STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PEDAGING YANG DIBERI

advertisement
STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PEDAGING YANG
DIBERI TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera)
DALAM PAKAN
SKRIPSI
Oleh
TRI ASTUTI
I111 12 048
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PEDAGING YANG
DIBERI TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera)
DALAM PAKAN
SKRIPSI
Oleh
TRI ASTUTI
I111 12 048
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Tri Astuti
NIM
: I111 12 048
menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar,
Mei 2016
Tri Astuti
I111 12 048
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Status Hematologis Ayam Ras Pedaging yang
Diberi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera)
dalam Pakan
Nama
: Tri Astuti
Nomor Induk Mahasiswa
: I111 12 048
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc.
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc.
Dekan Fakultas peternakan
Tanggal Lulus :
Ir. Mustakim Mattau, MS
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc.
Ketua Program Studi Peternakan
Mei 2016
iv
ABSTRAK
TRI ASTUTI. I111 12 048. Status Hematologis Ayam Ras Pedaging yang Diberi
Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan. Di bawah bimbingan: Djoni
Prawira Rahardja dan Mustakim Mattau.
Sebuah penelitian diadakan untuk menguji pengaruh pakan yang diberi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) terhadap status hematologis dan tingkat
stress oksidatif pada ayam ras pedaging. Sebanyak 160 ekor ayam ras pedaging
umur 15 hari strain lohmann dipelihara secara intensif sampai umur 35 hari
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan
berupa penambahan tepung daun kelor dalam pakan basal dengan level yang
berbeda (masing-masing 0, 1, 2, dan 4 %). Sampel darah diambil pada akhir
penelitian untuk menganalisis parameter hematologis. Hasil menunjukkan bahwa
status hematologis (nilai hematokrit, kadar hemoglobin, MCV, MCH dan MCHC)
secara signifikan (P<0,05) meningkat, tetapi jumlah leukosit menurun secara
signifikan, sementara jumlah eritrosit dan nilai MDA (tingkat stress oksidatif)
tidak terdapat pengaruh secara signifikan (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa
penambahan tepung daun kelor hingga 4% dalam pakan dapat meningkatkan
status kesehatan ayam ras pedaging.
Kata kunci: Tepung daun kelor, ayam ras pedaging, hematologis, status kesehatan,
stress oksidatif
v
ABSTRACT
TRI ASTUTI. I111 12 048. Haematological status of broilers fed dietary of
Moringa oleifera leaf meal (MOLM). Supervised by: Djoni Prawira Rahardja
and Mustakim Mattau.
A study was conducted to examine the effects of fed dietary of Moringa
oleifera leaf meal (MOLM) on the haematological status and the level of
oxidative stress in broiler. A total of 160 fifteen day old broilers strain Lohmann
reared intensively until the age of 35 days, and arranged as a Completely
Randomized Design of 4 treatments with 5 replications. The treatments were the
addition of various level of MOLM to basal feed (respectively: 0, 1, 2, and 4%).
Blood sample were obtained at the end of the experiment to analyse the
haematological parameters. The results indicated that haematological status
(hematocrit value, haemoglobin concentration, MCV, MCH and MCHC) were
significantly (P<0,05) increased, but leukocyte number decreased significantly,
while erythrocyte number and MDA values (the level of oxidative stress) were not
significantly affected (P>0,05). It can be concluded that addition of MOLM up to
4% to basal feed could improve the health status of broilers.
Key words: Moringa oleifera leaf meal (MOLM), broilers, haemathology, health
status, oxidative stress
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi
Rabbi, karena dengan mata-Nya kita melihat, dengan telinga-Nya kita mendengar,
dengan firman-Nya kita berbicara, dan dengan ruh-Nya kita dihidupkan. Atas
segala berkah dan karunia-Nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian hingga penyusunan tugas akhir yang berjudul “Status Hematologis
Ayam Ras Pedaging yang diberi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera)
dalam Pakan”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan
pada Nabiullah Muhammad SAW, ialah sang revolusioner sejati yang telah
menggulung permadani kebatilan dan membentangkan sajadah-sajadah kebaikan.
Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, petunjuk, arahan, dan
masukan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggitingginya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. selaku pembimbing utama
dan Bapak Ir. Mustakim Mattau, MS sebagai pembimbing anggota yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai
dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ako, M. Sc., Bapak Dr. Muhammad Yusuf,
S.Pt. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES. sebagai pembahas
yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini.
3.
Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama berada di
bangku perkuliahan.
vii
4.
Ibu drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.
Sc. yang senatiasa memberi semangat, motivasi dan bantuan yang berarti
kepada penulis.
5.
Dekan, Wakil Dekan I, II dan III, Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah menerima dan membantu
penulis dalam proses akademik.
6.
Bapak Muhammad Rachman Hakim, S.Pt., M.P yang telah banyak
memberikan bantuan, dukungan, motivasi, ide dan inspirasi yang sangat
berarti kepada penulis.
7.
Kakanda Dariyatmo, S. Pt., M. P., Muhammad Azhar, S. Pt dan Urfiana Sara
S. Pt atas dukungannya kepada penulis.
8.
Bapak Muhammad Yunus, Nuraeni dan Yessy Anatalia Siagian selaku teman
penelitian yang telah banyak memberikan bantuan, mengajarkan arti
kerjasama dan pengertian.
9.
Rekan-rekan ”Unggas crew” kak Tawa, kak Oyeng, kak Syam, kak Rido,
kak Yusri, Sul, Auliya, Nasrun, Arisman, Makmur, Takim, Ikram atas segala
bantuan kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya.
10. Rekan-rekan Lab. Mikro: kak Amhi, kak Fandy, Asmiar, Arisman, Tuti,
Satriani, dan Ardi ats segala bantuan, dan dukungan yang diberikan.
11. Sahabat-sahabat gadisku ”Annisa”: Ungex, Enix, Cimo, Imu, Rita, Auliya
Syam, dan Appe sebagai tempat curhat, berbagi, memperbaiki diri dan
banyak hal yang tak bisa diuraikan satu persatu.
12. WGP: Jihad, Kandi, Rahim, Caman, Mila, Tika, Fatma, kakak Nanda, Reski,
Indri, Azwar, dan semua-semuanya yang telah banyak mengajarkan arti
kebersamaan, dan berbagi. Canda tawa kalian adalah penawar stress, bersama
kalian adalah suatu kenyamanan.
viii
13. Teman-teman GENETIKA SMAPAT 2012 dan KKN Gel.90 Desa Manuba:
Hendra, Arif, Khusnul, Jea, dan Tenri atas segala dukungannya.
14. Teman-teman HIMAPROTEK dan SEMA FAPET UH sebagai tempat belajar
banyak hal.
15. Rekan-rekan mahasiswa Merpati 09, L10N 10, Solandeven 11, Flock
Mentality terutama FAPET B 2012, dan Larfa 2013.
16. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tua Orang tua, Ayahanda
Muhaemin dan Ibunda Mira yang telah memberikan dukungan yang selalu
menjadi kekuatan dalam diri dan doa bagi setiap langkah, serta dengan sepenuh
hati memberikan dukungan spiritual maupun materil sehingga penulisan tugas
akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada saudara-saudaraku:
Samsinar, Rosmiati, Handi, dan Sarlinda atas perhatian, doa dan dorongan
yang diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan
meski telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat
konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya
kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Makassar, 28 April 2016
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................
i
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ..........................................................................................................
v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa oleifera) .............................
4
Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas ............................
6
Karakteristik Ayam Ras Pedaging .............................................................
9
Stress Oksidatif pada Ayam Ras Pedaging ................................................ 10
Profil Darah Ayam Ras Pedaging .............................................................. 13
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ..................................................................................... 21
Materi Penelitian ........................................................................................ 21
Prosedur Penelitian .................................................................................... 21
Rancangan Penelitian................................................................................. 24
Parameter Penelitian .................................................................................. 26
Analisis Data .............................................................................................. 30
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 31
Nilai Hematokrit ........................................................................................ 32
Jumlah Eritrosit ......................................................................................... 33
Kadar Hemoglobin..................................................................................... 34
Jumlah Leukosit ......................................................................................... 35
Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) .................................................. 37
Nilai MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) ........................................ 38
Nilai MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration).............. 38
Nilai MDA (Malondialdehyde) darah ...................................................... 39
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
Teks
1.
Komposisi kimia dan nutrisi daun kelor ......................................................
5
2.
Nilai normal komponen darah pada ayam ras pedaging umur 35 hari ........ 14
3.
Komposisi nutrisi tepung daun kelor ........................................................... 22
4.
Komponen nutrisi pakan starter (umur 1-14 hari) ....................................... 23
5.
Komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal finisher ............................... 24
6.
Komposisi ransum finisher (umur 15-35 hari)............................................. 25
7.
Konsumsi pakan, tepung daun kelor dan air minum umur 15-35 hari ......... 25
8.
Profil darah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor dalam
pakan ............................................................................................................ 31
9.
Nilai indeks eritrosit dan MDA darah ayam ras pedaging yang diberi
tepung daun kelor dalam pakan ................................................................... 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
Teks
1.
Hasil analisis ragam nilai hematokrit ayam ras pedaging yang diberi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 48
2.
Hasil analisis ragam jumlah sel darah merah ayam ras pedaging yang
diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .......................... 50
3.
Hasil analisis ragam kadar hemoglobin ayam ras pedaging yang diberi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 51
4.
Hasil analisis ragam jumlah sel darah putih ayam ras pedaging yang
diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .......................... 53
5.
Hasil analisis ragam nilai MCV ayam ras pedaging yang diberi tepung
daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 55
6.
Hasil analisis ragam nilai MCH ayam ras pedaging yang diberi tepung
daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 57
7.
Hasil analisis ragam nilai MCHC ayam ras pedaging yang diberi tepung
daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 59
8.
Hasil analisis ragam nilai MDA darah ayam ras pedaging yang diberi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 61
9.
Suhu rata-rata mingguan kandang selama pemeliharaan ............................. 62
10. Dokumentasi penelitian ............................................................................... 63
xiii
PENDAHULUAN
Pada unggas, domestikasi yang membawa terbentuknya ayam modern
adalah sebagai akibat majunya pengetahuan ilmu genetik dalam seleksi untuk
tujuan ekonomi. Pertumbuhan ayam ras pedaging yang mencapai 1,5 kg dalam 28
hari (Santos et. al., 2012; Ülkü et. al., 2014) adalah fenomena kompleks yang
dipengaruhi oleh genetik maupun faktor lingkungan termasuk pakan dan nutrisi.
Keberhasilan pertambahan berat badan cepat dikombinasikan dengan FCR (Feed
Conversion Ratio) rendah menyebabkan berbagai masalah animal welfare, mulai
masalah metabolisme hingga masalah sifat tingkah laku ayam ras pedaging.
Stress oksidatif pada ayam pedaging merupakan masalah yang umum
dihadapi pada pemeliharaan ayam pedaging modern dengan ciri tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat menjadi pemicu munculnya
gangguan metabolik seperti kegagalan fungsi hati dan jantung, kematian
mendadak akibat kegagalan sistem sirkulasi. Masalah metabolisme seperti stress,
dan kematian mendadak biasa dikaitkan dengan suplai oksigen yang tidak
mencukupi dalam metabolisme, sehingga suplai energi tidak sebanding dengan
kebutuhan organ akan energi (Scheele et. al., 1997). Gangguan metabolik seperti
ini akan berdampak pada efisiensi usaha secara keseluruhan.
Oksigen diperlukan seluruh sel tubuh dalam proses reaksi biokimia untuk
menghasikan energi berupa ATP. Sekitar 97% oksigen yang masuk ke dalam
darah diangkut oleh hemoglobin/eritrosit, sedangkan 2-3% diangkut oleh plasma
darah. Sel darah merah (eritrosit) adalah salah satu sel yang sangat rentan terhadap
radikal bebas. Radikal bebas dapat menyebabkan perubahan pada ikatan kimia
1
darah atau dikenal dengan stress oksidatif sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen secara maksimal. Stress oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan
asupan antioksidan yang cukup dan optimal dalam tubuh, akan tetapi harga
antioksidan sintetis cukup mahal dipasaran. Karena alasan efisiensi usaha,
peternak mulai beralih menggunakan antioksidan alami yang dapat meminimalkan
tingkat kematian akibat stress oksidatif sekaligus memberi nilai tambah pada
produk daging yang dihasilkan.
Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tumbuhan perdu yang
ketersediaannya di Indonesia cukup banyak dan memungkinkan digunakan
sebagai bahan pakan. Portugaliza dan Fernandez (2011) mengidentifikasikan
bahwa bahan aktif yang terdapat dalam daun kelor yang berpotensi sebagai
antioksidan, antibakteria, imunostimulan dan beberapa vitamin terlarut dalam air
misalnya vit.C, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan performa ayam
pedaging. Namun demikian mekanisme kerja adanya perbaikan performa ayam
pedaging pada penelitian tersebut belum sepenuhnya dipahami. Peran antioksidan
yang terkandung dalam daun kelor untuk pencegahan oksidasi masih perlu dikaji
lebih lanjut. Untuk mengetahui bagaimana respon fisiologi ayam ras pedaging
terhadap penggunaan daun kelor, perlu dilakukan suatu kajian Hematologi.
Analisis hematologis dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan
ternak. Parameter hematologis telah diamati sebagai indikator yang baik dari
status fisiologi ternak. Respon ternak dalam berbagai situasi fisiologi dapat
diketahui dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis (Khan
and Zafar, 2005).
2
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
penambahan tepung daun kelor dalam pakan terhadap status kesehatan dan tingkat
stress oksidatif ayam ras pedaging melalui kajian status hematologis.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa Oleifera)
Kelor (Moringa oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang
dengan tinggi 7-12 m, batang berkayu, berwarna putih kotor, kulit tipis, dan
permukaan kasar. Perbanyakan tanaman kelor bisa secara generatif (biji) maupun
vegetatif (stek batang). Kelor tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi sampai di ketinggian ±1000 m dpl dengan curah hujan tahunan berkisar
antara 250 sampai 1500 mm (Krisnadi, 2010). Tanaman kelor biasanya hidup
terpelihara di daerah tropis dan subtropis bagian asia dan afrika. Hampir seluruh
bagian dari tanaman ini digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit
di asia selatan, dan juga digunakan sebagai sayur (Wangcharoen and Sompoch,
2013). Klasifikasi tanaman kelor menurut Cwayita (2014) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Order
: Brassicales
Family
: Moringaceae
Genus
: Moringa
Species
: Moringa oleifera
Kelor mempunyai dahan dan batang yang rapuh, daun kecil-kecil berbulu
berwarna hijau dengan jumlah yang banyak sepanjang 30-60 cm, dengan lebar
0,3-0,6 cm dan panjang 2 cm. Daun dan biji kelor banyak digunakan sebagai
4
sumber vitamin B dan C serta sebagai sumber asam amino. Kelor juga dipercaya
dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Ogbe and Affiku, 2012).
Tabel 1. Komposisi kimia dan nutrisi tepung daun kelor
Parameter
Komposisi proksimata
Bahan kering
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Kadar lemak (%)
Abu (%)
Ca (%)
P (%)
EM (MJ/ kg)
Profil asam amino (% BK)b
Lysine
Histidine
Trheonine
Arginine
Methionine
Nilai
94,60
28,00
7,10
4,90
12,20
2,50
0,30
8,60
1,1 – 1,64
0,6 – 0,72
0,8 – 1,36
1,2 – 1,78
0,30 – 0,35
Sumber: a Aderinola et al., 2013; bCwayita, 2013
Karena kandungan nutrisi yang cukup tinggi (Tabel 1), daun kelor
merupakan bagian yang umum digunakan sebagai bahan pakan pada beberapa
jenis ternak dalam bentuk tepung. Selain mengandung beberapa kandungan gizi
yang dibutuhkan, tanaman kelor juga mengandung beberapa anti nutrisi antara
lain phytat, oxalat, saponin, tanin, tripsin inhibitor dan asam sianida (HCN)
(Ogbe and Affiku, 2012). Zat anti-nutrisi tersebut dapat memberikan dampak
negatif pada ternak unggas apabila diberikan dalam konsentrasi tinggi sehingga
penting untuk dipertimbangkan dalam menyusun formulasi ransum.
Kandungan glikosida, niaziminins A dan B, dan kandungan isothiocyanate
yang diisolasi dari ekstrak daun kelor telah terbukti menunjukkan aktivitas dalam
menurunkan tekanan darah. Senyawa peptida yang diperoleh dari ekstrak daun
kelor melalui perendaman, menunjukkan aktivitas sebagai antimikrobia terutama
5
terhadap bakteri patogen jenis E. coli, S. aureus, B. subtilis, K. aerogenes, dan A.
niger (Chivapat et. al., 2012).
Wangcharoen dan Gomolmanee (2013) mengemukakan bahwa kandungan
senyawa fenolik dan flavonoid yang tinggi pada daun kelor menunjukkan aktivitas
antioksidan yang tinggi, dengan menghambat peroksidasi lemak, mengikat radikal
bebas, dan menginduksi degradasi deoksiribosa, mengurangi daya ikat radikal
anion superoksida dan nitrit oksida. Aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor
dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan standar antioksidan seperti pada
vitamin E.
Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas
Tanaman kelor telah lama dikenal sebagai tanaman sayuran oleh masyarakat
Indonesia. Kandungan nutrisi daun kelor yang cukup tinggi dan mengandung
berbagai bahan aktif dengan aktivitas biologis yang beragam menjadikan daun
kelor berpotensi sebagai pakan ternak (Cwayita, 2013). Pengetahuan mengenai
karakteristik senyawa bahan aktif, dan mekanisme kerjanya dalam tubuh ternak
unggas menjadi aspek penting yang perlu dikaji sehubungan dengan penggunaan
daun kelor sebagai bahan pakan atau pakan tambahan pada ternak unggas.
Penelitian Sarjino (2008) menggunakan tepung daun kelor (Moringa
oleifera) dalam pakan dengan perlakuan 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Dalam
penelitian tersebut, penggunaan tepung daun kelor 10% dalam pakan dapat
menurunkan kandungan kolesterol daging, namun tidak memberikan pengaruh
yang berbeda pada persentase karkas, persentase deposisi daging dada dan
persentase lemak abdominal. Analysa (2007) melaporkan penggunaan tepung
6
daun kelor pada level 2,5% dalam pakan merupakan level yang optimal untuk
menurunkan kolesterol darah dan penggunaan tepung daun kelor hingga level
10% dalam pakan tidak memberikan efek negatif terhadap berat organ dalam dan
glukosa darah ayam pedaging.
Adanya kandungan anti-nutrisi pada daun kelor menjadi pertimbangan
utama penggunaan daun kelor yang banyak digunakan hanya sebagai pakan
tambahan dalam pakan unggas dengan level rendah. Pengaruh negatif pada ayam
misalnya dapat diamati pada laporan Aderinola et. al. (2013), pemberian daun
kelor sebagai pakan tambahan pada level rendah (0-2%) pada ayam pedaging fase
starter dan finisher (ad libitum) menunjukkan adanya penurunan nilai pada
beberapa parameter hematologis, menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol
serum, dan menurunkan kadar lemak pada daging. Nilai beberapa parameter
hematologis lebih rendah dibandingkan nilai normal pada ayam yang tidak diberi
daun kelor. Berbeda dengan Aderinola et. al. (2013), Banjo (2012) dan Teteh et.
al. (2013) melaporkan bahwa pemberian tepung daun kelor hingga 2% dan 3%
dalam pakan selama 4 minggu, tidak menunjukkan dampak negatif pada ayam
pedaging. Pada kedua penelitian tersebut, direkomendasikan pemberian tepung
daun kelor 2% dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan ayam pedaging
sebagai pengganti penggunaan antibiotik yang berfungsi sebagai pemacu
pertumbuhan.
Suplementasi kelor, selain meningkatkan performa, juga memperbaiki
karakteristik kimia darah, dan meningkatkan respon imun tubuh terutama dengan
menurunkan kandungan asam urat, trigliserida, dan rasio albumin/globulin pada
7
serum ayam pedaging (Du et. al., 2007). Ologhobo et. al. (2014) melakukan
percobaan pada ayam pedaging dengan membandingkan pemberian pakan yang
mengandung antibiotik (oxytetracycline) dengan pakan yang mengandung tepung
daun kelor hingga 200-600g/100 kg pakan, diperoleh hasil berupa perbaikan
performa, parameter hematologis yang normal dan tidak memberikan dampak
pada perubahan karakteristik karkas. Penelitian ini mengindikasikan bahwa
tepung daun kelor dapat menjadi pengganti oxytetetracycline sebagai antibiotik
yang bersifat sebagai pemacu pertumbuhan pada ayam pedaging.
Hasil studi Portugaliza dan Fernandez (2011) mengindikasikan bahwa
bahan aktif dalam daun kelor yang berpotensi sebagai antioksidan, antibakteria,
imunostimulan, dan beberapa vitamin terlarut dalam air misalnya vitamin C, dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan performa ayam pedaging. Namun
demikian mekanisme kerja adanya perbaikan performa ayam pedaging pada
penelitian tersebut belum sepenuhnya dapat dipahami.
Penggunaan daun kelor sebagai pakan tambahan pada ayam pedaging
dilaporkan dapat menjadi antioksidan kuat yang dapat melindungi dan menjaga
kondisi ayam terhadap stress oksidatif sehingga memberikan hasil berupa tingkat
pertumbuhan dan kualitas karkas yang lebih baik (Cwayita, 2014). Kehadiran
vitamin C, vitamin E, karotenoid, flavonoid dan selenium (Moyo et. al., 2012)
membuat taaman kelor berpotensi sebagai antioksidan alami. Kandungan vitamin
E dan beta karoten yang tinggi dilaporkan bertanggung jawab terhadap aktivitas
antioksidan yang tinggi tersebut. Keberadaan kandungan vitamin E yang tinggi
8
pada daun kelor mampu mencegah terjadinya peroksidasi lemak sehingga dapat
mencegah timbulnya gangguan akibat stress oksidatif selama pemeliharaan.
Karakteristik Ayam Ras Pedaging
Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan strain ayam hasil seleksi
yang memiliki pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah dan dapat
dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih
cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik. The Cobb
Breeding Company Limited menunjukkan bahwa pada tahun 2000 rata-rata berat
ayam pada umur 34 hari mencapai 1,82 kg, sementara pada tahun 1966, untuk
mencapai berat rata-rata yang demikian diperlukan umur pemeliharan 60 hari, dan
pada tahun 1956 memerlukan 84 hari. Saat ini, berat rata-rata 2 kg dapat diperoleh
setelah pemeliharaan selama 35 hari. Pertumbuhan ayam ras pedaging yang sangat
cepat adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh genetik maupun faktor
lingkungan termasuk pakan dan nutrisi.
Beberapa kelebihan ayam ras pedaging yakni daging empuk, ukuran badan
besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi,
sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan berat badan
sangat cepat. Namun demikian, memerlukan pemeliharaan secara intensif dan
cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit beradaptasi
(Rahmanto, 2012).
Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pertumbuhan
ayam broiler yang optimal adalah suhu lingkungan sekitar kandang. Laju
pertumbuhan broiler yang optimum dalam selang umur 3-7 minggu adalah sekitar
9
20-24oC. Suhu 28oC adalah suhu kritis atas yang jika suhu lingkungan melebihi
suhu tersebut dapat meningkatkan jumlah ayam yang sakit dan tingkat mortalitas
(Amrullah, 2004).
Indonesia sebagai negara tropis dengan suhu dan kelembapan relatif (RH)
tinggi menyebabkan ayam pedaging menjadi sangat rawan terhadap cekaman
panas. Ayam ras pedaging merupakan ternak homoiterm dimana dapat
mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal (Rahardja, 2010). Ayam akan
berproduksi optimal pada zona nyamannya (comfort zone), apabila kondisi
lingkungan berada di bawah atau di atas zona nyamannya, ayam akan mengalami
stress (Kusnadi, 2008). Ayam yang sedang berada dalam kondisi stress
menyebabkan sulitnya mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan
panas tubuhnya karena pengaruh aktivitas metabolisme, aktivitas hormonal dan
kontrol suhu tubuh. Cekaman panas terjadi ketika akumulasi metabolisme panas
dan panas lingkungan melebihi kemampuan ayam untuk melepaskan panas
(Mujahid et. al., 2007).
Stress Oksidatif pada Ayam Ras Pedaging
Penurunan di semua parameter performa ayam merupakan dampak yang
umum akibat perlakuan suhu dan kelembaban yang tinggi (Lin et. al., 2004).
Cekaman panas akan menyebabkan keluarnya banyak energi. Adanya stress panas
juga akan menyebabkan stress oksida dalam tubuh atau biasa disebut dengan
reaksi oksidatif/radikal bebas (Maini et. al., 2007). Stress oksidatif adalah keadaan
di mana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralkannya (Huang et. al., 2004; Mujahid et. al., 2007). Secara alami tubuh
10
ayam memiliki upaya menekan terjadinya stress oksidatif dengan memproduksi
sejumlah enzim yang berfungsi sebagai antioksidan alami di dalam sel seperti
katalase, superoksida dismutase, dan glutathion peroksidase yang secara alami
dapat dikuantifikasi dalam darah maupun jaringan muskuler (Maini et. al., 2007;
Qwele et. al., 2013).
Radikal bebas (ROS: Reactive Oxygen Species) merupakan produk alami
dari metabolisme oksigen pada sel yang pembetukannya sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan (Yang et. al., 2010). Produksi radikal bebas semakin tinggi
seiring dengan peningkatan temperatur lingkungan, dan akan diperparah jika
disertai dengan peningkatan kelembaban udara dalam kandang. Mujahid et al.
(2007) melaporkan bahwa cekaman panas menyebabkan naiknya tingkat ROS di
mitokondria.
Radikal bebas menyebabkan gangguan metabolit dan gangguan sel berupa
gangguan fungsi DNA dan protein, sehingga menyebabkan mutasi atau sitotoksik
dan perubahan laju aktivitas enzim (Mujahid et. al., 2007; Kinanti, 2011).
Peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif dari protein dan DNA serta molekul
biologis dapat terjadi bila keseimbangan antara aktivitas oksidasi dan antioksidan
terganggu (Yang et. al., 2010; Maini et. al., 2007).
Peroksidasi lemak merupakan reaksi yang terjadi ketika asam-asam lemak
tidak jenuh rantai panjang (Poly Unsaturated Fatty Acid/ PUFA) yang
mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap diserang oleh radikal bebas.
Peroksidasi lemak diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida,
radikal hidroksil dan radikal peroksil (Mujahid et. al., 2007). Proses metabolisme
11
di dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas secara terus
menerus sehingga peningkatan laju metabolisme dapat meningkatkan kerusakan
sel (Ülkü et. al., 2014). Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat
memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini
dihilangkan oleh sistem antioksidan tubuh (Allen and Tressini, 2000). Radikal
bebas dapat meningkatkan peroksidasi lemak yang kemudian mengalami
dekomposisi menjadi malondialdehyde (MDA) dalam darah (Rahayu dkk., 2014).
Stress oksidatif pada ayam pedaging merupakan masalah utama yang
dihadapi pada pemeliharaan ayam pedaging modern dengan ciri tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat menjadi pemicu munculnya
gangguan metabolik seperti kegagalan fungsi hati dan jantung, kematian
mendadak akibat kegagalan sistem sirkulasi (Scheele et. al., 1997). Gangguan
metabolik seperti ini berdampak pada efisiensi usaha secara keseluruhan.
Untuk mengetahui status fisiologi dan status kesehatan ayam ras pedaging
dapat dilakukan kajian hematologi. Hematologi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempelajari tentang darah, dan salah satu bagian penting dalam proses
diagnosa suatu penyakit serta berperan dalam ilmu patologi klinis (Talebi et. al.,
2005). Hematologi tidak hanya mencakup pemeriksaan yang berhubungan dengan
sel darah dan plasmanya, tetapi juga mencakup jaringan asalnya, penyimpanan
dan sirkulasi darah.
Respon ternak (termasuk ayam) dalam berbagai situasi fisiologi dapat
diketahui dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis (Khan
and Zafar, 2005; Ologhobo et. al., 2014). Dalam peternakan ayam pedaging,
12
peranan hematologi juga sangat penting dalam menentukan kesehatan ayam.
Diduga hewan yang dipelihara pada sistem manajemen yang berbeda termasuk
komposisi pakan (Dienye and Olumuji, 2014) akan memiliki karakteristik
hematologis yang berbeda pula. Babatunde et. al. (1992) melaporkan bahwa
parameter darah
merupakan indeks utama untuk mengetahui status fisiologi,
patologi, dan status gizi dari sebuah organisme. Perubahan nilai komponen
penyusun darah dibandingkan nilai normal dapat digunakan untuk menafsirkan
tingkat metabolisme hewan serta kualitas pakan.
Profil Darah Ayam Ras Pedaging
Darah merupakan komponen penting yang berperan dalam proses-proses
fisiologis dalam tubuh yang mengalir melalui pembuluh darah dan sistem
kardiovaskuler. Darah adalah jaringan khusus yang berperan dalam sirkulasi dan
terdiri atas bagian cair (plasma darah) dan bagian interseluler (Sonjaya, 2012). Sel
darah terdiri dari 3 macam, yaitu: sel darah merah (erythrocyte), sel darah putih
(leukocyte), dan kepingan darah (thrombocytes atau platelets).
Fungsi utama darah adalah mempertahankan homeostasis tubuh (Dellman
dan Brown, 1992; Sonjaya, 2012). Frandson et. al. (2009) menjelaskan beberapa
fungsi darah yakni membawa nutrien dari saluran pencernaan menuju jaringan
tubuh, membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, membawa
karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang, membawa produk
buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan, berperan
penting dalam pengendalian suhu dengan cara mengangkut panas dari bagian
dalam tubuh menuju permukaan tubuh, berperan dalam sistem bufer, serta sebagai
13
pembeku darah yang mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada
waktu luka. Darah juga mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh
terhadap penyakit.
Menurut Guyton dan Hall (2006), jika tubuh hewan mengalami gangguan
fisiologis maka akan terjadi perubahan profil darah. Perubahan gambaran darah
dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan,
stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal misalnya akibat
infeksi kuman dan perubahan suhu lingkungan. Dienye dan Olumuji (2014)
mengatakan bahwa perubahan profil darah dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, dan faktor fisiologi seperti stress saat penangkapan dan tranportasi,
umur serta jenis kelamin. Ayam ras pedaging yang sehat memiliki gambaran
darah yang normal (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai normal komponen darah pada ayam ras pedaging umur 35 hari
Komponen Darah
Nilai
PCV (Hematokrit) (%)
31,0-33,1
6
3
RBC (Eritrosit) (10 /mm )
2,17-2,86
Hb (Hemoglobin) (g/100 ml)
13,3-13,52
MCV (Mean Corpuscular Volume) (fl)
115,8-125,44
MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) (Pg)
47,6-53,34
MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) (%)
42,4-43,17
WBC (Leukosit) (103/mm3)
23,38-24,07
Heterofil (103/mm3)
5,67-6,52
Limfosit (103/mm3)
14,24-15,48
Ratio H/L
0,36-0,53
3
3
Monosit (10 /mm )
0,93-1,3
Eosinofil (103/mm3)
1,11-1,35
Basofil (103/mm3)
1,38-2,47
Sumber : Talebi et. al., 2005
14
- Hematokrit
Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah persentase sel darah
merah terhadap volume darah total. Hewan normal memiliki nilai hematokrit yang
sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Nilai hematokrit
mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilution) atau
penurunan air plasma (hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah sel
sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh
temperatur lingkungan yang dapat bertambah jika keadaan hipoksia atau
polisitemia (jumlah sel-sel merah dalam tubuh meningkat) sehingga jumlah
eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah normal (Guyton, 1996).
- Sel Darah Merah (Eritrosit)
Guyton dan Hall (2006) menyatakan eritrosit adalah sel darah merah yang
membawa hemoglobin dan O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh. Kandungan
eritrosit pada hewan dewasa terdiri atas 62-72% air, 35% padatan, dan dari
padatan tersebut 95% hemoglobin (Swenson, 1993). Eritrosit dipengaruhi oleh
konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Jumlah eritrosit yang tinggi akan diikuti
oleh kadar hemoglobin yang tinggi. Selain itu, dipengaruhi juga oleh umur, jenis
kelamin, aktivitas, nutrisi, produksi telur, bangsa, panjang hari, suhu lingkungan
dan faktor iklim (Swenson, 1993).
Eritrosit merupakan produk proses erithropoesis, proses tersebut terjadi
dalam sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat
dalam berbagai tulang panjang (Sonjaya, 2012).
Menurut Guyton dan Hall
(2006), faktor utama yang berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah
15
hormon glikoprotein. Erithropoesis membutuhkan bahan dasar protein, glukosa,
dan berbagai aktivator. Beberapa aktivator proses erithropoesis adalah
mikromineral Cu, Fe, dan Zn. Pemberian unsur Cu dan Fe dengan rasio tertentu
mampu meningkatkan status hematologis dan pertumbuhan ayam (Praseno, 2005).
Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa faktor yang mungkin
dapat mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah protein, vitamin B2, B12,
dan folic acid. Protein berperan sebagai komponen sel darah merah, vitamin B2
berperan dalam mengaktifkan asam folat menjadi koenzim serta vitamin B12
berperan dalam pematangan sel darah merah serta asam folat berperan dalam
sintesis DNA (Deoxyribonucleatide acid) dan pematangan sel darah merah.
Eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval. Eritrosit
pada unggas memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan eritrosit pada
mamalia (Dzialowski, 2015). Ukuran yang lebih besar terkait dengan jumlah
molekul globin yang mampu dibawa dalam satu sel darah merah. Meskipun
ukuran sel darah merah unggas lebih besar, namun bentuknya lebih datar,
sehingga pergerakan sel darah merah lebih cepat.
- Hemoglobin
Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan kompleks antara
protein dan Fe yang menyebabkan timbulnya warna merah pada darah. Menurut
Swenson (1993), hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun
atas protein konjugasi dan protein sederhana. Hemoglobin diproduksi oleh sel
darah merah yang disintesis dari asam asetat (acetic acid) dan glycine
menghasilkan porphyrin. Porphyrin dikombinasikan dengan besi menghasilkan
16
satu molekul heme. Empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul globin
yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino
membentuk hemoglobin (Rosmalawati, 2008).
Hemoglobin dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk
mengangkut oksigen, serta penyebab warna merah pada darah (Frandson et. al.,
2009;
Sonjaya,
2012).
Hemoglobin
mengikat
O2
untuk
membentuk
oksihemoglobin (Ganong, 2003). Kandungan oksigen yang rendah dalam darah
menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan jumlah eritrosit (Swenson,
1993; Schalm, 2010). Penurunan kadar hemoglobin terjadi karena adanya
gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis). Methemoglobin adalah produk
oksidasi dari hemoglobin (Sonjaya, 2012). Methemoglobin tidak mampu
membawa oksigen karena besi dan methemoglobin berbentuk ion ferri (Fe+++)
yang afinitas terhadap oksigen rendah dibandingkan dengan ferro (Fe ++) pada
hemoglobin.
- Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan MCHC)
Indeks eritrosit merupakan bagian pemeriksaan laboratorium hitung darah
lengkap yang memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan
mengenai banyaknya hemoglobin (Hb) per eritrosit. Nilai MCV, MCH dan
MCHC merupakan nilai yang berhubungan dengan eritrosit (Dienye and Olumuji,
2014). MCV (Mean Corpuscular Volume) merupakan volume eritrosit rata-rata di
dalam darah. Peningkatan jumlah MCV di atas normal dapat mengindikasikan
anemia makrositik, sedangkan nilai MCV yang kecil di bawah normal dapat
mengindikasikan adanya anemia akibat defisiensi zat besi, thalasemia dan anemia
17
sekunder (Rosmalawati, 2008). MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) adalah
ukuran dari massa hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah atau
banyaknya hemoglobin per eritrosit . MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration) merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata tiap sel eritrosit.
Eritrosit berfungsi untuk mentransportasikan oksigen (Guyton dan Hall,
2006), maka oksigen yang diterima oleh jaringan bergantung kepada jumlah dan
fungsi dari eritrosit dan hemoglobinnya. Nilai MCV mencerminkan ukuran
eritrosit, sedangkan nilai MCH dan MCHC mencerminkan kandungan
hemoglobin dalam eritrosit. Penetapan indeks eritrosit sangat penting dalam
pemeriksaan klinis, karena menunjukkan adanya indikasi kekurangan dalam
sintesa hemoglobin seperti tidak cukupnya hemoglobin yang terbentuk di dalam
tiap sel darah merah (Rosmalawati, 2008). Ketidaknormalan nilai MCV, MCH
MCHC menunjukkan indikasi adanya anemia yang dapat dipicu oleh kekurangan
zat besi, keracunan timbal, kekurangan hormon eritropoietin, kekurangan folat
atau kekurangan vitamin B-12.
- Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit (sel darah putih) merupakan komponen darah yang jumlahnya
lebih sedikit dari eritrosit dalam darah (Sonjaya, 2012). Sel-sel darah putih di
dalam aliran darah kebanyakan bersifat non-fungsional dan hanya diangkut ke
jaringan tertentu disaat yang dibutuhkan (Frandson et. al., 2009). Di dalam aliran
darah, leukosit dibagi menjadi granulosit yang dicirikan spesifik granula dalam
sitoplasma (heterofil, eosinofil, basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit)..
18
Sel ini bekerja bersama-sama memberikan badan pertahanan yang kuat terhadap
tumor serta infeksi virus, bakteri dan parasit (Ganong, 2003).
Swenson (1993) menyatakan bahwa jumlah leukosit pada unggas lebih
banyak dibandingkan dengan leukosit pada mamalia, yaitu berkisar 20.00030.000/mm3. Secara umum jumlah leukosit yang meningkat merupakan pertanda
adanya infeksi. Hal ini dapat dilihat pada gambaran diferensiasi leukosit yang
mempunyai fungsi yang berbeda dalam pertahanan tubuh. Jumlah leukosit
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pakan, lingkungan, hormon, obat dan
penyakit. Pakan yang kekurangan asam folat mengakibatkan penurunan jumlah
leukosit yang diikuti dengan penurunan limfosit, heterofil, basofil, dan monosit
(Rosmalawati, 2008).
- Kadar MDA (Malondialdehyde) pada darah
MDA merupakan salah satu senyawa aldehid yang tersusun dari 3 atom
karbon (C3H4O2) yang dihasilkan dari mekanisme destruksi oksidatif asam lemak
tak jenuh ganda yang terbentuk dari proses autokatalitik yang tidak terkontrol
(peroksidasi lemak) (Yuliani dkk., 2002). MDA merupakan senyawa toksik
terhadap sistem kehidupan karena kemampunnya untuk mengubah atau berikatan
silang dengan berbagai macam biomolekul seperti protein, enzim, lipoprotein,
aminofosfolipid dan asam amino (Valenzuela, 1991). MDA adalah suatu senyawa
yang sangat reaktif yang merupakan produk dari peroksidasi lipid dan biasanya
digunakan sebagai biomarker peroksidasi lemak untuk menilai stress oksidatif
(Lin et. al., 2004; Maini et. al., 2007; Mujahid et. al., 2007).
19
Sel darah merah adalah salah satu sel yang sangat rentan terhadap radikal
bebas, ikatan kimia darah dapat berubah akibat serangan senyawa radikal bebas
yang memicu oksidasi (Widada, 2014). Peningkatan radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan membran sel darah merah yang mengandung senyawa
lipid. Meskipun dilindungi oleh antioksidan, sel darah merah tetap saja bisa
mengalami stress oksidatif, kerusakan membran dapat menyebabkan lepasnya
senyawa heme dari eritrosit (Repetto et. al., 2012). Peroksidasi membran eritrosit
menyababkan hemolisis sehingga terjadi penurunan nilai hemoglobin (Tamam
dkk., 2012).
Sel darah dapat mengalami peroksidasi lemak, oksidasi hemoglobin,
lisisnya sel eritrosit, hingga kerusakan membran akibat serangan radikal bebas
sehingga darah dapat menyimpang dari homeostatis. Penelitian Rahayu dkk.
(2014) menunjukkan nilai MDA darah ayam petelur yang dipelihara pada
temperatur humidity indeks (THI) 74 lebih rendah (1,82 nmol/mL) dibanding
ayam yang dipelihara pada THI 89 (2,18 nmol/mL). Hal tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan THI akan menyebabkan peningkatan ROS yang berdampak
pada terbentuknya MDA dalam darah, meskipun ayam pada dasarnya mampu
mempertahankan
suhu
tubuhnya
karena
kemampuan
homoestatis
yang
dimilikinya.
20
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015 sampai Bulan
Januari 2016, bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Laboratorium
Fisiologi Ternak, dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain; ayam ras pedaging,
daun kelor, pakan, air minum, vaksin, antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid), larutan Hayem dan Turk, wax, alkohol 70 %, HCl 0,1 N, NaCl
fisiologis, larutan CCL4, aquabides, akuades, larutan TCA 10 %, pereaksi TBA,
kertas label, kertas saring, cover glass, dan kapas.
Alat yang digunakan antara lain: kandang, litter (serbuk gergaji), tempat
pakan dan tempat minum, chick guard, gasolek, kertas koran, skop, timbangan,
alat analisa proksimat, wadah penyimpanan, spoit, tabung reaksi vakum, pipet
tetes,
tabung
haemometer,
mikrohematokrit,
mikricentrifuge,
centrifuge,
mikroskop, haemocytometer, vortex mixer, water bath, dan spektrofotometer.
Prosedur Penelitian
- Ayam Pedaging
Pada penelitian ini digunakan day old chick (DOC) ayam pedaging
sebanyak 160 ekor strain Lohmann MB 202 yang hanya berjenis kelamin jantan
dengan berat awal ±40 g dan dipelihara selama 35 hari.
21
- Pembuatan Tepung daun kelor
Daun kelor yang digunakan berasal dari tanaman kelor lokal yang sehat.
Daun tanaman kelor segar dikumpulkan dan dipisahkan dari tangkai tanaman.
Pengeringan pada suhu ruang dilakukan selama tiga hari tanpa sinar matahari
hingga kadar air mencapai dibawah 20%. Penggilingan hingga halus dilakukan,
dan hasilnya berupa tepung ditimbang dan dicampurkan bersama dengan bahan
pakan lain sesuai dengan perlakuan. Sampel tepung daun kelor dianalisis
proksimat untuk mengetahui komposisi nutrisi tepung daun kelor dalam penelitian
ini (Tabel 3).
Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung daun kelor
Komposisi Nutrisi (%)
Air
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
BETN
Abu
Ca
P
Kandungan*
10,56
30,30
6,13
12,48
38,49
12,60
2,66
0,95
*berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin
- Pemeliharaan ternak
Kandang disiapkan dengan dinding terbuka berukuran 6 x 6 m, berdinding
kawat dan berlantai litter dari serutan kayu setebal 10 cm, kandang dilengkapi
dengan tempat makan dan tempat minum. Masa pemeliharaan dibagi menjadi dua,
yakni masa starter (1-14 hari, termasuk 2 hari adaptasi) dan masa finisher (15-35
hari). Pada masa starter (1-12 hari), ayam (160 ekor) di tempatkan pada chick
guard dan digunakan gasolek sebagai pemanas pengganti indukan. Tidak ada
22
perbedaan perlakuan, masing-masing ayam beri ransum yang sama yakni ransum
starter (tabel 4).
Pada umur 13-35 hari ayam ditempatkan pada kandang petak berukuran
panjang 120 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 50 cm. Petak kandang ditempatkan
secara berjejer dan pengacakan dilakukan pada setiap unit percobaan untuk
mengisi masing-masing satu petak kandang, setiap petak diisi 8 ekor ayam.
Sumber cahaya berasal dari 4 buah lampu neon yang ditempatkan pada bagian
atas kandang setinggi 2 m. Lama pencahayaan selama penelitian masing-masing
24 jam.
- Pakan, air minum dan vaksin
Tabel 4. Komposisi nutrisi pakan starter (umur 1-14 hari)
Komposisi Nutrisi (%)
Kandungan*
Protein kasar
22-23
Lemak kasar
6
Serat kasar
3-4
BETN
50
Abu
5,5
Ca
1,5
P
0,5-0,7
*berdasarkan hasil analisis laboratorium produsen
Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari dengan menggunakan dua jenis
pakan yaitu pakan starter berupa pakan komersil butiran (crumble) yang diberikan
pada umur 1-14 hari, dan pakan finisher (umur 15 - 35 hari) berbentuk tepung
(mash) yang diformulasikan sesuai dengan rekomendasi (NRC, 1994). Komposisi
pakan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4 dan 6. Air
minum
yang
diberikan merupakan air bersih yang berasal dari penampungan. Pakan
diberikan dua kali sehari secara ad libitum.
23
Tabel 5. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal finisher
Uraian
Komposisi (%)
Konsentrat
40
Jagung
60
Kandungan Nutrisi (%)*
Air
12,86
Protein kasar
20,86
Lemak kasar
4,13
Serat kasar
7,88
BETN
58,87
Abu
8,27
Ca
1,33
P
1,21
*berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin
Selama penelitian, pemberian multi-vitamin tambahan hanya dilakukan pada
umur 1-5 hari. Antibiotik komersil tidak diberikan dan vaksinasi hanya dilakukan
pada umur 4 hari untuk penyakit ND dengan menggunakan vaksin strain H-B1
melalui tetes mata.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan (setiap ulangan terdiri atas 8
ekor ayam sebagai sub-ulangan). Perlakuan yang diterapkan adalah 4 jenis (Tabel.
6) pemberian pakan yang berbeda yaitu:
1. Pakan basal tanpa penambahan (0 %) tepung daun kelor (P0)
2. Pakan basal + 1 % tepung daun kelor (P1)
3. Pakan basal + 2 % tepung daun kelor (P2)
4. Pakan basal + 4 % tepung daun kelor (P3)
24
Tabel 6. Komposisi ransum finisher (umur 15-35 hari)
Uraian
P0
P1
Komposisi (%)
Pakan basal
100
99
Tepung daun kelor
0
1
Total
100
100
Kandungan Nutrisi (%)*
Air
12,86
12,84
Protein kasar
20,86
20,95
Lemak kasar
4,13
4,15
Serat kasar
7,88
7,93
BETN
58,87
58,67
Abu
8,27
8,31
Ca
1,33
1,34
P
1,21
1,21
P2
P3
98
2
100
96
4
100
12,81
21,05
4,17
7,97
58,46
8,36
1,36
1,20
12,77
21,24
4,21
8,06
58,05
8,44
1,38
1,20
*berdasarkan hasil perhitungan
Perlakuan pemberian tepung daun kelor dalam pakan mulai dilakukan
setelah pertumbuhan usus halus telah maksimal sebagaimana rekomendasi
Gadzirayi dan Mupangwa (2014) yaitu pada umur 15 hari hingga akhir periode
pemeliharaan (35 hari) dengan level penambahan sesuai perlakuan.
Tabel 7. Konsumsi pakan, tepung daun kelor dan air minum umur 15-35 hari
Pakan
Tepung daun kelor
Air minum
Perlakuan
(g/ekor/hari)
(g/ekor/hari)
(ml/ekor/hari)
P0
121,61 ± 6,47
0,00 ± 0,00
304.56 ± 22,57
P1
123,74 ± 6,26
1,24 ± 0,63
295.44 ± 20,38
P2
127,14 ± 7,08
2,54 ± 0,14
299.32 ± 23,82
P3
129,17 ± 10,57
5,17 ± 0,42
324.02 ± 33,38
Sumber: Yunus, 2016 (data belum dipublikasi)
Pada akhir penelitian (±35 hari) dilakukan pengambilan sampel darah
sebanyak 1 ekor dari masing-masing unit perlakuan (4 perlakuan x 5 ulangan x 1
ekor = 20 ekor) melalui vena bracialis dengan menggunakan spoit. Darah
ditampung dalam tabung reaksi yang berisi antikoagulan; Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid (EDTA).
25
Parameter Penelitian
- Nilai Hematokrit (%)
Nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit (Ebenebe et.
al., 2012; Sonjaya, 2015). Darah dari tabung ditempelkan dengan ujung
mikrokapiler yang bertanda (merah atau biru). Darah dibiarkan mengalir sampai
4/5 bagian pipa kapiler terisi kemudian ujung pipa kapiler disumbat dengan wax
(penyumbat). Pipa kapiler tersebut ditempatkan di microcentrifuge kemudian
disetel dengan kecepatan 2500-4000 rpm selama ±15 menit, kemudian terbentuk
lapisan plasma, lapisan putih abu, dan lapisan merah. Nilai hematokrit ditentukan
dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan
menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematokrit reader).
- Jumlah Sel Darah Merah (106/mm3)
Jumlah
sel
darah
merah
dapat
diketahui
dengan
menggunakan
haemocytometer (Ebenebe et. al. 2012; Sonjaya, 2015). Pengambilan darah dari
tabung menggunakan pipet eritrosit (pipet sel darah merah) dengan bantuan alat
pengisap (aspirator) sampai batas angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan tisu.
Larutan pengencer Hayem diisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet
eritrosit, kemudian pipa aspirator dilepaskan. Kedua ujung pipet ditutup dengan
ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan
membentuk gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut terkocok dibuang. Setetes
cairan dimasukkan kedalam kamar hitung dan biarkan butir-butir dalam kamar
hitung mengendap. Butir darah merah dihitung dengan mikroskop pada
pembesaran 40 kali (a). Perhitungan dilakukan pada 5 buah kotak, eritrosit yang
26
terletak dan menyinggung garis batas sebelah kiri dan atas dihitung, sedangkan
pada garis batas kanan dan bawah tidak dihitung.
Jumlah eritrosit per mm3 darah = a. 10000
- Kadar Hemoglobin (g/100 ml)
Kadar hemoglobin dihitung dengan menggunakan metode Sahli. Tabung
Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai angka 10. Darah diisap sampai batas
20 cmm (0,02 ml) dengan pipet Sahli dan aspirator. Darah dimasukkan ke dalam
tabung Sahli dan diletakkan diantara kedua bagian standar warna dalam alat
hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 5-10 menit sampai terbentuk asam
hematin berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata dengan
pipet sambil diaduk, sampai warna larutan darah sama dengan warna standar.
Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan membaca tinggi permukaan
cairan pada tabung Sahli, dengan melihat skala g % yang berarti banyaknya
hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Rosmalawati, 2008; Sonjaya, 2015).
- MCV (Mean Corpuscular Volume), MHC (Mean Corpuscular Haemoglobin)
dan MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration)
Nilai MCV, MCH dan MCHC dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini (Dienye and Olumuji, 2014):
MCV (fl) =
β„Žπ‘’π‘šπ‘Žπ‘‘π‘œπ‘˜π‘Ÿπ‘–π‘‘. 10
Σ π‘’π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘–π‘‘
MCH (pg) =
β„Žπ‘’π‘šπ‘œπ‘”π‘™π‘œπ‘π‘–π‘›. 10
Σ π‘’π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘–π‘‘
MCHC (%) =
β„Žπ‘’π‘šπ‘œπ‘”π‘™π‘œπ‘π‘–π‘›. 100
Σ β„Žπ‘’π‘šπ‘Žπ‘‘π‘œπ‘˜π‘Ÿπ‘–π‘‘
27
- Jumlah Sel Darah Putih (103/mm3)
Jumlah
sel
darah
putih
dapat
diketahui
dengan
menggunakan
haemocytometer (Ebenebe et. al., 2012; Sonjaya, 2015). Pengambilan darah
dilakukan menggunakan pipet leukosit (pipet sel darah putih) dengan bantuan alat
pengisap (aspirator) sampai batas angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan
tissu. Larutan pengencer Turk diisap sampai tanda 11 yang tertera pada pipet
eritrosit, kemudian pipa aspirator dilepaskan. Kedua ujung pipet ditutup dengan
ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, isi pipet dikocok dengan membentuk
gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut terkocok dibuang. Setetes cairan
dimasukkan ke dalam kamar hitung dan dibiarkan butir-butir yang ada di dalam
kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada
pembesaran 10 kali. Menghitung leukosit di empat bidang besar dari kiri atas ke
kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel
pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas.
Jumlah leukosit per mm3 darah = b. 50
- Kadar MDA (Malondialdehyde)
Parameter stress oksidatif menggunakan kadar MDA plasma darah. Kadar
MDA dapat diketahui dengan menggunakan metode spektrofotometrik penentuan
dengan thiobarbituric acid reacting substances (TBARS) (Rahayu dkk., 2014).
Pengukuran dilakukan menggunakan hemolisat darah, larutan TCA dan akuades.
Hemolisat darah diperoleh dari sampel sel darah merah yang dicuci dengan tiga
bagian larutan NaCl 0,9 % sebanyak 2 kali volume sel darah, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 5 menit dan dibuang
28
hemolisatnya. Sel darah merah kemudian dihemolisis dengan menambahkan
CCL4 dan aquabides dengan perbandingan 1:1:1, lalu disenrifugasi dengan
kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit sehingga terbentuk hemolisat. Setelah
hemolisat darah setiap sampel siap (20 sampel), sebanyak 0,25 ml hemolisat
dimasukkan dalam tabung sentrifug dan ditambah 0,5 ml larutan TCA 10%.
Tabung blangko berisi 0,25 ml akuades dan 0,5 ml larutan TCA 10%. Setiap
tabung diaduk (divorteks) dan disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 1
menit. Lapisan supernatant tiap tabung diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
baru. Sebanyak 0,75 ml larutan TBA 0,67% dipipetkan ke dalam masing-masing
tabung, lalu dipanaskan dalam water bath 95˚C selama 60 menit. Masing-masing
tabung dibaca serapannya, yaitu sampel dan blanko pada spektrofometer dengan
panjang gelombang 532 nm.
Kadar MDA dihitung dengan rumus:
π‘›π‘šπ‘œπ‘™
𝐴
π‘˜π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Ÿ 𝑀𝐷𝐴 (
)=
π‘šπΏ
πœ€
Keterangan:
A = Absorban pada panjang
gelombang 532 nm
πœ€ = 153.000 nmol/ml
29
Analisis Data
Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika
sebagai berikut:
Yij = μ + τi + Ρ”j
i = 1, 2, 3, 4,
j = 1, 2, 3, 4, 5
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan tepung daun kelor
ke-i dengan ulangan ke-j
μ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan tepung daun kelor ke-i
Ρ”
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan
dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pakan dan air minum merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
status fisiologi dan status gizi dari ayam ras pedaging. Konsumsi pakan, konsumsi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) serta konsumsi air minum ayam ras
pedaging pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7. Konsumsi ayam yang
mendapat level tepung kelor yang lebih tinggi menunjukkan nilai lebih tinggi
pula, hal ini mungkin disebabkan karena daun kelor bersifat palatable yang dapat
meningkatkan nafsu makan ayam.
Tabel 8. Profil darah ayam ras pedaging yang
pakan
Hematokrit
Eritrosit
Perlakuan
(%)
(106/mm3)
P0
21,7 ± 1,44a
2,63 ± 0,33
P1
25,0 ±1,41b
2,34 ± 0,25
b
P2
24,1 ±1,91
2,30 ± 0,17
P3
27,3 ±0,97c
2,36 ± 0,11
diberi tepung daun kelor dalam
Hemoglobin
(g/dl)
8,38 ± 0,65a
9,54 ± 0,62b
10,56 ±0,90c
11,12 ±0,71c
Leukosit
(103/mm3)
27,00 ± 3,71c
21,50 ± 1,05b
17,00 ± 2,09a
16,50 ± 1,43a
a,b,c
: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada P<0,05
ket: P0 (0% tepung daun kelor); P1 (1% tepung daun kelor); P2 (2% tepung daun kelor); P3 (4%
` tepung daun kelor).
Respon ayam ras pedaging dalam berbagai situasi fisiologi dapat diketahui
dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis. Peranan
hematologi penting dalam menentukan status kesehatan ayam. Ayam yang
dipelihara pada sistem manajemen yang berbeda akan memiliki karakteristik
hematologis yang berbeda pula. Penambahan tepung daun kelor dalam pakan
berpengaruh terhadap beberapa profil hematologis ayam ras pedaging (Tabel 8
dan Tabel 9). Pengaruh tersebut didukung oleh tingkat konsumsi tepung daun
kelor yang meningkat sesuai dengan perlakuan yang diberikan meskipun tingkat
31
konsumsi pakan dan air minum tidak menunjukkan tingkat perbedaan yang besar
(Tabel 7).
Nilai Hematokrit
Nilai hematokrit dalam penelitian ini berkisar 21,7-27,3%. Menurut Smith
dan Mangkoewidjojo (1988), nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara
24-43%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun
kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit ayam
ayam ras pedaging. Nilai pada tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung
daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan nilai hematokrit menuju kisaran
normal. Peningkatan nilai hematokrit mungkin dipengaruhi oleh tingginya kadar
Hb, yang mampu meningkatkan volume eritrosit. Penggunaan tepung daun kelor
hingga 4% dapat memperbaiki nilai hematokrit, namun secara statistik,
penambahan 1% dan 2% tepung daun kelor dalam pakan tidak menunjukkan
perbedaan nyata.
Daun kelor selain mengandung protein juga mengandung beberapa unsur
mineral yang penting bagi pertumbuhan (Ogbe and Affiku, 2011). Kalsium
berfungsi untuk aktivitas otot dan perkembangan kerangka, tembaga dan besi
untuk aktivitas seluler dan transportasi oksigen, magnesium membantu dalam
reaksi kimia dan penyerapan usus, natrium dan kalium mengatur keseimbangan
cairan dan transmisi syaraf, serta fosfor untuk membantu mengatur keseimbangan
asam-basa. Mangan yang juga terdapat dalam daun kelor berperan dalam produksi
energy dan mendukung kekebalan tubuh.
32
Nilai hematokrit yang cenderung meningkat dengan penambahan level
penggunaan tepung daun kelor hingga 4% menunjukkan bahwa tepung daun kelor
tidak memiliki efek toksik atau faktor pembatas yang menghambat penyerapan
nutrisi (Sanchez et. al., 2005). Namun hal ini kontaradiksi dengan hasil yang
dilaporkan oleh Aderinola et. al., (2013). Penelitian Aderinola et. al., (2013)
menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat
menurunkan nilai hematokrit, nilai hematokrit tertinggi pada penggunaan 0%
(37,2%) dan paling rendah pada penggunaan 2% (31,1%). Nilai hematokrit dapat
menunjukkan kehadiran faktor toksik yang memberikan efek buruk pada
pembentukan sel darah merah atau penurunan konsentrasi sel darah merah yang
tidak sebanding dengan komponen cairan darah. Nilai hematokrit mengalami
perubahan akibat peningkatan air plasma atau penurunan air plasma tanpa
mempengaruhi jumlah sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008).
Jumlah Eritrosit
Jumlah eritrosit hasil penelitian ini berkisar antara 2,30-2,63 (106/mm3)
yang masih berada pada kisaran normal. Menurut Talebi et. al. (2005) jumlah
eritrosit normal pada ayam ras pedaging umur 35 hari berkisar antara 2,17-2,86
(106/mm3). Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam
pakan tidak perpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit (P>0,05), yang artinya
pemberian tepung daun kelor dalam pakan hingga 4 % tidak mengganggu
jumlah eritrosit. Hal ini menunjukkan bahwa zat anti nutrisi yang berupa phytat,
oxalat, saponin, tanin, tripsin inhibitor dan asam sianida
(HCN) (Ogbe and
Affiku, 2012) tidak mengganggu nilai eritrosit sehingga ayam tetap dalam
33
keadaan sehat. Fungsi utama dari sel darah merah yakni membawa oksigen dari
paru-paru menuju jaringan, kekurangan sel darah merah mengindikasikan bahwa
kapasitas darah dalam membawa oksigen (oxygen carring capacity) berkurang
(Aderinola et. al., 2013).
Hasil yang di laporkan oleh Ologhobo et. al. (2014) menunjukkan bahwa
pakan yang mengandung tepung daun kelor diperoleh jumlah rata-rata eritrosit
lebih tinggi yang mungkin disebabkan karena adanya kehadiran saponin dalam
daun kelor. Saponin dilaporkan memiliki aktivitas hemolitik terhadap sel darah
merah (Khalil and Eladawy, 1994). Hackbath et. al., (1983) melaporkan bahwa
kenaikan jumlah sel darah merah berhubungan erat dengan tingginya kualitas
protein pakan dan keadaan bebas penyakit pada hewan. Sel darah merah
bertanggung jawab atas pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah
serta pembentukan hemoglobin maka nilai sel darah merah yang tinggi akan
berbengaruh baik bagi kesehatan (Olugbemi et. al., 2010).
Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin yang diperoleh pada penilitian ini berkisar 8,38-11,12
g/dL. Penambahan tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap nilai hemoglobin. Kadar hemoglobin pada tabel 8 menunjukkan bahwa
pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan nilai hemoglobin
menuju kisaran normal (9,10-13,90 g/dL) yang dilaporkan oleh Mitruka and
Rawnsley (1977). Semakin tinggi level tepung daun kelor yang diberikan,
semakin tinggi pula kadar Hb yang dimiliki oleh ayam ras pedaging. Semakin
tinggi kadar Hb, maka semakin besar kemungkinan sel darah merah dapat
34
mengikat dan mentranportasikan oksigen yang lebih banyak, sehingga kebutuhan
oksigen setiap jaringan dan sel dapat tercukupi.
Kadar hemoglobin mengindikasikan kecukupan nutrisi dalam pakan yakni
pemenuhan kebutuhan protein pada ayam (Olugbemi et. al., 2010). Kandungan
protein pada daun kelor yang cukup tinggi (30,30%) dapat meningkatkan kadar
hemoglobin dalam darah. Rendahnya kadar hemoglobin selain menunjukkan
keadaan anemia juga menandakan kekurangan protein serta kerusakan liver akibat
infeksi parasit (Adeyemo and Longe, 2007).
Zanu at.el. (2011) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam
pakan tidak berdampak buruk terhadap status kesehatan dan kualitas karkas ayam
ras pedaging karena tepung daun kelor mengandung nutrisi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan ayam. Kelor mengandung karoten, asam askorbat, zat besi,
metionin dan sistin (Makkar and Becker, 1996). Namun penelitian Aderinola et.
al. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam pakan dapat
menurunkan kadar Hb dalam darah. Sementara Odetola et. al. (2012) melaporkan
bahwa pemberian tepung daun kelor pada kelinci tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap nilai hematokrit, jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin.
Jumlah Leukosit
Jumlah leukosit ayam ras pedaging yang diperoleh pada penelitian ini
berkisar 16,5-27,00 (103/mm3). Jumlah sel darah putih normal menurut Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) berkisar 16,0-40,0 (103/mm3). Tabel 8 menunjukkan
bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05)
35
terhadap jumlah leukosit (sel darah putih), namun penambahan tepung daun kelor
2% dan 4% dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik.
Jumlah sel darah putih mengalami penurunan seiring bertambahnya level
penggunaan tepung daun kelor, hal ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh
Ebenebe et. al. (2012) dan Odetola et. al. (2012). Jumlah sel darah putih yang
lebih rendah dibandingkan kontrol mengindikasikan bahwa tingkat kekebalan
tubuh tidak ditantang (Odetola et. al., 2012). Daun kelor banyak digunakan secara
tradisional sebagai anti mikroba (Suarez et. al., 2005). Senyawa peptida pada daun
kelor, menunjukkan aktivitas sebagai antimikrobia terutama terhadap bakteri
patogen jenis E. coli, S. aureus, B. subtilis, K. aerogenes, dan A. niger (Chivapat
et al., 2012).
Berbeda dengan hasil penelitian Ebenebe et. al. (2012) dan Odetola et. al.
(2012), hasil penelitian Olugbemi et. al. (2010) menunjukkan bahwa pemberian
tepung daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah putih, demikian pula hasil
yang dilaporkan oleh Aderinola et. al. (2013). Nilai sel darah putih yang tinggi
biasanya dikaitkan dengan infeksi mikroba dalam sistem sirkulasi (Oyawoye and
Ogunkunle, 1998). Peningkatan nilai sel darah putih menunjukkan prinsip utama
dari phagocytes, yakni melawan serangan antigen dengan menelan dan
menghancurkan mereka, sehingga memberikan kontribusi untuk proses inflamasi
seluler, hal ini pula yang menjelaskan aktivitas antibakteri.
Secara umum, penggunaan daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan
status kesehatan ayam ras pedaging hal ini sejalan dengan pendapat Du et. al.
(2007) bahwa suplementasi kelor, selain meningkatkan performa, juga
36
memperbaiki karakteristik kimia darah, dan meningkatkan respon imun tubuh.
Hubungan antara nilai hematokrit, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin (nilai MCV,
MCH, MCHC) dan stress oksidatif dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Nilai indeks eritrosit dan MDA darah
tepung daun kelor dalam pakan
MCV
MCH
Perlakuan
(fl)
(Pg)
P0
83,62 ± 12,27a 32,25 ± 4,47a
P1
107,25 ± 9,99b 40,87 ± 3,15b
P2
104,61 ± 5,04b 46,04 ± 5,59bc
P3
116,06 ± 8,29b 47,19 ± 2,89c
ayam ras pedaging yang diberi
MCHC
(%)
38,63 ± 1,73a
38,27 ± 3,56a
43,97 ± 4,28b
40,80 ± 3,45ab
MDA
(nmol/ml)
0,90 ± 0,03
0,89 ± 0,02
0,91 ± 0,03
0,90 ± 0,01
a,b,c
: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada P<0,05
ket : P0 (0% tepung daun kelor); P1 (1% tepung daun kelor); P2 (2% tepung daun kelor); P3 (4%
tepung daun kelor). MCV: Mean Corpuscular Volume (femtoliter), MHC : Mean
Corpuscular Haemoglobin (pikogram), MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin
Concentration, MDA: Malondialdehyde.
Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume)
Nilai MCV pada penelitian ini berkisar
Berdasarkan
hasil
analisis
antara
83,62 -116,06 fl.
ragam (tabel 9) diketahui bahwa
perlakuan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai MCV, meskipun penambahan tepung
daun kelor 1%, 2% dan 4% dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan nyata
secara statistik. Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan
nilai MCV mendekati kisaran nomal. Menurut Talebi et. al. (2005), MCV normal
berkisar antara 115,8-125,44 fl. Penambahan tepung daun kelor dapat
meningkatkan ukuran eritrosit, sehingga dapat memicu peningkatan nilai
hematokrit. Ukuran sel darah merah yang besar tersebut disebabkan oleh
tingginya kadar Hb dalam sel. Hasil penelitian Zanu et. al. (2012) menunjukkan
nilai MCV ayam pedaging yang diberi tepung daun kelor 0%, 5%, 10% dan 15%
berkisar 123,60-124,43 fl dan tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik.
37
Nilai MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin)
Penggunaan daun kelor dalam pakan menunjukkan nilai MCH yang berbeda
nyata (P<0,05). MCH adalah ukuran dari massa hemoglobin yang terkandung
dalam sel darah merah. Semakin tinggi level penggunaan daun kelor (4%) maka
semakin tinggi pula nilai MCH yang mengindikasikan bahwa penggunaan daun
kelor dapat memperbaiki komponen darah. Hasil ini sejalan dengan hasil yang
dilaporkan Aderinola et. al. (2013), namun kontradiksi dengan hasil penelitian
Zanu et. al. (2011). Nilai normal MCH menurut Talebi et. al. (2005) berkisar
47,6-53,34 Pg. Nilai MCH yang tinggi menunjukkan ukuran massa hemoglobin
yang tinggi dalam sel darah merah yang menandakan kemampuan darah untuk
mentransportasikan oksigen dari paru-paru ke jaringan semakin besar. Kandungan
protein tinggi dalam daun kelor yang ditambahkan pada pakan dapat memperbaiki
komposisi sel darah merah (Ebenebe et. al., 2012).
Nilai MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration)
Nilai MCHC merupakan hasil pengukuran konsentrasi rata-rata hemoglobin
dalam sel darah merah. Nilai MCHC pada penelitian ini (Tabel 9) menunjukkan
hasil yang berbeda nyata (P<0,05) yakni berkisar antara 38,27-43,97%.
Penggunaan tepung daun kelor 1% tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Penggunaan daun kelor dalam dapat meningkatkan nilai MCHC mendekati
kisaran normal sesuai dengan pernyataan Talebi et. al. (2005) yaitu berkisar
antara 42,4-43,17%, namun penggunaan hingga 4 % menyebabkan nilai MCHC
mengalami penurunan.
38
Sel darah merah dan hemoglobin pada penelitian ini berada pada kisaran
normal sehingga dikategorikan anemia normokromik. Hal ini menandakan bahwa
ayam tidak menderita anemia. Zat besi yang terdapat pada daun kelor berguna
untuk mencegah anemia dan penyakit terkait lainnya (Ogbe and Affiku, 2011).
Pada penelitian ini tidak ditemukan penurunan nilai hematokrit, eritrosit dan
hemoglobin yang berarti. Hal tersebut menandakan bahwa penggunaan tepung
daun kelor hingga 4% tidak memberikan efek toksik, meskipun daun kelor
mengandung zat anti nutrisi yang berupa phytat, oxalat, saponin, tannin, tripsin
inhibitor dan asam sianida (Ogbe and Affiku, 2012).
Pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan dan
memperbaiki status hematologis karena daun kelor mengandung protein yang
cukup tinggi (Ebenebe et. al., 2012; Teteh et. al., 2013; Aderinola et. al., 2013),
memiliki faktor anti nutrisi yang rendah (Ogbe and Affiku, 2011), dan aktivitas
antimikroba (Chivapat et al., 2012). Kelor juga mengandung komponen aktivitas
antioksidan seperti vitamin C, dan E, senyawa fenol terutama flavonoid,
karetenoid, dan selenium (Moyo et. al., 2012). Daun kelor merupakan tanaman
yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Teteh et. al., 2013; Olugbemi et. al.
2010).
Nilai MDA (Malondialdehyde) darah
Nilai MDA (malondialdehyde) darah yang diperoleh pada penelitian ini
berkisar 0,89-0,91 nmol/mL. Meskipun daun kelor mengandung kompenen
antioksidan, nilai MDA darah ayam ras pedaging yang diperoleh pada penelitian
ini tidak nenunjukkan pengaruh nyata (P>0,05). MDA adalah suatu senyawa yang
39
sangat reaktif yang merupakan produk dari peroksidasi lipid dan biasanya
digunakan sebagai biomarker peroksidasi lemak untuk menilai stress oksidatif
(Lin et. al., 2004; Maini et. al., 2007; Mujahid et.al., 2007), semakin tinggi nilai
MDA maka semakin tinggi pula tingkat stress oksidatif.
Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan hingga 4% belum mampu
menurunkan nilai MDA darah pada ayam ras pedaging. Semua perlakuan
(termasuk kontrol) menunjukkan nilai MDA yang relatif rendah (tabel 9)
dibanding hasil yang dilaporkan oleh Bijanti (2008) yakni berkisar 1,3 nmol/mL,
hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadinya stress oksidatif (keadaan di mana
jumlah
radikal
bebas
dalam
tubuh
melebihi
kapasitas
tubuh
untuk
menetralkannya). Peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif dari protein dan DNA
serta molekul biologis dapat terjadi bila keseimbangan antara aktivitas oksidasi
dan antioksidan terganggu (Yang et. al., 2010; Maini et. al., 2007). Cwayita
(2014) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun kelor sebagai pakan aditif
pada ayam ras pedaging dapat menurunkan tingkat oksidasi lipid dalam daging
dan mempertahankan kualitas daging ayam ras pedaging selama masa
penyimpanan.
40
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan tepung daun kelor (Moringa oliefera) dalam pakan dapat
meningkatkan nilai hematokrit, kadar hemoglobin, nilai indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC) dan menurunkan nilai leukosit, namun tidak berpengaruh
terhadap jumlah eritrosit dan nilai MDA darah (tingkat stress oksidatif).
Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan hingga 4% dapat meningkatkan
status kesehatan ayam ras pedaging.
Saran
Penambahan tepung daun kelor dalam pakan dengan level 4% sangat
dianjurkan untuk diaplikasikan guna meningkatkan status kesehatan ayam ras
pedaging, serta mendukung peningkatan produktivitas.
41
DAFTAR PUSTAKA
Aderinola, O. A., T. A. Rafiu, A.O. Akinwumi, T. A. Alabi, and O. A. Adeagbo.
2013. Utilization of Moringa oleifera leaf as feed supplement in broiler diet.
Int. J. Food Agric. Vet. Sci., 3(3): 94-102.
Adeyemo, G. O. and O. G. Longe. 2007. Effects of graded levels of cottonseed
cake on performance, haematological and carcass characteristics of broilers
fed from day old to 8 weeks of age. Afr. J. Biotechnol., 6: 1064-1071.
Allen R. G. and M. Tressini 2000. Oxidative stress and generegulation. Free
Radical Biol Med. 28:463-99.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga
Gunungbudi : Bogor.
Analysa, L. 2007. Efek penggunaan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam
pakan terhadap berat organ dalam, glukosa darah dan kolesterol darah ayam
pedaging. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang.
Babatunde, G. M., A. O. Fajimi, and A. O. Oyejide. 1992. Rubber seed oil versus
palm oil in broiler chicken diets. Effects on performance, nutrient
digestibility, haematology and carcass characteristics. Anim. Feed Sci.
Technol., 35: 133–146.
Banjo, O. S. 2012. Growth and performance as affected by inclusion of Moringa
oleifera leaf meal in broiler chicken diet. J. Biol. Agric. Healthcare, 2: 3538.
Bijanti, R. 2008. Potensi sari mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap kualitas
karkas, kadar vitamin C, dan kadar malondialdehyde (MDA) dalam darah
ayam pedaging. Media Kedoteran Hewan, 24 (1): 43-48.
Chivapat, S., P. Sincharoenpokai, P. Suppajariyawat, A. Rungsipipat, S.
Phattarapornchaiwat, and V. Chantarateptawan. 2012. Safety evaluation of
ethanolic extract of Moringa oleifera Lam. Seed in experimental animals.
Thai. J. Vet. Med. 42(3): 343-352.
Cwayita, W. 2014. Effects of feeding Moringa oleifera leaf meal as an additive
on growth performance of chicken, physico-chemical shelf-life indicators,
fatty acids profiles and lipid oxidation of broiler meat. Masters Thesis
Faculty of Science and Agriculture, University of Fort Hare, Alice, South
Africa.
Dellman, H. D. dan E . M. Brown. 1992. Histologi veteriner I. Terjemahan : R.
Hartono. Universitas Indonesia, Jakarta.
42
Dienye, H. E. and O. K. Olumuji. 2014. Growth performance and haematological
responses of African mud catfish Clarias gariepinus fed dietary levels of
Moringa oleifera leaf meal. Net. J. Agric. Sci. 2(2); 79-88.
Du, P.L., P.H. Li, R. Y. Yang, and J. C. Hsu. 2007. Effect of dietary
supplementation of Moringa oleifera on growth performance, blood
characteristics and immune response in broiler. J. Chinese Society Anim.
Sci. 36(3): 135-146.
Dzialowski, E. 2015. The cardiovaskular system. Chapter 11 in sturke’s Avian
Physiology. Sixth Edition. Scanes, C. G. Academic Press Elsevier Inc. USA
Ebenebe C. I., C. O. Umegechi, Aniebo, and B. O. Nweze. 2012. Comparison of
haematological paramters and weight changes of broiler chicks fed different
levels of Moringa oleifera diet. Inter J Agri Biosci. 1(1):23-25.
Frandson, R. D., W. L. Wike and A. D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology of
Farm Animals. 7th Ed. Wiley-Blackell, Ames, Lowa.
Gadzirayi, C.T. and J. F. Mupangwa. 2014. Feed intake and growth performance
of indigenous chicks fed diets with Moringaoleifera leaf meal as a protein
supplement during early brooding stage. Int. J. Poult. Sci., 13 (3): 145-150
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20. Penerbit EGC.
Jakarta. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology
Gaspersz, 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito: Bandung
Guyton, A. C. 1996. Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-8. Bagian I.
Terjemahan: Ken Ariata Tengadi. EGC. Jakarta.
Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah
: Irawati Setiawan. Penerbit EGC. Jakarta. Terjemahan dari: Textbook of
Medical Physiology.
Hackbath, H., K. Buron and G. Schimansley. 1983. Strain difference in inbred
rats: Influence of strain and diet on haematological traits. Laboratory
Animals 17: 7-12.
Huang, C., H. Jiao, Z. Song, J. Zhao, X. Wang, and H. Lin. 2015. Heat stress
impairs mitocondria functions and induces oxidative injury in broiler
chickens. J. Anim. Sci., 93:2144-2153.
Khalil, A.H, and T.A. Eladawy. 1994. Isolation, identification and toxicity of
saponins from different legumes. Food Chemistry., 50(2):197-201.
Khan T. A, and Zafar F. 2005. Haematological study in response to varying doses
of estrogen in broiler chicken. International journal of poultry science.10:
748-751.
43
Kinanti, A. S. 2011. Pengaruh suplementasi vitamin E dan DL methionine dalam
ransum terhadap performa ayam broiler pada kondisi cekaman panas.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Krisnadi, A. D. 2010. Kelor Super Nutrisi. Pusat informasi dan pengembangan
tanaman kelor Indonesia.
Kusnadi, E. 2008. Pengaruh temperatur kandang terhadap konsumsi ransum dan
komponen darah ayam broiler. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 33(3):197-202.
Lin, H., E. Decuypere, and J. Buyse, 2004. Oxidative stress induced by
costicosterone administration in broiler chickens (Gallus gallus domesticus)
2. Short-term effect. Elsevier: Comparative Biochemistry and Physiology,
Part B, 139: 745-751.
Maini, S., S. K. Rastogi, J. P. Korde, A. K. Madan, and S. K. Shukla, 2007.
Evaluation of oxidative stress and its amelioration through certain
antioxidant in broiler during summer. J. Poult. Sci., 44: 339-247.
Makkar, H.P.S. and K. Becker, 1996. Nutritional value dan antinutritional
components of whole and ethanol extracted Moringa oleifera leaves. Anim.
Feed Sci. Technol., 63: 211-228.
Mitruka, B.M and H. M. Rawnsley. 1977. Clinical
biochemical and
haematological reference values in normal experimental animals. Masson
Publishing, Inc. U.SA., pp; 21-64.
Moyo, B., S. Oyedemi, P. J. Masika, and V. Muchenje. 2012. Polyphenolic
content and antioxidant properties of Moringa oleifera leaf meal extracts
and enzymatic activity of liver from goats supplemented with Moringa
oleifera/Sunflower cake. Meat Sci., 02: 29.
Mujahid, A., N. R. Pumford, W. Bottje, K. Nakagawa, T. Miyazawa, Y. Akiba,
and M. Toyomizu. 2007. Mitocondrial oxidative damage in chicken skeletal
muscle induced by acute heat stress. J. Poult. Sci., 44:439-445.
NRC (National Research Centre). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9ed.
National Academy Press : Washington DC.
Odetola, O.M., O.O. Adetola, T.I. Ijadunola, O.Y. Adedeji, and O.A. Adu. 2012.
Utilization of moringa (Moringa oleifera) leaves meal as a replacement for
soya bean meal in rabbit’s diets. Scholarly J. Agric. Sci., 2(12) : 309-313.
Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2011. Proximate study, mineral and anti-nutrient
composition of Moringa oleifera leaves harvested from Lafia, Nigeria:
potential, benefit in poultry nutrition and health. JMBFS., 1(3):296-308.
44
Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2012. Effect of polyherbal aqueous extract (Moringa
oleifera, Arabic gum, and wild Ganoderma lucidum) in comparison with
antibiotic on growth performance and haematological parameters of broilers
chickens. Res. J. Recent Sci., 1(7):10-18.
Ologhobo, A. D., E. I. Akangbe, I.O. Adejumo, and O. Adeleye. 2014. Effect of
Moringa oleifera leaf meal as replacement for oxytetracycline on carcass
characteristic of the diets of broiler chickens. Annual Res. & Review in
Biology. 4(2): 423-431.
Olugbemi, T.S., S.K. Mutayoba and F.P. Lekule. 2010. Effect of Moringa
(Moringa oleifera) Inclusion in Cassava Based Diets Fed to Broiler
Chickens. Int. J. Poult. Sci., 9 (4): 363-367.
Oyawoye, E.O., and M. Ogunkunle. 1998. Physiological and biochemical effects
of raw Jack beans on broilers. Proc. Ann. Conf. Nig. Soc. Anim. Prod.,
23:141-142.
Piliang, W. G dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II.
IPB Press: Bogor.
Portugaliza, H.P. and T.J. Fernandez. 2011. Growth performance of Cobb broilers
given varying concentration of Malunggay (Moringa oleifera Lam.)
aqueous leaf extract. Online J. Anim. Feed Res., 2(6): 465-469.
Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe, dan
Zn pada Ayam (Gallus gallus domesticus). J. Ind. Trop. Anim. Agric. 30 (3)
: 179-185.
Qwele, K., Hugo, A., Oyedemi, S.O., Moyo, B., Masika, P.J. & Muchenje, V.,
2013. Chemical composition, fatty acid content and antioxidant potential of
meat from goats supplemented with Moringa (Moringa oleifera) leaves,
sunflower cake and grass hay. Meat Sci. 93: 455-462.
Rahardja, D. P. 2010. Ilmu lingkungan ternak. Makassar : Masagena Press
Rahayu, N., A. Mushawwir dan D. Latipuddin. 2014. Profil malondialdehyde dan
kolesterol darah ayam petelur fase layer pada temperatur humidity index
yang berbeda. Universitas Padjajaran : Bandung.
Rahmanto, R. 2012. Struktur histologik usus halus dan efisiensi pakan ayam
kampung dan ayam broiler. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta:
Yogyakarta
Repetto, M., J. Semprine and A. Boveris. 2012. Lipid peroidation: chemical
mechanism, biological implications and analytical determination. INTECH.
45
Rosmalawati, N. 2008.Pengaruh penggunaan tepung daun sembung (Blumea
balsamifera) dalam ransum terhadap profil darah ayam broiler periode
finisher. Skripsi. IPB : Bogor
Sanchez, N. R., E. Sporndly and I. Ledin, 2005. Effect ofdifferent levels of
foliage of Moringa oleifera to creole dairy cows on intake, digestibility,
milk productionand composition. Livest., Sci., 2810: 8.
Santos, F.B.O, A.A. Santos Jr., E.O. Oviendo R., and P.R. Ferket. 2012. Influence
of housing system on growth performance and intestinal health of
salmonella-challenged broiler chickens. Acd. J. Inc.
Sarjono, H. T. 2008. Efek penggunaan tepung daun kelor (Moringa oleifera, lam)
dalam pakan terhadap persentasekarkas, persentase deposisi daging dada,
persentase lemak abdominal dan kolesterol daging ayam pedaging. Skripsi.
Universitas Brawijaya: Malang.
Schalm. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Editor: Douglas J, Weiss,
K., Jane W. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.
Scheele, C.W., C. Kwakernaak and V. D. J. D. Klis.1997. The increase of
metabolic disorders in poultry affecting health, stress, welfare. In:
proceeding of the Fifth European Symposium on Poultry Welfare, Edited by
Koene, P and Blokhuis, H. J. Wangeningen Agricultural University and the
Institute of animal Science and Health : Netherlands.
Smith, J. B, dan S. Mangkooewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia:
Jakarta.
Sonjaya, H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press: Bogor.
Sonjaya, H. 2015. Penuntun Praktikum Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas
peternakan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Suarez, M., M. Haenni, S. Canarelli, F. Fisch, P. Chodanowski, C. Servis, O.
Michelin, R. Frietag, P. Moreillon and N. Mermod. 2005. StructureFunction characterization and optimization of a plant-derived antibacterial
peptide. Antibacterial Agents Chemotherapy, 49: 3847-3857.
Swenson, M. J. 1993. Physiological Properties and Cellular and Chemical
Constituent of Blood in Dukes Physiology of Domestic Animals. 11th ed.
Comstock Publishing Associates a division of Cornell University Press
Ithaca and London.
Talebi, A., S. A. Rezaei, R. R. Chai and R. Sahraei. 2005. Comparative studies on
haematological value of broiler strains. Int. J. Poult. Sci., 4(8):573-579.
46
Tamam, M., S. Hadisaputro, Sutarya, I. Setianingsih, Djokomoeljanto, dan Ag.
Soemantri. 2012. Hubungan antara stress oksidatif dengan kadar
hemoglobin pada penderita thalassemia/Hbe. J. Ked. Brawijaya, 27 (1): 3842.
Teteh, A., E. Lawson, K. Tona, E. Decuypere and M. Gbeassor. 2013. Moringa
oleifera leaves: Hydro-alcoholic extract and effect on growth performance
of broilers. Int. J. Poult. Sci., 12(7): 401-405.
Ülkü, G. Ş., M. Erişir., M. Çiftçi and T. S. PΔ±nar. 2014. Effects of cage and floor
housing systems on fattening performance, oxidative stress and carcass
defects in broiler chicken. Kafkas Univ Vet Fak Derg 20(5): 727-733.
Valenzuela, A. 1991. The biological significance of malondialdehyde
determination in the assesment of tissue oxidatif stress. Life Sci., 49: 301309.
Wangcharoen, W. and S. Gomolmanee. 2013. Antioxidant activity changes during
hot-air drying of Moringa oleifera leaves. Maejo Int. J. Sci. Technol., 7(3):
35-363.
Widada, W. 2014. Sel darah merah dapat mengalami stress. Universitas
Muhammadiyah Jember : Jember.
Yang, L., G. Y. Tan, Y. Q. Fu, J. H. Feng, and M. H. Zhang. 2010. Effects of
acute heat stress and subsequent stress removal on funtion of hepatic
mitochondrial respiration, ROS production and lipid peroxidation in broiler
chickens. Elsevier: Comparative Biochemistry and Physiology, Part C, 151:
204-208.
Yuliani, S., Wasito dan H. Wuryastuti. 2002. Pengaruh pemberian vitamin E
terhadap kadar madondialdehyde plasma pada tikus yang diberipakan lemak
tinggi. J. Sain Vet.,20(1): 9-14.
Zanu H.K, P. Asiedu, M. Tampuori, M. Abada, and I. Asante. 2012. Possibilities
of using moringa (Moringa oleifera) leaf meal as a partial substitute for
fishmeal in broiler chickens diets. Online J. Anim. Feed Res., 2(1): 70-75.
47
Lampiran 1. Hasil analisis ragam nilai hematokrit ayam ras pedaging yang diberi
tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
21.7000
1.44049
5
P1 (1%)
25.0000
1.41421
5
P2 (2%)
24.1000
1.91703
5
P3 (4%)
27.3000
.97468
5
Total
24.5250
2.46275
20
Tests of Between-Subjects Effects
Source
Type III Sum
df
Mean
of Squares
Square
Corrected Model
80.438a
3
26.813
Intercept
12029.513
1
12029.513
Perlakuan
80.437
3
26.812
Error
34.800
16
2.175
Total
12144.750
20
Corrected Total
115.238
19
a. R Squared = .698 (Adjusted R Squared = .641)
F
12.328
5.531E3
12.328
Sig.
.000
.000
.000
48
Multiple Comparisons
Mean
(I)
(J)
Difference
perlakuan perlakuan
(I-J)
Std. Error
LSD
P0
P1
Lower Bound Upper Bound
-3.3000*
.93274
.003
-5.2773
-1.3227
P2
-2.4000*
.93274
.020
-4.3773
-.4227
P3
-5.6000
*
.93274
.000
-7.5773
-3.6227
3.3000
*
.93274
.003
1.3227
5.2773
P2
.9000
.93274
.349
-1.0773
2.8773
P3
-2.3000
*
.93274
.025
-4.2773
-.3227
2.4000
*
.93274
.020
.4227
4.3773
P1
-.9000
.93274
.349
-2.8773
1.0773
P3
-3.2000*
.93274
.003
-5.1773
-1.2227
P0
5.6000*
.93274
.000
3.6227
7.5773
P1
2.3000
*
.93274
.025
.3227
4.2773
3.2000
*
.93274
.003
1.2227
5.1773
P0
P3
Sig.
P1
P0
P2
95% Confidence Interval
P2
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.175.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Hematokrit
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
3
P0
5
P2
5
24.1000
P1
5
25.0000
P3
5
Sig.
21.7000
27.3000
1.000
.349
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.175.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
49
Lampiran 2. Hasil analisis ragam jumlah sel darah merah ayam ras pedaging yang
diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
2.6300
.33494
5
P1 (1%)
2.3470
.25406
5
P2 (2%)
2.3050
.17197
5
P3 (4%)
2.3580
.11145
5
Total
2.4100
.25188
20
Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.330a
3
.110
2.015
.152
Intercept
116.162
1
116.162
2.124E3
.000
perlakuan
.330
3
.110
2.015
.152
Error
.875
16
.055
Total
117.367
20
1.205
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .274 (Adjusted R Squared = .138)
50
Lampiran 3. Hasil analisis ragam kadar hemoglobin ayam ras pedaging yang
diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
8.3800
.64576
5
P1 (1%)
9.5400
.61887
5
P2 (2%)
10.5600
.90443
5
P3 (4%)
11.1200
.71554
5
Total
9.9000
1.26366
20
Tests of Between-Subjects Effects
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
21.820a
3
7.273
13.659
.000
Intercept
1960.200
1
1960.200
3.681E3
.000
perlakuan
21.820
3
7.273
13.659
.000
Error
8.520
16
.533
Total
1990.540
20
30.340
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .719 (Adjusted R Squared = .667)
51
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Hb
Mean
(I)
(J)
Difference
perlakuan perlakuan
(I-J)
LSD
P0
Lower Bound
Upper Bound
.46152
.023
-2.1384
-.1816
-2.1800
*
.46152
.000
-3.1584
-1.2016
-2.7400
*
.46152
.000
-3.7184
-1.7616
P0
1.1600*
.46152
.023
.1816
2.1384
P2
-1.0200*
.46152
.042
-1.9984
-.0416
P3
-1.5800
*
.46152
.003
-2.5584
-.6016
2.1800
*
.46152
.000
1.2016
3.1584
1.0200
*
.46152
.042
.0416
1.9984
P3
-.5600
.46152
.243
-1.5384
.4184
P0
2.7400
*
.46152
.000
1.7616
3.7184
1.5800
*
.46152
.003
.6016
2.5584
.5600
.46152
.243
-.4184
1.5384
P3
P0
P1
P3
Sig.
-1.1600
P2
P2
Std. Error
*
P1
P1
95% Confidence Interval
P1
P2
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .533.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Hb
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
3
P0
5
P1
5
P2
5
10.5600
P3
5
11.1200
Sig.
8.3800
9.5400
1.000
1.000
.243
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .533.
52
Lampiran 4. Hasil analisis ragam jumlah sel darah putih ayam ras pedaging yang
diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
27.0000
3.70810
5
P1 (1%)
21.5000
1.04583
5
P2 (2%)
17.0000
2.09165
5
P3 (4%)
16.7500
1.42522
5
Total
20.5625
4.77237
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Leukosit
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
347.734a
3
115.911
21.819
.000
Intercept
8456.328
1
8456.328
1.592E3
.000
perlakuan
347.734
3
115.911
21.819
.000
Error
85.000
16
5.312
Total
8889.062
20
Corrected Total
432.734
19
a. R Squared = .804 (Adjusted R Squared = .767)
53
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Leukosit
Mean
(I)
(J)
Difference
perlakuan perlakuan
(I-J)
Std. Error
LSD
P0
Upper Bound
1.45774
.002
2.4097
8.5903
10.0000
*
1.45774
.000
6.9097
13.0903
P3
10.2500
*
1.45774
.000
7.1597
13.3403
P0
-5.5000* 1.45774
.002
-8.5903
-2.4097
P2
4.5000* 1.45774
.007
1.4097
7.5903
P3
P0
P1
P3
P3
Lower Bound
5.5000
P2
P2
Sig.
*
P1
P1
95% Confidence Interval
P0
P1
P2
4.7500
*
1.45774
.005
1.6597
7.8403
-10.0000
*
1.45774
.000
-13.0903
-6.9097
-4.5000
*
1.45774
.007
-7.5903
-1.4097
.2500 1.45774
.866
-2.8403
3.3403
-10.2500
*
1.45774
.000
-13.3403
-7.1597
-4.7500
*
1.45774
.005
-7.8403
-1.6597
-.2500 1.45774
.866
-3.3403
2.8403
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 5.313.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Leukosit
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
P3
5
16.7500
P2
5
17.0000
P1
5
P0
5
Sig.
3
21.5000
27.0000
.866
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 5.313.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
54
Lampiran 5. Hasil analisis ragam nilai MCV (Mean Cospuscular volume) ayam
ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera)
dalam pakan
perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
83.6200
12.26654
5
P1 (1%)
1.0725E2
9.99427
5
P2 (2%)
1.0461E2
5.04762
5
P3 (4%)
1.1606E2
8.29454
5
Total
1.0288E2
14.88914
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MCV
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2833.520a
3
944.507
10.963
.000
Intercept
211706.465
1
211706.465
2.457E3
.000
perlakuan
2833.520
3
944.507
10.963
.000
Error
1378.525
16
86.158
Total
215918.509
20
4212.045
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .673 (Adjusted R Squared = .611)
55
Multiple Comparisons
Dependent Variable:MCV
Mean
(I)
(J)
Difference
perlakuan perlakuan
(I-J)
LSD
P0
Lower Bound Upper Bound
5.87053
.001
-36.0750
-11.1850
-20.9920
*
5.87053
.003
-33.4370
-8.5470
-32.4380
*
5.87053
.000
-44.8830
-19.9930
P0
23.6300*
5.87053
.001
11.1850
36.0750
P2
2.6380
5.87053
.659
-9.8070
15.0830
P3
-8.8080
5.87053
.153
-21.2530
3.6370
P0
*
5.87053
.003
8.5470
33.4370
P1
-2.6380
5.87053
.659
-15.0830
9.8070
P3
-11.4460
5.87053
.069
-23.8910
.9990
P0
*
5.87053
.000
19.9930
44.8830
P1
8.8080
5.87053
.153
-3.6370
21.2530
P2
11.4460
5.87053
.069
-.9990
23.8910
P3
P3
Sig.
-23.6300
P2
P2
Std. Error
*
P1
P1
95% Confidence Interval
20.9920
32.4380
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 86.158.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
MCV
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
P0
5
P2
5
1.0461E2
P1
5
1.0725E2
P3
5
1.1606E2
Sig.
83.6200
1.000
.082
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 86.158.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
56
Lampiran 6. Hasil analisis ragam nilai MCH (Mean Cospuscular Haemoglobin)
ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera)
dalam pakan
perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
32.2460
4.47580
5
P1 (1%)
40.8680
3.15046
5
P2 (2%)
46.0360
5.59287
5
P3 (4%)
47.1940
2.89646
5
Total
41.5860
7.15809
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MCH
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
695.016a
3
231.672
13.309
.000
Intercept
34587.908
1
34587.908
1.987E3
.000
perlakuan
695.016
3
231.672
13.309
.000
Error
278.511
16
17.407
Total
35561.436
20
973.528
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .714 (Adjusted R Squared = .660)
57
Multiple Comparisons
Dependent Variable:MCH
(I)
(J)
perlaku perlaku Mean Difference
an
an
(I-J)
Std. Error
LSD
P0
Upper Bound
2.63871
.005
-14.2158
-3.0282
-13.7900
*
2.63871
.000
-19.3838
-8.1962
-14.9480
*
2.63871
.000
-20.5418
-9.3542
P0
8.6220*
2.63871
.005
3.0282
14.2158
P2
-5.1680
2.63871
.068
-10.7618
.4258
P3
-6.3260
*
2.63871
.029
-11.9198
-.7322
13.7900
*
2.63871
.000
8.1962
19.3838
P1
5.1680
2.63871
.068
-.4258
10.7618
P3
-1.1580
2.63871
.667
-6.7518
4.4358
P0
14.9480
*
2.63871
.000
9.3542
20.5418
6.3260
*
2.63871
.029
.7322
11.9198
1.1580
2.63871
.667
-4.4358
6.7518
P3
P0
P3
Lower Bound
-8.6220
P2
P2
Sig.
*
P1
P1
95% Confidence Interval
P1
P2
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 17.407.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
MCH
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
3
P0
5
P1
5
40.8680
P2
5
46.0360
P3
5
Sig.
32.2460
46.0360
47.1940
1.000
.068
.667
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 17.407.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
58
Lampiran 7. Hasil analisis ragam nilai MCHC (Mean Cospuscular Haemoglobin
Concentration) ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor
(Moringa oleifera) dalam pakan
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
38.6280
1.72923
5
P1 (1%)
38.2700
3.55945
5
P2 (2%)
43.9680
4.28541
5
P3 (4%)
40.8020
3.44749
5
Total
40.4170
3.88302
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MCHC
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
102.840a
3
34.280
2.987
.062
Intercept
32670.678
1
32670.678
2.847E3
.000
perlakuan
102.840
3
34.280
2.987
.062
Error
183.639
16
11.477
Total
32957.157
20
286.479
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .359 (Adjusted R Squared = .239)
59
Multiple Comparisons
Dependent Variable:MCHC
(I)
(J)
Mean
perlaku perlaku Difference
an
an
(I-J)
LSD
P0
P1
P2
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
.3580
2.14266
.869
-4.1842
4.9002
P2
*
2.14266
.024
-9.8822
-.7978
P3
-2.1740
2.14266
.325
-6.7162
2.3682
P0
-.3580
2.14266
.869
-4.9002
4.1842
P2
-5.6980*
2.14266
.017
-10.2402
-1.1558
P3
-2.5320
2.14266
.255
-7.0742
2.0102
P0
5.3400
*
2.14266
.024
.7978
9.8822
5.6980
*
2.14266
.017
1.1558
10.2402
P3
3.1660
2.14266
.159
-1.3762
7.7082
P0
2.1740
2.14266
.325
-2.3682
6.7162
P1
2.5320
2.14266
.255
-2.0102
7.0742
P2
-3.1660
2.14266
.159
-7.7082
1.3762
P1
P3
95% Confidence Interval
-5.3400
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 11.477.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
MCHC
Subset
perlakuan
Duncana
N
1
2
P1
5
38.2700
P0
5
38.6280
P3
5
40.8020
P2
5
Sig.
40.8020
43.9680
.279
.159
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 11.477.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
60
Lampiran 8. Hasil analisis ragam nilai MDA (Malondialdehyde) darah ayam ras
pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam
pakan
perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0 (0%)
.90214
.027704
5
P1 (1%)
.89354
.022746
5
P2 (2%)
.91194
.028409
5
P3 (4%)
.90382
.008998
5
Total
.90286
.022414
20
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:MDA
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.001a
3
.000
.524
.672
Intercept
16.303
1
16.303
3.001E4
.000
perlakuan
.001
3
.000
.524
.672
Error
.009
16
.001
Total
16.313
20
.010
19
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .089 (Adjusted R Squared = -.081)
61
Lampiran 9. Suhu rata-rata mingguan kandang selama pemeliharaan
Minggu
Minimum (OC)
Maksimal (OC)
I
25
32.4
II
24
30.3
III
24.3
30.7
IV
24.1
31.1
V
25.4
30.3
Rata-rata
24.56
30.96
62
Lampiran 10. Dokumentasi penelitian
Pemeliharaan ayam pada masa starter
Pemeliharaan ayam pada masa finisher
Pencampuran pakan
Pengolahan sampel darah
Analisis nilai MDA darah
Perhitungan jumlah sel darah
63
RIWAYAT HIDUP
Tri Astuti, lahir di Panyili, Kabupaten Bone pada tanggal 16
Januari 1995, sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara, buah
hati dari pasangan Bapak Muhaemin dan Ibu Mira.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah
sebagai murid akademik di SD Negeri 209 Kajaolaliddong.
Kemudian setelah lulus tahun 2006, melanjutkan studi di Madrasah Tsanawiyah
No. 3 Bakke, lulus tahun 2009 dan melanjutkan di Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri 4 Watampone, lulus pada tahun 2012.
Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, pada tahun yang sama
penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Undangan
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Selama berada di bangku
perkuliahan, selain penulis sempat aktif sebagai asisten laboratorium di
Laboratorium Mikrobiologi Hewan dan Laboratorium Produksi Ternak Unggas,
penulis juga sempat menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
Universitas Hasanuddin.
64
Download