pengembangan metode penggabungan data dem srtm

advertisement
KLIPING PENGINDERAAN JAUH
Disusun Oleh :
NAMA
: TOMMY KURNIAWAN SUBIANTO
NIM
: 105040207111016
KELAS
:B
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KAJIAN PEMANFAATAN DATA SYNTHETIC APERTURE RADAR (SAR) UNTUK
ANALISA PENURUNAN LAHAN (LAND SUBSIDENCE)
Deformasi permukaan tanah (land deformation) merupakan perubahan posisi
permukaan tanah dalam arah vertikal dan horizontal yang disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu aktivitas seismik, penggunaan air tanah yang intensif, aktivitas pertambangan,
perubahan penggunaan lahan dan pertambahan jumlah bangunan dan aktifitas termal pada
lapisan litosfer.
Indonesia yang pada posisinya berada pada pertemuan lempeng tektonik sangat
berpotensi terhadap gempa yang merupakan salah satu faktor terjadinya land deformation.
Efek dari deformasi permukaan tanah ini adalah kenaikan permukaan tanah (uplift) ataupun
penurunan muka tanah (land subsidence). Oleh sebab itu studi karakteristik deformasi
permukaan tanah ini sangat diperlukan dalam penentuan pola dan laju dari deformasi tersebut.
Hal ini diperlukan untuk perencanaan dan penataan lokasi pembangunan dan pusat aktivitas.
Teknik pemetaan spasial dan temporal yang mampu mengamati deformasi permukaan tanah
sangat diperlukan untuk pemetaan terebut. Dalam hal ini teknologi penginderaan jauh
memiliki kemampuan untuk memetakan deformasi permukaan tanah dalam skala besar.
Dengan kondisi Indonesia yang berada di daerah tropis yang memiliki intensitas hujan yang
tinggi dan cakupan awan yang cukup banyak sehingga sangat tepat jika pemetaan deformasi
tanah ini dilakukan dengan menggunakan data RADAR dan akan lebih baik jika didukung
dengan adanya pengamatan lapangan pada lokasi deformasi untuk akurasi hasil.
Fokus kajian yang dilakukan di Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana ini adalah
pemanfaatan data Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk pemantauan penurunan muka tanah
(land subsidence) yang terjadi di Kota Pekalongan, Jawa tengah dengan menggunakan data
multi-temporal citra satelit ALOS PALSAR level 1.0 tahun 2008-2009 yang diperoleh dari
Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dalam kegiatan Mini-Project sebagai salah satu
program capacity building dari Sentinel Asia System - JAXA. Dalam kajian ini digunakan
metode Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR) untuk pemetaan perubahan
permukaan tanah (land deformation).
PENGEMBANGAN METODE PENGGABUNGAN DATA DEM SRTM, ALOS PRISM
DAN PETA TOPOGRAFI
Peneliti Utama
: Bambang Trisakti
Unit Kerja
: Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja
KEPALA BIDANG : ARUM TJAHYANINGSIH
Anggota
: Ita Carolita, Samsul Arifin, Atriyon Julzarika, Nanin Anggraini,
Ahmad Sutanto
Kegiatan pkpp 2011 (Lapan – Ristek)
Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu data utama untuk mendukung
berbagai kegiatan, seperti pembuatan peta topografi, koreksi citra satelit, pemetaan daerah
rawan bencana (banjir, tsunami, longsor, dan gunung api) dan penyusunan tataruang wilayah.
Ketersediaan Data DEM yang digunakan saat ini berasal dari berbagai sumber, seperti DEM
dari peta topografi, DEM dari sensor Synthetic Aparture Radar (SAR) seperti Shutlle Radar
Topography Mission (SRTM) atau DEM yang diturunkan dari data stereo seperti data stereo
sensor Advanced Land Observation Satellite - The panchromatic Remote Sensing Instrument
for Stereo Mapping (ALOS PRISM). Masing-masing DEM memiliki kelebihan dan
kelemahan yang terkait dengan kedetilan informasi, cakupan wilayah dan tingkat akurasi.
Seperti contoh, DEM dari peta topografi mempunyai informasi yang detil pada daerah curam
tapi tidak detil pada daerah datar, DEM SRTM memiliki tingkat akurasi yang tinggi tapi
resolusi spasial yang rendah, sedangkan DEM dari citra stereo memiliki resolusi spasial dan
tingkat akurasi yang tinggi tapi bermasalah dengan awan dan cakupannya yang sempit.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dibutuhkan metode untuk menghilangkan kelemahan
dan menggabungkan kelebihan yang dipunyai oleh masing-masing DEM tersebut.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan metode penggabungan data DEM yang
berbeda (DEM dari peta topografi, DEM SRTM dan DEM dari ALOS PRISM) untuk
mendapatkan DEM dengan kedetilan informasi dan tingkat akurasi yang lebih baik
dibandingkan DEM awal.
Pada Kegiatan ini dilakukan kajian penggabungan DEM dengan menggunakan 2
metode penggabungan, yaitu: DEM Integration dan DEM fusion. Metode DEM integration
dilakukan dengan menentukan Height Error Map (standar deviasi dari setiap piksel) pada
suatu data DEM, menghilangkan daerah error DEM pada batas tertentu, mengisi void pada
wilayah error menggunakan DEM dari sumber berbeda dan melakukan interpolasi titik
ketinggian untuk membentuk DEM baru. Sedangkan, metode DEM fusion dilakukan dengan
menggabungkan 2 atau lebih data DEM dengan menggunakan bobot yang dihitung dari
Height Error Map masing-masing DEM. Perbaikan kualitas dan tingkat Akurasi dari DEM
yang dihasilkan dengan metode-metode tersebut dievaluasi dengan menggunakan perubahan
Height Error Map sebelum dan sesudah penggabungan, analisis jumlah bull eyes (anomali
ketinggian terhadap nilai sekitarnya) pada DEM, serta pengujian dengan data pengukuran
lapangan menggunakan GPS Geodetik.
Kegiatan ini telah dilaksanakan dari bulan Maret-November 2011. Kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Tahap penyiapan data yang meliputi penyamaan model referensi tinggi dan
normalisasi data DEM, dari sumber DEM yang berbeda, perlu dilakukan untuk
mendapatkan DEM gabungan dengan kualitas yang baik.
2. Pada penggabungan DEM dari peta topografi dan DEM SRTM, Metode DEM
integration merupakan pilihan terbaik untuk menghasilkan DEM gabungan yang detil
dan akurat. Karena DEM integration dapat mengisi kekurangan informasi di wilayah
datar sehingga memperbaiki Height Error Map) dan meningkatkan akurasi vertikal
DEM gabungan.
3. Pada penggabungan DEM ALOS PRISM dan DEM SRTM, metode DEM fusion
dapat memperbaiki bull eyes secara menyeluruh, sehingga meningkatkan akurasi
vertikal dari DEM gabungan.
4. Perlu penelitian/kajian untuk merubah model DSM (DEM citra satelit optik dan SAR)
menjadi model DTM (DEM dari peta topografi dan pengukuran lapangan), sehingga
dapat dihasilkan DEM gabungan yang lebih akurat
Output yang dihasilkan:
1. Metode penggabungan data DEM
2. Data DEM wilayah Kajian
3. Juknis pengabungan data DEM
4. Publikasi ilmiah (Prosiding dan jurnal)
Download