Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52 Respon Imun terhadap Infeksi Parasit Malaria Immune Response Againts Malaria Parasites Infection Majematang Mading*, Rais Yunarko Loka Litbang P2B2 Waikabubak,Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Basuki Rahmat Km 5 Puu Weri, Waikabubak, Nusa Tenggara Timur, Indonesia INFO ARTIKEL Article History: Received : 11 Oct. 2014 Revised : 5 Dec. 2014 Accepted : 10 Dec. 2014 Keywords : Imun, person, parasite infection Kata Kunci: Imun, Tubuh, Parasit malaria ABSTRACT/ABSTRAK Malaria is found scattered throughout the islands, especially in eastern Indonesia. Each year about 2.5 million people died, mostly children under five years old. Recently, malaria remains a cause of death of infants, toddlers and pregnant women. It also decreases productivity of infected person and tend to increase over the year. The plasmodium infection causes immune response of host which can be seen as the presence of inflammatory. immune protection may occur in malaria. There are two types of immune response against malaria parasites, innate immunity and acquired immunity. Acquired immunity occurs actively through host defense against infection; and passively from mothers to the baby. The immune response mechanism activate the ability immune complements to suppress the ocurence of clinical symptoms and parasitemia. Malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di kawasan timur Indonesia. Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang meninggal dunia, terutama anak-anak berumur di bawah lima tahun. Malaria masih menjadi penyebab kematian bayi, balita dan ibu hamil serta menurunkan produktifitas kerja dan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Infeksi plasmodium akan menimbulkan respon imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Respon imun terhadap malaria terjadi melalui dua cara, yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan yang didapat yang terjadi secara aktif (pertahanan hospes terhadap infeksi) dan pasif (dari ibu ke bayinya). Mekanisme respon imun bekerja dengan cara membatasi kelainan klinis dan menekan jumlah parasit dalam darah. © 2014 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved *Alamat Korespondensi : e-mail: [email protected] PENDAHULUAN Malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Saat ini malaria masih menjadi penyebab kematian bayi, balita dan ibu hamil serta menurunkan produktifitas kerja dan memiliki kecenderungan untuk terus 1 meningkat. Gejala klinis penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil. Lebih dari satu miliar orang hidup di daerah endemis malaria, terutama di daerah tropis 0 yang terletak antara 40 Lintang Selatan dan 0 60 Lintang Utara. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan terutama di kawasan timur Indonesia.2 Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang meninggal dunia, terutama anak-anak 3 berumur di bawah lima tahun. Angka statistik yang tepat tidak diketahui karena banyak kasus terjadi di daerah pedesaan masyarakat tidak memiliki akses ke rumah sakit atau tidak mendapat pelayanan kesehatan, akibatnya banyak kasus yang tidak terdokumentasi. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp.) betina. Malaria telah menjadi salah satu penyakit infeksi tertua yang memiliki penyebaran cukup luas di daerah beriklim tropis. Salah 45 Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko) satu upaya pencegahan yang bisa dilakukan pada penyakit infeksi yang mematikan adalah pemberian vaksin, namun hingga kini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi malaria, sehingga vaksinasi bukanlah sarana pencegahan terbaik untuk saat ini, untuk membuat vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya malaria diperlukan pengetahuan serta penelitian-penelitian mengenai mekanisme 4 imunitas terhadap malaria. BAHAN DAN METODE Tulisan ini tersusun berdasarkan studi kepustakaan dan browsing internet. Bahan atau artikel yang dicari melalui studi kepustakaan berupa artikel ilmiah hasil penelitian dan artikel ilmiah populer yang ditulis dalam majalah/jurnal ilmiah atau ilmiah populer, laporan hasil penelitian dan survei buku teks yang terkait dengan respon imun terhadap malaria. Bahan yang diperoleh melalui browsing internet diupayakan untuk memperoleh naskah lengkapnya. Umumnya bahan yang diperoleh dari hasil browsing internet berbentuk abstrak penelitian. Bahan atau artikel yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan browsing internet dilakukan kajian melalui metode review artikel, yang bertujuan untuk mengkaji tentang kelebalan tubuh yang diakibatkan infeksi parasit malaria. HASIL Berbagai infeksi parasit menghasilkan antibodi yang merupakan pertahanan tubuh hospes, pada stimulasi antigenik menghasilkan pembentukan kompleks imun terhadap infeksi malaria. Selain antibodi mekanisme pertahanan memerlukan sel T dan magrofag yang efektif menghancurkan Plasmodium. Sporozoit yang masuk darah segera dihadapi oleh respon imun nonspesifik yang terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL6, IL-8, IL-10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik). Kekebalan pada malaria merupakan suatu keadaan kebal terhadap infeksi dan b e r h u b u n g a n d e n ga n p ro s e s - p ro s e s penghancuran parasit atau terbatasnya pertumbuhan dan perkembangbiakan. Pada malaria terdapat kekebalan bawaan (alam) dan kekebalan didapat.5 Sumber :Wahab, A, dkk, 2002 Gambar 2. Kekebalan terhadap malaria 46 Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52 Mekanisme respon imun yang didapat yang disebutkan di atas berlangsung sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Namun secara kronologis, imunitas yang didapat ini berlangsung dalam dua tahap: 1. Tahap pertama Menghasilkan kemampuan untuk membatasi kelainan klinis, walaupun jumlah parasit di dalam darah masih tinggi. 2. Tahap kedua Menghasilkan kemampuan untuk menekan jumlah parasit di dalam darah. Tahap kedua ini bersifat spesifik untuk spesies dan stadium parasit malaria tertentu, dan terutama bekerja terhadap stadium aseksual dalam sel darah merah. Namun ternyata kemudian stadium lain juga bersifat imunogenik sehingga infeksi yang alami terjadi juga antibodi terhadap sporozoit dan bentuk-bentuk lain dalam stadium seksual yang telah dijelaskan di atas. PEMBAHASAN Kekebalan pada malaria merupakan keadaan kebal terhadap infeksi yang berhubungan dengan penghancuran parasit d a n t e r b a t a s n ya p e r t u m b u h a n d a n perkembangbiakan parasit tersebut. Imunitas te r h a d a p m a l a r i a s a n ga t ko m p l e ks , melibatkan hampir seluruh komponen sistem imun baik spesifik maupun non-spesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang timbul secara alami maupun didapat (acquired) akibat infeksi atau vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek (short lived) dan kemungkinan tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna. Pada malaria terdapat kekebalan bawaan dan kekebalan didapat. Pada daerah endemik, janin dilindungi oleh sistem antibodi maternal dan anak sangat berisiko bila diserang apabila telah disapih. Daya imunitas pada anak yang selamat pada serangan pertama akan selalu dirangsang oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi selama anak tinggal di daerah endemik malaria. Daya imunitas malaria adalah spesies spesifik, seseorang yang imun terhadap malaria vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila terinfeksi oleh malaria falciparum. Orang yang berkulit hitam akan tahan terhadap infeksi malaria vivax dari pada orang yang berkulit putih, sedangkan malaria falciparum pada orang hitam tidak begitu berbahaya. Antibodi pada tubuh hospes mulai diproduksi oleh sistem imun saat hospes manusia pertama kali terinfeksi parasit malaria. Antibodi bekerja langsung atau bekerja sama dengan bagian sitem imun yang lain untuk mengenali molekul antigen yang terdapat pada permukaan parasit untuk membunuh parasit malaria.6 Respon imun dari hospes yang timbul akibat suatu penyakit ditandai dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Saat P. vivax memproduksi 24 merozoit setiap 48 jam akan menghasilkan 4,59 milyard parasit dalam waktu 14 hari, sehingga hospes akan tidak tahan bila organisme terus berbiak tanpa dikontrol. Pada malaria dapat terjadi perkembangan suatu proteksi imun, terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi tersebut. Tetapi hal tersebut bergantung pada perbedaan genetik dari populasi schizont. S e c a ra a l a m i p r o d u k s i a n t i b o d i berlangsung lambat sehingga individu menjadi sakit ketika terinfeksi. Namun, imun memiliki memori untuk pembentukan antibodi, maka respon sistem imun untuk infeksi selanjutnya menjadi lebih cepat. Setelah paparan infeksi berulang, individu mengembangkan imunitas yang efektif mengontrol parasitemia yang dapat mengurangi gejala klinis dan komplikasi yang membahayakan bahkan dapat menimbulkan 7 kematian. Level atau kadar antibodi juga semakin meningkat dengan adanya setiap paparan infeksi dan menjadi lebih efektif 8 dalam membunuh parasit. Perlawanan tubuh terhadap parasit Plasmodium atau respon imunitas dilakukan 47 Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko) oleh imunitas seluler yaitu limfosit T dan dilakukan oleh imunitas humoral melalui limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD 4+) dan sitotoksis (CD 8+). Limfosit adalah sel yang cukup berperan dalam respon imun karena mempunyai kemampuan untuk mengenali antigen melalui reseptor permukaan khusus dan membelah diri menjadi sejumlah sel dengan spesifitas yang identik, dengan masa hidup limfosit yang panjang menjadikan sel yang ideal untuk respons adaptif.9,10 Eritrosit yang telah terinfeksi Plasmodium akan ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) dan dibawa ke sitoplasma sel dan terbentuk fagosom yang akan bersatu dengan lisosom sehingga terbentuk fagolisosom. Fagolisosom mengeluarkan mediator yang akan mendegradasi antigen Plasmodium m e n j a d i p e p t i d a - p e p t i d a ya n g a ka n berasosiasi dengan molekul MHC II (major histocompatibility complex) dan di 4 presentasikan ke sel TCD . Saat berlangsungnya proses tersebut APC mengeluarkan interleukin-12 (IL-12), Ikatan antara CD40 ligand (CD40L) dan CD40 saat presentasi antigen memperkuat produksi IL12. IL-12 ini akan mempengaruhi proliferasi sel T yang merupakan komponen seluler dan imunitas spesifik dan selanjutnya menyebabkan aktivasi dan deferensiasi sel T.11,12 Berdasarkan sitokin yang dihasilkan dibedakan menjadi dua subset yaitu Th1 dan Th2. Th-1 Menghasilkan IFN-ã dan TNF-áyang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag, monosit, serta sel NK,9 sedangkan subset yang kedua adalah Th2 yang menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Sitokin berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD 4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi antibodi dan aktivasi fagosit-fagosit lain, sedangkan CD 8+ berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN-ã. Pada saat Plasmodium masuk ke dalam sel-sel tubuh dan mulai dianggap asing oleh tubuh maka epitop-epitop antigen dari parasit 48 Plasmodium akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD 4+, kemudian berdeferensiasi menjadi sel Th1 dan Th-2. Sel Th-2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig (Imunoglobulin) oleh limfosit B. Ig meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Kekebalan Bawaan Kekebalan bawaan pada malaria merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada pada hospes, tidak berhubungan dengan infeksi sebelumnya, misalnya : 1) Manusia tidak dapat diinfeksi oleh parasit malaria pada burung atau binatang pengerat;2 2) Orang Negro di Afrika Barat relatif kebal terhadap P. vivax oleh karena mempunyai golongan darah Duffy (-) ditandai sebagai Fy (a-b-), mungkin Duffy (+) merupakan reseptor untuk P. Vivax. Protein duffy memainkan peranan pada peradangan d a n i n fe ks i m a l a r i a , p ro te i n i n i merupakan bagian atau keluarga dari kemokin reseptor dan reseptor ini bersifat khusus pada parasit malaria tertentu, terutama pada P. vivax. Dengan percobaan secara in vitro yang dilakukan oleh Miller et al. eritrosit yang mengandung darah duffy negatif Fy(a-b-) 13.14 tidak dapat di invasi oleh P. vivax. 3) Orang yang mengandung Hb S heterozigot lebih kebal terhadap infeksi P. falciparum oleh karena pada tekanan O2 yang lebih rendah dalam kapiler alat-alat dalam Hb S dapat mengubah bentuk eritrosit (bentuk sabit) dan parasitnya tidak dapat hidup serta mudah difagositosis. Orang yang mengandung HB S heterozigot bila terinfeksi P. falciparum, kemungkinan 90% tidak akan menderita malaria berat.15 Demikian pula pada orang dengan beta-thalassemia dan hemoglobin fetal yang menetap (Hb F). Beberapa kelainan pada ertirosit seperti ovalositosis, sickle cell, thalasemia á, thalasemia â, dan defesiensi G-6-PD juga sering dihubungkan dengan mekanisme Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52 perlindungan terhadap malaria. Kejadian kelainan eritrosit ini rata-rata prevalensinya tinggi ditemukan pada daerah-daerah endemis malaria.2 4) Defisit G-6-PD (Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase) pada eritrosit dapat melindungi organ terhadap infeksi berat P. falciparum. Enzim G-6-PD merupakan enzim yang menyebabkan hemolytic anemia, defisit enzim ini merupakan kelainan dari proses reaksi biokimia di dalam tubuh. Defisit Enzim G-6-PD ini menyebabkan parasit malaria yang merupakan parasit intraselluer menjadi sensitif dengan perubahan oksidatif dalam hubungannya dengan reaksi biokimia. Namun aktivitas G-6-PD dari sel hospes tidak dipengaruhi oleh enzim dari parasit. Pada beberapa studi in vitro menunjukkan parasit malaria kurang dapat tumbuh baik pada sel dengan defesiensi G-6-PD dibandingkan pada sel yang normal. Mekanisme dari sifat resisten ini belum jelas, dimungkinkan adanya kelainan reaksi biokimia di dalam sel darah merah sehingga merozoit menjadi terganggu dalam produksi DNA dan RNA, sehingga terjadi penurunan multiplikasi pada sel hospes.16,17 Penderita defesiensi enzim G6PD heterozigot dan hemozigot akan terproteksi sampai 50% terhadap malaria berat.15 5) Penderita Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) di Malaysia, Indonesia dan Pasifik Barat (Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Vanuatu) relatif kebal terhadap infeksi P.falcipatum dan P. Vivax. 2,12 Ovalositosis dihubungkan mampu tahan terhadap serangan malaria, karena mudah difagositosis ketika melawati limpa. Eritrosit ovalositik juga lebih tahan terhadap serangan merozoit jika dibandingkan dengan eritrosit normal, ini dikarenakan adanya afinitas ankirin ke m o l e k u l b a n d 3 ya n g k u a t d a n menurunkan daya gerak sitoskeleton bagian lateral yang menyebabkan merozoit kurang mampu untuk melekat ke eritrosit yang ovalositik.18,19 Imunitas didapat (Acquired immunity) Kekebalan yang didapat pada malaria dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Kategori kekebalan terhadap gejala klinis ada dua tipe yaitu 1) kekebalan klinik yang dapat menurunkan risiko kematian dan 2) kekebalan klinik yang mengurangi beratnya gejala klinik.2 Kekebalan didapat terjadi secara aktif dan pasif. Kekebalan aktif merupakan peningkatan mekanisme pertahanan hospes akibat infeksi sebelumnya. Kekebalan pasif ditimbulkan oleh zat-zat protektif yang ditularkan ibu kepada bayi melalui suntikan dengan zat yang mengandung serum orang kebal (hiperimun). Di daerah endemik malaria terdapat kekebalan kondingental (neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi. Kekebalan risidual ialah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap untuk beberapa waktu. Keadaan kekebalan pada hospes yang telah terinfeksi sebelumnya dengan parasetemia asimtomatik disebut premunisi. Penduduk daerah endemik yang terpapar malaria sepanjang tahun membentuk kekebalan terhadap infeksi. Manifestasi klinik, parasetemia dan mungkin pertumbuhan gametosit paling banyak terjadi pada bayi dan anak kecil. Orang dewasa mempunyai titer antibodi malaria yang tinggi dan parasit ini membentuk kekebalan. Tanggapan sistem imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan tahap spesifik. Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit (stage specific), dibagi menjadi: a. Imunitas pada stadium eksoeritrositer. Eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium sporozoit), respon imun pada stadium ini berupa antibodi yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatosit dan antibodi yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi. Eksoeritrositer intrahepatik, respon imun pada stadium ini berupa Limfosit T sitotoksik CD8+ dan antigen/antobodi pada stadium hepatosit seperti Liver Stage Antigen-1 (LSA-1), 49 Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko) LSA-2, LSA-3. Studi yang dilakukan pada beberapa daerah endemik juga memberikan kesimpulan bahwa kekebalan terhadap Plasmodium secara alami berhubungan dengan respon spesifik LSA-1. LSA-1 dianggap sebagai satu-satunya antigen Plasmodium yang 20 dinyatakan spesifik di dalam hati. b. Imunitas pada stadium aseksual eritrosit Berupa antibodi yang mengaglutinasi merozoit, antibodi yang menghambat cytoadherance, antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit. c. Imunitas pada stadium seksual Antibodi yang membunuh gametosit, antibodi yang menghambat fertilisasi, antibodi yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinet, antigen/antibodi pada stadium seksual prefertilisasi (Pf230), dan antigen/antibodi pada stadium seksual postfertilisasi (Pf-25, Pf-28). Plasmodium mempunyai siklus hidup yang sangat kompleks, melalui beberapa stadium dan tiap stadium mengeluarkan berbagai antigen. Hal ini menyebabkan vaksin malaria dari setiap stadium akan berbeda, vaksin yang di buat dari satu stadium kemungkinan tidak efektif pada stadium lainnya. Pendekatan multistage (berbagai stadium) dan multivalen (berbagai antigen dari stadium yang sama) merupakan dasar kesuksesan aplikasi vaksin malaria. Hambatan yang dihadapi pada multivalen adalah mengidentifikasi antigen yang mempunyai sifat protektif untuk diformulasikan dalam satuan vaksin dan respon dari hospes meliputi respon Sel-T maupun Sel-B. Penelitian pengembangan vaksin malaria sampai saat ini masih menghadapi banyak kesulitan namun perkembangan hasil penelitian memberikan harapan dikemudian hari vaksin dapat di gunakan. KESIMPULAN Respon imun terhadap malaria dapat diperoleh dengan dua cara yaitu kekebalan bawaan berupa sifat genetik pada hospes dan 50 kekebalan didapat melalui pemberian suntikan atau vaksin. SARAN Untuk menentukan pengendalian dan pengobatan yang tepat perlu dilakukan penelitian respon imun terhadap malaria di daerah endemis malaria. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Waikabubak, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta. Pusat Data dan Informasi Kesehatan. 2011. 2. Sutanto Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K. Sjarifuddin, Saleha Sungkar. Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2011. 3. Soedarto. Penyakit Menular Di Indonesia . Sagung Seto. Jakarta. 2009. 4. Safar, R. Parasitologi Kedokteran, Yrama Widya, Bandung. 2010. 5. Wahab, A. Mardiana J. Sistem Imun,Imunisasi, dan Penyakit Imun, Widya Medika, Jakarta. 2001. 6. Nurwidayati A. Respon Antibodi Terhadap Protein Permukaan Merozoit Plasmodium Falciparum Dalam Penentuan Transmisi Malaria. Jurnal Vektor Penyakit. Balai Litbang P2B2 Donggala. Badan Litbang Kesehatan. Vol. IV No. 1 April 2010 : 17-25. 7. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria Berat, Dalam : Harijanto PN ed. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, manifestasi klinis dan Penanganan. Penerbit EGC. Jakarta. 2000 : 166-184. 8. Drakeley, C.J, PH Corran, P.G. Coleman, J.E Tongren, S.L.R. McDonald, et al. Estimating Medium and Long Term trendes in Malaria Transmission by Using Serologycal Markers of Malaria Exposure. PNAS Journal. 2005; 102 (14) : 5108-5113. Diakses pada tanggal 24 Maret 2014. Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 45 - 52 9. Suparman, Eddy. Malaria Pada Kehamilan. Cermin Kedokteran No. 146. (On Line). 2005 (http://cls.maranatha.edu/khusus/ojs/index .php/jurnal-kedokteran/article/view/ 54/pdf) diakses padatanggal 2 Februari 2014. 10. Baratawidjaja, K, G, dkk, Imunologi Dasar, Edisi 8, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2009. 11. Abbas A.K. dan Lichtman A.H. Cellular and Molecular Immunology. Fifth Edition. Elseveir Saunders, Philadelphia. 2005. 15. Carter R, Mendis KM, evolutionary and historical aspects of the burden of malaria. Clin Microbiol Rev 2002;15;564-94. 16. Beutler, E., G6PD defeciency, Blood, Vol 84 No 11 pp 3613-3636, 1994. 17. Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell V.W. Harper Illustrated Biochemistry, 27th ed. Editor: Nanda Wulandari, 'Biokimia Harper', EGC. Jakarta. 2006. 12. Muti'ah, R., Penyakit Malaria dan Mekanisme Kerja Obat-Obat Antimalaria, Alchemy Vol 2 No 1, 2012, Hal 80-91. (http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/Kimia/article/view/ 2293/pdf) di akses pada tanggal 7 April 2015. 18. Zyuhri, S., Tesis: Ovalositosis dan Kepadatan Parasit Malaria Pada Anak Usia Sekolah Di Daerah ENdemis Malaria (Penelitian di Kab. Sumba Timur Nusa Tenggara Timur), FK Universitas Diponegoro, Semarang, 2004 (On Line) (http://eprints.undip.ac.id/ 12738/1/2004PPDS3177.pdf). 13. Abdalla, S.H & Pasvol, G (Eds). Malaria A Hematologocial Perspective. Imperial College Press. London. 2004. 19. Perlman, P. Troye-Blomberg, M., Malaria Immunology, 2nd revised and enlarged ed, Karger, Stockholm, 2002. 14. Miller LH, Mc Ginniss MH, Holland PV and Sigmon P. The Duffy blood group phenotype in American blacks infected with Plasmodium vivax in Vietnam. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1978. 27: 1069. 20. Longhorne, J., (Ed) Immunology and Immunopathogenesis of malaria, Springer, Jerman, 2005. 51 Respon Imun terhadap Infeksi...........(Majematang Mading, Rais Yunarko) 52