TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Ketumbar

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tanaman Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar
Laut Tengah dan Kaukasus di Timur Tengah. Di sana, biji ketumbar yang
dikeringkan dinamakan fructus coriandri. Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal
dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa & Gayo), katumbare (Makassar
dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba
(Padang), dan katumba (Nusa Tenggara). Secara taksonomi ketumbar dapat
diklasifikasikan sabagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Sub kingdom : Trachebionta
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Rosidae
Ordo
: Apiles
Famili
: Apiaceae
Genus
: Coriandrum
Spesies
: Coriandrum sativum
Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter.
Akarnya tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Batangnya berkayu lunak,
beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya
berukuran 5-10 cm. Daunya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau
keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau dan setelah
tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning
kecokelatan (Astawan, 2009).
Tanaman ketumbar (Coriander sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut
Tengah dan Kaukasus. Ketumbar dapat dibudidayakan di dataran tinggi sampai
ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut maupun dataran rendah. Tanaman
ketumbar dapat dipanen setelah berumur tiga bulan, kemudian dijemur dan buahnya
yang berwarna kecokelatan dipisahkan dari tanaman. Hasil panen umumnya dijual ke
pasar tradisional untuk keperluan bumbu rumah tangga. Tanaman ketumbar di
Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya
terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara
monokultur. Daerah
penanaman
yang
dianggap
cocok
dan
sudah
ada
tanamannya adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga, Temanggung, dan
Sumatera Barat (Astawan, 2009).
(1)
(2)
(1)
(2)
Gambar 1. (1) Tanaman Ketumbar dan (2) Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L)
Sumber: (Astawan, 2009)
Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Kandungan Kimia dan Khasiat
Ketumbar selain untuk bumbu masak juga mempunyai nilai medis.
Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-terpinene, ocimene,
linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat, asam
oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Komponenkomponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi yang bagus
sebagai komponen obat (Astawan, 2009). Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat
antara
lain
untuk
diuretik
(peluruh
air
.kencing),.
antipiretik.(penurun.demam),/stimulan.(perangsang), stomatik. (penguat lambung),
laxatif.(pencahar.perut),.antelmintif
(mengeluarkan
cacing),
menambah
selera
makan, mengobati sakit empedu dan bronchitis (Wahab dan Hasanah, 1996).
4
Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) bermanfaat sebagai antidiabetes
(Gallagher et al., 2003), dan memberi efek stimulasi dalam proses pencernaan
(Cabuk et al., 2003). Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara
0,4%-1,1% (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat
antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah
satu komponen aktif pada ketumbar adalah linalool (Cantore, 2004).
Minyak
atsiri
dan
linalool
dalam
biji
ketumbar
dapat merangsang proses pencernaan pada hewan (Cabuk et al., 2003). Aktivitas
biologis didalamnya dapat efek merangsang sekresi enzim pencernaan dan
peningkatan fungsi hati
(Hermandez et al., 2004). Komposisi nilai nutrisi biji
ketumbar bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Per 100 Gram Biji Ketumbar
Komposisi
Jumlah
Satuan
Energi
298
Kkal
Protein
12,37
G
Lemak
17,77
G
Serat
41,9
G
Kolesterol
0
Mg
Kalsium
709
Mg
Phospor
409
Mg
Sodium
35
Mg
Potasium
1267
Mg
Besi
16,32
Mg
Magnesium
330
Mg
Niasin
2,13
Mg
Riboflavin
0,29
Mg
Thiamin
0,239
Mg
Vitamin C
21
Mg
Minyak Atsiri
1
G
Sumber: USDA (2009)
5
Beberapa Penelitian Tentang Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Guler et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan 2% suplementasi biji
ketumbar dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan lebih
tinggi pada puyuh dalam kondisi normal di Jepang. Penggunaan 1% tepung biji
ketumbar mampu menurunkan nilai konversi pakan puyuh dari umur 1-6 minggu.
Pemberian 1% - 4% tepung biji ketumbar mampu meningkatkan persentase
karkas pada puyuh. Saeid dan Al-Nasry (2010) menyebutkan suplementasi 0,3% biji
ketumbar pada pakan mampu menghasilkan bobot badan, konsumsi pakan tertinggi
dan menurunkan konversi pakan pada broiler dalam kondisi lingkungan nyaman.
Sunbul et al. (2010) menerangkan penggunaan biji ketumbar 2% dalam ransum
meningkatkan bobot badan broiler strain Ross saat pemeliharaan musim dingin.
Ketumbar adalah antibakteri potensial (Kubo et al., 2004). Kadar minyak
atsiri yang terkandung pada biji ketumbar sebanyak 0,5%-1% mampu menjadi
antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah
satu komponen yang terdapat dalam minyak atsiri adalah linalool. Cabuk et al.
(2003) menyatakan bahwa linalool dapat meningkatkan stimulasi sistem pencernaan
broiler.
Ayam Broiler
Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, family Phasianidae,
genus Gallus dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe
berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda
dan berukuran lebih kecil dari roaster. Bangsa ayam yang dipilih adalah yang
berbulu putih (Amrullah, 2004). Broiler telah mengalami seleksi gen selama
bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu produksi 35-40 hari sudah dapat
dipanen, menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler
berasal dari strain ayam Eropa dan Amerika Utara yang beriklim dingin.
Broiler strain Cobb memiliki keunggulan dan karakteristik tersendiri yaitu
titik tekan pada perbaikan Feed Convertion Ratio (FCR), pengembangan genetik
diarahkan pada pembentukan daging dada, dan pengembangan untuk beradaptasi
dengan lingkungan tropis. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan
manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih
6
peka terhadap formula pakan yang diberikan (Unandar, 2001). Standar pertumbuhan
broiler strain Cobb CP 707 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707
Konsumsi pakan
Umur
Bobot Badan
Konversi Pakan
(minggu)
(g/ekor)
Kumulatif
(g/ekor)
1
150
150
159
0,94
2
370
520
418
1,24
3
610
1130
800
1,24
4
800
1930
1265
1,53
5
990
2920
1765
1,65
6
1130
4050
2255
1,80
7
1200
5250
2715
1,93
Sumber: Charoen Pokphand, 2004
Ayam broiler membutuhkan zat-zat makanan sebagai bahan untuk tumbuh,
berkembang dan berproduksi. Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus
mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik,
menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh, selain itu ayam
membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan vitamin yang memiliki
peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Persyaratan mutu standar pakan
broiler disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Standar Nutrien Broiler (High Nutrient Density Diet)
Starter
Grower
Finisher
(0-3 minggu)
(4-5 minggu)
(6-7 minggu)
22
20
18
Energi Metabolis (kkal/kg)
3050
3100
3150
Kalsium (%)
0,95
0,92
0,89
Phospor Tersedia (%)
0,45
0,41
0,38
Methionin (%)
0,50
0,44
0,38
Methionin + Sistin (%)
0,95
0,88
0,75
Lysin (%)
1,30
1,15
1,00
Komponen
Protein Kasar (%)
Sumber: Lesson dan Summers (2005)
7
Bobot Badan
Bobot badan berfungsi sebagai salah satu kriteria ukuran yang menentukan
dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu ternak. Bobot badan juga berfungsi
sebagai ukuran produksi dan penentu nilai ekonomi (Jaya, 1982). Bell dan Weaver
(2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan antara lain
pakan, genetik, jenis kelamin, suhu dan tatalaksana.
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks
meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara
merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Pertambahan bobot badan adalah suatu
proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dan bagian tubuh lainnya yang terjadi
sebelum dan sesudah lahir sampai mencapai bobot dewasa (Ensminger, 1991). Salah
satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan
bobot badan (PBB). PBB diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat
nutrisi yang ada dalam ransum menjadi daging (Tillman et al., 1991).
Konsumsi Pakan
Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang
dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut
(Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi
oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi
pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan
pertumbuhan atau produktivitas lainnya,dan faktor lingkungan yaitu suhu dan
kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi mengakibatkan konsumsi pakan akan
menurun (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang
tergantung pada beberapa hal, yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa,
tekstur dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988).
Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik bagi
produktivitas ternak (Aurora, 1989). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat
seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran
8
pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan. Hubungan
konsumsi pakan dengan bobot badan ayam broiler disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hubungan Antara Konsumsi Pakan dan Bobot Badan Ayam Broiler
Umur
Bobot Badan (g/ekor)
Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor)
(Minggu)
Jantan
Betina
Jantan
Betina
1
170
158
142
138
2
449
411
470
440
3
885
801
1100
1025
4
1478
1316
2095
1941
5
2155
1879
3381
3106
Sumber : Cobb Vantress (2008)
Konversi Pakan
Konversi ransum merupakan banyaknya ransum yang dikonsumsi dalam
selang waktu tertentu setiap kenaikan satuan unit bobot badan dalam waktu tertentu
(Sarwono, 1990). Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum
yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB (pertambahan bobot badan)
dalam waktu tertentu, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya
akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai konversi maka memberikan indikasi
bahwa ternak tersebut tidak efisien dalam penggunaan ransum. Rasio konversi pakan
yang rendah berarti untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan
pakan dalam jumlah yang semakin sedikit (Wahju, 2004). Al-Batshan dan Hussein
(1998) menyatakan bahwa nilai konversi pakan broiler akan lebih rendah jika
dipelihara pada suhu rendah. Konsumsi pakan akan berubah sekitar 1,5% untuk
setiap 1°C di atas atau di bawah 20-21°C (Gillespie, 2004).
Faktor utama yang mempengaruhi konversi pakan adalah temperatur, kualitas
ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor
pemberian ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979). Faktor-faktor
yang mempengaruhi konversi pakan adalah dasar genetik, tipe pakan yang
digunakan, temperature, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen
pemeliharaan (James, 1992).
9
Mortalitas
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Angka
kematian diperoleh dengan perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan
jumlah ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest, 2000). Menurut Bell dan Weaver
(2002), pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian kurang
dari 5%.
Faktor seperti umur, temperature air minum, aliran udara, panas, cahaya,
nutrisi, temperatur lingkungan dan kelembaban dapat menyebabkan kematian
(Swich, 1998). Minggu ketiga dan keempat merupakan periode dimana peluang
terjadinya kematian lebih tinggi karena pada periode tersebut antibodi bawaan telah
berkurang. Kematian ayam broiler selama pemeliharaan lebih banyak disebabkan
oleh penyakit (Amrullah, 2003).
Respon Fisiologis dari Cekaman Panas
Cekaman merupakan kondisi ketika kesehatan ternak terganggu yang
disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan
dan mengganggu proses homeostasis (Lesson dan Summers, 2005). Indonesia yang
merupakan daerah tropis yang secara umum suhu harian berfluktuasi antara 27,734,6 °C dan kelembaban 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003) secara langsung
memberikan cekaman panas pada pengembangan ayam broiler. Khusus Bogor,
suhunya antara 23-33 °C dengan kelembaban 75%-100% (Handoko, 2007). Fluktuasi
ini secara langsung memberikan cekaman pada pengembangan broiler. Perubahan
suhu dari kisaran normal, terlebih bila terjadi secara mendadak/ekstrim dapat
berakibat fatal bahkan dapat menyebabkan kematian (Muryanto, 2004). Cekaman biasanya berhubungan dengan iklim yang ekstrim, misalnya terlalu
dingin atau terlalu panas. Cekaman panas merupakan kondisi tubuh yang kepanasan
karena suhu dan kelembaban lingkungan yang melebihi kisaran zona nyaman
pertumbuhan (Austic, 2000). Menurut Charles (2002), suhu nyaman untuk mencapai
pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 °C dan 21-29 °C.
Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu
udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan
menjadi faktor yang utama (European Comission, 2000). Menurut Kusnadi (2009),
10
cekaman panas pada ayam broiler dapat meningkatkan kecepatan respirasi,
meningkatkan konsumsi air, menurunkan konsumsi ransum, efisiensi penggunaan
ransum, dan produksi. Cekaman panas juga menyebabkan sistem kekebalan tubuh
melemah (bersifat imunosupresi), penurunan bobot (Sturkie, 2000) dan stres
oksidatif (Mujahid et al., 2007).
Menurut Medion (2008), besar kecilnya kerugian yang diterima akibat
cekaman panas dipengaruhi oleh umur, bobot badan, suhu maksimum yang diterima
ayam, lamanya cekaman, kecepatan perubahan suhu udara, kepadatan kandang yang
kurang sesuai, dan kandungan nutrisi yang tidak sesuai kebutuhan. Diagram zona
suhu nyaman (thermonetral zone) pada ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 3.
Mati
karena
dingin
Batas suhu
bawah
Batas suhu
atas
Maksimum
pembentukan
panas
ZONA
TEMPERATUR
NETRAL
Maksimum
pelepasan
panas
< 15 °C
= 19-27 °C
< 32 °C
Ayam harus
meningkatkan
pembentukan
panas
Tingkah laku
untuk mengatur
pelepasan panas
Ayam harus
meningkatkan
pelepasan
panas
Mati
karena
panas
Gambar 3. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada Ayam Broiler
Sumber : Kuczynsky (2002)
Suhu nyaman untuk ayam broiler adalah 19 – 27 oC (Charoen Pokphand,
2004). Umumnya ayam broiler pada umur 1 - 2 minggu memerlukan suhu
lingkungan yang lebih tinggi yaitu 32 - 35 °C , sedangkan ayam broiler akan tumbuh
dengan optimal pada suhu berkisar antara 20 - 27 °C. Rataan suhu di wilayah
11
Dramaga, Bogor berkisar antara 30,45±1,22 °C (maksimum) dan 21,04±1,48 °C
(minimum) (Badan Pusat Statistik, 2007).
Dekade terakhir telah terlihat perubahan berarti pada seleksi genetik broiler
tipe fast growing meat. Broiler yang semakin cepat tumbuh menghasilkan panas
tubuh yang semakin tinggi. Perbedaan panas tubuh dan lingkungan nyaman untuk
broiler pada tahun 1970 dan 2004 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Produksi Panas Tubuh dan Kalkulasi Temperatur Lingkungan
yang Nyaman untuk Broiler Jantan dan Bertina pada Tahun 1970 dan 2004
Produksi Panas Tubuh (Kj/hari)
Umur (hari)
1970
2004
Temperatur Nyaman (°C)
1970
2004
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
7
180
180
204
200
32,0
32,0
29,0
29,0
14
410
350
468
458
30,0
29,5
25,0
25,5
21
760
620
845
843
28,0
27,0
20,0
21,0
28
1030
866
866
1250
25,5
24,0
15,5
17,0
35
1444
1030
1030
1600
23,5
21,0
12,0
14,5
42
1650
1165
1785
1840
21,5
18,5
11,5
15,0
Sumber: Gous dan Morris (2005)
Cekaman panas di atas kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan broiler
dapat mengakibatkan penurunan konsumsi dan bobot badan yang disertai dengan
meningkatnya angka konversi dan mortalitas. Peforma broiler setelah umur tiga
minggu yang dipelihara pada suhu kandang yang berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Peforma Broiler yang Dipelihara pada Suhu Kandang yang Berbeda
Suhu Kandang (°C)
Parameter
24,6
28,9
31,4
Konsumsi (g/ekor)
4.790
4.596
4.092
Bobot Badan (g/ekor)
2.716
2.578
2.244
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
2.675
2.537
2.203
Konversi Pakan
1,77
1,81
1,82
Mortalitas (%)
1,25
2,50
2,50
Sumber: Efendi (2010)
12
Perubahan behavior pada ayam selama cekaman panas salah satunya adalah
hiperventilasi (panting), yaitu meningkatnya kecepatan respirasi pada permukaan
mulut dan jalur pernafasan. Panting yang dilakukan ayam saat suhu tinggi
merupakan teknik pembuangan panas tubuh secara evaporasi. Ayam yang telah
melakukan panting namun suhu tubuhnya tidak menurun akan menjadi lemah,
pingsan, bahkan bisa terjadi kematian mendadak (Medion, 2008).
13
Download