SURYA 1Vol.03, No.XIX, September 2014 PERBEDAAN

advertisement
PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN ASI DAN LARUTAN SUKROSA
ORAL TERHADAP RESPON NYERI BAYI SAAT DILAKUKAN
PENYUNTIKAN IMUNISASI DI PUSKESMAS LAREN
KECAMATAN LAREN KABUPATEN LAMONGAN
David Maulana*, Diah Eko Martini**, Faizatul Ummah**
…......……….……
……
.
.….ABSTRAK…… … ......………. …… …… .
Imunisasi merupakan salah satu prosedur yang menimbulkan nyeri karena sebagian besar
diberikan melalui penyuntikan. Beberapa manajemen nyeri untuk menurunkan nyeri
imunisasi adalah dengan pemberian ASI dan larutan sukrosa oral 75%. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui perbedaan efektivitas reson nyeri bayi yang diimunisasi setelah
diberikan intervensi pemberian ASI dan Larutan sukrosa. Penelitian ini menggunakan
desain quasi eksperimental, dengan pendekatan statistic group comparison yang bertujuan
untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri pada responden yang diberi ASI dan larutan
sukrosa oral. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang di imunisasi diwilayah kerja
puskesmas laren lamoongan. Sampel berjumlah 30 responden yang terbagi dalam dua
kelompok. Kelompok pertama diberikan intervensi pemberian ASI dan kedua diberikan
larutan sukrosa 75%. Intervensi diberikan mulai 1 menit sebelum dan sampai 3 menit
setelah tindakan imunisasi. Pengukuran respon nyeri dilakukan dengan menggunakan
skala perilaku FLACC (Face, Leg, Activity, Cray and Consolability). Analisa perbedaan
tingkat nyeri bayi saat penyuntikan imunisasi menggunakan Wilcoxon rigned rank. Hasil
uji statistic Wilcoxon rigned ranks dengan taraf signifikasi 0,05 didapatkan nilai p= 0,000
dengan nilai Z= -4,712 berarti dengan demikian Ho ditolak yang berarti ada perbedaan
efektifitas pemberian ASI (menyusui) dan pemberian larutan sukrosa oral 75% dalam
menurunkan respon nyeri bayi saat diberikan imunisasi, dimana respon nyeri pada
kelompok yang diberikan ASI dengan rata-rata skor nyeri 4,5 poin lebih rendah
dibandingkan pada kelompok yang diberikan larutan sukrosa oral dengan rata-rata skor
nyeri 6,1 poin. Selama menyusui, kebersaan ibu dengan bayi memberikan rasa aman dan
nyaman sehingga hal ini dapat dijadikan manajemen nyeri non-farmakologi dan
penerapan atraumatic care guna meningkatkan pelayanan dan kenyamanan pasien.
Kata kunci: nyeri, bayi, imunisasi, pemberian ASI, pemberian larutan sukrosa oral.
PENDAHULUAN. ……
.
…
Imunisasi merupakan bentuk intervensi
kesehatan yang sangat efektif dalam
mencegah penyakit dan menurunkan
angka kematian bayi. Program imunisasi
untuk penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi pada anak yang
dicakup dalam PPI adalah satu kali
imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPTHB, empat kali imunisasi polio, dan satu
kali imunisasi campak, dilakukan dengan
metode penyuntikan vaksin ke dalam
tubuh anak baik dengan cara intrakutan,
subkutan
maupun
intramuskuler.
SURYA
Tindakan tersebut dapat menimbulkan
nyeri pada anak, sehingga anak menjadi
rewel.Rasa nyeri yang dirasakan bayi
masih jarang menjadi perhatian petugas
kesehatan. Hal ini juga disebabkan karena
bayi belum mampu mengungkapkan rasa
nyeri yang dirasakannya secara verbal.
Meskipun bayi mengungkapkan rasa nyeri
dengan cara yang berbeda, yaitu dengan
menunjukkkan perilaku distress, seperti
ekspresi meringis, mengerutkan dahi,
menendang atau menginjak kaki dengan
menyentak, tidak tenang, merengek atau
menangis yang sulit didiamkan. Perilaku
distress seperti suara, ekspresi muka, dan
1Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Kabupaten Lamongan, Jawa Timut, rutin
dibawa ke Pos Pelayanan Terpadu.
Tingkat kunjungan balita ke Posyandu
diatas target 72 % (Dinkes Lamongan,
2012).
Dari hasil survey awal yang
dilakukan pada tanggal 24 November
2013 di Puskesmas Laren Kecamatan
Laren Kabupaten Lamongan, diperoleh
data pencapaian cakupan imunisasi bayi
tahun 2012 sebesar 93,89%. Pada saat
dilakukan observasi pada 10 bayi yang
diberikan imunisasi di Pustu Desa Laren,
ternyata terdapat 9 atau 90% bayi
menunjukkan respon nyeri menagis, dan
1 atau 10 % bayi tidak menunjukkan
respon nyeri yang dialaminya terlihat dari
tangisan atau rengekan bayi yang lama
serta sulit untuk didiamkan, respon
memberontak dengan menendang atau
menginjak kaki dengan menyentak, wajah
meringis. Namun, belum ada penanganan
terhadap nyeri tersebut, sehingga efek
nyeri yang tidak diatasi meliputi
peningkatan keadaan jaga dan iritabilitas,
maupun perubahan makan, muntah,
kehilangan selera, dan kehilangan
ketertarikan atau energi menghisap,
interupsi pola tidur bangun, keadaan
tingkah laku, dan interaksi orang tua-bayi.
Wong et al (2009) mengatakan
bahwa nyeri yang tidak ditangani dapat
mengakibatkan dampak yang serius, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Akibat jangka pendek (akut) yaitu adanya
memori kejadian nyeri, hipersensifitas
terhadap nyeri, respon terhadap nyeri
memanjang, inervasi korda spinalis yang
tiadak tepat, respon terhadap rangsangan
yang tidak berbahaya yang tidak tepat dan
penurunan ambang nyeri. Adapun akibat
jangka panjang dari nyeri antara lain
peningkatan keluhan somatic tanpa sebab
yang jelas, peningkatan respon fisiologis
dan tingkah laku terhadap nyeri,
peningkatan prevalensi defisit neurologi,
masalah psikososial dan penolakan
terhadap kontak manusia.
Salah satu upaya yang perlu
dilakukan untuk mengurangi dampak
gerakan tubuh yang berhubungan dengan
nyeri, dapat membantu perawat dalam
mengevaluasi nyeri pada bayi dan anak
yang memiliki keterbatasan keterampilan
berbicara(Hockenberry & Wilson, 2007).
Pengkajian terhadap nyeri pada anak
verbal sangat sukar, terutama pada
neonatus, karena indicator nyeri yang
paling dapat dipercaya adalah keluhan
yang tidak mungkin didapatkan. Oleh
karena itu, evaluasi harus didasarkan pada
perubahan fisiologis dan observasi tingkah
laku.Meskipun tingkah laku seperti
vokalisasi, expresi wajah, gerakan tubuh,
dan keadaan umum sama pada semua
bayi, namun akan bervariasi pada situasi
yang berbeda. Menangis sehubungan
dengan nyeri lebih intens dan lama.
Expresi wajah adalah karakter paling
konsisten dan lebih spesifik. Tersedia
sekala untuk mengevaluasi secara sistemik
perubahan wajah seperti mata menyipit,
alis menggembung, dan mulut terbuka dan
lidah tegang. Kebanyakan bayi berespon
dengan meningkatkan gerakan tubuh,
namun bayi mungkin saja mengalami
nyeri meskipun ketika ia berbaring tenag
dengan mata terpejam(Wong et al, 2009).
Tidak jarang orang tua yang dibuat stress
oleh anaknya yang rewel setelah di
suntikkan imunisasi, sehingga cenderung
tidak mengimunisasikan anaknya kembali
terutama bila disertai efek samping yang
lain misalnya demam.
Upaya peningkatan kualitas imunisasi
dilaksanakan
melalui
kampanye,
peningkatan skill petugas imunisasi,
kualitas
penyimpanan
vaksin
dan
sweeping
sasaran.
Indikator
yang
digunakan untuk menilai keberhasilan
program imunisasi adalah angka UCI
(Universal Child Immunization) yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80%
(WHO, 1988). Cakupan desa/kelurahan
UCI di Jawa Timur tahun 2012 sebesar
73,02%.
Angka
ini
mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2011
yakni 54,62% (Dinkes Jatim, 2012).
Hingga oktober 2012, sebanyak 67.366
atau 73,24% dari 91.983 balita di
SURYA
2
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Sukrosa Oral Terhadap Respon Nyeri
Bayi Saat Dilakukan Penyuntikan
Imunisasi
Di
Puskesmas
Lraren
Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan”.
Tujuan
penelitian
ini
untuk
Mengetahui
Perbedaan
Efektifitas
Pemberian ASI Dengan Larutan Sukrosa
Oral Terhadap Respon Nyeri Bayi Saat
Dilakukan Penyuntikan Imunisasi Di
Puskesmas Laren Kecamatan Laren
Kabupaten Lamongan.
tersebut
adalah
mengurangi
atau
meminimalkan nyeri saat dilakukan
imunisasi. Beberapa penelitian sudah
dilakukan untuk membantu mengurangi
nyeri pada anak saat dilakukan imunisasi.
Menurut Razek dan El Dein (2009) dalam
penelitiannya
menyebutkan
bahwa
tindakan menyusui saat dilakukan
imunisasi pada bayi dapat mengurangi
nyeri dibandingkan yang tidak menyusui.
Saat menyusui terjadi kontak kulit ibu
dengan kulit bayi yang dapat memberikan
kehangatan pada bayi. Interaksi antara ibu
dengan bayi saat menyusui menimbulkan
rasa aman, nyaman dan hangat bagi bayi.
Perasaan itu mengingatkan bayi akan
nyamannya berada didalam Rahim ibu,
sehingga bayi menikmati kegiatan
menyusui (Ibrahim dalam Suradi, Hegar,
Partiwi, Marzuki dan Ananta, 2010).
Adapun menurut Hartfield (2008) dalam
penelitiannya menjelaskan nyeri saat
dilakukan imunisasi pada bayi dapat
dikurangi dengan pemberian sukrosa
karena dari penelitian tersebut di peroleh
hasil bahwa bayi yang diberikan sukrosa
respon nyeri lebih sedikit dibandingkan
yang diberikan normal salin, karena rasa
manis sukrosa.
Hal tertersebut juga
dijelaskan
dalam
penilitian
yang
dilakukan oleh Mowery (2008) bahwa
pemberian larutan gula dapat menurunkan
nyeri saat diimunisasi dibandingkan
dengan pemberian placebo.
Dari fenomena tersebut, diharapkan
adanya pemecahan masalah terhadap
penurunan tingkat nyeri pada bayi saat
dilakukan penyuntikan imunisasi, agar
kebutuhan imunisasi bayi terpenuhi sesuai
dengan anjuran yang ditetapkan. Oleh
karna itu pentingnya tindakan tentang
tehnik peralihan manajemen nyeri yang
dilakukan petugas saat melakukan
tindakan penyuntikan imunisasi serta
peran orang tua atau pengasuh terhadap
bayinya.
Berdasarkan latar belakang diatas
maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
mengenai
“Perbedaan
Efektifitas Pemberian ASI Dan Larutan
SURYA
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
adalah Quasi experimental dengan
rancangan perbandingan kelompok statis
(Static
Group
Comparism)
yaitu
kelompok intervensi pertama menerima
perlakuan (X1), kemudian dilakukan
pengukuran.
Hasil
observasi
ini
dibandingkan dengan kelompok kedua
yang menerima perlakuan (X2) (Setiadi,
2007).
Pada penelitian ini, membandingkan
dua kelompok intervensi. Satu kelompok
intervensi menerima perlakuan pemberian
ASI dan yang satunya lagi menerima
perlakuan larutan sukrosa oral, yang di
ikuti dengan pengukuran skala nyeri
FLACC.
HASIL PENELITIAN
……
.
3.1 Data Umum
1. Gambaran Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Laren Kecamatan Laren Kabupaten
Lamongan yang berada didaerah utara
Bengawan Solo. Puskesmas Laren terletak
di jalan Raya Gampangsejati No. 16
Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.
2. Karakteristik ibu balita
1) Karakteristik Responden berdasarkan
umur, jenis kelamin, dan berat
badan
3
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Dari grafik 4.2 dapat diketahui bahwa
pada kelompok ASI (menyusui) sebagian
besar berjenis kelamin perempuan dengan
jumlah responden 9 (60%) orang
responden dan pada kelompok pemberian
larutan sukrosa oral sebagian besar
berjenis kelamin perempuan dengan
jumlah responden 8 (53,3%) orang
responden.
Grafik 4.1 Distribusi
frequensi
berdasarkan
umur
respondendi
Puskesmas Laren Kecamatan Laren
Kabupaten Lamongan
Dari grafik 4.1 dapat diketahui bahwa
pada kelompok ASI (menyusui) sebagian
besar responden berusia 4-7 bulan dengan
jumlah responden 11 (73,3%) orang
responden dan sebagian kecil responden
berusia 0-3 bulan dengan jumlah
responden 2 (6,7%) orang responden.
Pada kelompok pemberian larutan sukrosa
oral sebagian besar responden berusia 4-7
bulan dengan jumlah responden 7 (46,7%)
0rang responden dan sebagian kecil
responden berusia 0-3 bulan dengan
jumlah responden 2 (6,7%) orang
responden.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas
menunjukkan bahwa hampir setengah ibu
balita berumur 21-30 tahun yaitu sebesar
20 orang (45,5%) dan sebagian kecil dari
ibu balita pada kelompok umur 31-40
tahun yaitu sebesar 8 orang (18,2%).
Grafik
4.3
Distribusi
frekuensi
berdasarkan berat badan responden di
Puskesmas Laren Kecamatan Laren
Kabupaten Lamongan
Dari grafik 4.3 dapat diketahui bahwa
pada kelompok ASI (menyusui) sebagian
besar responden berdasarkan berat badan
adalah 6 – 9 kg dengan jumlah responden
sebanyak 12 (80%) orang responden dan
sebagian kecil responden berdasarkan
berat badan adalah 10-12 kg dengan
jumlah responden 3 (20%) orang
responden. Pada kelompok pemberian
larutan sukrosa oral sebagian besar
responder berdasarkan berat badan adalah
6-7 kg dengan jumlah responden 9 (60%)
orang responden dan sebagian kecil
responden berdasarkan berat badan adalah
<6 kg dengan jumlah responden 1 (6,7%).
3.1.2 Data Khusus
1. Hasil analisis tingkat nyeri pasien
pasca
injeksi
imunisasi
antara
kelompok
ASI (menyusui) dan
kelompok pemberian larutan sukrosa
oral yang di ukur dengan skala
FLACC.
Grafik4.2 Distribusi frequensi berdasarkan
jenis kelamin responden di Puskesmas
Laren Kecamatan Laren Kabupaten
Lamongan
SURYA
1)
Hasil observasi rata-rata respon
nyeri bayi pada kelompok ASI (menyusui)
setelah tindakan injeksi imunisasi dengan
4
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
menggunakan
FLACC.
lembar
skala
prilaku
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata respon nyeri
responden adalah 1,47-2,79.Hasil uji
analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai
Sig.(2-tailed) p= 0.000 berarti pada
α=0,05 dapat disimpulkan pemberian asi
efektif menurunkan respon nyeri bayi
yang diberikan imunisasi.
2)
Hasil observasi respon nyeri pada
kelompok pemberian larutan sukrosa oral
setelah dilakukan tindakan injeksi
imunisasi dengan menggunakan lembar
skala prilaku FLACC.
Grafik 4.4 Hasil observasi rata-rata respon
nyeri bayi dengan skala prilaku FLACC
pada kelompok ASI (menyusui) setelah
tindakan injeksi imunisasi di Puskesmas
Laren Kecamatan Laren Kabupaten
Lamongan.
Berdasarkan grafik 4.4 dapat diketahui
bahwa kelompok bayi yang diberikan ASI
setelah injeksi imunisasipada menit ke 3
intensitas
nyerinya
lebih
rendah
dibandingkan pada menit ke 0. Penurunan
intensitas nyeri tersebut dapat dibuktikan
berdasarkan data tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Tabel hasil observasi rata-rata
respon nyeri bayi dengan skala
prilaku
FLACC
pada
kelompok yang diberikan ASI
setelah
tindakan
injeksi
imunisasi di Puskesmas Laren
Kecamatan Laren Kabupaten
lamongan.
Grafik 4.5 Hasil observasi respon nyeri
bayi dengan skala prilaku FLACC pada
kelompok pemberian larutan sukrosa oral
setelah dilakukan tindakan injeksi
imunisasi di Puskesmas Laren Kecamatan
Laren Kabupaten Lamongan.
Berdasarkan grafik 4.5 dapat diketahui
bahwa kelompok bayi yang diberikan
larutan sukrosa oral setelah injeksi
imunisasi pada menit ke 3 intensitas
nyerinya lebih rendah dibandingkan pada
Waktu
Observasi
Intensitas Nyeri
Menggunakan Skala
FLACC
Kelompok Menyusui
Mean SD 95% Paired
CI
t-test
15 5,93 1,03 4,36P=
Menit
5,50 0,000
ke 0
15 3,13 1,18 1,47Menit
2,79
ke 3
menit ke 0. Penurunan intensitas nyeri
tersebut dapat dibuktikan berdasarkan data
tabel dibawah ini:
Waktu N
Intensitas Nyeri
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa
pada kelompok ASI (menyusui) yang di
observasi pada menit ke 0 didapatkan
sebagian besar rata-rata respon nyeri
responden yang di ukur dengan skala
prilaku FLACC yaitu5,93 (nyeri sedang)
dengan standar deviasi 1,03. Dari hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata respon nyeri
responden adalah 4,36-5,50.Sedangkan
hasil pengukuran pada menit ke 3
didapatkan sebagian besar rata-rata respon
nyeri responden yaitu 3,13 (nyeri ringan)
dengan standar defiasi 1,18. Dari hasil
SURYA
5
N
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Observasi
Menggunakan Skala
FLACC
Kelompok Larutan Sukrosa
Mea SD 95% Paire
n
CI
d ttest
7,66 1,1 5,05
P=
Meni 1
1
0,000
t ke 0 5
6,28
4,60 1,1 1,97
Meni 1
2
t ke 3 5
3,22
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa
pada kelompok pemberian sukrosa oral
yang diobservasi pada menit ke 0
didapatkan sebagian besar rata-rata respon
nyeri responden yang di ukur dengan
skala prilaku FLACC yaitu7,66 (nyeri
berat) dengan standar deviasi 1,11. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini rata-rata respon nyeri
responden adalah 5,05-6,28.Sedangkan
hasil pengukuran pada menit ke 3
didapatkan sebagian besar rata-rata respon
nyeri responden yaitu 4,60(nyeri sedang)
dengan standar defiasi 1,12. Dari hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata respon nyeri
responden adalah 1,97-3,22. Hasil uji
analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai
Sig.(2-tailed) p= 0.000 berarti pada
α=0,05 dapat disimpulkan pemberian
larutan sukrosa oral efektif menurunkan
respon nyeri bayi yang diberikan
imunisasi.
2.
Perbedaan
Efektivitas
SURYA
N
Menit ke
ASI
0
(menyus
Menit ke
ui)
3
Larutan Menit ke
0
sukrosa
oral Menit ke
3
15
15
Intensitas
Wilcoxon
Nyeri
Mean Mean
menit
ke
0
dan 3
5,9
4,5
P=0,000
3,1
Z= -4,712
15
15
7,6
4,6
Ket.
Ada
perbe
daan
6,1
Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui
bahwa rata-rata skala nyeri bayi yang
diberikan ASI saat diimunisasi respon
nyeri bayi pada menit ke 0 adalah 5,9
dan pada menit ke 3 adalah 3,1. Rararata skor respon nyeri bayi pada menit
ke 0 dan ke 3 adalah 4,5 poin.
Sedangkan bayi yang diberikan larutan
sukrosa oral saat diimunisasi respon
nyeri pada menit ke 0 adalah 7,6 dan
pada menit ke 3 adalah 4,6. Rata-rata
skor respon nyeri bayi pada menit ke 0
dan ke 3 adalah 6,1 poin. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemberian ASI (menyusui) lebih
efektif
dibandingkan
pemberian
larutan
sukrosa
oral
dalam
menurunkan respon nyeri bayi saat di
injeksi imunisasi.
Berdasarkan hasil uji statistic
Wilcoxon rigned ranksdengan taraf
signifikasi 0,05 didapatkan nilai p=
0,000 dengan nilai Z= -4,712berarti
dengan demikian Ho ditolak yang
berarti ada perbedaan efektifitas
pemberian ASI (menyusui) dan
pemberian larutan sukrosa oral 75%
dalam menurunkan respon nyeri bayi
saat diberikan imunisasi
Pemberian ASI (menyusui) dan
Larutan
Sukrosa
Oral
dalam
menurunkan respon nyeri bayi saat
dilakukan injeksi imunisasi.
Tabel
Kelomp Menit
k
observ
asi
4.6 Hasil pengolahan data
kelompok ASI (menyusui) dan
kelompok pemberian larutan
sukrosa
oral
terhadap
perbedaan efektivitas respon
nyeri bayi pasca injeksi
imunisasi di Puskesmas Laren
Kecamatan Laren Kabupaten
Lamongan.
4PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1.1 Respon tingkat
nyeri pada
kelompok bayi yang diberi ASI
Berdasarkan
tabel
4.4
pada
kelompok
yang
diberikan
ASI
menunjukkan bahwa rata-rata respon nyeri
6
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Rahayuningsih
(2009),
dalam
penelitiannya mengenai pemberian efek
ASI terhadap tingkat nyeri dan lama
tangisan bayi saat penyuntikan imunisasi,
menjelaskan bahwa dengan derajat
kepercayaan 95% dan kekuatan uji 80%
diperoleh hasil, bayi yang diberikan ASI
tingkat
myerinya
lebih
rendah
dibandingkan dengan bayi pada kelompok
control.
Razek dan El-Dein (2009), dalam
penelitiannya mengenai efek menyusui
terhadap perbaikan nyeri pada bayi yang
diimunisasi dengan α 5% diperoleh hasil
bahwa durasi menangis kelompok dengan
intervensi lebih rendah (rerata 125,33
detik) dibandingkan dengan kelompok
control (rerata 148,66 detik). Pengukuran
skor nyeri menggunakan facial pain rating
scale dan diperoleh hasil rerata skor nyeri
lebih rendah pada kelompok intervensi
dibandingkan dengan kelompok control.
bayi yang di ukur dengan skala perilaku
FLACC pada menit ke nol adalah 5,9
(nyeri sedang) dengan standar defiasi
1,03. Pada menit ke tiga rerata respon
nyeri bayi adalah 3,1 (nyeri ringan)
dengan standar deviasi 1,18.Hasil uji
analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai
Sig.(2-tailed) p= 0.000 dapat disimpulkan
pemberian ASI (menyusui) efektif
menurunkan respon nyeri bayi yang
diberikan imunisasi.
Berdasarkan
hasil
tersebut
dapat
disimpulkan terjadi penurunan respon
nyeri pada setiap pengukuran. Hal ini
dapat terjadi karena selama bayi
menyusui, bayi yang ada dalam dekapan
ibunya akan merasa tenang, aman, dan
dapat memberikan kenyamanan kontak
kepada bayi karena selama menyusui ada
kontak/ sentuhan antara ibu dengan
bayinya yang dapat menimbulkan rasa
nyaman dan hangat bagi bayi, tidak hanya
karena kehangatan, melainkan juga karena
bau yang familier. Dengan demikian pada
saat menyusui bayi akanmerasakan
kehangatan, kelembutan dan kasih sayang
dalam dekapan ibu.
Potts dan Mandleco (2010) menjelaskan,
penatalaksanaan
nyeri
secara
non
farmakologis antara lain tindakan
distraksi, tehnik relaksasi, setimulasi kulit
atau
sentuhan
terapeutik.Menyusui
merupakan tindakan distraksi,relaksasi
dan stimulasi kulit.Adapun mekanisme
pengendalian nyeri tersebut adalah sel-sel
jaringan otak memproduksi opioid
endogen seperti ekhapalin dan endorprin,
bila opioid endogen tersebut dilepaskan
maka ujung sel presynaptic interneuron
pada kornu posterior maka dapat dicegah
keluarnya factor P pada ujung presynaptic
sensoric afferent dan terjadi synaptic
inhibiton sehingga rangsangan nyeri tidak
diteruskan. Hal yang dapat mempengaruhi
produksi opioid endogen antara lain,
distraksi, sentuhan, dan lain-lain. Hal
tersebut juga didukung oleh beberapa
penelitian yang menjelaskan bahwa
menyusui dapat mengurangi respon nyeri
pada bayi.
SURYA
4.1.2 Respon tingkat nyeri pada
kelompok bayi yang diberi larutan
sukrosa oral
Berdasarkan
tabel
4.5
pada
kelompok yang diberikan larutan sukrosa
menunjukkan bahwa rata-rata respon nyeri
bayi, yang di ukur dengan skala perilaku
FLACC pada menit ke nol adalah 7,6
(nyeri berat) dengan standar deviasi
1,24,dan rata-rata pada menit ke tiga
adalah 4,6 (nyeri sedang) dengan standar
deviasi 1,12.Hasil uji analisis uji Paired TTest didapatkan nilai Sig.(2-tailed) p=
0.000 berarti pada α=0,05 dapat
disimpulkan pemberian larutan sukrosa
oral efektif menurunkan respon nyeri bayi
yang diberikan imunisasi.
Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan terjadi penurunan respon
nyeri pada setiap pengukuran. Hal tersebut
dapat terjadi karena larutan gula terdapat
sukrosa. Sukrosa merupakan disakarida
yang banyak kita jumpai. Sukrosa ialah
gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang
berasal dari tebu maupun dari bit
(Williams, 1999). Penggunaan sukrosa
dalam manajemen nyeri untuk bayi bisa
7
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
menurunkan nyeri tersebut, didukung
dalam penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti.
Tadlo, et al (2011) dalam penelitiannya
mengenai efekli posomal lidokain dan
sukrosa serta kombinasi dari keduanya
terhadap nyeri pada bayi saat venapunksi,
menjelaskan hasil pengukuran skor VAS
(Visual Analog Scale) pada expresi
menringis
dan
durasi
menangis
menunjukkan bahwa kelompok yang
diberikan
sukrosa
lebih
rendah
dibandingkan dengan kelompok yang
diberikan lidokain (p= 0,001). Kelompok
yang diberikan sukrosa dan lidokain skor
expresi meringis dan lama menangisnya
lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan lidokain (p=
0,001). Sedangkan skor pada kelompok
yang diberikan sukrosa dibandingkan
dengan kelompok yang diberikan sukrosa
dan lidokain tidak ada bedanya.
Hartfield, Gusic, Dyer dan Pokmano
(2008) menjelaskan dalam penelitiannya
mengenai evaluasi efek analgesic sukrosa
oral pada imunisasi rutin untuk bayi 2-4
bulan. Berdasarkan penelitian tersebut
dijelaskan bahwa bayi yang diberikan
sukrosa tingkat nyerinya lebih rendah
dibandingkan dengan bayi pada kelompok
control. Rerata skor nyeri bayi pada
kelompok
intervensi
sebesar 2,96
sedangkan
padakelompok
control
diperoleh nilai rerata skor nyerinya
sebesar 4,31.
digunakan dibandingkan dengan tidak
dilakukan
tindakan
tersebut
dapt
dijelaskan dalam teori Gate Control.
Teori Gate Control yang dikemukakan
Melzack dan Wall (1998, dalam Smeltzer
dan Bare, 2007), menjelaskan bahwa
Substansia Gelatinosa (SG), yaitu suatu
area dari sel-sel khusus pada bagian ujung
dorsal serabut saraf sumsum tulang
belakang (sipanal cord) yang berperan
sebagai
pintu
gerbang
(gathing
mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini
dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang dating sebelum sampai
dikorteks serebri dan menimbulakan
persepsi nyeri. Mekanisme nyeri pada
teori tersebut yaitu impuls nyeri dari
nociceptor ditransmisikan melalui serabut
saraf afferent (delta A dan C), tiba di
cornu posterior ditransmisikan oleh sel T
neuron menuju ke otak dan di korteks
akan nyeri tersebut dipersepsikan. Adapun
mekanisme
pengendalian
nyeri
berdasarkan teori tersebut adalah sel-sel
jaringan otak memproduksi opioid
endogen seperti ekhapalin dan endorprin,
bila opioid endogen tersebut dilepaskan
maka ujung sel presynaptic interneuron
pada kornu posterior maka dapat dicegah
keluarnya factor P pada ujung presynaptic
sensoric afferent dan terjadi synaptic
inhibiton sehingga rangsangan nyeri tidak
diteruskan. Hal yang dapat mempengaruhi
produksi opioid endogen antara lain,
distraksi, sentuhan, dan lain-lain.
Sehingga sukrosa yang merupakan
bentuk distraksi dari manajemen nyeri
sebagai
analgesic
diduga
melalui
mekanisme opioid endogen dimana otak
akan mengeluarkan endorphin yang
merupakan substansi sejenis morfin yang
disuplai oleh tubuh, sehingga pada saat
neuron perifer dan neuron yang menuju
otak tempat seharusnya substansia P akan
menghantarkan nyeri, pada saat tersebut
endorphin akan memblokir lepasnya
substansi p dari neuron sensorik sehingga
impuls nyeri di medulla spinalis menjadi
terhambat sehingga sensasi nyeri menjadi
berkurang. Efektivita sukrosa dalam
SURYA
4.1.3 Perbedaan evektivitas terhadap
respon nyeri bayi antara kelompok
yang diberi ASI dan kelompok yang
diberi larutan sukrosa oral.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui
bahwa rata-rata skala nyeri bayi yang
diberikan ASI saat diimunisasi respon
nyeri bayi pada menit ke 0 adalah 5,9 dan
pada menit ke 3 adalah 3,1. Rara-rata skor
respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke
3 adalah 4,5 poin. Sedangkan bayi yang
diberikan larutan sukrosa oral saat
diimunisasi respon nyeri pada menit ke 0
adalah 7,6 dan pada menit ke 3 adalah 4,6.
8
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
tersebut sentuhan yang diberikan saat
menyusui dapat merangsang pengeluaran
encephalin yang juga merupakan opioid
endogen (Taddio, et al, 2011).Efektifitas
pemberian ASI dengan cara menyusui
tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Codipierto, Ceccarelli dan
ponzone (2008). Penelitin tersebut
bertujuan
untuk
membandingkan
efektivitas menyusui dengan pemberian
sukrosa oral dalam menurunkan nyeri saat
prosedur pengambilan darah. Pengukuran
respon
nyeri
menggunakan
PIPP
(Premature Infant Pain Profile). Hasil dari
penelitian menjelaskan bahwa pemberian
ASI dengan menyusui lebih efektif dalam
menurunkan nyeri dibandingkan dengan
yang diberikan sukrosa oral.
Rata-rata skor respon nyeri bayi pada
menit ke 0 dan ke 3 adalah 6,1 poin. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemberian ASI (menyusui) lebih efektif
dibandingkan pemberian larutan sukrosa
oral dalam menurunkan respon nyeri bayi
saat di injeksi imunisasi.
Berdasarkan hasil uji statisticWilcoxon
signed ranks test didapatkan bahwa p=
0,000 dan Z= -4,708 berarti dengan
demikian Ho ditolak yang berarti ada
perbedaan respon nyeri pade kelompok
yang diberi ASI dan kelompok yang diberi
larutan sukrosa oral.
Kesimpulan dari hasil analisa tersebut
bahwa terjadi penurunan respon pada
kedua kelompok, tetapi pada kelompok
yang diberikan ASI respon nyerinya lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok
yang diberikan larutan sukrosa oral/gula
dengan rata-rata pada kelompok ASI
dengan nyeri ringan sedangkan pada
kelompok pemberian larutan sukrosa
dengan
rata-rata
nyeri
sedang.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemberian ASI dengan cara
menyusui dalam mengurangi nyeri pada
bayi yang diberikan imunisasi lebih efektif
dibandingkan
dengan
larutan
sukrosa/gula. Adapun perbedaan respon
nyeri pada menit ketiga tersebut dapat
terjadi karena selain distraksi rasa,
pemberian ASI dengan cara menyusui
juga menggunakan sentuhan terapeutik,
stimulasi kulit dan relaksasi sedangkan
pada pemberian larutan sukrosa/gula hal
tersebut tidak dilakukan.
Berdasarkan teori Gate Control,rasa
manis dari laktosa pada ASI seperti rasa
manis dari sukrosa yaitu dapat
merangsang pengeluaran opioid endogen
yang dapat membantu mengurangi rasa
nyeri. Pelukan yang diberikan saat
menyusui akan memberikan kontak kulit
antara ibu dan bayinya, akan merangsang
tubuh untuk melepaskan hormone
oksitosin (hormone yang berhubungan
dengan perassan damai dan juga cinta)
sehingga akan mempengaruhi dari
psikologi dari bayi itu sendiri .selain hal
SURYA
4PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penenlitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian ASI (menyusui) efektif
dalam menurunkan respon nyeri bayi
saat dilakukan injeksi imunisasi. Ratarata skor respon nyeri bayi pada menit
ke 0 dan ke 3 adalah 4,5 poin.
2. Pemberian larutan sukrosa oral efektif
dalam menurunkan respon nyeri bayi
saat dilakukan injeksi imunisasi.Ratarata skor respon nyeri bayi pada menit
ke 0 dan ke 3 adalah 6,1 poin.
3. Ada perbedaan efektifitas pemberian
ASI (menyusui) dan pemberian larutan
sukrosa oral dalam menurunkan respon
nyeri bayi saat dilkakukan injeksi
imunisai dimana pemberian ASI
(menyusui) lebih efektif dibandingkan
pemberian larutan sukrosa oral dalam
menurunkan respon nyeri bayi pasca
tindakan injeksi imunisasi..
5.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian
ini, maka peneliti mengajukan saran
sebagai berikut.
1. Bagi pendidikan
9
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Research (2 Ed). Philadelphia :
XV.B. Saunders. R
Penelitian ini dapat dijadikan referensi
dalam
penatalaksanaan
nyeri
non
farmokologi dalam menrunkan intensitas
nyeri pada bayi sehingga dampak negative
yang
diakibatkan
nyeri
dapat
diminimalkan.
2. Bagi pelayanan
Diharapkan perawat sebagai salah satu
pemberi pelayanan dapat memperhatikan
nyeri pada bayi dan penatalaksanaannya
sehingga dampak negative akibat nyeri
dapat diminimalkan. Perawat dapat
melakukan
modifikasi
bila
penatalaksanaan nyeri tersebut mengalami
hambatan misalnya karena harga yang
mahal, penatalaksanaan yang sulit, tidak
tersedianya
sarana
dan prasarana.
Pemberian
ASI
(menyusui)
dapat
dilakukan untuk penatalaksanaan nyeri
pada bayi bila ibu dari bayi tersebut masih
menyusui. Adapun larutan gula dapat
dijadikan sebagai salah satu alternative
penatalaksanaan nyeri karena harganya
murah dan mudah didapat apabila ibu
sudah tidak menyusui lagi.
3. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan dasar
untuk penelitian selanjutnya misalnya
terkait perbandingan analisa terhadap
kelompok control (tanpa perlakuan)
danmeningkatkan konsentrasi larutan
sukrosa/gula, juga factor-faktor yang
mempengaruhi
penghambat
dalam
penurunan intensitas nyeri.
Codipietro, L., Ceccarelli, M., & Ponzone,
A. (2008). Breastfeeding or Oral
Sucrose In Term Neonatus
Receiving
Heel
Lance.
Pediatrics Official Journal Qf
American
Academy
of
Pediatrics, 122, eJló-e121.
www.pediatrics.org
diperoleli
tanggal 22 November 2013.
Dep.Kes RI. (2012). Modul Latihan
Penyuntikan Yang Aman &
Imunisasi Hepatitis B. Jatim.
Dep.Kes RI, (2005). Buku Pedoman
Petugas Fasilitas Imunisasi
Dasar
Lengkap.
Jakarta:
Depkes.
Ditjen PPM & PL, (2005). Pelatihan Safe
Injection. Jakarta: Depkes
Endyarni, B. (2010). Perawatan Metode
Kanguru (PMK) Meningkatkan
Pemberian ASI, dalam Suradi.
R, Hegar, B.. Partiwi, I.GAN..
Marzuki. A.N.S.. Manta, Y.
Indonesia menyusui Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
G.J.Ebrahim,
(1986).
136,http://www.tabloidnakita.co
m/artikel.php3?edisi = 07319 &
ubrik
=
bayi
diakses
2013/11/28: 20:13
4DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. (22 Ed, Brahm U.
Pendit, penterjemah). Jakarta:
EGC
Angel, J. (2009). Seri Pedoman Praktis
Pengkajian Pediatrik (Ed-4, Esti
Wahyuningsih,
Penerjemah).
Jakarta: EGC
Badan
Penelitian & Pengembangan
Kesehatan
Departemen
Kesehatan RI (2009). Laporan
Rises
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas). Jakarta
Burns,
N. & Grove,
Understanding
SURYA
S.K.
Gradin, NL, Erikson, NL, Holmqvist, G.,
Holstein, A & Schollin, J.
(2002). Pain reduction at
venipuncture in newborn: oral
glucosa compared with local
anesthetic cream. Pediatrics
Official Journal Ql American
Academy of Pediatrics, 110,
1053-1057. www.pediatrics.org
diperoleh tanggal 22 November
2013
(1999).
Nursing
10
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Guyton, AC. (1998). Buku ajar fisiologi
kedokteran guyton. Jakarta: EGC
Diperoleh tanggal 2 November
2013
Hatfield. LA (2008). Sukrosa Decrease
infant
biobehavioral
pain
response to immunizations A
Randimized controlled trial
Journal of Nursing Scholarship,
40(3), 2 19-225. LBSCO
database diperoleh tanggal 31
September 2013
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi,
Tesis, dan Instrument Penelitian
Keperawatan Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medik
Nursalam,
(2008).
Konnsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman, Jakarta : Salemba
Medika
Hidayat, A.A, (2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak I. Jakarta:
Salemba Medika
P J Lewindon, L Harkness, N Lewindon,
(2009). Randomised controlled
trial of sucrose by mouth for the
relief of infant crying after
immunisation.
Pediatrics
Official Journal Of American
Accademy of Pediatrics, 124 (6),
el
101-el
107.
www.pediatrics.org
diperoleh
tanggal 25 November 2013.
Hockenberry, Ml J & Wilson, D. (2007).
Wong ‘s Nursing Care of Infants
and
Children.
St.
Louis
Missouri: Mosby
Ibrahim, ARA (2010). Menyusui: Proses
Melekatkan Ikatan Batin Ibu
Dan Bayi, dalam Suradi, R.,
Hegar, B., Partiwi, LGAN.,
Marzuki, A.N.S., Ananta, Y.
Indonesia Menyusui. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
Potter,
Kolcaba, K & Dimarco, M. A. (2005).
Comfort
theory
and
its
application to pediatric nursing.
Pedfatric Nursing. 31(3), 187194
Rahayuningsih, S.R. (2009). Efek
pemberian
ASI
Terhadap
Tingkat Nyeri dan Lama
Tangisan Bavi Saat Penyuntikan
Imunisasi Di Kota Depok Tahun
2009. Tesis. Jakarta.
Lewis, T.V., Zanotti.. J., Dammeyer, JA.
&. Merkel, S. (2010). Realibility
and validity of the face, legs,
activity,
cry,
consolability,
behavioral tool in assesing,
acute pain in critically ill
patients. American jurnal of
Critical Care. 19(1), 55-62.
EBSCO database. Diperoleh
tanggal 2 November 2013
Ranuh, I.G.N., Suyitno,H., Hadinegoro,
S.RS. & Kartasasmita, C.B.
(2005). Pedoman Imunisasi
Indonesia. Ed 2. Jakarta: Satgas
Imunisasi IDAI
Razek, AA & El-Dein, N.A. (2008). Effect
of breast-feeding on pain relief
during infant immunization
injections. International Journal
of Nursing Practice, 15, 99-104.
EBSCO database. Diperoleh
tanggal 10 November 2013
Manjoer.A, (2000). Kapita Selekta
Kedokteran ; edisi 3. Jakarta : ECG
Mowery, BD. (2008). Effects of Sukrose
on Iimnunization Injection Pain
in Hispanic Infants. American
jurnal of Critical Care. 19(1),
55-62.
EBSCO
database.
SURYA
P.P & Perry A.G. (2005).
Fundamental of nursing (6 Ed).
St. Louis Missouri: Mosby
Smeltzer. S.C. & Bare, B.G. (2007). Buku
Ajar Keperawatan Medical
11
Vol.03, No.XIX, September 2014
Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi
saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten
lamongan
Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Soetjiningsih. (1997). ASI Untuk Petunjuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta :
ECG
Tamsuni, A. (2007). Konsep dan
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:
EGC
Wong, D.L., Hockenberrv, M., Wilson,
D.,
Winkelsein,
NIL.
&
Schwartrz, P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatric Wong
(volume 2, 6 Ed, Andry
Hartono, dick, penerjemah).
Jakarta: EGC
Wong.
(2004).
Pedoman
Klinis
Keperawatan Pediatric, (4th Ed,
Monica Ester, penerjemah).
Jakarta: EGC
Yupi Supartini (2004). Buku Ajar Konsep
Keperawatan Anak. Jakarta:
ECG
SURYA
12
Vol.03, No.XIX, September 2014
Download