ANALISIS KEMAMPUAN BEBAN PAJAK TANGGUHAN DALAM

advertisement
ANALISIS KEMAMPUAN BEBAN PAJAK TANGGUHAN DALAM
MEMPREDIKSI MANAJEMEN LABA
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
RETNI PUJI LESTARI
0711031084
[email protected]
082372129685
Jurusan
Pembimbing I
Pembimbing II
: AKUNTANSI
: Saring Suhendro, S.E., M.Si, Akt.
: Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
ABSTRAK
ANALISIS KEMAMPUAN BEBAN PAJAK TANGGUHAN DALAM
MEMPREDIKSI MANAJEMEN LABA
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
Oleh:
RETNI PUJI LESTARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris apakah variabel beban pajak
tangguhan memiliki kemampuan dalam memprediksi manajemen laba. Penelitian
ini menggunakan 277 data sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dengan 5 tahun periode pengamatan dari tahun 2006-2010 dan
tambahan informasi data pada tahun 2005, yang diambil dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Untuk mendeteksi adanya manajemen laba dalam
laporan keuangan perusahaan, penelitian ini menggunakan model distribusi laba.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik, yaitu
untuk mengetahui adanya pengaruh antara beban pajak tangguhan dengan
manajemen laba dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kemampuan
beban pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba untuk menghindari
kerugian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel beban pajak tangguhan pengaruh
positif dan signifikan terhadap manajemen laba yang berarti bahwa semakin besar
beban pajak tangguhan maka semakin besar kemungkinan perusahaan melakukan
manajemen laba untuk menghindari kerugian. Sehingga, disimpulkan terdapat
kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba.
Kata kunci: Manajemen Laba, Distribusi Laba, Beban Pajak Tangguhan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan bisnis yang semakin pesat telah memunculkan persaingan yang
ketat diantara entitas bisnis yang ada. Dalam persaingan yang semakin ketat
tersebut, suatu perusahaan harus mampu mempertahankan kelangsungan
usahanya. Perusahaan harus mampu menarik investor dan kreditur agar tetap
mempercayakan investasinya kepada perusahaan. Kinerja manajemen perusahaan
yang baik menjadi suatu tuntutan investor yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Peran laporan keuangan menjadi sangat penting sebagai alat ukur yang digunakan
oleh pemakai laporan keuangan untuk menilai kinerja manajemen perusahaan.
Kinerja manajemen perusahaan tercermin pada laba yang terkandung dalam
laporan keuangan.
Pentingnya informasi laba sebagai cerminan kinerja manajemen tentu disadari
oleh pihak manajemen. Informasi laba mempunyai peranan yang signifikan dalam
proses pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan. Hal tersebut
menyebabkan manajemen berusaha untuk mengatur laba dalam usahanya
membuat entitas tampak bagus secara finansial.
Pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki wewenang untuk
membuat kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan. Informasi mengenai
kondisi perusahaan yang lebih banyak diketahui oleh pihak manajemen
dibandingkan dengan pihak eksternal membuat pihak manajemen lebih leluasa
dalam membuat kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen memiliki
kepentingan yang sangat kuat dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu
memilih kebijakan akuntansi dari standar akuntansi yang ada dan secara ilmiah
diharapkan dapat memaksimumkan utilitas mereka dan nilai pasar perusahaan.
Situasi ini memungkinkan manajer untuk melakukan perilaku menyimpang dalam
menunjukkan informasi laba yang disebut manajemen laba.
Manajemen laba dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Burgstahler dan Dichev (1997) dalam Yulianti (2004) tujuan perusahaan
melakukan manajemen laba adalah untuk menghindari penurunan laba dan untuk
menghindari kerugian. Manajemen laba untuk menghindari melaporkan
penurunan laba berhubungan dengan hipotesis perataan laba di mana perusahaan
berusaha agar laba tetap stabil. Manajemen laba untuk menghindari melaporkan
kerugian dilakukan dengan alasan bahwa perusahaan dengan kondisi rugi tentu
akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Faktanya, kondisi perusahaan yang
rugi akan berdampak pada harga saham yang turun, kepercayaan investor dan
kreditur yang juga akan semakin turun. Sehingga, perusahaan akan cenderung
melakukan manajemen laba agar tidak melaporkan angka rugi.
Penelitian mengenai pendeteksian ada atau tidaknya manajemen laba pada suatu
perusahaan sudah sering dilakukan. Beberapa peneliti mencoba melakukan
penelitian dengan menggunakan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (book
tax differences) untuk mendeteksi manajemen laba. Menurut Wijayanti (2006)
dalam Lestari (2011) logika yang mendasari bahwa book tax differences dapat
digunakan untuk mendeteksi manajemen laba adalah adanya sedikit kebebasan
akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran penghasilan kena pajak sehingga
book tax differences dapat memberikan informasi tentang management discretion
dalam proses akrual.
Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2004) dan Amali (2009) menemukan
bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan dan akrual secara signifikan dapat
mendeteksi manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk untuk menghindari
kerugian. Penelitian tersebut menggunakan model distribusi laba sebagai proksi
manajemen laba untuk menghindari kerugian. Sedangkan Wiryandari dan Yulianti
(2008) menemukan bahwa beban pajak tangguhan dan akrual tidak dapat
digunakan dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari kerugian.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Beban Pajak Tangguhan
dalam Memprediksi Manajemen Laba.”
1.2.
Perumusan dan Batasan Masalah
1.2.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan masalah yang
dapat diangkat dalam penelitian ini:
1.
Apakah terdapat kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi
manajemen laba untuk menghindari kerugian ?
1.2.2. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang lingkup
dan arah yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Variabel-variabel yang diteliti yaitu beban pajak tangguhan, dan manajemen
laba.
2. Model manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
distribusi laba.
3. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 20062010 dan melaporkan beban pajak tangguhan secara terus menerus selama
periode penelitian.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan beban pajak tangguhan
dalam memprediksi manajemen laba untuk menghindari kerugian pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini:
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya sebagai bahan
masukan peneliti lain dalam bidang ini di masa yang akan datang serta
memberikan informasi mengenai beban pajak tangguhan dalam memprediksi
manajemen laba untuk menghindari kerugian.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Keagenan
Menurut Govindarajan (1998) dalam Kusuma dan Sari (2003) konsep teori
keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal
mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal,
termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada
agen. Teori keagenan mengasumsikan bahwa setiap individu termotivasi pada
kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan konflik antara principal
dan agent. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal
tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent
bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (Widyaningdiah, 2001).
Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent sehingga
terjadi ketidakseimbangan informasi (asimetri informasi). Asimetri informasi
yang terjadi antara principal dan agent akan mendorong manajemen laba
(Primanita dan Setiono, 2006).
2.2. Manajemen Laba
2.2.1. Definisi Manajemen Laba
Menurut Scott (2000) manajemen laba merupakan cara yang digunakan oleh
manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dengan sengaja dengan
cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan
untuk memaksimalkan utulitas manajer dan nilai perusahaan.
Tindakan manajemen untuk melakukan manajemen laba dapat dipicu oleh adanya
kelemahan yang terdapat dalam metode akuntansi yaitu di mana metode akuntansi
memberikan peluang untuk mencatat suatu fakta yang sama namun dengan
menggunakan cara yang berbeda. Kelemahan inilah yang merupakan salah satu
hal yang memberikan peluang atau kesempatan bagi pihak manajemen untuk
melakukan manajemen laba.
Scott (2000) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mendorong manajer
melakukan manajemen laba, yaitu:
1.
Rencana bonus (bonus scheme).
Banyak perusahaan yang berusaha memacu dan meningkatkan kinerja
karyawan dengan cara memberikan bonus setelah mencapai target yang
ditetapkan. Kebijakan pemberian bonus inilah yang dapat memicu manajer
untuk melakukan manajemen laba.
2.
Kontrak hutang (debt covenant).
Perusahaan dengan kontrak hutang yang didasarkan pada angka-angka
laporan keuangan, akan menghindari kondisi gagal bayar (default) dengan
cara menggeser laba dimasa mendatang untuk dilaporkan sebagai laba
tahun berjalan.
3.
Motivasi politik (political motivation).
Perusahaan-perusahaan selama periode kemakmuran tinggi cenderung
melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba dengan tujuan untuk
memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
4.
Motivasi pajak (taxation motivation).
Perusahaan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menghasilkan laba
dilaporkan lebih rendah, sehingga pajak yang harus dibayarkan kepada
pemerintah juga menjadi lebih rendah.
5.
Perubahan Chief Executive Officer (CEO).
CEO yang mendekati akhir jabatannya cenderung melakukan income
maximization untuk meningkatkan bonus mereka.
6.
Penawaran saham perdana (IPO).
Perusahaan yang akan melakukan IPO cenderung melakukan income
increasing untuk menarik calon investor.
Menurut Scott (2000), bentuk manajemen laba adalah sebagai berikut :
1.
Taking a bath
Manajemen melakukan metode taking a bath dengan cara menggeser
biaya diskresi akrual periode mendatang ke periode kini dan atau
menggeser pendapatan diskresi akrual periode kini ke periode mendatang.
2. Income minimization
Manajer melakukan praktik manajemen laba berupa income minimization
dengan mengakui secara lebih cepat biaya-biaya dengan tujuan untuk
keperluan pertimbangan pajak yaitu meminimumkan kewajiban pajak
perusahaan.
3. Income maximization
Income maximation merupakan upaya manajemen untuk memaksimalkan
laba yang dilaporkan dengan tujuan untuk memaksimumkan bonus
manajer.
4. Income smoothing
Income smoothing merupakan praktik manajemen laba yang dilakukan
dengan menaikkan atau menurunkan laba, dengan tujuan untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan, sehingga perusahaan tampak
lebih stabil dan tidak beresiko.
Sedangkan teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan)
terhadap estimasi akuntansi antara lain, estimasi tingkat piutang tak
tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi, contohnya adalah mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari
metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Manajer
akan memilih metode yang lebih menguntungkan dalam kebutuhannya
untuk meningkatkan laba ataupun menurunkan laba sesuai dengan
kebutuhan perusahaan pada saat itu.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk memenuhi kepentingan perusahaan
pada periode berjalan, jika perusahaan ingin mengadakan IPO maka
manajemen akan melakukan manajemen laba dengan cara menggeser
periode pendapatan periode mendatang ke periode sekarang untuk
menghasilkan income yang maksimum.
2.2.2. Penggunaan Distribusi Frekuensi Laba dalam memprediksi
Manajemen Laba
Menurut Beneish (2001) dalam Mahanani (2006) ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan untuk proksi manajemen laba yaitu :
1. Pendekatan yang mendasarkan pada model agregat akrual, misal model
Jones (1991) dan modified Jones.
2. Pendekatan yang mendasarkan pada model spesifik akrual, misal Beneish
(1997) serta Beaver, McNichols dan Nelson (2000).
3. Pendekatan berdasarkan distribusi frekuensi, fokusnya adalah perilaku
laba yang dikaitkan dengan spesifik benchmark dimana praktik
manajemen laba dapat dilihat dari banyaknya frekuensi perusahaan yang
melaporkan laba di atas atau di bawah benchmark, misal Burgstahler, Hail
dan Leuz (2006) serta Myers dan Skinner (1999). Pendekatan ini
berasumsi bahwa manajer memiliki motivasi untuk mengatur tingkat
keuntungan agar sesuai dengan benchmarks yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. (Irawan dan Gumanti, 2009)
Menurut Yulianti (2004) pendekatan distribusi frekuensi laba mengidentifikasi
batas pelaporan laba dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah
batas pelaporan laba akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan
melakukan manajemen laba. Bentuk manajemen laba yang dilakukan adalah
dengan cara menaikkan laba tahun berjalan dengan tujuan untuk menghindari
pelaporan kerugian.
Healy (1985) dalam Yulianti (2004) menyatakan bahwa penyebab manajemen
laba adalah adanya kompensasi untuk ekslusif perusahaan yang didasarkan pada
pencapaian laba. Hal ini menunjukkan pentingnya pencapaian laba bagi
perusahaan. Lebih lanjut, Hayn (1995) dalam Yulianti (2004) menyebutkan
bahwa perusahaan yang memiliki laba hampir di bawah titik nol akan melakukan
manipulasi laba untuk membuat mereka melewati “garis merah” tersebut. Hal ini
didukung oleh penelitian Burgstahler dan Dichev (1997) yang kemudian
menjelaskan bahwa penyimpangan yang terjadi di sekitar titik nol disebabkan
keinginan manajemen untuk menggeser laba dari nilai negatif ke nilai positif.
Model yang dikembangkan Burgstahler dan Dichev (1997) digunakan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya mengenai manajemen laba dalam perusahaan dan
peneliti-peneliti tersebut menganggap fenomena terpatahnya distribusi frekuensi
laba di ambang batas pelaporan laba dapat dijadikan pengukur dilakukannya
manajemen laba oleh suatu perusahaan.
2.3.
PSAK No 46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan
PSAK No 46 dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
dan efektif berlaku pada 1 januari 1999 bagi perusahaan yang go public,
sedangkan untuk perusahaan lainnya mulai efektif berlaku pada 1 Januari 2001.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi atas pajak
penghasilan dengan mengubah pendekatan yang digunakan, yaitu dari income
statement approach ke balance sheet approach.
Pendekatan neraca (balance sheet approach) menekankan pada kegunaan laporan
keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas
pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan
perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan
antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan
ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non temporer. Pada
metode ini terjadi pengakuan pajak tangguhan (deferred tax) atas konsekuensi
pajak di masa mendatang berupa aktiva (kewajiban) pajak tangguhan yang harus
dilaporkan di neraca. Beban pajak tangguhan dilaporkan di laba rugi bagian
taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak
tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negatif dari beban
pajak tangguhan.
Metoda akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca mengakui
kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan
yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum
dikompensasikan. Untuk itu, perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah
pajak di masa depan akan menambah atau diakui sebagai utang pajak tangguhan
dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax
expense), yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan
perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk
pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer
yang dapat mengurangi jumlah pajak di masa depan akan menambah atau diakui
sebagai aktiva pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya
keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti
bahwa kenaikan aktiva pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang
mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan
pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips et al., 2003 dalam
Djamaluddin, dkk., 2008).
2.3.1. Beban Pajak Tangguhan
Menurut Phillips, et al. (2003) dalam Yulianti (2004), beban pajak tangguhan
adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu
laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba
fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Perbedaan antara
laporan keuangan akuntansi dan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan
keuangan, standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen
dalam menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan dengan yang
diperbolehkan menurut peraturan perpajakan.
Beban pajak tangguhan merupakan akun yang muncul pada laporan laba rugi
sebagai akibat dari adanya perbedaan temporer yang memiliki koreksi negatif
lebih besar dari koreksi positif. Beban pajak tangguhan juga merupakan nilai dari
perubahan yang terjadi atas aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) dan
kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) yang dilaporkan perusahaan
dalam laporan keuangan tahun berjalan. Beban pajak tangguhan akan naik seiring
dengan meningkatnya kewajiban pajak tangguhan bersih. Kewajiban tangguhan
bersih tersebut diperoleh dari silisih antara kewajiban pajak tangguhan dengan
aktiva pajak tangguhan (Djamaluddin, dkk., 2008).
2.4. Pengembangan Hipotesis
2.4.1. Beban Pajak Tangguhan dan Manajemen Laba
Beban pajak tangguhan merupakan beban yang timbul akibat dari perbedaan
temporer antara laba dalam laporan keuangan komersial dengan laba dalam
laporan keuangan fiskal. Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak
di periode mendatang akan di akui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan
harus mengakui beban pajak tangguhan, hal ini berarti bahwa kenaikan utang
pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih
awal atau menunda beban untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan
pajak. Pengakuan pendapatan yang lebih awal atau penundaan pengakuan beban
akan menaikkan nilai laba akuntansi suatu perusahaan.
Beban pajak tangguhan muncul dari komponen-komponen yang bersifat akrual
dimana manajer dapat menentukan besarnya nilai dari komponen tersebut.
Keleluasaan yang diberikan oleh standar keuangan memungkinkan pihak
manajemen dalam mengatur komponen-komponen penyebab terjadinya perbedaan
temporer yang merupakan pembentuk beban pajak tangguhan yang dilaporkan
dalam laporan rugi laba sehingga menghasilkan laba yang diharapkan. Pengaturan
tersebut dapat berupa upaya manajemen untuk melakukan manajemen laba
sehingga perusahaan tidak melaporkan angka rugi.
Penelitian Yuliati (2004) dan Philips, et al. (2003) menunjukkan bahwa
perusahaan yang temasuk dalam kategori small profit firm memiliki rata-rata
beban pajak tangguhan lebih tinggi daripada kategori small loss firm. Yulianti
(2004) dan Philips, et al. (2003) menduga perusahaan yang tergolong small profit
firm melakukan manajemen laba dengan mengatur komponen pembentuk pajak
tangguhan sehingga beban pajak tangguhan memiliki nilai yang lebih besar
dengan tujuan melewati batas pelaporan laba agar tidak melaporkan angka rugi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskanlah hipotesis:
H1: semakin besar beban pajak tangguhan, semakin besar probabilita perusahaan
melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Penentuan Sampel penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2010.
Pemilihan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling.
Kriteria-kriteria penarikan sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebelum 31 Desember 2005
dan masih terdaftar per 31 Desember 2010 karena rentang waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2006-2010. Data tahun 2005
digunakan untuk mencari nilai market value of equity pada (t-1).
2. Perusahaan yang mengalami delisted dan baru melakukan IPO dikeluarkan
dari sampel karena dianggap tidak tepat dengan proksi manajemen laba
untuk menghindari kerugian.(Wiryandari dan Yulianti, 2009)
3. Laporan keuangan perusahaan menggunakan satuan nilai Rupiah.
4. Perusahaan memiliki data lengkap selama periode pengamatan.
3.2. Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
merupakan data sekunder yang diperoleh dalam bentuk dokumentasi laporan
keuangan yang rutin diterbitkan setiap tahunnya. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian diperoleh melalui penelusuran dari Indonesia Capital market
Directory (ICMD) dan website www.idx.co.id.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
1. Riset Kepustakaan (Library Research) yang dilakukan dengan
mengumpulkan bahan atau data-data yang ada kaitannya dengan obyek
pembahasan dengan tujuan untuk mendapatkan landasan teori dan teknik
analisa dalam memecahkan masalah.
2. Penelitian Lapangan (Field Research) yang dilakukan dengan
mengumpulkan data-data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen atau juga dikenal sebagai veriabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independen.
1.
Manajemen laba ( earnings management)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen laba (EM) dengan
menggunakan data kategorik. Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini
didasarkan pada rumus yang digunakan oleh Phillips, et al. (2003), yaitu sebagai
berikut:
Keterangan=
EMit
= manajemen laba
Niit
= net income perusahaan i pada tahun t
MVEi,t-1
= market
value of equity perusahaan i pada tahun t-1
EM = 1, apabila nilai net income pada tahun (t) dibagi dengan market value of
equity pada tahun (t-1) adalah antara nol sampai dengan 0.18 maka perusahaan i
dianggap melakukan manajemen laba lebih tinggi dibandingkan dengan
EM = 0, apabila nilai net income pada tahun (t) dibagi dengan market value of
equity pada tahun (t-1) adalah antara -0.28 sampai dengan nol (0).
3.4.2. Variabel Independen (X)
Variabel independen atau juga dikenal sebagai variabel bebas adalah variabel
yang mempengaruhi variabel terikat. Sehubungan dengan hipotesis yang sudah
dipaparkan, maka yang menjadi variabel independen adalah beban pajak
tangguhan. Definisi variabel penelitian ini:
1.
Beban Pajak Tangguhan (DTE)
Berdasarkan penelitian Phillips, et al. (2003), pengukuran variabel DTE dalam
penelitian ini dihitung dengan rumus :
Keterangan :
DTEit = Beban pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t
TAi,t-1 = Total asset perusahaan i pada tahun t-1.
3.5. Teknik Analisis Data
3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis satistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan
informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis.
Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data.
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar deviasi,
maksimum, dan minimum.
3.5.2. Analisis Regresi Logistik
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik. Hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan ada tidaknya
kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba dengan
tujuan untuk menghindari kerugian. Adapun persamaan regresinya adalah sebagai
berikut:
Keterangan :
EMit : 1 jika perusahaan berada dalam range profit firms, dan
0 jika perusahaan berada dalam range loss firms.
DTEit : Beban pajak tangguhan perusahaan i pada periode t
α
: Konstanta
β1, β2 : Koefisien masing-masing variabel
e
: Error Term
3.5.3. Uji kelayakan model regresi
Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan
goodness of fitness test yang diukur dengan menggunakan nilai Chi Square.
Output dari Hosmer and Lemeshow dengan hipotesis:
H0 : model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Tingkat signifikansi (a) yang digunakan adalah 5% dan Kriteria penerimaan dan
penolakan hipotesis didasarkan pada signifikansi p-value (prob value).
Jika p value (signifikansi) > a, maka hipotesis ditolak.
Jika p value(signifikansi) < a, maka hipotesis diterima.
3.5.4. Uji Model Fit (Overall Model Fit Test)
Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau
tidak dengan data. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2
log likehood pada awal (block number = 0) dengan nilai -2 log likehood pada
akhir (block number = 1). Penurunan nilai -2 Log likelihood awal ke akhir
menunjukkan bahwa model regresi semakin baik ( Ghozali, 2007).
3.5.5. Uji Model Summary
Pengujian Model summary dalam regresi logistik sama dengan pengujian R2 pada
persamaan regresi linear. Tujuan dari model summary adalah untuk mengetahui
seberaapa besar kombinasi variabel independen yaitu beban pajak tangguhan
menjelaskan variabel dependen yaitu manajemen laba.
3.5.6. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen yaitu
beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu manajemen
laba.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Berdasarkan metode purposive sampling dan kriteria-kriteria pengambilan sampel
yang telah ditetapkan pada perusahaan manufaktur, penelitian dengan
menggunakan variabel independen beban pajak tangguhan pada perusahaan yang
terdaftar di BEI tahun 2006-2010, maka diperoleh hasil seleksi sampel sebagai
berikut:
Tabel 4.1. Hasil Seleksi Sampel
Keterangan
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005-2010
Jumlah
97
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data selama periode
pengamatan
(9)
Perusahaan yang tidak menggunakan satuan nilai Rupiah
(8)
Sampel
80
Data observasi (80 x 5)
400
Data di luar kategori
Data observasi akhir
Data observasi kategori small profit (0 - 0.18)
Data obsevasi kategori small loss (-0.28 - 0)
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2011
(123)
277
239
38
4.2 Pengujian Distribusi Laba sebagai pengukur Manajemen Laba
Burgstahler dan Dichev (1997) dalam Yulianti (2004) menyatakan
ketidaknormalan dalam distribusi laba di sekitar titik nol atau titik batas pelaporan
laba. Ketidaknormalan ini dianggap sebagai akibat dan usaha manajemen laba dari
perusahaan. Pengujian ketidaknormalan dalam distribusi laba dilakukan dengan
histogram distribusi frekuensi dan pengujian secara statistik.
Gambar 4.1 Histogram Distribusi frekuensi Laba
Frekuensi
perusahaan
Interval
distribusi
laba
Scaled Earnings
NIt/MVEt-1
Dalam penelitian ini, penentuan range small loss dan small profit dilakukan
pengujian nilai frekuensi aktual dengan ekspektasi yang mengacu pada penelitian
Yulianti (2004). Frekuensi ekspektasi dihitung dengan menggunakan frekuensi
seharusnya dalam distribusi normal. Perhitungan frekuensi ekspektasi untuk setiap
kelas dalam distribusi laba didasarkan bahwa frekuensi ekspektasi berdistribusi
normal dengan mean 0.073606 dan standar deviasi 0.242627. Frekuensi
ekspektasi suatu kelas dihitung dengan mengalikan probabilitas kelas
bersangkutan berdasarkan distribusi normal dengan jumlah data.
Berdasarkan perbandingan frekuensi aktual dan frekuensi ekspektasi pada tabel
4.2. dan dengan melihat histogram frekuensi laba pada gambar 4.1., terlihat bahwa
range small profit yang memiliki karakteristik frekuensi ekspektasi melebihi
frekuensi aktual berada pada range 0-0.18 dan range small loss yang memiliki
karakteristik frekuensi ekspektasi kurang dari frekuensi aktual berada pada range 0.28-0. Berdasarkan analisa tersebut, jumlah perusahaan yang akan dianalisa lebih
lanjut dalam penelitian ini sebagai pengukur manajemen laba adalah 277
perusahaan yang terdiri dari 239 small profit firms yang berada pada range 0-0.18
yang secara rata-rata dianggap melakukan manajemen laba lebih tinggi
dibandingkan 38 small loss firms yang berada pada range -0.28-0.
Tabel 4.2. Perbandingan Frekuensi Laba Aktual dan Ekspektasi
Range
-0.29
-0.28
-0.27
-0.26
-0.25
-0.24
-0.23
-0.22
-0.21
-0.2
-0.19
-0.18
-0.17
-0.16
-0.15
-0.14
-0.13
-0.12
-0.11
-0.1
-0.09
-0.08
-0.07
-0.06
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.1
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
-0.28
-0.27
-0.26
-0.25
-0.24
-0.23
-0.22
-0.21
-0.2
-0.19
-0.18
-0.17
-0.16
-0.15
-0.14
-0.13
-0.12
-0.11
-0.1
-0.09
-0.08
-0.07
-0.06
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.1
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
Frekuensi Aktual
3
0
0
1
0
2
2
0
1
0
1
2
0
0
2
3
2
1
0
1
2
1
4
1
2
4
1
4
2
23
9
17
9
19
15
17
26
18
13
8
8
13
15
13
15
7
7
4
(Sumber: Lampiran 2 dan Lampiran 3)
Frekuensi ekspektasi
2.0829
2.2401
2.9475
2.5545
2.6331
2.7903
2.9475
3.1047
3.2226
3.4191
3.5370
4.6374
3.8514
4.0479
4.1658
4.3623
4.4802
4.5981
4.7946
6.1308
5.0697
5.2269
5.3448
5.4234
5.5806
5.6592
5.7771
7.3098
5.9736
6.0129
6.0915
6.1701
6.1701
6.2487
6.2487
7.8207
6.2880
6.2487
6.0522
6.4059
6.1701
6.1701
6.0522
6.0129
7.4277
5.8164
5.7378
5.6592
1.3. Analisis Data
1.3.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif untuk variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
Tabel 4.3. Hasil Uji Statistik Deskriptif Small Loss Firms
Descriptive Statistics
N
Minimum
DTE
38
Valid N (listwise)
38
-.06267
Maximum
Mean
Std. Deviation
.04557 -5.9363289E-3
.02076453
Tabel 4.4. Hasil Uji Statistik Deskriptif Small Profit Firms
Descriptive Statistics
N
Minimum
DTE
239
Valid N (listwise)
239
-.09549
Maximum
.17677
Mean
.0007904
Std. Deviation
.01609538
(Sumber: Lampiran 4)
Tabel 4.3. menunjukkan deskriptif variabel penelitian kelompok small loss firm
dengan jumlah data setiap variabel yang valid sebanyak 38. Beban pajak
tangguhan mempunyai nilai minimum sebesar -0.06267 yang dimiliki oleh PT
Aneka Kemasindo Utama Tbk pada tahun 2010 dan nilai maksimum sebesar
0.04557 yang dimiliki oleh PT Barito Pacific Tbk pada tahun 2010. Sedangkan
Tabel 4.4. menunjukkan deskriptif variabel penelitian untuk kelompok profit firm
dengan jumlah data setiap variabel yang valid sebanyak 239. Beban pajak
tangguhan mempunyai nilai minimum sebesar -0.09549 yang dimiliki oleh PT
Inter Delta Tbk pada tahun 2007 dan nilai maksimum sebesar 0.17677 yang
dimiliki oleh PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk pada tahun 2009.
Sebagaimana dapat dilihat dari tabel, kelompok small profit firms memiliki mean
yang positif, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melaporkan beban
pajak tangguhan. Sedangkan kelompok small loss firms memiliki mean yang
negatif, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melaporkan pendapatan
pajak tangguhan.
1.3.2. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Tabel 4.5. Hasil Uji Kelayakan Model Hosmer and Lemeshow’s
Hosmer and Lemeshow Test
Step
Chi-square
1
Df
7.236
Sig.
8
.511
(Sumber: Lampiran 5)
Dari hasil pengujian yang terlihat pada tabel 4.5. menunjukkan bahwa diperoleh
nilai Chi Square sebesar 7.236 dengan probabilitas signifikansi 0.511 (>0.05)
yang berarti bahwa tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati. Dengan demikian, model regresi logistik dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
1.3.3. Uji Model Overall Fit
Tabel 4.6. Hasil Uji Model Overall Fit Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Coefficients
Iteration
Step 0
-2 Log likelihood
Constant
1
226.904
1.451
2
221.568
1.793
3
221.500
1.838
4
221.500
1.839
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 221,500
c. Estimation terminated at iteration number 4
because parameter estimates changed by less than
,001.
Tabel 4.7. Hasil Uji Model Overall Fit Method=Enter
Iteration Historya,b,c,d
Coefficients
Iteration
Step 1
-2 Log likelihood
Constant
DTE
1
223.340
1.453
11.154
2
215.534
1.829
25.013
3
215.284
1.904
29.017
4
215.284
1.907
29.184
5
215.284
1.907
29.184
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 221,500
d. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
(Sumber: Lampiran 5)
Tabel 4.6. dan 4.7. menunjukkan perbandingan antara nilai -2LL blok awal
dengan -2LL blok akhir. Dari hasil perhitungan nilai -2LL terlihat bahwa nilai
blok awal (Block Number = 0) adalah 221.500 dan nilai pada blok akhir (Block
Number = 1) mengalami penurunan menjadi 215.284. dengan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa model regresi semakin baik.
1.3.4. Uji Model Summary
Tabel 4.8. Hasil Uji Model Summary
Model Summary
Step
1
-2 Log likelihood
215.284a
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
.022
.040
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
`
(Sumber: lampiran 5)
Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa nilai R2 sebesar 0.040 atau 4.0% yang
artinya variabel X ( beban pajak tangguhan) mempengaruhi variabel Y
(manajemen laba) sebesar 4.0%. Selebihnya sebesar 96.0% lainnya dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
1.3.5. Uji Regresi Logistik
Penelitian ini menggunakan regresi logistik untuk mengetahui pengaruh variabel
independen (beban pajak tangguhan) terhadap variabel dependen, yaitu
manajemen laba.
Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Logistik
Variables in the Equation
B
Step 1a
DTE
Constant
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
29.184
12.056
5.860
1
.015
4.727E12
1.907
.183
108.739
1
.000
6.732
a. Variable(s) entered on step 1: DTE.
(Sumber: Lampiran 5)
Sehingga persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut:
Dari persamaan di atas tampak bahwa beban pajak tangguhan (DTEit) memiliki
koefisien dengan tanda positif. Berdasarkan arah koefisien tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan beban pajak tangguhan akan menaikkan probabilitas
perusahaan melakukan manajemen laba.
1.4. Pembahasan
Penelitian ini menguji apakah terdapat kemampuan beban pajak tangguhan dalam
memprediksi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa variabel beban pajak tangguhan memiliki
pengaruh positif terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba
untuk menghindari kerugian. Dengan kata lain, semakin besar beban pajak
tangguhan maka semakin besar probabilitas perusahaan melakukan manajemen
laba untuk menghindari kerugian. Hasil ini menunjukkan bahwa beban pajak
tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya manajemen laba untuk
menghindari kerugian. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yulianti (2004), Utari (2007) dan Amali (2009) yang
membuktikan beban pajak tangguhan dapat digunakan dalam mendeteksi
manajemen laba untuk menghindari kerugian. Oleh karena itu, hipotesis yang
menyatakan semakin besar beban pajak tangguhan, semakin besar probabilitas
perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian didukung.
Beban pajak tangguhan dapat menunjukkan adanya intervensi manajemen dalam
menentukan besarnya laba akuntansi dengan memanfaatkan celah yang ada dalam
standar akuntansi keuangan. Seperti yang kita ketahui, salah satu cara untuk
melakukan manajemen laba adalah dengan memanfaatkan kebebasan yang
diberikan oleh standar akuntansi keuangan kepada manajemen dalam melakukan
estimasi dan memilih metode akuntansi yang dianggap paling baik dan paling
menguntungkan perusahaan. Beban pajak tangguhan timbul dari pos-pos yag
bersifat akrual dimana manajemen dapat menentukan besarnya nilai dari pos-pos
tersebut. Perhitungan laba fiskal yang berdasarkan Undang-Undang pajak
memiliki batasan yang ketat dalam pengukuran akrual dibandingkan dengan
perhitungan laba komersil yang berdasarkan standar akuntansi sehingga semakin
besar perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi yang tercermin dari beban
pajak tangguhan maka menunjukkan semakin besarnya diskresi manajemen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah terdapat
kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba untuk
menghindari kerugian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2006-2010.
Berdasarkan pembahasan hasil analisis data yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan, yaitu: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin besar beban pajak tangguhan maka semakin besar
probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba yang tercermin dari adanya
pengaruh positif beban pajak tangguhan terhadap probabilitas perusahaan
melakukan manajemen laba dengan tingkat signifikansi 0.015. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat kemampuan beban pajak tangguhan dalam
memprediksi manajemen laba untuk menghindari kerugian.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan variabel beban pajak tangguhan yang bernilai
positif dan yang bernilai negatif (manfaat pajak tangguhan).
2. Penelitian ini tidak meneliti faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan
melaporkan kerugian atau keuntungan dan juga tidak memasukkan faktorfaktor lain yang memotivasi manajemen dalam melakukan manajemen
laba.
5.3 Saran
1.
Penelitian selanjutnya diharapkan memisahkan atara beban pajak tanguhan
dan manfaat pajak tangguhan.
2.
Penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan variabel independen yang di
diduga berpengaruh dalam mendeteksi manajemen laba serta memasukkan
faktor yang memotivasi manajer melakukan manajemen laba.
3.
Penelitian selanjutnya hendaknya memperpajang periode pengamatan dan
memperbanyak jumlah sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Amali, Muhammad Na’im. 2009. “Analisis Kemampuan Deferred Tax Expense
dalam Mendeteksi Earnings Management pada Wajib Pajak Emiten yang
Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa”, Jurnal
Akuntansi dan Bisnis, Vol.9, No.1, 71-84.
Djamaluddin, Subekti, H. T. Wijayanti dan Rahmawati. 2008. “Analisis
Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi
Laba, Akrual, dan Aliran Kas pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11, No.1, Hal.
52-74.
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponogoro.
Ghozali, Imam dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hidayati, Siti dan Zulaikha. 2003. “Analisis Perilaku Earning Management :
Motivasi Minimalisasi Income Tax”. Simposium Nasional Akuntansi VI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta :
Salemba Empat.
Irawan, Adi dan Gumanti. 2009. “Indikasi Earnings Management pada Initial
Public Offering”. Universitas Jember.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 2007. Akuntansi
Intermediate. Edisi keduabelas. Jakarta : Erlangga.
Kusuma, H dan W. Sari. 2003. “Manajemen Laba Oleh Perusahaan Pengakuisisi
Sebelum Merger dan Akuisisi Di Indonesia”, JAAI, Vol. 7, No. 1.
Lestari, Budi. 2011. “Analisis Pengaruh Book Tax Differences Terhadap
Pertumbuhan Laba”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Mahanani, Kharisma. Y. 2006. “Pengaruh Praktik Manajemen Laba Terhadap
Biaya Modal Ekuitas (Studi Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur)”,
Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Primanita, dan Setiono. 2006. “Manajemen Laba: Konsep, Bukti Empiris Dan
Implikasinya”, Kajianl Bisnis dan Manajemen, SINERGI ,Vol. 8, No.1, Hal.
43-51.
Scott, William, R. 2000. Financial Accounting Theory, Second Edition, Ontario:
Prentice-Hall Canada, Inc.
Utari, Dewi. 2007. “Analisis Hubungan Antara Beban Pajak Tangguhan dengan
Manajemen Laba”, Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wahyuningsih, Dwi. R. 2007. “Hubungan Praktik Manajemen Laba Dengan
Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta”, Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Widyaningdiah, Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”,
Jurnal Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra.
Wiryandari, S dan Yulianti. 2009. “Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi dan
Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba”,
Simposium Nasional Akuntansi XII.
Yulianti. 2004. “Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Mendeteksi Manajemen
Laba”, Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Zain, Mohammad. 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat.
Download