penentuan kualitas pelumasan mesin

advertisement
PENENTUAN KUALITAS PELUMASAN MESIN
Rizqon Fajar dan Siti Yubaidah
Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT
Email: [email protected]
ABSTRACT : The monitoring on commercial engine lubricants have resulted that the properties of
most lubricants (synthetic, semi synthetic and mineral type) have met the requirements specifiedfor
common engine oil. However, significant variations have been found in the properties such as
viscosity, viscosity index and additive contents (anti oxidant & detergent). Too high in viscosity will
give difficulty during engine staring and increases the fuel consumption. Meanwhile if the viscosity is
too low this will create more risks for engine damage (metal to metal contact). Some of the samples
from synthetic, semi synthetic and mineral lubricants have shown that the additives contents (anti
oxidant, antiwear anddetergent) are too low. Lower additive contents means that the service life ofthe
lubricants will be shorter than the usual recommendation. Most of mineral lubricants are too high
viscosity at normal temperature of engine operation (lOff'C). This will decrease the efficiencyfor the
engine operations (highfuel consumption).
Keywords : mineral lubricants, synthetic, semisynthetic, viscocity, additive contents
PENDAHULUAN
Ada tiga jenis pelumas mesin yang
beredar dipasar, dibedakan berdasarkan
pelumas dasar (base oil) yang menyusunnya.
Ketiganya adalah pelumas mineral, pelumas
semi sintetik dan pelumas sintetik. Ketiganya
mempunyai kelebihan masing-masing baik
dari segi unjuk kerja maupun harga. Pelumas
mineral memiliki bahan baku yang berasal dari
proses pengilangan minyak bumi dan terdiri
dari berbagai komponen seperti parafin, nafta,
aromatik dll. Karena tersusun oleh berbagai
komponen maka pelumas mineral tidak dapat
memiliki sifat atau unjuk kerja yang optimum
tanpa bantuan aditif.
Lain halnya dengan pelumas sintetik
yang dibuat dari suatu reaksi kimia tertentu
dan dirancang untuk memiliki sifat yang
diinginkan. Oleh karena itu pelumas sintetik
memiliki struktur molekul tertentu yang
memiliki sifat atau unjuk kerja yang optimum.
Salah satu kelemahan pelumas sintetik adalah
harganya yang lebih mahal dibanding pelumas
mineral. Untuk mengatasi hal ini maka dibuat
produk yang merupakan kompromi dari
kelemahan atau kekuatan pelumas sintetik dan
mineral, yaitu pelumas semi sintetik. Saat ini
tidak adanya kesepakatan yang jelas tentang
definisi pelumas semi sintetik. Ada yang
berpendapat bahwa pelumas semi sintetik
merupakan campuran antar pelumas mineral
dengan sintetik. Definisi lain adalah pelumas
semi sintetik merupakan pelumas mineral yang
telah diperbaiki sifatnya, mendekati unjuk
kerja pelumas sintetik. Dalam survey ini akan
ditunjukkan definisi yang berlaku di pasar.
Definisi mengenai pelumas mineral, semi
sintetik dan sintetik sangat bervariasi,
ditentukan oleh persepsi masing-masing
produsen pelumas.
Pada paper ini akan diuraikan lebih dulu
tentang definisi kualifikasi pelumas yang
diberikan oleh institusi berwenang dan para
ahli dibidang pelumas. Setelah itu akan
dilaporkan hasil dari monitoring terhadap
berbagai merk pelumas dipasar dan dievaluasi
tentang jenis (mineral, semi sintetik, sintetik)
dan kualitasnya. Penentuan kualitas pelumas
dilakukan berdasarkan hasil pengukuran sifat
kimia fisika yang menentukan proses
pelumasan. Hasil pengukuran sifat kimia fisika
kemudian dibandingkan dengan spesifikasi/
standar yang sesuai dengan kualifikasi
pelumas yang tertera pada kaleng pelumas
yang dimonitor. Sifat kimia fisika yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas
pelumas adalah:
•
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
Viskositas dan Viskositas Indeks
11
Total Base Number (TBN)
Titik nyala
Kandungan Additive
Titik Tuang {Pour Point)
Sidik Jari Pelumas (FTIR)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi yang obytektif terhadap
kualitas berbagai pelumas yang beredar
dipasar tanpa memperhatikan merk dan harga
dengan cara yang sederhana dan cepat
(screening test).
TINJAUAN PUSTAKA
alkylated aromatics, polybutenes, aliphatic
diesters, polyolesters, polyalkyleneglycols dll.
Perbedaan Unjuk Kerja Pelumas Dasar
Sintetik dan Mineral
Perbedaan unjuk kerja pelumas yang
dimaksud adalah kelebihan dan kelemahannya.
Kelebihan minyak dasar sintetik (khususnya
PAO) dibanding minyak dasar mineral, baik
grup I, II maupun III adalah pada beberapa
sifat fisik dan unjuk kerjanya, antara lain2):
•
•
Kualifikasi Pelumas Dasar
Sebagaimana diuraikan sebelumnya
bahwa definisi tentang kualifikasi pelumas
dasar sangat rancu di lapangan. Pada
prinsipnya ada dua jenis pelumas dasar yaitu
pelumas dasar mineral dan sintetik. Pelumas
dasar mineral terbuat dari minyak bumi
melalui proses separasi. Sedangkan pelumas
dasar sintetik terbuat biasanya dari minyak
bumi melalui rekayasa proses/reaksi yang
kompleks untuk mendapatkan sifat yang
diinginkan. Pemerintah
melalui
Surat
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (No. 1693 K/34/MEM/2001) telah
menggolongkan mutu pelumas dasar menjadi
lima grup. Pelumas dasar yang termasuk
kedalam grup I, II dan III berasal dari minyak
bumi (mineral) karena masih mengandung
sulfur dan senyawa tak jenuh. Pelumas dasar
mineral terdiri dari campuran senyawa parafin,
nafta dan aromatik. Pelumas dasar grup III
terbuat dari senyawa parafin yang telah
mengalami proses lanjutan sehingga kadar
sulfur rendah dan memiliki indeks viskositas
yang tinggi.
Pelumas dasar grup IV dan V merupakan
pelumas sintetik dimana tidak mengandung
sulfur, memiliki indeks viskositas (>120) dan
stabilitas oksidasi yang tinggi (kadar senyawa
tak jenuh sangat kecil). Pelumas dasar sintetik
yang telah diterapklan secara luas adalah
polyalphaolefins (PAO) terutama sebagai
pelumas mesin, digolongkan dalam grup IV.
Sedangkan pelumas dasar yang digolongkan
dalam grup V adalah selain PAO, yaitu:
12
•
Sifat penguapannya yang relatif rendah,
yang memungkinkan minyak dasar ini
mempunyai tingkat konsumsi yang rendah.
Titik
tuangnya
relatif
rendah,
memungkinkan
diformulasikan
untuk
aplikasi pelumas pada kondisi ekstrem
dingin yang tidak dapat dicapai oleh
pelumas berbahan dasar mineral.
Mempunyai kestabilan yang lebih baik
pada operasi temperatur tinggi.
Disamping beberapa kelebihan tersebut
di atas minyak dasar sintetik masih
mempunyai kelemahan diantaranya:
• Keterbatasan melarutkan beberapa aditif
•
sehingga menjadi hambatan dalam proses
produksi.
Dapat menyebabkan perubahan sifat fisik
dari seal, yang dapat menyebabkan cepat
rusaknya material seal dan dapat
menimbulkan kebocoran.
•
Harganya jauh lebih mahal dari minyak
dasar mineral.
Parameter Penentu Sifat Pelumasan
Viskositas
Viskositas merupakan ukuran seberapa
besar hambatan sebuah fluida (pelumas) untuk
dapat mengalir. Makin besar viskositas (makin
kental) berarti makin makin besar hambatan
untuk mengalir. Idealnya viskositas atau
hambatan suatu pelumas harus kecil namun
harus menghasilkan lapisan tipis yang
kuat/kental untuk memisahkan dua permukaan
yang saling bergesekan pada temperatur
tertentu3,4).
Tabel
2
menampilkan
beberapa
persyaratan sifat fisika dari pelumas berasal
MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 11-21
dari berbagai kekentalan yang ditetapkan pada
SAE
J300.
Sementara
itu
penentuan
kekentalan
yang
harus
digunakan
direkomendasikan
oleh
pabrik
mesin/
kendaraan karena kekentalan berhubungan
dengan spesiflkasi mesin dan kondisi operasi
mesin (kecepatan, beban, temperatur).
tuang juga
dapat
digunakan
untuk
cek
kemurnian dan jenis pelumas sintetik4,5).
Titik Nyala (Flash Point)
viskositas akan naik jika temperature turun4"*)
Adalah temperatur dimana timbul
sejumlah uap yang dengan udara membentuk
suatu campuran yang mudah menyala. Flash
point dapat diukur dengan jalan melewatkan
nyala api pada pelumas yang dipanaskan
secara bertahap. Titik nyala merupakan sifat
pelumas yang digunakan untuk prosedur
penyimpanan agar aman dari bahaya
kebakaran. Semakin tinggi titik nyala suatu
pelumas semakin aman dalam penggunaan dan
Perubahan ini tidak akan sama untuk semua
penyimpanan4,5*.
Indeks Viskositas
Indeks viskositas (Viscosity Index, VI)
adalah suatu ukuran dari perubahan viskositas
terhadap temperatur. Viskositas pelumas akan
turun jika temperature naik dan sebaliknya,
pelumas. Saat ini hampir semua pelumas
memiliki VI yang cukup tinggi, diatas 100
sehingga perubahan temperatur tidak merubah
viskositas
hingga
ke
tingkat
yang
membahayakan mesin. Semua pelumas jenis
multi grade memiliki VI diatas 100. Untuk
pelumas mesin sintetik berasal dari PAO
memiliki VI yang tinggi (130-150).
Titik Tuang (Pour Point)
Adalah
temperatur
rendah
dimana
sebuah pelumas masih mengalir. Titik tuang
pelumas ditentukan dari jenis pelumas dasar
(base oil) yang digunakan. Pelumas sintetik
pada umumnya mempunyai titik tuang jauh
lebih rendah dibandingkan pelumas mineral.
Sehinga daerah operasi pelumas sintetik lebih
luas, mulai dari daerah ekstrim dingin hingga
panas. Pada umumnya, pelumas sintetik
mempunyai sifat cold starting yang jauh lebih
baik dibandingkan pelumas mineral. Titik
Total Base Number (TBN)
Adalah
kapasitas
pelumas
untuk
menetralisir asam yang berasal dari bahan
bakar (sulfur) dan akibat dari oksidasi
temperatur tinggi, kondensasi dan proses
pembakaran4,6).
Kehadiran
asam
dalam
mesin/crankcase dapat menimbulkan korosi
pada
bearing.
Suatu
pelumas
harus
mempunyai kandungan TBN yang cukup
tinggi agar dapat menetralisir asam dalam
jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, besar
TBN suatu pelumas tergantung jenis bahan
bakar yang digunakan (kandungan sulfur).
Semakin besar TBN dari sebuah pelumas,
semakin lama usia pakainya. Untuk kondisi di
Indonesia besar TBN untuk pelumas bensin
adalah 6-10 mg KOH/g. Pelumas disel
memiliki TBN yang lebih tinggi (>11), karena
kandungan sulfur dalam minyak disel cukup
tinggi (>500 ppm).
Tabel 1. Penggolongan dan mutu pelumas dasar
SK Menteri ESDM No. 1693 K/34/MEM/20012)
Kategori
Kandungan
Saturated/Senyawa
Pelumas Dasar
Sulfur, %
Jenuh, %
Indeks Viskositas
Grup I
>0,03
dan atau
<90
80-120
Grup II
<0,03
atau
<90
80-120
Grup III
<0,03
atau
<90
> 120
Grup IV
Semua Polyalphaolefin (PAO)
Grup V
Semua yang lain dari Grup I, II, II, IV
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
13
Tabel 2 Persyaratan sifat fisika pelumas dari berbagai kekentalan (SAE J300)7)
Parameter
OW
5W
10W
15W
20W
25W
20
30
40
50
60
3,8
3,8
4,1
5,6
5,6
9,3
5,6
<9,3
9,3
<12,5
12,5
<16,3
16,3
<21,9
21,9
26,1
-35
-30
-23
-18
-15
-9
200
205
215
220
225
230
Viskositas
pd 100°C
Min. cSt
Max. cSt
Titik
Tuang
-
-
-
-
-
-
-
-
Max. °C
Titik
Nyala
-
Min. °C
Kandungan Aditif
Pelumas mengandung berbagai jenis
aditif. Jenis aditif yang penting antara lain anti
oxidant, anti korosi, detergent dan extreme
pressure. Senyawa organo metal (zinc) sering
digunakan sebagai aditif anti oksidant, anti
korosi!antiwear
dan
extreme
pressure.
Sedangkan senyawa organo metal (Ca atau
Mg) digunakan sebagai additive detergent.
Kandungan senyawa aditif organo metal dalam
pelumas dapat dideteksi secara akurat dengan
instrument ICP (Inductive Couple Plasma).
Kisaran kandungan anti oxidant dalam
pelumas adalah 1000 ppm dan untuk aditif
detergent (Ca dan Mg) sekitar 2000 ppm.
Jumlah aditif dalam pelumas tidak boleh
terlalu sedikit, sebab aditif (terutama
antioxidant) akan cepat rusak atau terkonsumsi
dengan cepat seiring dengan usia pakai
pelumas.
Semakin
tinggi
kandungan
antioxidant usia pakai pelumas juga semakin
panjang4,6)
Sidik Jari
Pelumas tersusun oleh senyawa pelumas
dasar dan additive. Molekul pelumas dasar dan
additive mempunyai gugus-gugus fungsi yang
khas dan dapat dideteksi oleh Spektrometri
Inframerah
Transformasi
Fourier
(FTIR).
Setiap pelumas memiliki spektrum FTIR yang
khas dan spektrum tersebut dapat dijadikan
sebagai sidik jari atau identitas keasliannya.
Spektrum FTIR juga sering digunakan untuk
mendeteksi kehadiran aditif dan sisa usia pakai
4000 3000 3200 2000 2400 2000 1300 1000 1400 1200 1000
600
Bilangan gelombang (cm1)
Gambar 1. Spektra FTIR gugus fungsional dari base oil dan additif^
14
MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 11-21
Tabel 3Daftar spektra FTIR gugus fungsional dari base oil dan additif**
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm"1)
Keterangan
3000
Base Oil (Mineral & PAO)
Methyl (-CH3)
pelumas
Aromatic
1600
Mineral
ZnDDP
978 & 654
Antioxidant & Antiwear
Phenol
3648
Antioxidant
Aromatic amine
744,1310,1514
Antioxidant
Carbonat
1494 & 868
Detergent
Detergent
Detergent
Dispersant
Sulfonat
1158 & 1169
Succinimide
1230 & 1366
Succinimide
1704, 1773
berdasarkan
jumlah
kandungan
additif tersisa7). Gambar 1 menampilkan
karakteristik spektrum pelumas beserta gugus
fungsi yang berasal dari additif dan minyak
dasar (base oil). Tabel 3 memuat gugus
fungsional yang terkandung pada base oil dan
additif beserta bilangan gelombangnya.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Peralatan
yang
digunakan
untuk
penelitian ini adalah alat ukur untuk parameter
yang berkaitan fisika
pelumas yaitu
viskometer kinematik Scott gerate (viskositas
dan viskositas indeks), tabung gelas dan
termometer (titik tuang), flash point close cup
Pensky Marten, titrator Metrum (TBN). ICP
Perkin Elmer Plasma 400 (kandungan logam
additif) dan FTIR Perkin Elmer Paragon 1000
(sidik jari pelumas). Bahan kimia yang
digunakan adalah pelarut sebagai pembersih
(alkohol dan aceton). Bahan kimia untuk
keperluan
analisis
(proanalis)
adalah
chlorobenzene, asam acetat, asam perchlorat
untuk analisis kandungan basa (TBN) dan
xylene sebagai pengencer sampel pelumas
sebelum dianalisis kandungan logam dengan
ICP.
Sampel Pelumas
Sampel diambil dari grosir pelumas yang
telah dijamin keasliannya dari produsen.
Sampel terdiri dari jenis mineral, semi sintetik
dan sintetik. Setelah dicatat jenis pelumas dan
kekentalannya, sampel pelumas dipindahkan
ke botol yang bersih dan kering. Selanjutnya
botol-botol sampel diberi kode A, B, C hingga
V. Maksud dari pemindahan sampel adalah
obyektifitas tetap terjaga selam analisis (Merk
pelumas tidak akan dikenal oleh para analis di
laboratorium). Jumlah total sampel pelumas
adalah 22 buah, dimana perincianya adalah:
•
Mineral: 5 buah
•
•
Semi Sintetik: 9 buah
Sintetik: 8 buah
Ke-22
dikirim
ke
sampel
pelumas
laboratorium
untuk
kemudian
dianalisis.
Identitas dan klasifikasi dari sampel pelumas
terdapat pada Tabel 4.
Metode Pengukuran
Dari
pengukuran parameter yang
menentukan sifat pelumasan (viskositas,
indeks viskositas, titik tuang) dilakukan
perbandingan terhadap nilai standar yang
berlaku
untuk
jenis
pelumas
yang
bersangkutan, seperti yang tercantum pada
Tabel 2. Jika tidak mungkin membandingkan
dengan nilai standar maka digunakan nilai
yang bersifat lokal atau nilai tipikal yang
sesuai dengan kondisi operasional mesin
(kandungan additif). Berikut ini akan diuraikan
parameter beserta nilai standar yang digunakan
dalam penilaian.
Sampel pelumas diambil dari distributor
yang telah mempunyai reputasi. Ke-22 sampel
tersebut memiliki merk, kekentalan dan jenis
base oil yang berlainan. Identitas dari ke-22
sampel pelumas tersebut diuraikan pada
Tabel 4. Parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi unjuk kerja pelumasan dan
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
15
metode
pengukurannya
diuraikan
pada
temperature 40°C juga lebih tinggi dibanding
sampel pelumas
sintetik
yang
lain.
Dikhawatirkan pada temperatur rendah, hal ini
Tabel 5.
akan menyulitkan starting karena pompa oli
akan bekerja berat. Lain halnya dengan sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN
pelumas dengan kode B dan G yang memiliki
Sampel Pelumas Sintetik
Hasil pengukuran sifat kimia fisika dari
sampel pelumas sintetik 10W-40 dan SAE
20W-50 terdapat pada Tabel 6. Dari semua
sampel dengan kekentalan SAE 10W-40 (kode
A hingga G) hanya sampel dengan kode A
yang memiliki viskositas 100°C (18,08 cSt)
melebihi ketentuan yang ditetapkan menurut
SAE J300 (min. 12,5 dan maks. 16,3 cSt).
Visksoitas pada 100°C merupakan vi skositas
pada temperatur operasional mesin. Jika pada
jika viskositas terlalu tinggi maka mesin
bekerja lebih berat sehingga memerlukan
energi atau bahan bakar yang banyak.
Viskositas
sampel
pelumas
A
pada
viskositas
rendah
sehingga
akan
mempermudah starting mesin pada temperatur
rendah, meskipun sampel pelumas G memiliki
viskositas pada 100°C yang relatif lebih rendah
(12,2 cSt) dibandingkan batas yang ditetapkan
(min. 12,5 cSt). Hanya ada sebuah sampel
dengan bilangan kekentalan SAE 20W-50
yaitu H. Visksoitasnya pada temperatur 100°C
(17,56 cSt) memenuhi klasifikasi SAE J300
(16,3-21,9 cSt), namun demikian penggunaan
pelumas sintetik saat ini dapat mentolerir
visksoitas yang lebih rendah karena pelumas
sintetik
memilki
kekuatan
film,
friksi,
ketahanan oksidasi dan panas yang lebih tinggi
Tabel 4. Identitas dan klasifikasi sampel pelumas
Kode
Kekentalan
Jenis Base Oil
Kode
Kekentalan
Jenis Base Oil
A
10W-40
Sintetik
L
20W-50
Semi Sintetik
B
10W-40
Sintetik
M
20W-50
Semi Sintetik
C
10W-40
Sintetik
N
20W-50
Semi Sintetik
D
10W-40
Sintetik
O
20W-50
Semi Sintetik
£
10W-40
Sintetik
P
20W-50
Semi Sintetik
F
10W-40
Sintetik
Q
20W-50
Semi Sintetik
G
10W-40
Sintetik
R
20W-50
Mineral
H
20W-50
Sintetik
S
20W-50
Mineral
I
10W-40
Semi Sintetik
T
20W-50
Mineral
J
10W-40
Semi Sintetik
U
20W-50
Mineral
K
10W-40
Semi Sintetik
V
20W-50
Mineral
Tabel 5. Parameter Pelumasan dan Metode Uji
Sifat Pelumas
Metode Uji
Viskositas pada 40°C, cST
Viskositas pada 100°C,cSt
ASTM D-445
Indeks Viskositas
Titik Tuang (Pour Point), °C
Titik Nyala (Flash Point), °C
TBN, mg KOH/g
Kandungan Additive (Zn, Ca, Mg)
Sidik Jari
16
ASTM D-445
ASTM D-2270
ASTM D-97
ASTM D-92
ASTM D-2896
ICP
FTIR
MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 11-21
Tabel 6. Properties pelumas sintetik dengan SAE 10W-40 dan SAE 20W-50
SAE 10W-40
SAE 20W-50
H
Batas
156,76
Viskositas 40°C,
-
A
B
C
D
E
F
G
113,84
78,45
90,48
91,60
87,06
100,35
76,43
18,08
13,66
14,29
14,15
13.85
14,35
12,20
Batas
-
cSt
Viskositas I00°C,
17,56
cSt
Indeks Viskositas
116
Min.
Min.
16,3
12,5
Max.
Max.
21,9
16,3
130-
139
143
137
135
137
130
130-
135
150
150
Titik Tuang (PP),
-30
°C
Max.
-21
-30
-24
-24
-27
-27
-24
TBN, mgKOH/g
sampel
9,78
5,60
Max.
-15
-15
6,79
9.46
7,8
9,45
8,62
5,33
Additif:
Zn (ppm)
Ca (ppm)
Mg (ppm)
960
1158
804
820
814
762
935
1835
3257
2223
1506
2456
1465
2419
1755
4
12
6
1083
17
1079
272
8
Titik Nyala, °C
236
226
220
222
222
224
216
228
1071
-
Min.
-
Min.
215
220
Keterangan:
paling tinggi kualitasnya
kandungan additifantioksidant/antiwear (ppm)
paling rendah kualitasnya
•
Ca & Mg: kandungan additif'detergent/penetralisir asam (ppm)
•
Zn
dari pelumas mineral. Secara umum dapat
dikatakan bahwa sampel B memilki viskositas
yang ideal karena memenuhi klasifikasi SAE
J300 dan memiliki viskositas yang cukup
rendah pada temperatur 40°C.
Meskipun Indeks viskositas (VI) tidak
terlalu penting dalam unjuk kerja pelumasan
namun pelumas sintetik biasanya memiliki VI
yang berkisar antara 130 s/d 150. Semua
sampel sintetik dengan SAE 1OW-40 (A s/d G)
telah memenuhi persyaratan SAE J300.
Sedangkan sampel dengan SAE 20W-50 (kode
H) memiliki VI sebesar 116 yang agak rendah
untuk digolongkan sebagai pelumas sintetik.
Titik tuang (pour point) semua sampel baik
dengan kekentalan SAE 10W-40 dan 20W-50
(A
s/d
H)
telah
memenuhi
Bilangan basa (TBN, total base number)
menunjukkan kemampuan pelumas untuk
menetralisir asam hasil oksidasi pelumas
maupun hasil pembakaran bahan bakar.
Semakin tinggi TBN semakin tinggi pula
kemampuan pelumas menetralisir asam. TBN
dalam pelumas adalah proporsional dengan
kandungan aditif detergent (kandungan Ca dan
Mg). Selain sebagai penetralisir asam,
detergen juga berfungsi untuk membersihkan
permukaan mesin/ruang bakar dari kerak.
Besar TBN untuk kondisi bahan bakar dan
pemakain mesin yang normal di Indonesia
(-5.000 km) adalah sekitar 6-7 mg KOH/gram
sampel. Semakin tinggi TBN pelumas semakin
lama pelumas dapat digunakan 1 (>5.000 km).
persyaratan
Pelumas no A, C dan E memiliki TBN di atas
(<-15°C). Pada prinsipnya semakin rendah titik
9, oleh karena itu mempunyai kemampuan
menetralisir asam lebih tinggi atau lebih lama
dari pelumas lain. Sedangkan pelumas G
mempunyai TBN terendah yaitu 5,30 mg
KOH/g sampel.
Kandungan Zn menunjukkan jumlah
aditif anti
oxidant sekaligus antiwear,
tuang akan semakin luas daerah aplikasinya
(dapat diaplikasikan di daerah tropis maupun
di daerah beriklim dingin). Sampel B dan F
memiliki titik tuang yang terendah atau terbaik
yaitu -30°C.
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
17
yang menyatakan tingkat keamanan pelumas
dari bahaya kebakaran selama penggunaan
ataupun penyimpanan. Semakin tinggi titik
nyala berarti pelumas semakin aman untuk
digunakan. Dalam hal ini pelumas H memiliki
tingkat keamanan tertinggi dengan titik nyala
sebesar 236°C dan terendah adalah sampel F
(216°C).
Besar TBN untuk semua pelumas semi
sintetik agak rendah (TBN <7) dibanding
pelumas sintetik. Sampel pelumas M memiliki
TBN yang paling rendah. Hal ini karena
kandungan aditif detergent (Ca dan Mg) hanya
sekitar 1785 ppm. Oleh kerena itu
kemamampuan menetralisir asam juga agak
rendah dan usia pakainya menjadi lebih
pendek. Seperti diketahui bahwa aditif Zn
selain sebagai antioxidant juga digunakan
sebagai aditif antiwear, leh karena itu
kandungannya dalam pelumas harus cukup
(800-1.000 ppm). Sampel pelumas K memiliki
kandungan Zn yang paling rendah (773 ppm).
Sampel dengan kandungan aditif Zn tertinggi
adalah Q (1293 ppm) dan terendah adalah
sampel K. Sedangkan kandungan aditif
detergen (Ca dan Mg) tertinggi pada sampel J
dan terendah pada sampel M.
Titik tuang pelumas semi sintetik dengan
Sampel Pelumas Semi Sintetik
Pelumas dengan SAE 10W-40 (I s/d K)
memiliki viskositas yang memenuhi SAE J300
(12,5-16,3) pada temperatur operasional mesin
100°C. Namun demikian sampel pelumas K
memiliki viskositas yang terendah baik pada
telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Seperti pada pelumas sintetik, pelumas dengan
viskositas tinggi memiliki titik nyala yang
tinggi pula. Sampel pelumas L dan N (SAE
20W-50) memiliki titik tuang tertinggi,
sedangkan yang terendah adalah sampel I
100°C (14,34cSt) dan pada 40°C (84,95 cSt),
sehingga diprediksi akan memberikan kinerja
danK.
mesin yang lebih baik seperti lebih hemat
Sampel Pelumas Mineral
Untuk pelumas mineral hasil pengukuran
terdapat pada Tabel 8. Sampel pelumas yang
tersedia hanya dengan kekentalan SAE 20W50 tanpa SAE 10W-40. Viskositas yang
sehingga jumlahnya harus mencukupi agar
pelumas dapat digunakan hingga waktu
tertentu. Sebagai antioxidant Zn akan
terkonsumsi sehingga kandungannya harus
dijaga jangan sampai terlalu rendah.
Kadungan Zn biasanya berkisar antara 8001.000 ppm. Kandungan Zn tertinggi terdapat
pada sampel B (1158ppm) dan terendah pada
sampel F (762 ppm). Kandungan aditif
detergen (Ca dan Mg) terjadi pada sampel A
dan terendah sampel G
Titik nyala (flash point) merupakan data
kekentalan SAE 10W-40 dan SAE 20W-50
bahan bakar,
mesin
mudah
distort
pada
temperatur rendah. Hal yang sama terjadi pada
pelumas SAE 20W-50 bahwa sampel pelumas
N s/d Q telah memenuhi SAE J300. Namun
sampel N memiliki viskositas yang paling
rendah yaitu 18,32 (100°C) dan 156,45 °C
(40°C). Karena merupakan perbaikan dari sifat
pelumas mineral maka pelumas semi sintetik
memiliki indeks viskositas yang lebih tinggi
dibanding pelumas mineral. Sampel pelumas
dengan SAE 10W-40 mempunyai VI yang
lebih tinggi (132-140) dari SAE 20W-50 (118122). Sampel pelumas K mempunyai VI
tertinggi yaitu 140 sedangkan VI terendah
terdapat pada sampel P dan Q.
Sebagian besar sampel pelumas semi
sintetik memiliki titik tuang lebih rendah dari -
15°C, kecuali sampel I, P dan Q. Sampel
dengan titik tuang terendah adalah pelumas
terukur pada temperatur
100°C ternyata
melebihi batas yang ditetapkan dalam SAE
J300 (max. 16,3 cSt), kecuali sampel pelumas
T. Viskositas tertinggi terjadi pada kode S
(18,80 cSt). Penggunaan pelumas dengan
viskositas tinggi akan menyebabkan mesin
mengkonsumsi bahan bakar yang tinggi pula.
Semua sampel memiliki indeks viskositas
yang memenuhi syarat (>100).
Titik tuang semua sampel pelumas lebih
rendah dari -15°C, berarti telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Bahkan sampel
pelumas R memiliki titik tuang sangat rendah
seperti pelumas sintetik yaitu -30°C.
SAE 10W-40 dengan kode J dan K (-30°C).
18
MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 11-21
Tabel 7. Properties pelumas semi sintetik SAE 10W-40 dan SAE 20W-50
SAE 10W-40
SAE 20W-50
Viskositas
L
M
N
166.42
163.65
156,45
18.70
19.60
18,32
40°C. cSt
Viskositas
0
Q
164.19
166.95
170,64
18.89
18.80
19,89
J
K
102,13
97.84
84,95
14,95
14.60
14,14
Min.
100°C. cSt
Batas
I
Batas
P
-
Min.
16,3
12.5
Max.
Max.
21,9
Indeks
16,3
118
123
120
120
118
122
>100
132
133
140
>I00
-18
-18
-27
-18
-15
-15
Max.
-15
-30
-30
Max.
5.92
5,50
6,95
5.71
-
-
Viskositas
Titik Tuang
(PP),°C
-15
TBN.
6.25
5,88
6.60
6.09
-15
6,46
-
mgKOH/g
sampel
Zn (ppm)
1104
912
937
1123
901
1293
1073
988
773
Ca (ppm)
2019
1780
2167
1895
2135
1959
2102
2257
1971
Mg (ppm)
7
5
3
in
9
10
8
12
12
236
230
236
232
224
228
216
222
216
Titik
-
Min.
Nyala, °C
Min.
220
215
Tabel 8. Hasi pengukuranproperties pelumas mineral SAE 20W-50
SAE 20W-50
Viskositas 40°C, cSt
Viskositas 100°C, cSt
R
S
T
U
V
127,34
151,47
144,80
159,45
143,23
16,50
18,80
15,95
18,14
17,45
Batas
-
Min. 12,5
Max. 16,3
Indeks Viskositas
125
125
111
118
118
>I00
Titik Tuang (PP), °C
-30
-18
-18
-21
-21
Max.-15
TBN, mgKOH/g sampel
Zn (ppm)
Ca (ppm)
Mg(ppm)
7,07
9,16
6,91
6,58
7,96
Titik Nyala, °C
1144
1054
935
860
904
2269
3047
2167
2456
2272
12
6
10
17
170
222
228
226
238
218
Min. 220
Keteranean:
Zn
Ca & Mg
paling tinggi kualitasnya
kandungan additif antioksidant/antiwear (ppm)
paling rendah kualitasnya
kandungan additif detergent/penetralisir asam (ppm)
TBN pelumas mineral memiliki nilai
yang standar (6-7 gKOH/g sampel), kecuali
pelumas dengan kode S memiliki TBN yang
cukup tinggi (9,16). Hal ini memungkinkan
sampel pelumas S untuk digunakan lebih lama.
Kandungan aditif antioxidant dan antiwear Zn
dalam pelumas berkisar antara 800-1.000 ppm
(standar). Kandungan aditif detergen tertinggi
terdapat pada sampel S dan terendah pada
sampel T.
Meskipun pelumas no. 14 memiliki titik
nyala
yang
rendah
(118°C)
namun
diperkirakan tidak akan membahayakan
selama penggunaan. Rendahnya titik nyala
mengindikasikan bahwa pelumas no. 14
mengandung komponen yang mudah menguap
sehingga jumlah pelumas yang harus
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
19
ditambahkan (topping up) selama penggunaan
lebih besar dari pelumas lain.
Analisis Sidik Jari FTIR
Dari hasil spektra FTIR ke 22 sampel,
sidik jari yang menunjukkan gugus fungsional
base oil maupun aditif dapat diidentifikasi.
Untuk berbagai jenis base oil, khususnya
pelumas sintetik tidak dapat dibedakan dengan
pelumas mineral. Dari semua pelumas sintetik
(A s/d H) tampak bahwa sampel B tidak
mengandung/sedikt sekali gugus aromatik
(panjang gelombang = 1600 cm"1) yang
merupakan ciri khas pelumas mineral.
Kemungkinan besar sampel B tersusun
sebagian besar dari base oil sintetik berjenis
PAO (Poly Alpha Olefine). Demikian pula
dengan sample no. A, C, G dan H meskipun
spektra aromatiknya tampak jelas atau lebih
dominan dibanding pelumas B. Dari hasil
pengukuran viskositas, VI dan titik tuang juga
tampak bahwa sample no. 5 lebih superior
dibanding yang lain. Sementara itu pelumas
sintetik no. D, E dan F spektra aromatiknya
(1600 cm"1) tampak sangat jelas. Meskipun
ada indikasi kandungan mineral dalam
pelumas sintetik tersebut namun ad
kemungkinan pula pelumas sintetik tersebut
tersusun oleh base oil sintetik jenis Alkylated
Aromatic. Kehadiran gugus aromatik pada
pelumas semi sintetik sangat jelas pada
gelombang 1600 cm"1. Hal ini menunjukkan
bahwa pelumas semi sintetik merupakan
campuran dengan base oil mineral.
Spektra FTIR dari sampel Q juga
menunjukkna kehadiran
berbagai jenis
additive seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
1 dan 2. Hal yang menarik adalah spektra
aditif antioxidant
dan
antiwear (ZnDDP)
intensitasnya berbeda-beda untuk jenis
pelumas yang sama. Hal ini menunjukkan
kandungan aditif pada sampel pelumas sangat
bervariasi untuk jenis pelumas yang sama.
a. Sampel dari pelumas sintetik sebagian
besar telah memenuhi persyaratan minimal
yang ditetapkan. Ada sebuah sampel
dimana viskositas terlalu tinggi, yaitu
sampel O. Meskipun hal ini tidak akan
menimbulkan kerusakan
mesin,
namun
penggunaannya
akan
menyebabkan
efisiensi mesin tidak optimum. Selain itu
ada beberapa sampel (G dan H) dimana
kandungan aditif detergen (penetralisir
asam) terlalu rendah sementara yang lain
(A, C dan E) sangat tinggi. Hal ini
mengakibatkan usia pakai yang sangat
bervariasi diantara pelumas sintetik yang
ada. Sampel B menunjukkan kualitas yang
terbaik diantara yang lain baik dari segi
sifat fisik, kandungan aditif maupun hasil
sidik jari dengan FTIR
b. Sampel pelumas semi sintetik juga telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan
terutama
viskositas.
Namum
demikian
kandungan aditif detergen pada sebagian
sampel agak rendah (K, M dan O),
sementara sebagian besar yang lain dengan
kandungan additif yang standar (<7
mgKOH/g sampel). Pada sampel K
kandungan aditif antioxidant dan antiwear
(Zn) terlalu rendah dibanding yang lain.
Usia pakai pelumas K juga diprediksi akan
lebih pendek.
c. Diantara pelumas semi sintetik, sampel J
memiliki kualitas yang terbaik terutama
dari sifat fisik maupun kandungan aditif.
Namun demikian secara umum dapat
dikatakan bahwa kualitasnya tidak terlalu
istimewa, sebanding dengan pelumas
mineral.
d. Sebagian besar sampel pelumas mineral
memiliki viskositas yang terlalu tinggi
pada temperatur operasional (100°C). Hal
ini dapat menurunkan efisiensi kerja.
Sementara parameter yang lain cukup
memenuhi persyaratan yang ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
analisis unjuk kerja pelumasan sample
pelumas sintetik, semi sintetik dan mineral
1. Panduan Pengawasan Produksi Pelumas,
Ditjen Industri Kimia, Agro dan Hasil
Hutan, Depperindag, Oktober 2003
adalah:
20
MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2007, 11-21
2. Sanusi W, Base Oil dan Formulasi
Pelumas, Bulletin MASPI, Ed. I, Jan. 2006
6. Minvak
3. Mortier, O. (Ed), Chemistry and
Technology of Lubricants, Chapman &
7. Suhardono, E. et al, Analisis Spektroskopi
Basics, 2001
5. Physical and Chemical Properties, http://
www.herguth.com/capabilities/physical_ch
emical_properties.htm
dan
Pensaruhnva
Kandungan Minyak Mineral dan Sintetik
Berjenis
Polisobutilena,
Lembaran
Hall, 1997
4. Troyer, D. and Fitch, J., Oil Analysis
Pelumas
Terhadap Mesin Anda, Trakindo
Publikasi Lemigas Vol. 35. No 1/2
8. Fajar, R., Efek Kelarutan Biodiesel,
Proceeding Seminar Teknologi Untuk
Negeri, BPPT, 2005
Penentuan kualitas pelumasan mesin (R. Fajar dan S. Yubaidah)
21
Download