ASUHAN KEPERAWATAN Program perencanaan yang penting dalam keperawatan adalah mencegah terjadinya komplikasi dan morbiditas. Peran perawat sangat penting dalam upaya mencegah komplikasi yang terkait immobilitas,hemipharese, Infeksi saluran kemih, aspirasi, ulkus decubitus, kontraktur otot, atau defisit neuorolis lain yang disebabkan oleh stroke (hudak et al, 2012). Stroke dapat dicegah dengan memodifikasi faktor risiko, terutama rokok, diet lemak, rendah garam, alkohol dan pengunaan obat-obatan penurun kolesterol. Control tekanan darah penting dilakukan karena berhubungan dengan iskemik stroke. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat memperburuk iskemia pada regio dimana sirkulasi cerebri sudah berkurang, oleh karena itu waspadai pengunaan obat antihipertensi (Gingsberg, 2008). Lingkungan sangat berperan penting dalam penyembuhan pasien stroke berhubungan keberadaan pasien seperti hidrasi, temperature dan glukosa darah. Tatalaksana lain yang sesuai keluhan seperti sulit menelan dan pencegahan terhadap trombolitik vena. Fisioterapi yang berkesinambungan dapat membantu kemandirian aktifitas pasien (Gingsberg, 2008). Peran perawat adalah pencegahan komplikasi yang diakibatkan oleh stroke. Intervensi yang efektif untuk pengobatan stroke akan membantu menurunkan kematian dan mengurangi morbiditas pasien yang pernah mengalami stroke (hudak et al, 2012). Pengenalan dini serangan stroke sangat penting karena pemberian fribinolitik pada stroke iskemik dan pengentian perdarahan pada stroke bleeding, sejak serangan sampai waktu 3 jam setelah serangan. Sebagian besar stroke terjadi di luar rumah sakit, dan hanya setengah dari pasien stroke yang mengunakan layanan EMS (emergency medical sytem) untuk membawa pasien ke rumah sakit. Keterlambatan menghubungi EMS dan perawatan pada kasus stroke sering mengakibatkan angka kesakitan kecacatan dan kematian (AHA, 2010). Intervensi pendidikan pada masyarakat sangat penting hal ini terbukti dan banyak berhasil dengan sempurna pada penderita stroke iskemik dalam terapi fibrinolitik. Pemberian layanan kesehatan rumah sakit dan layanan informasi pada masyarakat untuk mengembangkan system efektifitas perawatan stroke. Tujuan perawatan stroke adalah meminimalkan cidera otak dan memaksimalkan kesembuhan pasien (AHA, 2010). Pengkajian 1. Anamnesis Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial. 2. Identitas klien Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan alamat pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosi medis. 3. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran 4. Riwayat penyakit sekarang 5. - - - - - - Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Riwayat penyakit dahulu Riwayat hipertensi. Pada pasien dengan riwayat hipertensi memiliki faktor resiko terjadi stroke. Hampir 40% kejadian stroke disebabkan atau dialami oleh pasien hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar tekanan dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pembuluh darah dapat pecah terutama pembuluh darah kecil yang berdinding tipis di otak. Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis firinoid yang memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma. Riwayat stroke sebelumnya. Riwayat keluarga adanya serangan stroke atau penyakit pembuluh darah iskemik, sering pula terjadi pada penderita stroke. Bilamana kedua orangtua pernah mengalami stroke, maka kemungkinan keturunan terkena stroke semakin besar, berbagai faktor penyebab, termasuk predisposisi genetik. Riwayat diabetes mellitus Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau beberapa penyakit vaskuler yang melibatkan pembuluh darah, aliran darah dan pompa jantung. Pada pasien dengan diabetes mellitus memiliki kekentalan darah lebih tinggi sehingga resiko terjadi hambatan aliran darah atau perdarahan karena rusaknya pembuluh darah dan tekanan yang tinggi memicu terjadi stroke. Riwayat trauma kepala Trauma kepala memungkinkan adanya pembuluh darah yang rusak seperti akibat benturan atau pembedahan sehingga resiko terjadi aneurisma dimana pembuluh darah yang rusak akan mudah pecah memicu perdarahan otak. Penggunaan kontrasepsi oral, anti koagulan, dan vasodilator Kontrasepsi oral yang mengandung 20-50µg etinilestradiol dan levonorgestrel dapat menimbulkan efek tromboemboli. Tromboemboli terjadi akibat perubahan faktor pembekuan, meningkatkan koagulasi dan memodifikasi fungsi trombosit meskipun kasus stroke yang dikaitkan dengan kontrasepsi oral sangat sedikit. Obat-obatan seperti antikoagulan mempunyai efek terhadap kekentalan darah, sehingga dalam pengkajian perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat ini karena mengindikasikan adanya penyakit yang berhubungan dengan kekentalan darah. Sedangkan obat vasodilator mempunyai efek menekan sintesis angiotensin II yaitu suatu vasokonstriktor poten dan memiliki efek melebarkan pembuluh darah, sehingga dalam pengkajian diperlukan untuk mendeteksi adanya riwayat penyakit vaskuler, komplikasi vasodilator sendiri menyebabkan Kegemukan dan kolesterol - - 6. 7. Pada pasien obesitas berhubungan dengan tingginya kadar gula dan tekanan darah, jika seseorang memiliki berat badan berlebih maka jantung akan memompa dengan keras ke seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan darah. Pada obesitas juga memicu terjadinya proses arterosklerosis. Kandungan lemak dalam darah dalam batas jumlah yang berlebih juga memicu stroke. Lemak dalam tubuh terdapat tingkat kolesterol yang dianggap berbahaya. Kadar kolesterol LDL yang tinggi meningkatkan resiko terjadinya pengerasan pembuluh darah oleh lemak (arterosklerosis), sehingga aliran darah dan kondisi pembuluh darah terganggu. Hal ini menyebabkan pembuluh darah yang mudah rapuh sehingga terjadi perdarahan atau aliran darah yang terhambat (stroke ischemik) Riwayat merokok pasien dengan riwayat merokok terutama perokok aktif dalam jangka waktu yang panjang menyebabkan zat-zat yang terkandung dalam rokok seperti nikotin akan membentuk plakdalam pembuluh darah sehingga memicu timbulnya arterosklerosis yang mampu menghambat jalannya aliran darah sehingga berpotensi terjadinya stroke. Riwayat penggunaan alkohol Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Efek alkohol salah satunya adalah meningkatkan nadi dan kontraksi jantung sehingga dalam beberapa penelitian riwayat konsumsi alkohol yang tinggi meningkatkan angka resiko perdarahan intraserebral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajiandan riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, dibetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekenisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluargadan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, serta ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh) Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mempengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juag memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi dengan gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis dalam sistem dukungan individu. 8. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangatberguan untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1B6)dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. a. Keadaan umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. b. B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran, compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. c. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200mmHg). d. B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 1) Pengkajian tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. 2) Pengkajian fungsi serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. Status mental Fungsi intelektual Kemampuan bahasa Lobus frontal Hemisfer 3) Pengkajian saraf kranial Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial). Sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf III, IV, dan VI: Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didaapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat. Saraf VIII: Tidak ditemukan adana tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII: Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. 4) Pengkajian sistem motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karen aitu UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. Inspeksi umum: Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas. Tonus otot: didapatkan meningkat. Pemeriksaan tonus otot secara pasif gerakan lengan bawah di sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut digerakkan secara fleksi dan ekstensi oleh perawat pemeriksa berulang kali secara perlahan dan secara tepat. Tahanan yang dirasa oleh perawat pemeriksa sewaktu menekukkan dan meluruskan bagian-bagian anggota tersebut. Penilaian tonus otot meningkat berarti bahwa perawat pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekuk dan meluruskan lengan dan tungkai di sendi dan lutut. Kekuatan otot: Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0. Keseimbangan dan koordinasi: Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia. 5) Pengkajian reflek Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan pemeriksaan refleks patologis. Pemeriksaan refleks profunda antara lain pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal. Pemeriksaan reflek patologis pada fase akut refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflek patologis. Gerakan involunter: Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak denganstroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. 6) Pengkajian sistem sensorik Dapat terjadi hemihipestasi. Pada persepsi terhadap ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam mengintrepetasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. e. B4 (Bladder) Retensi atau inkontinensia f. B5 (Bowel) Pemenuhan kebutuhan nutrisi mengikutui basal metabolisme rate. Resiko konstipasi. g. B6 (Bone) h. Pemeriksaan diagnostik Angiografi serebri Lumbal pungsi CT scan MRI USG Doppler EEG i. Pemeriksaan laboratorium Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Pemeriksaan darah lengkap, berupa jumlah sel darah merah dan putih, trombosit, dan lain – lain. Hasil pemeriksaan ini akan memberikan informasi kesehatan pasien. Tes darah okagulasi, yang terdiri atas empat tes, yaitu: • Prothrombin time • Partial thromboplastin time (PTT), • International normalized ratio (INR), • Agregasi trombosit. Pemeriksaan dengan pemindaan. Pemeriksaan ini dilakukan pada otak dan kepala, biasanya menggunakan CT scan dan MRI atau alat pemindaan lain, seperti SPECT (Single Photon Emmision) PET (Positron Emission Tomography) Cerebral Angioplasty, USG (Carotid Ultrasoumd), Echocardium dan EKG. 1. CT scan 2. MRI 3. SPECT 4. PET 5. Cerebral Angiography. 6. Carotid Ultrasound (USG) 7. EKG (elektrocardiogram) - 3.1 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut: 1) Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral. 2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. 3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran. 4) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia, kelemahan neuromuskular pada ekstremitas. 5) Resiko tinggi terhadap terjadinya cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa, (panas, dingin). 6) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/ koordinasi ditandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai pakaian. 7) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. 8) Resiko perubahan nutrisis kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. 9) Gangguan konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan persepsi. No 1. 3.2 Perencanaan Diagnosa NOC Resiko peningkatan Dalam waktu 3x24 TIK yang jam tidak terjadi berhubungan peningkatan TIK dengan adanya pada klien dengan meningkatnya kriteria hasil: volume - Klien tidak gelisah intrakranial, - Klien tidak penekanan jaringan mengeluh nyeri otak, dan edema kepala, mual dan serebral muntah - GCS meningkat - Tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal NIC 1) Kaji faktor penyebab dari situasi, keadaan individu, penyebab koma, penurunan perfusi jaringan, dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK 2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam 3) Evaluasi pupil klien 4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan 5) Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, hindari penggunaaan bantal yang tinggi pada kepala 6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur 7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung , lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/ pembicaraan yang tidak gaduh 8) Cegah atau hindari valsava manufer 9) Bantu klien jika batuk dan muntah 10) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS 11) Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab akibat TIK meningkat 12) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2 sesuai indikasi 13) Kolaborasi dalam terapi cairan intravena sesuai dengan indikasi 14) Kolaborasi dalam pemberian terapi obat osmotik diuretik, steroid, analgesik, sedatif, antihipertensi dan antipiretik Tugas E-learning: 1. Tentukan 2 diagnosa keperawatan pada klien dengan penurunan yang disebabkan oleh masalah sbb; (1) Mobility dan immobility (2) Nutrisi (3) Bladder (4) Klien dengan tracheostomy kesadaran 2. Buatan rencana asuhan keperawatan berdasarkan pilihan 2 dx keperawatan di atas. 3. Tugas dikumpulkan paling lembat Rabu, 21 desember 2016, pukul 08.00