Final_Isi JVPVol8No2_2014 - E

advertisement
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52
Respon Imun terhadap Infeksi Parasit Malaria
Immune Response Againts Malaria Parasites Infection
Majematang Mading*, Rais Yunarko
Loka Litbang P2B2 Waikabubak,Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Jl. Basuki Rahmat Km 5 Puu Weri, Waikabubak, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
INFO ARTIKEL
Article History:
Received : 11 Oct. 2014
Revised : 5 Dec. 2014
Accepted : 10 Dec. 2014
Keywords :
Imun,
person,
parasite infection
Kata Kunci:
Imun,
Tubuh,
Parasit malaria
ABSTRACT/ABSTRAK
Malaria is found scattered throughout the islands, especially in eastern Indonesia.
Each year about 2.5 million people died, mostly children under five years old. Recently,
malaria remains a cause of death of infants, toddlers and pregnant women. It also
decreases productivity of infected person and tend to increase over the year. The
plasmodium infection causes immune response of host which can be seen as the
presence of inflammatory. immune protection may occur in malaria. There are two
types of immune response against malaria parasites, innate immunity and acquired
immunity. Acquired immunity occurs actively through host defense against infection;
and passively from mothers to the baby. The immune response mechanism activate the
ability immune complements to suppress the ocurence of clinical symptoms and
parasitemia.
Malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di kawasan
timur Indonesia. Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang meninggal dunia, terutama
anak-anak berumur di bawah lima tahun. Malaria masih menjadi penyebab
kematian bayi, balita dan ibu hamil serta menurunkan produktifitas kerja dan
memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Infeksi plasmodium akan
menimbulkan respon imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal
tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Respon imun terhadap malaria
terjadi melalui dua cara, yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan yang didapat yang
terjadi secara aktif (pertahanan hospes terhadap infeksi) dan pasif (dari ibu ke
bayinya). Mekanisme respon imun bekerja dengan cara membatasi kelainan klinis
dan menekan jumlah parasit dalam darah.
© 2014 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
*Alamat Korespondensi : e-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Malaria telah diketahui sejak zaman
Yunani. Saat ini malaria masih menjadi
penyebab kematian bayi, balita dan ibu hamil
serta menurunkan produktifitas kerja dan
memiliki kecenderungan untuk terus
1
meningkat. Gejala klinis penyakit malaria
khas dan mudah dikenal, karena demam yang
naik turun dan teratur disertai menggigil.
Lebih dari satu miliar orang hidup di daerah
endemis malaria, terutama di daerah tropis
0
yang terletak antara 40 Lintang Selatan dan
0
60 Lintang Utara. Di Indonesia penyakit
malaria ditemukan tersebar di seluruh
kepulauan terutama di kawasan timur
Indonesia.2 Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang
meninggal dunia, terutama anak-anak
3
berumur di bawah lima tahun. Angka statistik
yang tepat tidak diketahui karena banyak
kasus terjadi di daerah pedesaan masyarakat
tidak memiliki akses ke rumah sakit atau tidak
mendapat pelayanan kesehatan, akibatnya
banyak kasus yang tidak terdokumentasi.
Malaria disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak
dalam sel darah manusia yang ditularkan oleh
nyamuk malaria (Anopheles spp.) betina.
Malaria telah menjadi salah satu penyakit
infeksi tertua yang memiliki penyebaran
cukup luas di daerah beriklim tropis. Salah
45
Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko)
satu upaya pencegahan yang bisa dilakukan
pada penyakit infeksi yang mematikan adalah
pemberian vaksin, namun hingga kini belum
ditemukan vaksin yang efektif untuk
mencegah infeksi malaria, sehingga vaksinasi
bukanlah sarana pencegahan terbaik untuk
saat ini, untuk membuat vaksin yang dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya
malaria diperlukan pengetahuan serta
penelitian-penelitian mengenai mekanisme
4
imunitas terhadap malaria.
BAHAN DAN METODE
Tulisan ini tersusun berdasarkan studi
kepustakaan dan browsing internet. Bahan
atau artikel yang dicari melalui studi
kepustakaan berupa artikel ilmiah hasil
penelitian dan artikel ilmiah populer yang
ditulis dalam majalah/jurnal ilmiah atau
ilmiah populer, laporan hasil penelitian dan
survei buku teks yang terkait dengan respon
imun terhadap malaria.
Bahan yang diperoleh melalui browsing
internet diupayakan untuk memperoleh
naskah lengkapnya. Umumnya bahan yang
diperoleh dari hasil browsing internet
berbentuk abstrak penelitian. Bahan atau
artikel yang diperoleh dari hasil studi
kepustakaan dan browsing internet dilakukan
kajian melalui metode review artikel, yang
bertujuan untuk mengkaji tentang kelebalan
tubuh yang diakibatkan infeksi parasit
malaria.
HASIL
Berbagai infeksi parasit menghasilkan
antibodi yang merupakan pertahanan tubuh
hospes, pada stimulasi antigenik
menghasilkan pembentukan kompleks imun
terhadap infeksi malaria. Selain antibodi
mekanisme pertahanan memerlukan sel T dan
magrofag yang efektif menghancurkan
Plasmodium. Sporozoit yang masuk darah
segera dihadapi oleh respon imun nonspesifik yang terutama dilakukan oleh
makrofag dan monosit, yang menghasilkan
sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL6, IL-8, IL-10, secara langsung menghambat
pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh
parasit (sitotoksik).
Kekebalan pada malaria merupakan
suatu keadaan kebal terhadap infeksi dan
b e r h u b u n g a n d e n ga n p ro s e s - p ro s e s
penghancuran parasit atau terbatasnya
pertumbuhan dan perkembangbiakan. Pada
malaria terdapat kekebalan bawaan (alam)
dan kekebalan didapat.5
Sumber :Wahab, A, dkk, 2002
Gambar 2. Kekebalan terhadap malaria
46
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52
Mekanisme respon imun yang didapat
yang disebutkan di atas berlangsung sangat
kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti.
Namun secara kronologis, imunitas yang
didapat ini berlangsung dalam dua tahap:
1. Tahap pertama
Menghasilkan kemampuan untuk
membatasi kelainan klinis, walaupun
jumlah parasit di dalam darah masih
tinggi.
2. Tahap kedua
Menghasilkan kemampuan untuk
menekan jumlah parasit di dalam darah.
Tahap kedua ini bersifat spesifik untuk
spesies dan stadium parasit malaria
tertentu, dan terutama bekerja terhadap
stadium aseksual dalam sel darah merah.
Namun ternyata kemudian stadium lain
juga bersifat imunogenik sehingga infeksi
yang alami terjadi juga antibodi terhadap
sporozoit dan bentuk-bentuk lain dalam
stadium seksual yang telah dijelaskan di
atas.
PEMBAHASAN
Kekebalan pada malaria merupakan
keadaan kebal terhadap infeksi yang
berhubungan dengan penghancuran parasit
d a n t e r b a t a s n ya p e r t u m b u h a n d a n
perkembangbiakan parasit tersebut. Imunitas
te r h a d a p m a l a r i a s a n ga t ko m p l e ks ,
melibatkan hampir seluruh komponen sistem
imun baik spesifik maupun non-spesifik,
imunitas humoral maupun seluler, yang
timbul secara alami maupun didapat
(acquired) akibat infeksi atau vaksinasi.
Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas
hanya bersifat jangka pendek (short lived) dan
kemungkinan tidak ada imunitas yang
permanen dan sempurna. Pada malaria
terdapat kekebalan bawaan dan kekebalan
didapat.
Pada daerah endemik, janin dilindungi
oleh sistem antibodi maternal dan anak sangat
berisiko bila diserang apabila telah disapih.
Daya imunitas pada anak yang selamat pada
serangan pertama akan selalu dirangsang oleh
gigitan nyamuk yang terinfeksi selama anak
tinggal di daerah endemik malaria. Daya
imunitas malaria adalah spesies spesifik,
seseorang yang imun terhadap malaria vivax
akan terserang penyakit malaria lagi bila
terinfeksi oleh malaria falciparum. Orang yang
berkulit hitam akan tahan terhadap infeksi
malaria vivax dari pada orang yang berkulit
putih, sedangkan malaria falciparum pada
orang hitam tidak begitu berbahaya.
Antibodi pada tubuh hospes mulai
diproduksi oleh sistem imun saat hospes
manusia pertama kali terinfeksi parasit
malaria. Antibodi bekerja langsung atau
bekerja sama dengan bagian sitem imun yang
lain untuk mengenali molekul antigen yang
terdapat pada permukaan parasit untuk
membunuh parasit malaria.6 Respon imun
dari hospes yang timbul akibat suatu penyakit
ditandai dengan adanya reaksi radang, hal
tersebut bergantung pada derajat infeksinya.
Saat P. vivax memproduksi 24 merozoit setiap
48 jam akan menghasilkan 4,59 milyard
parasit dalam waktu 14 hari, sehingga hospes
akan tidak tahan bila organisme terus berbiak
tanpa dikontrol. Pada malaria dapat terjadi
perkembangan suatu proteksi imun,
terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat
hubungannya dengan rendahnya titer
antibodi atau peningkatan kemampuan
parasit melawan antibodi tersebut. Tetapi hal
tersebut bergantung pada perbedaan genetik
dari populasi schizont.
S e c a ra a l a m i p r o d u k s i a n t i b o d i
berlangsung lambat sehingga individu
menjadi sakit ketika terinfeksi. Namun, imun
memiliki memori untuk pembentukan
antibodi, maka respon sistem imun untuk
infeksi selanjutnya menjadi lebih cepat.
Setelah paparan infeksi berulang, individu
mengembangkan imunitas yang efektif
mengontrol parasitemia yang dapat
mengurangi gejala klinis dan komplikasi yang
membahayakan bahkan dapat menimbulkan
7
kematian. Level atau kadar antibodi juga
semakin meningkat dengan adanya setiap
paparan infeksi dan menjadi lebih efektif
8
dalam membunuh parasit.
Perlawanan tubuh terhadap parasit
Plasmodium atau respon imunitas dilakukan
47
Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko)
oleh imunitas seluler yaitu limfosit T dan
dilakukan oleh imunitas humoral melalui
limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi
limfosit T helper (CD 4+) dan sitotoksis (CD 8+).
Limfosit adalah sel yang cukup berperan
dalam respon imun karena mempunyai
kemampuan untuk mengenali antigen melalui
reseptor permukaan khusus dan membelah
diri menjadi sejumlah sel dengan spesifitas
yang identik, dengan masa hidup limfosit yang
panjang menjadikan sel yang ideal untuk
respons adaptif.9,10
Eritrosit yang telah terinfeksi Plasmodium
akan ditangkap oleh antigen presenting cell
(APC) dan dibawa ke sitoplasma sel dan
terbentuk fagosom yang akan bersatu dengan
lisosom sehingga terbentuk fagolisosom.
Fagolisosom mengeluarkan mediator yang
akan mendegradasi antigen Plasmodium
m e n j a d i p e p t i d a - p e p t i d a ya n g a ka n
berasosiasi dengan molekul MHC II (major
histocompatibility complex) dan di
4
presentasikan ke sel TCD . Saat
berlangsungnya proses tersebut APC
mengeluarkan interleukin-12 (IL-12), Ikatan
antara CD40 ligand (CD40L) dan CD40 saat
presentasi antigen memperkuat produksi IL12. IL-12 ini akan mempengaruhi proliferasi
sel T yang merupakan komponen seluler dan
imunitas spesifik dan selanjutnya
menyebabkan aktivasi dan deferensiasi sel
T.11,12
Berdasarkan sitokin yang dihasilkan
dibedakan menjadi dua subset yaitu Th1 dan
Th2. Th-1 Menghasilkan IFN-ã dan TNF-áyang
mengaktifkan komponen imunitas seluler
seperti makrofag, monosit, serta sel NK,9
sedangkan subset yang kedua adalah Th2 yang
menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
Sitokin berperan mengaktifkan imunitas
humoral. CD 4+ berfungsi sebagai regulator
dengan membantu produksi antibodi dan
aktivasi fagosit-fagosit lain, sedangkan CD 8+
berperan sebagai efektor langsung untuk
fagositosis parasit dan menghambat
perkembangan parasit dengan menghasilkan
IFN-ã.
Pada saat Plasmodium masuk ke dalam
sel-sel tubuh dan mulai dianggap asing oleh
tubuh maka epitop-epitop antigen dari parasit
48
Plasmodium akan berikatan dengan reseptor
limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji
antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD
4+, kemudian berdeferensiasi menjadi sel Th1 dan Th-2. Sel Th-2 akan menghasilkan IL-4
dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig
(Imunoglobulin) oleh limfosit B. Ig
meningkatkan kemampuan fagositosis
makrofag.
Kekebalan Bawaan
Kekebalan bawaan pada malaria
merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada
pada hospes, tidak berhubungan dengan
infeksi sebelumnya, misalnya :
1) Manusia tidak dapat diinfeksi oleh parasit
malaria pada burung atau binatang
pengerat;2
2) Orang Negro di Afrika Barat relatif kebal
terhadap P. vivax oleh karena mempunyai
golongan darah Duffy (-) ditandai sebagai
Fy (a-b-), mungkin Duffy (+) merupakan
reseptor untuk P. Vivax. Protein duffy
memainkan peranan pada peradangan
d a n i n fe ks i m a l a r i a , p ro te i n i n i
merupakan bagian atau keluarga dari
kemokin reseptor dan reseptor ini
bersifat khusus pada parasit malaria
tertentu, terutama pada P. vivax. Dengan
percobaan secara in vitro yang dilakukan
oleh Miller et al. eritrosit yang
mengandung darah duffy negatif Fy(a-b-)
13.14
tidak dapat di invasi oleh P. vivax.
3) Orang yang mengandung Hb S heterozigot
lebih kebal terhadap infeksi P. falciparum
oleh karena pada tekanan O2 yang lebih
rendah dalam kapiler alat-alat dalam Hb S
dapat mengubah bentuk eritrosit (bentuk
sabit) dan parasitnya tidak dapat hidup
serta mudah difagositosis. Orang yang
mengandung HB S heterozigot bila
terinfeksi P. falciparum, kemungkinan
90% tidak akan menderita malaria
berat.15 Demikian pula pada orang
dengan beta-thalassemia dan hemoglobin
fetal yang menetap (Hb F). Beberapa
kelainan pada ertirosit seperti
ovalositosis, sickle cell, thalasemia á,
thalasemia â, dan defesiensi G-6-PD juga
sering dihubungkan dengan mekanisme
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52
perlindungan terhadap malaria. Kejadian
kelainan eritrosit ini rata-rata
prevalensinya tinggi ditemukan pada
daerah-daerah endemis malaria.2
4) Defisit G-6-PD (Glucose-6-Phosphate
Dehydrogenase) pada eritrosit dapat
melindungi organ terhadap infeksi berat
P. falciparum. Enzim G-6-PD merupakan
enzim yang menyebabkan hemolytic
anemia, defisit enzim ini merupakan
kelainan dari proses reaksi biokimia di
dalam tubuh. Defisit Enzim G-6-PD ini
menyebabkan parasit malaria yang
merupakan parasit intraselluer menjadi
sensitif dengan perubahan oksidatif
dalam hubungannya dengan reaksi
biokimia. Namun aktivitas G-6-PD dari sel
hospes tidak dipengaruhi oleh enzim dari
parasit. Pada beberapa studi in vitro
menunjukkan parasit malaria kurang
dapat tumbuh baik pada sel dengan
defesiensi G-6-PD dibandingkan pada sel
yang normal. Mekanisme dari sifat
resisten ini belum jelas, dimungkinkan
adanya kelainan reaksi biokimia di dalam
sel darah merah sehingga merozoit
menjadi terganggu dalam produksi DNA
dan RNA, sehingga terjadi penurunan
multiplikasi pada sel hospes.16,17 Penderita
defesiensi enzim G6PD heterozigot dan
hemozigot akan terproteksi sampai 50%
terhadap malaria berat.15
5) Penderita Southeast Asian Ovalocytosis
(SAO) di Malaysia, Indonesia dan Pasifik
Barat (Papua Nugini, Kepulauan Solomon
dan Vanuatu) relatif kebal terhadap
infeksi P.falcipatum dan P. Vivax. 2,12
Ovalositosis dihubungkan mampu tahan
terhadap serangan malaria, karena
mudah difagositosis ketika melawati
limpa. Eritrosit ovalositik juga lebih tahan
terhadap serangan merozoit jika
dibandingkan dengan eritrosit normal, ini
dikarenakan adanya afinitas ankirin ke
m o l e k u l b a n d 3 ya n g k u a t d a n
menurunkan daya gerak sitoskeleton
bagian lateral yang menyebabkan
merozoit kurang mampu untuk melekat
ke eritrosit yang ovalositik.18,19
Imunitas didapat (Acquired immunity)
Kekebalan yang didapat pada malaria
dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
Kategori kekebalan terhadap gejala klinis ada
dua tipe yaitu 1) kekebalan klinik yang dapat
menurunkan risiko kematian dan 2)
kekebalan klinik yang mengurangi beratnya
gejala klinik.2 Kekebalan didapat terjadi secara
aktif dan pasif. Kekebalan aktif merupakan
peningkatan mekanisme pertahanan hospes
akibat infeksi sebelumnya. Kekebalan pasif
ditimbulkan oleh zat-zat protektif yang
ditularkan ibu kepada bayi melalui suntikan
dengan zat yang mengandung serum orang
kebal (hiperimun). Di daerah endemik malaria
terdapat kekebalan kondingental (neonatal)
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan
kekebalan tinggi.
Kekebalan risidual ialah kekebalan
terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi
terdahulu dengan strain homolog spesies
parasit malaria. Kekebalan ini menetap untuk
beberapa waktu.
Keadaan kekebalan pada hospes yang
telah terinfeksi sebelumnya dengan
parasetemia asimtomatik disebut premunisi.
Penduduk daerah endemik yang terpapar
malaria sepanjang tahun membentuk
kekebalan terhadap infeksi. Manifestasi klinik,
parasetemia dan mungkin pertumbuhan
gametosit paling banyak terjadi pada bayi dan
anak kecil. Orang dewasa mempunyai titer
antibodi malaria yang tinggi dan parasit ini
membentuk kekebalan. Tanggapan sistem
imun terhadap infeksi malaria mempunyai
sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan tahap
spesifik. Imunitas terhadap stadium siklus
hidup parasit (stage specific), dibagi menjadi:
a. Imunitas pada stadium eksoeritrositer.
Eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium
sporozoit), respon imun pada stadium ini
berupa antibodi yang menghambat
masuknya sporozoit ke hepatosit dan
antibodi yang membunuh sporozoit
melalui opsonisasi. Eksoeritrositer
intrahepatik, respon imun pada stadium
ini berupa Limfosit T sitotoksik CD8+ dan
antigen/antobodi pada stadium hepatosit
seperti Liver Stage Antigen-1 (LSA-1),
49
Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko)
LSA-2, LSA-3. Studi yang dilakukan pada
beberapa daerah endemik juga
memberikan kesimpulan bahwa
kekebalan terhadap Plasmodium secara
alami berhubungan dengan respon
spesifik LSA-1. LSA-1 dianggap sebagai
satu-satunya antigen Plasmodium yang
20
dinyatakan spesifik di dalam hati.
b. Imunitas pada stadium aseksual eritrosit
Berupa antibodi yang mengaglutinasi
merozoit, antibodi yang menghambat
cytoadherance, antibodi yang
menghambat pelepasan atau
menetralkan toksin-toksin parasit.
c. Imunitas pada stadium seksual
Antibodi yang membunuh gametosit,
antibodi yang menghambat fertilisasi,
antibodi yang menghambat transformasi
zigot menjadi ookinet, antigen/antibodi
pada stadium seksual prefertilisasi (Pf230), dan antigen/antibodi pada stadium
seksual postfertilisasi (Pf-25, Pf-28).
Plasmodium mempunyai siklus hidup
yang sangat kompleks, melalui beberapa
stadium dan tiap stadium mengeluarkan
berbagai antigen. Hal ini menyebabkan vaksin
malaria dari setiap stadium akan berbeda,
vaksin yang di buat dari satu stadium
kemungkinan tidak efektif pada stadium
lainnya. Pendekatan multistage (berbagai
stadium) dan multivalen (berbagai antigen
dari stadium yang sama) merupakan dasar
kesuksesan aplikasi vaksin malaria.
Hambatan yang dihadapi pada multivalen
adalah mengidentifikasi antigen yang
mempunyai sifat protektif untuk
diformulasikan dalam satuan vaksin dan
respon dari hospes meliputi respon Sel-T
maupun Sel-B. Penelitian pengembangan
vaksin malaria sampai saat ini masih
menghadapi banyak kesulitan namun
perkembangan hasil penelitian memberikan
harapan dikemudian hari vaksin dapat di
gunakan.
KESIMPULAN
Respon imun terhadap malaria dapat
diperoleh dengan dua cara yaitu kekebalan
bawaan berupa sifat genetik pada hospes dan
50
kekebalan didapat melalui pemberian
suntikan atau vaksin.
SARAN
Untuk menentukan pengendalian dan
pengobatan yang tepat perlu dilakukan
penelitian respon imun terhadap malaria di
daerah endemis malaria.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini kami ucapkan
terima kasih kepada Kepala Loka Litbang
P2B2 Waikabubak, dan semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian
penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Depkes RI. Epidemiologi Malaria di Indonesia.
Buletin Data dan Informasi Kesehatan.
Jakarta. Pusat Data dan Informasi Kesehatan.
2011.
2.
Sutanto Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K.
Sjarifuddin, Saleha Sungkar. Parasitologi
Kedokteran. Edisi Keempat. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2011.
3.
Soedarto. Penyakit Menular Di Indonesia .
Sagung Seto. Jakarta. 2009.
4.
Safar, R. Parasitologi Kedokteran, Yrama
Widya, Bandung. 2010.
5.
Wahab, A. Mardiana J. Sistem Imun,Imunisasi,
dan Penyakit Imun, Widya Medika, Jakarta.
2001.
6.
Nurwidayati A. Respon Antibodi Terhadap
Protein Permukaan Merozoit Plasmodium
Falciparum Dalam Penentuan Transmisi
Malaria. Jurnal Vektor Penyakit. Balai Litbang
P2B2 Donggala. Badan Litbang Kesehatan. Vol.
IV No. 1 April 2010 : 17-25.
7.
Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria Berat,
Dalam : Harijanto PN ed. Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, manifestasi klinis
dan Penanganan. Penerbit EGC. Jakarta. 2000 :
166-184.
8.
Drakeley, C.J, PH Corran, P.G. Coleman, J.E
Tongren, S.L.R. McDonald, et al. Estimating
Medium and Long Term trendes in Malaria
Transmission by Using Serologycal Markers of
Malaria Exposure. PNAS Journal. 2005; 102
(14) : 5108-5113. Diakses pada tanggal 24
Maret 2014.
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52
9.
Suparman, Eddy. Malaria Pada Kehamilan.
Cermin Kedokteran No. 146. (On Line). 2005
(http://cls.maranatha.edu/khusus/ojs/index
.php/jurnal-kedokteran/article/view/
54/pdf) diakses padatanggal 2 Februari 2014.
10. Baratawidjaja, K, G, dkk, Imunologi Dasar,
Edisi 8, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2009.
11. Abbas A.K. dan Lichtman A.H. Cellular and
Molecular Immunology. Fifth Edition. Elseveir
Saunders, Philadelphia. 2005.
15. Carter R, Mendis KM, evolutionary and
historical aspects of the burden of malaria.
Clin Microbiol Rev 2002;15;564-94.
16. Beutler, E., G6PD defeciency, Blood, Vol 84 No
11 pp 3613-3636, 1994.
17. Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell V.W.
Harper Illustrated Biochemistry, 27th ed.
Editor: Nanda Wulandari, 'Biokimia Harper',
EGC. Jakarta. 2006.
12. Muti'ah, R., Penyakit Malaria dan Mekanisme
Kerja Obat-Obat Antimalaria, Alchemy Vol 2
No 1, 2012, Hal 80-91. (http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/Kimia/article/view/
2293/pdf) di akses pada tanggal 7 April 2015.
18. Zyuhri, S., Tesis: Ovalositosis dan Kepadatan
Parasit Malaria Pada Anak Usia Sekolah Di
Daerah ENdemis Malaria (Penelitian di Kab.
Sumba Timur Nusa Tenggara Timur), FK
Universitas Diponegoro, Semarang, 2004 (On
Line) (http://eprints.undip.ac.id/
12738/1/2004PPDS3177.pdf).
13. Abdalla, S.H & Pasvol, G (Eds). Malaria A
Hematologocial Perspective. Imperial College
Press. London. 2004.
19. Perlman, P. Troye-Blomberg, M., Malaria
Immunology, 2nd revised and enlarged ed,
Karger, Stockholm, 2002.
14. Miller LH, Mc Ginniss MH, Holland PV and
Sigmon P. The Duffy blood group phenotype in
American blacks infected with Plasmodium
vivax in Vietnam. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1978.
27: 1069.
20. Longhorne, J., (Ed) Immunology and
Immunopathogenesis of malaria, Springer,
Jerman, 2005.
51
Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko)
52
Download