Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 1 PENERAPAN METODE PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ANAK USIA DINI Suci Maulida Dr. H. Dede Margo Irianto, M.Pd 1 Endah Silawati M.Pd2 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi dengan masih rendahnya kemampuan berpikir kritis anak. Kondisi ini menstimulasi peneliti untuk melaksanakan penelitian mengenai penggunaan metode percobaan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak usia dini. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain PTK Elliot. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelompok BI TK Tunas Unggulan Kecamatan Gede bage Kota Bandung yang berjumlah 16 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen performa, lembar observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Perolehan nilai rata-rata dalam setiap siklusnya terdiri dari siklus I indikator mampu menujukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, nilai presentasenya pada siklus I sebesar 12%. Pada siklus II sebesar 16%. Pada siklus III sebesar 37%. Untuk Indikator mengenal dan memprediksi sebab akibat pada siklus I adalah 4%, siklus II adalah 10%, dan siklus III adalah 39%. Kemudian untuk indikator mampu menujukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan pada siklus I sebesar 6%. Pada siklus II sebesar 14% dan pada siklus III sebesar 37%. Dari hasil penelitian yang dilakukan menujukkan bahwa melalui metode percobaan sederhana, kemampuan berpikir kritis anak usia dini mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut maka metode percobaan sederhana bisa menjadi alternatif bagi pembelajaran di PAUD khususnya dalam mengenalkan bidang sains. Dalam pembelajaran di PAUD, untuk menerapkan metode percobaan sederhana, sebaiknya pada setiap kegiatan dirancang lebih menarik dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan anak. Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis, Metode Percobaan Sederhana, Anak Usia Dini 1 2 Penulis Penanggung Jawab 1 Penulis Penanggung Jawab 2 Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. PENERAPAN METODE PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ANAK USIA DINI Suci Maulida Dr. H. Dede Margo Irianto, M.Pd 1 Endah Silawati M.Pd2 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRACT This research is motivated with the low critical thinking skills of children. These conditions stimulated researchers to carry out research about the use of experimen methods to develop the critical thinking skills of very young learners. This research implemented by design PTK Elliot. Participants in this research were students in group BI TK Tunas Unggulan subdistrict Gede bage Bandung which amounts to 16 people. Collecting data in this research using instruments performance, observation sheet, field notes, and documentation. Acquisition of the average value in each cycle consists of cycle 1 indicator capable of showing activity explorative and probing, percentage value in cycle I is 12%. In cycle II is 16%. And in cycle III is 37%. For indicator able to recognize and predict causal in cycle I is 6%, in cycle II is 10%. And in cycle III is 39%. Then for indicator able to show initiative to ask or answer questions in cycle is 6%. In cycle II is 14% and in cycle III is 37%. From the results of the research conducted shows that through a simple experiment method, critical thinking ability children experience increased. Based on the experimental method can became alternative by learning in early childhood of education especially on introduce sains. On learning in early childhood of education to implementation simple experimental method, recommended of the activity plant more better and adjusted with need childreen. Kata Kunci: Critical Thinking, Simple Experimental Method, Very Young Learners 1 2 Penulis Penanggung Jawab 1 Penulis Penanggung Jawab 2 2 Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 3 Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia nol sampai enam tahun. Pada saat ini anak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam seluruh aspek perkembangannya. Sejalan dengan Berk (dalam Sujiono, 2009, hlm. 6) yang mengungkapkan bahwa “pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia.” Bahkan para ahli menyebutnya sebagai golden age atau usia keemasan. Kondisi inilah yang kemudian harus dimanfaatkan lingkungan untuk mengupayakan anak agar mampu bertumbuh dan berkembang secara optimal. Selain itu, perkembangan anak usia dini merupakan pondasi atau dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian optimalisasi tumbuh kembang anak sejak dini perlu diupayakan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menunjang optimalisasi tumbuh kembang anak adalah stimulasi pendidikan. Berbagai kebutuhan tersebut harus dipenuhi sejak anak lahir dan bahkan ketika anak masih dalam kandungan. Dalam aplikasinya pemenuhan ini memerlukan upaya kerjasama antara lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan bahkan lingkungan sekolah anak yaitu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak. PAUD pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan serta perkembangan anak. Sebagaimana yang diatur dalam permendiknas no.58 tahun 2009 bahwa perkembangan anak dalam aspek perkembangan kognitif untuk anak usia 5-6 tahun yakni dalam capaian perkembangannya yakni anak mampu memprediksi sebab akibat (sains). Memprediksi sebab akibat berarti salah satu pertunjukkan kemampuan berpikir anak yang nantinya akan menghasilnkan sebah pemikiran kritis dalam perkembangannya. perkembangan anak usia dini yang perlu dikembangkan pula salah satunya yakni perkembangan kognitif yang berkenaan dengan kemampuan berpikir kritis anak. Kemampuan berpikir kritis anak penting untuk dikembangkan pada anak yakni mengingat bahwasannya sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta anak seringkali mengeksplorasi bendabenda disekitarnya, hal tersebut merupakan pertunjukkan kemampuan awal anak untuk berpikir secara kritis dan lingkungan harus memfasilitasinya secara baik. Namun pada kenyataannya anak belum terfasilitasi akan perkembangan terkait kemampuan berpikir kritisnya. Seiring dengan hal tersebut Piaget (Sujiono, 2009, hlm. 60) mengatakan bahwa ‘Perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar’. Dalam pendapat tersebut dapat diartikan bahwa anak mampu megembangkan kemampuan kognitifnya jika anak mampu difasilitasi secara baik dengan lingkungan fisik dan sosial yang memadai dan dapat membuat anak mengembangkan rasa ingin tahunya yang nantinya akan berkembang menjadi kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan pengamatan di TK Tunas Unggulan, peneliti menemukan adanya masalah yakni rendahnya kekritisan anak dalam berpikir. Umumnya dalam pengembangan berpikir anak lebih di tekankan pada kegiatan yang bersifat matematis, salah satunya yakni kegiatan calistung. Guru masih belum banyak Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. mengembangkan konsep berpikir kritis anak melalui sains. Disamping itu kegiatan-kegiatan uji coba terhadap suatu benda masih belum banyak dikenalkan pada anak. Anak masih mengetahui secara dasar saja tanpa mengetahui akan proses kejadian sains tersebut.. Guru hanya berbantu media yang tidak sepenuhnya anak dapat eksplorasi sendiri seperti lembar kerja anak, buku cerita. Kondisi objektif kemampuan berpikir kritis anak usia dini yang ditemukan di TK Tunas Unggulan berdasarkan pengamatan peneliti yakni menujukkan bahwa secara umum kemampuan berpikir kritis anak kurang. Kurangnya kekritisan anak disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi, guru masih menggunakan metode tanya jawab, bercakap-cakap dan penugasan dari LKS yang tersedia di sekolah. Guru masih kurang memahami metode pembelajaran yang menarik dan inovatif untuk anak. Pembelajaran yang biasa digunakan seharihari terkesan monoton untuk anak. Dalam pembelajaran, anak umumnya masih kurang begitu aktif dan komunikatif karena pembelajaran berpusat seluruhnya kepada guru tanpa melibatkan anak secara aktif. Anak tidak diberi kesempatan untuk mencoba dan mengeksplorasi ataupun mencoba membuktikan sesuatu berdasarkan temuannya sendiri. Disamping itu guru jarang sekali menggunakan metode percobaan (eksperimen), karena pembelajaran hanya terpaku pada pengerjaan LKS. Disamping itu pembelajaran anak terlihat jarang dikemas melalui bermain atau permainan. Pembelajaran yang diberikan guru kepada anak masih belum terlihat menyenangkan bagi anak karena tidak terlihatnya unsur bermain didalam sebuah pembelajaran dikelas Pada dasarnya anak membutuhkan pembelajaran yang menyenangkan yang mampu memberikan anak pengalaman secara langsung dalam prosesnya, salah satunya dengan kegiatan melakukan percobaan. Dengan kegiatan tersebut anak bisa memahami bagaimana pembelajaran sains yang sebenarnya selain itu juga percobaan mampu menstimulasi anak untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya khususnya kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran sains yang disajikan dengan sebuah metode yang menarik akan membuat anak lebih termotivasi dalam mengembangkan seluruh potensi dalam memahami sebab akibat dari sebuah proses kejadian, oleh karena itu banyak hal yang dapat anak lakukan didalam sebuah kegiatan bermain sains, karena melalui bermain sains anak berkembang secara optimal. Dalam kegiatan bermain sains anak biasanya diajak untuk melakukan percobaan. Dengan kegiatan percobaan mampu mengajak anak untuk menyenangi dan menarik minat anak dalam kegiatan yang dilakukannya tersebut. Memberikan kesempatan mengujicoba kepada anakanak berarti mendorong mereka untuk berani mencoba. Suatu sifat mental yang kini amat berharga dan langka didunia orang dewasa. Banyak orang dewasa terpenjara oleh ketakutan dan kecemasan dalam mencoba sesuatu dan mengambil resikonya, karena kecemasan dan ketakutan itu lahir oleh pikiran sendiri. Pada kenyataannya sering dijumpai orang-orang yang tak berani mengambil resiko dan memilih untuk diam. Jika kesempatan untuk berani mencoba terus menerus diberikan kepada anak-anak, maka sangat mungkin kelak mereka tumbuh menjadi manusia penempuh resiko, sang pembuka jalan, sang pencatat sejarah. Percobaan mampu memberikan kesempatan luas kepada anak dalam pengembangan pengetahuan serta daya pikirnya. Adanya pendapat tersebut memberikan pengertian bahwa sebuah pengetahuan anak harus dapat melibatkan anak ke dalam praktik salah satunya dengan metode percobaan, sehingga anak mampu memfasilitasi sendiri mengenai 4 Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 5 rasa ingin tahunya yang tinggi melalui sebuah pengalaman dengan percobaan tersebut. Pengetahuan yang diperoleh anak berguna sebagai modal berpikir. Adanya hal demikian, peneliti mengusulkan metode percobaan sederhana sebagai kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk menstimulus, memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak terutama dalam konteks pembelajaran sains. METODE Penelitian merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK menurut Mulyasa (2009, hlm. 11) merupakan “suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan”. Abidin (2011, hlm. 217) mengemukakan bahwa “PTK adalah penelitian yang dilakukan untuk memecahkan masalah, mengkaji langkah pemecahan itu sendiri dan memperbaiki proses pembelajaran secara berulang atau bersiklus”. Hal ini dilatarbelakangi dengan masalah yang berkenaan dengan masalah kekritisan anak usia dini dalam berpikir, guru melakukan penelitian tindakan kelas untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak usia dini melalui metode percobaan sederhana. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk memperbaiki dan memecahkan masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak. Penelitian akan berdasarkan desain penelitian model Elliot yang direncanakan dalam 3 siklus pada masing-masing siklus tersebut terdiri dari 3 tindakan. Partisipan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Pihak yang terlibat yaitu kepala sekolah, anak-anak, guru kelas, dosen pembimbing skripsi, pihak UPI kampus Cibiru dan pihak lainnya yang ikut serta dan mendorong dalam pelaksanaan penelitian ini. Sasaran yang dijadikan penelitian ini adalah anak. Lokasi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah TK Tunas Unggulan Kecamatan Gede Bage Kota Bandung. Sekolah tersebut beralamat di Komplek Adipura Jl. Cemara E-1 Gede BageBandung. Definisi operasional yang sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis anak merupakan kemampuan untuk kecakapan atau kemampuan mengkritisi menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, menganalisis, mengkritik untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat berdasarkan pertimbangan atau referensi. Dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis anak dituntut untuk dapat melakukan sesuatu dengan pengoptimalan daya pikirnya agar anak mampu memiliki pemikiran yang kritis khususnya dalam bidang sains. Adapun kemampuan berpikir kritis yang sesuai dengan indikator adalah (1) Mampu menujukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, (2) Mampu mengenal dan memprediksi sebab-akibat, (3) Mampu menujukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan. 2. Metode Percobaan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Metode Percobaan ialah metode pengajaran yang menekankan pada praktik langsung dengan melakukan sebuah percobaan dan mengamati proses yang terjadi dimana didalamnya siswa berperan aktif dalam praktiknya. Adapun prosedur ataupun strategi penerapan metode percobaan adalah (1) Guru memilih masalah sederhana yang akan diuji cobakan, (2) Guru memilih dan menganalisis apakah masalah tersebut dapat dijawab dengan cara uji coba, (3) Anak melakukan pengamatan dan mengidentifikasi objek yang anak teliti, (4) Guru melakukan tanya jawab mengenai apa yang diujicobakan atau yang anak temukan saat anak melakukan percobaan, (5) Guru Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. mengajak anak untuk membuat sebuah kesimpulan dari sebuah hasil percobaan yang anak lakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan perencanaan yaitu mempersiapkan berbagai perlengkapan penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan antara lain rencana kegiatan harian (RKH), gambar problematif, alat dan media pembelajaran, serta berbagai instrumen penelitian. Penelitian siklus I dilaksanakan pada tanggal 20, 22, dan 24 April 2015. Siklus II pada tanggal 27 April, 4 dan 6 Mei 2015. Siklus III pada tanggal 18, 20, dan 22 Mei 2015. Berdasarkan waktu tersebut, setiap siklus dilaksanakan selama 3 hari dengan setiap hari terdiri dari 1 tindakan. Setiap tindakan pada setiap siklus memiliki fokus bahan ajar yang berbeda. Setiap tindakan bahan ajar yang diberikan kepada anak memiliki tingkat penyederhanaan. Tindakan dilaksanakan dengan mengacu pada RKH yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan penutup. Pada kegiatan inti identik diisi oleh kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode percobaan sederhana kemudian diikuti oleh kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. Pada siklus I peneliti menyajikan sebuah pembelajaran dengan metode percobaan sederhana dengan tema alam semesta yakni dengan subtema pada tindakan I adalah gejalan alam (gunung meletus), pada tindakan 2 yakni gejala alam (pelangi) dan pada tindakan 3 subtema gejala alam (angin). Pada kegiatan siklus I penyampaian bahan ajar disajikan secara klasikal. Sebelum melakukan percobaan guru memberi contoh terlebih dahulu agar anak memahami langkahlangkah dalam melakukan percobaan, hal ini juga didukung oleh pendapat Masitoh, Setiasih, dan Djoehaeni (2003, hlm. 179) mengemukakan bahwa “modelling adalah contoh yang dapat diterima oleh anak”. Berbagai temuan esensial yang ditemukan pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut. Proses pembelajaran pada siklus I dilaksanakan melalui metode percobaan sederhana Dalam hal ini permainan sains dipandu peneliti yang didesain untuk mengaktifkan seluruh anak. Namun pada saat praktiknya, anak masih kebingungan dan takut melakukan percobaan karena metode percobaan sangat asing bagi anak, hal ini sejalan dengan pendapat Sebagaimana pendapat dari Schickedanz (dalam hartati, 2007 hlm.44) bahwa “jika suatu pengalaman belajar tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk menciptakan pengetahuan baru, maka pembelajaran itu akan membosankan dan bila pengalaman itu terlalu asing bagi anak maka pengalaman itu akan membuat anak cemas”. Maka dari itu masih saja terdapat anak yang kebingungan saat anak hendak melakukan percobaan. Pada kegiatan inti khususnya saat melakukan percobaan sebagian besar anak melakukannya dengan antusias. Pada saat sebelum percobaan saat guru menjelaskan dan melakukan tanya jawab, hanya sebagian anak yang aktif memberi jawaban dan pertanyaan yang dilontarkan kepada guru. Hal ini dimungkinkan karena anak masih ragu dan malu saat melontarkan jawaban ataupun pertanyaan dan hanya menjawab ketika ditanya secara individual. Selain itu juga pada tindakan satu ada satu orang anak yang enggan melakukan kegiatan percobaan karena ketakutan tangannya terluka akibat semburan buatan dari gunung meletus. Guru menjelaskan dan meyakini anak tersebut bahwa hal tersebut tidak akan melukainya dan mendampingi anak tersebut untuk melakukan percobaan. Disamping itu juga terdapat seorang anak selalu berdiri dan mendekati guru saat memberikan penjelasan mengamati guru saat demonstrasi percobaan yang ditampilkan secara jelas. Berkali-kali guru dan observer mengkondisikan anak untuk duduk, hasilnya anak hanya mampu duduk 6 Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 7 sebentar lalu berdiri kembali, dengan demikian posisi duduk untuk pembelajaran selanjutnya harus dipertimbangkan khususnya saat kegiatan tanya jawab dan menjelaskan bahan ajar yang akan disampaikan. Dalam hal ini guru bisa mendesainnya dengan seluruh anak diposisikan berhadapan dengan alat-alat percobaan yang akan didemonstrasikan. Pada saat percobaan ada tiga orang anak sangat antusias mencoba berulangkali percobaan. Hal ini dimungkinkan ketiga anak itu memiliki ketertarikan pada pembelajaran sains.. Pada saat guru mendemonstrasikan percobaan yang akan dilakukan, anak cukup terlihat antusias, bahkan berkali-kali anak selalu meminta untuk segera melakukan percobaan. Desain penyampaian bahan ajar anak yang dilakukan secara klasikal nampaknya kurang mampu menstimulasi anak untuk dapat memunculkan kekritisan anak karena ketika guru menjelaskan bahan ajar penghantar percobaan yang dilakukan secara klasikal pun nampaknya kurang mampu menstimulasi anak, ketika guru bertanya namun hanya sebagian anak sudah mampu menjawab, anak lain tidak ikut menjawab. Hal ini terjadi disinyalir terjadi karena merasa sudah terwakili oleh anak yang telah menjawab. Selain itu faktor yang menjadi penyebab hal ini pun disinyalir karena anak terlalu fokus memperhatikan bahan dan alat-alat yang akan digunakan saat percobaan atau yang dipertunjukkan kepada anak sebelum anak melakukan percobaan. Sehingga saat guru bertanya, anak tidak terlalu fokus untuk memberikan jawaban. Pada siklus II peneliti menyajikan sebuah pembelajaran dengan metode percobaan sederhana dengan tema pedesaan dan air api udara yakni dengan subtema pada tindakan I adalah ciri-ciri pedesaan (kebun), pada tindakan 2 yakni subtema air (manfaat air) dan pada tindakan 3 subtema air (sumber air). Pada kegiatan siklus II bahan ajar disajikan melalui buku cerita bergambar. Hal ini dilakukan karena guru berusaha untuk menyajikan media dan metode yang lebih menarik dalam pembelajaran sejalan dengan Sagala (2006, hlm.19) bahwa “guru harus menggunakan metode dan media yang bervariasi sehingga dapat mengurangi rasa bosan pada anak”. Adapun temuan saat proses pembelajaran bahwa yang terlihat ada dua orang yang selalu asyik bermain saat kegiatan apersepsi menjadi perhatian bagi anak lainnya. Saat pembelajaran juga ada seorang anak yang hanya mampu memperhatikan tanpa melakukan tanya jawab tanya jawab. Namun demikian bahwa pada tindakan dua dan tiga anak yang belum mampu bertanya jawab terus distimulasi dan terdapat perkembangan walau hanya dapat mengungkapkan kata “iya” dan “tidak” atau hanya sekedar menggeleng-gelengkan dan menganggukan kepala. Pada kegiatan inti khususnya saat melakukan percobaan sebagian besar anak melakukannya dengan antusias. Pada saat sebelum percobaan saat guru menjelaskan dan melakukan tanya jawab, hanya sebagian anak yang aktif memberi jawaban dan pertanyaan yang dilontarkan kepada guru. Hal ini dimungkinkan karena anak masih ragu dan malu saat melontarkan jawaban ataupun pertanyaan dan hanya menjawab ketika ditanya secara individual. Selain itu juga pada tindakan satu ada satu orang anak yang enggan melakukan kegiatan percobaan karena ketakutan tangannya terluka akibat semburan buatan dari gunung meletus. Guru menjelaskan dan meyakini anak tersebut bahwa hal tersebut tidak akan melukainya dan mendampingi anak tersebut untuk melakukan percobaan. Disamping itu juga terdapat seorang anak selalu berdiri dan mendekati guru saat memberikan penjelasan mengamati guru saat demonstrasi percobaan yang ditampilkan secara jelas. Berkali-kali guru dan observer mengkondisikan anak untuk duduk, hasilnya anak hanya mampu duduk Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. sebentar lalu berdiri kembali, dengan demikian posisi duduk untuk pembelajaran selanjutnya harus dipertimbangkan khususnya saat kegiatan tanya jawab dan menjelaskan bahan ajar yang akan disampaikan. Dalam hal ini guru bisa mendesainnya dengan seluruh anak diposisikan berhadapan dengan alat-alat percobaan yang akan didemonstrasikan. Pada saat percobaan ada tiga orang anak sangat antusias mencoba berulangkali percobaan. Hal ini dimungkinkan ketiga anak itu memiliki ketertarikan pada pembelajaran sains.. Pada saat guru mendemonstrasikan percobaan yang akan dilakukan, anak cukup terlihat antusias, bahkan berkali-kali anak selalu meminta untuk segera melakukan percobaan. Desain penyampaian bahan ajar anak yang dilakukan secara klasikal nampaknya kurang mampu menstimulasi anak untuk dapat memunculkan kekritisan anak karena ketika guru menjelaskan bahan ajar penghantar percobaan permainan yang dilakukan secara klasikal pun nampaknya kurang mampu menstimulasi anak. Setelah anak melakukan percobaan guru memberi apresiasi berupa reward. Anak yang sudah hebat melakukan hari ini diberikan penghargaan agar anak mamp lebih antusias kembali dalam mengikuti percobaan. Ahmad dkk. (2014, hlm. 129) berpendapat bahwa “penghargaan yang diberikan pada anak bisa berupa stiker, tulisan-tulisan pada kertas warna warni yang bisa direkatkan di papan prestasi anak di rumah dengan double-tape atau selotip”. Selain itu juga pengargaan dapat berupa kata-kata, pujian atau acungan jempol sehingga anak mampu termotivasi ketika diberikan penghargaan tersebut. Menindaklanjuti berbagai kondisi di atas, maka pada siklus III, peneliti melaksanakan percobaan dengan melibatkan penyajian materi berbantu video pembelajaran dan penyederhanaan materi yang akan diujicobakan. Pelibatan video pembelajaran ini cukup membelajarkan anak untuk mengerti materi percobaan secara tepat. Bertemali dengan kegiatan percobaan pada siklus III dilaksanakan dengan tema air api udara yakni dengan subtema pada tindakan I adalah udara (manfaat udara), pada tindakan 2 yakni subtema udara (sumber udara) dan pada tindakan 3 subtema udara (macam-macam udara). Pada kegiatan siklus III bahan ajar disajikan berbantu video pembelajaran. Kegiatan pengembangan berpikir kritis di siklus III ini dalam penyampaian pemahaman kepada anak dikemas melalui video pembelajaran. Sebelum anak melakukan percobaan, terlebih dahulu guru meminta anak untuk menonton video pembelajaran yang berkaitan dengan tema. Hal tersebut dimaksudkan agar anak mudah untuk memahami materi yang akan diajarkan kepada anak dan atau sebagai stimulasi untuk tahap berpikir kritis anak. Pada kegiatan percobaan, anak sudah mampu telihat berkembang dan bereksplorasi dengan aktif sehingga membangun beberapa pertanyaan untuk menjawab rasa kepenasaran atas temuannya, sejalan dengan teori Piaget (Sujiono, 2009, hlm. 60) mengatakan bahwa ‘perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar’. Dalam prosesnya pada siklus III anak terlihat sangat antusias karena guru lebih menyederhanakan kembali kegiatan percobaan serta memilih percobaan yang lebih menarik untuk anak sehingga lebih mengundang ketertarikan anak untuk dapat bereksploratif secara aktif sejalan dengan pendapat Abidin (2009, hlm. 61) bahwa “salah satu prinsip APE yaitu motivasional yaitu membangkitkan minat anak sehingga mendorong anak untuk memainkannya”. Pada teori tersebut guru mengaplikasikannya dengan memilih media yang lebih menarik digunakan dalam 8 Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 9 percobaan dan media tersebut juga dapat mudah digunakan oleh anak. Berdasarkan serangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, secara umum kemampuan anak dalam berpikir kritis sudah baik dan mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap siklusnya. Peningkatan kemampuan berpikir kritis anak dapat diketahui dari sajian gambar grafik siklus I di bawah ini. 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 59% 48% 32% 20% 12% 46% 35% 19% 4% 20%20% 6% Menunjukkan Mengenal dan Menujukkan aktivitas yang memprediksi inisiatif bersifat sebab-akibat bertanya atau eksploratif menjawab dan pertanyaan menyelidik Bintang 1 Bintang 2 Bintang 3 Bintang 4 Berdasarkan grafik diatas, dari hasil setiap tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, perkembangan kemampuan berpikir kritis anak dapat dikatakan belum berkembang dengan baik. Hal ini terlihat dengan jelas pada ketiga indikator, dimana belum terdapat satu anak pun yang berkembang sesuai harapan atau mendapatkan bintang empat. Pada indikator anak mampu menujukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, nampaknya anak sudah berkembang karena yang mendapat bintang satu hanya 20%. Kemudian yang mendapat bintang dua 32% dan yang mendapat bintang tiga 48% dan anak nampaknya juga belum berkembang pada indikator ini yakni 12% anak medapat bintang empat. Sedangkan pada indikator anak mampu mengenal dan mamprediksi sebab-akibat, pada kedua indikator tersebut anak sudah mulai berkembang dengan presentase anak yang mendapatkan bintang satu 19%. Untuk anak yang mendapat bintang dua sejumlah 46% dan yang mendapat bintang tiga 35% serta anak belum mampu berkembang dibintang empat yakni 4%. Pada indikator mampu menjukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan yang mendapat bintang satu 59%, yang mendapat bintang dua hanya 20% dan yang mendapat bintang tiga 20% serta belum berkembang pada bintang empat yakni 6% Adapun kemampuan berpikir kritis yang terlihat pada saat kegiatan percobaan siklus II dapat dilihat dari grafik berikut ini 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 52% 49% 50% 39% 19% 11% 0% 44% 18% 23% 15% 0% Menunjukkan Mengenal Menujukkan aktivitas yang dan inisiatif bersifat memprediksi bertanya eksploratif sebab-akibat atau dan menjawab menyelidik pertanyaan Bintang 1 Bintang 2 Bintang 3 Bintang 4 Berdasarkan grafik diatas, dari hasil setiap tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, perkembangan kemampuan berpikir kritis anak dapat dikatakan belum berkembang dengan baik. Hal ini terlihat dengan jelas pada ketiga indikator, dimana belum terdapat satu anak pun yang berkembang sesuai harapan atau mendapatkan bintang empat. Pada indikator anak maampu menujukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, nampaknya anak sudah berkembang karena yang mendapat bintang satu hanya 20%. Kemudian yang mendapat bintang dua 32% dan yang mendapat bintang tiga 48% dan anak nampaknya juga sudah berkembang pada indikator ini yakni 0% anak medapat bintang empat. Sedangkan pada indikator anak mampu mengenal dan mamprediksi sebab-akibat, pada kedua indikator tersebut anak sudah mulai berkembang dengan presentase anak Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. yang mendapatkan bintang 0%. Untuk anak yang mendapat bintang dua sejumlah 27% dan yang mendapat bintang tiga 29% serta anak sudah mampu berkembang dibintang empat yakni 75%. Pada indikator mampu menjukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan yang mendapat bintang satu 0%, yang mendapat bintang dua hanya 5% dan yang mendapat bintang tiga 10% serta berkembang pada bintang empat yakni 85%. Adapun kemampuan berpikir kritis yang terlihat pada saat kegiatan percobaan siklus III dapat dilihat dari grafik berikut ini 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 62% 56% 52% 38% 34% Bintang 1 23%21% 11% 4% 0% 0% 0% Bintang 2 Bintang 3 Menunjukkan Mengenal Menujukkan Bintang 4 aktivitas yang dan inisiatif bersifat memprediksi bertanya atau eksploratif sebab-akibat menjawab dan pertanyaan menyelidik Berdasarkan grafik diatas, dari hasil setiap tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, perkembangan kemampuan berpikir kritis anak dapat dikatakan belum berkembang dengan baik. Hal ini terlihat dengan jelas pada ketiga indikator, dimana belum terdapat satu anak pun yang berkembang sesuai harapan atau mendapatkan bintang empat. Pada indikator anak maampu menujukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, nampaknya anak sudah berkembang karena yang mendapat bintang satu hanya 0%. Kemudian yang mendapat bintang dua 4% dan yang mendapat bintang tiga 34% dan anak nampaknya juga sudah berkembang pada indikator ini yakni 62% anak medapat bintang empat. Sedangkan pada indikator anak mampu mengenal dan mamprediksi sebab-akibat, pada kedua indikator tersebut anak sudah mulai berkembang dengan presentase anak yang mendapatkan bintang 0%. Untuk anak yang mendapat bintang dua sejumlah 23% dan yang mendapat bintang tiga 21% serta anak sudah mampu berkembang dibintang empat yakni 56%. Pada indikator mampu menjukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan yang mendapat bintang satu 0%, yang mendapat bintang dua hanya 11% dan yang mendapat bintang tiga 52% serta berkembang pada bintang empat yakni 38%. Dari hasil penelitian selama siklus I, siklus II dan siklus III dapat terlihat peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I terlihat masih banyak anak yang kemampuan berpikirnya belum berkembang, hal ini disebabkan karena anak masih belum terbiasa dengan metode percobaan sederhana. Disamping itu stimulasi guru masih belum sepenuhnya menyentuh pemikiran anak dan kegiatan percobaan yang masih belum sepenuhnya mengembangkan kekritisan dan pemahaman pada anak. Setelah dilaksanakan siklus I, II, dan III, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis anak dengan menggunakan metode percobaan sederhanasemakin berkembang, hal ini dapat dilihat dari presentase peningkatan setiap indikator. Untuk lebih jelasnya guru akan merumuskan rata-rata perkembangan kemampuan berpikir kritis anak setiap indikator pada setiap siklusnya sehingga akan terlihat jelas peningkatan yang terjadi. KESIMPULAN Proses pengembangan kemampuan berpikir kritis anak dalam kemampuan menujukkan inisiatif yang bersifat eksploratif dan menyelidik, memprediksi sebab akibat, dan menunjukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan dengan menerapkan metode percobaan sederhana dilaksanakan selama tiga siklus. Pada siklus I perkembangan anak masih belum sesuai harapan, akan tetapi pada siklus ke II 10 Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini, Volume, Nomor, Juni, 2015 11 dan ke III terlihat kemajuan dibandingkan siklus 1. Pada siklus 1 anak masih kurang aktif dan masih bingung dalam melaksanakan percobaan karena metode percobaan sederhana dirasa masing asing bagi anak, selain itu juga guru masih belum dapat mengkondisikan anak dengan baik. Pada siklus II anak sudah mulai paham dalam mengikuti proses percobaan, hal ini terlihat saat anak sudah mulai aktif dan antusias ketika mengikuti percobaan karena kegiatan maupun media yang digunakan lebih disederhanakan dan lebih menarik untuk anak. Pada siklus III anak sudah paham betul dan mampu melaksanakan kegiatan percobaan secara mandiri tanpa bantuan guru, dalam prosesnya pun anak sudah mampu mempertujukkan pemikiran kritis yang berkembang secara baik, hal ini dikarenakan guru menggunakan media yang bervariatif dan berwarna membuat pembelajaran lebih disenangi anak dan berlangsung sesuai harapan. Disamping itu pendukung lainnya yakni pengkondisian terutama pengkondisian tempat duduk sangat menentukan keberhasilan penelitian menggunakan metode percobaan. Selain itu pula adanya reward dan motivasi menambah antusiasme anak dalam melaksanakan kegiatan. Antusiasme yang tinggi dalam melaksanakan percobaan berdampak pada perkembangan kemampuan berpikir kritis anak yang yang berkembang secara signifikan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis anak setelah melakukan kegiatan pembelajaran melalui metode percobaan sederhana mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari instrumen yang didapat dari hasil observasi, catatan lapangan selama berlangsungnya pembelajaran dari awal sampai akhir pada setiap siklus. Pada siklus I anak belum mampu menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik, mengenal dan memprediksi sebab akibat dan menujukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan karena anak masih terlihat kaku dan asing saat melakukan percobaan dan guru masih belum bisa mengkondisikan anak secara baik. Pada siklus II anak sudah paham dan mampu dalam melaksanakan kegiatan percobaan, dalam prosesnya pun sudah mempertunjukkan kemampuan berpikir kritis seperti banyak bertanya dan antusias mengeksplorasi meskipun terkadang memerlukan bantuan guru. Pada siklus III anak sudah mampu memprediksi, mengeksplorasi dan bertanya jawab dengan tidak ragu-ragu, hal ini dikarenakan kegiatan percobaan nampaknya sudah mampu menstimulasi pemikiran kritis anak, sehingga perkembangan kemampuan berpikir kritis anak sudah sesuai dengan harapan. Nilai rata-rata perkembangan kemampuan berpikir kritis anak diperoleh peningkatan pada siklus I yakni dalam kemampuan menunjukkan inisiatif yang bersifat eksploratif dan menyelidik sebesar 12% dan pada siklus II sebesar 16% serta pada siklus III sebesar 37% dan nilai ratarata perkembangan kemampuan berpikir kritis anak dalam kemampuan mengenal dan memprediksi sebab akibat pada siklus I sebesar 4% dan pada siklus II sebesar 10% serta pada siklus III sebesar 39%. Sementara itu untuk kemampuan menunjukkan inisiatif bertanya atau menjawab pertanyaan siklus I sebesar 6% dan pada siklus II sebesar 14% serta pada siklus III sebesar 37%. Dengan demikian, metode percobaan sederhana dapat meningkatkan proses dan hasil belajar anak dalam pengembangan berpikir kritis anak. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2009). Bermain Pengantar bagi Penerapan Pendekatan Beyond Centers And Circle Time (BCCT) dalam Dimensi PAUD. Bandung: Rizky Press. Suci Maulida, Endah Silawati, Dede Margo Irianto, Penerapan Metode Percobaan Sederhana untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini. Abidin, Y. (2011). Penelitian dalam Gamintan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung: Rizqi Press Ahmad, dkk. (2014). Sekolah yang Menyenangkan. Bandung: Nuansa Cendikia Hartati, S. (2007). How to be a good teacher and to be a good mother. Jakarta: Enno Media Masitoh, Setiasih, O., & Djoehaeni, H. (2003). Pendekatan Belajar Aktif di Taman kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Kependidikan Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA Sujiono, Y. N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta 12