Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN : 2541-0849 Vol. 1, no 2 Oktober 2016 MANIFESTASI SPRITUALITAS KRISTEN DI ERA MODERN Fereddy Siagian Akademi Maritim Cirebon email: [email protected] Abstrak Kehidupan spiritualitas orang-orang percaya didasari oleh iman yang tertuju kepada Yesus Kristus. Dengan percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang telah menebus dosa-dosa dunia dan yang telah bangkit, maka mereka menerima karunia Roh, yaitu Roh Kudus tinggal di dalam kehidupan mereka. Mereka memiliki hidup yang baru yang berada di dalam kasih Allah. Spiritualitas adalah suatu konsep yang memiliki definisi yang sangat luas. Begitu luasnya, sehingga sangat sulit untuk menemukan makna atau esensi yang sesungguhnya dari konsep spiritualitas. Begitu luasnya, sehingga mustahil untuk merumuskan konsep spiritualitas dalam sebuah kalimat. Konsep spiritualitas telah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan terus-menerus mengalami perkembangan hingga sampai saat ini. Konsep spiritualitas pada Zaman gereja awal yang dikembangkan oleh Paulus tentunya akan sangat berbeda jikalau dibandingkan dengan konsep spiritualitas pada Zaman Modern atau masa kini. Manifestasi spiritualitas ini mendorong kehidupan orang percaya baik secara pribadi dan komunal – sesuai tugas panggilannya masing-masing - bergumul dan berjuang untuk mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah: kasih, keadilan, kuasa, dan damai sejahtera di tengah-tengah kehidupan sosial yang dihadapinya Roh Kudus memimpin Gereja untuk hadir di setiap konteks di mana ia ada dan dapat menunaikan tugas esensi panggilan-Nya. Gereja yang sejati adalah Gereja yang berdoa memohon kepada Roh Allah agar menguduskan kehidupannya; dan menjadikannya sebagai alat Tuhan untuk dapat menjadi ‘terang dan garam’ guna mendatangkan pembaruan di masyarakat dan dunia. Kata Kunci : Manifestasi, Spritualitas Kristen, Modern Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern Pendahuluan Di tengah-tengah zaman yang semakin sekuler dan materialistis, kehidupan manusia sering kali mengalami kekeringan di dalam batinnya. Kondisi zaman yang demikian acapkali memunculkan kebutuhan yang mendalam di dalam diri manusia untuk secara serius menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas. Secara umum, yang dimaksudkan dengan spiritualitas di sini adalah usaha pencarian manusia terhadap realitas transenden, baik itu berupa sesuatu yang dipercaya sebagai realitas Ilahi atau nilai-nilai luhur yang mana manusia dapat memilikinya agar hidup mereka menjadi saleh. Usaha untuk mengubah hati adalah dengan cara mengolah pikiran, perasaan, dan tubuh. Berbagai upaya yang sering dilakukan oleh beberapa golongan yakni mereka mengolah pikirannya dengan menghafal ayat-ayat dari kitab, dan melakukan pengosongan pikiran. Ada pula yang mengolah tubuhnya dengan berpuasa. Ada yang meninggalkan kehidupan dunia lalu memilih untuk menyendiri atau menyepi. Tetapi bukan itu upaya membangun spiritualitas yang sejati. Manusia telah tercemar oleh dosa. Masalah utama dan terbesar bagi pengembangan spiritualitas sejati adalah hati manusia yang sudah tercemar oleh dosa. Karena itu, sia-sialah melatih pikiran dan perasaan positif, melatih tubuh dan mencari lingkungan sosial yang baik, jika hati sudah rusak oleh dosa, sekalipun tindakan beragama manusia sudah begitu baik. “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semuanya orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). Semua itu dikarenakan “Yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya.” (Kej 8:21) Fenomena munculnya ketertarikan terhadap hal-hal spiritualitas juga dapat dilatarbelakangi oleh situasi transisi – situasi perubahan yang tidak menentu arahnya di dalam sosial, ekonomi, dan politik - di suatu masyarakat dan bangsa. Bagi orang-orang Jawa, suatu masa yang disebut sebagai masa kalabendu – sebuah masa ketika aneka bencana seperti gempa bumi, banjir air dan lumpur, tanah longsor, gunung meletus, kekerasan, kekacauan, kelaparan besar bertubi-bertubi menimpa suatu masyarakat dan bangsa – dapat menjadi latar belakang munculnya kerinduan yang sangat besar terhadap hal-hal spiritualitas. Orang-orang bertanya “Mengapa kami mengalami bencana yang Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 67 Fereddy Siagian tragis ini?”; “Apa maksudnya bencana tragis ini bagi kehidupan kami?”; “Apakah ini suatu pertanda bahwa selama ini hidup kami tidak berada di jalan yang ‘lurus’ sehingga kami harus melakukan taubat?”;dst. Walaupun ada fenomena ketertarikan yang luar biasa terhadap hal-hal spiritualitas sebagai reaksi terhadap zaman sekuler, materialistis, dan situasi perubahan yang tidak menentu. Namun demikian tidak ada kesepakatan tentang pendefinisian terhadap istilah spiritualitas. Hal ini karena pendefinisian istilah tersebut bergantung pada berbagai sudut pandang yang beragam dari para pemeluk aliran-aliran kepercayaan, agama-agama, dan kelompok-kelompok tertentu. Ambil contoh sebagian besar penganut aliran kebatinan di Indonesia mengartikan arti kata spiritualitas sebagai usaha pengolahan diri manusia untuk mencapai budi luhur dan kesempurnaan. Tujuan pengolahan diri ini untuk mencari dan menemukan sifat-sifat ilahi di dalam batin manusia terdalam. Karena di dalam bagian yang terdalam itu ada ‘Roh Suci’ manusia yang menyatakan ‘inti-pati yang hakiki di dalam diri manusia’ ataupun “jiwanya yang sejati.” “Sebab itu dapat diajarkan, bahwa manusia harus mengarahkan pandangannya ‘ke dalam,’ kepada batinnya yang sedalam-dalamnya, supaya menyadari serta mengalami keesaannya dengan sumber-hidup yang kekal ilahi”. Jika agama-agama orientasi spiritualitasnya lebih bersifat theosentris, sebaliknya kebatinan lebih bersifat anthroposentris. Ada juga pendefinisian spiritualitas tertentu, yaitu yang mempunyai sifat keterarahannya kepada alam seperti pantheisme, yang mendasari pencarian spiritualitasnya pada alam dan berusaha untuk mengalami kedalaman kesatuan dengan alam.6 Jenis spiritualitas ini marak juga pada zaman sekarang, yaitu di dalam Gerakan Zaman Baru (GZB).7 Para pengikut GZB mengkombinasikan kepercayaan mereka dengan perkembangan informasi sosial dan teknologi maju.8 Di dalam GZB, spiritualitas9 menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam usaha mentransformasi diri sendiri agar dapat menemukan sumber asli bagi hidupnya. Sumber asli itu adalah kehidupan yang harmonis dengan alam 68 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern Pembahasan Spiritualitas berasal dari bahasa Latin spiritus artinya ‘roh, jiwa atau semangat.’ Dalam bahasa Ibrani ruach dan bahasa Yunani pneuma yang berarti ‘angin atau nafas.’ Jadi spiritualitas dapat diartikan sebagai ‘semangat yang menggerakkan sesuatu.’ Alkitab mencatat perbandingan orang dengan spiritulitas dan yang tidak. Dalam Surat 1 Korintus, digunakan kata pneumatikos untuk menegur golongan tertentu di dalam Jemaat Korintus yang menganggap diri mereka ‘spiritual atau rohani’. Mereka merasa memiliki karunia-karunia istimewa, yaitu karunia nubuat dan bahasa roh. Namun walaupun hidup dipenuhi karunia-karunia tetapi mereka masih hidup di dalam pertengkaran, percabulan, penyembahan berhala, ajaran sesat dan semacamnya. Paulus menyebut mereka sebagai manusia duniawi yang tidak dapat menerima hal-hal spiritual yang berasal dari Roh Allah. Sementara manusia duniawi adalah manusia psukhikos “bersifat jiwa, alamiah” (1Kor. 2:13-15; 15:44-46); dan sarkikos “bersifat daging” (1Kor. 3:1; 9:11-13). Manusia duniawi hidup tanpa Roh Allah dan oleh karena itu mereka tidak dapat mengerti hal-hal yang spiritual. Sebaliknya manusia spiritual adalah manusia yang dapat menilai segala sesuatu karena hidupnya dipimpin oleh Roh Allah dan memiliki pikiran Yesus Kristus. (1Kor. 2:15-16). Kehidupan spiritualitas orang-orang percaya didasari oleh iman yang tertuju kepada Yesus Kristus. Dengan percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat yang telah menebus dosa-dosa dunia dan yang telah bangkit, maka mereka menerima karunia Roh, yaitu Roh Kudus tinggal di dalam kehidupan mereka. Berdasarkan karunia Roh yang diterima dan tinggal di dalam hidup orang-orang percaya, maka kehidupan mereka yang lama diperbarui. Mereka memiliki hidup yang baru yang berada di dalam kasih Allah. Dengan demikian maka kehidupan spiritualitas Kristen merupakan kasih karunia dan anugerah Allah semata-mata. Kehidupan spiritualitas ada karena kasih karunia dan anugerah Allah yang mengerjakan dan mengaruniakan keselamatan bagi orang-orang percaya melalui karya penebusan Yesus Kristus di atas kayu salib. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa munculnya kehidupan spiritualitas di dalam diri orang-orang percaya inisiatifnya datang dari Allah. Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 69 Fereddy Siagian Memiliki kehidupan spiritualitas sejati berarti memiliki kesadaran spiritualitas yang peka dan jernih terhadap realitas kehadiran Allah, baik di dalam kehidupan pribadi sebagai orang percaya maupun di dalam kehidupan bersama dengan orang lain. Di wilayah-wilayah kehidupan apa pun misalnya kehidupan emosional pribadi, sosial, ekonomi, moral, seksual, profesi, hubungan dengan sesama dan semacamnya tidak dibiarkan lepas dari kesadaran spiritualitas tersebut. Hal ini didasari pada pengakuan yang sepenuhnya bahwa tidak ada satupun bagian kehidupan orang-orang percaya yang boleh terpisah dari kehadiran Allah. Akibatnya kehidupan yang dijalani oleh orang percaya adalah kehidupan yang kudus dan benar. Hidupnya mengalami proses dituntun dan diajar oleh Roh Kudus untuk mengenal dan mendalami kebenaran Kristus sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab. 1. Spritualitas Kristen dan Beragama Kristen Beragama keagamaan, ditunjukkan tetapi spiritualitas dalam lebih bentuk melaksanakan berbicara tentang upacara-upacara semangat apa yang menggerakkan seseorang melakukan upacara keagamaan. Beragama berbicara tentang apa yang tampak di luar, tetapi spiritualitas berbicara tentang apa yang terjadi di dalam. Spiritualitas yang sejati akan melahirkan tindakan keagamaan yang sejati. Tetapi spiritualitas yang palsu akan menghasilkan tindakan keagamaan yang semu. Itulah sebabnya ada orang yang kelihatan keagamaannya begitu baik yakni rajin beribadah, rajin membaca firman Tuhan, rajin melayani, tekun berdoa dan bahkan fasih berkhotbah, tetapi sekaligus hidup di dalam berbagai dosa dan kejahatan. Hal itu kemungkinan besar karena ia memiliki spiritualitas yang palsu. Tuhan Yesus sangat mengecam orang-orang yang demikian, karena biasanya mereka hidup di dalam kemunafikan. Berulang kali Yesus mengecam kemunafikan orang Farisi dan ahli Taurat. Allah pun membenci segala perayaan keagamaan orang-orang Israel karena mereka memperkaya dirinya sendiri tanpa mempedulikan orang-orang miskin: “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyiannyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar” (Amos 5:21-23). Seorang 70 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern pelayan Tuhan bisa kelihatan baik di gereja dan masyarakat, tetapi di dalam keluarganya ia tampak begitu jahat. Ini tanda spiritualitas palsu. 2. Ciri Khas Spritualitas Kristiani Masih banyak sisi lain dari ciri khas atau karakter spiritual Kristen. Sebagian besar karakter spiritual kristen dapat dikatakan buah Roh (Gal 5:22-23). Orang percaya yang memiliki spiritualitas kristiani maka di dalam dirinya akan nampak ciri khas seperti : Pertama, ia orang yang berbeda. Boleh dikatan bahwa berbagai perselisihan moral yang terbesar pada setiap zaman bukanlah perselisihan dalam teori moral, tetapi pada kemampuan untuk membedakan masalah yang sebenarnya. Karakter spiritual yang baik merupakan inti nasihat Paulus yang berbunyi, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2). Kedua, adalah keberanian. Ini merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik pada waktu keadaan kacau dan sulit. Karakter spiritual yang baik memiliki keberanian bekerja dengan baik pada saat pencobaan menimpa, dan keadaan tidak menyenangkan. Keberanian adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik sementara menghadapi ancaman dalam kehidupan, gangguan keamanan, tantangan masa depan, dan tuntutan pengorbanan atas sesuatu yang sangat dikasihi. Ketiga, penguasaan diri merupakan sifat baik yang ketiga. Penguasaan diri ini berarti menguasai hidup kita sendiri. Mampu mengelola, mengendalikan, dan mengatur segala sesuatu yang sedang terjadi di dalam diri kita. Dengan pertolongan Roh Allah, karakter spiritual orang kristen yang telah menyerahkan hidupnya pada Kristus akan menguasai dirinya sedemikian rupa tanpa membiarkan keadaan, barang apa pun atau siapa pun yang menguasainya. Seperti karunia Roh lainnya, penguasaan diri perlu dilatih sebab jika tidak maka akan kehilangan karunia itu. Keempat, adil. Karakter spiritual orang kristen yang membuahkan keadilan selalu memutuskan untuk bertindak adil dan tidak memperlakukan seseorang berbeda dengan orang lain. Para nabi menuntut keadilan, serta mengemukakan perkara Tuhan melawan Israel, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 71 Fereddy Siagian apakah yang dituntut Tuhan daripadamu; selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu? (Mikha 6:8). 3. Manifestasi Spritulitas Kristen Sedikitnya ada tiga manifestasi Spiritualitas Kristen di dalam kehidupan orangorang percaya. Ketiga spiritualitas itu adalah kehidupan spiritualitas yang dicirikan dengan persekutuan yang intim di dalam kehidupan pribadi orang percaya bersama dengan Allah; kehidupan spiritualitas yang ada di dalam komunitas orang percaya; dan yang terakhir adalah kehidupan spiritualitas yang dinyatakan di dalam praksis. Ketiga manifestasi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Mereka adalah saling menyatu, memperkaya, dan mengisi satu sama lainnya. Ketiganya merupakan kesatuan yang utuh dan penuh yang butuh diekspresikan di dalam kehidupan orang-orang percaya. Persekutuan Yang Intim Antara Kehidupan Orang Percaya Dan Allah Tujuan dari spiritualitas Kristen adalah untuk mencapai persekutuan yang intim antara orang percaya dengan Allah. Persekutuan yang intim ini sering disebut sebagai unio mystica (persatuan atau persekutuan mistik) dengan Allah. Di sini kata mistik tidak berarti sebuah rahasia,18 “but in its use to indicate the mystery of God‘s love for us revealed in Christ – and is a secret, or a mystery, not because it is kept secret, on the contrary it is something to be proclaimed and made known... and accessible to us in the life, death, and resurrection of Christ.” Dengan kata lain unio mystica adalah persekutuan yang sangat mendalam antara orang percaya dengan Allah yang telah menyatakan diri-Nya untuk diketahui dan dikenal melalui pribadi Yesus Kristus. Unio mystica ini mendapat dasarnya dari Alkitab seperti di dalam Injil Yohanes 10:30 “Aku dan BapaKu adalah satu”; 17:11 (bdk. Ayb. 21, 22, 23; Fil. 1:23) “...supaya mereka menjadi satu seperti kita.” Melalui unio mystica ini, orang percaya dapat ‘membenamkan (immerse)’ dirinya di dalam kehadiran Allah dan di kedalaman kasihNya secara pribadi (juga dapat secara komunal) melalui disiplin-disiplin rohani seperti berdoa, berpuasa, kontemplasi, membaca Firman Tuhan dsb. Di dalam sejarah gereja di masa lalu, usaha untuk Unio mystica secara radikal di dalam kehidupan orang percaya banyak dilakukan melalui kehidupan di monasteri atau pertapaan Kristen dengan cara hidup selibat dan menarik diri dari keramaian. Seorang teolog mengatakan bahwa jika perginya orang-orang percaya ke pertapaan 72 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern Kristen sebagai reaksi terhadap keadaan dunia yang semakin dipenuhi hawa nafsu yang jahat, maka hal itu masih dapat dikatakan mempunyai nilai positif. Oleh karena tindakan tersebut menunjukkan sikap protes terhadap keterpurukan kehidupan manusia di dalam dosa. Tetapi jika kepergian itu sebagai usaha mengisolasi diri dari dunia karena dunia semata-mata dianggap jahat secara keseluruhannya, maka tindakan tersebut adalah keliru. Tindakan ini tidak sesuai dengan dengan pernyataan Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes 17:18 (baca juga ay. 15, 16) yang mengatakan: “sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” Unio mystica yang dilakukan melalui disiplin-disiplin rohani mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan kehidupan spiritualitas orang percaya. Misalnya hal ini dapat dicontohkan dalam tradisi spiritualitas pengikut-pengikut Ordo Fransiskan yang terlibat pelayanan supervisi di dalam pastoral klinis. “…a Fransiscan has committed himself/herself to an on-going personal prayer life containing at least one hour a day of contemplative prayer. This daily contemplative prayer may facilitate the person’s growth in becoming more Christlike in compassion for oneself and others.” Catatan untuk ditegaskan di sini bahwa bukan disiplin-disiplin rohani itu sendiri yang memperbarui hidup orang-orang percaya, tetapi Allah bekerja menyatakan anugerahNya melalui tekad dan kesungguhan orang-orang dalam melakukan hal-hal tersebut. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Foster sebagai berikut: God has given us the Disciplines of the spiritual life as a means of receiving His grace. The Disciplines allow us to place ourselves before God so that He can transform us … The Disciplines are God’s ways of getting us into the ground; they put us where He can work within us and transform us. By themselves the Spiritual Disciplines can do nothing; they can only get us to the place where something can be done. They are God’s means of grace. The inner righteousness we seek is not something that is poured on our heads. God has ordained the Disciplines of the spiritual life as the means by which we are placed where He can bless us. Kehidupan Spiritualitas di dalam Komunitas Orang Percaya Kehidupan spiritualitas setiap pribadi orang percaya mendapat konteksnya di dalam sebuah komunitas orang percaya. Kehidupan spiritualitas yang dihidupi secara sendirian dan terisolasi dari sebuah komunitas adalah bukan manifestasi kehidupan spiritualitas Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 73 Fereddy Siagian Kristen yang benar. Karena kehidupan spiritualitas yang seperti itu dapat memunculkan sikap egois, sombong, serta memunculkan sikap ketidakpedulian terhadap sesamanya. Kehidupan spiritualitas di dalam komunitas orang percaya sebenarnya mencerminkan kehidupan Allah Trinitas. Seorang penulis berkata bahwa Allah Bapa sejak dari mulanya tidak pernah sendirian dan terisolasi dari pribadi-pribadi lainnya, Ia ada di dalam komunitas, yaitu di dalam komunitas Allah Trinitas. Jika Allah Bapa adalah kasih maka Allah Bapa butuh mengekspresikan dan menyatakan kasih-Nya kepada kedua pribadi Allah Trinitas lainnya dan demikian juga sebaliknya. Kasih tidak dapat diekspresikan jika tanpa adanya komunitas; dan kasih yang tidak diekspresikan maka kasih itu tidak berfungsi. Pentingnya sebuah komunitas di dalam membangun kehidupan spiritualitas pribadi orang percaya juga ditegaskan oleh pengajaran Tuhan Yesus tentang doa. Tuhan Yesus menegaskan apabila dua atau tiga orang berkumpul – di dalam sebuah komunitas - sehati dan sepikir di dalam doa maka Allah ada di tengah-tengah mereka (Mat. 18:20; bdk. Mat. 5:23-24, 1Kor. 12; Rm. 12:3-8). Allah menghendaki agar setiap pribadi orang percaya dapat terus menerus - di dalam proses kehidupan yang aktif, dinamis, dan progresif melalui tuntunan dan pimpinan Roh Kudus - menumbuhkan dan menghidupkan kehidupan spiritualitasnya masing-masing di dalam sebuah komunitas. Hal ini penting agar kehidupan spiritualitas mereka dapat ‘dikawal’ oleh komunitas sehingga jika terjadi penyimpangan dapat dikoreksi oleh komunitas dengan berdasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Namun juga bisa terjadi sebaliknya ketika komunitas orang percaya telah berjalan jauh dari Allah, maka Allah memperingatkan mereka melalui nabi-nabi-Nya yang diutus kepada mereka. Dalam hal ini kehidupan spiritualitas komunitas “dikawal” dan dikoreksi oleh hamba-hamba-Nya yang Allah kirim.Bersama-sama dan di dalam komunitas, orang percaya dapat menghayati dan mengalami juga unio mystica bersama Allah. Rasul Paulus dan penulis PB lainnya menggambarkan unio mystica secara komunal dengan memakai gambaran komunitas orang beriman sebagai Tubuh Kristus (Rm. 12:3 dst.; 1Kor. 12:14 dst.), mempelai perempuan Kristus (Ef. 5:27 dst.; Why. 21:9), umat Allah (Gal. 6:15-16; Ef. 2:12; Ibr. 8:8-10; 1Ptr. 2:9; 1Kor. 10:1-10; Rm. 15:8-10); komunitas Roh Kudus (1Kor. 3:16; Ef. 2:17-22; 1Ptr. 2:4-7) dsb. 74 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern Manifestasi kehidupan spiritualitas Kristen bersama di dalam sebuah komunitas mempunyai tujuan untuk membentuk kesatuan dalam penyembahan yang tertuju kepada Allah (worship); pembangunan rohani bersama antar orang percaya; kesatuan iman, kasih, dan pengharapan bersama; kerjasama pelayanan bersama dengan diperlengkapi karunia-karunia rohani; penghayatan sakramen bersama; dan kesaksian hidup komunal Kristen di dalam kata dan perbuatan kepada komunitas lainnya dsb. Masing-masing komunitas orang percaya yang berada di berbagai denominasi gereja boleh mempunyai konfesi (pernyataan iman gerejawi lokal teruntuk aliran gerejanya sendiri), bentuk pemerintahan gerejawi, dan ajaran penekanan teologi yang beragam sesuai dengan konteksnya pergumulannya masing-masing. Namun demikian perbedaanperbedaan tersebut sebaiknya tidak menjadi penghambat dan penghalang bagi persatuan gereja. Kehidupan spiritualitas bersama yang berpusat kepada Kristus dan Allah Tritinitas menjadi dasar pengikat dan pemersatu yang ampuh dan kokoh. Di dalam kedua pusat spiritualitas ini, kehidupan bersama dirayakan. Mungkin pencarian dan pencapaian kesatuan gereja yang kelihatan (the visible unity of the Church) secara oikumenis dapat ditempuh melalui manifestasi kehidupan spiritualitas Kristen bersama ini. Kehidupan Spiritualitas Kristen di dalam praksis sangat sering terjadi pemahaman yang keliru mengenai spiritualitas di dalam kehidupan orang-orang percaya. Di mana hal-hal yang menyangkut kehidupan spiritualitas orang-orang percaya hanya dipahami dalam kategori urusan- urusan batin saja dan tidak kait-mengkait dengan soal fisik atau jasmani (tubuh). Akibatnya, penekanan spiritualitas yang demikian berakibat hanya fokus kepada aspek pengalaman spiritualitas yang dianggap “luar biasa“ seperti mempunyai penglihatan-penglihatan rohani; dan penekanan pada perasaan ekstasi misalnya penekanan utama pada karunia bahasa roh, pujian, dan penyembahan yang sangat emosional dsb. Jelas sekali bahwa pemahaman kehidupan spiritualitas sejenis ini berpusat kepada pencapaian pengalaman spiritual pribadi sebagai tujuannya akhirnya. McIntosh mengkritik jenis spiritualitas ini dengan menegaskan bahwa: “...personal exerience is not in itself the goal of spirituality. Individuals are not so much seeking to discover their own feeling as to live into the knowledge and love of God through the hard work of being members one with another of the Body of Christ. Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 75 Fereddy Siagian Spirituality in this early Christian sense is inherently mutual, communal, practical and oriented towards the God who makes self-known precisely in this new pattern of life called church.” Lagi, jenis kehidupan spiritualitas yang berpusat kepada pencapaian pengalaman spiritual pribadi sebagai tujuannya ini melihat hidup tidak sebagai keseluruhan yaitu kesatuan tubuh dan jiwa (roh). Hidup dilihat di dalam perspektif dikotomi sehingga sebagai akibatnya perkara-perkara kehidupan jasmanih atau tubuh dan sosial ditempatkan di bawah perkara-perkara kehidupan spiritual yang berorientasi pada kepuasan batin dan diri pribadi. Spiritualitas jenis ini tidak melihat hidup sebagai sesuatu yang holistik yang harus dipersembahkan kepada Allah. Oleh karena tubuh digolongkan kepada dunia fisik atau dunia fenomena sebaliknya jiwa digolongkan pada dunia noumena (metafisika); tubuh dianggap sebagai belenggu atau rantai bagi jiwa. Spiritualitas semacam ini mempengaruhi juga di dalam konsep keselamatan, yakni keselamatan yang hanya berfokus pada perkara keselamatan jiwa saja. Akibatnya keselamatan hanya dipahami di dalam perkara-perkara eskatologis di masa yang akan datang. Spiritualitas semacam ini juga tidak mencerminkan mengenai esensi tugas gereja secara benar. Tugas gereja dipahami sekedar proporsional, yakni sekedar pemberitaan nama Yesus Kristus semata-mata agar siapa yang percaya dapat diselamatkan di dunia akhirat; dan bukan menyatakan tindakan-tindakan sosial di dalam kehidupan praksis. Kalaupun tindakan-tindakan sosial dijalankan oleh Gereja, maka itu adalah urutan kedua atau kesekian setelah tugas pemberitaan Injil yang mendapat prioritas utamanya. Hal ini mengabaikan esensi tugas Gereja yang sebenarnya, yang meliputi penginjilan dan tindakan sosial. Melba Padilla Maggay, seorang teolog perempuan dari Filipina, mengatakan bahwa penginjilan dan tindakan sosial adalah tugas yang esensi dari Gereja; penginjilan berbicara mengenai proklamasi keselamatan di dalam nama Yesus Kristus dan tindakan sosial berbicara mengenai kehadiran Gereja di suatu konteks. Kedua esensi tugas gereja ini bertujuan menghadirkan kesaksian tentang Kerajaan Allah dan kedua tugas Gereja ini adalah intisari Injil (berita gembira, Yunani: euangelion). Spiritualitas Kristen yang benar harus diaktualisasikan juga di dalam kehidupan yang menaruh perhatian terhadap jasmani (tubuh) dan sosial. Spiritualitas 76 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern demikian berfokus pada tindakan praksis yang menaruh perhatian terhadap masalahmasalah seperti kemiskinan, gender, ketidakadilan sosial, problem ekologi dan sosial politik, dst. Manifestasi spiritualitas ini mendorong kehidupan orang percaya baik secara pribadi dan komunal – sesuai tugas panggilannya masing-masing - bergumul dan berjuang untuk mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah: kasih, keadilan, kuasa, dan damai sejahtera di tengah-tengah kehidupan sosial yang dihadapinya. Hal ini adalah sebagaimana Yesus Kristus telah lakukan. Ia dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Allah untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah-tengah pergumulan masyarakat pada waktu itu. Hal yang sama semestinya juga diperbuat oleh Gereja sebagai kumpulan orang-orang percaya – yang mengaku sebagai murid dan pengikut Kristus – untuk dapat terus peka terhadap tuntunan Roh Kudus yang terus aktif, dinamis, serta progresif di dalam dunia ini. Roh Kudus memimpin Gereja untuk hadir di setiap konteks di mana ia ada dan dapat menunaikan tugas esensi panggilan-Nya. Gereja yang sejati adalah Gereja yang berdoa memohon kepada Roh Allah agar menguduskan kehidupannya; dan menjadikannya sebagai alat Tuhan untuk dapat menjadi ‘terang dan garam’ guna mendatangkan pembaruan di masyarakat dan dunia. Gereja yang demikian adalah gereja yang rajin dan tekun berbuat didasari oleh kasih karunia dan anugerah Allah yang telah menyelamatkan hidupnya. Kesimpulan Dari semua tujuan dimilikinya spiritualitas kristiani baik oleh anggota gereja maupun para pelayan, diharapkan semua orang menjadi kawan sekerja Allah yang memenuhi panggilan menghadirkan tanda-tanda kehdiran Kerajaan Sorga dalam dunia. Mengembangkan spiritualitas kristiani dalam diri masing-masing orang haruslah menjadi tugas bersama yang terus dikerjakan sebagai bagian dari memenuhi panggilan untuk menjadi sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna Kehidupan spiritualitas Kristen di dalam diri orang-orang percaya dimulai ketika mereka percaya dan beriman kepada Yesus Kristus dan sebagai akibatnya mereka mempunyai karunia Roh. Roh Kudus tinggal di dalam hidup mereka dan memimpin mereka untuk melakukan kehendak Allah sebagaimana Yesus Kristus telah lakukan. Spiritualitas Kristen memiliki keunikannya sendiri oleh karena merupakan kasih karunia dan anugerah semata-mata dari Allah. Spiritualitas Kristen menekankan Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 77 Fereddy Siagian kehidupan persekutuan yang intim antara orang-orang percaya bersama dengan Allah Trinitas. Di dalam persekutuan tersebut kehidupan orang-orang percaya ditransformasi untuk hidup sesuai dengan kasih Allah. Kehidupan spiritualitas Kristen adalah aktif, dinamis, dan progresif – baik di dalam diri orang percaya maupun komunitas orang percaya – seturut tuntunan dan pimpinan Roh Kudus untuk menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam tindakan praksis sebagai respon terhadap tantangan-tantangan pergumulan yang dihadapinya. 78 Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 Manifestasi Spritualitas Kristen Di Era Modern BIBLOIGRAFI Adolf Heuken.2002, Spiritualitas Kristiani –Pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad . Jakarta: Yayasan Cipta Loka Karya. B.F. Drewes dan Julianus Mojau.2006, Apa Itu Teologi? Pengantar ke dalam Ilmu Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia Darminta, J. Mistik.1995, Devosi dan Hidup Rohani. Yogyakarta: Kanisius. David Augsburger.2006, Dissident discipleship: a Spirituality of Self-surrender, Love of God, and Love of Neighbor. USA: Brazor Press. Donald S. Whitney.2006, Spiritual Disciplines For The Christian Life. Filipina: Navpress. Kenneth A, Curtis, Stephen Lang & Randy Petersen.2003, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Paulinus Yan Olla.2010, Teologi Spiritual Pengantar pada Teologi spiritual, Tematema dan Strukturalisasi Pengajarannya. Yogyakarta: Kanisius. Robin Robertson.2004, Menuju Spiritualitas Baru. Yogyakarta: Media Abadi Tom Jacobs.2004, Faham Allahdalam Filsafat Agama-agama dan Teologi. Yogyakarta: Kanisius. Tom Jacobs.2004, Teologi Doa. Yogyakarta: Kanisius. Internet http://lenymansopu31.blogspot.co.id/2015/01/spiritualitas-kristen.html diakses pada tanggal 26 September 2016 pukul 17:28 http://petrusfs.blogspot.co.id/2008/02/spiritualias-kristen-di-dalam-tugas.html diakses pada tanggal 28 September 2016 pukul 14:00 http://semuaberkat.blogspot.co.id/2010/10/spiritualitas-kristen-dasar-tujuan-dan.html diakses pada tanggal 29 September 2016 pukul 18:00 http://lenymansopu31.blogspot.co.id/2015/01/spiritualitas-kristen.html Syntax Literate, Vol. 1, No. 2 Oktober 2016 79