BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN 2.1. Film 2.1.1. Film Sebagai Komunikasi Massa Film merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pendidikan budaya. Meski pada awalnya film diperlakukan sebagai komoditi yang diperjual belikan sebagai media hiburan, namun pada perkembangannya film juga kerap digunakan sebagai media propaganda, alat penerangan bahkan pendidikan. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Film adalah hasil proses kreatif para sineas yang memadukan berbagai unsur seperti gagasan, sistem nilai, pandangan hidup, keindahan, norma, tingkah laku manusia, dan kecanggihan teknologi. Dengan demikian film tidak bebas nilai karena di dalamnya terdapat pesan yang dikembangkan sebagai karya kolektif. Disini, film menjadi alat pranata sosial. Film sebagai institusi sosial memiliki kepribadian, mengusung karakter tertentu dengan visi dan misi yang akan menentukan kualitas. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukkan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan 9 10 yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan.6 Film atau gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. 7 Ahli komunikasi Oey Hong Lee (1965:40) menyebutkan “film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul didunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsurunsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19.”8 Kemudian menurut UU No. 23 Tahun 2009 tentang perfilman, pasal 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Film juga disebut sebagai media komunal, perpaduan dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian baik seni rupa, teater, sastra, arsitektur dan musik. Film merupakan perpaduan dari perkembangan teknologi fotografi dan rekaman suara. Film adalah sebuah media hiburan sebab fungsi dari film adalah sebagai alat hiburan, 6 Teguh Trianton. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta, Graha Ilmu. 2013, x Elvinaro Ardianto et al. Komunikasi Massa. Bandung, Simbiosa Rekatama Media. 2012, 143 8 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2009, 126 7 11 sumber informasi, alat pendidikan, dan pencerminan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa. Dalam kamus komunikasi halaman 134 disebutkan, film adalah media yang bersifat visual atau audio visual untuk menyampaikan pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat.9 2.2. Film Cerita Pendek (short films) 2.2.1. Sejarah Istilah film pendek mulai populer sejak tahun 50-an, sedangkan alur perkembangan film pendek dimulai dari Jerman dan Perancis. Para penggagas film pendek itu ialah Manifesto Oberhausen di Jerman dan kelompok Jean Mitry di Perancis. Kemudian muncul Oberhausen Kurzfilmtage yang sekarang menjadi festival film pendek tertua di dunia, tepatnya di kota Oberhausen sendiri. Tidak menunggu waktu yang lama Paris pun menjadi saingan dengan kemunculan Festival du Court Metrage de Clermont-Ferrand yang diadakan tiap tahun. Festival-festival film pendek di Eropa menjadi ajang eksibisi utama yang sarat pengunjung, apalagi didukung dengan munculnya cinema house bervolume kecil. Masyarakata pun dapat menyaksikan pemutaran fil-film pendek ini di harmpir setiap sudut kota di Eropa. Film pendek Indonesia mulai muncul di kalangan pembuat film Indonesia sejak munculnya pendidikan sinematografi di IKJ. Perhatian para film-enthusiasts di 9 Teguh Trianton. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta, Graha Ilmu. 2013, 2 12 era tahun 70-an bisa dikatakan cukup baik dalam membangun atmosfer positif bagi perkembangan film pendek di Jakarta. Bahkan, Dewan Kesenian Jakarta mengadakan Festival Film Mini setiap tahunnya semenjak tahun 1974. Pada tahun 1984 muncul hubungan internasional diantaranya dengan para filmmaker Eropa terutama dengan Festival Film Pendek Oberhausen. Hal itu, membuat film pendek mulai berani unjuk gigi dimuka dunia. Keadaan ini memancing munculnya Forum Film Pendek di Jakarta, yang berisikan para seniman, praktisi film, mahasiswa dan penikmat film dari berbagai kampus untuk secara intensif membangun networking yang baik di kalangan pemerhati film.10 2.2.2. Definisi Film pendek ialah salah satu bentuk film paling simple dan paling kompleks. Di awal perkembangannya film pendek sempat dipopulerkan oleh comedian Charlie Chaplin. Secara teknis film pendek merupakan film yang memiliki durasi dibawah 50 menit. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi.11 2.1.3. Fungsi Film Film berfungsi sebagai hiburan. Namun, di dalam film juga terkandung fungsi informatif, edukatif, dan persuasif. Fungsi-fungsi ini akan berjalan dengan 10 11 http://id.wikipedia.org/wiki/Film_pendek Ibid 13 baik, karena film memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan media pendidikan lain yang konvensional. 12 Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai alat hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building. Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang dianagkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang. 13 Fungsi film dalam masyarakat pada konteks komunikasi ada empat. Pertama, film sebagai sumber pengetahuan yang menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi masyarakat dari berbagai belahan dunia. Kedua, film sebagai sarana sosialisasi dan pewarisan nilai, norma dan kebudayaan. Artinya selain sebagai hiburan, secara laten film juga berpotensi menularkan nilai-nilai tertentu pada penontonnya. Ketiga, film sering kali berperan sebagai wahana pengembangan bentuk seni dan simbol, melainkan juga dalam pengertian pengemasan tata cara, mode, gaya, hidup dan norma-norma. Dan keempat, film sebagai sarana hiburan dan pemenuhan kebutuhan estetika masyarakat. Menurut UU perfilman, film mempunyai 6 fungsi atau peran yakni: (a) fungsi budaya, (b) pendidikan, (c) hiburan, (d) informasi, (e) pendorong karya kreatif, dan (f) ekonomi.14 12 13 14 Teguh Trianton. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta, Graha Ilmu. 2013, 21 Elvinaro Ardianto et.al. Komunikasi Massa. Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2012. 145 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Jakarta. Erlangga. 1996 14 2.2.4. Struktur Film Struktur tiga babak merupakan keseluruhan rangkaian dramatik yang nantinya dapat menentukan sebuah film baik atau kurang baik dari segi penceritaan. Dalam struktur tiga babak sebuah film di bagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Awal: biasanya menceritakan berbagai informasi penunjang cerita sebelum cerita berlanjut semakin jauh. Seperti karakter tokoh, setting tempat dan setting waktu. 2. Konflik/klimaks: biasanya menceritakan masalah yang menjadi pokok utama sebuah film. Dalam tahap ini diharapkan penonton dapat ikut merasakan apa yang di alami si tokoh film. Ketika hal tersebut sudah menjadi kenyataan maka film tersebut layak dianggap film yang baik. 3. Ending/anti klimaks: Biasanya berisikan cerita akhir sebuah film atau sebuah penyelesaian akan konfliks yang terjadi sebelumnya.15 2.2.5. Genre/Jenis Film 1. Action-Laga Pada genre ini biasanya untuk film yang bercerita mengenai perjuangan seorang tokoh untuk bertahan hidup. Biasanya dibumbui adegan pertarungan. Jika sutradaranya jeli mengolah film bergenre action, maka penonton akan seolah-olah mampu merasakan ketegangan yang dialami si tokoh dalam film. 15 Panca Javandalasta. 5 Hari Mahir Bikin Film. Jakarta. Mumtaz Media. 2011.21 15 2. Comedy-Humor Jenis film comedy adalah film-film yang ceritanya mengandalkan kelucuan-kelucuan baik dari segi cerita maupun dari segi penokohan. 3. Roman-Drama Film bergenre roman biasanya banyak disukai penonton karena dianggap sebagai gambaran nyata sebuah kehidupan. Sehingga pada akhirnya penonton dapat ikut merasakan adegan dalam film dikarenakan kesamaan pengalaman hidup antara si tokoh dalam film dan penonton. 4. Mistery-Horor Genre mistery biasanya mengetengahkan cerita yang terkadang berada diluar akal umat manusia. Walaupun begitu genre ini banyak disukai karena pada dasarnya setiap manusia dibekali rasa penasaran akan apa yang berada pada dunia lain di luar dunia manusia. 5. Film Fantasi Tema atau konflik dari film jenis ini tak terlalu berbeda dengan jenis film yang lain. Yang paling membedakan film fantasi dengan film lain adalah setting atau latar belakang serta karakter tokoh unik, yang tidak ada di dunia nyata. Setting waktu film fantasi biasanya masa lampau atau masa depan, tapi ada juga yang bersetting masa sekarang. 16 6. Sci Fi (Science Fiction) Sebenarnya Sci-Fi mencakup tema- tema yang luas dan mempunyai subgenre-subgenre yang mengakibatkan sulit untuk didefinisikan secara jelas. Sci-Fi sendiri adalah salah satu genre dari cerita fiksi (fiction) yang mempunyai ciri khusus yaitu elemen imajinasinya berkaitan erat dan mempunyai kemungkinan untuk dijelaskan menggunakan science atau kemajuan teknologi yag berdasarkan pada hukum alam yang dituangkan pada postulat-postulat science. 7. Film Animasi / Kartun Film kartun dalam sinematografi dikategorikan sebagai bagian yang integral film yang memiliki ciri dan bentuk khusus. Film secara umum merupakan serangkaian gambar yang diambil dari obyek yang bergerak. Gambar obyek tersebut kemudian diproyeksikan ke sebuah layar dan memutarnya dalam kecepatan tertentu sehingga menghasilkan gambar hidup. Film kartun dalam sinematografi adalah film yang pada awalnya dibuat dari tangan dan berupa berkesinambungan.16 16 Ibid. 3 ilustrasi di mana semua gambarnya saling 17 2.2.6. Unsur-unsur Film Film merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja sejumlah unsur atau profesi. Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan film antaralain: produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera (kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris (bintang film). 1. Produser. Unsur paling utama (tertinggi) dalam suatu tim kerja produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produserlah yang menyandang atau mempersiapkan dana yang dipergunakan untuk pembiayaan produksi film. Produser merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi film. 2. Sutradara. Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai “orang penting kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi. 3. Penulis skenario. Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis 18 dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Jadi, penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis skenario itulah yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara menjadi sebuah karya film. 4. Penata kamera (kameramen). Penata kamera atau popular juga dengan sebutan kameramen adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam proses perekaman (pengambilan) gambar di dalam kerja pembuatan film. Karena itu, seorang penata kamera atau kameramen dituntut untuk mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang direkamnya di dalam kamera. Di dalam tim kerja produksi film, penata kemera memimpin departemen kamera. 5. Penata artistik. Penata artistik (art director) adalah seseorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat penjelasan dari sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi adegan di dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan- 19 perlengkapan yang akan digunakan para pelaku (pemeran) film dan lainnya. 6. Penata musik. Penata musik adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar menguasai musik, tetapi juga harus memiliki kemampuan atau kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh film. 7. Editor. Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggung jawab dalam proses pengeditan gambar. 8. Bintang film (pemeran). Bintang film atau pemeran film dan biasa juga disebut aktor dan aktris adalah mereka yang memerankan atau membintangi sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada. Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan sesuai dengan tuntutan skenario (cerita film), terutama dalam menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama) dan pemeran pembantu (piguran).17 17 Morissan, M.A. Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, Jakarta. Kencana Predana Media Group, 314 20 2.3. Definisi Editing Editing merupakan proses penyusunan atau perekonstruksian gambar dan dialog berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan untuk membentuk rangkaian penuturan cerita sinematik yang memenuhi standar dramatik, artistik dan teknis.18 Penyusunan gambar disini harus dikaitkan dengan cerita awal saat rapat pra produksi. Selain gambar / video, editing juga harus memperhatikan audio. Apakah audio tersebut terdapat noise atau tidak. 2.4 Tahapan Post Production Dalam bukunya, Paul D. MacGowan19 mengatakan bahwa tahapan post production sebagai berikut: 1) Review awal, kemudian capture,masukkan dalam timeline (di dalam software editing). 2) Tambahkan Voice Over (bila diperlukan). 3) Tambahkan transisi, musik serta title. 4) Lakukan Colour Grading sesuai dengan mood adegan. 5) Export kedalam 1 file video. 6) Burning ke DVD atau media lainnya. 18 Estu Miyarso.Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Mata Kuliah Sinematografi. Majalah Pendidikan. Yogyakarta: KTP FIP UNY.2009. 19 Paul D. MacGowan.Video Expedition.Cranwell Avenue.2007.Hal:1 21 2.5 Editor Editor adalah sineas professional yang bertanggungjawab mengkonstruksi cerita secara estetis dari shot-shot yang dibuat berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan menjadi sebuah film cerita yang utuh.20 Editor juga dituntut untuk mempunyai panca indera yang kuat. Maksudnya adalah seorang editor harus mempunyai sikap kreatif dalam mengerjakan tanggungjawabnya. Mengerti dengan alur cerita dan membuat adegan sehingga penonton ikut merasakan mood dari adegan film tersebut. 2.5.1 Tugas dan Kewajiban Editor Berikut tugas dan kewajiban editor mulai dari Pra Produksi (Preproduction), Produksi, dan Paska Produksi (Post Production)21. A. Tahap Pra Produksi 1. Menganalisa skenario dengan melihat adegan yang tertulis dalam skenario dan mengungkapkan penilaiannya pada sutradara. 2. Berdiskusi dengan departemen yang lain dalam script conference untuk menganalisa skenario baik secara teknis, artistic dan dramatik. 3. Dalam produksi film cerita untuk bioskop, editor bersama produser dan sutradara menentukan proses paska produksi (Post Production) yang akan digunakan seperti Knetransfer, Digital Intermediate atau Negative Cutting. 20 21 Sastha Sunu dkk., Job Description Pekerja Film.Jakarta.FFTV-IKJ.2012.Hal:143 Ibid.143 22 B. Tahap Produksi Dalam tahap ini seorang editor tidak memiliki tugas dan kewajiban khusus, namun dalam proses produksi ini seorang editor dapat membantu mengawasi pendistribusian dan kondisi materi mulai dari laboratorium sampai materi tersebut berada dimeja editing. Pihak yang dibantu oleh editor adalah individu professional yang ditunjuk oleh rumah produksi yang bersangkutan dalam melaksanakan pendistribusian materi tersebut. Individu professional tersebut biasanya dilakukan oleh manajer unit, koordinator paska produksi (post production supervisor) ataupun seorang runner. C. Tahap Paska Produksi 1. Membuat struktur awal shot-shot yang sudah dibuat sesuai dengan struktur skenario (berbentuk rough cut). 2. Mempresentasikan hasil susunan rough cut kepada sutradara dan produser. 3. Setelah itu, dilakukan revisi (berdasarkan hasil diskusi dengan sutradara dan produser). Maka dengan kreativitas dan imajinasi seorang editor membentuk struktur baru yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal ini, editor harus bisa membangun emosi, irama dan alur yang menarik. 4. Mempresentasikan dan mendiskusikan struktur baru yang dihasilkannya bersama sutradara dan produser hingga struktur yang paling diharapkan (final edit). 5. Menghaluskanhasilfinaledit/prosestrimminghinggafilmselesai dalam proses kerja editing (picture lock). 23 6. Dalam produksi film cerita untuk bioskop, editor bersama sutradara membagi hasil editing tersebut menjadi beberapa bagian (reeling) untuk kebutuhan laboratorium, pengolahan suara dan music. Sementara untuk film cerita televisi, editor bersama sutradara membagi hasil editing tersebut menjadi beberapa bagian untuk pertimbangan kebutuhan jeda iklan (commercial break). 7. Editor dapat menjadi rekanan diskusi untuk pengolahan suara dan musik. Diskusi itu berupa penentuan suara efek dan musik sebagai pembentuk kesatuan gambar dan suara yang saling mendukung. 8. Dalam produksi film cerita untuk bioskop, editor dapat juga menjadi pengawas pada proses laboratorium hingga pada proses cetak hasil pertama film (copy A). Sementara produksi film cerita untuk televise, editor dapat menjadi pengawas proses transfer hasil editing yang siap untuk ditayangkan (master edit) kedalam pita rekaman video. 2.6 Definisi Montage Montage merupakan teknik editing dalam film fiksi maupun dokumenter yang melibatkan shot-shot untuk memberi perubahan informasi / cerita dalam ruang dan waktu tanpa unsur realitas yang terus menerus. 22 Montage dibutuhkan saat menggabungkan dua shot yang berbeda tempat dan waktu agar tidak tercipta jump cut / ketidakselarasan gambar. Caranya berbagai 22 Barbar Suleman, MONTAGE IN DIGITAL VIDEO & CINEMATICS. England. 2010.Hal:4 24 macam, bisa dengan menyisipkan establish shot (seperti video awan, bunga, tetesan air hujan, dan sebagainya) diantara kedua shot tersebut, atau dengan menambahkan efek transisi sesuai dengan adegannya. Dalam bukunya, Barbar Suleman juga menyebutkan bahwa dalam pembuatan film di era modern ini terdapat teknik-teknik baru untuk penerapan montage dalam suatu film, seperti menambahkan Old Effect (efek warna agar film terlihat seperti hasil produksi tahun 1930-1950), memotong gambar / shot sesuai dengan beat (ketukan) dari backsound (musik latar), dan sebagainya.23 2.6.1 Tipe Montage Ada dua tipe montage yang pada umumnya digunakan dalam produksi film fiksi maupun dokumenter, yaitu24 : 1. Narrative Montages (Montage bernarasi) Tipe montage ini ditandai dengan penggabungan shot-shot tertentu yang berkesinambungan untuk menandai adanya perubahan tempat dan waktu. Pada umumnya narrative montage adalah tipe montage yang sering ada di sebagian besar film. Contohnya: menyisipkan video rintikan hujan besar di atap yang menandakan bahwa terjadi hujan saat adegan berlangsung, atau menyisipkan video matahari terbenam yang menandakan bahwa waktu sudah berubah menjadi malam hari. 23 24 Ibid Ibid 25 2. Ideational Montage (Montage Ideasional) Tipe montage ini ditandai dengan penyelarasan adegan dalam shot / video dengan suara narator. Narator disini berperan sebagai pengisi suara (dubber) untuk menuntun gambar sesuai dengan teks narasi. Biasanya terdapat dalam film dokumenter. 2.6.2 Jenis-jenis Penerapan Montage Berikut adalah beberapa teknik penerapan montage yang sering digunakan untuk project film fiksi atau dokumenter25: 1. Parallel Montage Andre Bazin, seorang Film Maker asal Perancis ini yang pertama kali mengutarakan teknik montage ini. Dalam penerapannya, teknik ini lebih memfokuskan dua sisi kejadian berbeda dalam satu adegan yang saling berhubungan. Salah satunya adalah saat adegan pengejaran antara polisi dan penjahat di film Birth of a Nation pada tahun 1915. Dalam scene ini digambarkan bahwa sang penjahat yang kabur menggunakan mobil sedang dikejar oleh polisi dengan mengendarai mobil juga. Harus diingat bahwa dua kejadian ini terjadi dalam satu adegan yang sama, namun di lokasi yang berbeda. Dalam hal ini, ada dua sisi kejadian yang memungkinan, yaitu sang penjahat berhasil kabur dengan ditandai jarak mobil yang dikendarainya semakin menjauhi mobil polisi tersebut, atau sang polisi berhasil menangkap penjahat itu dengan ditandai jarak mobilnya dengan mobil penjahat 25 Barbar Suleman, MONTAGE IN DIGITAL VIDEO & CINEMATICS. England. 2010.Hal:6 26 semakin dekat. Satu hal yang pasti bahwa penonton tidak bisa menerka kejadian selanjutnya dalam film tersebut. Inilah yang dinamakan Parallel Montage. Parallel Montage juga bisa digunakan untuk menunjukkan adegan yang terjadi dari beberapa lokasi yang berbeda dengan waktu yang sama. Misalnya dalam suatu scene, editor menyisipkan beberapa gambar tentang kejadian selama waktu istirahat di kampus dengan lokasi yang berbeda-beda seperti kantin kampus, kelas, dan pinggir lapangan. 2. Accelerated Montage Accelerated Montage digunakan untuk menunjukkan, kecepatan (saat adegan pelarian, kejar-kejaran dan sebagainya), atau mengurangi jarak lokasi dari dua pemeran. Contoh penerapannya adalah adegan film di kereta api yang sedang melaju cepat. Penonton akan memahami bahwa suatu adegan tersebut ada di dalam kereta api dengan menambahkan shot / gambar roda kereta api yang melaju cepat pada scene film tersebut. Teknik montage ini dilakukan agar penonton percaya bahwa adegan tersebut benar di dalam kereta api. Walaupun dalam kenyataannya, saat produksi dilakukan adegan tersebut di-shot bukan berada pada kereta api yang sedang berjalan melainkan di studio atau saat kereta api berhenti. 3. Montage by Attraction Teknik ini dilakukan untuk menipu penotnon agar penonton lebih mendapatkan emosi dari adegan tersebut. Pada umumnya, Montage by Attraction ditandai dengan 27 juxtaposed, yaitu seakan-akan sebuah objek atau pemeran berada di banyak tempat pada waktu yang bersamaan. Contoh penerapannya adalah di adegan pembunuhan dalam film “The Strike”. Pada saat scene pembunuhan, terdapat susunan video establish (tanpa dialog) yang menunjukkan bahwa pembunuh sapi seakan-akan berada di banyak tempat pada waktu yang bersamaan. Terlihat shot / gambar pertama (dengan teknik kamera long shot) seseorang yang telah membunuh seekor sapi di kandang. Kemudian shot / gambar selanjutnya menunjukkan orang yang sama telah membunuh sapi di kandang yang berbeda (sapi dan tempat yang berbeda). Begitu juga dengan shot / gambar selanjutnya dan selanjutnya, menunjukkan seseorang yang telah membunuh banyak sapi di tempat berbeda. Dengan teknik montage ini dimana susunan shot yang dipilih dan diedit menjadi suatu scene mampu membuat penonton mendapat mood takut akan pembunuh tersebut. 2.7 Teori Montage dalam Editing oleh Vsevolod I. Pudovkin Pudovkin pun mengatakan bahwa dalam proses editing ada 5 prinsip yang dilakukan26: 1. Contrast 2. Parallelism (Kekuatan Shot gambar) 3. Symbolism (Simbol adegan) 4. Simultaneity (Kesinambungan) 26 Barbar Suleman, MONTAGE IN DIGITAL VIDEO & CINEMATICS. England. 2010.Hal:125 28 5. Leit-motif (reiteration of theme); (Perulangan adegan) Dalam bukunya Pudovkin menulis : ...The elements of reality are fixed on these pieces; by combining them in his selected sequence, shortening and lengthening them according to his desire, the director builds up his own “filmic” time and “filmic” space. He does not adapt reality, but uses it for the creation of a new reality, and the most characteristic and important aspect of this process is that, in it, laws of space and time invariable and inescapable in work with actualitybecome tractable and obedient. The film assembles from them a new reality proper only to itself.27 a) Prinsip Contrast Dalam prinsip ini, Pudovkin menjelaskan bahwa dalam suatu shot bisa ditekankan lagi maksud dan pesan dari shot tersebut, menggunakan shot lain untuk penekanannya. Misalnya, ada adegan dimana seseorang sedang kelaparan. Untuk penekanannya, bisa digunakan shot seseorang yang lain sedang makan dengan rakus. Setelah itu diberikan lagi shot seseorang tadi yang sedang kelaparan. Ini menunjukkan bagaimana rasa lapar dari orang tersebut. Contoh lain misalnya adegan seorang pembunuh berdarah dingin sedang berada di sebuah acara formal. Dia ingin sekali membunuh, namun hawa membunuhnya harus ia tahan 27 Pudovkin.Film Theory and Criticism (4th Edition).Rusia.1920 29 karena ia bisa tertangkap bila melakukannya saat itu juga. Kemudian, shot selanjutnya ada sekumpulan gangster yang sedang membunuh orang-orang di jalan raya dengan membabi buta. Setelah itu kembali ke shot wajah pembunuh berdarah dingin tersebut. Dalam hal ini, penonton akan ikut merasakan bagaimana hawa membunuh yang ditahan oleh sang pembunuh dalam film tersebut. Adegan pembunuh bayaran dan sekelompok gangster sebenarnya adalah dua kejadian yang berbeda, namun shot sekelompok gangster dikontraskan dengan shot wajah pembunuh berdarah dingin,seakan-akan menunjukkan betapa besarnya pembunuh berdarah dingin itu ingin membunuh seseorang. On just such a simple contrast relation is based the corresponding editing method. On the screen the impression of this contrast is yet increased, for It is possible not only to relate the starving sequence to the gluttony sequence,but also to relate separate scenes and even separate shots of scenes to oneanother, thus, as it were, forcing the spectator to compare the two actions all the time, one strengthening the other. The editing of contrast is one ofthe most effective, but also one of the commonest and most standardised, of methods, and so care should be taken not to overdo it28. 28 Ibid 125 30 Gambar 2.1 Shot adegan seorang sedang menatap sesuatu Gambar 2.2 Shot adegan seorang polisi menodongkan pistolnya dan dua mayat tergeletak di belakangnya 31 Contoh gambar diatas adalah potongan adegan dari film “The Godfather” tahun 1972 dengan sutradara Francis Ford Coppola. Pada gambar 2.1 terlihat wajah seseorang yang sedang menatap sesuatu. Dalam adegannya, seseorang tersebut adalah seorang pembunuh berdarah dingin dan sedang menatap targetnya. Pada gambar 2.2, terlihat seorang polisi sedang menodongkan pistolnya. Dalam adegannya, polisi tersebut sebenarnya adalah anggota gangster yang menyamar menjadi polisi dan membunuh orang-orang dijalan secara acak, dan membunuh dengan cara yang kejam. Shot ini sebenarnya pengandaian dari besarnya hawa membunuh dari pembunuh di gambar 2.1 tersebut, karena adegan pada gambar 2.2 adalah adegan yang berbeda dari adegan di gambar 2.1. b) Prinsip Parallelism / Kekuatan Shot gambar
Prinsip ini bertujuan untuk menunjukkan dua kejadian yang berbeda yang dihubungkan dengan suatu elemen yang sama. Maksudnya disini adalah menggabungkan dua shot dengan suatu fokus yang mempunyai bentuk yang sama,bisa berupa objek, wajah, dan sebagainya. This method resembles contrast, but is considerably wider.Its substance can be explained more clearly by an example. In a scenario as yet unproduced a section occurs as follows: a working man, one of the leaders of a strike, is condemned to death; the execution is fixed for "-5 a.m. The sequenceis edited thus: a factoryowner, employer of the condemned man, is leaving a restaurant drunk, he looks at 32 his wrist- watch: 4 o'clock. The accused is shown- he is being made ready to be led out. Again the manufacturer, he rings adoor-bell to ask the time: 4:30. The prison wagon drives along the street underheavy guardo The maid who opens the door - the wife of the condemned –is subjected to a sudden senseless assault. The drunken factory-owner snores ona bed, his leg with trouser-end upturned, his hand hanging down with wrist watch visible, the hands of the watch crawl slowly to 5 o'clock. rhe workman is being hanged. In this instance two thematically unconnected incidents develop in parallel by means of the watch that tells of the approaching execution. The watch on the wrist of the callous brute, as it were connects him with the chief protagonist of the approaching tragic denouement, thus ever present in the consciousness of thespectator. This is undoubtedly an interesting method, capable of considerable development.29 29 Ibid.125-126 33 Gambar 2.3 Seorang wanita teriak karena melihat sesuatu Gambar 2.4 Seorang pria membuka mulut seperti sedang teriak 34 Gambar 2.5 Seorang pria tadi terlihat di stasiun kereta api bawah tanah Contoh gambar adegan diatas adalah potongan adegan dari film “The Lost World: Jurassic Park” tahun 1997 yang disutradarai oleh Steven Spielberg. Dalam adegan tersebut seorang wanita berteriak karena melihat sesuatu, setelah shot tersebut terlihat shot seorang pria yang membuka mulut (menguap). Aksi dari pemeran pria tersebut mirip dengan pemeran wanita, seakan-akan dia juga teriak karena melihat hal yang sama dengan wanita itu. Selain itu, pria tersebut pada awalnya terlihat seperti berada di pinggir pantai, tempat yang sama dengan wanita itu. Latar belakangnya yang membuat penonton beranggapan seperti itu. Namun ternyata pria itu berada di tempat yang berbeda. Diketahui setelah pria itu menguap, dia berjalan kedepan dan terlihat bahwa dia berada di stasiun bawah tanah dimana kereta baru saja datang. Inilah contoh dari montage Parallelism dari Pudovkin. 35 c) Prinsip Symbolism / Simbol Adegan Prinsip yang diterapkan oleh Pudovkin ini adalah bagaimana sang film maker bisa memberikan suatu makna kepada penonton terhadap suatu adegan dengan suatu symbol, tanpa harus menggunakan title (tulisan / teks di dalam film tersebut) Symbolism - In the final scenes of the film Strike the shooting down of workmen is punctuated by shots of the slaughter of a bull in the stockyard. The scenarist, as it were, desires to say: just as a butcher fells a bull with the swing of a pole-axe, so cruelly and in cold blood, were shot down the workers. This method is especially interesting because, by means of editing, it introduces an abstract concept into the consciousness of the spectator without use of a title. Gambar 2.6 Terlihat poster dewa matahari dan patung anjing di belakang kedua aktor 36 Contoh gambar adegan diatas adalah potongan adegan dari film “Lawrence of Arabia” tahun 1962 yang disutradarai oleh David Lean. Film ini mengisahkan tentang kejamnya suatu pemerintahan di daerah timur tengah. Dari gambar 2.6 terdapat patung hitam berbentuk anjing dan poster dewa matahari di belakang kedua aktor. Patung anjing disini diidentikan dengan Pharaoh. Pharaoh adalah barangbarang peninggalan dinasti kerajaan di Mesir pada tahun 1400 SM. 30 Sedangkan poster dewa Matahari disini diidentikan dengan dewa Ra, dewa Matahari Mesir Kuno.31 Ini menunjukkan bahwa adegan ini berada di suatu ruangan di daerah timur tengah, karena ornamen yang dan artistik menunjukkan seperti itu. Sedangkan tugas seorang editor dalam film ini adalah memilih shot dengan jenis long shot ini agar penonton melihat ornamen di ruangan tersebut (patung anjing dan poster), walaupun mungkin banyak shot yang diambil saat produksi film tersebut, mulai dari close-up salah satu aktor, establish shot dan sebagainya). d) Prinsip Simultaneity / Kesinambungan Prinsip ini mempunyai arti bahwa shot-shot yang telah menjadi suatu scene, harus mempunyai setting time / waktu (dalam berkesinambungan, sehingga tercipta suatu adegan tertentu. 30 31 Http://en.wikipedia.org/wiki/Pharaoh Http://id.wikipedia.org/wiki/Ra_(mitologi) sebuah adegan) yang 37 In American films the final section is constructed from the simultaneous rapid development of two actions, in which the outcorne of one depends on the outcome of the other. The end of the present-day section of Intolerance ... is thus constructed. The whole aim of this method is to create in the spectator a maximum tension of excitement by the constant forcing of a question, such as, in this case: Will they be in time? - will they be in time? The method is a purely emotional one, and nowadays overdone almost to the point of boredom, but it cannot be denied that of all the methods of constructing the end hitherto devised it is the most effective. Gambar 2.7 Seorang sedang menekan bel pintu rumah 38 Gambar 2.8 Shot 2: Bel berbunyi dari dalam sebuah ruangan Gambar 2.9 Shot 3: Seseorang sedang memegang pistol melihat bel tersebut 39 Gambar 2.10 Shot 4: Seseorang tersebut memakai baju dengan terburu-buru Contoh gambar adegan diatas adalah potongan adegan dari film “The Silence of The Lambs” tahun 1991 yang disutradarai oleh Jonathan Demme. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada seseorang yang mengirim paket dan menekan bel sebuah rumah. Kemudian terlihat shot sebuah bel yang berdering karena sesuatu. Setelah itu terlihat seorang pria yang memegang pistol dekan wajah kesal. Kemudian pria tersebut keluar ruangan tersebut sambil memakai baju dengan tergesa-gesa. Dalam scene film tersebut, sebenarnya seseorang yang mengantar sebuah paket dengan pria yang memegang pistol berada di lokasi (rumah) yang berbeda. Namun di edit seakan-akan pria yang memegang pistol akan bertemu dengan pengirim paket yang berada di depan rumahnya. Inilah contoh dari teknik montage dengan prinsip Simultaneity. 40 e) Prinsip Leit-motif (reiteration of theme) / Pengulangan adegan Pengulangan adegan disini dimaksudkan untuk mempertegas suatu adegan dalam scene agar terlihat lebih meyakinkan. Dalam prinsip ini, Pudovkin menjelaskan bahwa suatu backsound yang terus digunakan berulang kali juga menjadi ciri khas suatu adegan, bahkan suatu film. Pengulangan adegan disini juga bisa ditunjukkan dengan mengambil beberapa shot dengan jenis shot yang sama dan mempunyai makna tertentu. Often it is interesting for the scenarist especially to emphasise the hasic theme of the scenario. For this purpose exists the method of reiteration. Its nature can easily be demonstrated by an example. In an anti-religious scenario that aimed at exposing the cruelty and hypocrisy of the Church in employ of ihe Tsarist regime, the same shot was several times repeated: a church-bell slowly ringing and, superimposed on it, the title: "The sound of bells sends into the world a message of patience and love." This piece appeared whenever the scenarist desired to emphasise the stupidity of patience, or the hypocrisy of the love thus preached. 41 Gambar 2.11 Gambar adegan film “Jaws” Gambar diatas adalah potongan film “Jaws” tahun 1975 yang disutradarai oleh Steven Spielberg. Dari film tersebut sering terdapat backsound yang sama saat hiu sedang mendekati seorang perenang. Backsound tersebut terus diulang pada adegan-adegan saat hiu mulai muncul. Sehingga penonton paham dengan sendirinya tentang “kapan hiu itu muncul". Selain itu, tempo ketukan / beat musik latar (backsound) semakin cepat jika hiu semakin mendekat. Memberikan mood lebih tegang kepada penonton, dengan begitu penonton pun paham dengan adegan yang akan terjadi bahwa seekor hiu akan menyerang seseorang. Tempo ketukan / beat musik latar (backsound) semakin pelan jika hiu tersebut telah pergi atau berhasil dibunuh pada saat akhir film. 42 Gambar 2.12 Barisan pasukan di film Star Wars Dalam film Star Wars, baik dari TV Serials maupun film yang tayang di bioskop mempunyai backsound / musik yang menjadi ciri film Star Wars tersebut. Baik dari produksi film Star Wars pertama pada tahun 1977 hingga beberapa sekuelnya menggunakan backsound yang sama dan sudah menjadi ciri khas. 43 Gambar 2.13 Seorang wanita melihat jam di belakangnya Gambar 2.14 Jam yang dilihat oleh seorang wanita menunjukkan pukul 11.05 44 Gambar 2.15 Jam yang lain, menunjukkan pukul 11.40 Gambar 2.16 Seorang pria melihat jam tersebut dengan wajah seperti cemas 45 Gambar tersebut adalah potongan film “High Noon” tahun 1952 yang disutradarai oleh Fred Zinnemann. Potongan gambar dari scene di film tersebut menunjukkan bahwa waktu terus berjalan. Raut wajah wanita dan seorang pria yang memakain topi diatas terlihat cemas akan sesuatu sambil melihat jam yang sedang berdetak. Selain itu, jam yang dilihat oleh wanita menunjukkan pukul 11.05 dan jam yang dilihat seorang pria adalah pukul 11.40. Ini menunjukkan bahwa waktu seakanakan sedang berjalan cepat. Dalam scene tersebut memang adegannya mempunyai mood yang tegang, semua orang menunggu datangnya waktu dan takut akan terjadinya suatu hal pada pukul 12.00. Teknik montage ini dilakukan editor dengan memasukkan gambar close-up beberapa jam agar penonton dapat melihat waktu yang ditunjukkan oleh jam tersebut, namun shot-shot ini bersifat sama.