertambahan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, Specific
Growth Rate (SGR), tingkat kebuntingan, Gonadosomatic Index (GSI),
Hepatosomatic Indeks (HSI), fekunditas, diameter telur, dan histologi gonad.
Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)
Menurut Huisman (1987) nilai pertambahan bobot mutlak dihitung dengan
rumus :
PBM (kg) = Wt – W0
Keterangan :
PBM = Pertambahan bobot mutlak (kg)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (kg)
W0
= Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (kg)
Pertumbuhan Panjang Mutlak (PPM)
Menurut Effendie (1979) nilai pertumbuhan panjang mutlak dihitung
dengan rumus :
PPM (cm) = Lt – Lo
Keterangan :
PPM
Lt
L0
= Pertambahan bobot mutlak (cm)
= Panjang rata-rata ikan pada akhir penelitian (cm)
= Panjang rata-rata ikan pada awal penelitian (cm)
6
Specific Growth Rate (SGR)
Menurut Huisman (1987) nilai Specific Growth Rate dihitung dengan
rumus:
SGR =
Keterangan :
[
]
-1 x 100%
= Specific Growth Rate (%)
= Bobot rata-rata Induk pada hari ke-t (kg)
= Bobot rata-rata induk awal (kg)
= Waktu (70 hari)
SGR
Wt
W0
t
Tingkat Kebuntingan
Tingkat kebuntingan ikan didapatkan berdasarkan keberadaan gamet betina
dalam ovarium yang dibedah selama pemeliharaan.Pengamatan kebuntingan
diawali pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 yang dibedah sebanyak 3 ekor setiap
perlakuan.Berdasarkan Bahri (2000) dalam Elis (2003) tingkat kebuntingan
merupakan persentase perbandingan antara ikan yang telah memiliki gamet
dengan jumlah ikan secara keseluruhan.
Tingkat kebuntingan
100%
=
Gonadosomatic Index (GSI) atau Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Menurut Crim and Glebe (1990) dalam Indriastuti (2002) GSI atau IKG
dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan
dengan rumus:
GSI
100%
=
Keterangan : GSI = Indeks kematangan Gonad (%)
BG = bobot gonad (g)
Bt = bobot tubuh (g)
Hepatosomatic Indeks (HSI)
Menurut Busacker et al (1990) dalam Indriastuti (2002) HSI dihitung
berdasarkan perbandingan antara bobot hepatopangkreas dengan bobot tubuh ikan
dengan rumus:
HSI
( )
=
( )
100%
Fekunditas Gonad
Menurut Effendie (1997) fekunditas dihitung berdasarkan perbandingan
antara bobot gonad dengan bobot sampel telur dikalikan jumlah telur sampel ikan
dengan rumus:
Fekunditas
=
( )
( )
ℎ
(
)
7
Diameter Telur
Menurut Samara (2010) diameter telur adalah panjang garis tengah telur
sebelum dibuahi untuk menilai kematangan telur yang diukur pada mikroskop,
kemudian dikoversi dengan faktor konversi dari pembesaran yang digunakan
dengan rumus:
Diameter Telur =
1
Histologi Gonad
Histologi digunakan untuk menguji pengaruh rangsangan hormonal
terhadap perkembangan gonad (ovari). Tahapan dalam histologi adalah fixation,
decalcification, bleaching, embedding, sectioning, staining, dan mounting.
Histologi digunakan dengan cara mengambil telur ikan patin pada minggu ke-0
dan minggu ke-8. Sebelum dihistologi gonad direndam dalam botol sampel
menggunakan larutan fiksasi Buffer Normal Formalin (BNF) selama 24 jam
kemudian larutan dibuang dan diganti dengan larutan alkohol 70% agar gonad
dapat disimpan. Histologi gonad dapat menunjukkan tingkat kematangan gonad
(TKG) yang tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Tingkat kematangan gonad ikan patin
TKG
I (Immature)
MORFOLOGI
Ovari kecil dan halus seperti benang,warna
HISTOLOGI
Demonasi oleh oogonia berukuran
ovari merah muda, memanjang dirongga
7.5-12,5µm,inti sel besar.
perut.
II (Maturing)
III (Maturing)
Ukuran ovari bertambah besar, warna coklat
Oogania menjadi oosit ukuran 200-
muda, butira telur belum terlihat dengan mata
250µm,
telanjang
ksitoplasma berwana ungu.
Ukuran ovari relatif besar dan mengisi
Lumen berisi telur. ukuran oosit
hampir 1/3 rongga perut, butiran-bitiran telur
750-1125 µm,inti mulai tampak.
membentuk
kantung
terlihat jelas dan berwarna kuning muda.
V (Mature)
Gonad mengisi penuh rongga perut, semakin
ini terlihat jelas dan sebaran kuning
penjal dan warna bitiran telur kuning tua,
telur mendominasi oosit. Ukuran
butiran telur besarnya hampir sama dan
oosit 1300-1500 µm.
mudah dipisahkan, kantung tubulus seminifer
agak lunak.
Sumber: Siregar 1999
Analisis Data
Analisis data diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0. One Way
Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
interaksi antara perlakuan yang diberikan. Jika terdapat pengaruh perbedaan maka
dilanjutkan dengan uji tukey dengan taraf nyata α = 0,05 untuk mengetahui
perlakuan mana yang memberikan hasil tertinggi dan terendah. Parameter yang
menggunakan analisis data adalah pertambahan bobot mutlak, pertumbuhan
8
panjang mutlak dan specific growth rate. Sementara parameter tingkat
kebuntingan, gonadosomatic index, hepatosomatic indeks, fekunditas, diameter
telur, dan histologi gonad dibahas secara deskriptif.
Analisis Biaya
Analisis biaya didapatkan dengan cara membandingkan pendapatan hasil
pemijahan ikan patin siam yang berupa larva dan benih ukuran 1 inci yang
menggunakan hormon OODEV untuk mempercepat kematangan gonad per
kilogram induk dan tanpa menggunakan hormon OODEV dalam satu tahun.
Asumsi fekunditas, SR (survival rate), harga penjualan larva, dan benih
bersumber dari BPBAT Cijengkol, Subang. Dengan asumsi fekunditas 150.000
butir/kg induk, SR larva 67%, harga jual larva Rp 5,00/ekor, dan harga jual benih
1 inci Rp 80,00 ekor. Harga OODEV Rp 250.000,00/ampul (10 ml). frekuensi
pemijahan menggunakan OODEV 4 kali lebih sering disbanding yang
pematangan gonadnya tanpa menggunakan OODEV dalam 1 tahun sehinggga
pemasukan, penjualan larva maupun benih menggunakan OODEV lebih tinggi.
Analisis biaya dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4 Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus
Asumsi
Frekuensi pemijahan/tahun
Fekunditas
Larva (SR 67%)
Harga Larva
Larva
Benih
Kebutuhan hormon (4 kali pemijahan)
Kebutuhan hormon/tahun (4 kali
pemijahan)
Frekuensi Pemijahan
Biaya pengeluaran kebutuhan hormon
(%) pemasukan
Pemasukan per tahun
Larva
Benih 1 inci
Menggunakan OODEV
4 kali
150.000 butir/kg
100.000 ekor
Tanpa OODEV
1 kali
150.000 butir/kg
100.000 ekor
Rp 5
Rp 80
Rp 25.000
Rp 100.000
Rp 5
Rp 80
-
4 kali
5% (larva)
0.31 % (benih 1 inci)
1 kali
-
Rp 2.000.000
Rp 32.000.000
Rp 500.000
Rp 8.000.000
Berdasarkan Tabel 4 bahwa ikan patin siam dengan menggunakan
OODEV dapat mempercepat kematangan gonad sehingga hasil pemijahan ikan
patin siam dalam pemasukan penjualan larva dalam 1 tahun dapat mencapai Rp
2.000.000 dan benih 1 inci mencapai Rp 32.000.000. Bila dibandingkan dengan
tanpa menggunakan OODEV pemasukan penjualan larva hanya Rp 500.000 dan
Rp 8.000.000 per tahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertambahan Bobot Mutlak
Ikan patin yang dipelihara selama 8 minggu memiliki nafsu makan yang
cukup baik sehingga pertumbuhannya baik. Nilai pertambahan bobot mutlak
(PBM) selama pemeliharaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pertambahan bobot mutlak (%)
9
2.40
2.20
2.00
1.80
1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
1,19± 0,87b
0,89± 0,55ab
0,39± 0,18a
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 1 Nilai Pertambahan Bobot Mutlak Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan ratarata±standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan signifikan
dari analisis ragam antar perlakuan.
Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 1 bahwa pada perlakuan
OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,89± 0,55ab% tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar
1,19±0,87 b%. Namun pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar
0,39± 0,18a% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 1,19±0,87 b% yaitu bahwa hormon dengan perlakuan OODEV 0,5
ml/kg ikan/2 minggu dapat mempengaruhi pertambahan bobot mutlak ikan patin
siam.
Pertambahan panjang mutlak (%)
Pertumbuhan Panjang Mutlak
Ikan patin siam yang dipelihara 8 minggu ternyata menghasilkan
pertumbuhan yang cukup baik. Nilai pertumbuhan panjang mutlak (PPM) selama
pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2.
4,63±2,83a
8.00
7.00
3,00±2,56a
6.00
5.00
2,50±1,77a
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 2 Nilai Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan ratarata±standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan signifikan
dari analisis ragam antar perlakuan.
10
Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 2 bahwa pada perlakuan
OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 2,50±1,77a%, Perlakuan OODEV 0,25
ml/kg ikan/2 minggu sebesar 4,63±2,83 a dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 3,00±2,56a tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu bahwa pemberian
hormon OODEV tidak mempengaruhi pertumbuhan panjang mutlak.
Specific Growth Rate (SGR)
Ikan patin siam yang dipelihara dalam waktu 8 minggu ternyata
mengalami pertumbuhan cukup baik dalam per harinya. Nilai Specific Growth
Rate (SGR) ikan patin siam per harinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
0,55±0,39b
Specific Growth Rate (%)
0.70
0,43±0,25ab
0.60
0.50
0.40
0.30
0,20±0,12a
0.20
0.10
0.00
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 3 Nilai Laju Pertumbuhan Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus per Harinya. Keterangan: Nilai yang tertera merupakan
rata-rata ± standar deviasi; Huruf superscript menunjukkan perbedaan
signifikan dari analisis ragam antar perlakuan.
Berdasarkan analisis ragam pada Gambar 3 bahwa pada perlakuan OODEV
0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,43± 0,25 ab% tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,55±0,39 b%. Namun
pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,20± 0,12a% berbeda
nyata (P<0,05) dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar
0,55±0,39 b% yaitu bahwa hormon dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/ 2
minggu dapat mempengaruhi specific growt rate ikan patin siam per harinya.
Tingkat Kebuntingan, Tingkat Kematangan Gonad, Diamter Telur dan
Fekunditas
Data hasil penelitian mengenai parameter tingkat kebuntingan, tingkat
kematangan gonad, diameter telur dan fekunditas dapat dilihat pada Tabel 5
sebagai berikut.
11
Tabel 5 Tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan
fekunditas
Perlakuan
n
1. 0 ml/kg ikan/2
minggu
2. 0,25 ml/kg
ikan/2 minggu
3. 0,5 ml/kg
ikan/2 minggu
8
Induk bunting minggu
ke-(ekor) dan TKG
0
8
1 (Im)
2 (Mi)
Ʃ Induk
bunting
(ekor)
3
8
1 (Im)
8
1 (Im)
38%
Diameter
Telur
(mm)
0
Fekunditas
(butir/kg bobot
induk)
0
4 (M)
8
100%
1,30±0,23
214782±107539
3 (M)
8
100%
1,40±0,27
79433±59275
TK
Keterangan TKG: Im: Immature Mi: Maturing M: Mature
Tingkat Kebuntingan (%)
Berdasarkan Tabel 5 bahwa tingkat kebuntingan selama pemeliharaan 8
minggu ikan patin siam meningkat jika dibandingkan awal pemeliharaan. Tingkat
kebuntingan yang diberi perlakuan terlihat bunting pada minggu ke-8 yaitu pada
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu tingkat kebuntingan sebesar 100% dengan tingkat kematangan gonad
sudah memasuki tahap Mature atau telah masak. Pada perlakuan OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu tingkat kebuntingannya sebesar 38% akan tetapi tingkat
kematangan gonad masih pada tahap Immature atau belum matang gonad. Waktu
tingkat kebuntingan pada ikan patin siam, pada minggu ke-0 ikan patin tidak ada
yang bunting, kemudian pada minggu ke-2 ikan patin ada yang bunting pada
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 63% dan perlakuan
OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 88%, pada minggu ke-4 ikan patin pada
perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2sebesar 13%, perlakuan OODEV 0,5 ml/kg
ikan/2 minggu sebesar 100% dan perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
sebesar 88%. Pada minggu ke-6 dan ke-8 pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2
minggu (tanpa OODEV) sebesar 38%, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 100% dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu sebesar
100%. Waktu tingkat kebuntingan dapat dilihat pada Gambar 4.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
88
88
100100
100100
63
38
38
OODEV 0 ml
OODEV 0,25 ml
OODEV 0,5 ml
13
0 0 0
ke-0
0
ke-2
ke-4
ke-6
ke-8
Waktu (minggu ke-)
Gambar 4 Waktu Tingkat Kebuntingan Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus.
12
Diameter telur pada ikan patin siam berdasarkan pada Tabel 5 ternyata
pada setiap perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5
ml/kg/2 minggu mengalami perbedaan yaitu dapat dilihat secara berturut-turut
sebesar 1,30±0,23 mm dan 1,40±0,27 mm. Sedangkan pada perlakuan OODEV 0
ml/kg ikan/2 minggu diameter telur tidak ada karena telur pada perlakuan tanpa
OODEV belum terbentuk (Gambar 5).
1.8
1,30±0,23
Diameter Telur (mm)
1.6
1,40±0,27
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 5 Diameter Telur Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus
Berdasarkan Tabel 5 fekunditas pada telur ikan patin siam pada setiap
perlakuan memiliki perbedaan yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 214782±107539 dan pada perlakuan OODEV
sebesar
79433±59275. Perbedaan ini dikarenakan bahwa perlakuan OODEV 0,25 ml/kg
ikan/ 2 minggu sudah memasuki tingkat kematangan gonad IV (mature) atau telah
masak dan siap diovulasikan. Sedangkan pada tahap perlakuan OODEV 0,5 ml/kg
ikan/2 minggu telah memasuki tingkat kematangan gonad 3 (mature) dan masih
dalam proses ke tahap tingkat kematangan gonad selanjutnya. Perlakuan OODEV
0 ml/kg ikan/2 minggu tidak terdapat fekunditas dikarenakan telur belum
terbentuk atau tersedia.
Gonadosomatic Index (GSI)
Gonadosomatic Index (GSI) merupakan nilai yang mempresentasikan
kematangan gonad ikan patin siam. Perubahan GSI diamati pada minggu ke-0 dan
minggu ke-8. Perubahan GSI tertinggi seperti terlihat pada Gambar 6 yaitu pada
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu. Nilai GSI perlakuan OODEV pada
minggu ke-0 yaitu sebesar 0,87% kemudian terus meningkat hingga minggu ke-8
sebesar 5,22%. hal tersebut terjadi juga pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan2
minggu yang pada minggu ke-0 sebesar 0,87% kemudian terus meningkat hingga
minggu ke-8 sebesar 1,74%. Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/ 2 minggu GSI
mengalami peningkatan juga yaitu pada minggu ke-0 sebesar 0,87% hingga
minggu ke-8 sebesar 1,09%. Nilai GSI pada ikan patin siam dapat dilihat pada
Gambar 6 sebagai berikut.
13
Gonadosomatic Index (%)
6
5.22
5
4
3
Mingggu ke-0
1.74
2
1.09
0.87
1
0.87
Minggu ke-8
0.87
0
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 6 Nilai Gonadosomatic Index Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus.
Hepatosomatic Indeks (HSI)
HSI merupakan sebuah nilai hepatosomatic yang secara tidak langsung
berkaitan langsung dengan penggunaan hormon perkembangbiakan pada ikan.
Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5
ml/kg ikan/2 minggu nilai HSI pada minggu ke-0 sebesar 0,09% dan pada minggu
ke-8 nilai HSI pada kedua perlakuan tersebut sama sebesar 0,07%. Nilai HSI pada
perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu pada minggu ke-0 sebesar 0,09%
kemudian nilai HSI naik pada minggu ke-8 sebesar 0,12%. Nilai HSI dapat dilihat
pada Gambar 7 sebagai berikut.
Hepatosomatic Indeks (%)
0.14
0.12
0.12
0.1
0.09
0.09
0.09
0.07
0.08
0.07
0.06
Mg ke-1
0.04
Mg ke-8
0.02
0
0
0,25
0,5
OODEV (ml/kg ikan/2 minggu)
Gambar 7 Nilai Hepatosomatic Indeks Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus.
14
Histologi Gonad
Histologi gonad merupakan suatu pengamatan yang dilakukan pada gonad
ikan patin siam pada minggu ke-0 sebelum pemberian pakan hormon (Gambar 8)
dan minggu ke-8 sesudah diberikan pakan hormon (Gambar 9). Data histologi
menunjukkan bahwa ikan patin siam mengalami perubahan dari diameter telur.
Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam
pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya dan masih tahap Immature
sedangkan pada pada minggu ke-8 diameter telurnya mengalami peningkatan
sebesar 1,30±0,23 mm dengan TKG IV (mature) . Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg
ikan/2 minggu bahwa diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih
belum terbentuk telurnya masih pada tahap Immature sedangkan pada minggu ke8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar 1,40±0,27mm dengan TKG 3
(Mature). Sementara pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu diameter
telur ikan patin siam pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 masih belum terbentuk
telurnya dan tingkat kematangan gonadnya masih dalam tahap TKG I (Immature)
dan 2 (Maturing). Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberi perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 8 dan sudah diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.
OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu
IM
IM
1cm
OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
IM
IM
1cm
15
OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu
IM
IM
1cm
Gambar 8 Histologi gonad ikan patin siam sebelum diberikan perlakuan hormon
pada minggu ke-0; IM = Immature
OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu
MI
IM
M
1cm
OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
M
1cm
M
16
OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu
M
M
1cm
Gambar 9 Histologi gonad ikan patin siam yang sudah diberikan perlakuan
hormon pada minggu ke-8. Keterangan: Im = Immature, Mi = Maturing
dan M = Mature
Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian adalah suhu, pH dan
DO. Hasil kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 6 Hasil data kualitas air
Parameter
DO
Suhu
pH
Perlakuan
Satuan
mg/L
˚C
Unit
0 ml
0,25 ml
0,5 ml
3-4,6
3,5-4,6
3,4-4,1
28-30
6,6-7,9
28-30
6,6-7,9
28-30
6,6-8
Nilai optimum
(SNI 01-6483.5-2002)
>4
25-30
6,5-8,5
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada Tabel 6 ternyata parameter
DO masih dalam kisaran optimum >4 mg/L dari masing-masing perlakuan yaitu
perlakuan OODEV 0 ml berkisar 3-4,6 mg/L , perlakuan OODEV 0,25 ml
berkisar 3,5-4,6 mg/L dan perlakuan OODEV 0,5 berkisar 3,4-4,1 mg/L.
Sementara parameter suhu dari masing-masing perlakuan bernilai sama yaitu
sebesar 28-30˚C dan masih dalam kisaran optimum 25-30˚C. kemudian pH masih
dalam kisaran optimum 6,5-8,5 dari masing-masing perlakuan yaitu perlakuan
OODEV 0 ml berkisar 6,6-7,9 , perlakuan OODEV 0,25 ml berkisar 6,6-7,9 dan
perlakuan OODEV 0,5 berkisar 6-6,8.
Pembahasan
Ikan patin yang dipelihara selama 8 minggu mengalami pertambahan
bobot. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 nilai pertambahan bobot mutlak ikan
patin siam mengalami peningkatan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 1,19±0,87 b % yang berbeda nyata dengan perlakuan OODEV 0
ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,39±0,18 a % artinya hormon OODEV dapat
mempengaruhi pertambahan bobot mutlak ikan patin siam. Sedangkan pada
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar 0,89±0,55ab % tidak berbeda
17
nyata dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV
0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Ikan yang sudah menjadi induk pertumbuhan
somatiknya relatif lambat sehingga bila terjadi peningkatan bobot, pertambahan
bobotnya diasumsikan sebagai berat gonad yang ada dalam tubuh induk. Pada
umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan yang sedang matang gonad pada
induk betina mengalami peningkatan bobot 10-25% dari bobot tubuh awalnya
(Affandi dan Tang 2002).
Setelah pemberian hormon melalui pakan selama 4 minggu mengalami
perubahan bobot yang signifikan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu bila dibandingkan dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu
pada parameter SGR. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 yang
mengalami peningkatan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 sebesar
0,55±0,39 b % yang berbeda nyata dengan OODEV 0 ml/kg ikan/2 sebesar
0,20±0,12 a% artinya hormon OODEV dapat mempengaruhi laju pretumbuhan
harian induk ikan patin siam. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
sebesar 0,43±0,25ab% tidak berbeda nyata dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu. Menurut Samara
(2010) laju pertumbuhanan harian induk ikan patin siam bisa mencapai 0,712,19% dikarenakan bahwa induk ikan pertumbuhan somatiknya relatif lambat.
Sedangkan pada parameter pertumbuhan panjang mutlak setelah pemberian
hormon melalui pakan selama 4 minggu tidak mengalami perubahan yang
signifikan bila dibandingkan dengan kontrol.
Tingkat kebuntingan induk ikan patin dihitung secara visual dengan melihat
ciri-ciri induk yang matang gonad yaitu dengan melihat perutnya yang membesar
kearah anus serta terasa halus dan empuk ketika diraba, lubang urogenitalnya
bengkak dan berwarna merah tua. Tidak semua induk yang bunting telurnya siap
untuk dibuahi, beberapa induk saat dikanulasi telurnya masih muda, jumlahnya
sedikit dan bercampur air, atau bercampur darah. Berdasarkan hasil kanulasi pada
minggu ke-8 menunjukkan bahwa tingkat kebuntingan pada ikan patin siam untuk
setiap perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan OODEV 0,5 ml/kg
ikan/2 minggu terdapat telur 100% artinya semua induk perlakuan menunjukkan
kebuntingan. Pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu tingkat kebuntingan
induk ikan patin sebesar 38%. Berdasarkan hasil ini, pemberian hormon OODEV
yang dicampurkan pada pakan komersial dapat memepengaruhi pematangan
gonad pada ikan patin siam.
Menurut Effendie (2002) menyatakan nilai GSI akan semakin meningkat
nilainya dan akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Hal
tersebut serupa dengan nilai GSI pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu yang secara berturutturut memiliki kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu yaitu sebesar 4,35%
dan 0,87% (Gambar 6). Sedangkan pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2
minggu memiliki kenaikan juga akan tetapi hanya 0,22% peningkatannya. Dengan
demikian, hormon OODEV memberikan pengaruh terhadap kematangan gonad
terutama pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu yang menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Hal ini berbeda dengan nilai GSI perlakuan OODEV
0,5 ml/kg ikan/2 minggu yang meningkat hanya meningkat secara perlahan.
Berdasarkan hasil data penelitian nilai HSI pada perlakuan OODEV 0,25
ml/kg ikan/2 minggu dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu nilai HSI
18
pada minggu ke-0 sebesar 0,09% dan pada minggu ke-8 nilai HSI pada kedua
perlakuan mengalami penurunan sebesar 0,07%, penurunan ini diakibatkan oleh
proses vitelogenesis yang sudah mencapai tahap akhir dalam kematangan gonad
ikan patin siam. Sebaliknya nilai HSI pada perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2
minggu pada minggu ke-0 sebesar 0,09%, sementara nilai HSI naik pada minggu
ke-8 sebesar 0,12% artinya proses vitelogenesis masih berlangsung sehingga
belum terjadi kematangan gonad. Aktivitas pembentukan vitelogenin di hati
menyebabkan nilai GSI dan HSI ikan semakin meningkat, dimana peningkatan
nilai GSI dan HSI ini digunakan untuk menilai tingkat kematangan gonad pada
ikan (Sukendi 2008)
Pematangan gonad ikan pada umumnya dapat dilakukan dengan sinyal
lingkungan seperti suhu, oksigen terlarut, cahaya, dan lain-lain yang masuk ke
dalam sistem syaraf otak dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan
melepaskan Gonadotrofin Releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar
pituitari. Selanjutnya pituitari melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan
mensitesis testoteron. Di lapisan granulosa, enzim aramotase akan mengubah
testosteron menjadi estradiol-17β yang merangsang hati mensistesis vitelogenin.
Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh folikel oosit dan oosit
membesar sampai ukuran maksimum yang dikenal dengan proses vitelogenesis
sehingga telur sudah berada dalam fase dorman yang siap dipijahkan (Nagahama
1983). Proses Menurut Tyler et al (1998) vitelogenesis adalah proses induksi dan
sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol 17-β, serta penyerapan
vitelogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit secara berurutan dan teratur.
Sehingga hati merupakan organ yang memiliki protein-protein pengikat yang
sangat spesifik terhadap rangsangan hormonal tersebut dengan mensistesis dan
mensekresikan vitelogenin ke dalam darah.
Data histologi menunjukkan bahwa ikan patin siam mengalami perubahan
dari diameter telur. Pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu diameter
telur ikan patin siam pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya masih
pada tahap Immature sedangkan pada pada minggu ke-8 diameter telurnya
mengalami peningkatan sebesar 1,30±0,23 mm dengan TKG IV (mature) .
Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu bahwa diameter telur ikan patin siam
pada minggu ke-0 masih belum terbentuk telurnya masih pada tahap Immature
sedangkan pada minggu ke-8 diameter telurnya mengalami peningkatan sebesar
1,40±0,27 mm dengan TKG III (maturing). Kemudian pada perlakuan OODEV 0
ml/kg ikan/2 minggu diameter telur ikan patin siam pada minggu ke-0 dan minggu
ke-8 masih belum terbentuk telurnya dan tingkat kematangan gonadnya masih
dalam tahap TKG I (Immature) dan 2 (Maturing). Menurut SNI (2000) diameter
ikan patin sebesar 1,0-1,2 mm.
Fekunditas pada telur ikan patin siam pada setiap perlakuan memiliki
perbedaan yaitu pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sebesar
214782±107539 butir/kg induk dan pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu sebesar 79433±59275 butir/kg induk. Perbedaan ini dikarenakan bahwa
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sudah memasuki tingkat
kematangan gonad IV (mature) atau telah masak dan siap diovulasikan.
Sedangkan pada tahap perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu telah
memasuki tingkat kematangan gonad III (maturing) dan masih dalam proses ke
tahap tingkat kematangan gonad selanjutnya. Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2
19
minggu tidak terdapat fekunditas dikarenakan telur belum terbentuk atau tersedia.
Menurut SNI (2000) Fekunditas ikan patin siam sebesar 120.000-200.000 butir/kg
induk.
Pemberian hormon OODEV yaitu kombinasi PMSG dan antidopamin yang
terbaik terdapat pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu karena
menghasilkan nilai GSI dan HSI yang signifikan dengan perlakuan lain. Nilai GSI
pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu meningkat dari minggu ke-0
sampai ke-8 peningkatan mencapai 4,35% dan pada nilai HSI terjadi penurunan
dari minggu ke-0 sampai minggu ke-8 mencapai 0,02% artinya proses
vitelogenesis pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu sudah berhenti
mencapai batas untuk siap dipijahkan. Kinerja hormon OODEV (Oocyte
Developer) yaitu kombinasi PMSG dan antidopamin dalam pematangan gonad
disebabkan pengaruh kinerja enzim aromatase yang meningkat sehingga
pegubahan testosteron menjadi estradiol 17-βakan semakin cepat (Putra 2013).
Menurut Nagahama et al (1991) menyatakan bahwa pemberian PMSG dapat
menigkatkan aktivitas aromatase pada folikel. Enzim P450aromatase berperan
penting dalam suatu proses vitelogenesis pada ikan. Aktivitas aromatase
meningkat dan tinggi pada proses folikel selama vitelogenesis dan menurun saat
folikel mencapai pematangan akhir (Young et al 1983).
Proses pengaruh PMSG dan antidopamin terhadap estradiol menurut
Nagahama (1983), hormon FSH yang terdapat pada PMSG akan merangsang otak
(hipotalamus) untuk memproduksi GnRH dan antidopamin akan memblok kinerja
dopamin yang terdapat pada hipotalamus sehingga produksi GnRH meningkat,
dan merangsang pituitari mensistesis FSH endogenous lebih banyak. Fungsi lain
hormon FSH eksogenous dari hormon PMSG akan meningkatkan konsentrasi
FSH yang akan bekerja pada organ target yaitu gonad. Pada organ target, FSH
akan masuk menuju sel teka dan merangsang gonad untuk mensitesis testosterone,
kemudian testosterone akan masuk ke dalam sel granulose sehingga menjadi
proses pengubahan testosterone menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase.
Pemberian hormon OODEV melalui pakan selama 4 minggu pemasukan
penjualan larva maupun benih ukuran 1 inci lebih baik dari tanpa menggunakan
OODEV. Hormon OODEV dapat mempercepat pematangan gonad sehingga
dalam satu tahun induk dapat memijah sebanyak 4 kali sedangkan tanpa OODEV
induk hanya dapat memijah satu kali dalam setahun. Oleh karena itu pemasukan
penjualan larva dan benih ukuran 1 inci dalam satu tahun dapat mencapai Rp
2.000.000 dan ukuran benih 1 inci mencapai Rp 32.000.000. kemudian apabila
tanpa menggunakan OODEV pemasukan penjualan larva hanya Rp 500.000 per
tahun dan benih ukuran 1 inci Rp 8.000.000 per tahun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian hormon OODEV melalui pakan untuk pematangan gonad ikan
patin siam yang paling baik adalah pada dosis OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
dalam jumlah pakan dengan FR 2%. Pemberian hormon OODEV melalui pakan
dapat mempercepat pematangan gonad ikan patin siam. Dosis 0,25 ml/kg ikan/2
20
minggu pemberian hormon OODEV yang melalui pakan selama 4 minggu dapat
mempercepat pematangan gonad dalam waktu 8 minggu dengan stadia TKG IV.
Saran
Hormon OODEV dapat digunakan melalui pakan buatan dengan dosis 0,25
ml/kg ikan/2 minggu yang dicampurkan pada pakan dengan FR 2%.
DAFTAR PUSTAKA
[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2000. Induk ikan patin siam (Pangasius
hpophthalmus) kelas induk pokok (Parent stock). Jakarta.
Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan.Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Elis. 2003. Hubungan perubahan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad
(TKG) dengan ukuran ikan belut sawah Monopterus albus di Desa
Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hardjamulia A, R. Djajadiredja, S. Atmawinata dan B.Idris. 1981. Pembenihan
ikan jambal (Pangasius sutchi) dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa
ikan mas (Cyprinus carpio L). Bull. Pen.Perikanan. 1 (2): 183-190.
Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Departement of Fish
Cultureand
Fisheries.
Wageningen
Agricultural
University.
Wageningen.Netherlands. p; 57-122.
Indriastuti CE. 2000. Aktivasi sintesis Vitelogenin pada proses rematurasi ikan
jambal siam (Pangasius hypophthalmus F). [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Rekapitulasi Produksi Benih
Nasional. [diunduh 2014 Mei 1]. http://perbenihan-budidaya.kkp.go.id
Lestari C. 2013. Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) Dengan
Menggunakan Premiks Hormon. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A Mechanism
for The Action Pregnant Mare Serum Gonadotropin on Aromatase Activity
in The Ovarian Follicle of The Medaka, Oryzias latipes. J. Exp. Zool. 259:
53-58, Jepang
Nagahama Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonads. P. 223-275.
In W. S. Hoar, D.J. Randall dan E.M. Donaldson (Eds) Fish physiology.
Volume IX B. Academic Press, Inc.
Putra WKA. 2013. Induksi Maturasi Belut Sawah (Monopterus albus) secara
Hormonal. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Samara SH. 2010. Rekayasa Rematurasi Ikan Patin Siam Pangasionodon
hypophthalmus Dengan Penyuntikan Hormon PMSG dan HCG Serta
Penambahan Vitamin Mix 300 mg/kg Pada Pakan. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
21
Siregar M. 1999. Stimulasi gonad bakal induk betina ikan jambal siam
P.hypophthalmus dengan hormon HCG. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sukendi. 2008. Peran Biologi Reproduksi Ikan dalam Bioteknologi Pembenihan.
Riau (ID): Universitas Riau.
Surnama A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin Pangasius
hypophthalmus. Sukabumi (ID): BPBAT Sukabumi.
Tyler CR, J.P.Sumpter dan P.M.Campbell. 1991. Uptake of vittelogenesis into
oocyte during early vittelogenic in the rainbouw trout Omchorincus mykiss
W.J fish. Biol. 38:681-689.
Umar B. 2013. Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus albus
Menggunakan Kombinasi Hormon Gonodotropin dan Antidopamin 10 ppm.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Young. G, Kagawa H, Nagahama Y. 1983. Evidence Lor a Decrease in Aromatase
Activity in The Ovarian Granulosa Cells of Amago Salmon (Oncorhynchus
rhodurus) Associated with Final Oocyte Maturation. Bioi.Reprod. 29: 310315.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema wadah pemeliharaan ikan patin siamPangasianodon
hypophthalmus
A
Keterangan:
B
C
A: Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0 ml/kg ikan/2 minggu
B:Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2
minggu
C:Wadah Pemeliharaan Perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2
minggu
Lampiran 2 Analisis statistik pertambahan bobot mutlak (kg) ikan patin siam
Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu
a. Deskriptif
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
0 ml
0,6
0,4
0,2
0,2
0,5
0,5
0,1
0,6
0,39± 0,20
Perlakuan
0,25 ml
1
1,5
1,6
0,2
1,1
0,6
0,1
1
0,89± 0,55
0,5 ml
2,3
0,6
0,7
2,1
2,3
0,6
0,5
0,4
1,19± 0,87
23
b. Anova
Sumber Keragaman
JK
DB
KT
F
P
Perlakuan
2,613
2
1,307
3,552
0,047
Sisa
7,726
21
0,368
Total
10,340
23
P<0,05,berarti perlakuan pemberian hormon berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot
mutlak ikan patin siam
c. Uji Tukey
α = 0,05
Perlakuan
1
2
3
N
a
8
8
8
0,3875
0,8875
P
b
0,8875
1,1875
0,248
0,592
Lampiran 3 Analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan ikan patin
siam Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0,
ml/kg ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu
dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu
a. Deskriptif
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
b.
0 ml
6
3
2
2
1
1
1
4
2,50± 1,77
Anova
Sumber keragaman
Perlakuan
Sisa
Total
Perlakuan
0,25 ml
4
8
1
2
9
6
3
4
4,63± 2,83
0,5 ml
1
2
2
2
2
4
9
2
3,00± 2,56
JK
DB
KT
F
P
19,750
123,875
143,625
2
21
23
9,875
5,899
1,674
0,212
P>0,05, berarti perlakuan pemberian hormontidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
panjang mutlak ikan patin siam
24
c.
Uji Tukey
Perlakuan
1
2
3
α = 0,05
A
2,5000
3,0000
N
8
8
8
4,6250
P
0,211
Lampiran 4 Analisis statistik Specific Growth Rate (%) ikan ikan patin siam
Pangasionodon hypophthalmus dengan perlakuan OODEV 0 ml/kg
ikan/2 minggu, perlakuan OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dan
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg ikan/2 minggu
a. Deskriptif
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
Perlakuan
0,25 ml
0,48
0,67
0,71
0,11
0,63
0,30
0,08
0,48
0,43± 0,25
0 ml
0,26
0,18
0,08
0,09
0,26
0,28
0,04
0,38
0,20± 0,12
b. Anova
Sumber keragaman
Perlakuan
Sisa
Total
0,5 ml
0,94
0,31
0,32
1,03
1,10
0,29
0,26
0,18
0,55± 0,39
JK
DB
KT
F
P
0,529
1,605
2,134
2
21
23
0,264
0,076
3,460
0,050
P≤0,05, berarti perlakuan pemberian hormon berpengaruh nyata terhadap Specific Growth Rate
ikan patin siam
c. Uji Tukey
α = 0,05
Perlakuan
1
2
3
N
A
8
8
8
0,1962
0,4325
B
0,4325
0,5538
P
0,225
0,660
P
0,248
0,334
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang tanggal 16 Juni 1992 dari bapak Dodi Sudenda
dan ibu Antessa. Penulis merupakan anak kedua dari dua saudara. Pendidikan
formal yang dilalui penulis adalah SDN Sukamandi Jaya (1998-2004), SMPN 2
Ciasem (2004-2007), dan SMAN 1 Ciasem (2007-2010). Penulis diterima
menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI) pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus di FKM-C
sebagai Anggota Divisi Cerdas 2011/2012, asisten Fisiologi dan Reproduksi
Organisme Akuatik 2012/2013. Lomba yang pernah dimenangkan penulis antara
lain, sebagai juara 1 lomba akuaskap 2011, Pedanaan PKM-P DIKTI 2013 dan
melaksanakan magang pada tahun 2011 di BPBAT Cijengkol Subang, magang
pada tahun 2012 di BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat dan BPBIAT Wanayasa
Purwakarta, Jawa Barat. Praktik Lapangan Akuakultur pada tahun 2013 di
BPBAT Cijengkol Subang, Jawa Barat dengan judul “Pembenihan Ikan Patin
Siam Pangasianodon hypothalmus Di Balai Perkembangan Budidaya Air
Tawar Cijengkol, Subang”
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis
dengan menyusun skripsi yang berjudul “Induksi Pematangan Gonad Ikan
Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus secara Hormonal menggunakan
OODEV Hormonal melalui Pakan Selama 4 Minggu”
Download