KAJIAN BAKTERI PENYEBAB VIBRIOSIS PADA UDANG SECARA BIOMOLEKULER STUDY OF THE CAUSES OF BACTERIA ON THE SHRIMP VIBRIOSIS BY BIOMOLECULAR Lina Nasi1, Slamet Budi Prayitno2 dan Sarjito3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bakteri yang menjadi penyebab utama vibriosis pada udang dan tingkat patogennya. Udang di ambil dari pertambakkan Wakak Kendal. Uji pathogen dengan melihat tanda-tanda klinis dari agensia penyebab utama vibriosis pada udang dan tingkat kelangsungan hidup benih udang. Metode yang diterapkan adalah Metode deskriptif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil dari rep-PCR membentuk 5 kelompok bakteri, maka dari kelompok tersebut di ambil isolate yang mewakili kelompok tersebut untuk di analisis sekuens 16S rDNA digunakan untuk mengkarakterisasi agensia penyebab vibriosis, oleh karena itu pada penelitian ini uji pathogen di ambil 3 isolat dengan tingkat homologi 100% yaitu JTV 19 (Vibrio sp), JTW 3 (Vibrio gallicus) dan JTW 6 (Shewanella alga). Uji pathogen menunjukkan tingkat kelangsungan hidup 80% (JTV 19) 53,33% (JTW 3) dan 76, 67% (JTW 6). Kata Kunci : vibriosis, udang, bio molekuler 1 Mahasiswa Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro 2 Pembimbing Utama 3 Pembimbing Anggota Abstract This study aims to examine the bacteria that become the main cause vibriosis in shrimp and pathogen levels. Shrimp was taken from Kendall Wakak pond. Pathogen test by looking at clinical signs of the agents leading cause of vibriosis in shrimp and shrimp survival rates. The method applied is descriptive method. From the results showed that the results of rep-PCR to form five groups of bacteria, then the group is taken from the isolates representing these groups for the analysis of 16S rDNA sequences used to characterize agents causes vibriosis, therefore the test pathogen in this study takes 3 isolates with 100% homology level of JTV 19 (Vibrio sp), JTW 3 (Vibrio gallicus) and JTW 6 (Shewanella algae). Pathogen test showed survival rates of 80% (JTV 19) 53.33% (JTW 3) and 76, 67% (JTW 6). Keywords: vibriosis, shrimp, bio-molecular Demikian halnya pada budidaya udang, I. PENDAHULUAN Udang merupakan salah satu komoditas adanya serangan bakteri yang menyebabkan perikanan unggulan dalam program revitalisasi kematian benih/larva udang. Bakteri Vibriosis perikanan, disamping rumput laut dan tuna. menyerang larva udang yaitu pada saat udang Pada awalnya jenis udang yang dibudidayakan dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena di air payau adalah udang windu, namun itu sering dikatakan bahwa bakteri termasuk setelah mewabahnya opportunistik WSSV, dan penyakit terutama bakteri yang mengakibatkan kemunculan pathogen. berbagai Dengan jenis penyakit perairan yang kemudian mengintroduksi udang vannamei Vibriosis sp. pada penurunan hasil produksi budidaya perikanan. 2001 untuk membangkitkan telah berdampak terhadap Akibat dalam tersebut, banyak organisme perairan yang diversifikasi komoditas perikanan. mikroorganisme bakteri kembali usaha perudangan Indonesia dan rangka infeksi oleh di menurunnya usaha udang windu, pemerintah tahun disebabkan adanya patogen dibudidayakan mengalami kematian massal Sejalan dengan program peningkatan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi produksi perikanan, Kementrian Kelautan dan yang cukup tinggi (Paillard et al., 2004; Perikanan (KKP) menetapkan target produksi Gonzales, 2005). Penyakit Vibriosis yang perikanan sebesar 22, 54 juta ton pada tahun disebabkan oleh bakteri genus Vibriosis telah 2014, dimana sebanyak 16,89 juta ton berasal lama menjadi masalah utama bagi pelaku dari perikanan budidaya. KKP menetapkan 10 industri budidaya udang khususnya pada komoditas unggulan budidaya, salah satunya larva/benih udang. Penyakit Vibriosis tersebut adalah udang. Komoditas ini diproyeksikan telah menyebabkan kerugian besar serta mengalami peningkatan produksi tiap tahun kehancuran pada berbagai budidaya udang. sebesar 13% untuk udang windu dan 16% Metode secara biomolekuler sebagai udang vannamei. Produksi udang pada tahun identifikasi bakteri laut telah dilakukan oleh 2014 ditargetkan sebesar 699 ton udang windu Sabdono, dan 511 ribu ton udang vannamei. (Renstra Selanjutnya rep-PCR telah digunakan untuk Kementrian Kelautan dan Perikanan 2009- pengelompokkan secara cepat pada berbagai 2014). Namun kendala yang dihadapi oleh mikroorganisme laut (Radjasa et al, 2007). banyak pembudidaya ikan dan udang adalah Metode ini belum banyak dilakukan di adanya serangan penyakit yang menyebabkan Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kematian. bakteri penyebab Vibriosis (2001), Radjasa et pada al(2001). udang. Penelitian yang dilakukan Sardjito et al (2009) windu (P. Monodon) yang diduga terkena melaporkan Identifikasi agensia penyebab Vibriosis, isolasi dilakukan di Laboratorium penyakit dengan rep-PCR terbukti efektif dan Kelautan Terpadu Fakultas Perikanan dan efisien Ilmu dalam mengelompokkan agensia Kelautan Universitas Diponegoro, penyebab utama Vibriosis pada ikan kerapu Semarang. Analisis biologi molekuler meliputi serta ekstraksi mampu kekerabatan membedakan hubungan DNA, rep-PCR, 16S rDNA. spesies Vibriosis. Hal ini Ekstraksi DNA dilakukan di Laboratorium ditunjang pula masih terbatasnya informasi Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan, Fakultas yang berkaitan dengan bakteri pathogen secara Pertanian, molekuler/pholyphasic. Untuk itu perlu kajian Yogyakarta. Rep-PCR dan PCR 16S rDNA komperehensif dilakukan di Laboratorium Bioteknologi PAU karakterisasi penyebab tentang dan utama identifikasi, filogenetik penyakit molekuler Vibriosis dan Magister, Universitas Universitas Yogyakarta. Sekuensing Gajah Mada, Mada, dilakukan di Kemudian Uji virulensinya pada udang vannamei sangat ”MAKROGEN” diperlukan. Pathogenesitas dilakukan di Laboratorium Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengkaji bakteri apakah penyebab utama Vibriosis vannamei/windu, pathogenesitas yang menjadi pada udang Korea. Gajah Kesehatan Ikan dan Penyakit di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. dan Mengkaji tingkat bakteri agensia penyebab 2.3. Tahapan Penelitian Vibriosis pada udang vannamei/windu. Pada penelitian ini dilakukan beberapa 3 tahapan yaitu: II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif 2.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 – Juli 2011. Pengambilan sampel adalah di pertambakan Wakak Kendal yang merupakan tempat budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dan udang 1. Pengambilan Sampel Udang Sampel udang vannamei dan Udang windu di ambil dari pertambakan daerah Wakak, Kendal. 2. Sterilisasi alat Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171ºC selama 1,5 jam. Alat-alat yang terbuat dari kaca sebelum digunakan dicuci dan dikeringkan. Alat-alat tersebut kemudian dibungkus dengan kertas dan disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121ºC selama 20 menit dan tekanan 1atm. Kemudian dikeringkan dengan oven. Sedangkan media disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit dan tekanan 1atm. 3. Pembuatan Media TCBSA dan NA 4. Isolasi Bakteri 5. Pemurnian Bakteri Uji Pathogenesitas 1. Hewan uji Benih udang vannamei/windu yang diperoleh dari hatchery skala rumah tangga dengan padat penebaran mengacu pada Muliani dan Suryanti, (1998), sebanyak 10 ekor/toples/1 Liter air. 2. Uji pathogenesitas Uji pathogenesitas dilakukan pada Identifikasi Isolat dengan Pendekatan Bio Molekuler Isolat terpilih JTV 19, JTW 3, JTW 6 dan satu kontrol dengan 3 kali ulangan, sehingga total digunakan toples sebanyak 1. Ekstraksi DNA 15 buah. Dengan kepadatan bakteri 107 2. Elektroforesis DNA (Standart Mc Farland). Dilakukan dengan 3. Amplifikasi DNA metode 4. Sekuensing DNA perendaman. Pengamatan terhadap gejala klinis dan kelangsungan 5. Analisis Sequen 16S rDNA hidup selama seminggu. Hasil sequen 16S rDNA selanjutnya dianalisa dan di edit dengan program Analisa Data GENETIX (Urakawa et al, 1999). Selanjutnya sekuen lengkap dari tiap isolat yang dipilih Data yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif, data kuantitatif akan dibandingkan dengan sekuen DNA pada DNA database bank. (Marahiel et al, 1997; adalah data dari hasil uji pathogenesitas Radjasa et al, 2005). Gejala Penelusuran akan dilakukan dengan sistem klinis, Sedangkan data kelangsungan kualitatif dan hidup. hasil internet, yaitu penelusuran melalui system sequensing. Data tersebut di analisa secara BLAST deskriptif. pada Biotecnology National Information, Centre For National of institute of Health, USA dan Ribosomal DNA Project pada University dalam rangka of Illionis USA, memperoleh presentasi homologi dan untuk mengidentifikasi isolat. III. HASIL PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil Isolasi Bakteri Agensia Penyebab Vibriosis Pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Pertambakan Kabupaten Kendal No Warna Koloni Bentuk Asal isolat Karakteristik Kode koloni Koloni Isolat 1 Kuning Bulat Hepatopankreas Cembung JTV01 2 Kuning Pekat Bulat Hepatopankreas Cembung JTV02 3 Kuning Susu Bulat Hepatopankreas Rata JTV03 4 Kuning Pekat Bulat Hepatopankreas Cembung JTV04 Lonjong 5 Kuning Pekat Lonjong Hepatopankreas Cembung JTV05 6 Kuning Muda Bulat Hepatopankreas Cembung JTV06 7 Kuning susu Bulat Hepatopankreas Cembung JTV07 8 Kuning transparan Bulat Hepatopankreas Cembung JTV08 9 Hitam ring kuning Bulat Hepatopankreas Cembung JTV09 10 Kuning Muda Bulat Hepatopankreas Cembung JTV10 11 Kuning Bulat Hepatopankreas Cembung JTV11 12 Kuning Bening Tidak Hepatopankreas Rata dan Halus JTV12 beraturan 13 Kuning Bening Bulat Hepatopankreas Cembung JTV13 14 Putih susu Tidak Hepatopankreas Cembung JTV14 beraturan 15 Putih Tidak Hepatopankreas Kasar JTV15 beraturan 16 Kuning Pekat Bulat Hepatopankreas Kasar JTV16 17 Kuning muda Lonjong Hepatopankreas Cekung JTV17 18 Kuning Pekat Bulat Hepatopankreas Rata JTV18 19 Kuning muda Tidak Hepatopankreas Kasar JTV19 beraturan Dari ke 19 isolat yang menjadi yaitu kuning transparan, hitam ring causative agent vibriosis pada udang kuning, kuning muda, kuning, kuning vaname terdapat tiga bentuk koloni yaitu bening, putih susu, putih, dan kuning bulat, pekat. lonjong, dan tidak beraturan, sedangkan warna koloni terdapat 8 warna Hasil Isolasi Bakteri Agensia Penyebab Vibriosis Pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Pertambakan Wakak, Kabupaten Kendal No Warna Koloni 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Hijau Kuning Hitam Kuning Kuning Bening Kuning Kuning Susu Kuning Pekat Hijau pekat Hitam Kuning Hijau Muda Kuning Susu 14 Hitam 15 16 17 18 19 20 21 22 Hijau Kuning Hitam Kuning Kuning Bening Kuning Hitam Kuning Bening Bentuk koloni Asal isolat Bulat Bulat Tak Beraturan Tak Beraturan Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Tidak Beraturan Bulat Lonjong Tak Beraturan Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Karakteristik Koloni Cembung Cembung Kasar Kasar Rata Cembung Cembung Rata Cembung Cembung Cembung Cembung Kasar Bulat Hepatopankreas Rata JTW14 Lonjong Tak Beraturan Tak Beraturan Lonjong Lonjong Bulat Lonjong Tak Beraturan Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Hepatopankreas Cembung Rata Kasar Cembung Cembung Rata Cembung Rata JTW15 JTW16 JTW17 JTW18 JTW19 JTW20 JTW21 JTW22 Kode Isolat JTW1 JTW2 JTW3 JTW4 JTW5 JTW6 JTW7 JTW8 JTW9 JTW10 JTW11 JTW12 JTW13 Dari ke 22 isolat agensia penyebab Hasil Rep-PCR diperoleh 19 isolat vibriosis pada udang windu terdapat tiga vibrio. Hasil amplifikasi DNA dengan bentuk koloni yaitu bulat, tidak beraturan, Repetitive dan lonjong sedangkan warna koloni Chain Reaction (rep-PCR) isolat JTV 1 terdapat 7 warna yaitu hijau, kuning, sampai dengan JTV 12 hitam, kuning bening, kuning susu, kuning gambar 5. Hasil Rep-PCR menunjukkan pekat, dan hijau pekat. bahwa sequence-based hasil menggunakan menghasilkan Repetitive sequence-based Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) Isolat Vibrio pada Udang Vannamei Polymerase disajikan pada amplifikasi rep-PCR profil fingerprint DNA mampu yang kompleks masing-masing dan spesifik bagi mirip dengan profil DNA band JTV 6, isolat bakteri. Pada terlihat pada bp 1050, 900, 850, dan 800, gambar 5 menunjukkan bahwa isolat JTV memiliki 4 molekul DNA yang sama. 1, JTV 2, JTV 4, JTV 5, JTV 7, JTV 8, JTV 9, JTV 10, JTV 11, JTV 12, memiliki profil DNA band yang mirip, terlihat pada bp 1000, 850, 750, 700 dan 650, memiliki lima molekul DNA yang sama, sedangkan untuk isolat JTV 3 profil DNA band nya Gambar 5. Hasil Elektroforesis rep-PCR. Keterangan : (M: DNA marker, m: JTV 13 , n: JTV 14, o: JTV 15, p: JTV 16, q: JTV 17, r: JTV 18, s: JTV 19. Hasil Gambar 4. Hasil Elektroforesis rep-PCR. Keterangan : (M: DNA marker, a: JTV 1 , b: JTV 2, c: JTV 3, d: JTV 4, e: JTV 5, f: JTV 6, g: JTV 7, h: JTV 8, i: JTV 9, j: JTV 10, k: JTV 11, l: JTV 12. Hasil amplifikasi DNA dengan Repetitive sequence-based Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) isolat JTV 13 sampai dengan JTV 19 disajikan pada gambar 6. Pada gambar 6 menunjukkan bahwa isolat JTV 13, JTV 14, JTV kemudian kesamaan analisis dengan dikelompokkan profil Pengelompokkan Rep-PCR, berdasarkan fingerprint isolat DNA. bakteri berdasarkan hasil amplifikasi DNA repPCR menggunakan program tree view. Repetitive sequence-based Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) Isolat Vibrio pada udang windu 15, JTV 16, JTV 17, dan JTV 18, memiliki profil DNA band yang mirip, terlihat pada bp 1000, Hasil Rep-PCR diperoleh 22 isolat 850, 750, 700 dan 650, memiliki lima molekul vibrio. Hasil amplifikasi DNA dengan DNA yang sama, sedangkan untuk isolat JTV 19 Repetitive profil DNA band nya berbeda dengan isolat yang Chain Reaction (rep-PCR) isolat lainnya, terlihat pada bp 750 dan 600 sampai dengan JTW12 sequence-based Polymerase JTW1 disajikan pada gambar 2. Hasil Rep-PCR menunjukkan bahwa hasil DNA yang mirip, terlihat pada bp 900, 800, 700, mampu 600 dan 500, memiliki lima berat molekul yang DNA yang sama, sedangkan untuk isolat kompleks dan spesifik bagi masing-masing JTW 3 profil DNA band nya mirip dengan isolat bakteri. Pada gambar 2 menunjukkan profil DNA band JTW 6, terlihat pada bp bahwa isolat JTW 1, JTW 2, JTW 4, JTW 1000, 750 dan 650, memiliki 3 berat 5, JTW 7, JTW 8, JTW 9, JTW 10, JTW molekul menggunakan menghasilkan amplifikasi rep-PCR profil fingerprint DNA yang sama. 11, JTW 12, memiliki profil DNA band M a b c d e f g h i j k l 1000 900 800 700 600 500 200 Gambar 6. Hasil Elektroforesis rep-PCR. Keterangan : (M: DNA marker, a: JTW 1 , b: JTW 2, c: JTW 3, d: JTW 4, e: JTW 5, f: JTW 6, g: JTW 7, h: JTW 8, i: JTW 9, j: JTW 10, k: JTW 11, l: JTW 12. Hasil amplifikasi DNA dengan Repetitive sequence-based Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) isolat JTW 13 sampai dengan JTW 22 disajikan pada gambar 3. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa isolat JTW 13, JTW 14, JTW 15, JTW 16, JTW 17, JTW 18, JTW 19, JTW 20, JTW 21 dan JTW 22 memiliki profil DNA band yang mirip, terlihat pada bp 1000, 900, 800 dan 700, memiliki empat berat molekul DNA yang sama. M m n o p q r s t u v 1000 900 800 700 600 Gambar 7. Hasil Elektroforesis rep-PCR. Keterangan : (M: DNA marker, m: JTW 13 , n: JTW 14, o: JTW 15, p: JTW 16, q: JTW 17, r: JTW 18, s: JTW 19, t: JTW 20, u: JTW 21, v: JTW 22. Hasil analisis dengan Rep-PCR, PCR menggunakan program tree view. kemudian kesamaan dikelompokkan profil Pengelompokkan berdasarkan fingerprint isolat Hasil pengelompokan ke 22 isolat yang DNA. menjadi causative agent vibriosis pada bakteri udang windu dapat dilihat pada dendogram berdasarkan hasil amplifikasi DNA rep- gambar 8. JT V19 Kelompok I JT V5 JT V18 JT V17 JT V16 JT V15 JT V14 JT V13 JT V12 JT V11 Kelompok II JT V10 JT V9 JT V8 JT V7 JT V4 JT V1 JT V2 JT V3 Kelompok III JT V6 JT W20 JT W19 . JT W18 JT W17 JT W16 JT W15 JT W14 JT W13 JT W12 JT W11 JT W10 JT W9 JT W8 JT W7 Kelompok IV JT W5 JT W4 JT W1 JT W2 JT W3 JT W6 Kelompok V Gambar 8. Dendogram hasil pengelompokkan bakteri dengan rep PCR. Berdasarkan dendogram tersebut (gambar isolat yaitu JTW 1, , JTW 14, JTW 15, 8) JTW 16, JTW 17, JTW 18, JTW 19, JTW diperoleh bakteri yang menjadi causative agent penyebab vibriosis pada 20, udang kelompok V terdiri dari 2 isolat yaitu JTW vaname (L.vanname) terbagi JTW 21, JTW 22, sedangkan menjadi 3 kelompok. Kelompok I terdiri 3 dan JTW 6. dari isolat JTV 19, kelompok II , terdiri Proses selanjutnya dipilh 5 isolat yang dari JTV 1, JTV 2, JTV 4, JTV 5, JTV 7, mewakili masing-masing kelompok untuk JTV 8, JTV 9, JTV 10, JTV 11, JTV 12, dilakukan sekuensing dengan sekuen PCR JTV 13, JTV 14, JTV 15, JTV 16, JTV 17, 16S rDNA. Kelompok I diwakili oleh JTV JTV 18, kelompok III terdiri dari isolat 19, kelompok II diwakili oleh isolat JTV JTV 3 dan JTV 6. Sedangkan pada udang 5, kelompok III diwakili oleh isolat JTV windu bakteri yang menjadi causative 3, agent penyebab vibriosis pada udang kelompok V diwakili oleh isolat JTW 3 windu (P. Monodon Fab.) terbagi menjadi dan JTW6. kelompok IV diwakili 2 kelompok. Kelompok IV terdiri dari 20 No 1 2 3 4 5 6 Homologi isolate Bakteri dengan bakteri database Gen Bank Isolat Hasil Sekuensing Homologi No Akses JTV 3 Vibrio rotiferianus 95% Gq175915.1 JTV 5 Uncultured Bacterium 98% FN823947.1 JTV 19 Vibrio sp 100% JN402325.1 JTW 1 Uncultured Bacterium 98% FJ7866104.1 JTW 3 Vibrio gallicus 100% AJ440009.1 JTW 6 Shewanella algae 100% JF431412.1 JTW 1, Vibrio sp 13 Uncultured bacterium 4 JTV18 JTV17 JTV16 JTV15 JTV14 JTV13 JTV12 JTV11 JTV10 JTV9 JTV8 JTV7 JTV4 JTV1 JTV2 Vibrio harveyi JTV6 NR 025478.1 Vibrio xuii R 15052 DQ146983.1 Vibrio sp. V322 2 AB457055.1 Vibrio sp. SB G3 5 HQ677232.1 Vibrio sp. L-31 99 AJ440009.1 Vibrio gallicus LMG 21330 45 HWK 23 HIK 5 25 JF692695 Uncultured bacterium clone JOAG04C JF692678.1 Uncultured bacterium clone JOAF04C 97 39 34 DQ357813.1 Vibrio sp. HWK 1 FJ786104.1 Uncultured bacterium clone S0 51 94 HWK35 63 JF414773.1 Shewanella algae BPRIST022 100 37 JF342358.1 Shewanella algaeS1216 5 HQ876210.1 Shewanella sp. 8122 7 HM016087.1 Shewanella algae ATCC 51192 1 12 HM016086.1 Shewanella haliotis DW01 HQ694830 Vibrio parahaemolyticus strain BG24 HQ123986.1 Vibrio parahaemolyticus strain SB 9 58 2 Vibrio rotiferianus strain F75121 1 52 Vibrio rotiferianus strain LMG 21460 Vibrio harveyi strain B5 3 Vibrio sp HDC8 98 63 Vibrio rotiferianus HIK 3 HIK 69 49 JN402325.1 Vibrio sp. N3 36 JN087491.1 Uncultured Vibrio sp. clone Liv16S L267 4 JN128268.1 Vibrio campbellii HNS034 2 JN128263.1 Vibrio azureus HNS029 2 6 HQ827779.1 Vibrio alginolyticus C100311 FN436276.1 Vibrio alginolyticus strain N26 1 FJ981876.1 Vibrio sp. 68 23 FJ906750.1 Vibrio alginolyticus strain HN08801 Salinicoccus sp. 10017 EU432557.1 FN823947.1 Uncultured bacterium clone 104N C2 Dendogram hasil rep-PCR causative agent vibriosis dari pertambakkan Kendal Pohon Phylogenetic Agensia Penyebab Vibriosis pada Udang Vannamei dan udang windu dari pertambakkan Desa Wakak, Kabupaten Kendal. kronik atau akut. Pada tingkat kronik dan akut gejala yang ditimbulkan cukup jelas (Richards, 1980). Gejala yang terlihat seperti punggung kehitam-hitaman, bercak merah pada pangkal sirip, sisik tegak, bergerak lamban, keseimbangan terganggu, nafsu makan berkurang. Sering terjadi mata menonjol (exophotalmia), perut kembung berisi cairan, hemorhagik Grafik Data Uji pathogen dari 3 Isolat Vibrio yang merupakan Agensia Penyebab Utama Vibriosis pada Udang pada insang, mulut, tubuh, usus dan organ dalam. Apabila sampai fase ini ikan belum mati, gejala penyakit akan berkembang yaitu kulit mengelupas, koreng, nekrosis windu dan Vannamei dibeberapa bagian tubuh dan dapat pula 3.2. Pembahasan terbentuk ulser (Kamiso, 1985). Pada penelitian ini bakteri yang Berdasarkan rep-PCR terdapat 3 diisolasi berasal dari udang Vaname sakit kelompok besar yang bisa mewakili ke 19 dari pertambakkan Kabupaten Kendal. hasil isolate untuk dilakukan sekuensing. Udang vibriosis Kelompok I terdiri dari isolate JTV 19, menunjukkan gejala klinis sebagai berikut kelompok II terdiri dari isolate JTV 1, bagian hepatopankreas yang berwarna JTV 2, JTV 4, JTV 5, JTV 7, JTV 8, JTV merah kecoklatan, tubuh terdapat bercak 9, JTV 10, JTV 11,JTV 12, JTV 13, JTV merah, bagian ekor geripis dan berwarna 14, JTV 15, JTV 16, Jtv 17, dan JTV 18, merah kecoklatan. Seperti yang dijelaskan sedangkan kelompok III terdiri dari isolate Sunaryanto et al, (1987) udang yang JTV 3 dan JTV 16. Dari kelompok terserang vibriosis mempunyai ciri badan tersebut dipilih masing-masing kelompok terdapat (red untuk dan kelompok I adalah isolate JTV 19, abdominal serta pada malam hari terlihat Kelompok II adalah isolat JTV 5, dan menyala. kelompok III adalah isolate JTV 3. yang terserang bercak discoloration) merah-merah pada pleopod mewakili sekuensing yaitu Gejala klinis yang ditimbulkan dari Telah banyak dilaporkan penelitian yang vibriosis tergantung tingkat serangan yaitu berhubungan dengan vibriosis pada udang yang dilakukan melalui pendekatan bio kelompok II terdiri dari isolate JTV 1, molekuler melalui PCR, khususnya rep- JTV 2, JTV 4, JTV 5, JTV 7, JTV 8, JTV PCR mengestimasi 9, JTV 10, JTV 11,JTV 12, JTV 13, JTV causative agent vibriosis pada udang 14, JTV 15, JTV 16, Jtv 17, dan JTV 18, vannamei. Aplikasi dari rep-PCR untuk sedangkan kelompok III terdiri dari isolate pengelompokkan bakteri secara cepat JTV 3 dan JTV 16. Dari kelompok dalam rangka karakterisasi bakteri telah tersebut dipilih masing-masing kelompok dilakukan oleh Rademaker dan de Bruijn untuk (1997). Selanjutnya rep-PCR juga telah kelompok I adalah isolate JTV 19, berhasil Kelompok II adalah isolat JTV 5, dan telah berhasil digunakan untuk pengelompokkan bakteri psikotropik dari selat Makassar (Radjasa et al, 2007). mewakili sekuensing yaitu kelompok III adalah isolate JTV 3. Telah banyak dilaporkan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh yang berhubungan dengan vibriosis pada Sarjito et al (2009) diperoleh pula bahwa udang yang dilakukan melalui pendekatan identofikasi agensia penyebab penyakit bio molekuler melalui PCR, khususnya dengan rep-PCR terbukti efektif dan rep-PCR telah efisien dalam mengelompokkan agensia causative agent vibriosis pada udang penyebab utama vibriosis pada ikan vannamei. Aplikasi dari rep-PCR untuk kerapu, membedakan pengelompokkan bakteri secara cepat hubungan kekerabatan spesies vibrio. dalam rangka karakterisasi bakteri telah Oleh banyak dilakukan oleh Rademaker dan de Bruijn digunakan karena kemampuannya untuk (1997). Selanjutnya rep-PCR juga telah membedakan isolate bakteri hingga ke berhasil tingkat spesies, sub spesies dan strain pengelompokkan bakteri psikotropik dari dengan cepat dan spesifik sehingga dapat selat Makassar (Radjasa et al, 2007). serta karena mampu itu, rep-PCR digunakan untuk pengelompokkan bakteri berhasil mengestimasi digunakan Penelitian yang untuk dilakukan oleh (rapid grouping) (Rademeker dan de Sarjito et al (2009) diperoleh pula bahwa Bruijn, 1997; Radjasa et al 2007). identofikasi agensia penyebab penyakit Berdasarkan rep-PCR terdapat 3 dengan rep-PCR terbukti efektif dan kelompok besar yang bisa mewakili ke 19 efisien dalam mengelompokkan agensia hasil isolate untuk dilakukan sekuensing. penyebab utama vibriosis pada ikan Kelompok I terdiri dari isolate JTV 19, kerapu, serta mampu membedakan hubungan kekerabatan spesies vibrio. terdiri dari isolat JTW 1, JTW 2. JTW 4, Oleh banyak JTW 5, JTW 7, JTW 8, JTW 9, JTW 10, digunakan karena kemampuannya untuk JTW 11, JTW 12, JTW 13, JTW 14, JTW membedakan isolate bakteri hingga ke 15, JTW 16, JTW 17, JTW 18, JTW 19, tingkat spesies, sub spesies dan strain JTW 20, JTW 21, JTW 22. Sedangkan dengan cepat dan spesifik sehingga dapat kelompok II terdiri dari JTW 3 dan JTW digunakan untuk pengelompokkan bakteri 6. karena itu, rep-PCR (rapid grouping) (Rademeker dan de Bruijn, 1997; Radjasa et al 2007) Pada penelitian ini, karakterisasi secara Melalui gejala klinis yang telah molekuler dilakukan dengan membandingkan sequence 16S rDNA dari diamati, udang yang diduga terserang isolat-isolat vibriosis dikumpulkan dan selanjutnya penyebab vibriosis pada udang dari dilakukan pengujian secara biomolekuler. pertambakkan Tahap awal yang dilakukan adalah dengan database DNA dunia. Database DNA mengisolasi bakteri vibrio dari tubuh dunia tersebut selalu diperbaharui secara udang bagian harian dan dilakukan cross check di antara hepatopancreas dan ekor. Dari bagian tiga database DNA dunia yaitu Gen Bank, ekor, tidak terdapat isolat vibrio yang DNA database of japan (DDJB)dan tumbuh. Hasil isolat yang tumbuh berasal European Moleculer Biology Laboratory dari bagian hepatopankreas udang windu. (EMBL), sehingga tidak akan terjadi Diperoleh overlapping dan status sekuense selalu yang diambil 22 karakteristik pada isolat murni morfologi koloni dengan yang bakteri-bakteri wakak Kendal agensia dengan terkini. berbeda. Selanjutnya isolat murni yang Dari tabel homologi sekuen 16S telah diperoleh diuji lanjut dengan metode rDNA dari masing-masing isolate bakteri PCR dapat dengan sekuen 16S rDNA dari database mengidentifikasi dan membedakan jenis Gen Bank diketahui bahwa tidak ada spesies vibrio ((Martinez et al., 1994). sekuen 16S rDNA yang identik. Hagstrom Dari pengelompokkan et al. (2000) menyatakan bahwa isolat menggunakan yang mempunyai persamaan sekuen 16S software TreeView, dan diperoleh 2 rDNA lebih dari 97% dapat mewakili kelompok tingkat spesies yang sama. Sedangkan persamaan kekerabatan yang terdekat. Kelompok I sekuen antara 93%- 97% dapat mewakili untuk hasil kemudian secara PCR dilakukan besar langsung berdasarkan identitas bakteri pada tingkat genus tetapi Perez-Rosas berbeda spesies. Dari pernyataan tersebut Venkateswaran et al 1998). beberapa di atas dapat dikatakan bahwa isolat JTV spesies 3 adalah genus vibrio dengan homologi dilaporkan sebagai agen penyebab infeksi sekuen 95%, JTV 5 uncultured bacterium udang (Goarant et al, 1999). Sebaliknya, homologi sekuen 98%, JTV 19 Vibrio Sp spesies lain seperti Vibrio alginolyticus dengan homologi sekuen 100%, JTW 1 telah dilaporkan sebagai probiotik untuk uncultured bacterium homologi sekuen budidaya udang (Vandenberghe, 2003, 98%, JTW 3 Vibrio gallicus homologi Direkbusaram, et al, 1998). 100%, dan Shewanella algae dari isolat JTW 6 dengan homologi sekuen 100%. Homologi Vibrio JTV 5, dan JTW 1 1998, juga telah mempunyai nukleotida yang identik dengan bakteri uncultured bacterium. Aman et al (1995) penelusuran sekuen DNA isolat bakteri menyebutkan dalam diversitas mikroba JTV 3, JTV 19 mempunyai nukleotida laut, hanya sebesar 1% dari total bakteri yang identik dengan bakteri Vibrio sp. yang ada di bumi yang sudah dapat Banyak penelitian yang berhubungan dikultur (culturablea). Sisanya terdapat ± dengan vibrio telah melaporkan bahwa 99% belum dapat dikultur pada media Vibrio sp terjadi secara alami dalam buatan manusia (unculturable). Ilmuwan lingkungan air dan adalah salah satu terus melakukan inovasi dengan membuat bakteri terjadi media bakteri yang dapat menumbuhkan udang bakteri-bakteri yang baru. Uncultured (Vandenberghe, et al, 2003). Jumlah bacterium yang dahulunya belum bias spesies Vibrio dilaporkan telah meningkat dikultur dikarenakan kompleksitas alam pesat dalam dekade terakhir. Thompson, sehingga tidak dapat tumbuh pada media et al (2004) telah melaporkan telah buatan manusia. Terakhir ini hanya berupa melaporkan yang metagenom (materi genetic yang diangkat terdiri dari genus vibrio 63 spesies yang langsung dari sampel dilingkungan) yang terdiri dari Vibrio genus. Sepuluh dari keberadaannya mereka pendekatan dilingkungan paling 95% patogen Hazen pada yang sebesar dan sering budidaya spesies adalah lingkungan keprihatinan manusia diketahui kultur mandiri (culture (Twedt, 1989) karena mereka telah terkait independent dengan gangguan pendekatan ini, DNA yang berasal dari pencernaan yang parah (andrew, 2004, alam (Enviromental DNA) diekstrak dan infeksi kulit dan approach). melalui Proses diperbanyak dengan menggunakan tehnik sebelumnya untuk mengidentifikasi klon PCR, yang selanjutnya dikloning pada mengekspresikan berbagai enzyme dan suatu vector (dapat berupa plasmid, virus berbagai aktivitas antimikroba (Henne et dll) dan selanjutnya dilakukan sekuensing al.,2000). DNA. Pada penelitian ini berhasil JTW 6 mempunyai nukleotida mengkultur Uncultured bacterium, dengan yang identik dengan bakteri Shewanella tingkat homologi 98% dan merujuk pada algae. kelompok bakteri Vibrio sp, dengan melaporkan melihat pohon Filogenetik pada gambar termasuk heterotrofik filogenetis banyak 18. beragam bakteri fakultative anaerob yang Menurut et al., et al (1985) pada tahun 1986, yang 1995 sering diisolasi dari habitat air tawar dan menyatakan Kultur mikroorganisme telah laut. Saat ini, Shewanella genus (jenis menjadi sumber hampir semua gen spesies S.putrefaciens) terdiri dari 25 resistensi dengan ditandai antibiotic, oleh spesies, yang sebagian besar digambarkan karena itu, kebanyakan studi sebelumnya dalam lima tahun terakhir. Spesies ini telah mengabaikan yang berpotensi dari dapat beradaptasi dengan tekanan tinggi kolam air yang merupakan gen resistensi dan antibiotik pada kultur bakteri. Hal ini kemampuan mereka untuk mensintesis didukung asam lemak tak jenuh ganda. oleh Aman Macdonnell pernyataan Head et al.,1998 bahwa keragaman dari mayoritas suhu Bakteri rendah dibedakan dari genus oleh Shewanella uncultured sangat luas. Dan meskipun awalnya dimasukkan kemajuan terbaru dalam metode kultur, Vibrionaceae isolasi kultur independent dari antibiotic dipindahkan ke family Alteromonadaceae gen yang resisten berasal dari sampel secara ke dalam family tetapi dekat kemudian lebih terkait lingkungan. Dewasa ini kedua metode filogenetis, kultur PCR dengan ekstraksi dan cloning Gammaproteobacteria DNA tanah, Alteromonas genera, Marinobacterium, sehingga membangun perpustakaan yang Microbulbifer, Marinobacter, dan lain- mencakup gen dari uncultured dari bakteri lain. tanah. Seperti perpustakaan yang terdiri filogenetik terbaru, bakteri dari genus ini dari DNA lingkungan atau “perpustakaan didapatkan metagenonic” Shewanella langsung dari telah sampel digunakan yang Akhirnya, juga ke mencakup laut berdasarkan untuk isolat dari studi family agak sulit karena sifat fenotipik mereka sangat mirip dengan keluarga/family organisme Shewanella laut lainnya Vibrionaceae. Spesies adalah batang panjang, Gammaproteobacteria. Sebelumnya, itu pendek, atau berserabut gram negatif yang menunjukkan lipid umumnya oksidase positif, indol negatif, seluler dapat digunakan sebagai kriteria dan nonfermentative untuk gula paling untuk diferensiasi bakteri laut dan biasanya menghasilkan H2S pada bahwa komposisi milik Alteromonas genera, Marinomonas, dan Pseudoalteromonas. Ini Kligler atau gula agar besi tiga (TSI). merupakan Hal ini di perkuat dengan yang kelanjutan dari penelitian kami bertujuan didapatkan dari hasil penelitian bahwa untuk karakteristik bakteri Shewanella algae dapat tumbuh chemataxanomic dapat diandalkan laut pada media TCBSA, media TCBSA Gammaproteobacteria diisolasi dari laut merupakan media spesifik untuk Vibrio, timur untuk dan dalam hal ini Shewanella algae kuinon termasuk dalam family Vibrionaceae. mengungkapkan melainkan penyelidikan ditujukan komparatif isoprenoid, fosfolipid, dan asam lemak Kemudian dari isolat strain Shewanella dan jenis pylogenetic terlihat bahwa Shewanella genera algae sangat berdekatan erat dengan grup terkait erat Pseudoalteromonas, Alteromonas, Marinobacter, Marinobacterium, dan Microbulbifer. Penelitian lebih lanjut dilihat dari hasil pohon Vibrio. Gary et al (2008) menyatakan tentang bahwa Shewanella alga merupakan Shewanella kemudian dilaporkan oleh bakteri yang beberapa spesies pathogen Venkateswaren yang pada manusia yang berasal dari sampel melaporkan bahwa Shewanella genus Tiram dan air laut lingkungan Teluk telah dipelajari selama puluhan tahun dan Dewalare, dan sampai saat ini masih terus selama telah dilakukan penelitian baik dalam metode diklasifikasikan dalam taxonomy sebagai biokimia dan Bio molekuler, namun dari Achromobacter, Pseudomonas, beberapa hasil metode biokimia masih Alteromonas, dan Shewanella. Karena gagal dalam mengungkapkan identitas kemiripan genetik untuk Vibrionaceae, dari Shewanella algae, dan metode 16S Macdonnell et al 1985 merekomendasikan rRNA merupakan metode pilihan saat ini bahwa Shewanella dan genus terkait untuk identifikasi yang lebih akurat. Listonella, et al 1999 bertahun-tahun, ditempatkan dalam Zadeh et al (2010) melaporkan bahwa Shewanella algae kandidat probiotik yang merupakan berasal dari system pencernaan dari juvenile udang windu. Probiotik merupakan makanan tambahan (suplemen) pada pathogenitas saat udang perlakuan berenang uji dalam keadaan sehat, hal ini terlihat udang bergerak laju dan aktif. Udang yang diinfeksi dengan isolat sel-sel vibrio sp (JTV 19), Vibrio gallicus (JTW mikroba hidup, yang memiliki pengaruh 3) dan Shewanella alga (JTV 6) dari ke menguntungkan bagi hewan inang yang tiga jenis bakteri tersebut dapat dikatakan mengkonsumsinya melalui bahwa kurang pathogen pada benih udang mikroba vannamei dan udang windu. Hal ini intestinalnya (Fuller, R. 1987). Hal ini didukung oleh kisaran kualitas air dalam dibuktikan bahwa keadaan baik (normal). Pada kondisi inang Shewanella algae berasal dari isolat asal inang yang baik/sehat akan mempengaruhi udang kemampuan bakteri pada inang sehat tidak penyeimbangan berupa udang flora dalam penelitian windu dengan uji pathogenesitasnya (76,67%) hal ini berarti menimbulkan Shewanella algae mungkin merupakan mampu kandidat bakteri pathogen yang probiotik kondisi atau (Sjahrurrahman, 2006). menguntungkan karena tingkat mortalitas terhadap udang yang diujikan di atas 50%. penyakit, akan tetapi menyebabkan penyakit pada inang tidak normal Kualitas air yang optimal selama penelitian juga mempengaruhi rendahnya pathogenesitas hasil agensia penyebab vibriosis. Hal ini didukung oleh beberapa Uji Pathogenesitas Pada yang uji pathogenisitas penelitian yang menyatakan bahwa didapatkan tingkat kelangsungan hidup Shewanella algae merupakan kandidat (SR) yang tertinggi berturut-turut yaitu bakteri JTV 19 sebesar (80%), JTW 6 (76,67%) juvenile udang windu, maka tidak semua JTW 3 (53,33%) dan pada perlakuan bakteri pathogen dapat mematikan pada windu control sebesar 63,33% dan pada udang. Walaupun sebagian besar beberapa Vannamei control sebesar 60%. Kondisi dilaporkan adalah menyebabkan kematian fisik udang pada penelitian adalah sangat yang besar pada budidaya udang. Pada baik. gejala- kondisi media pemeliharaan yang layak gejala klinis yang terdapat pada benih untuk kerapu macan akan meningkatkan Dengan memperhatikan probiotik yang berasal dari daya tahan organisme terhadap serangan IV. agensia 4.1. Kesimpulan penyebab utama vibriosis. Lingkungan yang baik akan meningkatkan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang diperoleh dalam daya tahan organisme yang dipelihara, penelitian ini adalah: sedangkan lingkungan yang kurang baik 1. Diperoleh 40 isolat yang berasosiasi akan menyebabkan dipelihara organisme menjadi stress dan yang dengan vibriosis pada udang vanamae dapat dan udang windu. Hasil Rep-PCR menurunkan daya tahan terhadap serangan diperoleh 5 kelompok bakteri, penyakit (Wedemeyer, 1970). Kemudian kelompok I terdiri dari JTV 19, didukung oleh Wood (1974) bahwa kelompok II terdiri dari JTV 1, JTV 2, bakteri vibrio bersifat opurtunistik, maka JTV 4, JTV 5, JTV 7, JTV 8, JTV 9, serangan akan timbul apabila bakteri JTV 10, JTV 11, JTV 12, JTV 13, JTV berkembang cukup banyak dan daya tahan 14, JTV 15, JTV 16, JTV 17, JTV 18, tubuh inang melemah. kelompok III terdiri dari JTV 3 dan Mortalitas karena vibriosis terjadi JTV 6, Kelompok IV terdiri dari JTW ketika udang tertekan oleh faktor-faktor I, JTW 14, JTW 15, JTW 16, JTW 17, seperti: buruk, JTW 18, JTW 19, JTW 20, JTW 21, kepadatan, suhu air tinggi, pertukaran air JTW 22. Sedangkan kelompok V rendah DO dan rendah (Lewis, 1973; terdiri dari JTW 3, dan JTW 6. Hasil Lightner dan Lewis, 1975; Brock dan penelusuran berdasarkan analisis 16S Lightner, kualitas 1990). air yang Mortalitas tinggi rDNA menggunakan sistem BLAST biasanya terjadi pada udang juvenil diperoleh JTV 3 Vibrio rotiferianus, postlarvae dan muda. P monodon larva JTV 5 Uncultured Bacterium, JTV 19 suferred mortalitas dalam waktu 48 jam Vibrio dari tantangan perendaman dengan strain Bacterium, JTW 3 Vibrio gallicus, V. harveyi dan V. splendidus (Lavilla- JTW 6 Shewanella algae. pitogo, et al., 1990). 2. Agensia sp, JTW penyebab diperoleh 1 Uncultured vibriosis memiliki yang tingkat pathogenesitas yang rendah terhadap benih udang. 4.2. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian serupa pada berbagai pertambakkan budidaya daerah pantura Jawa tengah sebagai pembanding. 2.Perlu dilakukan penelitian lanjutanuntuk isolat Shewanella alga dan Uncultured Bacterium untuk lebih mengidentifikasi bakteri tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian artikel ini, terlebih kepada Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir S.B.Prayitno, M.Sc dan Dr. Ir. Sarjito. M.App.Sc serta teman-teman MSDP 2009 untuk bantuan dan motivasinya. DAFTAR PUSTAKA Andrews, L.S. 2004. Strategies to Control Vibriosis in Molluscan Shellfish. Food Protection Trends 24: 70-76. Arikunto, S. 2002. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Austin, B.D. and A. Austin. 1988. Bacterial Fish Pathogen: Disease and Farmed and Wild Fish. Ellis Horwood, Chichester. 364 p. . 1989. Method for the Microbiological Examination of Fish and Shell Fish. Allice harwood Ltd. Chichester. 317 p. . 1999. Bacterial Fish Pathogens Diseases of Farmed and Wild Fish, 3rd (revised) Spinger Praxis. Goldfarming. Bergey’s. 2002. Taxonomic Outline of the Procaryotes. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, Second Edition, Release 2.0, New York; Springer, 2002. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/bergeyoutline /main.htm. Brock, T.D. and M.T. Madigan. 1991. Bology of Microorganisms. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey. 368 p. Food and Agriculture Organization (FAO). 2010. www.dkp.go.id Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kamiso, H.N. 1996. Vibriosis Pada Ikan dan Alternatif Cara Penanggulangannya. J. Fish Sci, 1 (1) : 78-86. Kamiso. 2004. Status Penyakit Ikan dan Pengendaliannya di Indonesia. Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV, Purwokerto.18-19 Mei 2004. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Kastitonif., Widigdo. 2004. Mengenali Jenis dan Karakteristik Isolat Vibrio yang berasal dari Hepatopankreas Udang P. Monodon Secara Bakteriofage, Biokimia dan Pathogenisitasnya. PT. Centralpertiwi Bahari. Lampung. Lavilla-Pitogo, C.R., and De La Pena, L.D. 1998. Mortalities of PondCultured Juvenile Shrimp, Penaeus monodon. Associated With Dominance of Luminescent Vibrios In The Rearing Environment. Aquaculture 164: 337349. Ligther, DV. 1996. A. Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures for Disease and Culture Penaid Shrimp. World Aquaculture Society, Baton Rouge, LA. . 1988. Red Disease of Panaeid Shrimp In: Disease Diagnosis and Control in North American Aquaculture. Elsevier, Amsterdam. 100-103. Liu, P.C., W.H. Chuang and K.K. Lee., 2003. Infectious Gastroenteristis Caused by Vibrio Harveyi (V. charcariae) in Cultured Red Drum, Scianeops ocellatus, J.Appl.lchtyl, 19:59-51. MacDonell, M.T. and Colwell, R.R. 1985. Phylogeny of the Vibrionaceae and Recommendation for Two New Genera, Listonella and Shewanella, System. Appl. Microbiol. Vol 6, pp. 171-182 [Validation List no. 20, Int. J. Syst. Bacteriol., 1986. Vol 36, pp. 354356]. Mahardika, I.G.N..K. 2003. Polymerase Chain Reaction. Jurnal Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana vol 4 (1). Muliani, A.Suwanto, Y. Hala. 2002. Isolasi dan Karakterisasi Asal Laut Sulawesi untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis pada Larva Udang windu (Penaeus monodon Fab). Institut Pertanian Bogor. Rademaker, J.L.W. and F.J. De Bruijn. 1997. Characterization and Classification of Microbes by rep-PCR Genomic Fingerprinting and Computer-Assited Pattern Analysis. In: G. Caetano-Anolles and P.M. Gresshoff (Eds) DNA Marker: Protocols, Application and Overviews. John Wiley and Sons. New York. P: 151-171. Rademaker, J.L.W., H.J.M. Aart and P. Vinuesa. 2005. Molecular Typing of Enviromental Isolates. In: A.M. Osborn and C.J. Smith (Eds). Molecular Microbial Ecology.Taylor and Francis Group. New York. pp 97-134. Radjasa,O.K., H Urukawa, K KitaTsukamoto, and K Ohwada.,2001. Characterization of Psychrotrophic Bacteria in The Surface and Deep Sea Waters from Nortwestern Pacipic Ocean Based on 16S Ribosomal DNA Approach. Mar. Biotech.,3:454-452. Radjasa, O.K. 2009. Eco-Biotechnological Perspectives on Bacterial Symbionts of Reefs Invertebrates. BP. Universitas Diponegoro , Semarang. 63 p. Rand, G.M. 1980. Detection Bioassay, In (F.E. Guthrie and J.J. Perry (eds)). Introduction to Environmental Toxicology Elsevier. New York. 390403p. Rencana dan Strategi, Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. www.dkp.go.id. Rengpipat, S., Rukpratanporn, S., Piyatiratitivorakul, S., Menasveta, P.1998. Probiotics in Aquaculture: A case study of probiotics for larvae of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Di dalam: Flegel TW (ed). Advances in shrimp biotechnology. Bangkok: National Center for Genetic Engineering and Biotechnology. Hlm 177-181. Rheinheimer, G. 1992. Aquatic Microbiolgy 4th Edition. John Wiley and Sons. New York. pp 15-181. Rubiyanto, W.H., Dian, A.S. 2007. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta. 74 hlm. Phuoc, L.H., Patrick, S. and Peter, B. 2009. Standardization of Protocol For Vibrio Challenge In Specific PathogenFree (SPF) Shrimp (Litopenaeus vannamei). Faculty of Bioscience Engineering. Laboratory For Aquaculture and Artemia Reference Center. Ghent University. Rozier 44, B-9000, Belgium. Sabdono, A., 2001. Identifikasi dan Analisis Genetik Bakteri Karang Pendegradasi Senyawa Herbisida 2,4Diklorofenoksi Asetat di Laut Jawa. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 162 hal. Sardjito, O.K. Radjasa., S. Hutabarat, dan S.B. Prayitno, 2007. Karakterisasi dan Pathogenesitas Agensia Penyebab Vibriosis pada Kerapu Macan (Epinephelus Fuscogutattus) dari Karimunjawa, Aquacukture Indonesia, 76: 762 – 766. Sarjito, O.K. Radjasa, S.B. Prayitno, A. Sabdono dan S. Hutabarat, 2009. Phylogenetic Diversity of the Causative Agent of Vibriosis Associated With Groupers Fish from Karimunjawa Island Indonesia. Curr.Res. In Bac, 2 : 14-21. Sardjito. 2010. Disertasi. Aplikasi Biomolekuler dalam Karakterisasi Agensia Penyebab Penyakit Vibrio dan Potensi Bakteri Sponge Sebagai Pengendali Vibriosis pada Ikan Kerapu. Universitas Diponegoro. Semarang. Sjahrurrachman, A. 2006. Biologi Factor Virulensi Bakteri. http://www.tempo.co.id/medika/12200 2/pus-3.htm. Diakses 15 Juni 2006. Sunaryanto, A. and A. Mariyam. 1987. Occuraence of Pathogenic Bacteria Causing Luminescene In Penaeid larvae In Indonesia Hatcheries. Bull. Brackhis Water Aqua. Devl. Centre, 8, 64-70. Sung, H.H., G.H Kou. and Y.L Song. 1999. Vibriosis Resistance induced by Glucan Tretmaent in Tiger Shrimp (Penaeus Monodon). Fish Pathol. 29(1): 11-17. Taslihan, A., M. Murdjani, C. Purbomartono, dan E.Kusnendar, 2001. Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Mulut Merah Pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Perikanan II (2): 57-62. Thompson, C.C., F.L. Thompson., K. Vandemeulebroecke., B. Hoste., P. Dawyndt and J. Swings. 2004. Use of recA as an Alternative Phylogenetic Marker In The Family Vibrionaceae. Laboratory for Microbiolgy and BCCMTM/LMG Bacteria Collection, Ghent University, K.L. Ledeganckstraat 35, Ghent 9000, Belgium. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology, 54, pp. 919-924. Thompson, T., Fabiano, L., Iida and Swings, J. 2004. Biodevirsity of Vibrios. Microbiol. Mol. Biol. Rev., pp. 405-451. Wedemeyer, G.A., W.T.Yasutake. 1977. Clinical Methods For Assesment Of Effect On Enviromental Stress on Fish Health. Technical Papers Of The U.S. Fish and Wildlife Service. U.S Depert. Of The Interior. Fish and Wildlife Service American 89: 1-17. Wood, J.W. 1974. Diseases of Pasific Salmon Their Prevention and Treatment. Second ed., State of Washington, Dept. of Fish, Olympia, Washingto. 81p. Wyban, J.A and Sweney, J.N.1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institut, Honolulu, Hawai, USA, 158 pp.