Digital elevation Model - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
2.1
DEM (Digital elevation Model)
2.1.1
Definisi DEM
Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian
permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik yang mewakili bentuk
permukaan bumi dapat dibedakan dalam bentuk teratur, semi teratur, dan acak.
Sedangkan dilihat dari teknik pengumpulan datanya dapat dibedakan dalam
pengukuran secara langsung pada objek (terestris), pengukuran pada model objek
(fotogrametris), dan dari sumber data peta analog (digitasi).
Teknik pembentukan DEM selain dari Terestris, Fotogrametris, dan
Digitasi adalah dengan pengukuran pada model objek, dapat dilakukan seandainya
dari citra yang dimiliki bisa direkonstruksikan dalam bentuk model stereo. Ini
dapat diwujudkan jika tersedia sepasang citra yang mencakup wilayah yang sama.
Terdapat beberapa definisi tentang DEM, yaitu :
ƒ
“DEM adalah teknik penyimpanan data tentang topografi suatu terrain. Suatu
DEM merupakan penyajian koordinat (X, Y, H) dari titik-titik secara digital,
yang mewakili bentuk topografi suatu terrain.” [Dipokusumo dkk, 1983]
ƒ
“Digital Elevation Model (DEM) adalah representasi statistik permukaan
tanah yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinat X, Y, dan Z nya
pada suatu sistem koordinat tertentu.” [Petrie dan Kennie, 1991]
ƒ
“DTM/DEM adalah suatu set pengukuran ketinggian dari titik-titik yang
tersebar di permukaan tanah. Digunakan untuk analisis topografi daerah
tersebut.” [Aronoff, 1991]
ƒ
“DEM adalah suatu basis data dengan koordinat X, Y, Z, digunakan untuk
merepresentasikan permukaan tanah secara digital.” [Kingston Centre for GIS,
2002]
‐6‐ ƒ
“DEM adalah informasi digital mengenai ketinggian (atau variasi relief) dari
suatu area.” [Spatial Data Systems Consulting, 2002]
Dari beberapa defenisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa semua
defenisi tersebut merujuk pada pemodelan permukaan bumi ke dalam suatu model
digital permukaan tanah tiga dimensi dari titik-titik yang mewakili permukaan
tanah tersebut.
DEM terbentuk dari titik-titik yang memiliki nilai koordinat 3D (X, Y, Z).
Permukaan tanah dimodelkan dengan memecah area menjadi bidang-bidang yang
terhubung satu sama lain dimana bidang-bidang tersebut terbentuk oleh titik-titik
pembentuk DEM. Titik-titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan tanah
atau titik hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik-titik sample.
Titik-titik sample merupakan titik-titik yang didapat dari hasil sampling
permukaan bumi, yaitu pekerjaan pengukuran atau pengambilan data ketinggian
titik-titik yang dianggap dapat mewakili relief permukaan tanah. Data sampling
titik-titik tersebut kemudian diolah hingga didapat koordinat titik-titik sample.
2.1.2
Kualitas DEM
Kualitas suatu DEM dapat dilihat pada akurasi dan presisi dari DEM
tersebut. Yang dimaksud dengan akurasi adalah nilai ketinggian titik (Z) yang
diberikan oleh DEM, berbanding dengan nilai sebenarnya yang dianggap benar.
Sedangkan presisi adalah banyaknya informasi yang dapat diberikan oleh DEM.
Presisi bergantung pada jumlah dan sebaran titik-titik sample dan ketelitian titik
sample sebagai masukan/input bagi pembentukan DEM dan juga metode
interpolasi untuk mendapatkan ketinggian titik-titik pembentuk DEM. Titik-titik
sample yang dipilih untuk digunakan harus dapat mewakili bentuk terrain secara
keseluruhan sesuai dengan kebutuhan aplikasi penggunaannya.
2.1.3 Aplikasi Penggunaan DEM
DEM digunakan dalam berbagai apllikasi baik secara langsung dalam
bentuk visualisasi model permukaan tanah maupun dengan diolah terlebih dahulu
‐7‐ sehingga menjadi produk lain. Informasi dasar yang diberikan DEM dan
digunakan dalam pengolahan adalah koordinat titik-titik pada permukaan tanah.
Informasi lain yang dapat diturunkan dari DEM adalah :
ƒ
Jarak pada relief atau bentuk permukaan tanah
ƒ
Luas permukaan suatu area
ƒ
Volume galian dan timbunan
ƒ
Slope dan Aspect
ƒ
Kontur
ƒ
Profil
Contoh aplikasi-aplikasi yang menggunakan DEM, yaitu :
ƒ
Rekayasa teknik sipil
ƒ
Pemetaan hidrografi
ƒ
Pemetaan topografi
ƒ
Pemetaan geologi dan geofisiska
ƒ
Rekayasa pertambangan
ƒ
Simulasi dan visualisasi permukaan tanah
ƒ
Rekayasa militer
2.1.4
Konsep Terbentuknya DEM
Pada gambar 2.1 dapat terlihat bahwa citra kiri dan citra kanan mempunyai
objek yang sama dengan sudut pandang yang berbeda, pada proses ini kita
melakukan penyamaan pixel karena kita mencari kesekawanan objek antara citra
kiri dan citra kanan. Pada proses matching ini posisi objek pada masing-masing
citra akan berbeda, hal ini mengindikasikan terjadinya paralaks-x. Dengan adanya
paralaks ini kita dapat melihat objek secara stereo. Masing-masing citra memiliki
sistem koordinat lokal, maka kita harus membuatnya dalam sistem koordinat yang
sama (sistem koordinat tanah). Objek pada kamera, citra, dan model (citra
overlap) harus berada pada satu garis lurus (Collinearity). Objek pada citra kiri,
citra kanan, dan pada model akan membentuk suatu bidang yang dinamakan
bidang Epipolar.
‐8‐ (sumber : manual guide PCI 9.1)
Gambar 2.1 Membuat DEM dari pasangan stereo
Objek-objek yang kita pilih merupakan titik sample yang telah kita
diketahui nilai koordinatnya (X, Y, Z), karena kita tidak mungkin mengambil
semua titik objek yang ada pada citra overlap (model stereo). Sehingga kita
melakukan proses interpolasi pada objek-objek yang lain atau disebut juga
perbanyakan titik (Triangulasi Udara). Setelah melakukan proses tersebut maka
kita dapat membentuk DEM dengan menghubungkan titik-titik tinggi.
2.2
The Advanced Land Observing Satellite (ALOS)
ALOS memiliki tiga perangkat penginderaan jauh : Panchromatic Remote
Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) untuk menghasilkan Digital
Elevation Models (DEMs), the Advanced Visible and Near Infrared Radiometer
type 2 (AVNIR-2) untuk peninjauan multispektral cakupan lahan, dan the Phased
Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) untuk pengamatan
daerah cuaca selama 24 jam. Sensor ini diharapkan bisa memberikan resolusi
yang tinggi untuk pengamatan lahan.
‐9‐ ALOS digunakan untuk kartografi, pengamatan daerah, pangamatan
bencana dan sumber penelitian. Misi dari pada ALOS adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan digital elevation model (DEM), dan berhubungan dengan hasil
data geografis untuk Jepang dan negara lain termasuk pada region AsiaPasifik (pembuatan peta).
2. Melakukan pengamatan daerah untuk pengembangan yang berkesinambungan
(harmonisasi
antara
lingkungan
bumi
dengan
pengembangannya)
–
(pengamatan daerah).
3. Monitoring bencana seluruh dunia (monitoring bencana).
4. Survey sumber daya alam (survey lapangan).
5. Pengembangan sensor dan teknologi satelit untuk satelit pengamatan bumi
masa depan (pengembangan teknologi).
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.2 ALOS data nodes zone definition
2.2.1
Panchromatic Remote-Sensing instrument for Stereo Mapping (PRISM)
PRISM adalah radiometer pankromatik dengan resolusi spasial 2.5 meter.
Perangkat ini memiliki tiga teleskop untuk penglihatan dari depan (forward),
‐10‐ belakang (backward) dan tengah (nadir) yang bisa digunakan untuk menghasilkan
Digital Elevation Model (DEM) dengan akurasi cukup untuk skala peta 1 : 25.000
2.2.2
Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2 (AVNIR-2)
Avnir-2 sebagian besar mengamati lahan, zona pesisir dan bisa
memberikan informasi peta tutupan lahan dan tataguna lahan untuk memonitoring
area lingkungan.
2.2.3
Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)
PALSAR merupakan sensor microwave aktif yang bisa mengamati cuaca
selama 24 jam. Perangkat ini memilik performa yang lebih bagus dari the
Synthetic Aperture Radar (SAR). Pada the Japanese Earth Resource Satellite-1
(JERS-1) sensornya mempunyai kendali sinar pada tingginya dan cara ScanSAR
yang dapat memberikan ukuran yang lebih lebar daripada konvensional SARs.
PALSAR dikembangkan bersama-sama dengan Japan Aerospace Exploration
Agency (JAXA) dan the Japan Resource Observation System Organization
(JAROS).
2.3
Karakteristik ALOS
ALOS merupakan satelit Jepang yang mempunyai resolusi tinggi untuk
pengamatan bumi. Ini dilengkapi dengan tiga perangkatnya yaitu PRISM,
AVNIR-2, dan PALSAR. Untuk menggunakan data yang didapatkan dari
sensornya, ALOS sudah merancangnya dengan kemampuan pengumpulan data
dan ketelitian posisi serta kemampuan penentuan letak yang penting bagi satelit
penginderaan jauh dengan resolusi tinggi pada abad mendatang.
Berikut ini pada tabel 2.2 karakteristik dari ALOS dan pada gambar 2.4
konfigurasi dari orbit ALOS.
‐11‐ Tabel 2.1 Karakteristik ALOS
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.3 Konfigurasi orbit ALOS
‐12‐ 2.3.1
Karakteristik PRISM
PRISM adalah komponen utama dari ALOS. Dia memiliki tiga sistem
catoptrik penglihatan yaitu forward, backward, dan nadir untuk mengambil data
sepanjang jalur stereoskopik. Beberapa teleskop terdiri dari tiga cermin dan
beberapa CCD detector untuk pengamatan dengan tipe penyapuan. Pengamatan
teleskop nadir mampu mencapai 70 km lebar cakupannya, sedangkan forward dan
backward hanya 35 km lebar cakupannya.
Seperti yang dilihat pada gambar 2.5, teleskop terpasang pada dua sisi dari
dudukan optik dengan temperatur kontrol yang tepat. Teleskop forward dan
backward cenderung lebih kurang 24 derajat dari nadir untuk mendapatkan
dasarnya dengan perbandingannya adalah 1. PRISM field of view (FOV)
memberikan pertampalan penuh dari tiga citra tanpa teknik pengamatan atau
penyimpangan arah satelit. PRISM dengan resolusi 2.5 meter digunakan untuk
ekstraksi Digital Elevation Model (DEM) dengan keakuratan yang tinggi.
Karakteristik PRISM dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.4 Gambaran Cakupan PRISM
‐13‐ Tabel 2.2 Karakteristik PRISM
NOTE: PRISM cannot observe areas beyond latitudes 82 degrees south and north.
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Bentuk pengamatan dari nadir, backward, and forward yaitu dua pengamatan
(±1.20 derajat sudut pandang) per lintasan penting untuk keseluruhan cakupan
pengamatan kecuali pada area dengan ruang lingkup yang besar. Pada gambar 2.5
dijelaskan gambaran sudut pandang PRISM secara acak.
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.5 Default Pointing Angle of PRISM
‐14‐ 2.3.2
Karakteristik AVNIR-2
AVNIR-2 merupakan sukses lanjutan dari AVNIR diatas the Advanced
Earth Observing Satellite (ADEOS) yang dikeluarkan
pada Agustus 1996.
AVNIR-2 perbaikan dari AVNIR yang instantaneous field-of-view (IFOV).
AVNIR-2 mempunyai resolusi citra sebesar 10 meter dibandingkan dengan 16
meter resolusinya AVNIR dalam region multispektral. Resolusi yang lebih tinggi
dicapai dengan perbaikan CCD detectors (AVNIR : 5000 pixel per CCD, AVNIR2 : 7000 pixel per CCD) dan peralatan elektroniknya. Perbaikan lainnya adalah
pada sudut bidiknya. Sudut bidik dari AVNIR-2 adalah ± 44 derajat untuk
pengamatan langsung pada daerah bencana. Visualisasinya dapat dilihat pada
gambar 2.6 dan tabel 2.3.
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.6 Gambaran Cakupan AVNIR-2
‐15‐ Tabel 2.3 Karakteristik AVNIR-2
Note: AVNIR-2 cannot observe the areas beyond 88.4 degree north latitude and 88.5
degree
south latitude.
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
2.3.3
Karakteristik PALSAR
PALSAR merupakan produk SAR keluaran kedua Jepang yang
menggunakan frekuensi L-band. Resolusinya tinggi sehingga memudahkan kita
untuk mendapatkan lebar area 250-350 km (tergantung pada jumlah pengamatan)
dari citra SAR berdasarkan resolusi spasialnya. Pada PALSAR ini 3-5 kali lebih
lebar dari pada citra Real Aperture Radar yang digunakan untuk menghitung luas
lautan es dan memonitor hutan hujan. PALSAR sudah dikembangkan oleh JAXA
dan JAROS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.7 dan pada tabel
2.4 berikut ini.
‐16‐ (sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
Gambar 2.7 Gambaran Cakupan PALSAR
Tabel 2.5 Karakteristik dari PALSAR
(sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS)
‐17‐ 
Download