Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas Isolasi Dan Identifikasi Bakteri di Lingkungan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA Banda Aceh Isolation and Identification of Bacteria At Clinical Microbiology Laboratory of Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh 1Amiril Arifin, 2Zinatul Hayati, 3Kurnia Fitri Jamil 1Program Studi Pendidikan Dokter - Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 3Bagian/SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala - RSUDZA 2Bagian ABSTRACT One of the roles of Clinical Microbiology Laboratory is a supporting-investigation data provider about bacterial patogens that may cause infection disease to the patients. Hence, it’s accuracy is considered necessary. Living Bacteria in the Clinical Microbiology Laboratory environment is one source of the contaminants to clinical sample, therefore misidentification can occur. Research objectives were to isolate and identificate bacteria in the Clinical Microbiology Laboratory environment, RSUDZA Banda Aceh, and to determine its source. The research type was laboratory observations. The research samples were surfaces such as tables, wall, floor, Biosafety Cabinet (BSC), incubator, handle of door and refrigerator, computer keyboard, laboratory staffs’ nasal mucosa and unwashed palm. Thirty four isolates were obtained from 25 samples. The identification result showed Gram positive rods bacteria, Pantoea spp, Acinetobacter baumannii, Staphylococcus warneri, Staphylococcus haemolyticus, Staph. hominis spp hominis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Leuconostoc pseudomesenteroides, Citrobacter koseri, Burkholderia cepacia, Sphingomonas paucimobilis, Lactococcus garvieae, and Staphylococcus gallinarum. Keywords: bacterial contaminants, environtment of laboratory. ABSTRAK Salah satu peran laboratorium mikrobiologi klinik adalah sebagai penyedia data pemeriksaan penunjang mengenai bakteri patogen penyebab penyakit infeksi pada pasien. Oleh karena itu, keakuratan hasil identifikasi dinilai perlu. Bakteri yang hidup di lingkungan laboratorium mikrobiologi klinik adalah salah satu sumber kontaminan terhadap sampel klinik, sehingga dapat terjadi hasil yang salah pada identifikasi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan identifikasi bakteri di lingkungan Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (RSUDZA) Banda Aceh dan menentukan sumber bakteri tersebut. Jenis penelitian ini adalah observasional laboratorium. Sampel penelitian ini adalah permukaan benda yang ada di laboratorium seperti permukaaan meja, dinding, lantai, Biosafety Cabinet (BSC), inkubator, gagang pintu masuk dan pintu kulkas, keyboard komputer, mukosa hidung dan telapak tangan petugas laboratorium yang belum dicuci. Hasil isolasi bakteri dari 25 sampel diperoleh 34 isolat bakteri. Hasil identifikasi bakteri bakteri diperoleh bakteri Gram Positif Batang (GPB), Pantoea spp, Acinetobacter baumannii, Staphylococcus warneri, Staphylococcus haemolyticus, Staph. hominis spp hominis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Leuconostoc pseudomesenteroides, Citrobacter koseri, Burkholderia cepacia, Sphingomonas paucimobilis, Lactococcus garvieae, dan Staphylococcus gallinarum. Kata kunci: bakteri kontaminan, lingkungan laboratorium. . 1 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas PENDAHULUAN Sampel klinik adalah bahan yang berasal dan/atau diambil dari tubuh manusia untuk tujuan diagnostik, penelitian, pengembangan, pendidikan, dan/atau analisis lainnya, termasuk newemerging dan re-emerging, dan penyakit infeksi berpotensi pandemik.1 Bahan biologis yang termasuk dalam sampel klinik antara lain feses, darah, sputum, swab tenggorokan, urin, sekret, pus, aspirat, eksudat, efusi, kerokan kulit dan hidung, dan cairan serebrospinal.2 Di tempat pelayanan kesehatan, sampel klinik akan mengalami berbagai perlakuan mulai dari pengambilan, penyimpanan, pengiriman, dan tahap terakhir adalah pengelolaan sampel. 3 Sampel berasal dari berbagai pasien, baik pasien rawat inap ataupun pasien rawat jalan. Pengambilan sampel klinik dilakukan oleh analis kesehatan.4 Setiap sampel diambil dengan teknik, alat, waktu, dan media penyimpanan yang berbeda-beda.5 Setelah diambil dan disimpan dalam media penyimpanan yang sesuai, sampel dikirim ke laboratorium sesegera mungkin untuk menghindari kerusakan.6 Pengelolaan sampel juga dilakukan oleh analis kesehatan di laboratorium klinik.4 Laboratorium klinik terdiri dari laboratorium mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi klinik, dan patologi anatomik. Laboratorium mikrobiologi klinik menangani sampel untuk identifikasi mikrobiologi (bakteri, virus, dan jamur) penyebab penyakit dan uji kepekaan antibiotik. 7 Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan pembahasan pada kultur bakteri saja. Semua perlakuan-perlakuan, mulai dari pengambilan sampai pengelolaan sampel klinik, harus sesuai dengan prosedur yang berlaku di laboratorium RSUDZA. Jika perlakuan-perlakuan tersebut tidak sesuai prosedur, dapat terjadi hasil positif palsu,8 negatif palsu, sampel tidak layak uji,6 atau mikrobiota patogen dapat menular ke orang lain.9 Keadaan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi rumah sakit, petugas kesehatan, pasien, atau orang lain di lingkungan rumah sakit. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari perlakuan yang tidak sesuai prosedur adalah terkontaminasimya sampel klinik oleh bakteri lain yang bukan merupakan bakteri penyebab penyakit pada pasien. Bakteri kontaminan bisa mengontaminasi sampel pada saat pengambilan sampel. Sebagai contoh, pada saat pengambilan sampel urin, pot urin sedikit mengenai alat genital sehingga flora normal di epitel genital mengontaminasi sampel.10 Bakteri kontaminan juga bisa mengontaminasi sampel pada saat pengelolaan sampel di laboratorium. Kesalahan bisa berasal dari personel laboratorium atau lingkungan laboratorium yang tidak memenuhi standar biosafety. Hal ini menyebabkan hasil positif palsu pada identifikasi bakteri. Sebagai contoh, pada sampel darah yang akan dikultur, angka kejadian positif palsu masih cukup tinggi yaitu sekitar 0,6% sampai dengan 12,5%. Padahal batasan kejadian positif palsu yang diperbolehkan oleh American Society for Microbiology (ASM) dan the Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) tidak boleh melebihi 3%.11 Hal tersebut menyebabkan penegakan diagnosis dan pemberian antibiotik yang tidak tepat sehingga menimbulkan kerugian bagi pasien.11,12 Penelitian identifikasi pola bakteri yang berpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial pernah dilakukan di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Operasi RSUDZA Banda Aceh. Penelitian tersebut mengambil sampel dengan melakukan swab terhadap mukosa hidung dan tangan, peralatan kesehatan, dan udara. Hasil yang didapatkan adalah Staphilococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, dan Acinetobacter.13,14 Penelitian sejenis yang dilakukan di Ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Ruang Intermediet Care (IMC), Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan Ruang Operasi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. R. D. Kandou Manado ditemukan pola bakteri yang lebih banyak. Sampel diambil dengan melakukan swab pada permukaan meja, lantai, tempat tidur, udara, peralatan medis, dan dinding. Hasil yang didapatkan adalah Enterobacter sp, Bacillus subtillis, Staphylococcus sp, Lactobacillus sp, Klebsiella Pneumonia, Serratia liquefaciens, Candida sp., Pseudomonas sp., Streptococcus sp. dan Salmonela. 15,16,17,18 Pada penelitian ini, peneliti fokus pada faktor lingkungan laboratorium yang berpotensi mengontaminasi sampel klinik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kolkata, India, didapatkan bahwa bakteri kontaminan umum di laboratorium adalah Micrococus (52,94%), Bacillus subtilis (23,52%), Diphteroids (11,3%), Staphilococcus epidermidis (8,8%), dan Staphilococcus aureus (3,44%).19 2 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan observasional laboratorium untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri di lingkungan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA Banda Aceh. Isolasi dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 2 sampai tanggal 27 Februari 2016. Subjek penelitian adalah bakteri dari swab permukaan dalam Biosafety Cabinet (BSC), lantai BSC, telapak tangan yang belum dicuci dan mukosa hidung petugas laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA Banda Aceh, permukaan meja register, meja pemeriksaan mikroskopik, meja sampel, meja pewarnaan Gram, lantai meja, keran pewarnaan Gram, keran cuci tangan, inkubator besar, inkubator kecil, keyboard komputer Vitek, keyboard komputer API, gagang pintu laboratorium, gagang pintu kulkas biakan dan kulkas reagen, dan dinding sisi kiri ruangan laboratorium. Swab dilakukan dengan menggunakan cotton swab. Petugas laboratorium yang menjadi responden terlebih dahulu diberikan lembar permohonan menjadi responden dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Pembuatan medium terdiri dari pembuatan medium Blood Heart Infussion (BHI), Blood Agar (BA), dan MacConkey Agar (MCA). Medium BHI dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 37 gram serbuk BHI dalam 1 liter aquades murni secara perlahan-lahan. Campuran tersebut dipanaskan hingga larut kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit kemudian campuran dibiarkan hingga temperatur turun hingga 45 oC. Tahap terakhir adalah campuran dituangkan ke dalam tabung Broth sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan. Medium BA dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 21 gram serbuk BA dalam 500 ml aquades murni secara perlahanlahan. Campuran tersebut dipanaskan hingga larut kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit kemudian campuran dibiarkan hingga temperatur turun hingga 45oC. Darah 5% ditambahkan secara aseptik sambil diaduk dan dicegah terjadinya gelembung udara. Tahap terakhir adalah campuran dituangkan ke dalam cawan Petri sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan. Selanjutnya campuran dikontrol dengan cara diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Medium MCA dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 18,8 gram serbuk MCA ke dalam Erlemeyer dan ditambahkan 400 ml aquades. Campuran tersebut dipanaskan hingga larut kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Campuran dibiarkan mendingin kira-kira hingga suhu 45oC kemudian dituangkan ke dalam cawan Petri yang steril. Selanjutnya campuran dikontrol dengan cara diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Subjek penelitian di-swab dengan menggunakan cotton swab yang telah dibasahi aquades steril kemudian cotton swab tersebut ditanam pada medium BHI. Sampel dimasukkan ke dalam inkubator selama 18-24 jam. Setelah 18-24 jam, sampel diisolasi dengan teknik apusan/goresan tanpa merusak permukaan medium kemudian dimasukkan lagi ke dalam inkubator selama 18-24 jam. Setelah 18-24 jam, cawan Petri yang mengandung pertumbuhan bakteri campuran (lebih dari satu spesies bakteri) dipisahkan melalui kultur sekunder untuk mendapatan kultur murni. Identifikasi spesies dilakukan dengan menggunakan mesin Vitek 2. HASIL PENELITIAN Sebanyak 25 sampel yang telah diisolasi dan diinkubasi, seluruhnya ditemukan pertumbuhan bakteri. Pada penelitian ini, pengambilan sampel penelitian melalui teknik swab dilakukan sebelum kegiatan dekontaminasi. Oleh sebab itu, ada kemungkinan jika pengambilan sampel dilakukan setelah kegiatan dekontaminasi maka akan didapatkan jumlah pertumbuhan bakteri yang berbeda. Pertumbuhan bakteri ada yang spesies tunggal dan ada yang campuran. Identifikasi bakteri dilakukan sampai tahap spesies kecuali bakteri Gram Positif Batang (GPB) dan Pantoea spp karena keterbatasan alat, sehingga hasil dituliskan sebagaimana adanya. 3 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas Hasil kultur ditampilkan pada Tabel di bawah ini. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tabel Hasil Kultur Bakteri Berdasarkan Sumber Isolat Sumber Isolat Bakteri BSC Staphylococcus hominis spp hominis Lantai BSC Bakteri GPB - Burkholderia cepacia Mukosa hidung responden 1 Bakteri GPB Mukosa hidung responden 2 Staphylococcus epidermidis Mukosa hidung responden 3 Leuconostoc pseudomesenteroides Mukosa hidung responden 4 Citrobacter koseri Mukosa hidung responden 5 Bakteri GPB Telapak tangan responden 1 Bakteri GPB - Staphylococcus aureus Telapak tangan responden 2 Bakteri GPB - Pantoea spp Telapak tangan responden 3 Staphylococcus warneri, Sphingomonas paucimobilis Meja register Pantoea spp Meja pemeriksaan Staphylococcus haemolyticus mikroskopik Meja sampel Acinetobacter baumannii Meja pewarnaan Gram Acinetobacter baumannii Lantai meja Bakteri GPB Lactococcus garvieae Pantoea spp Keran pewarnaan Gram Bakteri GPB Keran cuci tangan Staphylococcus warneri Staphylococcus gallinarum Inkubator besar Bakteri GPB Inkubator kecil Bakteri GPB Keyboard komputer Vitek Bakteri GPB Pantoea spp Keyboard komputer API Bakteri GPB Gagang pintu Staphylococcus haemolyticus Staphylococcus hominis spp hominis Gagang pintu kulkas biakan Bakteri GPB Gagang pintu kulkas reagen Bakteri GPB Dinding sisi kiri laboratorium Bakteri GPB Peneliti tidak bisa memutuskan secara pasti dari mana bakteri tersebut berasal. Namun, berdasarkan asumsi yang didukung oleh studi pustaka, bakteri yang ditemukan di lingkungan laboratorium ada yang berasal dari sampel klinik pasien, flora normal pada kulit dan membran mukosa hidung, debu, air, atau bakteri umum penyebab infeksi nosokomial. Bakteri patogen seperti Acinetobacter baumannii21 dan Staphylococcus haemolyticus22 umumnya didapat dari sampel klinik pasien. Staphylococcus aureus bisa didapat dari sampel klinik23 dan sebagai flora normal pada kulit.24 Namun, karena pada penelitian ini Staphylococcus aureus didapat dari swab telapak tangan, maka kemungkinan besar bakteri ini berperan sebagai flora normal. Bakteri flora normal lain yang ditemukan adalah Staphylococcus epidermidis,20 Staphylococcus warneri,25 dan Citrobacter koseri.26 Staphylococcus hominis spp hominis adalah flora normal, tetapi ditemukan pada BSC. Bakteri ini kemungkinan didapat dari sampel klinik karena bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada pasien dengan penurunan sistem imun.27 Staphylococcus gallinarum adalah flora normal pada kulit unggas. Kemungkinan bakteri ini berasal dari sampel klinik karena ada laporan kasus endoftalmitis traumatik yang disebabkan oleh Staphylococcus gallinarum.28 Bakteri yang terdapat pada debu adalah bakteri GPB.. Burkholderia cepacia29 dan Lactococcus garvieae30 umumnya ditemukan di air dan lingkungan yang lembab, tetapi pada penelitian ini keduanya ditemukan pada lantai. Tumpahan air keran atau alas kaki yang basah kemungkinan berperan dalam penyebaran bakteri ini sehingga ditemukan pada 4 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas lantai. Selain bakteri patogen yang telah disebut di atas, bakteri lain penyebab infeksi nosokomial yang ditemukan adalah Sphingomonas paucimobili31 dan Pantoea spp.32 Petugas laboratorium selalu memakai sarung tangan saat menangani sampel klinik. Namun, di selasela kegiatan tersebut tidak bisa dijamin bahwa mereka tidak menyentuh permukaan benda lain (seperti meja, gagang pintu, keyboard komputer, dan lain-lain) dengan sarung tangan yang sudah terkontaminasi oleh sampel klinik tersebut. Bahkan saat sedang tidak menangani sampel klinik dan tidak sedang memakai sarung tangan, transmisi bakteri melalui sentuhan tangan pada permukaan benda-benda di lingkungan laboratorium turut berperan penting sebagai media transmisi bakteri dari satu tempat ke tempat lain. Menurut WHO, perpindahan bakteri yang diperantai oleh telapak tangan terjadi melalui 5 proses, yaitu (i) Mikroorganisme harus ada pada permukaan benda. (ii) Melalui kontak langsung, mikroorganisme berpindah dari permukaan benda ke telapak tangan. (iii) Mikroorganisme tersebut mampu bertahan hidup pada telapak tangan. (iv) Mencuci tangan yang kurang adekuat masih menyisakan mikroorganisme. (v) Kontaminasi silang dari tangan ke tangan atau benda lain melalui sentuhan langsung.33 Hal ini dapat menjelaskan mengapa bakteri ditemukan pada berbagai permukaan benda di lingkungan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA. Penelitian yang dilakukan oleh Jayashree Konar dan Sanjeev Das di India menemukan bahwa di permukaan meja ditemukan Mirococcus dan Bacillus Subtilis. Bacillus subtilis adalah salah satu bakteri Gram Positif Batang (GPB). Selain itu, di telapak tangan petugas laboratorium ditemukan Micrococcus, Diphterhoids, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus.19 Pada penelitian ini, di permukaan meja ditemukan Pantoea spp, Staphylococcus haemolyticus, dan Acinetobacter baumannii. Di telapak tangan petugas laboratorium ditemukan bakteri GPB, Staphylococcus aureus, Pantoea spp, Staphylococcus warneri, dan Sphingomonas paucimobilis. Data penelitian tentang bakteri yang ditemukan di lingkungan laboratorium klinik sangat terbatas. Oleh sebab itu, peneliti mencoba membandingkan data hasil temuan penelitian ini dengan ruangan lain di lingkungan rumah sakit. Penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan hasil yang bervariasi. Di ruang rawat bedah, Staphylococcus sp ditemukan pada telapak tangan atau mukosa hidung petugas kesehatan.13 Di ruang operasi, Acinetobacter sp ditemukan pada telapak tangan atau mukosa hidung petugas kesehatan.14 Peneliti tersebut tidak memisahkan bakteri hasil temuan yang di dapat dari telapak tangan dan mukosa hidung, sehingga tidak bisa diputuskan dari mana asal bakteri tersebut. Pada penelitian ini, di mukosa hidung petugas laboratorium ditemukan bakteri GPB, Staphylococcus epidermidis, Leuconostoc pseudomesenteroides, dan Citrobacter koseri. Penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada beberapa ruangan juga menunjukkan hasil yang bervariasi. Di ruang Rawat Inap Mata, Bacillus subtilis ditemukan di permukaan dinding dan Lactobacillus sp ditemukan di lantai.34 Di ruang NICU, pada lantai dan dinding ditemukan Serratia Liquefaciens, Lactobacillus, Bacillus subtilis, Klebsiella pneumonia, dan Enterobacter agglomerans. Pada gagang pintu dan permukaan meja, ditemukan Bacillus subtilis dan Klebsiella pneumonia.16 Di ruang PICU, pada lantai dan dinding ditemukan Enterobacter agglomerans, Serratia rubidaea, Enterobacter aerogenes, dan Streptococcus sp. Pada permukaan meja ditemukan Bacillus subtilis, Candida sp, Enterobacter agglomerans, Enterobacter aerogenes, dan Enterobacter cloacae.17 Di ruang IMC, pada lantai dan dinding ditemukan Staphylococcus sp, Bacillus subtilis, Enterobacter agglomerans, dan Enterobacter aerogenes.18 Di ruang operasi, pada permukaan dinding ditemukan Bacillus subtilis, Staphylococcus sp, Enterobacter cloacae. Pada lantai ditemukan Citrobacter difersus, Enterobacter aerogenes, Bacillus subtilis, Enterobacter agglomerans, dan Serratia marcescens.15 Pada penelitian ini, pada lantai ditemukan bakteri GPB, Burkholderia cepacia, Lactococcus garvieae, dan Pantoea spp. Pada permukaan dinding dan gagang pintu masuk laboratorium ditemukan bakteri GPB. 5 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas Upaya desinfeksi dilakukan setiap hari. Permukaan meja dan BSC didesinfeksi dengan zat desinfektan berbahan dasar alkohol setiap selesai menangani sampel klinik. Selain itu, zat desinfektan tersebut juga digunakan untuk mendesinfeksi gagang pintu masuk dan kulkas minimal satu kali sehari. Lantai didesinfeksi menggunakan produk pembersih lantai anti bakterial dengan bahan aktif 1% benzalkorium klorida pada saat pagi dan sore hari. Ada kewajiban mencuci tangan bagi petugas laboratorium setelah menangani sampel klinik walaupun mereka memakai sarung tangan saat bekerja. Sabun antiseptik dan air digunakan untuk mencuci tangan. Menurut Rutala dan Weber, zat disinfektan hanya dapat membunuh bakteri vegetatif, tapi tidak membunuh sporanya. Contoh zat disinfektan adalah alkohol 90% (etanol dan isopropanol) dan hipoklorit 5,25%–6,15% (sodium hipoklorit dan kalsium hipoklorit). Upaya sterilisasi diperlukan untuk membunuh spora tersebut, tetapi zat sterilan cenderung meninggalkan residu dan bersifat toksik untuk manusia bahkan beberapa zat bersifat karsinogenik. Berbeda dengan alkohol, hipoklorit bersifat korosif, sehingga tidak cocok diaplikasikan pada permukaan benda yang terbuat dari logam seperti BSC, keran air, gagang pintu, dan inkubator. Kelebihan lain dari alkohol adalah waktu paparan (exposure time) untuk membunuh bakteri kurang dari 15 detik, sedangkan hipoklorit dan zat sterilan membutuhkan waktu kontak bervariasi mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam.35 Oleh karena itu, zat disinfektan berbahan dasar alkohol menjadi pilihan untuk mendisinfeksi laboratorium klinik dengan jam kerja 9 jam sehari. Karena dibersihkan setiap hari, maka bakteri vegetatif akan mati atau minimal jumlah koloninya berkurang. Selain itu, kandungan nutrien pada tempat tersebut yang mungkin terbawa saat terjadi sentuhan oleh sarung tangan infeksius petugas laboratorium juga akan berkurang. Saat terjadi kekurangan makanan, bakteri GPB yang hidup pada debu, seperti Bacillus dan Clostridium, memiliki kemampuan membentuk endospora untuk bertahan hidup dalam keadaan dorman sampai nutrien terdapat pada lingkungan .36,37 Proses perubahan bentuk bakteri dari fase vegetatif ke fase endospora disebut sporulasi. Sporulasi terdiri dari tahap 0 (nol) sampai tahap VII. Tahap 0 adalah menentuan kutub tempat calon endospora yang akan dibentuk. Tahap I adalah membagi DNA untuk endospora dan sel induk, kemudian dilanjutkan dengan tahap II yaitu pembentukan kantung yang membungkus masingmasing DNA pada endospora dan sel induk. Pada tahap III, sitoplasma sel induk menyelubungi endospora sehingga endospora terperangkap di dalam sel induk. Tahap IV adalah hancurnya DNA sel induk dan terbentuknya korteks yang menyelubungi endospora. Korteks yang terbuat dari peptidoglikan ini berfungsi melindungi DNA endospora dari kerusakan akibat paparan suhu tinggi. Tahap V adalah pembentukan pembungkus (coat) yang menyelubungi korteks. Korteks dan pembungkus tersebut berfungsi sebagai barrier yang melindungi endospora dari zat desinfektan. Pada tahap VI, disebut juga pematangan spora, terjadi sintesis asam dipokolinat di sitoplasma sel induk dan diabsorbsi ke dalam endospora. Asam dipokolinat akan berikatan dengan ion kalsium dan mengikat molekul air, Hal ini menyebabkan dehidrasi endospora sehingga resistensi terhadap panas meningkat. Tahap VII adalah pengeluaran endospora dari sel induk (kini disebut sporangium. Tidak ada aktifitas metabolik yang terjadi pada endospora selama keadaan dorman. Jika keadaan lingkungan sudah memungkinkan, yaitu tersedia nutrisi, maka fase endospora akan berubah kembali menjadi fase vegetatif. Proses ini dinamakan germinasi.38 Pada penelitian ini, bakteri GPB banyak ditemukan pada berbagai tempat. Ada kemungkinan beberapa bakteri tersebut ikut terbawa oleh cotton swab saat swab dilakukan pada permukaan benda-benda yang menjadi subjek penelitian. Pada saat cotton swab ditanam dalam BHI yang kaya nutrien, proses germinasi berlangsung sehingga terjadi multiplikasi bakteri GPB dalam bentuk vegetatif dan akhirnya teridentifikasi pada penelitian ini. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil isolasi dan identifikasi 25 sampel seluruh sampel dijumpai pertumbuhan bakteri. Bakteri yang ditemukan adalah bakteri GPB, Pantoea spp, Acinetobacter baumannii, Staphylococcus warneri, Staphylococcus haemolyticus, Staph. hominis spp hominis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Leuconostoc pseudomesenteroides, 6 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas Citrobacter koseri, Burkholderia cepacia, Sphingomonas paucimobilis, Lactococcus garvieae, dan Staphylococcus gallinarum. Sumber bakteri tersebut berbagai macam tempat yaitu permukaan dalam BSC, lantai BSC, telapak tangan yang belum dicuci dan mukosa hidung petugas laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA Banda Aceh, permukaan meja register, meja pemeriksaan mikroskopik, meja sampel, meja pewarnaan Gram, lantai meja, keran pewarnaan Gram, keran cuci tangan, inkubator besar, inkubator kecil, keyboard komputer Vitek, keyboard komputer API, gagang pintu laboratorium, gagang pintu kulkas biakan dan kulkas reagen, dan dinding sisi kiri ruangan laboratorium. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberi saran bahwa disinfeksi permukaan bendabenda yang dianggap sering disentuh oleh petugas laboratorium/orang lain dan permukaan benda yang terpapar dengan sampel klinik perlu dilakukan sesering mungkin. Hal ini penting agar jumlah koloni bakteri kontaminan menurun. Selain itu, kepatuhan petugas laboratorium terhadap Standard Operational Prosedure (SOP) dalam penanganan sampel klinik, limbah, dan disinfeksi lingkungan laboratorium sangat diperlukan untuk mencegah terkontaminasinya sampel klinik oleh bakteri lain dari lingkungan laboratorium. DAFTAR PUSTAKA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 657/MENKES/PER/VIII/2009 Tentang Pengiriman dan Penggunaan Sampel Klinik, Materi Biologik, dan Muatan Informasinya. Mahode AA, editor. Pedoman Teknik Dasar untuk Laboratorium Kesehatan, Ed. 2. Chairlan, Lestari E, translators. Jakarta: EGC; 2011.373 p. Baron EJ, Miller JM, Weinstein MP, Richter SS, Gilligan PH, Thomson RB Jr, et al. A Guide to Utilization of the Microbiology Laboratory for Diagnosis of Infectious Diseases: 2013 Recommendations by the Infectious Diseases Society of America (IDSA) and the American Society for Microbiology (ASM). Clinical Infectious Diseases. 2013; 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 370/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Hawkey P, Lewis D. Medical Bacteriology : A Practical Approach, 2 nd Ed. UK: Oxford University Press; 2004.409 p. Pettross B. Specimen Collection and Transportation of Microbiology Specimens. Fremont Laboratory. 2010:2-3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 Tentang Laboratorium klinik. Hall KK, Lyman JA. Updated Review of Blood Culture Contamination. Clinical Microbiology Reviews. 2006;19(4):788-802. World Health Organization. Laboratory biosafety manual, 3rd ed. Geneva: WHO; 2004. 186 p. Franz M, Horl WH. Common Errors in Diagnosis and Management of Urinary Tract Infection: Pathophysiology and Diagnostic Techniques. Nephrol Dial Transplant. 1999;14:2746-53. Snyder SR, Favoretto AM, Baetz RA, Derzon JH, Madison BM, Mass D, et al. Effectiveness of practices to reduce blood culture contamination: A Laboratory Medicine Best Practices systematic review and meta-analysis. Clin Biochem. 2012;45(0):999–1011. Burman WJ, Reves RR. Review of False-Positive Cultures for Mycobacterium tuberculosis and Recommendations for Avoiding Unnecessary Treatment. Clinical Infectious Diseases. 2000;31:1390–5. Puspita I. Pola dan Sensitifitas Bakteri yang Berpotensi sebagai Penyebab Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA Banda Aceh [skripsi]. [Banda Aceh]: Universitas Syiah Kuala; 2011. Fitriani D. Pola dan Sensitifitas Bakteri yang Berpotensi sebagai Penyebab Infeksi Nosokomial di Ruang Operasi RSUDZA Banda Aceh [skripsi]. [Banda Aceh]: Universitas Syiah Kuala; 2012. 7 Original Article Volume 1 Nomor 4:1-8 Agustus-November 2016 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Komunitas Sofyan AF, Homenta H, Rares F. Pola Bakteri Aerob yang Berpotensi Menyebabkan Infeksi Nosokomial di Kamar Operasi Cito Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J eBm. 2015;3(1):381-5. Saleh M, Rares F, Soeliongan S. Pola Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Nosokomial pada Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J eBm. 2015;3(1):236-42. Baharutan A, Rares F, Soeliongan S. Pola Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial pada Ruang Perawatan Intensif Anak di Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J eBm. 2015;3(1):41219. Sulistya CE, Waworuntu O, Porotu’o J. Pola Bakteri yang Berpotensi Menjadi Sumber Penularan Infeksi Nosokomial di Iriana C Ruangan Intermediate Care (IMC) Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J eBm. 2015;3(1):130-7. Konar J, Das S. Common Contaminants of Bacteriology Laboratory: Microbiological Paramores. Int J Pharmaceutical Science Invention. 2013;2(11):36-7. Fey PD, editor. Staphylococcus Epidermidis: Methods and Protocols. USA: Humana Press; 2013:1. Peleg AY, Seifert H, Paterson DL. Acinetobacter baumannii: Emergence of a Successful Pathogen. Clin Microbiol. 2008;21(3):538-82. Barros EM. Ceotto H, Bastos MCF, Santos KRN, Marval MG. Staphylococcus haemolyticus as an Important Hospital Pathogen and Carrier of Methicillin Resistance Genes. J Clin Microbiol. 2011: 166-8. Tong SYC, Davis JS, Eicenberger E, Holland TL, Fowler VG. Staphylococcus aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical Manifestations, and Management. Clin Microbiol. 2015;28(3):603-61. Grice EA, Segre JA. The skin microbiome. Nat Rev Microbiol. 2011;9(4): 244–53. Kini GD, Patel K, Parris AR, Tang JS. An Unusual Presentation of Endocarditis Caused by Staphylococcus warneri. Open Microbiol J. 2010;4:103-5. Ella AD, Szwebel TA, Loubinoux J, Coignard S, Bouvet A, Jeunne C, et al. Infective Endocarditis Due to Citrobacter koseri in an Immunocompetent Adult. J Clin Microbiol. 2009;47(12):4185-6. Olazaran SM, Otera RM, Noriega ER, Diaz JL, Trevino SF, Gonzales GG, et al. Microbiological and Molecular Characterization of Staphylococcus hominis Isolates from Blood. Plos One. 2013;8(4):6 p. Tibra NK, Jalali S, Reddy AK, Narayanan R, Agarwal R. Traumatic endophthalmitis caused by Staphylococcus gallinarum. J Med Microbiol. 2010;59:365-6. Torbeck L, Raccasi D, Guyfuile DE. Burkholderia cepacia: This Decision Is Overdue. PDA J Pharm Sci and Tech. 2011;65:535-43. Sharifiyazdi H, Akhlaghi M, Tabatabaei M, Mostafavi ZSM. Isolation and characterization of Lactococcus garvieae from diseased rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum) cultured in Iran. J Iranian Vet Research. 2010;4(33):342-50. Ryan MP, Adley CC. Sphingomonas paucimobilis: a persistent Gram-negative nosocomial infectious organism. J Hosp Inf. 2010;75(3): 153-7. Bicudo EL, Macedo VO, Carrara MA, Castro FFS, Rage RI. Nosocomial outbreak of Pantoea agglomerans in a pediatric urgent care center. Braz J Infect Dis. 2007;2(2):3 p. World Health Organization. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advanced Draft) . Switzerland: WHO Press; 2006:14-7. Japanto AS, Soeliongan S, Rares FES. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob yang Berpotensi Menyebabkan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Mata Iriana F Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J eBm. 2016;4(1):9 p. Rutala WA, Weber DJ. Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare Facilities. North Carolina: Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee; 2008:38-58. Tam NKM, Uyen NQ, Hong HA, Duc LH, Hoa TT, Serra CR, et al. The Intestinal Life Cycle of Bacillus subtilis and Close Relatives. J Bacteriol. 2006;188(7):2692–2700. Hallit RR, Afridi M, Sison R, Salem E, Jack B, Slim J. Clostridium tetani bacteraemia. J Med Microbiol. 2013;62:155-6. Legget MJ, McDonnell G, Denyer SP, Setlow P, Maillard JY. Bacterial spore structures and their protective role in biocide resistance. J Applied Microbiol. 2012;113(3):485–98. 8