BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein dan Non

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein dan Non Protein Nitrogen
Nama protein berasal dari kata yunani proteos, yang berarti yang utama
atau yang terdahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda,
Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat
yang paling penting dalam tiap organisme. Protein adalah biopolimer dari asamasam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida. Protein terdiri atas rantairantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Asam
amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, beberapa
asam amino di samping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, kalium, dan
kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein yang tidak terdapat pada
karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2004; Irianto, 2004).
Protein merupakan zat yang tersusun dari berbagai asam amino. Protein di
dalam tubuh dirubah menjadi asam amino. Dari dua puluh macam asam amino,
tubuh orang dewasa membutuhkan delapan jenis asam amino esensial yaitu lisin,
leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, sedangkan untuk
anak-anak yang sedang tumbuh, ditambahkan dua jenis lagi yaitu histidin dan
arginin. Adapun contoh asam amino non esensial yaitu prolin, serin, tirosin,
sistein, glisin, asam glutamat, alanin, asam aspartat, aspargin, ornitin (Djaeni,
1976; Irianto, 2004).
NPN merupakan senyawa-senyawa bukan protein yang mengandung
nitrogen seperti asam amino bebas, asam nukleat, ammonia, urea, trimetilamina
Universitas Sumatera utara
(TMA), dimetilamina (DMA), nitrat dan lain-lain. Asam amino bebas yang
terdapat dalam jaringan hidup merupakan hasil residu dari sintesis protein yang
tidak rampung atau kemungkinan dari hasil degradasi dari protein. Sedangkan dari
asam amino bebas ini dapat terbentuk senyawa-senyawa NPN lainnya merupakan
hasil deaminasi atau dekarboksilasi dari asam amino bebas, yang dikatalis oleh
enzim-enzim tertentu (Silalahi, 1994).
2.1.1 Ciri-ciri Molekul Protein
Menurut Ellya (2010), ciri-ciri molekul yaitu:
1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu
makro molekul.
2. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi,
temperatur, medium pelarut organik dan deterjen.
3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkunganlengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein.
4. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino.
5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan
samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekul.
2.1.2 Klasifikasi Protein
Berdasarkan keanekaragaman penyusun struktur protein, maka protein
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Menurut Sudarmadji dan Suhardi (1989), berdasarkan morfologinya protein
dapat dikelompokkan menjadi 2 bentuk:
1. Protein Fibriler (skleroprotein) adalah protein yang berbentuk serabut.
Contohnya: kolagen, keratin.
Universitas Sumatera utara
2. Protein globuler (steroprotein) yaitu protein yang berbentuk bola. Contohnya:
albumin, globulin.
B. Menurut Winarno (1991), berdasarkan kelarutannya protein dapat dibagi
menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Albumin: larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin
telur, laktalbumin dalam susu.
2.
Globulin: tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan
garam encer, dan mengendap pada larutan salting out. Contohnya:
ovoglobulin dalam kuning telur, legumin dalam kacang-kacangan.
3. Glutelin: tidak larut dalam pelarut netral, tetapi larut dalam asam/basa encer.
Contohnya glutelin dalam gandum, orizenin dalam beras.
4. Prolamin atau gliadin: larut dalam alkohol 70-80%, dan tidak larut dalam air
maupun alkohol absolut. Contohnya gliadin dalam gandum, zein pada jagung.
5. Histon: larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Contohnya globin
dalam hemoglobin.
6. Protamin: larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas. Contohnya
salmin dalam ikan salmon.
C. Menurut Djaeni (1976), berdasarkan hasil hidrolisanya protein dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Protein sederhana (simple protein) yaitu hasil hidrolisa total protein yang
merupakan campuran yang hanya terdiri atas asam-asam amino. Contohnya:
albumin, globulin, kreatin, dan hemoglobin.
2. Protein kompleks (complex protein, conjugated protein) yaitu hasil hidrolisa
total protein yang selain terdiri atas berbagai jenis asam amino, juga terdapat
Universitas Sumatera utara
komponen lain, misalnya unsur logam, gugusan phosphat dan sebagainya
(contoh: hemoglobin, lipoprotein, glikoprotein, dan sebagainya).
D. Menurut Djaeni (1976), berdasarkan sumbernya protein dikelompokkan
menjadi 2 golongan yaitu:
1. Protein hewani
Protein hewani adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari
binatang/hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi
protein hewani. Contoh protein hewani yaitu:
a. Protein daging
Protein daging terdiri dari: 70% protein struktur/fibril, dan 30% protein
yang larut dalam air. Protein fibril terdiri dari: 32-38% miosin, 7%
triptomisin, 13-17% aktin, 6% protein stroma. Protein lainnya kurang
lebih mempunyai bentuk globular dan terdiri atas partikel yang biasanya
tidak terlibat dalam susunan struktur secara ekstensif. Contohnya: protein
susu, protein serelia dan biji minyak.
b. Protein ikan
Otot ikan terdiri atas serat pendek, disusun diantara lembaran jaringan
ikat. Jumlah jaringan ikat dalam otot ikan lebih kecil daripada jumlah
jaringan ikat dalam mamalia dan seratnya lebih pendek. Miofibril otot
ikan beralur seperti otot mamalia dan mengandung protein yang sama:
miosin, aktin, aktomiosin, dan tropomiosin.
c. Protein susu
Protein susu sapi dapat dikelompokkan yaitu: kasein (fosfoprotein ± 78%
dari bobot total), dan serum susu (± 17% dari bobot total). Kasein
Universitas Sumatera utara
merupakan golongan heterogenfosfoprotein yang diendapkan dari susu
skim pada pH 4,6 dan 20ºC, dan juga termasuk protein yang tidak
homogen yang dapat dipisahkan dengan cara elektroforesis. Protein yang
tetap di dalam larutan disebut serum atau protein dadih. Susu skim
merupakan bahan mentah untuk memanufaktur sejumlah produk protein
susu. Produk ini digunakan sebagai bahan baku dalam banyak makanan
yang dimanufaktur dan mencakup kasein, kaseinat.
d. Protein telur
Protein telur terbagi atas: protein putih telur, dan protein kuning telur.
Protein putih telur mengandung sekurang-kurangnya 8 jenis protein yang
berbeda.
2. Protein nabati
Protein nabati adalah protein dalam bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan, seperti protein dari jagung, terigu, kacang-kacangan. Kacang
kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi,
sedangkan sumber protein nabati yang bermutu rendah adalah padi-padian
dan hasilnya. Contoh protein nabati yaitu:
a. Protein kedelai
Protein kedelai terdapat dalam badan protein atau butir aleuron yang
berdiameter 2-20 µm. Protein kedelai merupakan sumber yang baik
untuk semua asam amino kecuali metionin dan triptofan. Di dalam
kedelai terdapat kandungan lisin yang tinggi yang membuatnya menjadi
pelengkap yang baik pada protein serelia (yang rendah kandungan
lisinnya). Protein kedelai laur dalam air, atau dalam larutan garam encer
Universitas Sumatera utara
dan di atas atau di bawah pI. Oleh karena itu protein kedelai digolongkan
ke dalam protein globulin.
b. Protein gandum
Diantara protein nabati, protein gandum bersifat unik yang berperan
dalam pembuatan roti. Ada 4 fraksi dalam protein ini yaitu: albumin(larut
dalam air), globulin (larut dalam larutan garam netral), gliadin (prolamin
yang larut dalam alkohol 70%), glutenin (larut dalam asam/basa encer).
Pembentukan gluten terjadi jika tepung gandum dicampur dengan air.
Gluten adalah massa kenyal yang melengket yang menyatukan
komponen-komponen roti lain, seperti pati dan gelembung gas, jadi
membentuk struktur lunak dari roti. Nilai protein berbagai bahan
makanan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Nilai Protein berbagai bahan makanan (gram/100 gram)
Sumber Protein
Nilai Protein
Sumber Protein Nilai Protein
Hewani
Nabati
Ayam
18,2
Kacang merah
29,1
Kerang
16,4
Kelapa
3,4
Susu sapi
3,2
Kacang kedelai
34,9
Daging
18,8
Kentang
2,0
Daging kelinci
16,6
Babat
17,6
Telur
12,8
Kenari
15,0
Hati
19,7
Beras
7,4
Ikan
17,0
Singkong
1,1
Telur ayam
13,1
Daun singkong
6,6
Jeroan
14,0
Jagung
9,2
Jampang
6,2
Kacang hijau
22,2
Telur bebek
12,0
Tepung terigu
8,9
Udang
21,0
Kacang tanah
25,3
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979 (Almatsier,
2004).
Universitas Sumatera utara
Angka kecukupan protein yang dianjurkan (tiap orang per hari) dapat dilihat
pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Angka kecukupan protein yang dianjurkan (tiap orang per hari)
Golongan umur
Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Protein (g)
Anak-anak:
0-6 bl
5,5
60
12
7-12 bl
8,5
71
15
1-3 th
12
90
23
4-6 th
18
110
32
7-9 th
24
120
37
Pria:
10-12 th
30
135
45
13-15 th
45
150
64
16-19 th
56
160
66
20-45 th
62
165
55
46-59 th
62
165
55
≥ 60 th
62
165
55
Wanita:
10-12 th
35
140
54
13-15 th
46
153
62
16-19 th
50
154
51
20-45 th
54
156
48
46-59 th
54
154
48
≥ 60 th
54
154
48
Hamil
+ 12
Menyusui
0-6 bl
+ 16
7-12 bl
+ 12
Sumber: Widya Karya Pangan dan Gizi (Almatsier, 2004).
2.1.3 Struktur Protein
1. Struktur Primer
Strukur primer dari protein mengacu pada susunan/urutan linier dari
konstituen asam amino yang secara kovalen dihubungkan melalui ikatan peptida.
Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang
menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan
bentuk struktur sekunder dan tersier (Winarno, 1991). Struktur primer protein
dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.1 Struktur primer protein (Anonim, 2010)
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai
rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen.
Pada struktur sekunder protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui
rantai samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini didominasi oleh
ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu bergantung
pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada empat macam struktur sekunder (Winarno,
1991), yaitu:
a. α heliks (puntiran alfa), berupa pilinan rantai asam amino yang berbentuk
spiral.
b. β sheet (lempeng beta), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari
sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen.
c. β turn (lekukan beta).
d. Gamma turn (lekukan gamma)
Struktur sekunder protein dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.2 Struktur sekunder protein (Anonim, 2010)
Pada bagian tertentu dari protein, terdapat susunan asam amino yang
membentuk suatu struktur yang reguler dengan sudut-sudut geometri tertentu. Ada
dua struktur sekunder utama yaitu alfa-helix dan beta-sheet. Struktur ini terjadi
akibat adanya ikatan hidrogen antar asam amino yaitu antara atom O pada gugus
CO dengan atom H pada gugus NH (ditandai dengan garis warna orange).
Struktur alfa-helix terbentuk oleh backbone ikatan peptida yang membentuk spiral
dimana jika dilihat tegak lurus dari atas, arah putarannya adalah searah jarum jam
menjauhi pengamat (dinamakan alfa). Seperti halnya alfa-helix, struktur betasheet juga terbentuk karena adanya ikatan hidrogen, namun ikatan hidrogen terjadi
antara dua bagian rantai yang paralel sehingga membentuk lembaran yang
berlipat-lipat. Tidak semua bagian protein membentuk struktur alfa-helix dan
beta-sheet, pada bagian tertentu mereka tidak membentuk struktur yang reguler
(Winarno, 1991).
3. Struktur Tersier
Struktur tersier adalah gabungan dari dua atau lebih struktur dua dimensi.
Gabungan ini umumnya berupa gumpalan. Beberapa molekul dapat berinteraksi
secara fisika tanpa ikatan kovalen (ikatan non kovalen) membentuk oligomer yang
stabil (dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener
(misalnya hemoglobin). Struktur tersier menjelaskan bagaimana seluruh rantai
Universitas Sumatera utara
polipeptida melipat sendiri sehingga membentuk struktur tiga dimensi. Pelipatan
ini dipengaruhi oleh interaksi antar gugus samping (R) satu sama lain (Winarno,
1991). Struktur tersier protein dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:
Gambar 2.3 Struktur tersier protein (Anonim, 2010)
Ada beberapa interaksi yang terlibat yaitu:
a. Interaksi ionik
Terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif (memiliki gugus –NH2
tambahan) dan gugus negatif (–COOH tambahan). Interaksi ionik dapat dilihat
pada Gambar 2.4 berikut ini:
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.4 Interaksi Ionik (Anonim, 2010).
b. Ikatan hidrogen
Jika pada struktur sekunder ikatan hidrogen terjadi pada ‘backbone‘, maka
ikatan hidrogen yang terjadi antar gugus samping akan membentuk struktur
tersier. Karena pada gugus samping bisa banyak terdapat gugus seperti –OH, –
COOH, –CONH2 atau –NH2 yang bisa membentuk ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini:
Gambar 2.5 Ikatan hidrogen (Anonim, 2010).
Universitas Sumatera utara
c. Gaya dispersi Van Der Waals
Beberapa asam amino memiliki gugus samping (R) dengan rantai karbon
yang cukup panjang. Nilai dipol yang berfluktuatif dari satu gugus samping dapat
membentuk ikatan dengan dipol berlawanan pada gugus samping lain. Interaksi
Gaya dispersi van der waals dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini:
Gambar 2.6 Gaya dispersi Van der Waals (Anonim, 2010).
d. Jembatan disulfida
Cysteine memiliki gugus samping –SH dimana dapat membentuk ikatan
sulfida dengan –SH pada cystein lainnya, ikatan ini berupa ikatan kovalen
sehingga lebih kuat dibanding ikatan-ikatan lain yang sudah disebutkan di atas.
Interaksi Jembatan disulfida dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini:
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.7 Jembatan Disulfida (Anonim, 2010).
4. Struktur Kuartener
Protein atau polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling
berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Protein pembentuk multimer
dinamakan subunit. Jika suatu multimer dinamakan dimer jika terdiri atas 2
subunit, trimer jika 3 subunit dan tetramer untuk 4 subunit. Multimer yang
terbentuk dari subunit-subunit identik disebut dengan awalan homo-, sedangkan
jika subunitnya berbeda-beda dinamakan hetero-. Misalnya hemoglobin yang
terdiri atas 2 subunit alfa dan 2 subunit beta dinamakan heterotetrame (Winarno,
1991). Struktur kuartener protein dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut ini:
Universitas Sumatera utara
Gambar 2.8 Struktur kuartener protein (Anonim, 2010).
2.1.4 Fungsi Protein
Dalam penyuluhan dan pendidikan gizi protein berfungsi sebagai zat
pembangun. Selain itu protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan, menggantikan sel-sel yang mati.
Sebagai badan-badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisme
pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari
luar dan masuk ke dalam tubuh.
Sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme
dalam bentuk enzim dan hormon. Semua proses metabolik diatur dan
dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh
hormon, agar terjadi hubungan harmonis antara proses metabolisme yang satu
dengan yang lain.
Universitas Sumatera utara
Protein sebagai salah satu sumber utama energi, bersama-sama dengan
karbohidrat dan lemak. Tetapi energi yang berasal dari protein termasuk mahal,
sehingga dapat digantikan dengan energi yang berasal dari karbohidrat karena
jauh lebih murah dan lebih mudah didapat.
Dalam bentuk kromosom, protein juga berperan dalam menyimpan dan
meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk gen. Di dalam gen tersimpan
kodon untuk sintesa protein enzim tertentu, sehingga proses metabolisme
diturunkan dari orangtua kepada anaknya dan terus kepada generasi-generasi
selanjutnya secara berkesinambungan (Djaeni, 1976).
2.1.5
Sifat Protein dan Asam Amino
1. Denaturasi
Denaturasi protein melibatkan gangguan dan perusakan yang mungkin dari
kedua struktur sekunder, tersier, dan kuartener tanpa diikuti oleh struktur primer.
Karena reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk mematahkan ikatan peptida,
struktur primer (urutan asam amino) tetap sama setelah proses denaturasi.
Denaturasi mengganggu normal alfa-heliks dan lembaran beta pada protein
menjadi bentuk acak. Denaturasi terjadi karena interaksi yang bertanggungjawab
untuk struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener terganggu. Dalam
struktur tersier ada empat jenis interaksi ikatan antara rantai samping termasuk
ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, dan non-polar interaksi
hidrofobik, yang mungkin terganggu. Oleh karena itu, berbagai reagen dan
kondisi dapat menyebabkan denaturasi. Denaturasi dapat diartikan suatu
perubahan terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul
protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Pengamatan yang
Universitas Sumatera utara
paling umum dalam proses denaturasi adalah pengendapan atau koagulasi protein
(Winarno, 1986). Sketsa proses denaturasi protein dapat dilihat pada Gambar 2.9
berikut ini:
Gambar 2.9 Sketsa proses denaturasi (Anonim, 2010).
Menurut Winarno (1991), ada beberapa faktor yang menyebabkan
denaturasi yaitu:
a. Fisika
1) Panas
Panas adalah penyebab umum denaturasi molekul serum albumin alamiah
berbentuk ellips dengan panjang : lebar (3 : 1) yang akan berubah bentuk
menjadi bulat (5 : 5) bila dipanaskan. Denaturasi sering diikuti oleh
penurunan kelarutan protein, karena terbukanya gugus hidrofilik disebut
agregasi. Protein atau denaturasi cendrung migrasi ke interface
(antarmuka) sehingga gugus hidrofilik pada fase air dan gugus hidrofobik
pada fase non air.
Universitas Sumatera utara
2) Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yaitu dengan
mengganggu ikatan rantai sisi hidrogen intramolekuler.
3) Pendinginan
Suhu yang rendah dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Beberapa
protein susu dan telur teragregasi dan mengendap apabila didinginkan
pada freezer.
4) Rangsangan mekanik
Perlakuan mekanik pada adonan roti (kneading and rolling) dapat
menyebabkan terjadinya denaturasi (akibat energi yang diberikan), dan
terjadinya regangan yang berulang; rusaknya α-helix.
5) Tekanan hidrostatik
Pada tekanan > 50 kPa dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.
6) Radiasi
Pengaturan radiasi elektromagnetik terhadap protein tergantung pada
panjang gelombang dan energi yang diberikan. Radiasi UV diadsorbsi oleh
residu asam amino aromatik yaitu: triptofan, tirosin, dan fenilalanin.
b. Bahan kimia
1) Asam dan basa
Protein stabil pada pH tertentu, tetapi bila diberi pH yang jauh lebih besar
atau jauh lebih kecil, maka akan terjadi denaturasi.
2) Logam
Ada beberapa jenis logam yang dapat menyebabkan denaturasi yaitu:
logam alkali Na, K (sedikit bereaksi); logam alkali tanah Ca, Mg (lebih
Universitas Sumatera utara
reaktif); logam transisi Cu, Fe, Hg, dan Ag (langsung bereaksi dan
membentuk komplek yang stabil).
3) Pelarut organik
Hampir seluruh pelarut organik akan menyebabkan denaturasi, dengan
cara mengganggu konstanta dielektrika dari media pelarut sehingga
stabilitas protein terganggu. Pelarut organik non polar mampu menembus
ke dalam daerah hidrofobik, mengganggu interaksi hidrofobik. Denaturasi
juga terjadi karena interaksi pelarut organik dengan air (kompetisi, misal
alkohol/etanol).
4) Larutan senyawa organik dalam air
Beberapa senyawa organik seperti urea dan garam dalam air akan
mengganggu
ikatan
hidrogen
sehingga
menyebabkan
terjadinya
denaturasi. Senyawa ini juga menurunkan interaksi hidrofobik, dengan
menaikkan kelarutan residu asam amino hidrofobik dalam fase air.
2. Zwitter ion
Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul
protein akan bergerak ke arah katoda. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi),
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga
molekul protein akan bergerak menuju anoda. Pada pH tertentu yang disebut titik
isoelektrik (pI) (berkisar 4-4,5), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan
saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein
mempunyai titik isoelektrik yang berlainan. Pengendapan paling cepat terjadi
Universitas Sumatera utara
pada titik isolistrik ini, dan prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan
serta pemurnian protein (Winarno, 1991).
3. Ampoter
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter
(dapat bereaksi dengan asam dan basa). Daya reaksi berbagai jenis protein
terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak asam amino
dan karboksil dalam molekul (Winarno, 1991).
4. Pembentukan ikatan peptida
Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida dengan melepas
sebuah molekul air. Reaksi keseimbangan ini untuk berjalan ke arah hidrolisis
daripada sintesis. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan banyak energi,
sedang untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi (Winarno, 1991).
Pembentukan ikatan peptida dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini:
Gambar 2.10 Pembentukan ikatan peptida (Anonim, 2010).
Universitas Sumatera utara
2.1.6 Manfaat Protein
Protein adalah salah satu bagian dari makanan sehat. Protein berperan
penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Selain itu
protein juga memiliki peran penting dalam pembentukan sistem kekebalan
(imunitas) sebagai antibodi, mengatur kerja hormon dan enzim dalam tubuh.
Disamping menjadi salah satu sumber gizi, pada prinsipnya protein berperan
menunjang keberadaan setiap sel tubuh dan proses kekebalan tubuh. Setiap orang
dewasa sedikitnya wajib mengkonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya.
Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atlet.
Protein mutlak diperlukan tubuh selama masa pertumbuhan. Protein berperan
dalam proses regenerasi sel, penyembuhan luka, produksi antibodi dan
haemoglobin untuk menjaga kesehatan tubuh, serta mengatur kerja hormon dan
enzim dalam tubuh (Widodo, 2009).
2.1.7 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Protein
Mengonsumsi protein dalam jumlah yang berlebihan akan membebani
kerja ginjal. Makanan yang tinggi proteinnya, biasanya juga tinggi lemaknya
sehingga menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan
ginjal dan hati harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen dan
juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah dan
ureum darah, dan demam (Ellya, 2010).
Sebaliknya, jika kita kurang mengonsumsi protein maka dapat
menyebabkan penyakit kwashiorkor dan marasmus. Penyakit kwashiorkor lebih
banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang komposisi makanannya
tidak seimbang terutama dalam hal protein. Gejala penyakit kwashiorkor adalah
Universitas Sumatera utara
pertumbuhan terhambat, otot-otot berkurang dan melemah, edema (terutama pada
perut, kaki, dan tangan), muka bulat seperti bulan (moonface), gangguan
psikomotor, apatis, tidak ada nafsu makan, tidak gembira dan suka merengek,
kulit mengalami depigmentasi, kering, bersisik, pecah-pecah, dan dermatosisi,
luka sukar sembuh, rambut mengalami depigmentasi, menjadi lurus, kusam, halus,
dan mudah rontok, hati membesar dan berlemak, sering disertai anemia dan
xeroftalmia. Kwashiorkor jarang dijumpai pada orang dewasa. Marasmus berasal
dari kata Yunani yang berarti wasting/merusak. Marasmus pada umumnya
merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat diberi
makanan tambahan. Marasmus adalah penyakit kelaparan yang banyak terdapat
pada kelompok sosial ekonomi rendah dan lebih banyak daripada kwashiorkor.
Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta
otot-otot berkurang dan melemah, apatis, muka seperti orangtua (olman's face)
(Widodo, 2009; Yuniastuti, 2008).
2.2 Asam Amino
2.2.1 Pengertian Asam Amino
Asam amino adalah suatu erivat dari asam karboksilat yang pada C-α nya
berikatan dengan gugus amina, hidrogen, dan rantai samping R (Sudarmadji dan
Suhardi, 1989). Struktur asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini:
Gambar 2.11 Struktur asam amino (Anonim, 2010).
Universitas Sumatera utara
2.2.2 Sifat Asam Amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik non polar seperti aseton, eter, kloroform. Sifat asam amino berbeda
dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina yaitu titik leburnya. Asam
amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan asam
karboksilat ataupun amina. Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat
akan melepas ion H+, sedangkan gugus amino akan menerima ion H+. Oleh
adanya gugus tersebut maka asam amino dapat membentuk ion yang bermuatan
negatif (zwitter ion) atau ion amfoter (Poedjiadi, 1994).
2.2.3 Penggolongan Asam Amino
Tidak semua asam amino yang terdapat dalam molekul protein dapat
dibuat oleh tubuh kita. Jadi apabila ditinjau dari segi pembentukannya asam
amino dapat dibagi dalam dua golongan (Poedjiadi, 1994), yaitu:
1. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh
tubuh dan harus disuplai dari makanan sumber protein. Contohnya: lisin,
leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, arginin dan
histidin ( ditambahkan dua lagi untuk anak-anak yang sedang tumbuh).
2. Asam amino non-esensial adalah asam amino yang dapat dibentuk oleh tubuh
sepanjang bahan dasarnya memenuhi bagi pertumbuhannya. Contohnya:
alanin, aspargin, asam aspartat, asam glutamat, sistein, glisin, ornitin, prolin,
serin, tirosin.
Universitas Sumatera utara
2.3 Metode Analisis Protein
2.3.1 Analisis Kualitatif
1. Reaksi Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan
CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang mengandung
gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini
memberikan reaksi positif yang ditandai dengan timbulnya warna merah violet
atau biru violet (Bintang, 2010).
2. Reaksi Xanthoprotein
Larutan HNO3 pekat ditambahkan hati-hati ke dalam larutan protein,
setelah dicampur terjadi endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat
pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung triptofan,
fenilalanin, tirosin (Poedjiadi, 1994).
2.3.2 Analisis Kuantitatif
1. Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan NaOH, kemudian ditambahkan
formalin dan akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini
berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara
asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga titrasi dapat diakhiri dengan
tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi
formol ini hanya tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).
Universitas Sumatera utara
2. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode
Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein
yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan
lain yang biasa dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung
karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan tersebut (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).
Penetapan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena
adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan
sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini
disebut dengan kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji dan Suhardi,
1989).
Metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu:
a. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N
anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2),
elemen hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O), dan elemen nitrogen (N)
berubah menjadi ammonium sulfat {(NH4)2SO4}. Asam sulfat yang dipergunakan
untuk destruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat
menguraikan bahan protein, lemak, karbohidrat di dalam sampel (Bintang, 2010).
Universitas Sumatera utara
Untuk mempercepat proses destruksi maka ditambahkan katalisator. Gunning
menganjurkan menggunakan kalium sulfat ( K2SO4) dan tembaga (II) sulfat
(CuSO4). Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan
ditinggikan sehingga proses destruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram
kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu
destruksi berkisar antara 370ºC-410ºC. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah
berwarna hijau jernih (Bintang, 2010).
Reaksi yang terjadi pada proses destruksi adalah:
Protein + H2S04(p)
+ katalisator
(NH4)2SO4 + CO2
+ SO2
+ H2O
b. Tahap Destilasi
Pada tahap ini ammonium sulfat {(NH4)2SO4} yang terbentuk pada tahap
destruksi dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai
alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh
larutan baku asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO4).
Agar kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang
pengalir destilat harus tercelup ke dalam larutan asam. Destilasi diakhiri apabila
semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi
basis (Bintang, 2010).
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH
NH3 + 2 H2O + Na2SO4
c. Tahap titrasi
Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa
asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N
Universitas Sumatera utara
menggunakan indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan
perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah:
2 NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
H2SO4 (sisa) + 2 NaOH
Na2SO4 + 2 H2O
Kadar protein (% P) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
%P=
ml NaOH (blanko −sampel )
berat sampel (g)x 1000
x N NaOH x 14,007 x FK x 100%
FK = faktor konversi atau perkalian = 6,25
Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen
yang menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut (Budianto,
2009). Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat
dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Tabel faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan
No
Bahan Makanan
Faktor Konversi
1. Beras (semua jenis)
5,95
2. Gandum biji
5,83
3. Kacang kedelai
5,71
4. Kacang tanah
5,46
5. Kelapa
5,30
6. Makanan lain (umum)
6,25
7. Susu (semus jenis)/keju
6,38
8. Tepung
5,70
3. Metode Lowry
Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang
gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih
dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan
OD (absorbansi). Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari
fosfotungstat-fosfomolibdat (1 : 1) dan larutan B yang terdiri dari Na2CO3 2%
Universitas Sumatera utara
dalam NaOH 0,1 N, CuSO4 dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah 1 ml
larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit.
Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya
diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm (Sudarmadji dan Suhardi,
1989).
4. Metode Pengecatan
Beberapa bahan pewarna misalnya amido black, orange G, orange 12
dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut.
Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan
colorimeter), maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat (Sudarmadji dan
Suhardi, 1989).
5. Metode Spektrofotometer UV
Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar UV maksimum pada 280 nm. Hal
ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang ada
pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah
cepat, mudah, dan tidak merusak bahan (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).
6. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein
apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acid (TCA),
Kalium Ferri Cyanida {K4Fe(CN)6} atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan
diukur dengan alat turbidimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang
berupa larutan atau hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat (Sudarmadji
dan Suhardi, 1989).
Universitas Sumatera utara
2.4 Pengaruh Memasak terhadap Protein
Diantara pengaruh memasak secara umum ialah melunaknya jaringan ikat
dan hancurnya lemak yang memungkinkan cairan-cairan pencernaan menembus
lebih baik ke dalam bahan makanan. Tetapi di luar pengaruh ini, beberapa jenis
protein menjadi lebih mudah dicerna karena perubahan penyusunan asam-asam
aminonya, sebagai contoh, putih telur mentah lebih sukar dicerna dan diserap,
dibandingkan dengan putih telur yang bergumpal karena dimasak. Tetapi
sebaliknya suhu tinggi ketika memanggang dapat menurunkan nilai protein,
seperti yang terdapat pada bagian kulit yang berwarna coklat sebuah roti, yang
mempunyai nilai cerna dan nilai biologik yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan protein di bagian dalam roti tersebut. Di dalam bagian kulit ini telah
terjadi pengrusakan pada sebagian lysine dan mungkin pula pada asam-asam
amino lainnya. Nilai-nilai protein mungkin pula menjadi berkurang karena bahan
makanan dimasak terlalu lama atau karena diulang pemasakannya; tetapi caracara memasak yang baik akan menambah digestibilitas protein bukan
menguranginya (Budianto, 2009).
2.5 Analisis Protein dan Non Protein Nitrogen Dalam Belut
2.5.1 Penetapan Kadar Protein
Salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengetahui kadar protein
dalam bahan makanan adalah berdasarkan kandungan rata-rata unsur N yang
terdapat dalam protein tersebut dengan metode Kjeldahl. Penetapan kadar protein
dengan metode Kjeldahl ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain
yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sebagai protein seperti
Universitas Sumatera utara
urea, asam nukleat, asam amino bebas, nitrat, nitrit, dan lain-lain, sehingga kadar
protein yang diperoleh langsung dengan cara Kjeldahl ini sering disebut dengan
kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji dan Suhardi, 1989).
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah berdasarkan
hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein mengandung rata-rata
16% N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam bahan telah diketahui, maka
jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N dengan 100/16 (N x 6,25).
Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya
dengan tepat, maka faktor perkalian yang lebih tepat yang dipakai. Pada analisis
protein dengan cara Kjeldahl ini dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam H2SO4 pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen, teroksidasi menjadi
CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator
berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20 : 1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik
didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan dengan cepat. Tiap
1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3ºC. Suhu destruksi berkisar antara
370º - 410ºC. Bila menggunakan HgO, ammnonium sulfat yang terbentuk dapat
mengadakan reaksi dengan merkuri oksida membentuk senyawa kompleks. Proses
destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Agar
analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko
Universitas Sumatera utara
yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang
digunakan.
2. Tahap Destilasi
Pada tahap ini, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai
adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar
kontak antara asam dan amoniak lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebih maka diberikan indikator misalnya BCG MR + PP. Destilasi
diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilasi
tidak bereaksi basis.
3. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam klorida maka sisa asam
klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar
(0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi
merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Selisih jumlah titrasi balnko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
%N=
ml NaOH (blanko −sampel )
berat sampel (g)x 1000
x N NaOH x 14,007 x 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat
Yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam
klorida 0,1N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel
dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
Universitas Sumatera utara
%N=
ml HCl (blanko −sampel )
berat sampel (g)x 1000
x N HCl x 14,007 x 100%
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji dan Suhardi,
1989).
2.5.2 Penetapan Kadar Non Protein Nitrogen
Ketelitian penentuan kadar NPN tergantung pada kemampuan dari metode
yang digunakan untuk memisahkan protein dari NPN. Setelah pemisahan protein
dari NPN maka kadar protein dan NPN dapat ditentukan kadarnya dengan metode
Kjeldahl. Dari analisis yang telah dilakukan, umumnya larutan ATA 10% dipilih
untuk mengendapkan protein dalam bahan makanan. Beberapa keuntungan
pemakaian larutan ATA ini yaitu pengerjaannya mudah, endapan protein yang
diperoleh mudah dipisahkan dari larutan ATA nya dan tidak mempengaruhi
ketelitian metode Kjeldahl. Ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kadar NPN ini, yaitu dengan menentukan langsung kadar NPN dengan metode
Kjeldahl, atau dengan cara mengurangkan kadar N total yang diperoleh dengan
kadar N endapan (N protein) (Silalahi, 1994).
2.6 Penetapan Kadar Non Protein Nitrogen Terhadap Penetapan Kadar
Protein
Adanya NPN dalam bahan makanan yang kaya protein perlu diketahui
untuk memberi gambaran nilai gizi yang sebenarnya dari bahan makanan tersebut.
Pada umumnya NPN yang terdapat dalam bahan mentah hanya sedikit
dibandingkan dengan kandungan proteinnya. NPN yang terdapat dalam bahan
Universitas Sumatera utara
mentah tersebut biasanya berasal dari asam-asam amino bebas yang kemungkinan
merupakan hasil degradasi proteinnya ataupun residu dari sintesis protein yang
tidak jadi. Jadi nilai gizi dari bahan mentah sebenarnya tidak begitu dipengaruhi
oleh adanya NPN tersebut. Pada bahan makanan yang telah mengalami
perubahan-perubahan baik karena pengaruh kondisi dari luar ataupun karena
proses pengolahannya kemungkinan sekali NPN nya semakin bertambah.
Misalnya dalam ikan laut, senyawa amina yang dalam ikan segar relatif kecil akan
naik dengan cepat bila mengalami pembusukan. Hal ini terjadi karena adanya
enzim-enzim yang berasal dari mikroorganisme pembusuk yang terdapat dalam
ikan atau yang dihasilkan ikan itu sendiri, yang mengkatalisa perubahan asam
amino bebas menjadi senyawa amina (Silalahi, 1994).
Banyak senyawa-senyawa amina yang dapat terbentuk dari asam-asam
amino bebas, seperti ammonia sebagai hasil deaminasi asam amino bebas,
ataupun His yang berasal dari dekarboksilasi histidin yang aktif secara fisiologis.
Jadi penentuan kadar NPN dalam bahan makanan yang telah diproses penting
sekali untuk mengetahui nilai gizi yang sebenarnya tersedia dalam bahan makanan
tersebut (Silalahi, 1994).
2.7 Belut
Walaupun tidak memiliki kaki, belut merupakan binatang melata yang
termasuk bangsa ikan dan bukan sejenis ular. Belut tidak bersirip, bentuk
badannya bulat panjang dan berlendir banyak. Belut memiliki mata kecil, dan
sipit, bermulut kecil seperti lipatan kulit, serta bergigi halus dan runcing. Belut
berjalan dengan mengesotkan badan secara berlenggak-lenggok dengan cepat.
Universitas Sumatera utara
Belut mampu hidup di lumpur dan di air keruh. Di Indonesia sekitar 20 jenis
belut. Namun, karena tingkat populasi dan kedekatan habitatnya, terdapat tiga
jenis belut yang dikenal masyarakat yaitu:
a. Belut sawah (Monopterus albus)
Belut sawah mempunyai panjang badan 20 kali tinggi badan. Letak
permulaan sirip punggung sedikit di belakang perut. Sementara alat
pernapasan belut dilengkapi dengan tiga lengkung insang. Rata-rata, panjang
tubuh maksimal belut mencapai 80 cm dan berat maksimal 400 g.
b. Belut rawa (Synbranchus bengalensis)
Belut rawa mempunyai panjang badan 30 kali tinggi badan. Letak
permulaan sirip punggung di depan dubur. Di bagian perut, terdapat lubang
insang berukuran kecil yang hanya dilengkapi empat lengkung insang sebagai
alat pernapasannya.
c. Belut laut/payau (Macroterma caligans)
Belut payau mempunyai mata yang kecil dan letaknya bertepatan dengan
tengah bibir. Adapun permulaan sirip punggung belut ini bertepatan dengan
dubur. Sementara alat pernapasannya terdiri dari empat lengkung insang.
Adapun klasifikasi belut (Saparinto, 2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Synbranchoidae
Universitas Sumatera utara
Famili
: Synbranchidae
Genus
: Monopterus
Spesies
: Monopterus albus (belut sawah)
Belut dianggap sebagai hewan karnivora karena memakan daging
sebangsa ikan. Belut tergolong hewan yang bisa mengalami pergantian alat
kelamin, dari betina berubah menjadi jantan. Belut betina berwarna lebih cerah
atau lebih muda, hijau muda pada punggung dan putih kuning pada perut. Belut
jantan berwarna abu-abu gelap, badannya lebih panjang dengan kepala lebih
tumpul. Saat terjadinya pergantian kelamin, belut mengalami kosong kelamin dan
dapat menjadi kanibal dan ganas (Sundoro, 2003).
Kandungan gizi belut cukup tinggi, dan dapat dikelompokkan dalam
empat kelompok yaitu: unsur makro, vitamin, mineral, dan asam amino.
Kandungan gizi belut dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kandungan Gizi Belut
Kandungan Gizi Belut
Kelompok
Nutrisi
Lemak
Asam lemak
Omega 3
Unsur Makro
Asam aspartat
Serat
Energi
Air
Kalsium
Besi
Mineral
Fosfor
Kalium
Seng
Vitamin
Niasin
Vitamin A
Protein
Alanin
Arginin
Sistein
Kandungan
20%
27 g/100 g
4,48-11,80%
1.638 g/100 g
2,3 g/100 g
303 Kkal/100 g
78 g/100g
2.378 mg/100 g
4,97 mg/100 g
206 mg/100 g
420 g
6,38 mg/100 g
4.956 mg/100 g
50 µgRE/100 g
18,4 g/100 g
1.128 mg/100 g
1.300 mg/100 g
257 mg/100 g
Universitas Sumatera utara
Asam glutamat
2.676 mg/100 g
Glisine
1.231 mg/100 g
Histidin
409 mg/100 g
Asam amino
Isoleusin
769 mg/100 g
Lisin
1.471 mg/100 g
Methionin
476 mg/100 g
Fenolalanin
803 mg/100 g
Prolin
785 mg/100 g
Serin
696 mg/100 g
Leusin
1.322 mg/100 g
Threonin
771 mg/100 g
Triptofan
250 mg/100 g
Tirosin
604 mg/100 g
Valin
844 mg/100 g
Sumber: Cina Food Composition Database, 2002 (Saparinto, 2009).
Manfaat belut adalah sebagai penyediaan sumber protein hewani yang
sangat diperlukan oleh tubuh, juga makanan sehari-hari bagi manusia, serta
sebagai obat untuk penambah darah, meningkatkan stamina dan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, memelihara tulang, merangsang pertumbuhan balita,
mencegah penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah tinggi (Arief dan
Hasanawi, 2009; Saparinto, 2009).
Universitas Sumatera utara
Download