BAB II LANDASAN TEORETIS 2.1 Kedudukan Pembelajaran Menulis Teks Pidato dengan Menggunakan Metode Kolaborasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan atau disingkat KTSP, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/ daerah, karakteristik sekolah/ daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan dan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Definisi KTSP dalam Mulyasa (2008:12) adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP menurut Mulyasa (2008:22) yaitu untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. 12 13 Pembelajaran keterampilan berbahasa pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pelaksanaannya, keempat keterampilan itu harus mendapatkan kedudukan pembelajaran yang seimbang dalam konteks yang dialami. Mengingat fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi, maka proses pembelajaran berbahasa itu harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik secara pemahaman maupun penggunaan. Di samping keterampilan berbahasa, pengajaran bahasa Indonesia juga meliputi pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra memiliki dua macam yaitu sebagai bahan pembelajaran di satu sisi dan sebagai sarana peningkatan kemampuan berbahasa di sisi lain, perbandingan bobot dan sastra sebaiknya seimbang dan dapat disajikan secara terpadu. Menulis teks pidato adalah salah satu kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam komunikasi tertulis. Pembelajaran menulis teks pidato merupakan kegiatan dari pembelajaran berbahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam bahasa lisan maupun tulisan. Sehubungan dengan hal di atas, kedudukan pembelajaran menulis teks pidato dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), terdapat dalam aspek kemampuan berbahasa, pada keterampilan menulis, dengan standar kompetensinya: mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato. 14 2.1.1 Standar Kompetensi Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia dan sastra Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon sesuatu lokal, regional, nasional, dan global (Depdiknas,2006:260). Yamin (2009:134) menjelaskan bahwa standar kompetensi adalah suatu pembelajaran yang hasilnya dapat diukur, dan tercapainya tujuan, maka di dalam memberi materi kepada siswa, para guru harus mampu menggunakan media untuk menjelaskan, menerangkan sesuatu dalam bentuk gambar, contoh demo atau apa saja yang tujuannya tampak nyata dan konkret bagi pembelajar. Dalam kajian bahasa Indonesia dan standar kompetensi ada dua yaitu kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Menulis teks pidato terdapat dalam kemampuan berbahasa aspek menulis yang standar kompetensi yaitu mampu mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Kompetensi merupakan suatu pembelajaran yang hasilnya dapat diukur, tercapainya tujuan, maka di dalam memberi materi kepada siswa, menuntut guru untuk lebih kreatif, berkualitas dan berdedikasi tinggi terhadap tugas sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih. Begitu pula pembelajaran menulis teks pidato dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bagian penting dan materi pokok yang 15 harus diajarkan kepada siswa kelas X semester 2, sebab menulis teks pidato sangat berkaitan pada tujuan pengajaran bahasa Indonesia yaitu terampil menulis. Berkaitan dengan itu standar kompetensi yang dipilihkan yaitu mengungkapkan informasi melalui paragraf dan teks pidato. 2.1.2 Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh siswa dalam berkomunikasi lisan (mendengarkan dan berbicara) dan tulisan (membaca dan menulis) sesuai dengan kaidah bahasa dan sastra Indonesia, serta mengapresiasi karya sastra. Kompetensi ini harus dimiliki dan dikembangkan seiring dengan perkembangan siswa agar dapat fasih dalam berkomunikasi dan memecahkan masalah. Kompetensi dasar merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan pencapaian kompetensi untuk penelitian. Menurut Susilo (2007:140), kompetensi dasar adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran. Mulyasa (2008:139) membatasi kompetensi dasar sebagai sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator. Kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu dijadikan sebagai rujukan dalam menyusun indikator. 16 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam satu mata pelajaran tertentu dan dapat dijadikan acuan oleh guru dalam pembuatan indikator, pengembangan materi pokok, dan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini yang menjadi kompetensi dasar dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menulis teks pidato. 2.1.3 Indikator Indikator merupakan penjabaran kompetensi dasar yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pelajaran. Susilo (2007:142) mengatakan bahwa indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda, perbuatan, atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kemampuan dasar/kompetensi dasar tertentu. Indikator menurut Mulyasa (2008:139) adalah perilaku yang dapat diukur dan/ atau diobservasi untuk menunjukan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Indikator dalam menulis teks pidato di antaranya: 1) menentukan maksud berpidato; 2) menganalisis pendengar; 17 3) memilih dan menyempitkan topik teks pidato; 4) membuat kerangka teks pidato; 5) menguraikan kerangka menjadi teks pidato; 6) menyunting teks pidato tulisan teman. Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan bahwa indikator merupakan kompetensi yang harus dilakukan dan dikuasai oleh siswa. Setelah pembelajaran, siswa diharapkan dapat menulis teks pidato dengan baik. 2.1.4 Materi Pokok Materi pokok adalah bahan pelajaran yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi dasar. Menurut Susilo (2007:140), materi pokok adalah berupa bahan ajar esensial (konsep) yang harus dipelajari siswa dan dikembangkan guru dalam materi pembelajaran. Pengurutan materi pokok dapat menggunakan pendekatan prosedural, hierarkis, konkret ke abstrak dan pendekatan tematik. Berdasarkan uraian di atas, maka materi pokok dalam penelitian ini antara lain: 1) menentukan maksud berpidato; 2) menganalisis pendengar; 3) memilih dan menyempitkan topik teks pidato; 4) membuat kerangka teks pidato; 5) menguraikan kerangka menjadi teks pidato; 6) menyunting teks pidato tulisan teman. 18 Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran menulis teks pidato siswa tidak hanya belajar mengenai pengertian teks pidato, macam-macam metode teks pidato, langkah-langkah menulis teks pidato, struktur teks pidato, namun siswa juga dilatih dan dibimbing untuk bisa menulis teks pidato. 2.1.5 Alokasi Waktu Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Alokasi waktu perlu diperhatikan pada tahap pengembangan silabus dan perencanaan pembelajaran. Hal ini untuk memperkirakan jumlah jam tatap muka yang diperlukan. Susilo (2007:136) mengungkapkan bahwa dalam menentukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi, luas, ruang lingkup atau cakupan materi, frekuensi penggunaan materi baik untuk belajar maupun di lapangan, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari, Alokasi waktu yang diberikan terhadap siswa SMA untuk pembelajaran menulis teks pidato 3 X 45 menit dalam satu kali pertemuan. 2.2 Keterampilan Menulis 2.2.1 Pengertian Menulis Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dipelajari oleh siswa di sekolah. Melalui keterampilan menulis, siswa dituntut untuk kreatif dan aktif dalam berpikir dan beraktivitas sebanyak mungkin menuangkan ide-ide yang dimilikinya ke dalam bahasa tulis. 19 Menurut Akhadiah, S. dkk. (1988:2), menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penilaian. Ini berarti dalam melakukan kegiatan menulis ada beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa menulis merupakan kegiatan yang mempunyai tahapan. Sementara itu, menurut Syamsudin (1991:2), dalam arti sederhana menulis itu mencoret-coret dengan alat tulis, dan dalam arti sesungguhnya menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung. Pendapat di atas menunjukan bahwa menulis merupakan salah satu cara dalam melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus saling berhadapan. Kuswari (2009:28) mengungkapkan menulis merupakan kegiatan yang mengasyikan bahkan menulis bisa disebutkan sebagai kegiatan kreatif yang akan mengantarkan siswa menjadi orang yang sukses di bidang karya tulis. Maksud dari pengertian di atas bahwa dengan mempunyai kemampuan menulis dapat membuat sukses apabila dalam tulisan tersebut mempunyai manfaat untuk dibaca. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:1219) terdapat pengertian menulis yaitu melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang bisa melahirkan kreativitas seseorang. Dengan demikian, tulisan mempunyai kekuatan yang sangat besar. Tarigan (2005:15) menjelaskan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang 20 dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Dalam hal ini, menulis merupakan kegiatan menuangkan bahasa lisan atau isyarat menjadi bahasa tulis (grafik) sehingga orang menjadi paham maksud dari apa yang disampaikannya. Begitu pula menurut Wiyanto (2006:1), menulis adalah mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dilihat, kemudian kegiatan menulis mengungkapkan gagasan secara tertulis. Sebuah bunyi yang terdengar, kemudian diolah oleh pikiran, sehingga bunyi tersebut dapat dijelaskan kembali dalam bentuk tulisan. Alwasilah (2007:5) menyatakan bahwa menulis justru diawali dengan penggunaan bahasa secara ekspresif dan imajinatif seperti lewat catatan harian. Artinya, keterampilan menulis dapat diperoleh dari kebiasaan menulis. Membiasakan menulis berarti melatih diri menggunakan kosakata dan bahasa kemudian merangkainya, sehingga tercipta kalimat yang baik. Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa menulis adalah keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan manusia sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yang memiliki tahapan dalam proses penulisannya dan menjadikan seseorang mendapat kesuksesan dalam membuat tulisan, proses melukiskan lambang-lambang yang dapat dipahami dan melahirkan pikiran atau gagasan dengan penggunaan bahasa secara ekspresif berdasarkan kreativitas (seperti mengarang, membuat surat). 21 2.2.2 Tujuan Menulis Tujuan menulis dapat mewujudkan tujuan yang tidak sederhana. Menurut Tarigan (1994:23), tujuan menulis (the writer’s intention) adalah respons atau jawaban yang diharapkan oleh penulis dari pembaca. Berdasarkan batasan tersebut, maka tujuan menulis meliputi hal-hal berikut: 1) 2) 3) 4) tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajarkan disebut wacana informasi (informative discourse); tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse); tulisan yang bertujuan menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesusastraan atau literary discourse); tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat dan berapi-api disebut wacana ekspresif (ekspressive diacourse)”. Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan seseorang menulis yaitu untuk memberitahukan, meyakinkan, menghibur, dan sebagai ungkapan perasaan melalui sebauah tulisan. Selanjutnya, Hugo Hartig dalam Tarigan (1994:24) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut: 1) assigment purpose (tujuan penugasan), yaitu menulis yang dilakukan untuk tujuan menyelesaikan tugas buka atas kemauan sendiri; 2) altrustic purpose (tujuan altruistik), bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu; 3) persuasive purpose (tujuan persuasif), yaitu tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; 4) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), yaitu tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca; 5) self-ekpresive (tujuan pernyataan diri), yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca; 6) creative purpose (tujuan kreatif), yaitu tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistic, nilai-nilai kesenian; 22 7) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah), yaitu keinginan penlis untuk memecahkan masalah dengan menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan sebdiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. Penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya kegiatan menulis dapat memberikan keuntungan bagi penulisnya, diantaranya: 1) dapat mengenali kemampuan dan potensi diri sampai dimana pengetahuan yang dimiliki; 2) dapat mengembangkan berbagai gagasan yang menuntut kemampuan penalaran; 3) dapat memperluas wawasan baik secara teoretis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan; 4) dapat mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkap kannya secara tersurat; 5) dapat meninjau serta menilai gagasan sendiri secara objektif. Dengan demikian, tujuan menulis dapat mengenali potensi yang ada dalam diri dengan cara mengembangkan berbagai gagasan yang menuntut penalaran yang disusun secara sistematik. Menulis juga dapat menambah wawsan mengenai fakta-fakta yang berhubungan serta menilai gagasan sendiri secara objektif. 2.2.3 Manfaat Menulis Menulis memiliki peran yang sangat penting bagi manusia yang selalu dituntut untuk bersosialisasi dengan orang lain, banyak manfaat yang bisa 23 diperoleh dari aktivitas menulis. Komaidi (2007:12) menyebutkan beberapa manfaat dari aktivitas menulis sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5) 6) Kalau kita ingin menulis pasti menimbulkan rasa ingin tahu (curiocity) dan melatih kepekaan dalam melihat realitas di sekitar. Kepekaan dalam melihat suatu realitas lingkungan itulah yang kadang tidak dimiliki oleh orang yang bukan penulis. Dengan kegiatan menulis mendorong kita untuk mencari referensi seperti buku, majalah, Koran, jurnal dan sejenisnya. Dengan membaca referensi-referensi tersebut tentu kita akan semakin bertambah wawasan dan pengetahuan kita tentang apa yang akan kita tulis. Dengan aktivitas menulis, kita terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen kita secara runtut, sistematis dan logis. Dengan menulis secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan stres kita. Segala uneg-uneg, rasa senang, atau sedih bisa ditumpahkan lewat tulisan di mana dalam tulisan orang bisa bebas menulis tanpa diganggu atau diketahui oleh orang lain. Dengan menulis di mana hasil tulisan kita dimuat oleh media massa atau diterbitkan oleh suatu penerbit kita akan mendapatkan kepuasan batin karena tulisannya dianggap bermanfaat bagi orang lain, selain itu juga memperoleh honorarium (penghargaan) yang membantu kita secara ekonomi. Dengan menulis dimana tulisan kita dibaca oleh banyak orang (mungkin puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan) membuat sang penulis semakin popular dan dikenal oleh publik pembaca. Pendapat di atas menunjukkan bahwa manfaat menulis adalah menimbulkan rasa ingin tahu, mencari referensi, aktivitas menulis, mengurangi tingkat ketegangan dan stres, dan bermanfaat bagi orang lain. Hal serupa diungkapkan Hernowo (2005:81), manfaat menulis sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Mengatasi ihwal ketidak tahuan. Mengelola kepercayaan yang mengekang dan tidak tepat. Mengendalikan rasa takut. Memperbaiki perasaan kurang menghargai diri sendidri. Mengusir rasa gengsi. Mengatasi ihwal ketidak tahuan. Mengelola kepercayaan yang mengekang dan tidak tepat. Mengendalikan rasa takut. 24 9) Memperbaiki perasaan kurang menghargai diri sendidri. 10) Mengusir rasa gengsi. Manfaat menulis yang diungkapkan Hernowo di atas yaitu mengatasi ketidaktahuan, maksudnya manfaat dari sering menulis sebagai penulis akan mengetahui letak kesalahan dari tulisan yang telah penulis tulis, mengelola kepercayaan yang mengekang dan tidak tepat, mengendalikan rasa takut, memperbaiki perasaan kurang menghargai perasaan diri sendiri dan mengusir rasa gengsi. Hal yang berbeda diungkapkan Pennebaker dalam Hernowo (2005:54), manfaat menulis sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5) Menulis menjernihkan pikiran. Menulis mengatasi trauma. Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru. Menulis membantu memecahkan masalah. Menulis dengan bebas membantu ketika terpaksa harus menulis. Manfaat menulis menurut Pennebeker adalah dengan seringnya menulis akan membuat pikiran jernih, mengatasi trauma dituangkan ke dalam tulisan, dengan menulis dapat membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, memecahkan masalah melalui sebuah tulisan karena semua yang ada dalam pikiran dituangkan ke dalam tulisan, dan terakhir manfaat menulis secara bebas dapat membantu ketika terpaksa harus menulis. Semi (2007:4) berpendapat bahwa manfaat menulis dapat menimbulkan rasa ingin tahu (curiocity) dan melatih kepekaan dalam melihat realitas disekitar lingkungan itulah yang kadang tidak dimiliki oleh orang yang bukan penulis. Seseorang dalam menulis memiliki rasa ingin tahu dan melatih kepekaannya terhadap lingkungan sekitar. 25 Pendapat lain diemukakan oleh Laksana (2007:10), manfaat menulis dapat menambah wawasan, melatih diri untuk berpikir lebih baik dan memelihara akal sehat, manfaat menulis dapat memberikan kekuatan lisan dan kemahiran menulis dengan gerakan lidah dan penanya. Manfaat menulis menambah wawasan kita untuk berpikir lebih baik dan memelihara akal sehat. Menurut Syamsudin (2005:3), manfaat menulis dapat membuat kegiatan yang produktif dan ekspresif sehingga tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata dapat bermanfaat bagi penulis. Manfaat menulis dapat mamberikan pendapat, ide, dan pikiran melalui hasil tulisan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis memiliki manfaat yang sangat luas. Selain dapat mengenali kemampuan dan potensi diri, menulis merupakan cara menyampaikan pesan berupa pengetahuan, pikiran, peasaan, dan pengalaman kita kepada orang lain. 2.2.4 Syarat-syarat Menulis Keterampilan dasar dalam menulis, diperlukan pemahaman tentang hakikat kegiatan menulis yang harus dipunyai dan harus dilalui sebelum dan selama menulis. Tulisan yang baik adalah tulisan yang berisi gagasan atau topik yang mampu menambah pemahaman dan pengetahuan pembaca. Menurut Semi, (2007:42), syarat untuk menghasilkan tulisan yang baik dalam menulis sebaiknya menguasai tiga keterampilan dasar, yaitu. 1) Keterampilan Berbahasa Menulis merupakan suatu kegiatan memindahkan bahasa lisan ke dalam bentuk tulisan dengan menggunakan lambang-lambang grafem. Oleh sebab itu, tidak mungkin orang akan lancar menulis apabila tidak 26 memiliki keterampilan berbahasa tulis. Keterampilan berbahasa tulis, pada dasarnya sama dengan keterampilan dengan berbahasa lisan karena sama-sama berbentuk pencurahan gagasan dengan menggunakan lambang bahasa. Keterampilan menggunakan bahasa tulis yang dimaksud adalah pemakaian semua unsur bahasa, yaitu: ejaan, kata, ungkapan, kalimat, dan pengembangan paragraf. Semua unsur bahasa ini hendaknya digunakan dengan tepat dan efektif, yang selalu disesuaikan dengan tujuan, isi dan latar belakang pembaca. 2) Keterampilan Penyajian Keterampilan penyajian adalah keterampilan menyusun gagasan sehingga kelihatan semuanya kompak dan rapi antara yang satu bagian dengan bagian yang lain memperlihatkan kaitan atau hubungan yang harmonis. Pada umumnya penyajian tulisan dapat dibagi dua, yaitu cara deduktif dan cara induktif. Cara deduktif artinya penyajian yang dimulai dari penyampaian gagasan pokok kemudian ulasan dan penjelasan. Sebaliknya, penyajian secara induktif merupakan penyajian yang dimulai dari uraian atau penjelasan kemudian disampaiakan dengan cara yang baik. Cara penyajian tulisan sangat penting dikuasai. Setiap jenis tulisan harus disampaikan dengan cara yang tepat menurut aturan yang berlaku umum. 3) Keterampilan Perwajahan Keterampilan perwajahan adalah keterampilan menata bentuk fisik sebuah tulisan sehingga sebuah tulisan tersebut elihatan rapih dan indah dipandang mata. Dalam keterampilan perwajahan yang harus diketahui ialah, (1) penataan tifografi, seperti pemakaian huruf yang ukurannya lebih besar, huruf miring, kalimat yang digarisbawahi, dan menata tata muka kulit depan; (2) bagaimana memilih format, ukuran, dan jenis kertas yang tepat. Kedua hal tersebut sangatlah penting. Dalam menentukan bentuk fisik tulisan yang baik dapat dilakukan dengan cara melihat atau berpedoman kepada karya tulis seseorang. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam kegiatan menulis sebaiknya menguasai keterampilan dasar yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan perwajahan. 2.3 Teks Pidato 2.3.1 Pengertian Teks Pidato Teks pidato merupakan bahan tertulis yang siap dikomunikasikan secara lisan. Berlatih menulis setidaknya menjadi pekerjaan yang mengasyikan lebih- 27 lebih jika dilakukan dalam bentuk nyata seperti dalam membuat teks pidato. Umumnya kegiatan menulis berbeda dengan kegiatan mengarang, begitu juga menulis teks pidato merupakan olah rasa dan olah pikir. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pengertian teks pidato yaitu naskah yang mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata yang memberikan penjelasan kepada orang banyak atau disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Dengan demikian teks pidato merupakan pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang diucapkan di depan khalayak. Selain itu Wiyanto (2004:2) mengungkapkan bahwa teks pidato adalah penyampaian gagasan atau informasi kepada orang banyak secara tertulis dengan dengan cara-cara tertentu. Secara umum teks pidato terdiri dari lima bagian, yaitu: 1) Salam pembuka. 2) Pendahuluan. 3) Isi. 4) Akhir. 5) Salam penutup. Penggunaan sapaan bermanfaat untuk mengajak khalayak agar tetap memperhatikan isi pidato. Selain itu, sapaan berfungsi untuk memberi tahu bahwa topik pembicara telah berganti. Sapaan yang digunakan dalam berpidato harus menghargai dan sesuai tatakrama dan situasi khalayak. Sapaan hendaknya tidak menyinggung perasaan, merendahkan derajat, bersifat rasisme, dan bersifat ejekan. 28 Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian teks pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata dengan memperhatikan ketentuan bahasa, isi, dan sistematika pidato secara tertulis. 2.3.2 Tujuan Pidato Tujuan sebuah pidato tergantung dari keadaan dan apa yang dikehendaki oleh pembicara. Sesorang yang berpidato harus mampu mengungkapkan apa yang berada di dalam pikirannya melalui lisannya, sehingga jalan pikirannya tersebut dapat dimengerti, diketahui, dipahami dengan baik oleh khalayak. Tujuan pidato menurut Yovinus (2008:12), pada umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa hal berikut ini: 1) Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela; 2) Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain; 3) Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur, sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan. Dari uraian di atas, tujuan menulis pidato yaitu mempengaruhi orang lain, memberi suatu pemahaman pada orang lain, dan bisa membuat orang lain senang. Sementara itu, Rakhmat (2007:23) merumuskan tujuan pidato sebagai berikut. 1) Pidato Informatif Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi. Komunikasi diharapkan memperoleh penjelasan, menaruh minat dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan. Khalayak diharapkan mengetahui, mengerti, dan menerima informasi itu. Pidato informatif harus jelas, logis, dan sistematis. Khalayak sulit memahami pesan yang abstrak, meloncat-loncat. 2) Pidato Persuasif 29 Pidato persuasif ditujukan agar orang mempercayai sesuatu, melakukannya, atau terbakar semangat dan antusiasmenya. Keyakinan tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi yang diharapkan. Bila khalayak tidak mungkin dapat bertindak karena tidak ada kemampuan untuk itu, mereka diharapkan memiliki keyakinan saja tentang proposisi yang kita ajukan. 3) Pidato Rekreatif Pidato paling sukar dan pling cepat diketahui hasilnya adalah pidato rekreatif (untuk menghibur). Perhatian, kesenangan, dan humor adalah reaksi pendengar yang diharapkan di sisni. Bahasanya bersifat enteng, segar, dan mudah dicerna. Untuk menyampaikan pidato rekreatif, orang bukan saja memerlukan akting yang menawan, tetapi juga kecerdasan untuk membangkitkan tertawa. Diperlukan otak yang baik untuk membuat humor yang baik. Dari uraian di atas penulis simpulkan bahwa jika seseorang dapat menyampaikan pidato yang sesuai dengan tujuannya, dan dengan bahasa yang baik, serta dilandasi oleh pemikiran yang baik pula, maka biasanya orang akan merasa tertarik untuk mendengar setiap perkataannya, dan memungkinkan akan dipercaya, diikuti, serta dijalankan oleh pendengarnya. 2.3.3 Metode-metode Pidato Pidato dapat disampaikan dengan beberapa metode. Ada pembicara yang menggarap naskah secara lengkap, kemudian dibacanya pada kesempatan yang disediakan baginya. Sebaliknya ada yang cukup menuliskan ide atu beberapa catatan yang kemudian dikembangkannya sendiri pada waktu menyajikan secara lisan. Metode manapun baik untuk dilaksanakan, tergantung pada kemampuan pembicara. Untuk mengungkapkan ide dengan baik dan jelas maknanya diperlukan latihan dan pengalaman yang tersendiri. Menurut Yovinus (2008:13), metode dalam membawakan suatu pidato di depan umum antara lain: 30 1) Metode Menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata; 2) Metode Serta Merta, yakni membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawsan. Biasanya dalam keadaan yang darurat dan tak terduga, banyak yang menggunakan teknik serta merta; 3) Metode Naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelmnya dan umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi. Keraf (1970:316) menyatakan bahwa dalam menyajikan pidato dikenal ada empat macam metode sebagai berikut. 1) Metode Impromptu (serta merta) Metode impromptu adalah metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali, pembicara secara serta-merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan kemahirannya. Kesanggupan penyajian lisan menurut cara ini sangat berguna dalam keadaan darurat, tetapi kegunaannya terbatas pada kesempatan yang tidak terduga itu saja. Pengetahuannya yang ada dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu akan sangat menolong pembicara. 2) Metode Menghafal Metode ini merupakan lawan dari metode di atas. Penyajian lisan yang dibawakan dengan metode ini bukan saja direncanakan, tetapi ditulis secara lengkap kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang bisa berhasil dengan metode ini, tetapi lebih sering menjemukan dan tidak menarik. Ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Cara ini juga akan menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan dirinya dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar selagi menyajikan gagasannya. 3) Metode Naskah Metode ini jarang dipakai, kecuali dalam pidato-pidato resmi atau pidatopidato radio. Metode ini sifatnya masih agak kaku, sebab bila tidak mengadakan latihan yang cukup maka pembicara seolah-olah menimbulkan suatu tirai antara dia dengan pendengar. Mata pembicara selalu ditujukan ke naskah, sehingga ia tak bebas menatap pendengarnya. Bila pembicara bukan seorang ahli, maka ia pun tidak bisa memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraannya. Kekurangan metode ini dapat diperkecil dengan latihan-latihan yang intensif. 4) Metode Ekstemporan (tanpa persiapan naskah) Metode ini sangat dianjurkan karena merupakan jalan tengah. Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu. Kadang-kadang disiapakan konsep naskah dengan tidak perlu 31 menghafal kata-katanya. Dengan mempergunakan catatan-catatan tersebut di atas, pembicara dengan bebas berbicara serta bebas pula memilih katakatanya sendiri. Catatan-catatan tadi hanya digunakan untuk mengingat urutan-urutan idenya. Metode ini lebih banyak memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksinya. Begitu pula pembicara dapat merubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi-reaksi yang timbul pada hadirin sementara uraian itu berlangsung. Sebaliknya bila metode ini terlalu bersifat sketsa, maka hasilnya sama dengan metode impromptu. Pada kenyataannya, metode-metode di atas dapat digabungkan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Penggabungan metode yang paling sering dilakukan adalah metode naskah dan ekstemporan. Pembicara menyiapkan uraian secara mendalam dan terperinci dengan menyiapkan sebuah naskah tertulis. Namun ia tidak membaca seluruh naskahnya. Naskah itu hanya dipakai untuk membantunya dalam urutan-urutan gagsan yang akan dikemukakan. 2.3.4 Langkah-langkah Menulis Teks Pidato Dalam penyusunan teks pidato, hendaknya kata-kata harus jelas, tepat, dan menarik. Hindari kata-kata klise, hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut, hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan. Menurut Keraf (1970:317), agar tidak menyimpang dari apa yang akan dibicarakan, maka akan lebih baik jika kita mengikuti langkah-langkah menulis teks pidato sebagai berikut. 1) Menentukan Maksud Setiap tulisan selalu menentukan topik tertentu yang disampaikan kepada khalayak, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu dari pembaca atau pendengar. Suatu uraian yang disajikan secara lisan harus pula menetapkan suatu topik yang jelas beserta tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan uraian 32 di atas, dalam menulis harus terlebih dahulu menentukan maksud dan menetapkan topik. 2) Menganalisa Pendengar dan Situasi Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa pendengar yang akan dihadapi. Pembicara umumnya telah diberitahu pendengar mana yang akan hadir dalam pertemuan tersebut. Sebab itu sebelum ia menganalisa pendengar berdasarkan beberapa topik khusus, ia harus mulai dengan datadata umum. Data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa para hadirin adalah: jumlah, kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan politik atau sosial. Berdasarkan uraian di atas, sebelum kita menulis teks pidato terlebih dahulu menganalisa pendengar dan situasi terlebih dahulu. 3) Memilih dan Menyempitkan Topik Memilih dan menyempitkan topik adalah setiap tulisan terlebih dahulu seseorang memilih dan menyempitkan topik yang akan ditulis, yang ingin disampaikan kepada para hadirin, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu daripada pembaca dan pendengar. Untuk memilih topik yang baik harus memperhatikan beberapa aspek berikut: 1. Topik yang dipilih hendaknya sudah diketahui, kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak keterangan atau informasi. 2. Persoalan yang dibawakan hendaknya menarik perhatian pembicara sendiri. Bila persoalan tidak menarik perhatiannya, maka persiapannya merupakan hal yang sangat menjengkelkan, sehingga selalu timbul 33 bahaya bahwa pada suatu waktu pembicara meninggalkan begitu saja topik tersebut, atau tidak menyiapkan secara mendalam. 3. Persoalan yang dibicarakan hendaknya menarik pula perhatian pendengar. Bila persoalan tersebut sungguh-sungguh menarik perhatian pendengar, maka pembicara tidak akan bersusah payah menjaga agar pendengar-pendengarnya selalu mengarahkan perhatiannya kepada pembicaraannya. Suatu topik dapat menarik perhatian pendengar karena: a. Topik itu mengenai persoalan para pendengar sendiri. b. Merupakan suatu jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi. c. Merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan dalam masyarakat, atau persoalan yang jarang terjadi. d. Persoalan yang dibawakan mengandung konflik pendapat 4. Mengumpulkan Bahan Setelah memilih dan menyempitkan topik selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan. Seperti sudah dikemukakan di atas, penyusunan bahan-bahan dilakukan melalui tiga tahap yaitu mengumpulkan bahan, membuat kerangka karangan, dan menguraikan secara mendetail. Mengumpulkan bahan maksudnya sebelum menulis terlebih dahulu kita persiapkan materi terlebih dahulu sebagai bahan untuk menjadi sebuah tulisan. 34 5. Membuat kerangka uraian Sebelum menulis, alangkah baiknya membuat kerangka uraian terlebih dahulu supaya tersusun dan hasilnya bisa tercapai. Untuk memanfaatkan aspek psikologis tersebut pembicara dapat mempergunakan teknik berikut untuk menyusun materinya: a. Pertama-tama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia menyampaikan suatu orientasi mengenai apa yang akan diuraikannya, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap bagian itu. Bila pendengar telah mendapatkan gambaran dan kesan yang baik mengenai urutan penyajiannya beserta kepentingan materi pembicaraanya, maka mereka akan lebih siap untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian. b. Sesudah memasuki uraian, tiap kali pembicara harus menonjolkan bagian-bagian yang penting sebagai sudah dikemukakan pada awal orientasinya. Tiap bagian yang ditonjolkan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan-keterangan yang sifatnya kurang penting, tetapi karena sudah ada motivasi, maka setiap pendengar ingin mengetahui perinciannya itu. Demikian dilakukan berulang kali dengan topik-topik penting berikutnya. c. Pada akhir uraian, sekali lagi pembicara menyampaikan ikhtisar seluruh uraiannya tadi, agar hadirin dapat memperoleh gambaran secara bulat sekali lagi mengenai seluruh masalah yang baru saja selesai dibicarakan itu. 35 6. Menguraikan secara mendetail Setelah membuat kerangka uraian, tahap selanjutnya yaitu menguraikan dari kerangka tersebut secara mendetail menjadi sebuah tulisan. Berapa banyak catatan atau perincian yang diperlukan tergantung dari penguasaan atas kerangka yang sudah dibuat. Tahap pertama dari kerangka karangan yang dibuat yaitu bagian pengantar atau pembuka maksudnya menyampaikan suatu orientasi, gambaran mengenai apa yang akan di bicarakannya. Tahap kedua merupakan isi dari materi yang akan dibicarakan sesuai dengan topik yang dipilih. Tahap ketiga penutup yaitu kesimpulan dari materi yang sudah dibicarakan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah menulis teks pidato antara lain: 1) Menentukan maksud; 2) Menganalisa pendengar dan situasi; 3) Memilih dan menyempitkan topik; 4) Mengumpulkan bahan; 5) Membuat kerangka uraian; 6) Menguraikan secara mendetail. 2.4 Metode Kolaborasi 2.4.1 Pengertian Metode Kolaborasi Alwasilah (2007:25) mengatakan bahwa, pengertian kolaborasi adalah suatu teknik pengajaran menulis dengan melibatkan sejawat untuk saling mengoreksi. Kolaborasi adalah ajang bertegur sapa dan bersilaturahmi ilmu pengetahuan. Selain itu ada pembelajaran berjamaah/bersama (social learning). Salah satu prinsipnya adalah bahwa setiap orang memiliki kelebihan tersendiri. 36 Dalam kolaborasi setiap orang dibiarkan mengembangkan potensi dan kesenangannya masing-masing, di antaranya: menulis puisi, fiksi, atau artikel opini. Komitmen dan niat masing-masing siswa menetukan pula keberhasilan mereka dalam menulis teks pidato. Metode ini biasa digunakan utuk melatih dan memberdayakan siwa dalam kegiatan belajar mengajar. Pada kelas besar, biasanya dibuat menjadi kelompokkelompok kecil untuk berkolaborasi. Dalam setiap kelompoknya, siswa membaca tulisan hasil menulis teks pidato temannya, kemudian mengoreksinya. Kolaborasi ini bukan arena untuk mencari kesalahan orang lain, tetapi untuk belajar dari kesalahan-kesalahan itu, kemudian sama-sama memperbaikinya supaya kesalahan serupa bisa dihindari. Dalam metode kolaborasi ini, pendekatan proses lebih ditekankan kepada bagaimana siswa menuangkan gagasan menjadi sebuah tulisan. Setelah mendapat komentar dan saran dari guru dan teman berupa coret-coretan perbaikan, siswa menulis dan memperbaiki hasil tulisannya itu. Begitu seterusnya sampai tulisan itu layak dianggap sebagai tulisan yang baik. Pendekatan proses telah mengubah fokus dari produk tulisan kepada proses menulis yang lebih menjanjikan siswa untuk lebih terampil dalam menulis. Proses menulis lebih menitikberatkan pengembangan gagasan yang dicurahkan untuk mendapatkan hasil tulisan yang optimal. Dalam kesempatan ini, guru sebaiknya memberikan motivasi kepada mengembangkan gagasan yang dimilikinya. siswa untuk lebih berani 37 2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Teks Pidato dengan Metode Kolaborasi Pembelajaran merupakan sebuah proses. Langkah-langkah metode ini merupakan cara yang bagus untuk mengenalkan siswa kepada materi pelajaran yang akan diajarkan. Selain itu, dapat menggunakannya untuk menilai tingkat pengetahuan siswa. Alwasilah (2007:26) mengungkapkan bahwa langkah- langkah pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan metode kolaborasi sebagai berikut. 1) 2) Siswa mengemukakan pengetahuannya tentang teks pidato. Pendapat yang disampaikan siswa tentang teks pidato ditanggapi oleh guru. 3) Siswa mengemukakan contoh teks pidato sesuai dengan yang diketahuinya. 4) Setelah siswa mengemukakan pendapat tentang teks pidato sesuai dengan pengtetahuan yang diketahuinya, guru menjelaskan materi tentang teks pidato. 5) Siswa menyimak contoh teks pidato dari guru. 6) Siswa berkelompok (delapan kelompok, setiap orang terdiri atas lima orang). 7) Siswa berkolaborasi dengan kelompoknya untuk menyatukan konsep dan merumuskan hal-hal yang penting dalam menulis teks pidato. 8) Siswa menulis teks pidato masing-masing dengan menggunakan bahasa sendiri, setelah berkolaborasi dengan kelompoknya tentang hal-hal yang penting dalam menulis teks pidato. 9) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya jika mendapatkan kendala ketika menulis teks pidato, agar mendapatkan masukan-masukan yang membangun dari setiap anggota kelompoknya. 10) Siswa berkolaborasi dengan kelompoknya mengoreksi/menganalisis teks pidato yang ditulis teman sekelompoknya, dengan cara menggaris bawahi atau mencoret kesalahan yang dibuatnya (setiap anggota kelompok harus saling mengoreksi/ menganalisis). 11) Siswa memperhatikan hal-hal yang yang perlu diperhatikan ketika mengoreksi/menganalisis tek pidato meliputi: kesesuaian isi dengan topik, struktur isi pidato, pilihan kata, dan EYD (ejaan yang disempurnakan) dalam berkolaborasi untuk mengoreksi/menganalisis teks pidato teman sekelompoknya. 12) Siswa berkolaborasi mengoreksi/menganalisis teks pidato teman sekelompoknya (setiap anggota kelompok harus saling mengoreksi) 38 dengan memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengoreksi/ menganalisis teks pidato meliputi: kesesuaian isi dengan topik, struktur isi pidato, pilihan kata, dan EYD (ejaan yang disempurnakan) dibimbing oleh guru. 13) Setelah proses kolaborasi tersebut berakhir, guru mengidentifikasi kesalahan yang paling sering dilakukan siswa, kemudian memberikan pengarahan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. 14) Setelah itu, guru menyuruh kembali siswa untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penulisan teks pidato dan melakukan analisis kembali pada pertemuan atau siklus berikutnya sampai dengan teks pidato tersebut dinilai sudah baik. Dalam langkah-langkah di atas, siswa dituntut untuk lebih kreatif dalam belajar serta merumuskan konsep dan kesimpulan sendiri terhadap materi yang telah diajarkan. Setiap siswa saling mengoreksi atas kesalahannya dalam menulis teks pidato dengan cara kerjasama. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah siswa selesai menulis teks pidato, setelah itu siswa berkolaborasi dengan kelompoknya mengoreksi/menganalisis sekelompoknya. Setelah proses teks pidato kolaborasi yang tersebut ditulis teman berakhir, guru mengidentifikasi kesalahan yang paling sering dilakukan siswa, kemudian memberikan pengarahan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. 2.4.3 Kelebihan Metode Kolaborasi Metode digunakan sebagai kelancaran kegiatan pembelajaran. Keberhasilan guru dalam pembelajaran bergantung pada metode apa yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Setiap metode pasti ada kelebihan dan kelemahannya. Di bawah ini akan diuraikan mengenai kelebihan metode 39 kolaborasi Alwasilah (2007: 109). Kelebihan metode kolaborasi ini diantaranya sebagai berikut. 1) Menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain dan meningkatkan kemampuan menyatakan gagasan. 2) Menanamkan sikap akan menulis sebagai suatu proses karena kerja kelompok menekankan revisi, memungkinkan siswa mengajari sejawat, dan memungkinkan penulis yang agak lemah mengenal tulisan karya sejawat yang lebih kuat (Lunsford: 1986). 3) Mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok dan menyajikan suasana kerja yang akan mereka alami dalam dunia professional di masa mendatang (Allen: 1986). 4) Membiasakan koreksi diri dan menulis draf secara berulang, siswa menjadi pembacanya yang paling setia (Brookes dan Grundy, 1990: 21). Jadi, dengan menggunakan metode kolaborasi dapat merangsang kreativitas siswa, dapat mengembangkan sikap, dan dapat memperluas wawasan. Dengan menggunakan metode kolaborasi ini proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan bahwa dengan metode kolaborasi menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain, menanamkan sikap akan menulis sebagai suatu proses, mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok, dan membiasakan koreksi diri atas kesalahannya. 2.4.4 Kelemahan Metode Kolaborasi Selain memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran, metode kolaborasi juga memiliki kelemahan. Menurut Alwasilah (2007:47) Beberapa kelemahan dari metode kolaborasi sebagai berikut. 1) Memerlukan pengawasan yang baik dari guru, karena jika tidak dilakukan pengawasan yang baik, maka proses kolaborasi tidak akan efektif. 40 2) 3) 4) Ada kecenderungan untuk saling mencontoh pekerjaan orang lain. Memakan waktu yang cukup lama, karena itu harus dilakukan dengan penuh kesabaran. Sulitnya mendapatkan teman yang dapat bekerjasama. Kelemahan dalam metode kolaborasi adalah diperlukannya pengawasan dari guru, ada kecenderungan mencontoh pekerjaan orang lain, memekan waktu yang cukup lama, sulitnya mendapatkan teman yang dapat bekerjasama. Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan bahwa kelemahan metode kolaborasi yaitu memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan pengawasan yang baik dari guru.