PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN ASI DAN LARUTAN SUKROSA ORAL TERHADAP RESPON NYERI BAYI SAAT DILAKUKAN PENYUNTIKAN IMUNISASI DI PUSKESMAS LAREN KECAMATAN LAREN KABUPATEN LAMONGAN David Maulana*, Diah Eko Martini**, Faizatul Ummah** …......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . Imunisasi merupakan salah satu prosedur yang menimbulkan nyeri karena sebagian besar diberikan melalui penyuntikan. Beberapa manajemen nyeri untuk menurunkan nyeri imunisasi adalah dengan pemberian ASI dan larutan sukrosa oral 75%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan efektivitas reson nyeri bayi yang diimunisasi setelah diberikan intervensi pemberian ASI dan Larutan sukrosa. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental, dengan pendekatan statistic group comparison yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri pada responden yang diberi ASI dan larutan sukrosa oral. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang di imunisasi diwilayah kerja puskesmas laren lamoongan. Sampel berjumlah 30 responden yang terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diberikan intervensi pemberian ASI dan kedua diberikan larutan sukrosa 75%. Intervensi diberikan mulai 1 menit sebelum dan sampai 3 menit setelah tindakan imunisasi. Pengukuran respon nyeri dilakukan dengan menggunakan skala perilaku FLACC (Face, Leg, Activity, Cray and Consolability). Analisa perbedaan tingkat nyeri bayi saat penyuntikan imunisasi menggunakan Wilcoxon rigned rank. Hasil uji statistic Wilcoxon rigned ranks dengan taraf signifikasi 0,05 didapatkan nilai p= 0,000 dengan nilai Z= -4,712 berarti dengan demikian Ho ditolak yang berarti ada perbedaan efektifitas pemberian ASI (menyusui) dan pemberian larutan sukrosa oral 75% dalam menurunkan respon nyeri bayi saat diberikan imunisasi, dimana respon nyeri pada kelompok yang diberikan ASI dengan rata-rata skor nyeri 4,5 poin lebih rendah dibandingkan pada kelompok yang diberikan larutan sukrosa oral dengan rata-rata skor nyeri 6,1 poin. Selama menyusui, kebersaan ibu dengan bayi memberikan rasa aman dan nyaman sehingga hal ini dapat dijadikan manajemen nyeri non-farmakologi dan penerapan atraumatic care guna meningkatkan pelayanan dan kenyamanan pasien. Kata kunci: nyeri, bayi, imunisasi, pemberian ASI, pemberian larutan sukrosa oral. PENDAHULUAN. …… . … Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam mencegah penyakit dan menurunkan angka kematian bayi. Program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada anak yang dicakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPTHB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak, dilakukan dengan metode penyuntikan vaksin ke dalam tubuh anak baik dengan cara intrakutan, subkutan maupun intramuskuler. SURYA Tindakan tersebut dapat menimbulkan nyeri pada anak, sehingga anak menjadi rewel.Rasa nyeri yang dirasakan bayi masih jarang menjadi perhatian petugas kesehatan. Hal ini juga disebabkan karena bayi belum mampu mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakannya secara verbal. Meskipun bayi mengungkapkan rasa nyeri dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menunjukkkan perilaku distress, seperti ekspresi meringis, mengerutkan dahi, menendang atau menginjak kaki dengan menyentak, tidak tenang, merengek atau menangis yang sulit didiamkan. Perilaku distress seperti suara, ekspresi muka, dan 1Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Kabupaten Lamongan, Jawa Timut, rutin dibawa ke Pos Pelayanan Terpadu. Tingkat kunjungan balita ke Posyandu diatas target 72 % (Dinkes Lamongan, 2012). Dari hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 24 November 2013 di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan, diperoleh data pencapaian cakupan imunisasi bayi tahun 2012 sebesar 93,89%. Pada saat dilakukan observasi pada 10 bayi yang diberikan imunisasi di Pustu Desa Laren, ternyata terdapat 9 atau 90% bayi menunjukkan respon nyeri menagis, dan 1 atau 10 % bayi tidak menunjukkan respon nyeri yang dialaminya terlihat dari tangisan atau rengekan bayi yang lama serta sulit untuk didiamkan, respon memberontak dengan menendang atau menginjak kaki dengan menyentak, wajah meringis. Namun, belum ada penanganan terhadap nyeri tersebut, sehingga efek nyeri yang tidak diatasi meliputi peningkatan keadaan jaga dan iritabilitas, maupun perubahan makan, muntah, kehilangan selera, dan kehilangan ketertarikan atau energi menghisap, interupsi pola tidur bangun, keadaan tingkah laku, dan interaksi orang tua-bayi. Wong et al (2009) mengatakan bahwa nyeri yang tidak ditangani dapat mengakibatkan dampak yang serius, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Akibat jangka pendek (akut) yaitu adanya memori kejadian nyeri, hipersensifitas terhadap nyeri, respon terhadap nyeri memanjang, inervasi korda spinalis yang tiadak tepat, respon terhadap rangsangan yang tidak berbahaya yang tidak tepat dan penurunan ambang nyeri. Adapun akibat jangka panjang dari nyeri antara lain peningkatan keluhan somatic tanpa sebab yang jelas, peningkatan respon fisiologis dan tingkah laku terhadap nyeri, peningkatan prevalensi defisit neurologi, masalah psikososial dan penolakan terhadap kontak manusia. Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak gerakan tubuh yang berhubungan dengan nyeri, dapat membantu perawat dalam mengevaluasi nyeri pada bayi dan anak yang memiliki keterbatasan keterampilan berbicara(Hockenberry & Wilson, 2007). Pengkajian terhadap nyeri pada anak verbal sangat sukar, terutama pada neonatus, karena indicator nyeri yang paling dapat dipercaya adalah keluhan yang tidak mungkin didapatkan. Oleh karena itu, evaluasi harus didasarkan pada perubahan fisiologis dan observasi tingkah laku.Meskipun tingkah laku seperti vokalisasi, expresi wajah, gerakan tubuh, dan keadaan umum sama pada semua bayi, namun akan bervariasi pada situasi yang berbeda. Menangis sehubungan dengan nyeri lebih intens dan lama. Expresi wajah adalah karakter paling konsisten dan lebih spesifik. Tersedia sekala untuk mengevaluasi secara sistemik perubahan wajah seperti mata menyipit, alis menggembung, dan mulut terbuka dan lidah tegang. Kebanyakan bayi berespon dengan meningkatkan gerakan tubuh, namun bayi mungkin saja mengalami nyeri meskipun ketika ia berbaring tenag dengan mata terpejam(Wong et al, 2009). Tidak jarang orang tua yang dibuat stress oleh anaknya yang rewel setelah di suntikkan imunisasi, sehingga cenderung tidak mengimunisasikan anaknya kembali terutama bila disertai efek samping yang lain misalnya demam. Upaya peningkatan kualitas imunisasi dilaksanakan melalui kampanye, peningkatan skill petugas imunisasi, kualitas penyimpanan vaksin dan sweeping sasaran. Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi adalah angka UCI (Universal Child Immunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% (WHO, 1988). Cakupan desa/kelurahan UCI di Jawa Timur tahun 2012 sebesar 73,02%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yakni 54,62% (Dinkes Jatim, 2012). Hingga oktober 2012, sebanyak 67.366 atau 73,24% dari 91.983 balita di SURYA 2 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Sukrosa Oral Terhadap Respon Nyeri Bayi Saat Dilakukan Penyuntikan Imunisasi Di Puskesmas Lraren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan”. Tujuan penelitian ini untuk Mengetahui Perbedaan Efektifitas Pemberian ASI Dengan Larutan Sukrosa Oral Terhadap Respon Nyeri Bayi Saat Dilakukan Penyuntikan Imunisasi Di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. tersebut adalah mengurangi atau meminimalkan nyeri saat dilakukan imunisasi. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk membantu mengurangi nyeri pada anak saat dilakukan imunisasi. Menurut Razek dan El Dein (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tindakan menyusui saat dilakukan imunisasi pada bayi dapat mengurangi nyeri dibandingkan yang tidak menyusui. Saat menyusui terjadi kontak kulit ibu dengan kulit bayi yang dapat memberikan kehangatan pada bayi. Interaksi antara ibu dengan bayi saat menyusui menimbulkan rasa aman, nyaman dan hangat bagi bayi. Perasaan itu mengingatkan bayi akan nyamannya berada didalam Rahim ibu, sehingga bayi menikmati kegiatan menyusui (Ibrahim dalam Suradi, Hegar, Partiwi, Marzuki dan Ananta, 2010). Adapun menurut Hartfield (2008) dalam penelitiannya menjelaskan nyeri saat dilakukan imunisasi pada bayi dapat dikurangi dengan pemberian sukrosa karena dari penelitian tersebut di peroleh hasil bahwa bayi yang diberikan sukrosa respon nyeri lebih sedikit dibandingkan yang diberikan normal salin, karena rasa manis sukrosa. Hal tertersebut juga dijelaskan dalam penilitian yang dilakukan oleh Mowery (2008) bahwa pemberian larutan gula dapat menurunkan nyeri saat diimunisasi dibandingkan dengan pemberian placebo. Dari fenomena tersebut, diharapkan adanya pemecahan masalah terhadap penurunan tingkat nyeri pada bayi saat dilakukan penyuntikan imunisasi, agar kebutuhan imunisasi bayi terpenuhi sesuai dengan anjuran yang ditetapkan. Oleh karna itu pentingnya tindakan tentang tehnik peralihan manajemen nyeri yang dilakukan petugas saat melakukan tindakan penyuntikan imunisasi serta peran orang tua atau pengasuh terhadap bayinya. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Perbedaan Efektifitas Pemberian ASI Dan Larutan SURYA 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi experimental dengan rancangan perbandingan kelompok statis (Static Group Comparism) yaitu kelompok intervensi pertama menerima perlakuan (X1), kemudian dilakukan pengukuran. Hasil observasi ini dibandingkan dengan kelompok kedua yang menerima perlakuan (X2) (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini, membandingkan dua kelompok intervensi. Satu kelompok intervensi menerima perlakuan pemberian ASI dan yang satunya lagi menerima perlakuan larutan sukrosa oral, yang di ikuti dengan pengukuran skala nyeri FLACC. HASIL PENELITIAN …… . 3.1 Data Umum 1. Gambaran Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan yang berada didaerah utara Bengawan Solo. Puskesmas Laren terletak di jalan Raya Gampangsejati No. 16 Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. 2. Karakteristik ibu balita 1) Karakteristik Responden berdasarkan umur, jenis kelamin, dan berat badan 3 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Dari grafik 4.2 dapat diketahui bahwa pada kelompok ASI (menyusui) sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan jumlah responden 9 (60%) orang responden dan pada kelompok pemberian larutan sukrosa oral sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan jumlah responden 8 (53,3%) orang responden. Grafik 4.1 Distribusi frequensi berdasarkan umur respondendi Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan Dari grafik 4.1 dapat diketahui bahwa pada kelompok ASI (menyusui) sebagian besar responden berusia 4-7 bulan dengan jumlah responden 11 (73,3%) orang responden dan sebagian kecil responden berusia 0-3 bulan dengan jumlah responden 2 (6,7%) orang responden. Pada kelompok pemberian larutan sukrosa oral sebagian besar responden berusia 4-7 bulan dengan jumlah responden 7 (46,7%) 0rang responden dan sebagian kecil responden berusia 0-3 bulan dengan jumlah responden 2 (6,7%) orang responden. Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa hampir setengah ibu balita berumur 21-30 tahun yaitu sebesar 20 orang (45,5%) dan sebagian kecil dari ibu balita pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebesar 8 orang (18,2%). Grafik 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan berat badan responden di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan Dari grafik 4.3 dapat diketahui bahwa pada kelompok ASI (menyusui) sebagian besar responden berdasarkan berat badan adalah 6 – 9 kg dengan jumlah responden sebanyak 12 (80%) orang responden dan sebagian kecil responden berdasarkan berat badan adalah 10-12 kg dengan jumlah responden 3 (20%) orang responden. Pada kelompok pemberian larutan sukrosa oral sebagian besar responder berdasarkan berat badan adalah 6-7 kg dengan jumlah responden 9 (60%) orang responden dan sebagian kecil responden berdasarkan berat badan adalah <6 kg dengan jumlah responden 1 (6,7%). 3.1.2 Data Khusus 1. Hasil analisis tingkat nyeri pasien pasca injeksi imunisasi antara kelompok ASI (menyusui) dan kelompok pemberian larutan sukrosa oral yang di ukur dengan skala FLACC. Grafik4.2 Distribusi frequensi berdasarkan jenis kelamin responden di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan SURYA 1) Hasil observasi rata-rata respon nyeri bayi pada kelompok ASI (menyusui) setelah tindakan injeksi imunisasi dengan 4 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan menggunakan FLACC. lembar skala prilaku estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata respon nyeri responden adalah 1,47-2,79.Hasil uji analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai Sig.(2-tailed) p= 0.000 berarti pada α=0,05 dapat disimpulkan pemberian asi efektif menurunkan respon nyeri bayi yang diberikan imunisasi. 2) Hasil observasi respon nyeri pada kelompok pemberian larutan sukrosa oral setelah dilakukan tindakan injeksi imunisasi dengan menggunakan lembar skala prilaku FLACC. Grafik 4.4 Hasil observasi rata-rata respon nyeri bayi dengan skala prilaku FLACC pada kelompok ASI (menyusui) setelah tindakan injeksi imunisasi di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Berdasarkan grafik 4.4 dapat diketahui bahwa kelompok bayi yang diberikan ASI setelah injeksi imunisasipada menit ke 3 intensitas nyerinya lebih rendah dibandingkan pada menit ke 0. Penurunan intensitas nyeri tersebut dapat dibuktikan berdasarkan data tabel dibawah ini: Tabel 4.4 Tabel hasil observasi rata-rata respon nyeri bayi dengan skala prilaku FLACC pada kelompok yang diberikan ASI setelah tindakan injeksi imunisasi di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten lamongan. Grafik 4.5 Hasil observasi respon nyeri bayi dengan skala prilaku FLACC pada kelompok pemberian larutan sukrosa oral setelah dilakukan tindakan injeksi imunisasi di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Berdasarkan grafik 4.5 dapat diketahui bahwa kelompok bayi yang diberikan larutan sukrosa oral setelah injeksi imunisasi pada menit ke 3 intensitas nyerinya lebih rendah dibandingkan pada Waktu Observasi Intensitas Nyeri Menggunakan Skala FLACC Kelompok Menyusui Mean SD 95% Paired CI t-test 15 5,93 1,03 4,36P= Menit 5,50 0,000 ke 0 15 3,13 1,18 1,47Menit 2,79 ke 3 menit ke 0. Penurunan intensitas nyeri tersebut dapat dibuktikan berdasarkan data tabel dibawah ini: Waktu N Intensitas Nyeri Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada kelompok ASI (menyusui) yang di observasi pada menit ke 0 didapatkan sebagian besar rata-rata respon nyeri responden yang di ukur dengan skala prilaku FLACC yaitu5,93 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 1,03. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata respon nyeri responden adalah 4,36-5,50.Sedangkan hasil pengukuran pada menit ke 3 didapatkan sebagian besar rata-rata respon nyeri responden yaitu 3,13 (nyeri ringan) dengan standar defiasi 1,18. Dari hasil SURYA 5 N Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Observasi Menggunakan Skala FLACC Kelompok Larutan Sukrosa Mea SD 95% Paire n CI d ttest 7,66 1,1 5,05 P= Meni 1 1 0,000 t ke 0 5 6,28 4,60 1,1 1,97 Meni 1 2 t ke 3 5 3,22 Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada kelompok pemberian sukrosa oral yang diobservasi pada menit ke 0 didapatkan sebagian besar rata-rata respon nyeri responden yang di ukur dengan skala prilaku FLACC yaitu7,66 (nyeri berat) dengan standar deviasi 1,11. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata respon nyeri responden adalah 5,05-6,28.Sedangkan hasil pengukuran pada menit ke 3 didapatkan sebagian besar rata-rata respon nyeri responden yaitu 4,60(nyeri sedang) dengan standar defiasi 1,12. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata respon nyeri responden adalah 1,97-3,22. Hasil uji analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai Sig.(2-tailed) p= 0.000 berarti pada α=0,05 dapat disimpulkan pemberian larutan sukrosa oral efektif menurunkan respon nyeri bayi yang diberikan imunisasi. 2. Perbedaan Efektivitas SURYA N Menit ke ASI 0 (menyus Menit ke ui) 3 Larutan Menit ke 0 sukrosa oral Menit ke 3 15 15 Intensitas Wilcoxon Nyeri Mean Mean menit ke 0 dan 3 5,9 4,5 P=0,000 3,1 Z= -4,712 15 15 7,6 4,6 Ket. Ada perbe daan 6,1 Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata skala nyeri bayi yang diberikan ASI saat diimunisasi respon nyeri bayi pada menit ke 0 adalah 5,9 dan pada menit ke 3 adalah 3,1. Rararata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 4,5 poin. Sedangkan bayi yang diberikan larutan sukrosa oral saat diimunisasi respon nyeri pada menit ke 0 adalah 7,6 dan pada menit ke 3 adalah 4,6. Rata-rata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 6,1 poin. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI (menyusui) lebih efektif dibandingkan pemberian larutan sukrosa oral dalam menurunkan respon nyeri bayi saat di injeksi imunisasi. Berdasarkan hasil uji statistic Wilcoxon rigned ranksdengan taraf signifikasi 0,05 didapatkan nilai p= 0,000 dengan nilai Z= -4,712berarti dengan demikian Ho ditolak yang berarti ada perbedaan efektifitas pemberian ASI (menyusui) dan pemberian larutan sukrosa oral 75% dalam menurunkan respon nyeri bayi saat diberikan imunisasi Pemberian ASI (menyusui) dan Larutan Sukrosa Oral dalam menurunkan respon nyeri bayi saat dilakukan injeksi imunisasi. Tabel Kelomp Menit k observ asi 4.6 Hasil pengolahan data kelompok ASI (menyusui) dan kelompok pemberian larutan sukrosa oral terhadap perbedaan efektivitas respon nyeri bayi pasca injeksi imunisasi di Puskesmas Laren Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. 4PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1.1 Respon tingkat nyeri pada kelompok bayi yang diberi ASI Berdasarkan tabel 4.4 pada kelompok yang diberikan ASI menunjukkan bahwa rata-rata respon nyeri 6 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Rahayuningsih (2009), dalam penelitiannya mengenai pemberian efek ASI terhadap tingkat nyeri dan lama tangisan bayi saat penyuntikan imunisasi, menjelaskan bahwa dengan derajat kepercayaan 95% dan kekuatan uji 80% diperoleh hasil, bayi yang diberikan ASI tingkat myerinya lebih rendah dibandingkan dengan bayi pada kelompok control. Razek dan El-Dein (2009), dalam penelitiannya mengenai efek menyusui terhadap perbaikan nyeri pada bayi yang diimunisasi dengan α 5% diperoleh hasil bahwa durasi menangis kelompok dengan intervensi lebih rendah (rerata 125,33 detik) dibandingkan dengan kelompok control (rerata 148,66 detik). Pengukuran skor nyeri menggunakan facial pain rating scale dan diperoleh hasil rerata skor nyeri lebih rendah pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok control. bayi yang di ukur dengan skala perilaku FLACC pada menit ke nol adalah 5,9 (nyeri sedang) dengan standar defiasi 1,03. Pada menit ke tiga rerata respon nyeri bayi adalah 3,1 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 1,18.Hasil uji analisis uji Paired T-Test didapatkan nilai Sig.(2-tailed) p= 0.000 dapat disimpulkan pemberian ASI (menyusui) efektif menurunkan respon nyeri bayi yang diberikan imunisasi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan terjadi penurunan respon nyeri pada setiap pengukuran. Hal ini dapat terjadi karena selama bayi menyusui, bayi yang ada dalam dekapan ibunya akan merasa tenang, aman, dan dapat memberikan kenyamanan kontak kepada bayi karena selama menyusui ada kontak/ sentuhan antara ibu dengan bayinya yang dapat menimbulkan rasa nyaman dan hangat bagi bayi, tidak hanya karena kehangatan, melainkan juga karena bau yang familier. Dengan demikian pada saat menyusui bayi akanmerasakan kehangatan, kelembutan dan kasih sayang dalam dekapan ibu. Potts dan Mandleco (2010) menjelaskan, penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis antara lain tindakan distraksi, tehnik relaksasi, setimulasi kulit atau sentuhan terapeutik.Menyusui merupakan tindakan distraksi,relaksasi dan stimulasi kulit.Adapun mekanisme pengendalian nyeri tersebut adalah sel-sel jaringan otak memproduksi opioid endogen seperti ekhapalin dan endorprin, bila opioid endogen tersebut dilepaskan maka ujung sel presynaptic interneuron pada kornu posterior maka dapat dicegah keluarnya factor P pada ujung presynaptic sensoric afferent dan terjadi synaptic inhibiton sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan. Hal yang dapat mempengaruhi produksi opioid endogen antara lain, distraksi, sentuhan, dan lain-lain. Hal tersebut juga didukung oleh beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa menyusui dapat mengurangi respon nyeri pada bayi. SURYA 4.1.2 Respon tingkat nyeri pada kelompok bayi yang diberi larutan sukrosa oral Berdasarkan tabel 4.5 pada kelompok yang diberikan larutan sukrosa menunjukkan bahwa rata-rata respon nyeri bayi, yang di ukur dengan skala perilaku FLACC pada menit ke nol adalah 7,6 (nyeri berat) dengan standar deviasi 1,24,dan rata-rata pada menit ke tiga adalah 4,6 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 1,12.Hasil uji analisis uji Paired TTest didapatkan nilai Sig.(2-tailed) p= 0.000 berarti pada α=0,05 dapat disimpulkan pemberian larutan sukrosa oral efektif menurunkan respon nyeri bayi yang diberikan imunisasi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan terjadi penurunan respon nyeri pada setiap pengukuran. Hal tersebut dapat terjadi karena larutan gula terdapat sukrosa. Sukrosa merupakan disakarida yang banyak kita jumpai. Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit (Williams, 1999). Penggunaan sukrosa dalam manajemen nyeri untuk bayi bisa 7 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan menurunkan nyeri tersebut, didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Tadlo, et al (2011) dalam penelitiannya mengenai efekli posomal lidokain dan sukrosa serta kombinasi dari keduanya terhadap nyeri pada bayi saat venapunksi, menjelaskan hasil pengukuran skor VAS (Visual Analog Scale) pada expresi menringis dan durasi menangis menunjukkan bahwa kelompok yang diberikan sukrosa lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan lidokain (p= 0,001). Kelompok yang diberikan sukrosa dan lidokain skor expresi meringis dan lama menangisnya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan lidokain (p= 0,001). Sedangkan skor pada kelompok yang diberikan sukrosa dibandingkan dengan kelompok yang diberikan sukrosa dan lidokain tidak ada bedanya. Hartfield, Gusic, Dyer dan Pokmano (2008) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai evaluasi efek analgesic sukrosa oral pada imunisasi rutin untuk bayi 2-4 bulan. Berdasarkan penelitian tersebut dijelaskan bahwa bayi yang diberikan sukrosa tingkat nyerinya lebih rendah dibandingkan dengan bayi pada kelompok control. Rerata skor nyeri bayi pada kelompok intervensi sebesar 2,96 sedangkan padakelompok control diperoleh nilai rerata skor nyerinya sebesar 4,31. digunakan dibandingkan dengan tidak dilakukan tindakan tersebut dapt dijelaskan dalam teori Gate Control. Teori Gate Control yang dikemukakan Melzack dan Wall (1998, dalam Smeltzer dan Bare, 2007), menjelaskan bahwa Substansia Gelatinosa (SG), yaitu suatu area dari sel-sel khusus pada bagian ujung dorsal serabut saraf sumsum tulang belakang (sipanal cord) yang berperan sebagai pintu gerbang (gathing mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang dating sebelum sampai dikorteks serebri dan menimbulakan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri pada teori tersebut yaitu impuls nyeri dari nociceptor ditransmisikan melalui serabut saraf afferent (delta A dan C), tiba di cornu posterior ditransmisikan oleh sel T neuron menuju ke otak dan di korteks akan nyeri tersebut dipersepsikan. Adapun mekanisme pengendalian nyeri berdasarkan teori tersebut adalah sel-sel jaringan otak memproduksi opioid endogen seperti ekhapalin dan endorprin, bila opioid endogen tersebut dilepaskan maka ujung sel presynaptic interneuron pada kornu posterior maka dapat dicegah keluarnya factor P pada ujung presynaptic sensoric afferent dan terjadi synaptic inhibiton sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan. Hal yang dapat mempengaruhi produksi opioid endogen antara lain, distraksi, sentuhan, dan lain-lain. Sehingga sukrosa yang merupakan bentuk distraksi dari manajemen nyeri sebagai analgesic diduga melalui mekanisme opioid endogen dimana otak akan mengeluarkan endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh, sehingga pada saat neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansia P akan menghantarkan nyeri, pada saat tersebut endorphin akan memblokir lepasnya substansi p dari neuron sensorik sehingga impuls nyeri di medulla spinalis menjadi terhambat sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang. Efektivita sukrosa dalam SURYA 4.1.3 Perbedaan evektivitas terhadap respon nyeri bayi antara kelompok yang diberi ASI dan kelompok yang diberi larutan sukrosa oral. Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata skala nyeri bayi yang diberikan ASI saat diimunisasi respon nyeri bayi pada menit ke 0 adalah 5,9 dan pada menit ke 3 adalah 3,1. Rara-rata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 4,5 poin. Sedangkan bayi yang diberikan larutan sukrosa oral saat diimunisasi respon nyeri pada menit ke 0 adalah 7,6 dan pada menit ke 3 adalah 4,6. 8 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan tersebut sentuhan yang diberikan saat menyusui dapat merangsang pengeluaran encephalin yang juga merupakan opioid endogen (Taddio, et al, 2011).Efektifitas pemberian ASI dengan cara menyusui tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Codipierto, Ceccarelli dan ponzone (2008). Penelitin tersebut bertujuan untuk membandingkan efektivitas menyusui dengan pemberian sukrosa oral dalam menurunkan nyeri saat prosedur pengambilan darah. Pengukuran respon nyeri menggunakan PIPP (Premature Infant Pain Profile). Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pemberian ASI dengan menyusui lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibandingkan dengan yang diberikan sukrosa oral. Rata-rata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 6,1 poin. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI (menyusui) lebih efektif dibandingkan pemberian larutan sukrosa oral dalam menurunkan respon nyeri bayi saat di injeksi imunisasi. Berdasarkan hasil uji statisticWilcoxon signed ranks test didapatkan bahwa p= 0,000 dan Z= -4,708 berarti dengan demikian Ho ditolak yang berarti ada perbedaan respon nyeri pade kelompok yang diberi ASI dan kelompok yang diberi larutan sukrosa oral. Kesimpulan dari hasil analisa tersebut bahwa terjadi penurunan respon pada kedua kelompok, tetapi pada kelompok yang diberikan ASI respon nyerinya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan larutan sukrosa oral/gula dengan rata-rata pada kelompok ASI dengan nyeri ringan sedangkan pada kelompok pemberian larutan sukrosa dengan rata-rata nyeri sedang. Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa pemberian ASI dengan cara menyusui dalam mengurangi nyeri pada bayi yang diberikan imunisasi lebih efektif dibandingkan dengan larutan sukrosa/gula. Adapun perbedaan respon nyeri pada menit ketiga tersebut dapat terjadi karena selain distraksi rasa, pemberian ASI dengan cara menyusui juga menggunakan sentuhan terapeutik, stimulasi kulit dan relaksasi sedangkan pada pemberian larutan sukrosa/gula hal tersebut tidak dilakukan. Berdasarkan teori Gate Control,rasa manis dari laktosa pada ASI seperti rasa manis dari sukrosa yaitu dapat merangsang pengeluaran opioid endogen yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri. Pelukan yang diberikan saat menyusui akan memberikan kontak kulit antara ibu dan bayinya, akan merangsang tubuh untuk melepaskan hormone oksitosin (hormone yang berhubungan dengan perassan damai dan juga cinta) sehingga akan mempengaruhi dari psikologi dari bayi itu sendiri .selain hal SURYA 4PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penenlitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian ASI (menyusui) efektif dalam menurunkan respon nyeri bayi saat dilakukan injeksi imunisasi. Ratarata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 4,5 poin. 2. Pemberian larutan sukrosa oral efektif dalam menurunkan respon nyeri bayi saat dilakukan injeksi imunisasi.Ratarata skor respon nyeri bayi pada menit ke 0 dan ke 3 adalah 6,1 poin. 3. Ada perbedaan efektifitas pemberian ASI (menyusui) dan pemberian larutan sukrosa oral dalam menurunkan respon nyeri bayi saat dilkakukan injeksi imunisai dimana pemberian ASI (menyusui) lebih efektif dibandingkan pemberian larutan sukrosa oral dalam menurunkan respon nyeri bayi pasca tindakan injeksi imunisasi.. 5.2 Saran Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut. 1. Bagi pendidikan 9 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Research (2 Ed). Philadelphia : XV.B. Saunders. R Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam penatalaksanaan nyeri non farmokologi dalam menrunkan intensitas nyeri pada bayi sehingga dampak negative yang diakibatkan nyeri dapat diminimalkan. 2. Bagi pelayanan Diharapkan perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan dapat memperhatikan nyeri pada bayi dan penatalaksanaannya sehingga dampak negative akibat nyeri dapat diminimalkan. Perawat dapat melakukan modifikasi bila penatalaksanaan nyeri tersebut mengalami hambatan misalnya karena harga yang mahal, penatalaksanaan yang sulit, tidak tersedianya sarana dan prasarana. Pemberian ASI (menyusui) dapat dilakukan untuk penatalaksanaan nyeri pada bayi bila ibu dari bayi tersebut masih menyusui. Adapun larutan gula dapat dijadikan sebagai salah satu alternative penatalaksanaan nyeri karena harganya murah dan mudah didapat apabila ibu sudah tidak menyusui lagi. 3. Bagi peneliti Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya misalnya terkait perbandingan analisa terhadap kelompok control (tanpa perlakuan) danmeningkatkan konsentrasi larutan sukrosa/gula, juga factor-faktor yang mempengaruhi penghambat dalam penurunan intensitas nyeri. Codipietro, L., Ceccarelli, M., & Ponzone, A. (2008). Breastfeeding or Oral Sucrose In Term Neonatus Receiving Heel Lance. Pediatrics Official Journal Qf American Academy of Pediatrics, 122, eJló-e121. www.pediatrics.org diperoleli tanggal 22 November 2013. Dep.Kes RI. (2012). Modul Latihan Penyuntikan Yang Aman & Imunisasi Hepatitis B. Jatim. Dep.Kes RI, (2005). Buku Pedoman Petugas Fasilitas Imunisasi Dasar Lengkap. Jakarta: Depkes. Ditjen PPM & PL, (2005). Pelatihan Safe Injection. Jakarta: Depkes Endyarni, B. (2010). Perawatan Metode Kanguru (PMK) Meningkatkan Pemberian ASI, dalam Suradi. R, Hegar, B.. Partiwi, I.GAN.. Marzuki. A.N.S.. Manta, Y. Indonesia menyusui Jakarta: Badan Penerbit IDAI G.J.Ebrahim, (1986). 136,http://www.tabloidnakita.co m/artikel.php3?edisi = 07319 & ubrik = bayi diakses 2013/11/28: 20:13 4DAFTAR PUSTAKA Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (22 Ed, Brahm U. Pendit, penterjemah). Jakarta: EGC Angel, J. (2009). Seri Pedoman Praktis Pengkajian Pediatrik (Ed-4, Esti Wahyuningsih, Penerjemah). Jakarta: EGC Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2009). Laporan Rises Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta Burns, N. & Grove, Understanding SURYA S.K. Gradin, NL, Erikson, NL, Holmqvist, G., Holstein, A & Schollin, J. (2002). Pain reduction at venipuncture in newborn: oral glucosa compared with local anesthetic cream. Pediatrics Official Journal Ql American Academy of Pediatrics, 110, 1053-1057. www.pediatrics.org diperoleh tanggal 22 November 2013 (1999). Nursing 10 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Guyton, AC. (1998). Buku ajar fisiologi kedokteran guyton. Jakarta: EGC Diperoleh tanggal 2 November 2013 Hatfield. LA (2008). Sukrosa Decrease infant biobehavioral pain response to immunizations A Randimized controlled trial Journal of Nursing Scholarship, 40(3), 2 19-225. LBSCO database diperoleh tanggal 31 September 2013 Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Salemba Medik Nursalam, (2008). Konnsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman, Jakarta : Salemba Medika Hidayat, A.A, (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika P J Lewindon, L Harkness, N Lewindon, (2009). Randomised controlled trial of sucrose by mouth for the relief of infant crying after immunisation. Pediatrics Official Journal Of American Accademy of Pediatrics, 124 (6), el 101-el 107. www.pediatrics.org diperoleh tanggal 25 November 2013. Hockenberry, Ml J & Wilson, D. (2007). Wong ‘s Nursing Care of Infants and Children. St. Louis Missouri: Mosby Ibrahim, ARA (2010). Menyusui: Proses Melekatkan Ikatan Batin Ibu Dan Bayi, dalam Suradi, R., Hegar, B., Partiwi, LGAN., Marzuki, A.N.S., Ananta, Y. Indonesia Menyusui. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Potter, Kolcaba, K & Dimarco, M. A. (2005). Comfort theory and its application to pediatric nursing. Pedfatric Nursing. 31(3), 187194 Rahayuningsih, S.R. (2009). Efek pemberian ASI Terhadap Tingkat Nyeri dan Lama Tangisan Bavi Saat Penyuntikan Imunisasi Di Kota Depok Tahun 2009. Tesis. Jakarta. Lewis, T.V., Zanotti.. J., Dammeyer, JA. &. Merkel, S. (2010). Realibility and validity of the face, legs, activity, cry, consolability, behavioral tool in assesing, acute pain in critically ill patients. American jurnal of Critical Care. 19(1), 55-62. EBSCO database. Diperoleh tanggal 2 November 2013 Ranuh, I.G.N., Suyitno,H., Hadinegoro, S.RS. & Kartasasmita, C.B. (2005). Pedoman Imunisasi Indonesia. Ed 2. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI Razek, AA & El-Dein, N.A. (2008). Effect of breast-feeding on pain relief during infant immunization injections. International Journal of Nursing Practice, 15, 99-104. EBSCO database. Diperoleh tanggal 10 November 2013 Manjoer.A, (2000). Kapita Selekta Kedokteran ; edisi 3. Jakarta : ECG Mowery, BD. (2008). Effects of Sukrose on Iimnunization Injection Pain in Hispanic Infants. American jurnal of Critical Care. 19(1), 55-62. EBSCO database. SURYA P.P & Perry A.G. (2005). Fundamental of nursing (6 Ed). St. Louis Missouri: Mosby Smeltzer. S.C. & Bare, B.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Medical 11 Vol.03, No.XIX, September 2014 Perbedaan efektifitas pemberian asi dan larutan sukrosa oral terhadap respon nyeri bayi saat dilakukan Penyuntikan imunisasi di puskesmas laren Kecamatan laren kabupaten lamongan Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Soetjiningsih. (1997). ASI Untuk Petunjuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : ECG Tamsuni, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC Wong, D.L., Hockenberrv, M., Wilson, D., Winkelsein, NIL. & Schwartrz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong (volume 2, 6 Ed, Andry Hartono, dick, penerjemah). Jakarta: EGC Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric, (4th Ed, Monica Ester, penerjemah). Jakarta: EGC Yupi Supartini (2004). Buku Ajar Konsep Keperawatan Anak. Jakarta: ECG SURYA 12 Vol.03, No.XIX, September 2014