STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PEDAGING YANG DIBERI TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN SKRIPSI Oleh TRI ASTUTI I111 12 048 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i STATUS HEMATOLOGIS AYAM RAS PEDAGING YANG DIBERI TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN SKRIPSI Oleh TRI ASTUTI I111 12 048 Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Tri Astuti NIM : I111 12 048 menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli. b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya. Makassar, Mei 2016 Tri Astuti I111 12 048 iii HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : Status Hematologis Ayam Ras Pedaging yang Diberi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan Nama : Tri Astuti Nomor Induk Mahasiswa : I111 12 048 Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh: Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. Pembimbing Utama Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc. Dekan Fakultas peternakan Tanggal Lulus : Ir. Mustakim Mattau, MS Pembimbing Anggota Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc. Ketua Program Studi Peternakan Mei 2016 iv ABSTRAK TRI ASTUTI. I111 12 048. Status Hematologis Ayam Ras Pedaging yang Diberi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan. Di bawah bimbingan: Djoni Prawira Rahardja dan Mustakim Mattau. Sebuah penelitian diadakan untuk menguji pengaruh pakan yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) terhadap status hematologis dan tingkat stress oksidatif pada ayam ras pedaging. Sebanyak 160 ekor ayam ras pedaging umur 15 hari strain lohmann dipelihara secara intensif sampai umur 35 hari berdasarkan Rancangan Acak Lengkap 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan berupa penambahan tepung daun kelor dalam pakan basal dengan level yang berbeda (masing-masing 0, 1, 2, dan 4 %). Sampel darah diambil pada akhir penelitian untuk menganalisis parameter hematologis. Hasil menunjukkan bahwa status hematologis (nilai hematokrit, kadar hemoglobin, MCV, MCH dan MCHC) secara signifikan (P<0,05) meningkat, tetapi jumlah leukosit menurun secara signifikan, sementara jumlah eritrosit dan nilai MDA (tingkat stress oksidatif) tidak terdapat pengaruh secara signifikan (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung daun kelor hingga 4% dalam pakan dapat meningkatkan status kesehatan ayam ras pedaging. Kata kunci: Tepung daun kelor, ayam ras pedaging, hematologis, status kesehatan, stress oksidatif v ABSTRACT TRI ASTUTI. I111 12 048. Haematological status of broilers fed dietary of Moringa oleifera leaf meal (MOLM). Supervised by: Djoni Prawira Rahardja and Mustakim Mattau. A study was conducted to examine the effects of fed dietary of Moringa oleifera leaf meal (MOLM) on the haematological status and the level of oxidative stress in broiler. A total of 160 fifteen day old broilers strain Lohmann reared intensively until the age of 35 days, and arranged as a Completely Randomized Design of 4 treatments with 5 replications. The treatments were the addition of various level of MOLM to basal feed (respectively: 0, 1, 2, and 4%). Blood sample were obtained at the end of the experiment to analyse the haematological parameters. The results indicated that haematological status (hematocrit value, haemoglobin concentration, MCV, MCH and MCHC) were significantly (P<0,05) increased, but leukocyte number decreased significantly, while erythrocyte number and MDA values (the level of oxidative stress) were not significantly affected (P>0,05). It can be concluded that addition of MOLM up to 4% to basal feed could improve the health status of broilers. Key words: Moringa oleifera leaf meal (MOLM), broilers, haemathology, health status, oxidative stress vi KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena dengan mata-Nya kita melihat, dengan telinga-Nya kita mendengar, dengan firman-Nya kita berbicara, dan dengan ruh-Nya kita dihidupkan. Atas segala berkah dan karunia-Nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas akhir yang berjudul “Status Hematologis Ayam Ras Pedaging yang diberi Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan pada Nabiullah Muhammad SAW, ialah sang revolusioner sejati yang telah menggulung permadani kebatilan dan membentangkan sajadah-sajadah kebaikan. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, petunjuk, arahan, dan masukan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggitingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. selaku pembimbing utama dan Bapak Ir. Mustakim Mattau, MS sebagai pembimbing anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ako, M. Sc., Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES. sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan. vii 4. Ibu drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M. Sc. yang senatiasa memberi semangat, motivasi dan bantuan yang berarti kepada penulis. 5. Dekan, Wakil Dekan I, II dan III, Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah menerima dan membantu penulis dalam proses akademik. 6. Bapak Muhammad Rachman Hakim, S.Pt., M.P yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, motivasi, ide dan inspirasi yang sangat berarti kepada penulis. 7. Kakanda Dariyatmo, S. Pt., M. P., Muhammad Azhar, S. Pt dan Urfiana Sara S. Pt atas dukungannya kepada penulis. 8. Bapak Muhammad Yunus, Nuraeni dan Yessy Anatalia Siagian selaku teman penelitian yang telah banyak memberikan bantuan, mengajarkan arti kerjasama dan pengertian. 9. Rekan-rekan ”Unggas crew” kak Tawa, kak Oyeng, kak Syam, kak Rido, kak Yusri, Sul, Auliya, Nasrun, Arisman, Makmur, Takim, Ikram atas segala bantuan kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya. 10. Rekan-rekan Lab. Mikro: kak Amhi, kak Fandy, Asmiar, Arisman, Tuti, Satriani, dan Ardi ats segala bantuan, dan dukungan yang diberikan. 11. Sahabat-sahabat gadisku ”Annisa”: Ungex, Enix, Cimo, Imu, Rita, Auliya Syam, dan Appe sebagai tempat curhat, berbagi, memperbaiki diri dan banyak hal yang tak bisa diuraikan satu persatu. 12. WGP: Jihad, Kandi, Rahim, Caman, Mila, Tika, Fatma, kakak Nanda, Reski, Indri, Azwar, dan semua-semuanya yang telah banyak mengajarkan arti kebersamaan, dan berbagi. Canda tawa kalian adalah penawar stress, bersama kalian adalah suatu kenyamanan. viii 13. Teman-teman GENETIKA SMAPAT 2012 dan KKN Gel.90 Desa Manuba: Hendra, Arif, Khusnul, Jea, dan Tenri atas segala dukungannya. 14. Teman-teman HIMAPROTEK dan SEMA FAPET UH sebagai tempat belajar banyak hal. 15. Rekan-rekan mahasiswa Merpati 09, L10N 10, Solandeven 11, Flock Mentality terutama FAPET B 2012, dan Larfa 2013. 16. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tua Orang tua, Ayahanda Muhaemin dan Ibunda Mira yang telah memberikan dukungan yang selalu menjadi kekuatan dalam diri dan doa bagi setiap langkah, serta dengan sepenuh hati memberikan dukungan spiritual maupun materil sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada saudara-saudaraku: Samsinar, Rosmiati, Handi, dan Sarlinda atas perhatian, doa dan dorongan yang diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan meski telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Makassar, 28 April 2016 Penyusun ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv ABSTRAK .......................................................................................................... v ABSTRACT ........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa oleifera) ............................. 4 Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas ............................ 6 Karakteristik Ayam Ras Pedaging ............................................................. 9 Stress Oksidatif pada Ayam Ras Pedaging ................................................ 10 Profil Darah Ayam Ras Pedaging .............................................................. 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ..................................................................................... 21 Materi Penelitian ........................................................................................ 21 Prosedur Penelitian .................................................................................... 21 Rancangan Penelitian................................................................................. 24 Parameter Penelitian .................................................................................. 26 Analisis Data .............................................................................................. 30 x HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 31 Nilai Hematokrit ........................................................................................ 32 Jumlah Eritrosit ......................................................................................... 33 Kadar Hemoglobin..................................................................................... 34 Jumlah Leukosit ......................................................................................... 35 Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) .................................................. 37 Nilai MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) ........................................ 38 Nilai MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration).............. 38 Nilai MDA (Malondialdehyde) darah ...................................................... 39 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR TABEL No. Halaman Teks 1. Komposisi kimia dan nutrisi daun kelor ...................................................... 5 2. Nilai normal komponen darah pada ayam ras pedaging umur 35 hari ........ 14 3. Komposisi nutrisi tepung daun kelor ........................................................... 22 4. Komponen nutrisi pakan starter (umur 1-14 hari) ....................................... 23 5. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal finisher ............................... 24 6. Komposisi ransum finisher (umur 15-35 hari)............................................. 25 7. Konsumsi pakan, tepung daun kelor dan air minum umur 15-35 hari ......... 25 8. Profil darah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor dalam pakan ............................................................................................................ 31 9. Nilai indeks eritrosit dan MDA darah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor dalam pakan ................................................................... 37 xii DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman Teks 1. Hasil analisis ragam nilai hematokrit ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 48 2. Hasil analisis ragam jumlah sel darah merah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .......................... 50 3. Hasil analisis ragam kadar hemoglobin ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 51 4. Hasil analisis ragam jumlah sel darah putih ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .......................... 53 5. Hasil analisis ragam nilai MCV ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 55 6. Hasil analisis ragam nilai MCH ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 57 7. Hasil analisis ragam nilai MCHC ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan ................................................ 59 8. Hasil analisis ragam nilai MDA darah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan .................................... 61 9. Suhu rata-rata mingguan kandang selama pemeliharaan ............................. 62 10. Dokumentasi penelitian ............................................................................... 63 xiii PENDAHULUAN Pada unggas, domestikasi yang membawa terbentuknya ayam modern adalah sebagai akibat majunya pengetahuan ilmu genetik dalam seleksi untuk tujuan ekonomi. Pertumbuhan ayam ras pedaging yang mencapai 1,5 kg dalam 28 hari (Santos et. al., 2012; Ülkü et. al., 2014) adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh genetik maupun faktor lingkungan termasuk pakan dan nutrisi. Keberhasilan pertambahan berat badan cepat dikombinasikan dengan FCR (Feed Conversion Ratio) rendah menyebabkan berbagai masalah animal welfare, mulai masalah metabolisme hingga masalah sifat tingkah laku ayam ras pedaging. Stress oksidatif pada ayam pedaging merupakan masalah yang umum dihadapi pada pemeliharaan ayam pedaging modern dengan ciri tingkat pertumbuhan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat menjadi pemicu munculnya gangguan metabolik seperti kegagalan fungsi hati dan jantung, kematian mendadak akibat kegagalan sistem sirkulasi. Masalah metabolisme seperti stress, dan kematian mendadak biasa dikaitkan dengan suplai oksigen yang tidak mencukupi dalam metabolisme, sehingga suplai energi tidak sebanding dengan kebutuhan organ akan energi (Scheele et. al., 1997). Gangguan metabolik seperti ini akan berdampak pada efisiensi usaha secara keseluruhan. Oksigen diperlukan seluruh sel tubuh dalam proses reaksi biokimia untuk menghasikan energi berupa ATP. Sekitar 97% oksigen yang masuk ke dalam darah diangkut oleh hemoglobin/eritrosit, sedangkan 2-3% diangkut oleh plasma darah. Sel darah merah (eritrosit) adalah salah satu sel yang sangat rentan terhadap radikal bebas. Radikal bebas dapat menyebabkan perubahan pada ikatan kimia 1 darah atau dikenal dengan stress oksidatif sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen secara maksimal. Stress oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal dalam tubuh, akan tetapi harga antioksidan sintetis cukup mahal dipasaran. Karena alasan efisiensi usaha, peternak mulai beralih menggunakan antioksidan alami yang dapat meminimalkan tingkat kematian akibat stress oksidatif sekaligus memberi nilai tambah pada produk daging yang dihasilkan. Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tumbuhan perdu yang ketersediaannya di Indonesia cukup banyak dan memungkinkan digunakan sebagai bahan pakan. Portugaliza dan Fernandez (2011) mengidentifikasikan bahwa bahan aktif yang terdapat dalam daun kelor yang berpotensi sebagai antioksidan, antibakteria, imunostimulan dan beberapa vitamin terlarut dalam air misalnya vit.C, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan performa ayam pedaging. Namun demikian mekanisme kerja adanya perbaikan performa ayam pedaging pada penelitian tersebut belum sepenuhnya dipahami. Peran antioksidan yang terkandung dalam daun kelor untuk pencegahan oksidasi masih perlu dikaji lebih lanjut. Untuk mengetahui bagaimana respon fisiologi ayam ras pedaging terhadap penggunaan daun kelor, perlu dilakukan suatu kajian Hematologi. Analisis hematologis dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan ternak. Parameter hematologis telah diamati sebagai indikator yang baik dari status fisiologi ternak. Respon ternak dalam berbagai situasi fisiologi dapat diketahui dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis (Khan and Zafar, 2005). 2 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tepung daun kelor dalam pakan terhadap status kesehatan dan tingkat stress oksidatif ayam ras pedaging melalui kajian status hematologis. 3 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa Oleifera) Kelor (Moringa oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang dengan tinggi 7-12 m, batang berkayu, berwarna putih kotor, kulit tipis, dan permukaan kasar. Perbanyakan tanaman kelor bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Kelor tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian ±1000 m dpl dengan curah hujan tahunan berkisar antara 250 sampai 1500 mm (Krisnadi, 2010). Tanaman kelor biasanya hidup terpelihara di daerah tropis dan subtropis bagian asia dan afrika. Hampir seluruh bagian dari tanaman ini digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit di asia selatan, dan juga digunakan sebagai sayur (Wangcharoen and Sompoch, 2013). Klasifikasi tanaman kelor menurut Cwayita (2014) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Order : Brassicales Family : Moringaceae Genus : Moringa Species : Moringa oleifera Kelor mempunyai dahan dan batang yang rapuh, daun kecil-kecil berbulu berwarna hijau dengan jumlah yang banyak sepanjang 30-60 cm, dengan lebar 0,3-0,6 cm dan panjang 2 cm. Daun dan biji kelor banyak digunakan sebagai 4 sumber vitamin B dan C serta sebagai sumber asam amino. Kelor juga dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Ogbe and Affiku, 2012). Tabel 1. Komposisi kimia dan nutrisi tepung daun kelor Parameter Komposisi proksimata Bahan kering Protein kasar (%) Serat kasar (%) Kadar lemak (%) Abu (%) Ca (%) P (%) EM (MJ/ kg) Profil asam amino (% BK)b Lysine Histidine Trheonine Arginine Methionine Nilai 94,60 28,00 7,10 4,90 12,20 2,50 0,30 8,60 1,1 – 1,64 0,6 – 0,72 0,8 – 1,36 1,2 – 1,78 0,30 – 0,35 Sumber: a Aderinola et al., 2013; bCwayita, 2013 Karena kandungan nutrisi yang cukup tinggi (Tabel 1), daun kelor merupakan bagian yang umum digunakan sebagai bahan pakan pada beberapa jenis ternak dalam bentuk tepung. Selain mengandung beberapa kandungan gizi yang dibutuhkan, tanaman kelor juga mengandung beberapa anti nutrisi antara lain phytat, oxalat, saponin, tanin, tripsin inhibitor dan asam sianida (HCN) (Ogbe and Affiku, 2012). Zat anti-nutrisi tersebut dapat memberikan dampak negatif pada ternak unggas apabila diberikan dalam konsentrasi tinggi sehingga penting untuk dipertimbangkan dalam menyusun formulasi ransum. Kandungan glikosida, niaziminins A dan B, dan kandungan isothiocyanate yang diisolasi dari ekstrak daun kelor telah terbukti menunjukkan aktivitas dalam menurunkan tekanan darah. Senyawa peptida yang diperoleh dari ekstrak daun kelor melalui perendaman, menunjukkan aktivitas sebagai antimikrobia terutama 5 terhadap bakteri patogen jenis E. coli, S. aureus, B. subtilis, K. aerogenes, dan A. niger (Chivapat et. al., 2012). Wangcharoen dan Gomolmanee (2013) mengemukakan bahwa kandungan senyawa fenolik dan flavonoid yang tinggi pada daun kelor menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi, dengan menghambat peroksidasi lemak, mengikat radikal bebas, dan menginduksi degradasi deoksiribosa, mengurangi daya ikat radikal anion superoksida dan nitrit oksida. Aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan standar antioksidan seperti pada vitamin E. Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas Tanaman kelor telah lama dikenal sebagai tanaman sayuran oleh masyarakat Indonesia. Kandungan nutrisi daun kelor yang cukup tinggi dan mengandung berbagai bahan aktif dengan aktivitas biologis yang beragam menjadikan daun kelor berpotensi sebagai pakan ternak (Cwayita, 2013). Pengetahuan mengenai karakteristik senyawa bahan aktif, dan mekanisme kerjanya dalam tubuh ternak unggas menjadi aspek penting yang perlu dikaji sehubungan dengan penggunaan daun kelor sebagai bahan pakan atau pakan tambahan pada ternak unggas. Penelitian Sarjino (2008) menggunakan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan dengan perlakuan 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Dalam penelitian tersebut, penggunaan tepung daun kelor 10% dalam pakan dapat menurunkan kandungan kolesterol daging, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada persentase karkas, persentase deposisi daging dada dan persentase lemak abdominal. Analysa (2007) melaporkan penggunaan tepung 6 daun kelor pada level 2,5% dalam pakan merupakan level yang optimal untuk menurunkan kolesterol darah dan penggunaan tepung daun kelor hingga level 10% dalam pakan tidak memberikan efek negatif terhadap berat organ dalam dan glukosa darah ayam pedaging. Adanya kandungan anti-nutrisi pada daun kelor menjadi pertimbangan utama penggunaan daun kelor yang banyak digunakan hanya sebagai pakan tambahan dalam pakan unggas dengan level rendah. Pengaruh negatif pada ayam misalnya dapat diamati pada laporan Aderinola et. al. (2013), pemberian daun kelor sebagai pakan tambahan pada level rendah (0-2%) pada ayam pedaging fase starter dan finisher (ad libitum) menunjukkan adanya penurunan nilai pada beberapa parameter hematologis, menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol serum, dan menurunkan kadar lemak pada daging. Nilai beberapa parameter hematologis lebih rendah dibandingkan nilai normal pada ayam yang tidak diberi daun kelor. Berbeda dengan Aderinola et. al. (2013), Banjo (2012) dan Teteh et. al. (2013) melaporkan bahwa pemberian tepung daun kelor hingga 2% dan 3% dalam pakan selama 4 minggu, tidak menunjukkan dampak negatif pada ayam pedaging. Pada kedua penelitian tersebut, direkomendasikan pemberian tepung daun kelor 2% dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan ayam pedaging sebagai pengganti penggunaan antibiotik yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan. Suplementasi kelor, selain meningkatkan performa, juga memperbaiki karakteristik kimia darah, dan meningkatkan respon imun tubuh terutama dengan menurunkan kandungan asam urat, trigliserida, dan rasio albumin/globulin pada 7 serum ayam pedaging (Du et. al., 2007). Ologhobo et. al. (2014) melakukan percobaan pada ayam pedaging dengan membandingkan pemberian pakan yang mengandung antibiotik (oxytetracycline) dengan pakan yang mengandung tepung daun kelor hingga 200-600g/100 kg pakan, diperoleh hasil berupa perbaikan performa, parameter hematologis yang normal dan tidak memberikan dampak pada perubahan karakteristik karkas. Penelitian ini mengindikasikan bahwa tepung daun kelor dapat menjadi pengganti oxytetetracycline sebagai antibiotik yang bersifat sebagai pemacu pertumbuhan pada ayam pedaging. Hasil studi Portugaliza dan Fernandez (2011) mengindikasikan bahwa bahan aktif dalam daun kelor yang berpotensi sebagai antioksidan, antibakteria, imunostimulan, dan beberapa vitamin terlarut dalam air misalnya vitamin C, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan performa ayam pedaging. Namun demikian mekanisme kerja adanya perbaikan performa ayam pedaging pada penelitian tersebut belum sepenuhnya dapat dipahami. Penggunaan daun kelor sebagai pakan tambahan pada ayam pedaging dilaporkan dapat menjadi antioksidan kuat yang dapat melindungi dan menjaga kondisi ayam terhadap stress oksidatif sehingga memberikan hasil berupa tingkat pertumbuhan dan kualitas karkas yang lebih baik (Cwayita, 2014). Kehadiran vitamin C, vitamin E, karotenoid, flavonoid dan selenium (Moyo et. al., 2012) membuat taaman kelor berpotensi sebagai antioksidan alami. Kandungan vitamin E dan beta karoten yang tinggi dilaporkan bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan yang tinggi tersebut. Keberadaan kandungan vitamin E yang tinggi 8 pada daun kelor mampu mencegah terjadinya peroksidasi lemak sehingga dapat mencegah timbulnya gangguan akibat stress oksidatif selama pemeliharaan. Karakteristik Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan strain ayam hasil seleksi yang memiliki pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang rendah dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik. The Cobb Breeding Company Limited menunjukkan bahwa pada tahun 2000 rata-rata berat ayam pada umur 34 hari mencapai 1,82 kg, sementara pada tahun 1966, untuk mencapai berat rata-rata yang demikian diperlukan umur pemeliharan 60 hari, dan pada tahun 1956 memerlukan 84 hari. Saat ini, berat rata-rata 2 kg dapat diperoleh setelah pemeliharaan selama 35 hari. Pertumbuhan ayam ras pedaging yang sangat cepat adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh genetik maupun faktor lingkungan termasuk pakan dan nutrisi. Beberapa kelebihan ayam ras pedaging yakni daging empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan berat badan sangat cepat. Namun demikian, memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit beradaptasi (Rahmanto, 2012). Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pertumbuhan ayam broiler yang optimal adalah suhu lingkungan sekitar kandang. Laju pertumbuhan broiler yang optimum dalam selang umur 3-7 minggu adalah sekitar 9 20-24oC. Suhu 28oC adalah suhu kritis atas yang jika suhu lingkungan melebihi suhu tersebut dapat meningkatkan jumlah ayam yang sakit dan tingkat mortalitas (Amrullah, 2004). Indonesia sebagai negara tropis dengan suhu dan kelembapan relatif (RH) tinggi menyebabkan ayam pedaging menjadi sangat rawan terhadap cekaman panas. Ayam ras pedaging merupakan ternak homoiterm dimana dapat mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi normal (Rahardja, 2010). Ayam akan berproduksi optimal pada zona nyamannya (comfort zone), apabila kondisi lingkungan berada di bawah atau di atas zona nyamannya, ayam akan mengalami stress (Kusnadi, 2008). Ayam yang sedang berada dalam kondisi stress menyebabkan sulitnya mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan panas tubuhnya karena pengaruh aktivitas metabolisme, aktivitas hormonal dan kontrol suhu tubuh. Cekaman panas terjadi ketika akumulasi metabolisme panas dan panas lingkungan melebihi kemampuan ayam untuk melepaskan panas (Mujahid et. al., 2007). Stress Oksidatif pada Ayam Ras Pedaging Penurunan di semua parameter performa ayam merupakan dampak yang umum akibat perlakuan suhu dan kelembaban yang tinggi (Lin et. al., 2004). Cekaman panas akan menyebabkan keluarnya banyak energi. Adanya stress panas juga akan menyebabkan stress oksida dalam tubuh atau biasa disebut dengan reaksi oksidatif/radikal bebas (Maini et. al., 2007). Stress oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya (Huang et. al., 2004; Mujahid et. al., 2007). Secara alami tubuh 10 ayam memiliki upaya menekan terjadinya stress oksidatif dengan memproduksi sejumlah enzim yang berfungsi sebagai antioksidan alami di dalam sel seperti katalase, superoksida dismutase, dan glutathion peroksidase yang secara alami dapat dikuantifikasi dalam darah maupun jaringan muskuler (Maini et. al., 2007; Qwele et. al., 2013). Radikal bebas (ROS: Reactive Oxygen Species) merupakan produk alami dari metabolisme oksigen pada sel yang pembetukannya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Yang et. al., 2010). Produksi radikal bebas semakin tinggi seiring dengan peningkatan temperatur lingkungan, dan akan diperparah jika disertai dengan peningkatan kelembaban udara dalam kandang. Mujahid et al. (2007) melaporkan bahwa cekaman panas menyebabkan naiknya tingkat ROS di mitokondria. Radikal bebas menyebabkan gangguan metabolit dan gangguan sel berupa gangguan fungsi DNA dan protein, sehingga menyebabkan mutasi atau sitotoksik dan perubahan laju aktivitas enzim (Mujahid et. al., 2007; Kinanti, 2011). Peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif dari protein dan DNA serta molekul biologis dapat terjadi bila keseimbangan antara aktivitas oksidasi dan antioksidan terganggu (Yang et. al., 2010; Maini et. al., 2007). Peroksidasi lemak merupakan reaksi yang terjadi ketika asam-asam lemak tidak jenuh rantai panjang (Poly Unsaturated Fatty Acid/ PUFA) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap diserang oleh radikal bebas. Peroksidasi lemak diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil (Mujahid et. al., 2007). Proses metabolisme 11 di dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas secara terus menerus sehingga peningkatan laju metabolisme dapat meningkatkan kerusakan sel (Ülkü et. al., 2014). Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh sistem antioksidan tubuh (Allen and Tressini, 2000). Radikal bebas dapat meningkatkan peroksidasi lemak yang kemudian mengalami dekomposisi menjadi malondialdehyde (MDA) dalam darah (Rahayu dkk., 2014). Stress oksidatif pada ayam pedaging merupakan masalah utama yang dihadapi pada pemeliharaan ayam pedaging modern dengan ciri tingkat pertumbuhan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat menjadi pemicu munculnya gangguan metabolik seperti kegagalan fungsi hati dan jantung, kematian mendadak akibat kegagalan sistem sirkulasi (Scheele et. al., 1997). Gangguan metabolik seperti ini berdampak pada efisiensi usaha secara keseluruhan. Untuk mengetahui status fisiologi dan status kesehatan ayam ras pedaging dapat dilakukan kajian hematologi. Hematologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang darah, dan salah satu bagian penting dalam proses diagnosa suatu penyakit serta berperan dalam ilmu patologi klinis (Talebi et. al., 2005). Hematologi tidak hanya mencakup pemeriksaan yang berhubungan dengan sel darah dan plasmanya, tetapi juga mencakup jaringan asalnya, penyimpanan dan sirkulasi darah. Respon ternak (termasuk ayam) dalam berbagai situasi fisiologi dapat diketahui dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis (Khan and Zafar, 2005; Ologhobo et. al., 2014). Dalam peternakan ayam pedaging, 12 peranan hematologi juga sangat penting dalam menentukan kesehatan ayam. Diduga hewan yang dipelihara pada sistem manajemen yang berbeda termasuk komposisi pakan (Dienye and Olumuji, 2014) akan memiliki karakteristik hematologis yang berbeda pula. Babatunde et. al. (1992) melaporkan bahwa parameter darah merupakan indeks utama untuk mengetahui status fisiologi, patologi, dan status gizi dari sebuah organisme. Perubahan nilai komponen penyusun darah dibandingkan nilai normal dapat digunakan untuk menafsirkan tingkat metabolisme hewan serta kualitas pakan. Profil Darah Ayam Ras Pedaging Darah merupakan komponen penting yang berperan dalam proses-proses fisiologis dalam tubuh yang mengalir melalui pembuluh darah dan sistem kardiovaskuler. Darah adalah jaringan khusus yang berperan dalam sirkulasi dan terdiri atas bagian cair (plasma darah) dan bagian interseluler (Sonjaya, 2012). Sel darah terdiri dari 3 macam, yaitu: sel darah merah (erythrocyte), sel darah putih (leukocyte), dan kepingan darah (thrombocytes atau platelets). Fungsi utama darah adalah mempertahankan homeostasis tubuh (Dellman dan Brown, 1992; Sonjaya, 2012). Frandson et. al. (2009) menjelaskan beberapa fungsi darah yakni membawa nutrien dari saluran pencernaan menuju jaringan tubuh, membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang, membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan, berperan penting dalam pengendalian suhu dengan cara mengangkut panas dari bagian dalam tubuh menuju permukaan tubuh, berperan dalam sistem bufer, serta sebagai 13 pembeku darah yang mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka. Darah juga mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit. Menurut Guyton dan Hall (2006), jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologis maka akan terjadi perubahan profil darah. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal misalnya akibat infeksi kuman dan perubahan suhu lingkungan. Dienye dan Olumuji (2014) mengatakan bahwa perubahan profil darah dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dan faktor fisiologi seperti stress saat penangkapan dan tranportasi, umur serta jenis kelamin. Ayam ras pedaging yang sehat memiliki gambaran darah yang normal (Tabel 2). Tabel 2. Nilai normal komponen darah pada ayam ras pedaging umur 35 hari Komponen Darah Nilai PCV (Hematokrit) (%) 31,0-33,1 6 3 RBC (Eritrosit) (10 /mm ) 2,17-2,86 Hb (Hemoglobin) (g/100 ml) 13,3-13,52 MCV (Mean Corpuscular Volume) (fl) 115,8-125,44 MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) (Pg) 47,6-53,34 MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) (%) 42,4-43,17 WBC (Leukosit) (103/mm3) 23,38-24,07 Heterofil (103/mm3) 5,67-6,52 Limfosit (103/mm3) 14,24-15,48 Ratio H/L 0,36-0,53 3 3 Monosit (10 /mm ) 0,93-1,3 Eosinofil (103/mm3) 1,11-1,35 Basofil (103/mm3) 1,38-2,47 Sumber : Talebi et. al., 2005 14 - Hematokrit Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah persentase sel darah merah terhadap volume darah total. Hewan normal memiliki nilai hematokrit yang sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Nilai hematokrit mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilution) atau penurunan air plasma (hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan yang dapat bertambah jika keadaan hipoksia atau polisitemia (jumlah sel-sel merah dalam tubuh meningkat) sehingga jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah normal (Guyton, 1996). - Sel Darah Merah (Eritrosit) Guyton dan Hall (2006) menyatakan eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin dan O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh. Kandungan eritrosit pada hewan dewasa terdiri atas 62-72% air, 35% padatan, dan dari padatan tersebut 95% hemoglobin (Swenson, 1993). Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Jumlah eritrosit yang tinggi akan diikuti oleh kadar hemoglobin yang tinggi. Selain itu, dipengaruhi juga oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, nutrisi, produksi telur, bangsa, panjang hari, suhu lingkungan dan faktor iklim (Swenson, 1993). Eritrosit merupakan produk proses erithropoesis, proses tersebut terjadi dalam sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam berbagai tulang panjang (Sonjaya, 2012). Menurut Guyton dan Hall (2006), faktor utama yang berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah 15 hormon glikoprotein. Erithropoesis membutuhkan bahan dasar protein, glukosa, dan berbagai aktivator. Beberapa aktivator proses erithropoesis adalah mikromineral Cu, Fe, dan Zn. Pemberian unsur Cu dan Fe dengan rasio tertentu mampu meningkatkan status hematologis dan pertumbuhan ayam (Praseno, 2005). Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah protein, vitamin B2, B12, dan folic acid. Protein berperan sebagai komponen sel darah merah, vitamin B2 berperan dalam mengaktifkan asam folat menjadi koenzim serta vitamin B12 berperan dalam pematangan sel darah merah serta asam folat berperan dalam sintesis DNA (Deoxyribonucleatide acid) dan pematangan sel darah merah. Eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval. Eritrosit pada unggas memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan eritrosit pada mamalia (Dzialowski, 2015). Ukuran yang lebih besar terkait dengan jumlah molekul globin yang mampu dibawa dalam satu sel darah merah. Meskipun ukuran sel darah merah unggas lebih besar, namun bentuknya lebih datar, sehingga pergerakan sel darah merah lebih cepat. - Hemoglobin Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan kompleks antara protein dan Fe yang menyebabkan timbulnya warna merah pada darah. Menurut Swenson (1993), hemoglobin adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun atas protein konjugasi dan protein sederhana. Hemoglobin diproduksi oleh sel darah merah yang disintesis dari asam asetat (acetic acid) dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin dikombinasikan dengan besi menghasilkan 16 satu molekul heme. Empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul globin yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino membentuk hemoglobin (Rosmalawati, 2008). Hemoglobin dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta penyebab warna merah pada darah (Frandson et. al., 2009; Sonjaya, 2012). Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin (Ganong, 2003). Kandungan oksigen yang rendah dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan jumlah eritrosit (Swenson, 1993; Schalm, 2010). Penurunan kadar hemoglobin terjadi karena adanya gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis). Methemoglobin adalah produk oksidasi dari hemoglobin (Sonjaya, 2012). Methemoglobin tidak mampu membawa oksigen karena besi dan methemoglobin berbentuk ion ferri (Fe+++) yang afinitas terhadap oksigen rendah dibandingkan dengan ferro (Fe ++) pada hemoglobin. - Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) Indeks eritrosit merupakan bagian pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap yang memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin (Hb) per eritrosit. Nilai MCV, MCH dan MCHC merupakan nilai yang berhubungan dengan eritrosit (Dienye and Olumuji, 2014). MCV (Mean Corpuscular Volume) merupakan volume eritrosit rata-rata di dalam darah. Peningkatan jumlah MCV di atas normal dapat mengindikasikan anemia makrositik, sedangkan nilai MCV yang kecil di bawah normal dapat mengindikasikan adanya anemia akibat defisiensi zat besi, thalasemia dan anemia 17 sekunder (Rosmalawati, 2008). MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) adalah ukuran dari massa hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah atau banyaknya hemoglobin per eritrosit . MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata tiap sel eritrosit. Eritrosit berfungsi untuk mentransportasikan oksigen (Guyton dan Hall, 2006), maka oksigen yang diterima oleh jaringan bergantung kepada jumlah dan fungsi dari eritrosit dan hemoglobinnya. Nilai MCV mencerminkan ukuran eritrosit, sedangkan nilai MCH dan MCHC mencerminkan kandungan hemoglobin dalam eritrosit. Penetapan indeks eritrosit sangat penting dalam pemeriksaan klinis, karena menunjukkan adanya indikasi kekurangan dalam sintesa hemoglobin seperti tidak cukupnya hemoglobin yang terbentuk di dalam tiap sel darah merah (Rosmalawati, 2008). Ketidaknormalan nilai MCV, MCH MCHC menunjukkan indikasi adanya anemia yang dapat dipicu oleh kekurangan zat besi, keracunan timbal, kekurangan hormon eritropoietin, kekurangan folat atau kekurangan vitamin B-12. - Sel Darah Putih (Leukosit) Leukosit (sel darah putih) merupakan komponen darah yang jumlahnya lebih sedikit dari eritrosit dalam darah (Sonjaya, 2012). Sel-sel darah putih di dalam aliran darah kebanyakan bersifat non-fungsional dan hanya diangkut ke jaringan tertentu disaat yang dibutuhkan (Frandson et. al., 2009). Di dalam aliran darah, leukosit dibagi menjadi granulosit yang dicirikan spesifik granula dalam sitoplasma (heterofil, eosinofil, basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit).. 18 Sel ini bekerja bersama-sama memberikan badan pertahanan yang kuat terhadap tumor serta infeksi virus, bakteri dan parasit (Ganong, 2003). Swenson (1993) menyatakan bahwa jumlah leukosit pada unggas lebih banyak dibandingkan dengan leukosit pada mamalia, yaitu berkisar 20.00030.000/mm3. Secara umum jumlah leukosit yang meningkat merupakan pertanda adanya infeksi. Hal ini dapat dilihat pada gambaran diferensiasi leukosit yang mempunyai fungsi yang berbeda dalam pertahanan tubuh. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pakan, lingkungan, hormon, obat dan penyakit. Pakan yang kekurangan asam folat mengakibatkan penurunan jumlah leukosit yang diikuti dengan penurunan limfosit, heterofil, basofil, dan monosit (Rosmalawati, 2008). - Kadar MDA (Malondialdehyde) pada darah MDA merupakan salah satu senyawa aldehid yang tersusun dari 3 atom karbon (C3H4O2) yang dihasilkan dari mekanisme destruksi oksidatif asam lemak tak jenuh ganda yang terbentuk dari proses autokatalitik yang tidak terkontrol (peroksidasi lemak) (Yuliani dkk., 2002). MDA merupakan senyawa toksik terhadap sistem kehidupan karena kemampunnya untuk mengubah atau berikatan silang dengan berbagai macam biomolekul seperti protein, enzim, lipoprotein, aminofosfolipid dan asam amino (Valenzuela, 1991). MDA adalah suatu senyawa yang sangat reaktif yang merupakan produk dari peroksidasi lipid dan biasanya digunakan sebagai biomarker peroksidasi lemak untuk menilai stress oksidatif (Lin et. al., 2004; Maini et. al., 2007; Mujahid et. al., 2007). 19 Sel darah merah adalah salah satu sel yang sangat rentan terhadap radikal bebas, ikatan kimia darah dapat berubah akibat serangan senyawa radikal bebas yang memicu oksidasi (Widada, 2014). Peningkatan radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan membran sel darah merah yang mengandung senyawa lipid. Meskipun dilindungi oleh antioksidan, sel darah merah tetap saja bisa mengalami stress oksidatif, kerusakan membran dapat menyebabkan lepasnya senyawa heme dari eritrosit (Repetto et. al., 2012). Peroksidasi membran eritrosit menyababkan hemolisis sehingga terjadi penurunan nilai hemoglobin (Tamam dkk., 2012). Sel darah dapat mengalami peroksidasi lemak, oksidasi hemoglobin, lisisnya sel eritrosit, hingga kerusakan membran akibat serangan radikal bebas sehingga darah dapat menyimpang dari homeostatis. Penelitian Rahayu dkk. (2014) menunjukkan nilai MDA darah ayam petelur yang dipelihara pada temperatur humidity indeks (THI) 74 lebih rendah (1,82 nmol/mL) dibanding ayam yang dipelihara pada THI 89 (2,18 nmol/mL). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan THI akan menyebabkan peningkatan ROS yang berdampak pada terbentuknya MDA dalam darah, meskipun ayam pada dasarnya mampu mempertahankan suhu tubuhnya karena kemampuan homoestatis yang dimilikinya. 20 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015 sampai Bulan Januari 2016, bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Laboratorium Fisiologi Ternak, dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain; ayam ras pedaging, daun kelor, pakan, air minum, vaksin, antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), larutan Hayem dan Turk, wax, alkohol 70 %, HCl 0,1 N, NaCl fisiologis, larutan CCL4, aquabides, akuades, larutan TCA 10 %, pereaksi TBA, kertas label, kertas saring, cover glass, dan kapas. Alat yang digunakan antara lain: kandang, litter (serbuk gergaji), tempat pakan dan tempat minum, chick guard, gasolek, kertas koran, skop, timbangan, alat analisa proksimat, wadah penyimpanan, spoit, tabung reaksi vakum, pipet tetes, tabung haemometer, mikrohematokrit, mikricentrifuge, centrifuge, mikroskop, haemocytometer, vortex mixer, water bath, dan spektrofotometer. Prosedur Penelitian - Ayam Pedaging Pada penelitian ini digunakan day old chick (DOC) ayam pedaging sebanyak 160 ekor strain Lohmann MB 202 yang hanya berjenis kelamin jantan dengan berat awal ±40 g dan dipelihara selama 35 hari. 21 - Pembuatan Tepung daun kelor Daun kelor yang digunakan berasal dari tanaman kelor lokal yang sehat. Daun tanaman kelor segar dikumpulkan dan dipisahkan dari tangkai tanaman. Pengeringan pada suhu ruang dilakukan selama tiga hari tanpa sinar matahari hingga kadar air mencapai dibawah 20%. Penggilingan hingga halus dilakukan, dan hasilnya berupa tepung ditimbang dan dicampurkan bersama dengan bahan pakan lain sesuai dengan perlakuan. Sampel tepung daun kelor dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi nutrisi tepung daun kelor dalam penelitian ini (Tabel 3). Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung daun kelor Komposisi Nutrisi (%) Air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Ca P Kandungan* 10,56 30,30 6,13 12,48 38,49 12,60 2,66 0,95 *berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin - Pemeliharaan ternak Kandang disiapkan dengan dinding terbuka berukuran 6 x 6 m, berdinding kawat dan berlantai litter dari serutan kayu setebal 10 cm, kandang dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum. Masa pemeliharaan dibagi menjadi dua, yakni masa starter (1-14 hari, termasuk 2 hari adaptasi) dan masa finisher (15-35 hari). Pada masa starter (1-12 hari), ayam (160 ekor) di tempatkan pada chick guard dan digunakan gasolek sebagai pemanas pengganti indukan. Tidak ada 22 perbedaan perlakuan, masing-masing ayam beri ransum yang sama yakni ransum starter (tabel 4). Pada umur 13-35 hari ayam ditempatkan pada kandang petak berukuran panjang 120 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 50 cm. Petak kandang ditempatkan secara berjejer dan pengacakan dilakukan pada setiap unit percobaan untuk mengisi masing-masing satu petak kandang, setiap petak diisi 8 ekor ayam. Sumber cahaya berasal dari 4 buah lampu neon yang ditempatkan pada bagian atas kandang setinggi 2 m. Lama pencahayaan selama penelitian masing-masing 24 jam. - Pakan, air minum dan vaksin Tabel 4. Komposisi nutrisi pakan starter (umur 1-14 hari) Komposisi Nutrisi (%) Kandungan* Protein kasar 22-23 Lemak kasar 6 Serat kasar 3-4 BETN 50 Abu 5,5 Ca 1,5 P 0,5-0,7 *berdasarkan hasil analisis laboratorium produsen Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari dengan menggunakan dua jenis pakan yaitu pakan starter berupa pakan komersil butiran (crumble) yang diberikan pada umur 1-14 hari, dan pakan finisher (umur 15 - 35 hari) berbentuk tepung (mash) yang diformulasikan sesuai dengan rekomendasi (NRC, 1994). Komposisi pakan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4 dan 6. Air minum yang diberikan merupakan air bersih yang berasal dari penampungan. Pakan diberikan dua kali sehari secara ad libitum. 23 Tabel 5. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal finisher Uraian Komposisi (%) Konsentrat 40 Jagung 60 Kandungan Nutrisi (%)* Air 12,86 Protein kasar 20,86 Lemak kasar 4,13 Serat kasar 7,88 BETN 58,87 Abu 8,27 Ca 1,33 P 1,21 *berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin Selama penelitian, pemberian multi-vitamin tambahan hanya dilakukan pada umur 1-5 hari. Antibiotik komersil tidak diberikan dan vaksinasi hanya dilakukan pada umur 4 hari untuk penyakit ND dengan menggunakan vaksin strain H-B1 melalui tetes mata. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan (setiap ulangan terdiri atas 8 ekor ayam sebagai sub-ulangan). Perlakuan yang diterapkan adalah 4 jenis (Tabel. 6) pemberian pakan yang berbeda yaitu: 1. Pakan basal tanpa penambahan (0 %) tepung daun kelor (P0) 2. Pakan basal + 1 % tepung daun kelor (P1) 3. Pakan basal + 2 % tepung daun kelor (P2) 4. Pakan basal + 4 % tepung daun kelor (P3) 24 Tabel 6. Komposisi ransum finisher (umur 15-35 hari) Uraian P0 P1 Komposisi (%) Pakan basal 100 99 Tepung daun kelor 0 1 Total 100 100 Kandungan Nutrisi (%)* Air 12,86 12,84 Protein kasar 20,86 20,95 Lemak kasar 4,13 4,15 Serat kasar 7,88 7,93 BETN 58,87 58,67 Abu 8,27 8,31 Ca 1,33 1,34 P 1,21 1,21 P2 P3 98 2 100 96 4 100 12,81 21,05 4,17 7,97 58,46 8,36 1,36 1,20 12,77 21,24 4,21 8,06 58,05 8,44 1,38 1,20 *berdasarkan hasil perhitungan Perlakuan pemberian tepung daun kelor dalam pakan mulai dilakukan setelah pertumbuhan usus halus telah maksimal sebagaimana rekomendasi Gadzirayi dan Mupangwa (2014) yaitu pada umur 15 hari hingga akhir periode pemeliharaan (35 hari) dengan level penambahan sesuai perlakuan. Tabel 7. Konsumsi pakan, tepung daun kelor dan air minum umur 15-35 hari Pakan Tepung daun kelor Air minum Perlakuan (g/ekor/hari) (g/ekor/hari) (ml/ekor/hari) P0 121,61 ± 6,47 0,00 ± 0,00 304.56 ± 22,57 P1 123,74 ± 6,26 1,24 ± 0,63 295.44 ± 20,38 P2 127,14 ± 7,08 2,54 ± 0,14 299.32 ± 23,82 P3 129,17 ± 10,57 5,17 ± 0,42 324.02 ± 33,38 Sumber: Yunus, 2016 (data belum dipublikasi) Pada akhir penelitian (±35 hari) dilakukan pengambilan sampel darah sebanyak 1 ekor dari masing-masing unit perlakuan (4 perlakuan x 5 ulangan x 1 ekor = 20 ekor) melalui vena bracialis dengan menggunakan spoit. Darah ditampung dalam tabung reaksi yang berisi antikoagulan; Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA). 25 Parameter Penelitian - Nilai Hematokrit (%) Nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit (Ebenebe et. al., 2012; Sonjaya, 2015). Darah dari tabung ditempelkan dengan ujung mikrokapiler yang bertanda (merah atau biru). Darah dibiarkan mengalir sampai 4/5 bagian pipa kapiler terisi kemudian ujung pipa kapiler disumbat dengan wax (penyumbat). Pipa kapiler tersebut ditempatkan di microcentrifuge kemudian disetel dengan kecepatan 2500-4000 rpm selama ±15 menit, kemudian terbentuk lapisan plasma, lapisan putih abu, dan lapisan merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematokrit reader). - Jumlah Sel Darah Merah (106/mm3) Jumlah sel darah merah dapat diketahui dengan menggunakan haemocytometer (Ebenebe et. al. 2012; Sonjaya, 2015). Pengambilan darah dari tabung menggunakan pipet eritrosit (pipet sel darah merah) dengan bantuan alat pengisap (aspirator) sampai batas angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Larutan pengencer Hayem diisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet eritrosit, kemudian pipa aspirator dilepaskan. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan membentuk gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut terkocok dibuang. Setetes cairan dimasukkan kedalam kamar hitung dan biarkan butir-butir dalam kamar hitung mengendap. Butir darah merah dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali (a). Perhitungan dilakukan pada 5 buah kotak, eritrosit yang 26 terletak dan menyinggung garis batas sebelah kiri dan atas dihitung, sedangkan pada garis batas kanan dan bawah tidak dihitung. Jumlah eritrosit per mm3 darah = a. 10000 - Kadar Hemoglobin (g/100 ml) Kadar hemoglobin dihitung dengan menggunakan metode Sahli. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai angka 10. Darah diisap sampai batas 20 cmm (0,02 ml) dengan pipet Sahli dan aspirator. Darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli dan diletakkan diantara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 5-10 menit sampai terbentuk asam hematin berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata dengan pipet sambil diaduk, sampai warna larutan darah sama dengan warna standar. Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli, dengan melihat skala g % yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Rosmalawati, 2008; Sonjaya, 2015). - MCV (Mean Corpuscular Volume), MHC (Mean Corpuscular Haemoglobin) dan MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) Nilai MCV, MCH dan MCHC dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini (Dienye and Olumuji, 2014): MCV (fl) = ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡. 10 Σ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 MCH (pg) = ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛. 10 Σ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 MCHC (%) = ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛. 100 Σ ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 27 - Jumlah Sel Darah Putih (103/mm3) Jumlah sel darah putih dapat diketahui dengan menggunakan haemocytometer (Ebenebe et. al., 2012; Sonjaya, 2015). Pengambilan darah dilakukan menggunakan pipet leukosit (pipet sel darah putih) dengan bantuan alat pengisap (aspirator) sampai batas angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan tissu. Larutan pengencer Turk diisap sampai tanda 11 yang tertera pada pipet eritrosit, kemudian pipa aspirator dilepaskan. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, isi pipet dikocok dengan membentuk gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut terkocok dibuang. Setetes cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dan dibiarkan butir-butir yang ada di dalam kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 10 kali. Menghitung leukosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas. Jumlah leukosit per mm3 darah = b. 50 - Kadar MDA (Malondialdehyde) Parameter stress oksidatif menggunakan kadar MDA plasma darah. Kadar MDA dapat diketahui dengan menggunakan metode spektrofotometrik penentuan dengan thiobarbituric acid reacting substances (TBARS) (Rahayu dkk., 2014). Pengukuran dilakukan menggunakan hemolisat darah, larutan TCA dan akuades. Hemolisat darah diperoleh dari sampel sel darah merah yang dicuci dengan tiga bagian larutan NaCl 0,9 % sebanyak 2 kali volume sel darah, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 5 menit dan dibuang 28 hemolisatnya. Sel darah merah kemudian dihemolisis dengan menambahkan CCL4 dan aquabides dengan perbandingan 1:1:1, lalu disenrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit sehingga terbentuk hemolisat. Setelah hemolisat darah setiap sampel siap (20 sampel), sebanyak 0,25 ml hemolisat dimasukkan dalam tabung sentrifug dan ditambah 0,5 ml larutan TCA 10%. Tabung blangko berisi 0,25 ml akuades dan 0,5 ml larutan TCA 10%. Setiap tabung diaduk (divorteks) dan disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 1 menit. Lapisan supernatant tiap tabung diambil dan dimasukkan ke dalam tabung baru. Sebanyak 0,75 ml larutan TBA 0,67% dipipetkan ke dalam masing-masing tabung, lalu dipanaskan dalam water bath 95˚C selama 60 menit. Masing-masing tabung dibaca serapannya, yaitu sampel dan blanko pada spektrofometer dengan panjang gelombang 532 nm. Kadar MDA dihitung dengan rumus: 𝑛𝑚𝑜𝑙 𝐴 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑀𝐷𝐴 ( )= 𝑚𝐿 𝜀 Keterangan: A = Absorban pada panjang gelombang 532 nm 𝜀 = 153.000 nmol/ml 29 Analisis Data Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika sebagai berikut: Yij = μ + τi + єj i = 1, 2, 3, 4, j = 1, 2, 3, 4, 5 Keterangan: Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan tepung daun kelor ke-i dengan ulangan ke-j μ = Rata-rata pengamatan τi = Pengaruh perlakuan tepung daun kelor ke-i є = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991). 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan dan air minum merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap status fisiologi dan status gizi dari ayam ras pedaging. Konsumsi pakan, konsumsi tepung daun kelor (Moringa oleifera) serta konsumsi air minum ayam ras pedaging pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7. Konsumsi ayam yang mendapat level tepung kelor yang lebih tinggi menunjukkan nilai lebih tinggi pula, hal ini mungkin disebabkan karena daun kelor bersifat palatable yang dapat meningkatkan nafsu makan ayam. Tabel 8. Profil darah ayam ras pedaging yang pakan Hematokrit Eritrosit Perlakuan (%) (106/mm3) P0 21,7 ± 1,44a 2,63 ± 0,33 P1 25,0 ±1,41b 2,34 ± 0,25 b P2 24,1 ±1,91 2,30 ± 0,17 P3 27,3 ±0,97c 2,36 ± 0,11 diberi tepung daun kelor dalam Hemoglobin (g/dl) 8,38 ± 0,65a 9,54 ± 0,62b 10,56 ±0,90c 11,12 ±0,71c Leukosit (103/mm3) 27,00 ± 3,71c 21,50 ± 1,05b 17,00 ± 2,09a 16,50 ± 1,43a a,b,c : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan pada P<0,05 ket: P0 (0% tepung daun kelor); P1 (1% tepung daun kelor); P2 (2% tepung daun kelor); P3 (4% ` tepung daun kelor). Respon ayam ras pedaging dalam berbagai situasi fisiologi dapat diketahui dengan cara mengamati perubahan pada parameter hematologis. Peranan hematologi penting dalam menentukan status kesehatan ayam. Ayam yang dipelihara pada sistem manajemen yang berbeda akan memiliki karakteristik hematologis yang berbeda pula. Penambahan tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh terhadap beberapa profil hematologis ayam ras pedaging (Tabel 8 dan Tabel 9). Pengaruh tersebut didukung oleh tingkat konsumsi tepung daun kelor yang meningkat sesuai dengan perlakuan yang diberikan meskipun tingkat 31 konsumsi pakan dan air minum tidak menunjukkan tingkat perbedaan yang besar (Tabel 7). Nilai Hematokrit Nilai hematokrit dalam penelitian ini berkisar 21,7-27,3%. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara 24-43%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit ayam ayam ras pedaging. Nilai pada tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan nilai hematokrit menuju kisaran normal. Peningkatan nilai hematokrit mungkin dipengaruhi oleh tingginya kadar Hb, yang mampu meningkatkan volume eritrosit. Penggunaan tepung daun kelor hingga 4% dapat memperbaiki nilai hematokrit, namun secara statistik, penambahan 1% dan 2% tepung daun kelor dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Daun kelor selain mengandung protein juga mengandung beberapa unsur mineral yang penting bagi pertumbuhan (Ogbe and Affiku, 2011). Kalsium berfungsi untuk aktivitas otot dan perkembangan kerangka, tembaga dan besi untuk aktivitas seluler dan transportasi oksigen, magnesium membantu dalam reaksi kimia dan penyerapan usus, natrium dan kalium mengatur keseimbangan cairan dan transmisi syaraf, serta fosfor untuk membantu mengatur keseimbangan asam-basa. Mangan yang juga terdapat dalam daun kelor berperan dalam produksi energy dan mendukung kekebalan tubuh. 32 Nilai hematokrit yang cenderung meningkat dengan penambahan level penggunaan tepung daun kelor hingga 4% menunjukkan bahwa tepung daun kelor tidak memiliki efek toksik atau faktor pembatas yang menghambat penyerapan nutrisi (Sanchez et. al., 2005). Namun hal ini kontaradiksi dengan hasil yang dilaporkan oleh Aderinola et. al., (2013). Penelitian Aderinola et. al., (2013) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat menurunkan nilai hematokrit, nilai hematokrit tertinggi pada penggunaan 0% (37,2%) dan paling rendah pada penggunaan 2% (31,1%). Nilai hematokrit dapat menunjukkan kehadiran faktor toksik yang memberikan efek buruk pada pembentukan sel darah merah atau penurunan konsentrasi sel darah merah yang tidak sebanding dengan komponen cairan darah. Nilai hematokrit mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma atau penurunan air plasma tanpa mempengaruhi jumlah sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Jumlah Eritrosit Jumlah eritrosit hasil penelitian ini berkisar antara 2,30-2,63 (106/mm3) yang masih berada pada kisaran normal. Menurut Talebi et. al. (2005) jumlah eritrosit normal pada ayam ras pedaging umur 35 hari berkisar antara 2,17-2,86 (106/mm3). Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan tidak perpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit (P>0,05), yang artinya pemberian tepung daun kelor dalam pakan hingga 4 % tidak mengganggu jumlah eritrosit. Hal ini menunjukkan bahwa zat anti nutrisi yang berupa phytat, oxalat, saponin, tanin, tripsin inhibitor dan asam sianida (HCN) (Ogbe and Affiku, 2012) tidak mengganggu nilai eritrosit sehingga ayam tetap dalam 33 keadaan sehat. Fungsi utama dari sel darah merah yakni membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan, kekurangan sel darah merah mengindikasikan bahwa kapasitas darah dalam membawa oksigen (oxygen carring capacity) berkurang (Aderinola et. al., 2013). Hasil yang di laporkan oleh Ologhobo et. al. (2014) menunjukkan bahwa pakan yang mengandung tepung daun kelor diperoleh jumlah rata-rata eritrosit lebih tinggi yang mungkin disebabkan karena adanya kehadiran saponin dalam daun kelor. Saponin dilaporkan memiliki aktivitas hemolitik terhadap sel darah merah (Khalil and Eladawy, 1994). Hackbath et. al., (1983) melaporkan bahwa kenaikan jumlah sel darah merah berhubungan erat dengan tingginya kualitas protein pakan dan keadaan bebas penyakit pada hewan. Sel darah merah bertanggung jawab atas pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah serta pembentukan hemoglobin maka nilai sel darah merah yang tinggi akan berbengaruh baik bagi kesehatan (Olugbemi et. al., 2010). Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin yang diperoleh pada penilitian ini berkisar 8,38-11,12 g/dL. Penambahan tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai hemoglobin. Kadar hemoglobin pada tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan nilai hemoglobin menuju kisaran normal (9,10-13,90 g/dL) yang dilaporkan oleh Mitruka and Rawnsley (1977). Semakin tinggi level tepung daun kelor yang diberikan, semakin tinggi pula kadar Hb yang dimiliki oleh ayam ras pedaging. Semakin tinggi kadar Hb, maka semakin besar kemungkinan sel darah merah dapat 34 mengikat dan mentranportasikan oksigen yang lebih banyak, sehingga kebutuhan oksigen setiap jaringan dan sel dapat tercukupi. Kadar hemoglobin mengindikasikan kecukupan nutrisi dalam pakan yakni pemenuhan kebutuhan protein pada ayam (Olugbemi et. al., 2010). Kandungan protein pada daun kelor yang cukup tinggi (30,30%) dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah. Rendahnya kadar hemoglobin selain menunjukkan keadaan anemia juga menandakan kekurangan protein serta kerusakan liver akibat infeksi parasit (Adeyemo and Longe, 2007). Zanu at.el. (2011) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam pakan tidak berdampak buruk terhadap status kesehatan dan kualitas karkas ayam ras pedaging karena tepung daun kelor mengandung nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ayam. Kelor mengandung karoten, asam askorbat, zat besi, metionin dan sistin (Makkar and Becker, 1996). Namun penelitian Aderinola et. al. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam pakan dapat menurunkan kadar Hb dalam darah. Sementara Odetola et. al. (2012) melaporkan bahwa pemberian tepung daun kelor pada kelinci tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai hematokrit, jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Jumlah Leukosit Jumlah leukosit ayam ras pedaging yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 16,5-27,00 (103/mm3). Jumlah sel darah putih normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) berkisar 16,0-40,0 (103/mm3). Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun kelor dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) 35 terhadap jumlah leukosit (sel darah putih), namun penambahan tepung daun kelor 2% dan 4% dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik. Jumlah sel darah putih mengalami penurunan seiring bertambahnya level penggunaan tepung daun kelor, hal ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Ebenebe et. al. (2012) dan Odetola et. al. (2012). Jumlah sel darah putih yang lebih rendah dibandingkan kontrol mengindikasikan bahwa tingkat kekebalan tubuh tidak ditantang (Odetola et. al., 2012). Daun kelor banyak digunakan secara tradisional sebagai anti mikroba (Suarez et. al., 2005). Senyawa peptida pada daun kelor, menunjukkan aktivitas sebagai antimikrobia terutama terhadap bakteri patogen jenis E. coli, S. aureus, B. subtilis, K. aerogenes, dan A. niger (Chivapat et al., 2012). Berbeda dengan hasil penelitian Ebenebe et. al. (2012) dan Odetola et. al. (2012), hasil penelitian Olugbemi et. al. (2010) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah putih, demikian pula hasil yang dilaporkan oleh Aderinola et. al. (2013). Nilai sel darah putih yang tinggi biasanya dikaitkan dengan infeksi mikroba dalam sistem sirkulasi (Oyawoye and Ogunkunle, 1998). Peningkatan nilai sel darah putih menunjukkan prinsip utama dari phagocytes, yakni melawan serangan antigen dengan menelan dan menghancurkan mereka, sehingga memberikan kontribusi untuk proses inflamasi seluler, hal ini pula yang menjelaskan aktivitas antibakteri. Secara umum, penggunaan daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan status kesehatan ayam ras pedaging hal ini sejalan dengan pendapat Du et. al. (2007) bahwa suplementasi kelor, selain meningkatkan performa, juga 36 memperbaiki karakteristik kimia darah, dan meningkatkan respon imun tubuh. Hubungan antara nilai hematokrit, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin (nilai MCV, MCH, MCHC) dan stress oksidatif dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Nilai indeks eritrosit dan MDA darah tepung daun kelor dalam pakan MCV MCH Perlakuan (fl) (Pg) P0 83,62 ± 12,27a 32,25 ± 4,47a P1 107,25 ± 9,99b 40,87 ± 3,15b P2 104,61 ± 5,04b 46,04 ± 5,59bc P3 116,06 ± 8,29b 47,19 ± 2,89c ayam ras pedaging yang diberi MCHC (%) 38,63 ± 1,73a 38,27 ± 3,56a 43,97 ± 4,28b 40,80 ± 3,45ab MDA (nmol/ml) 0,90 ± 0,03 0,89 ± 0,02 0,91 ± 0,03 0,90 ± 0,01 a,b,c : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan pada P<0,05 ket : P0 (0% tepung daun kelor); P1 (1% tepung daun kelor); P2 (2% tepung daun kelor); P3 (4% tepung daun kelor). MCV: Mean Corpuscular Volume (femtoliter), MHC : Mean Corpuscular Haemoglobin (pikogram), MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration, MDA: Malondialdehyde. Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV pada penelitian ini berkisar Berdasarkan hasil analisis antara 83,62 -116,06 fl. ragam (tabel 9) diketahui bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai MCV, meskipun penambahan tepung daun kelor 1%, 2% dan 4% dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik. Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan nilai MCV mendekati kisaran nomal. Menurut Talebi et. al. (2005), MCV normal berkisar antara 115,8-125,44 fl. Penambahan tepung daun kelor dapat meningkatkan ukuran eritrosit, sehingga dapat memicu peningkatan nilai hematokrit. Ukuran sel darah merah yang besar tersebut disebabkan oleh tingginya kadar Hb dalam sel. Hasil penelitian Zanu et. al. (2012) menunjukkan nilai MCV ayam pedaging yang diberi tepung daun kelor 0%, 5%, 10% dan 15% berkisar 123,60-124,43 fl dan tidak menunjukkan perbedaan nyata secara statistik. 37 Nilai MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) Penggunaan daun kelor dalam pakan menunjukkan nilai MCH yang berbeda nyata (P<0,05). MCH adalah ukuran dari massa hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah. Semakin tinggi level penggunaan daun kelor (4%) maka semakin tinggi pula nilai MCH yang mengindikasikan bahwa penggunaan daun kelor dapat memperbaiki komponen darah. Hasil ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan Aderinola et. al. (2013), namun kontradiksi dengan hasil penelitian Zanu et. al. (2011). Nilai normal MCH menurut Talebi et. al. (2005) berkisar 47,6-53,34 Pg. Nilai MCH yang tinggi menunjukkan ukuran massa hemoglobin yang tinggi dalam sel darah merah yang menandakan kemampuan darah untuk mentransportasikan oksigen dari paru-paru ke jaringan semakin besar. Kandungan protein tinggi dalam daun kelor yang ditambahkan pada pakan dapat memperbaiki komposisi sel darah merah (Ebenebe et. al., 2012). Nilai MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) Nilai MCHC merupakan hasil pengukuran konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam sel darah merah. Nilai MCHC pada penelitian ini (Tabel 9) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) yakni berkisar antara 38,27-43,97%. Penggunaan tepung daun kelor 1% tidak berbeda nyata dengan kontrol. Penggunaan daun kelor dalam dapat meningkatkan nilai MCHC mendekati kisaran normal sesuai dengan pernyataan Talebi et. al. (2005) yaitu berkisar antara 42,4-43,17%, namun penggunaan hingga 4 % menyebabkan nilai MCHC mengalami penurunan. 38 Sel darah merah dan hemoglobin pada penelitian ini berada pada kisaran normal sehingga dikategorikan anemia normokromik. Hal ini menandakan bahwa ayam tidak menderita anemia. Zat besi yang terdapat pada daun kelor berguna untuk mencegah anemia dan penyakit terkait lainnya (Ogbe and Affiku, 2011). Pada penelitian ini tidak ditemukan penurunan nilai hematokrit, eritrosit dan hemoglobin yang berarti. Hal tersebut menandakan bahwa penggunaan tepung daun kelor hingga 4% tidak memberikan efek toksik, meskipun daun kelor mengandung zat anti nutrisi yang berupa phytat, oxalat, saponin, tannin, tripsin inhibitor dan asam sianida (Ogbe and Affiku, 2012). Pemberian tepung daun kelor dalam pakan dapat meningkatkan dan memperbaiki status hematologis karena daun kelor mengandung protein yang cukup tinggi (Ebenebe et. al., 2012; Teteh et. al., 2013; Aderinola et. al., 2013), memiliki faktor anti nutrisi yang rendah (Ogbe and Affiku, 2011), dan aktivitas antimikroba (Chivapat et al., 2012). Kelor juga mengandung komponen aktivitas antioksidan seperti vitamin C, dan E, senyawa fenol terutama flavonoid, karetenoid, dan selenium (Moyo et. al., 2012). Daun kelor merupakan tanaman yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Teteh et. al., 2013; Olugbemi et. al. 2010). Nilai MDA (Malondialdehyde) darah Nilai MDA (malondialdehyde) darah yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 0,89-0,91 nmol/mL. Meskipun daun kelor mengandung kompenen antioksidan, nilai MDA darah ayam ras pedaging yang diperoleh pada penelitian ini tidak nenunjukkan pengaruh nyata (P>0,05). MDA adalah suatu senyawa yang 39 sangat reaktif yang merupakan produk dari peroksidasi lipid dan biasanya digunakan sebagai biomarker peroksidasi lemak untuk menilai stress oksidatif (Lin et. al., 2004; Maini et. al., 2007; Mujahid et.al., 2007), semakin tinggi nilai MDA maka semakin tinggi pula tingkat stress oksidatif. Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan hingga 4% belum mampu menurunkan nilai MDA darah pada ayam ras pedaging. Semua perlakuan (termasuk kontrol) menunjukkan nilai MDA yang relatif rendah (tabel 9) dibanding hasil yang dilaporkan oleh Bijanti (2008) yakni berkisar 1,3 nmol/mL, hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadinya stress oksidatif (keadaan di mana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya). Peroksidasi lemak, kerusakan oksidatif dari protein dan DNA serta molekul biologis dapat terjadi bila keseimbangan antara aktivitas oksidasi dan antioksidan terganggu (Yang et. al., 2010; Maini et. al., 2007). Cwayita (2014) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun kelor sebagai pakan aditif pada ayam ras pedaging dapat menurunkan tingkat oksidasi lipid dalam daging dan mempertahankan kualitas daging ayam ras pedaging selama masa penyimpanan. 40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan tepung daun kelor (Moringa oliefera) dalam pakan dapat meningkatkan nilai hematokrit, kadar hemoglobin, nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC) dan menurunkan nilai leukosit, namun tidak berpengaruh terhadap jumlah eritrosit dan nilai MDA darah (tingkat stress oksidatif). Penggunaan tepung daun kelor dalam pakan hingga 4% dapat meningkatkan status kesehatan ayam ras pedaging. Saran Penambahan tepung daun kelor dalam pakan dengan level 4% sangat dianjurkan untuk diaplikasikan guna meningkatkan status kesehatan ayam ras pedaging, serta mendukung peningkatan produktivitas. 41 DAFTAR PUSTAKA Aderinola, O. A., T. A. Rafiu, A.O. Akinwumi, T. A. Alabi, and O. A. Adeagbo. 2013. Utilization of Moringa oleifera leaf as feed supplement in broiler diet. Int. J. Food Agric. Vet. Sci., 3(3): 94-102. Adeyemo, G. O. and O. G. Longe. 2007. Effects of graded levels of cottonseed cake on performance, haematological and carcass characteristics of broilers fed from day old to 8 weeks of age. Afr. J. Biotechnol., 6: 1064-1071. Allen R. G. and M. Tressini 2000. Oxidative stress and generegulation. Free Radical Biol Med. 28:463-99. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Gunungbudi : Bogor. Analysa, L. 2007. Efek penggunaan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan terhadap berat organ dalam, glukosa darah dan kolesterol darah ayam pedaging. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang. Babatunde, G. M., A. O. Fajimi, and A. O. Oyejide. 1992. Rubber seed oil versus palm oil in broiler chicken diets. Effects on performance, nutrient digestibility, haematology and carcass characteristics. Anim. Feed Sci. Technol., 35: 133–146. Banjo, O. S. 2012. Growth and performance as affected by inclusion of Moringa oleifera leaf meal in broiler chicken diet. J. Biol. Agric. Healthcare, 2: 3538. Bijanti, R. 2008. Potensi sari mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap kualitas karkas, kadar vitamin C, dan kadar malondialdehyde (MDA) dalam darah ayam pedaging. Media Kedoteran Hewan, 24 (1): 43-48. Chivapat, S., P. Sincharoenpokai, P. Suppajariyawat, A. Rungsipipat, S. Phattarapornchaiwat, and V. Chantarateptawan. 2012. Safety evaluation of ethanolic extract of Moringa oleifera Lam. Seed in experimental animals. Thai. J. Vet. Med. 42(3): 343-352. Cwayita, W. 2014. Effects of feeding Moringa oleifera leaf meal as an additive on growth performance of chicken, physico-chemical shelf-life indicators, fatty acids profiles and lipid oxidation of broiler meat. Masters Thesis Faculty of Science and Agriculture, University of Fort Hare, Alice, South Africa. Dellman, H. D. dan E . M. Brown. 1992. Histologi veteriner I. Terjemahan : R. Hartono. Universitas Indonesia, Jakarta. 42 Dienye, H. E. and O. K. Olumuji. 2014. Growth performance and haematological responses of African mud catfish Clarias gariepinus fed dietary levels of Moringa oleifera leaf meal. Net. J. Agric. Sci. 2(2); 79-88. Du, P.L., P.H. Li, R. Y. Yang, and J. C. Hsu. 2007. Effect of dietary supplementation of Moringa oleifera on growth performance, blood characteristics and immune response in broiler. J. Chinese Society Anim. Sci. 36(3): 135-146. Dzialowski, E. 2015. The cardiovaskular system. Chapter 11 in sturke’s Avian Physiology. Sixth Edition. Scanes, C. G. Academic Press Elsevier Inc. USA Ebenebe C. I., C. O. Umegechi, Aniebo, and B. O. Nweze. 2012. Comparison of haematological paramters and weight changes of broiler chicks fed different levels of Moringa oleifera diet. Inter J Agri Biosci. 1(1):23-25. Frandson, R. D., W. L. Wike and A. D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 7th Ed. Wiley-Blackell, Ames, Lowa. Gadzirayi, C.T. and J. F. Mupangwa. 2014. Feed intake and growth performance of indigenous chicks fed diets with Moringaoleifera leaf meal as a protein supplement during early brooding stage. Int. J. Poult. Sci., 13 (3): 145-150 Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20. Penerbit EGC. Jakarta. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology Gaspersz, 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito: Bandung Guyton, A. C. 1996. Buku Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-8. Bagian I. Terjemahan: Ken Ariata Tengadi. EGC. Jakarta. Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah : Irawati Setiawan. Penerbit EGC. Jakarta. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Hackbath, H., K. Buron and G. Schimansley. 1983. Strain difference in inbred rats: Influence of strain and diet on haematological traits. Laboratory Animals 17: 7-12. Huang, C., H. Jiao, Z. Song, J. Zhao, X. Wang, and H. Lin. 2015. Heat stress impairs mitocondria functions and induces oxidative injury in broiler chickens. J. Anim. Sci., 93:2144-2153. Khalil, A.H, and T.A. Eladawy. 1994. Isolation, identification and toxicity of saponins from different legumes. Food Chemistry., 50(2):197-201. Khan T. A, and Zafar F. 2005. Haematological study in response to varying doses of estrogen in broiler chicken. International journal of poultry science.10: 748-751. 43 Kinanti, A. S. 2011. Pengaruh suplementasi vitamin E dan DL methionine dalam ransum terhadap performa ayam broiler pada kondisi cekaman panas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Krisnadi, A. D. 2010. Kelor Super Nutrisi. Pusat informasi dan pengembangan tanaman kelor Indonesia. Kusnadi, E. 2008. Pengaruh temperatur kandang terhadap konsumsi ransum dan komponen darah ayam broiler. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 33(3):197-202. Lin, H., E. Decuypere, and J. Buyse, 2004. Oxidative stress induced by costicosterone administration in broiler chickens (Gallus gallus domesticus) 2. Short-term effect. Elsevier: Comparative Biochemistry and Physiology, Part B, 139: 745-751. Maini, S., S. K. Rastogi, J. P. Korde, A. K. Madan, and S. K. Shukla, 2007. Evaluation of oxidative stress and its amelioration through certain antioxidant in broiler during summer. J. Poult. Sci., 44: 339-247. Makkar, H.P.S. and K. Becker, 1996. Nutritional value dan antinutritional components of whole and ethanol extracted Moringa oleifera leaves. Anim. Feed Sci. Technol., 63: 211-228. Mitruka, B.M and H. M. Rawnsley. 1977. Clinical biochemical and haematological reference values in normal experimental animals. Masson Publishing, Inc. U.SA., pp; 21-64. Moyo, B., S. Oyedemi, P. J. Masika, and V. Muchenje. 2012. Polyphenolic content and antioxidant properties of Moringa oleifera leaf meal extracts and enzymatic activity of liver from goats supplemented with Moringa oleifera/Sunflower cake. Meat Sci., 02: 29. Mujahid, A., N. R. Pumford, W. Bottje, K. Nakagawa, T. Miyazawa, Y. Akiba, and M. Toyomizu. 2007. Mitocondrial oxidative damage in chicken skeletal muscle induced by acute heat stress. J. Poult. Sci., 44:439-445. NRC (National Research Centre). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9ed. National Academy Press : Washington DC. Odetola, O.M., O.O. Adetola, T.I. Ijadunola, O.Y. Adedeji, and O.A. Adu. 2012. Utilization of moringa (Moringa oleifera) leaves meal as a replacement for soya bean meal in rabbit’s diets. Scholarly J. Agric. Sci., 2(12) : 309-313. Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2011. Proximate study, mineral and anti-nutrient composition of Moringa oleifera leaves harvested from Lafia, Nigeria: potential, benefit in poultry nutrition and health. JMBFS., 1(3):296-308. 44 Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2012. Effect of polyherbal aqueous extract (Moringa oleifera, Arabic gum, and wild Ganoderma lucidum) in comparison with antibiotic on growth performance and haematological parameters of broilers chickens. Res. J. Recent Sci., 1(7):10-18. Ologhobo, A. D., E. I. Akangbe, I.O. Adejumo, and O. Adeleye. 2014. Effect of Moringa oleifera leaf meal as replacement for oxytetracycline on carcass characteristic of the diets of broiler chickens. Annual Res. & Review in Biology. 4(2): 423-431. Olugbemi, T.S., S.K. Mutayoba and F.P. Lekule. 2010. Effect of Moringa (Moringa oleifera) Inclusion in Cassava Based Diets Fed to Broiler Chickens. Int. J. Poult. Sci., 9 (4): 363-367. Oyawoye, E.O., and M. Ogunkunle. 1998. Physiological and biochemical effects of raw Jack beans on broilers. Proc. Ann. Conf. Nig. Soc. Anim. Prod., 23:141-142. Piliang, W. G dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. IPB Press: Bogor. Portugaliza, H.P. and T.J. Fernandez. 2011. Growth performance of Cobb broilers given varying concentration of Malunggay (Moringa oleifera Lam.) aqueous leaf extract. Online J. Anim. Feed Res., 2(6): 465-469. Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe, dan Zn pada Ayam (Gallus gallus domesticus). J. Ind. Trop. Anim. Agric. 30 (3) : 179-185. Qwele, K., Hugo, A., Oyedemi, S.O., Moyo, B., Masika, P.J. & Muchenje, V., 2013. Chemical composition, fatty acid content and antioxidant potential of meat from goats supplemented with Moringa (Moringa oleifera) leaves, sunflower cake and grass hay. Meat Sci. 93: 455-462. Rahardja, D. P. 2010. Ilmu lingkungan ternak. Makassar : Masagena Press Rahayu, N., A. Mushawwir dan D. Latipuddin. 2014. Profil malondialdehyde dan kolesterol darah ayam petelur fase layer pada temperatur humidity index yang berbeda. Universitas Padjajaran : Bandung. Rahmanto, R. 2012. Struktur histologik usus halus dan efisiensi pakan ayam kampung dan ayam broiler. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta Repetto, M., J. Semprine and A. Boveris. 2012. Lipid peroidation: chemical mechanism, biological implications and analytical determination. INTECH. 45 Rosmalawati, N. 2008.Pengaruh penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum terhadap profil darah ayam broiler periode finisher. Skripsi. IPB : Bogor Sanchez, N. R., E. Sporndly and I. Ledin, 2005. Effect ofdifferent levels of foliage of Moringa oleifera to creole dairy cows on intake, digestibility, milk productionand composition. Livest., Sci., 2810: 8. Santos, F.B.O, A.A. Santos Jr., E.O. Oviendo R., and P.R. Ferket. 2012. Influence of housing system on growth performance and intestinal health of salmonella-challenged broiler chickens. Acd. J. Inc. Sarjono, H. T. 2008. Efek penggunaan tepung daun kelor (Moringa oleifera, lam) dalam pakan terhadap persentasekarkas, persentase deposisi daging dada, persentase lemak abdominal dan kolesterol daging ayam pedaging. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang. Schalm. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Editor: Douglas J, Weiss, K., Jane W. Blackwell Publishing Ltd, Oxford. Scheele, C.W., C. Kwakernaak and V. D. J. D. Klis.1997. The increase of metabolic disorders in poultry affecting health, stress, welfare. In: proceeding of the Fifth European Symposium on Poultry Welfare, Edited by Koene, P and Blokhuis, H. J. Wangeningen Agricultural University and the Institute of animal Science and Health : Netherlands. Smith, J. B, dan S. Mangkooewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia: Jakarta. Sonjaya, H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press: Bogor. Sonjaya, H. 2015. Penuntun Praktikum Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas peternakan. Universitas Hasanuddin: Makassar. Suarez, M., M. Haenni, S. Canarelli, F. Fisch, P. Chodanowski, C. Servis, O. Michelin, R. Frietag, P. Moreillon and N. Mermod. 2005. StructureFunction characterization and optimization of a plant-derived antibacterial peptide. Antibacterial Agents Chemotherapy, 49: 3847-3857. Swenson, M. J. 1993. Physiological Properties and Cellular and Chemical Constituent of Blood in Dukes Physiology of Domestic Animals. 11th ed. Comstock Publishing Associates a division of Cornell University Press Ithaca and London. Talebi, A., S. A. Rezaei, R. R. Chai and R. Sahraei. 2005. Comparative studies on haematological value of broiler strains. Int. J. Poult. Sci., 4(8):573-579. 46 Tamam, M., S. Hadisaputro, Sutarya, I. Setianingsih, Djokomoeljanto, dan Ag. Soemantri. 2012. Hubungan antara stress oksidatif dengan kadar hemoglobin pada penderita thalassemia/Hbe. J. Ked. Brawijaya, 27 (1): 3842. Teteh, A., E. Lawson, K. Tona, E. Decuypere and M. Gbeassor. 2013. Moringa oleifera leaves: Hydro-alcoholic extract and effect on growth performance of broilers. Int. J. Poult. Sci., 12(7): 401-405. Ülkü, G. Ş., M. Erişir., M. Çiftçi and T. S. Pınar. 2014. Effects of cage and floor housing systems on fattening performance, oxidative stress and carcass defects in broiler chicken. Kafkas Univ Vet Fak Derg 20(5): 727-733. Valenzuela, A. 1991. The biological significance of malondialdehyde determination in the assesment of tissue oxidatif stress. Life Sci., 49: 301309. Wangcharoen, W. and S. Gomolmanee. 2013. Antioxidant activity changes during hot-air drying of Moringa oleifera leaves. Maejo Int. J. Sci. Technol., 7(3): 35-363. Widada, W. 2014. Sel darah merah dapat mengalami stress. Universitas Muhammadiyah Jember : Jember. Yang, L., G. Y. Tan, Y. Q. Fu, J. H. Feng, and M. H. Zhang. 2010. Effects of acute heat stress and subsequent stress removal on funtion of hepatic mitochondrial respiration, ROS production and lipid peroxidation in broiler chickens. Elsevier: Comparative Biochemistry and Physiology, Part C, 151: 204-208. Yuliani, S., Wasito dan H. Wuryastuti. 2002. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kadar madondialdehyde plasma pada tikus yang diberipakan lemak tinggi. J. Sain Vet.,20(1): 9-14. Zanu H.K, P. Asiedu, M. Tampuori, M. Abada, and I. Asante. 2012. Possibilities of using moringa (Moringa oleifera) leaf meal as a partial substitute for fishmeal in broiler chickens diets. Online J. Anim. Feed Res., 2(1): 70-75. 47 Lampiran 1. Hasil analisis ragam nilai hematokrit ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan Perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 21.7000 1.44049 5 P1 (1%) 25.0000 1.41421 5 P2 (2%) 24.1000 1.91703 5 P3 (4%) 27.3000 .97468 5 Total 24.5250 2.46275 20 Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum df Mean of Squares Square Corrected Model 80.438a 3 26.813 Intercept 12029.513 1 12029.513 Perlakuan 80.437 3 26.812 Error 34.800 16 2.175 Total 12144.750 20 Corrected Total 115.238 19 a. R Squared = .698 (Adjusted R Squared = .641) F 12.328 5.531E3 12.328 Sig. .000 .000 .000 48 Multiple Comparisons Mean (I) (J) Difference perlakuan perlakuan (I-J) Std. Error LSD P0 P1 Lower Bound Upper Bound -3.3000* .93274 .003 -5.2773 -1.3227 P2 -2.4000* .93274 .020 -4.3773 -.4227 P3 -5.6000 * .93274 .000 -7.5773 -3.6227 3.3000 * .93274 .003 1.3227 5.2773 P2 .9000 .93274 .349 -1.0773 2.8773 P3 -2.3000 * .93274 .025 -4.2773 -.3227 2.4000 * .93274 .020 .4227 4.3773 P1 -.9000 .93274 .349 -2.8773 1.0773 P3 -3.2000* .93274 .003 -5.1773 -1.2227 P0 5.6000* .93274 .000 3.6227 7.5773 P1 2.3000 * .93274 .025 .3227 4.2773 3.2000 * .93274 .003 1.2227 5.1773 P0 P3 Sig. P1 P0 P2 95% Confidence Interval P2 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.175. *. The mean difference is significant at the .05 level. Hematokrit Subset perlakuan Duncana N 1 2 3 P0 5 P2 5 24.1000 P1 5 25.0000 P3 5 Sig. 21.7000 27.3000 1.000 .349 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.175. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. 49 Lampiran 2. Hasil analisis ragam jumlah sel darah merah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan Perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 2.6300 .33494 5 P1 (1%) 2.3470 .25406 5 P2 (2%) 2.3050 .17197 5 P3 (4%) 2.3580 .11145 5 Total 2.4100 .25188 20 Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. .330a 3 .110 2.015 .152 Intercept 116.162 1 116.162 2.124E3 .000 perlakuan .330 3 .110 2.015 .152 Error .875 16 .055 Total 117.367 20 1.205 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .274 (Adjusted R Squared = .138) 50 Lampiran 3. Hasil analisis ragam kadar hemoglobin ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan Perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 8.3800 .64576 5 P1 (1%) 9.5400 .61887 5 P2 (2%) 10.5600 .90443 5 P3 (4%) 11.1200 .71554 5 Total 9.9000 1.26366 20 Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 21.820a 3 7.273 13.659 .000 Intercept 1960.200 1 1960.200 3.681E3 .000 perlakuan 21.820 3 7.273 13.659 .000 Error 8.520 16 .533 Total 1990.540 20 30.340 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .719 (Adjusted R Squared = .667) 51 Multiple Comparisons Dependent Variable:Hb Mean (I) (J) Difference perlakuan perlakuan (I-J) LSD P0 Lower Bound Upper Bound .46152 .023 -2.1384 -.1816 -2.1800 * .46152 .000 -3.1584 -1.2016 -2.7400 * .46152 .000 -3.7184 -1.7616 P0 1.1600* .46152 .023 .1816 2.1384 P2 -1.0200* .46152 .042 -1.9984 -.0416 P3 -1.5800 * .46152 .003 -2.5584 -.6016 2.1800 * .46152 .000 1.2016 3.1584 1.0200 * .46152 .042 .0416 1.9984 P3 -.5600 .46152 .243 -1.5384 .4184 P0 2.7400 * .46152 .000 1.7616 3.7184 1.5800 * .46152 .003 .6016 2.5584 .5600 .46152 .243 -.4184 1.5384 P3 P0 P1 P3 Sig. -1.1600 P2 P2 Std. Error * P1 P1 95% Confidence Interval P1 P2 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .533. *. The mean difference is significant at the .05 level. Hb Subset perlakuan Duncana N 1 2 3 P0 5 P1 5 P2 5 10.5600 P3 5 11.1200 Sig. 8.3800 9.5400 1.000 1.000 .243 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .533. 52 Lampiran 4. Hasil analisis ragam jumlah sel darah putih ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan Perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 27.0000 3.70810 5 P1 (1%) 21.5000 1.04583 5 P2 (2%) 17.0000 2.09165 5 P3 (4%) 16.7500 1.42522 5 Total 20.5625 4.77237 20 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Leukosit Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 347.734a 3 115.911 21.819 .000 Intercept 8456.328 1 8456.328 1.592E3 .000 perlakuan 347.734 3 115.911 21.819 .000 Error 85.000 16 5.312 Total 8889.062 20 Corrected Total 432.734 19 a. R Squared = .804 (Adjusted R Squared = .767) 53 Multiple Comparisons Dependent Variable:Leukosit Mean (I) (J) Difference perlakuan perlakuan (I-J) Std. Error LSD P0 Upper Bound 1.45774 .002 2.4097 8.5903 10.0000 * 1.45774 .000 6.9097 13.0903 P3 10.2500 * 1.45774 .000 7.1597 13.3403 P0 -5.5000* 1.45774 .002 -8.5903 -2.4097 P2 4.5000* 1.45774 .007 1.4097 7.5903 P3 P0 P1 P3 P3 Lower Bound 5.5000 P2 P2 Sig. * P1 P1 95% Confidence Interval P0 P1 P2 4.7500 * 1.45774 .005 1.6597 7.8403 -10.0000 * 1.45774 .000 -13.0903 -6.9097 -4.5000 * 1.45774 .007 -7.5903 -1.4097 .2500 1.45774 .866 -2.8403 3.3403 -10.2500 * 1.45774 .000 -13.3403 -7.1597 -4.7500 * 1.45774 .005 -7.8403 -1.6597 -.2500 1.45774 .866 -3.3403 2.8403 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.313. *. The mean difference is significant at the .05 level. Leukosit Subset perlakuan Duncana N 1 2 P3 5 16.7500 P2 5 17.0000 P1 5 P0 5 Sig. 3 21.5000 27.0000 .866 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.313. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. 54 Lampiran 5. Hasil analisis ragam nilai MCV (Mean Cospuscular volume) ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 83.6200 12.26654 5 P1 (1%) 1.0725E2 9.99427 5 P2 (2%) 1.0461E2 5.04762 5 P3 (4%) 1.1606E2 8.29454 5 Total 1.0288E2 14.88914 20 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MCV Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 2833.520a 3 944.507 10.963 .000 Intercept 211706.465 1 211706.465 2.457E3 .000 perlakuan 2833.520 3 944.507 10.963 .000 Error 1378.525 16 86.158 Total 215918.509 20 4212.045 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .673 (Adjusted R Squared = .611) 55 Multiple Comparisons Dependent Variable:MCV Mean (I) (J) Difference perlakuan perlakuan (I-J) LSD P0 Lower Bound Upper Bound 5.87053 .001 -36.0750 -11.1850 -20.9920 * 5.87053 .003 -33.4370 -8.5470 -32.4380 * 5.87053 .000 -44.8830 -19.9930 P0 23.6300* 5.87053 .001 11.1850 36.0750 P2 2.6380 5.87053 .659 -9.8070 15.0830 P3 -8.8080 5.87053 .153 -21.2530 3.6370 P0 * 5.87053 .003 8.5470 33.4370 P1 -2.6380 5.87053 .659 -15.0830 9.8070 P3 -11.4460 5.87053 .069 -23.8910 .9990 P0 * 5.87053 .000 19.9930 44.8830 P1 8.8080 5.87053 .153 -3.6370 21.2530 P2 11.4460 5.87053 .069 -.9990 23.8910 P3 P3 Sig. -23.6300 P2 P2 Std. Error * P1 P1 95% Confidence Interval 20.9920 32.4380 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 86.158. *. The mean difference is significant at the .05 level. MCV Subset perlakuan Duncana N 1 2 P0 5 P2 5 1.0461E2 P1 5 1.0725E2 P3 5 1.1606E2 Sig. 83.6200 1.000 .082 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 86.158. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. 56 Lampiran 6. Hasil analisis ragam nilai MCH (Mean Cospuscular Haemoglobin) ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 32.2460 4.47580 5 P1 (1%) 40.8680 3.15046 5 P2 (2%) 46.0360 5.59287 5 P3 (4%) 47.1940 2.89646 5 Total 41.5860 7.15809 20 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MCH Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 695.016a 3 231.672 13.309 .000 Intercept 34587.908 1 34587.908 1.987E3 .000 perlakuan 695.016 3 231.672 13.309 .000 Error 278.511 16 17.407 Total 35561.436 20 973.528 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .714 (Adjusted R Squared = .660) 57 Multiple Comparisons Dependent Variable:MCH (I) (J) perlaku perlaku Mean Difference an an (I-J) Std. Error LSD P0 Upper Bound 2.63871 .005 -14.2158 -3.0282 -13.7900 * 2.63871 .000 -19.3838 -8.1962 -14.9480 * 2.63871 .000 -20.5418 -9.3542 P0 8.6220* 2.63871 .005 3.0282 14.2158 P2 -5.1680 2.63871 .068 -10.7618 .4258 P3 -6.3260 * 2.63871 .029 -11.9198 -.7322 13.7900 * 2.63871 .000 8.1962 19.3838 P1 5.1680 2.63871 .068 -.4258 10.7618 P3 -1.1580 2.63871 .667 -6.7518 4.4358 P0 14.9480 * 2.63871 .000 9.3542 20.5418 6.3260 * 2.63871 .029 .7322 11.9198 1.1580 2.63871 .667 -4.4358 6.7518 P3 P0 P3 Lower Bound -8.6220 P2 P2 Sig. * P1 P1 95% Confidence Interval P1 P2 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 17.407. *. The mean difference is significant at the .05 level. MCH Subset perlakuan Duncana N 1 2 3 P0 5 P1 5 40.8680 P2 5 46.0360 P3 5 Sig. 32.2460 46.0360 47.1940 1.000 .068 .667 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 17.407. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. 58 Lampiran 7. Hasil analisis ragam nilai MCHC (Mean Cospuscular Haemoglobin Concentration) ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan Perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) 38.6280 1.72923 5 P1 (1%) 38.2700 3.55945 5 P2 (2%) 43.9680 4.28541 5 P3 (4%) 40.8020 3.44749 5 Total 40.4170 3.88302 20 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MCHC Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 102.840a 3 34.280 2.987 .062 Intercept 32670.678 1 32670.678 2.847E3 .000 perlakuan 102.840 3 34.280 2.987 .062 Error 183.639 16 11.477 Total 32957.157 20 286.479 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .359 (Adjusted R Squared = .239) 59 Multiple Comparisons Dependent Variable:MCHC (I) (J) Mean perlaku perlaku Difference an an (I-J) LSD P0 P1 P2 Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound P1 .3580 2.14266 .869 -4.1842 4.9002 P2 * 2.14266 .024 -9.8822 -.7978 P3 -2.1740 2.14266 .325 -6.7162 2.3682 P0 -.3580 2.14266 .869 -4.9002 4.1842 P2 -5.6980* 2.14266 .017 -10.2402 -1.1558 P3 -2.5320 2.14266 .255 -7.0742 2.0102 P0 5.3400 * 2.14266 .024 .7978 9.8822 5.6980 * 2.14266 .017 1.1558 10.2402 P3 3.1660 2.14266 .159 -1.3762 7.7082 P0 2.1740 2.14266 .325 -2.3682 6.7162 P1 2.5320 2.14266 .255 -2.0102 7.0742 P2 -3.1660 2.14266 .159 -7.7082 1.3762 P1 P3 95% Confidence Interval -5.3400 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 11.477. *. The mean difference is significant at the .05 level. MCHC Subset perlakuan Duncana N 1 2 P1 5 38.2700 P0 5 38.6280 P3 5 40.8020 P2 5 Sig. 40.8020 43.9680 .279 .159 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 11.477. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. 60 Lampiran 8. Hasil analisis ragam nilai MDA (Malondialdehyde) darah ayam ras pedaging yang diberi tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam pakan perlakuan Mean Std. Deviation N P0 (0%) .90214 .027704 5 P1 (1%) .89354 .022746 5 P2 (2%) .91194 .028409 5 P3 (4%) .90382 .008998 5 Total .90286 .022414 20 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MDA Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. .001a 3 .000 .524 .672 Intercept 16.303 1 16.303 3.001E4 .000 perlakuan .001 3 .000 .524 .672 Error .009 16 .001 Total 16.313 20 .010 19 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .089 (Adjusted R Squared = -.081) 61 Lampiran 9. Suhu rata-rata mingguan kandang selama pemeliharaan Minggu Minimum (OC) Maksimal (OC) I 25 32.4 II 24 30.3 III 24.3 30.7 IV 24.1 31.1 V 25.4 30.3 Rata-rata 24.56 30.96 62 Lampiran 10. Dokumentasi penelitian Pemeliharaan ayam pada masa starter Pemeliharaan ayam pada masa finisher Pencampuran pakan Pengolahan sampel darah Analisis nilai MDA darah Perhitungan jumlah sel darah 63 RIWAYAT HIDUP Tri Astuti, lahir di Panyili, Kabupaten Bone pada tanggal 16 Januari 1995, sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Muhaemin dan Ibu Mira. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah sebagai murid akademik di SD Negeri 209 Kajaolaliddong. Kemudian setelah lulus tahun 2006, melanjutkan studi di Madrasah Tsanawiyah No. 3 Bakke, lulus tahun 2009 dan melanjutkan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Watampone, lulus pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, pada tahun yang sama penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Selama berada di bangku perkuliahan, selain penulis sempat aktif sebagai asisten laboratorium di Laboratorium Mikrobiologi Hewan dan Laboratorium Produksi Ternak Unggas, penulis juga sempat menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Universitas Hasanuddin. 64