Gambaran klinik Sindroma Kolon Iritabel : studi

advertisement
Universa Medicina
Juli-September 2005, Vol.24 No.3
Gambaran klinik Sindroma Kolon Iritabel :
studi pendahuluan
A. Nurman
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK
Sindroma kolon iritabel (SKI) adalah suatu sindroma yang ditemukan pada 9%-24% dari penduduk di
negara Barat. Sampai saat ini belum ada laporan tentang prevalensi SKI di Indonesia, namun terdapat kesan
bahwa penyakit ini cukup sering ditemukan dan perhatian kepada kelainan ini akhir-akhir ini makin bertambah.
Suatu studi prospektif selama periode 1 tahun (2003-2004) mendapatkan 51 pasien SKI, ratio wanita berbanding
pria adalah 2 berbanding 1, kebanyakan pasien berusia pada kelompok 21-30 tahun yakni 31,4%. Tipe konstipasi
adalah yang terbanyak dan tipe bergantian (diare dan konstipasi) yang paling sedikit. Tipe konstipasi, diare
dan tipe bergantian didapatkan pada masing-masing 32 (62,7%), 16 (31,4%) dan 3 (5,9%) pasien. Tipe konstipasi
terutama didapatkan pada wanita (84,4%) di mana terbanyak pada wanita muda kelompok 20-30 tahun (46,9%);
dan pada tipe diare, pria (62,5%) lebih dominan dibandingkan wanita (37,5%). Distribusi gender ini tidak jauh
berbeda dengan di negara Barat. Kelainan gastrointestinal yang menyertai adalah esofagitis rifluks dan
sensitivitas terhadap makanan tertentu pada masing-masing 1(2%) dan 1 (2%) pasien.
Kata kunci: Sindroma kolon iritabel, laki-laki, wanita, tipe konstipasi, tipe diare
Clinical description of irritable bowel syndrome :
a preliminary study
ABSTRACT
Irritable bowel syndrome (IBS) is a common syndrome affecting 9% to 24% of the population in
western countries. Until now there is no report on the prevalence of IBS in Indonesia. In a prospective study,
during a period of one year (2003-2004), 51 patients were found; man-to-woman ratio was 2 : 1, most
patients were at the age group of 21-30 years (31.4%). Constipation-type IBS was predominant and
alternating-type was the least frequent type. Constipation, diarrheal and alternating-type IBS were found
in 32 (62.7%), 16 (31.4%) and 3 (5.9%) patients respectively. In the constipation-type IBS, women (84,4%)
especially young women (46.9%) were predominant and in the diarrheal type, men (62.5%) were
predominant. This gender distribution does not differ much from that of IBS in western countries. The
associated disorders were reflux esophagitis and sensitivity to certain food in 1 (2%) and 1(2%) patients
respectively.
Keywords: Irritable bowel syndrome, male, female, constipation type, diarrheal type
111
Nurman
PENDAHULUAN
Sindroma kolon iritabel (SKI) adalah
salah satu penyakit gastrointestinal yang
dikatakan paling sering ditemukan dalam
praktek klinik. (1) Prevalensi rata-rata secara
keseluruhan di negara maju sebesar 10% (1)
atau berkisar antara 9-24%. (2-4) Di Indonesia
belum ada angka prevalensi SKI. Walaupun
penyakit ini bukan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, penyakit ini dapat
menimbulkan stres yang berat bagi pasien dan
perasaan frustrasi bagi dokter yang
mengobatinya.
SKI ini dikhaskan oleh nyeri perut atau
rasa tidak nyaman di abdomen dan perubahan
pola buang air besar seperti diare, konstipasi
atau diare dan konstipasi bergantian serta
r a s a k e m b u n g d a n b e g a h . (3) S i m t o m i n i
mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan
menimbulkan beban ekonomi yang besar pada
m a s y a r a k a t (3-5)
terutama
melalui
(6)
ketidakhadiran di tempat kerja.
SKI didiagnosis atas dasar simtomsimtom yang khas tanpa adanya simtomsimtom alarm seperti penurunan berat badan,
perdarahan per rektal, demam atau anemia. (7)
Pemeriksaan fisik dan tes diagnostik yang
sekarang tersedia tidak cukup spesifik untuk
menegakkan diagnosis SKI, sehingga
diagnosis SKI ditegakkan atas dasar simtomsimtom yang khas tersebut.
METODE
Penderita yang berobat jalan mulai Juni
2003 sampai Mei 2004 ke Bagian Penyakit
Dalam R.S. X dengan keluhan rasa tidak
nyaman atau nyeri abdomen disertai dengan
perubahan pola buang air besar seperti
obstipasi, diare atau obstipasi dan diare
112
Sindroma kolon iritabel
bergantian, dimasukkan dalam penelitian.
Dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap,
laboratorium lengkap yakni darah tepi, faal
hati ginjal, gula darah, tinja, urin lengkap.
Pada pasien dengan diare disertai dengan
takikardia, keringat banyak, berat badan
menurun;
diperiksa
kadar
T3
( t r i i o d o t h y ro n i n e ) d a n T 4 ( t h y ro x i n e )
serum.
Diagnosis SKI ditetapkan berdasarkan
kriteria dari Rome II (8) yang merupakan sedikit
modifikasi dari kriteria Manning (9) dan Rome
I (Tabel 1). SKI diberi batasan sebagai
berikut: sedikitnya dalam 12 minggu (yang
tidak perlu berurutan) dalam 12 bulan terdapat
rasa tidak nyaman atau nyeri perut yang
mempunyai dua dari tiga kriteria utama SKI:
menghilang dengan defekasi dan atau
permulaan sakit yang disertai dengan
perubahan frekuensi buang air besar dan atau
disertai dengan perubahan konsistensi tinja.
Pasien didiagnosis sebagai SKI bilamana
tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan
laboratorium terutama pemeriksaan tinja serta
tidak didapatkan tanda-tanda bahaya/alarm
seperti penurunan berat badan, demam,
perdarahan
gastrointestinal.
SKI
diklasifikasikan berdasarkan pola defekasi
yang dominan: tipe diare (SKI-D), di mana
diare adalah gejala yang paling menonjol, tipe
konstipasi (SKI-K), di mana gejala yang
paling menyolok adalah konstipasi, dan tipe
bergantian (SKI-B), di mana terdapat diare
dan konstipasi bergantian. Yang dimaksud
dengan diare adalah defekasi lebih dari tiga
kali per hari dengan tinja hancur (loose) atau
cair, atau disertai rasa kebelet (urgency).
Sebaliknya pasien dikatakan menderita
konstipasi bila defekasi kurang dari tiga kali
per minggu dengan tinja yang keras dan/atau
rasa mengejan (straining).
Universa Medicina
Vol.24 No.3
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk sindroma kolon iritabel
SKI-D = Sindroma kolon iritabel tipe diare, SKI-K = Sindroma kolon iritabel tipe konstipasi
HASIL
Tabel 2. Distribusi SKI berdasarkan usia dan
jenis kelamin
Selama periode 12 bulan (Juni 2003- Mei
2004) didapatkan 51 (lima puluh satu) pasien
yang memenuhi kriteria SKI, wanita lebih
banyak daripada pria dengan perbandingan
wanita : pria = 2 : 1. Usia berkisar antara 1378 tahun, rata-rata 41,3 tahun (SD ± 16,7),
distribusi SKI berdasarkan umur dan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Pasien
terbanyak didapatkan pada kelompok usia 2130 tahun yakni 16 orang (31,4%).
113
Nurman
Tabel 3. Tipe SKI berdasarkan jenis kelamin
Distribusi berdasarkan tipe SKI dapat
dilihat di Tabel 3. Tipe konstipasi didapatkan
pada 32 orang (62,7%), yang terdiri atas
wanita 27 (84,4%) orang dan pria 5 (15,6%)
orang (ratio 5,4:1), tipe diare didapatkan pada
16 (31,4%) orang terdiri atas wanita 6 (37,5%)
orang dan pria 10 (62,5%) orang (ratio 3:5),
dan tipe bergantian didapatkan pada 3 (5,9%)
orang terdiri atas wanita 1 dan laki-laki 2 orang
(ratio 1 : 2).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa rasa
tidak nyaman atau nyeri abdomen bagian atas
(sindroma dispepsia) sangat dominan 45 (88%)
pasien dari seluruh kasus SKI. Di samping itu
“sindroma dispepsia” yang disertai dengan rasa
nyeri di regio umbilikalis terdapat pada 1 (2%)
pasien, “sindroma dispepsia” yang disertai rasa
nyeri perut bagian bawah tardapat pada 4 (8%)
pasien dan “sindroma dispepsia” yang disertai
tinja berlendir terdapat pada 1 (2%) pasien.
Penyakit saluran cerna yang menyertai
adalah esofagitis rifluks pada 1 (2%) pasien
dan tidak tahan makanan tertentu yakni susu,
sambal dan makanan bersantan yang
mengakibatkan diare pada 1 (2%) pasien.
PEMBAHASAN
Pada studi ini prevalensi SKI terbanyak
didapatkan pada kelompok usia muda (21-30
tahun) yakni sebesar 31,4%, dan semuanya
terjadi pada wanita (10%). Hasil ini tidak
berbeda dengan penemuan di luar negeri. (1,11)
Namun pada usia yang lebih tua (usia antara
114
Sindroma kolon iritabel
30-60 tahun) tidak ada perbedaan antara pria
dan wanita (Tabel 1), hasil ini tidak berbeda
dengan penemuan di luar negeri. (1,12) Riwayat
penyakit pasien sangat penting untuk
mendiagnosis dengan benar. Pada kebanyakan
pasien tes untuk penyakit organik tidak
diperlukan, kecuali bila terdapat indikatorindikator alarm, (6) karena tidak ada petanda
(marker) laboratorium yang spesifik untuk
SKI. Usia penting untuk menegakkan diagnosis
SKI; pasien di atas 50 tahun dengan gejalagejala usus besar yang baru timbul, terutama
pada mereka dengan riwayat keluarga adanya
keganasan kolon, perlu disingkirkan adanya
keganasan ini sebelum menentukan bahwa
mereka menderita SKI. Keadaan-keadaan lain
yang perlu dipikirkan antara lain adalah
intolerasi laktosa, penyakit “coeliac”, penyakit
Crohn yang ringan, malabsorpsi garam empedu
idiopatik. Pemeriksaan endoskopi (6) cukup
mahal dan tidak selalu dimiliki oleh setiap
fasilitas kesehatan. Pemeriksaan ini mungkin
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
diare persisten di mana mungkin diperlukan
biopsi duodenum dan kolon untuk
menyingkirkan penyakit “coeliac” dan kolitis.
Catatan harian pola makan dan simtom-simtom
dapat mengidentifikasi gejala yang mungkin
berhubungan dengan makanan atau stres. (6)
Diet makanan yang dicurigai menyebabkan
diare (exclusion diet) telah terbukti efektif
pada beberapa pasien. Bilamana terdapat
konstipasi yang berat pemeriksaan transit kolon
(untuk menyingkirkan “slow transit
c o n s t i p a t i o n” ) d a n p e m e r i k s a a n d a s a r
panggul (untuk menyingkirkan “outlet
obstuction”) bisa bermanfaat.
Di negara Barat 9-24% penduduk (2,3)
dilaporkan mempunyai simtom-simtom yang
konsisten dengan SKI. Kang dkk (7) melakukan
survei pada pasien-pasien yang mengunjungi
klinik gastroenterologi di National University
Hospital di Singapura dan didapatkan diagnosis
Universa Medicina
SKI pada 17,7% pasien dengan keluhan
gastrointestinal. Di suatu survei di komunitas
kecil di Singapura, didapatkan prevalensi SKI
pada 29,3%. Pada beberapa negara Asia
lainnya, SKI didapatkan sampai 40% pasienpasien yang berobat ke praktek-praktek
spesialis gastrointestinal (7) dan menyerang
wanita muda lebih sering daripada laki-laki.
Dari data di atas ada kesan bahwa SKI cukup
sering dijumpai di Asia.
SKI merupakan kelainan biopsikososial di
mana terdapat interaksi dari tiga faktor utama
yakni psikososial, perubahan motilitas dan
meningkatnya fungsi sensoris dari usus. (13)
Pada SKI terdapat peningkatan sensitivitas
viseral terhadap rangsangan-rangsangan
fisiologis atau rangsangan-rangsangan
patologis yang minimal. Gangguan-gangguan
kontraksi usus kecil dan besar dapat ditemukan
pada sebagian pasien. Stres psikologis atau
emosional bukanlah penyebab SKI namun
tampaknya merupakan faktor yang penting
pada pasien-pasien dengan emosi yang tidak
stabil. Gejala-gejala psikiatrik yang sering
menyertai SKI adalah depresi, somatisasi,
kecemasan, fobia dan paranoia. Rasa kembung
dan distensi abdomen juga sering dijumpai pada
SKI. Agaknya, gejala-gejala tersebut
disebabkan akumulasi gas yang berlebihan di
usus kecil atau besar, yang diperberat oleh
hipersensitivitas
viseral.
Infeksi
gastrointestinal dapat merupakan faktor
pencetus dari SKI. Simtom-simtom berfluktuasi
dari waktu ke waktu. Seperti halnya kelainan
gastrointestinal fungsional yang lain, SKI
merupakan hasil dari gangguan fungsi
gastrointestinal tanpa adanya kelainan patologi
dan tidak terdapat petanda biologik dari
penyakit tersebut.
Di negara Barat dan beberapa negara
Asia, SKI didapatkan lebih banyak pada wanita
daripada pria dengan ratio 2,6 : 1,1. (2,7,9-11)
K u s u m o b r o t o (14) d a n h a s i l s t u d i i n i
Vol.24 No.3
mendapatkan hal yang serupa dengan ratio
masing-masing 1,2 : 1 dan 2 : 1. Tipe konstipasi
didapatkan lebih banyak pada wanita, sedang
tipe diare lebih banyak pada pria, hal ini sama
dengan laporan Kusumobroto (14) dan di negara
Barat. (5)
Pada umumnya pasien datang dengan
keluhan diare atau konstipasi, atau kombinasi,
nyeri dan kembung. Walaupun demikian,
gejala-gejala pasien tidak menetap dari waktu
ke waktu, selain fluktuasi yang temporer,
keluhan usus dan simtom spesifik yang
menonjol dapat bervariasi dari waktu ke waktu.
Jadi, pasien bisa datang sewaktu-waktu dengan
diare dan pada waktu yang lain dengan
konstipasi.
G u i l e r a d k k (15) m e n d a p a t k a n b a h w a
distribusi subtipe SKI tergantung pada populasi
yang diteliti, apakah population-based
studies, primary care office-based studies
atau gastroenterology office-based studies;
lokasi geografik atau kriteria diagnostik yang
dipakai (Manning, Rome I, Rome II). Di
Amerika (berdasarkan kriteria Manning)
didapatkan distribusi yang sama antara ketiga
subtipe, sedangkan di Eropa (Rome I, Rome
II) didapatkan tipe konstipasi dan tipe
bergantian adalah yang paling menonjol. Pada
primary care office-based studies (Rome I,
Rome II), tipe bergantian adalah yang paling
prevalen. Sebaliknya, pada gastroenterology
office-based studies, SKI tipe konstipasi dan
tipe bergantian paling sering ditemukan.
Berdasarkan gastroenterology office-based
study, Kusumobroto, (14) melaporkan prevalensi
SKI tipe konstipasi, tipe diare dan bergantian
sebanding 3,2 : 1,2 : 1, sedangkan studi ini
mendapatkan rasio SKI tipe konstipasi, diare
dan bergantian sebesar 11 : 5 : 1.
Pada penelitian ini, gejala-gejala rasa tidak
nyaman dan pedih yang mirip dengan dispepsia
ditemukan pada sebagian besar kasus (45
pasien atau 88%). Tidak ditemukan pasien
115
Nurman
dengan rasa defekasi yang tidak tuntas pada
tipe konstipasi, dan hanya pada 2 orang (4%)
disertai nyeri perut yang hilang sesudah
defekasi. Gejala yang menyerupai “sindroma
dispepsia” yang disertai rasa nyeri di regio
umbilikalis didapatkan pada 1 pasien (2%),
yang disertai rasa nyeri di perut bagian bawah
didapatkan pada 4 pasien (8%), yang disertai
dengan tinja berlendir ditemukan pada 1 (2%)
kasus. Gambaran klinik ini agaknya berbeda
dari gambaran klinik SKI yang ditemukan di
negara-negara Barat, di mana nyeri abdomen
adalah gejala yang paling sering,(6,16) di samping
perubahan pola defekasi.
Sindroma kolon iritabel
5.
6.
7.
8.
KESIMPULAN
Prevalensi SKI terbanyak didapatkan
pada usia muda sebesar 31,4%. Tipe konstipasi
adalah yang terbanyak (62,7%), dan tipe
bergantian paling sedikit (5,9%). Wanita lebih
banyak daripada pria (ratio 2:1), kebanyakan
daripada wanita ini berusia muda (31,4%). Tipe
konstipasi terutama didapatkan pada wanita
(84,4%) di mana wanita muda yang terbanyak
(46,9%), pada tipe diare pria lebih dominan.
Rasa nyeri dan atau tidak nyaman di perut
bagian atas yang menyerupai dispepsia
didapatkan pada hampir semua kasus (96,1%).
Daftar Pustaka
9.
10.
11.
12.
13.
14.
1.
2.
3.
4.
116
Camilleri M. Management of the irritable bowel
syndrome. Gastroenterology 2001; 120: 652-68.
Quigley EMM. Current concepts of irritable
bowel sindrome. Review. Scan J Gastroenterol
2003; Suppl 237: 1-8.
Longstreth GF, Wilson A, Knight K, Wong J,
Chiou CF, Barghout V. Irritable bowel sindrome,
health care use, and cost: a US managed care
perspective. Am J Gastroenterol 2003; 98: 600-7.
Gwee KA, Gratiam JC, Mc Kendrick MW, Collins
SM, Marshall JS, Read NW. Psychometric
15.
16.
scores and persistence of irritable bowel after
infectious diarrhea. Lancet 1996; 347: 150-3.
Hammer J, Talley NJ. Diagnostic criteria for the
irritable bowel sindrome. Am J Med 1999; 107:
5S-11S.
Talley NJ, Spiller R. Irritable bowel syndrome: a
little understood organic bowel disease? The
Lancet 2002; 360: 555-64.
Kellow J, Lee OY, Chang FY, Thongsawat S,
Mazlam MZ, Yuen H. Irritable bowel sindrome.
An Asia-Pacific, double blind, placebo,
controlled, randomized study to evaluate the
efficacy, safety and tolerability of tegaserod in
patients with irritable bowel sindrome. Gut 2003;
52: 671-6.
Drossman DA, Lamilleri M, Mayer EA,
Whitehead WE. AGA technical review on
irritable bowel sindrome. Gastroenterology 2002;
123: 2108-31.
Manning AP, Thompson WG, Heaton KW,
Morris AF. Towards a positive diagnosis of the
irritable bowel. BMJ 1978; 2: 653-4.
Drossman DA, Thompson WG, Talley NJ, Funch
JP, Janssens J, Whitehead WE. Identification of
sub-groups of functional gastrointestinal
disorders. Gastroenterology 1990; 3: 159-72.
Tillisch K, Labus JS, Naliboff BB.
Characterization of the alternating bowel habit
subtype in patients with irritable bowel
syndrome. Am J Gastroenterol 2005; 100: 896-904.
Jones J, Boorman J, Cann P. British society of
gastroenterology guidelines for the
management of the irritable bowel syndrome. Gut
2000; 47: ii 1- ii 19.
Camilleri M. Review article: tegaserod. Aliment
Pharmacol Ther 2001; 15: 277-89.
Kusumobroto H. Evidence based approach to the
management of irritable bowel syndrome. Konas
XI PGI-PEGI, PIN XII PPHI, Malang, Juli 2003.
Guilera M, Balboa A, Mearin F. Bowel habit
subtypes and temporal patterns in irritable
bowel syndrome: systemic review. Am J
Gastroenterol 2005; 100: 1-11.
Hungin APS, Chang L, Locke GR, Dennis EH,
Barghout V. Irritable bowel syndrome in the
united states: prevalence, symptom patterns and
impact. Aliment Pharmacol Ther 2005; 21: 136575.
Download