NELI SHINTAULI 1241173300142 ( III Pagi A ) PERIKLANAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Iklan bukan hanya merupakan sarana bagi kepentingan pelaku usaha untuk mempromosikan produknya, tetapi juga terdapat kepentingan konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur dan obyektif dan tidak menyesatkan, sehingga konsumen dalam membeli sebuah produk sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, iklan yang menyesatkan yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat merugikan kepentingan konsumen serta menghilangkan kepercayaan konsumen kepada pelaku usaha. A. PENDAHULUAN Peranan pemasaran sangat besar dalam meningkatkan penjualan produk barang dan jasa, dalam era perdagangan bebas, pelaku usaha dituntut untuk memproduksi barang dan jasa yang kompetitif, sehingga pelaku usaha dituntut lebih bersikap kreatif dalam meningkatkan produksinya. Upaya mewujudkan produk yang kompetitif maka periklanan turut berperan besar dalam memasarkan produk barang dan jasa. Produk yang dihasilkan perusahaan periklanan berupa iklan diharapkan mampu memberikan kepuasan bagi pengusaha pengiklan sekaligus juga bagi para konsumen suatu produk barang/jasa yang diiklankan. Dalam kerangka hubungan kemitraan antara perusahaan pengiklan dengan perusahaan periklanan seharusnya perusahaan periklanan tidak hanya terpaku pada kreativitas iklan yang dihasilkan. Iklan merupakan salah satu sarana pemasaran yang sangat banyak digunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan aneka produk yang dihasilkan kepada konsumen, serta untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap aneka produk yang dihasilkan. Pentingnya media iklan bagi pelaku usaha menurut David Oughnton dan John Lowry, yang menyatakan bahwa advertising is the central symbol of consumer society, advertising plays a central role in making available to 1 consumers information which the producers of the advertised product wishes the consumer to have. Ketika pelaku usaha mengiklan sebuah produk dengan pengharapan konsumen lebih banyak membeli produk tersebut, pengharapan pelaku usaha tersebut didukung oleh kemajuan teknologi terutama dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi sehingga penanyangan iklan baik melalui media elektronik dan non elektronik semakin canggih dan menarik yang menyebabkan meluasnya jangkauan informasi beriklan. Idealnya informasi berupa iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha tidak hanya menginformasikan sebuah produk dengan semua kelebihannya tetapi juga harus disertai mengenai informasi penggunaan, efek samping/kekurangan yang terdapat dalam produk tersebut. Dengan informasi yang benar dalam iklan tersebut diharapkan konsumen dapat memilih sebuah produk yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. B. PEMBAHASAN 1. Iklan Yang Menyesatkan Konsumen Iklan adalah segala bentuk promosi yang ditujukan untuk memperbesar penjualan barang dan jasa dari pemberi pesan kepada masyarakat dengan mempergunakan media yang dibayar berdasarkan tarif tertentu. Dari pengertian ini terkesan bahwa pelaku usaha akan berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan promosi melalui iklan untuk membuat konsumen konsumtif dengan membeli produk yang belum tentu dibutuhkan oleh konsumen. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa pengertian iklan pangan sebagai setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan/atau perdagangan pangan. Pengertian iklan dalam Etika Pariwara Indonesia/EPI (Kode Etik Periklanan Indonesia) sebagai self regulations dari pelaku usaha periklanan Indonesia, memberikan definisi bahwa iklan adalah sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Dari 2 berbagai definisi mengenai iklan, dapat disimpulkan dalam kegiatan periklanan terlihat adanya beberapa unsur, yaitu sebagai berikut: 1. Produsen, yaitu pemimpin perusahaan atau pengusaha yang memproduksi suatu produk. 2. Konsumen, yaitu pemakai/pembeli suatu produk. 3. Produk (barang dan/atau jasa) yang diproduksi dan dianjurkan kepada konsumen agar mau membelinya. 4. Message yaitu pesan-pesan anjuran tentang suatu produk kepada konsumen. 5. Media iklan, yaitu tempat atau waktu yang disewa untuk mempromosikan suatu produk kepada konsumen. 6. Efek yaitu perubahan tingkah laku konsumen, di mana ia menerima anjuran pesan-pesan iklan yang mengakibatkan ia membeli produk. Kondisi idealnya adalah pelaku usaha dalam mengiklankan produknya dapat memberikan informasi yang benar, dan jujur tanpa upaya mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan, jaminan dan garansi sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 (UUPK). Selanjutnya ketentuan Pasal 10 Bab IV Mengenai Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan / atau jasa. Berdasarkan Pasal 10 UUPK diatas menggambarkan di mana pernyataan menyesatkan mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, tawaran potongan harga, hadiah, serta bahaya penggunaan barang dan/atau ajasa dapat 3 berpengaruh ketika konsumen memilih produk yang diiklankan. Jika diperhatikan pada beberapa iklan, terdapat beberapa iklan yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang sebenarnya, bahkan dapat pula dikatakan beberapa iklan menyesatkan konsumen, diantaranya: 1. Iklan promosi produk tertentu menyatakan bahwa produknya adalah nomor 1, sehingga memunculkan pernyataan siapakah atau lembaga manakah yang berhak memberi peringkat nomor 1 tersebut? 2. Beberapa produk minuman segar menyatakan rasa buah asli tetapi setelah diteliti 99% mengandung essent, pewarna dan bukan rasa buah asli. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UUPK dan realita periklanan dewasa ini, informasi yang disampaikan pelaku usaha melalui promosi iklan tidak hanya bertujuan untuk kepentingan promosi penjualan saja, tetapi informasi melalui iklan promosi tersebut harus mengandung muatan yang jujur dan tidak menyesatkan konsumen. 2. Peranan Pemerintah Sebagai Pengawas Periklanan Banyak para pihak yang terlibat dalam kegiatan periklanan dari proses pembuatan sampai iklan itu ditayangkan yang menyebabkan kegiatan periklanan berada di bawah kewenangan beberapa departemen/instansi teknis yang tekait. Hal tersebut merupakan salah satu hambatan dalam penentuan departemen atau instansi mana yang berwenang meminta pertanggungjawaban pelaku usaha. Selain hal tersebut yang juga menjadi permasalahan adalah penentuan pertanggungjawaban masing-masing pelaku usaha periklanan. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dan kejelian dalam menganalisis pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan yang menyesatkan. Beberapa ketentuan umum yang berlaku, misalnya hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki kecenderungan untuk membatasi tanggungjawab pelanggar hak-hak konsumen, bahkan dalam bidang-bidang hukum tertentu, misalnya dalam bidang hukum pengangkutan, beberapa kasus tertentu terdapat perbedaan prinsip yang dianut. Ketiadaan Undang-undang khususnya Undangundang periklanan yang seharusnya dapat dijadikan pedoman, sehingga penentuan 4 pertanggungjawaban pelaku usaha dilakukan perkasus tergantung kepada proses penyelesaian apakah menggunakan jalur litigasi yang memberikan kewenangan kepada Hakim di Pengadilan atau menggunakan jalur non litigasi yang memberikan kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Kemajuan dunia periklanan dewasa ini memberikan manfaat positif serta berdampak negatif yang kemungkinan dapat merugikan konsumen, sehingga diperlukan pembinaan dan pengawasan dari pemerintah untuk melindungi konsumen yang masih dianggap sebagai konsumen yang kurang cerdas dalam menerima informasi yang tidak jujur. Secara umum tugas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, termasuk tugas pembinaan dan pengawasan kegiatan periklanan dilaksanakan oleh pemerintah dengan dikoordinasikan oleh Menteri Perdagangan serta menteri-menteri teknis terkait. Menurut ketentuan Pasal 29 UUPK menyebutkan bahwa: 1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha, serta dilaksanakan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. 2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis terkait. 3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. 4) Pembinaan penyelenggaraan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk: a. Tercipta iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen; b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; c. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, serta meningkatkannya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah. 5 Berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUPK maka pemerintah berperan strategis dalam melakukan pembinaan dan perlindungan konsumen untuk mendapatkan haknya. Mengingat kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya masih rendah atau ada anggapan bahwa konsumen Indonesia kurang cerdas, oleh sebab itu pemerintah berperan penting dalam melakukan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen. Melalui pendidikan dan pembinaan konsumen diharapkan konsumen mampu menjadi konsumen cerdas yang tahu akan hak dan kewajibannya sehingga mampu melindungi dirinya sendiri dari kepentingan pelaku usaha terutama dalam promosi iklan menyesatkan hanya mementingkan keuntungan pelaku usaha sebesar-besarnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 UUPK mengenai tujuan perlindungan konsumen: a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menetukan, dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen; d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi; e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha; f) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keselamatan konsumen. Dalam rangka pembinaan perlindungan konsumen, kegiatan juga diarahkan kepada pembinaan pelaku usaha guna menciptakan iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Untuk mewujudkan pelaku usaha yang jujur dan bertanggungjawab tidak hanya dalam produknya tetapi dalam proses beriklan bukanlah hal yang mudah, tetapi dibutuhkan komitmen bersama seluruh pihak sehingga dihasilkan kesadaran untuk 6 mengutamakan pemberian informasi kepada konsumen yang jujur, jelas mengenai kualitas, harga, layanan purna jual dari produk yang di iklankan. C. KESIMPULAN Masyarakat luas sebagai konsumen sudah seharusnya diberikan perlindungan karena seringkali konsumen tidak berdaya menghadapi kegiatan perekonomian termasuk di dalam ketika pelaku usaha mengiklankan produknya. Kemajuan dunia periklanan patut diberikan apresiasi positif tetapi harus juga diperhatikan mengenai dampak negatif dari iklan yang merugikan konsumen karena muncul beberapa iklan yang menyesatkan konsumen tetapi konsumen sendiri tidak merasa ataupun mengabaikan hal tersebut. Untuk itu diperlukan upaya perlindungan hukum yang memadai termasuk juga diperlukan peranan strategis dari pemerintah untuk pembinaan dan pengawasan sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UUPK sehingga tujuan perlindungan konsumen yang diamanatkan Pasal 3 UUPK dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 4, hlm 9-10, hlm 17. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Tim Pengkajian Hukum Tentang Aspek Hukum dan Etika Bisnis Periklanan di Indonesia, Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta, 1994, hlm 9. Tems Dayakusumah, Periklanan, Amrico, Bandung, 1992, hlm 54. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000, hlm 59. 7