KESULTANAN MOGHUL DI INDIA B. Musidi Pendahuluan Orang Moghul telah berkuasa di India antara 1526-1859. Antara 1526-1707 dengan sekuat tenaga orang Moghul membangun kesultanan yang kuat di Delhi. Meski orang Moghul telah berkuasa selama hamoir dua abad, orang Moghul tidak pernah dibuat tenang oleh orang-orang yang lebih dulu datang ke India, seperti: orang Afghan, Rajput dan Marata. Selama di bawah enam sultan yaitu, Babar, Humayun, Akbar, Jahangir, Shah Jahan dan Aurangzeb, orang-orang Moghul terbukti menjadi penguasa yang tidak tertandingi. Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk merunut bagaimana orang-orang Moghul selama di bawah pemerintahan keenam sultan itu berhasil berkuasa di anak benua India. A. Para Sultan Moghul Pertama l. Zahiruddin Babar Mahmud, p. 132-135; cf.: Trotter, 1917, p. 99-10102; Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 88-90); Majumdar. 1958, p. 425432) Sejalan dengan perkembangan yang terjadi di Asia Tengah, eksistensi kekuasaan keturunan Timur-i-Lang terancam karena munculnya keturunan Turki baru, Uzbeg, di Asia Tengah, dan keturunan Safavid, Shia, yang membangun imperium di Persia. Wilayah antara Amu Darya dan Syr Darya, Mawara-al-Nahr, dipecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil oleh keturunan Timur-i-Lang. Zahiruddin Babar menjadi penguasa kerajaan timur laut dari Fraghana, dan berambisi untuk menjadi Raja Samarqand, yang 100 tahun sebelumnya telah dikuasai oleh Timur-i-Lang. Zahiruddin Babar, Raja Kabul (1504-1525), pernah kehilangan dan merebut kembali Samarqand sebanyak tiga kali. Karena keberanian, semangat dan kegesitannya dalam peperangan ia diberi gelar singa (babar). Babar merebut Kabul pada tahun 1504 dan pada tahun 1511 dengan dukungan pasukan Persia, Babar merebut kembali Samarqand, tetapi dua tahun kemudian direbut lagi oleh Uzbeg. Ia kembali ke Kabul, pada tahun 1517 dan 1519 merampok Pakistan. Daulat Khan Lodhi, Gubernur Lahore, dan paman Sultan Ibrahim Lodhi, Alam Khan, mengundang Babar ke India untuk mengusir Ibrahim Lodhi. Permintaan ini disanggupi, tetapi karena sedang diserbu oleh Uzbeg ia menunda pengiriman ekspedisi. Pada bulan November 1525 ia menyerbu India. Babar mempunyai tiga keuntungan, yaitu ia adalah seorang jendral yang cekatan, memiliki tempat istirahat untuk artileri, dan kavaleri yang kuat. Babar bertemu Sultan Ibrahim Lodhi di Panipat (21 April 1526). Setelah pertempuran seharian yang melelahkan, Ibrahim tergeletak mati, dan Babar lalu menyerbu Delhi dan Drs. B. Musidi, M. Pd. , adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Agra, dan menguasainya. India belum ditaklukkan. Babar harus menghadapi orang Rajput di bagian barat dan orang Afghan di bagian timur. Rana Sangha, penguasa Mewar, panglima orang Rajput, juga meminta Babar untuk menyingkirkan Ibrahim Lodhi, tetapi ia tidak menghendaki Babar menetap di India. Ketika tahu bahwa Babar tidak bersedia meninggalkan India, Rana Sangha menghimpun orang-orang Rajput untuk melawannya.. Kedua kekuatan bertemu di Khanua, sebuah desa di sebelah barat Agra (16 Maret 1527). Taktik Babar yang lebih unggul membuatnya menang dalam pertempuran. Tahun berikutnya Babar mengalahkan pasukan gabungan para ketua suku Afghan dari Bihar dan Benggala di Ghagra dekat Patna. Babar meninggal pada bulan Desember 1530 dan meninggalkan sebuah imperium yang membentang dari Badakkshan di luar Herat, sampai Benggala di timur laut Babar pada perempat pertama abad XVI merupakan seorang sultan yang amat cemerlang di Asia.. Ia seorang jendral besar, yang mempunyai visi yang hebat, kemauan kuat, penuh kegembiraan dan keberanian. (Lamb, 1964, p. 43) 2. Nasiruddin Humayun (1530-1556) (Mahmud, 19888, p. 135-138; Cf.: Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 430-431; Majumdar, 1958, p. 432-446; Trotter, 1917, p. 102-106) Imperium yang diterima oleh Nasiruddin Humayun dari Babar didalamnya msih ada unsur-unsur yang bergolak. Musuh Humayun yang terburuk adalah saudara-saudaranya sendiri. Ia mengangkat Kamran menjadi Gubernur Afghanistan dan Punjab, Hindal dan Askari menjadi pejabat-pejabat penting di India Tengah. Ia belum menguasai para pangeran Lodhi, yang sedang menentang para penguasa Moghul yang baru. Salah seorang di antaranya mencari perlindungan ke Raja Gujarat, yang menolak menyerahkannya, sehingga pada tahun 1535 Humayun berhasil melibas Gujarat. Ia menaklukkan Gujarat dan tetap berada di situ untuk beberapa bulan guna menempatkan Askari sebagai Gubernur. Pada saat ini seorang ketua suku Afghan dari Bihar yang cemerlang, Sher Khan Suri, yang sudah menjadi menteri dari Jalal Khan Lodhi, penguasa Bihar Selatan, naik tahta di Bihar bergelar Sher Shah Suri. Nama Sher Shah Suri adalah Farid Khan, anak seorang serdadu Afghan, yang telah memenangkan jagir Sesaram di kerajaan Jaunpur. Farid muda telah membuktikan dirinya seorang terpelajar yang baik, dan telah mengabdi Babar selama dua tahun. Ia telah memenangkan gelar Sher Khan dengan membunuh seekor harimau sendiri. Ia adalah seorang yang berbakat dan seorang ahli strategi yang bagus. Ketika mengetahui Humayun sibuk di Gujarat, ia memberontak pada tahun 1536. Ketika Humayun mendengar hal ini, ia cepat-cepat pulang, mengumpulkan pasukan dan menghadapi Sher Shah Suri. Ia membuat kesalahan dengan menghentikan pengepungan benteng pertahanan Sher Shah Suri di Chunar dalam perjalanannya ke Bihar. Sher Shah Suri menggunakan kesempatan ini untuk menaklukkan Benggala. Setelah beberapa bulan ketika Humayun mengejarnya ke Benggala, Sher Shah Suri berbalik melalui rute sebelah utara, dan dengan memotong Humayun, menyerbu Bihar dan Oudh. Humayun sendiri menunda perjalanan karena hujan dan malaria. Ketika akhirnya ia bertemu dengan Sher Shah Suri, pasukannya kelelahan dan Sher Shah Suri (Kulke, Ruthermund, 1986, p. 199) mengalahkannya dengan mudah di Chaunsa pada tahun 1539. Tahun berikutnya Humayun dikalahkan lagi di Bilgam dekat Kanauj. Humayun melarikan diri setelah pertempuran itu. Karena Delhi tidak memberikan bantuan, Humayun pergi ke Lahore, tetapi Kamran menolak untuk membantunya. Sementara itu Sher Shah Suri tetap mngejar-ngejar Humayun. Humayun meninggalkan Sind diikuti pasukan yang setia kepadanya. Ia menjadi seorang pengembara (1540-1543). Dalam pengembaraannya ini ia mengawini Hamida Bano, puteri seorang ketua suku lokal, yang memungkinkan Pangeran Jalaluddin Akbar lahir di Umarkot di Sind utara pada tanggal 23 November 1542. Segera sesudah itu, Humayun menuju ke Qandhar. Hindal, saudaranya menyerang iring-iringan unta yang membawa Humayun dan berhasil menangkap Akbar kecil. Karena tidak mendapat bantuan dari Askari dan Kamran, Humayun meneruskan perjalanan ke Persia untuk mencari perlindungan dari Shah Tahmasp, Shah Safavid dari Persia. Sher Shah Suri (1540-1545) lalu menjadi penguasa di India Utara, tetapi masih perlu berbenah diri. untuk menghadapi Khizr Khan, Gubernur Benggala yang telah merdeka, para raja dari Gwalior, Malwa, Ranthambhor Puran Mal dari Raisen, Maldeo Raja Yodhpur dan Kirat Singh dari Kalinjar berikutnya. Di utara ia menaklukkan Gakkar, membangun dan menempatkan sejumlah pasukan di benteng Rohtar yang terkenal di Punjab barat laut. Sher Shah Suri meninggal pada tanggal 22 Mei 1545 ketika gudang senjata di luar benteng Kalinjar meledak pada saat ia mengepungnya. Dalam lima tahun pemerintahannya, secara administratif dan militer sudah berhasil. Ia adalah seorang jendral yang baik dan seorang ahli strategi besar, dan sebagai seorang administrator ia mempunyai beberapa kelebihan: sentralisasi pemerintahan, membangun sebuah pelayanan sipil yang kompeten, memperbaharui alat tukar, membangun sebuah pasukan yang kuat dan mudah bergerak, merevisi sistem pajak tanah, menangani sendiri masalah-masalah negara di ibu kota dan propinsi-propinsi, dan menghukum para pejabat yang korup, baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Ia jujur pada setiap orang dan lembut kepada wanita dan anak-anak. Ia membangun jalan raya dari Benggala sampai ke Peshawar, menanam pepohonan pelindung sepanjang jalan dan membangun tempat-tempat peristirahatan bagi para pelancong. Ketika Sher Shah Suri meninggal, para bangsawan menempatkan putranya yang kedua, Jalal Khan, ke atas tahta, dengan gelar Islam Shah, ia juga disebut Salim Shah, dan berusaha untuk merampungkan langkah-langkah administratif ayahnya, tetapi ia tidak memiliki kemampuan seperti ayahnya. Ia memerintah selama sembilan tahun dan digantikan oleh saudara iparnya, Adil Shah, yang sangat tidak kompeten, Humayun yang sedang berada di Kabul, menggunakan kesempatan itu merebut kekuasaan. Humayun dengan pasukan yang dipinjam dari Shah Tahmasp kembali ke Qandhar dan merebutnya pada tahun 1545. Beberapa tahun kemudian ia mengalahkan saudara-saudaranya dan menjadi penguasa atas Afghanistan dan membuang mereka, lalu mempersiapkan perebutan kembali India. Bersama Bairam Khan, Humayun menghimpun kekuatan dan menyerbu India. Punjab dikalahkan dan kemudian merebut Delhi pada bulan Juli 1555. Humayun sudah merebut kembali posisinya sebagai sultan Moghul, tetapi tidak menikmati hasil perjuangannya selama sepuluh tahun. Enam bulan setelah merebut kembali tahtanya, ia terjatuh dari tangga perpustakaannya di Qila Lama dan meninggal akibat luka-lukanya. Bairam Khan berusaha untuk menundukkan Suri terakhir dan bertindak dengan cepat. Ia memahkotai Akbar yang baru berusia 13 tahun di desa Kalanaur di Punjab Timur sekarang. Dan segera menghimpun pasukannya untuk menyerbu Delhi. Sementara itu, Hemu, seorang menteri Hindu dari penguasa Suri sebelumnya, telah memahkotai diri di Agra sebagai Raja Vikramaditya dan merebut Delhi, setelah Tardi Beg, gubernur Moghul, melarikan diri. Hemu berkuasa dengan cara menyuap dan didukung oleh banyak bangsawan Afghan. Ia juga mengumpulkan tentara dalam jumlah besar, menuju ke utara untuk menemui Bairam Kham. Pasukan bertemu di Panipat, dan terjadi pertempuran Panipat II pada tanggal 5 November 1556. Pasukan tidak seimbang, dan awalnya Hemu beruntung, tetapi ia dilukai oleh sebuah panah dan pasukan Moghul yang disiplin membunuhnya, Segera pasukan Moghul merebut Delhi, Agra, Gwalior, dan Ajmer, kemudian kota-kota lainnya menyusul. 3. Jalaluddin Akbar (1560-1605) (Mahmud, 1988, p. 138-144; cf.: Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 17-19; Majumdar, 1958, p. 447-462; Trotter, 1917, p. 107120) Ketika Akbar masih kanak-kanak, ia berada di bawah perwalian Bairam Khan, yang bergelar Khan-i-Khanan. Ibu Akbar, Hamida Bano Begum, dan ibu asuhnya, Maham Anga, mengawasinya di Zenana dan para ulama terkenal memberinya les tambahan. Ia cepat belajar untuk menggunakan senjata apa saja, ia dapat menunggang kuda dan menembak dengan baik dan cepat dewasa. Ia belajar untuk menerapkan inteligensi alaminya. Ia senang bertanya.. Kebijakan Maham Anga berhasil dalam satu hal. Akbar kemudian memutuskan untuk lepas dari pengawasan Bairam Khan. Ia meminta, mengusir dan menasehatinya untuk pergi ke Mekah. Bairam Khan memberontak, tetapi dikalahkannya dan mengirimnya ke Mekah. Dalam perjalanan menuju Surat, Bairam Khan dibunuh oleh seorang Afghan. Akbar mengangkat Abdur Rahim, putra Bairam Khan, menjadi seorang bangsawan utama. Akbar tidak menyia-nyiakan masa kanakkanaknya, dan ia telah mencatat banyak hal. Ia mendapati bahwa para bangsawan Afghan dan para jagirdar yang berpengaruh cenderung berbuat sesuka hati, dan orang-orang Rajput, suku yang angkuh dan bersemangat, menyebabkan kesulitan bagi setiap penguasa. Ia tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa beberapa ulama berpikiran sempit dan campur tangan dalam urusan politik. Ia mengambil tindakan untuk mengatasi hal itu. Pertama-tama ia harus menjadi penguasa di rumahnya sendiri. Bairam Khan sudah tiada, tetapi Maham Anga dan anaknya, Adham Khan yang sombong, saudara angkat Akbar, harus diganti. Setelah penaklukan Malwa, Adham Khan menjadi demikian kurang ajar dengan membunuh seorang bangsawan di istananya sendiri. Akbar menampar Adham Khan dan membunuhnya, dan Maham Anga meninggal karena sakit hati setahun kemudian. Malwa telah ditaklukkan pada tahun 1560 oleh Adham Khan dan Pir Muhammad, penguasanya bernama Baz Bahadur sudah menyerah. Pada tahun 1561, setelah memerangi Raja Ajmer, yang mengganggu Raja Bihari Mal dari Amber (Jaipur), vasal Moghul, Akbar menikahi putri Bihari Mal, putranya Bhagwan Das dan cucu Man Singh diangkat menjadi bangsawan dalam kesultanan Moghul. Pada tahun 1564 jendralnya, Asaf Khan pergi ke Godwana untuk menindas beberapa dinasti pemberontak, dan dilawan oleh Rani Durgawatia yang meninggal dalam pertempuran. Godwana menjadi negeri vasal Moghul. Gubernur Malwa, Abdullah Khan Uzbeg memberontak tetapi dapat dikalahkan lalu melarikan diri ke Gujarat, kemudian ke Jaunpur, bersekutu dengan Gubernur Jaunpur, Khan Zaman, tetapi juga dikalahkan oleh. Mirza Hakim, saudara sebapak Akbar, Gubernur Kabul, telah bekerja sama dengan kedua pemberontak itu. Mirza Hakim membawa pasukannya ke Punjab untuk mengusir Akbar, tetapi Akbar bergerak dengan cepat ke utara, Mirza Hakim melarikan diri. Khan Zaman kembali memberontak, tetapi dikalahkan dan dibunuh oleh Akbar, kemudian ada kesempatan untuk membangun ibu kota pilihannya di Fatehpur Sikri, 23 mil sebelah barat Agra. Sementara itu Akbar menghapuskan beberapa pajak yang ditentang oleh kaum Hindu. Tetapi membebani pajak bagi para pelancong yang pergi ke Mathua, ada jizya untuk beberapa daerah, tetapi ia menghentikan perbudakan di kalangan tawanan perang. Tindakan-tindakannya itu menenangkan kaum Hindu tetapi kaum Rajput tidak semuanya berdamai. Pada tahun 1570 orang-orang Rajput ditundukkan oleh Akbar, pada tahun 1569 Ranthambor, selanjutnya Marwar, Bindi, Bikamer dan Jasselmir. Akbar mengawini putri-putri Raja Bikaner dan Jasselmir. Satu-satunya pangeran Rajput yang melawan Akbar adalah Udhay Singh dari Chittor. Tahun 1567 Udhay Singh melarikan diri. Benteng dikepung, dan dipertahankan dengan gigih oleh orangorang Rajput di bawah pimpinan Jaimal dan Patta. Akbar pada suatu malam menembak Jaimal dan melipatghandakan serangan, sehingga orang-orang Rajput menjadi putus asa. Mereka membakar para wanita, menyerbu keluar dan mati dalam pertempuran. Akbar memasuki benteng dalam kemenangan Udhay Singh meninggal di pengasingan pada tahun 1572. Puteranya, Rana Partap kemudian bersumpah untuk berjuang sampai akhir dan tidak pernah menyerah. Ia merebut kembali beberapa wilayah dan memerangi pasukan Moghul untuk beberapa lamanya, tetapi selalu dikalahkan. Pertempurannya yang penghabisan melawan pasukan Moghul di Halighat pada tahun 1576, ketika ia dikalahkan untuk terakhir kalinya. Ia melarikan diri dan tetap menjadi pengembara selama 20 tahun, dan meninggal pada tahun 1597. Pada tahun 1572 Akbar kembali memutuskan untuk menaklukkan Gujarat. Gujarat pernah ditaklukkan oleh Humayun pada tahun 1534-535, tetapi Bahadur Shah, sultan terakhir dari Gujarat, telah menaklukkannya. Akbar memimpin sendiri pasukannya dan membuktikan keberanian pribadi dan kepemimpinannya dalam peperangan. Gujarat ditaklukkan, tetapi sekembalinya di Delhi ada pemberontakan di bawah pimpinan Iktiyar-ul-Mulk. Kembali terjadi pertempuran di Ahmadabad, 2 September 1573, dan Akbar kembali memperoleh kemenangan. Penguasa Afghan dari Benggala, Daud Khan memberontak dan ditumpas pada tahun 1576. Selanjutnya ke Kabul menundukkan Mirza Hakim (1581), Kashmir direbut (1586), Sind (1590), Baluchistan dan Makram (1594). Penguasa Qandhar menerima pertuanan Akbar pada 1595. Setelah wilayah kekuasaannya terbentang dari Herat sampai Benggala, Akbar berniat untuk menyeberangi Pegunungan Vindhya untuk merebut Khandesh. Pada tahun 1601 Akbar merebut Burhanpur dan mencaplok Khandesh. Ketika memerangi Ahmadnagar, Murad berhadapan dengan Chaud Bibi, wali raja, dan setelah kematiannya Ahmadnagar direbut (1600). Berar sudah direbut pada 1596, sehingga wilayah Akbar ke selatan sampai di Deccan Utara. Akbar telah melewati suatu kehidupan yang keras. Ia telah menaklukkan daerah-daerah yang luas, mengalahkan banyak penguasa, memperoleh banyak kemenangan, membangun administrasi yang kuat, dan membangun sebuah ibu kota yang indah di Fahtepur Sikri, tetapi tahun-tahun terakhirnya tidak menyenangkan. Pada awal pemerintahannya pelajaran tentang Shia telah menyalahi Sunni, karenanya lalu ada pemberontakan Abdullah Khan, Khan Zaman, dan Mirza Hakim. Di penghujung hidupnya karena pandangannya yang menyimpang dan dorongan dari orang-orang Hindu, ia melawan partai orthodoks, yang menghasut Pangeran Salim untuk memberontak. Abdul Fazl, wazir Akbar yang terkenal, menjatuhkan seorang kurban untuk intrik-intrik pada periode ini. Akbar mengalahkan Salim, tetapi mengampuninya. Orang-orang Rajput di bawah Raja Man Singh mulai menyukai anak Salim Khusro (putri Hindu: Man Singh). Menjelang ajalnya Akbar menunjuk Salim menjadi penggantinya. Bagi seorang penguasa yang ambisius dan petualang, kebutuhannya yang pertama adalah sebuah angkatan perang yang kuat, administrasi kuat, dan sebuah sistem perpajakan yang bagus. Akbar memiliki ketiga-tiganya. Ia sebelumnya telah mencatat pengaruh dari sistem pemberian jagir kepada para bangsawan dan para komandan pasukan. Ia mengubah itu, dan seperti Alauddin dan Sher Shah Suri merekrut para komandannya langsung. Semua opsirnya secara pribadi dipilih dan mengucapkan sumpah setia mereka kepadanya. Ia membayar mereka kontan dan mengawasi mereka langsung sebagai panglima tertinggi. Dalam sebuah kesultanan imperial, jabatan dan peraturan-peraturan kebangsawanan sangat diperhitungkan. Akbar memperkenalkan sistem mansabdari (balas jasa kedudukan), kedudukan (mansab) berangkat dari yang terendah, sepuluh, sampai tertinggi 10.000. Pemilik sepuluh diberi sepuluh tentara dan memerintah mereka. Para bangsawan, kepala bagian dan para pangeran dianugerahi mansab lima ribu, para bangsawan utama dan para pangeran darah (saudara) tujuh dan sepuluh ribu. Sultan mengnugerahi mansab-mansab itu bagi dirinya sendiri, dan atas anugerah itu, Sultan memerintahkan agar mansabdar merekrut, melengkapi dan melatih, serta memperlihatkan pasukannya untuk pemeriksaan di hadapannya. Dengan demikian Akbar mempertahankan pasukannya dalam keadaan efisiensi tertinggi. Kekuatan utama ada pada kavalerinya, diikuti infanteri, artileri dan sukarelawan. Akbar mengumpulkan orang-orang di sekitarnya yang kalibernya tertinggi. Contoh Raja Todar Mal, yang diperolehnya dari Gujarat. Todar Mal adalah ahli perpajakan terlatih dan ia merencanakan sistem perpajakan baru atas dasar apa yang telah diletakkan oleh Sher Shah Suri. Wilayah kesultanan dibagi menjadi 16 subah (propinsi), subedar (gubernur) adalah kepala peradilan, militer dan sipil dari propinsi. Negeri dilihat dan dibagi menjadi kelas-kelas sesuai dengan sifat tanah dan jumlah hasil. Pada umumnya sepertiga hasil kotor diambil sebagai pajak tanah secara kontan. Seluruh negeri menjadi milik sultan, dan jagir dihapus. Sultan menjadi pemimpin tertinggi peradilan dan subedar merupakan para wakilnya di setiap propinsi, kendati ada kazi dan miradil yang terlatih ditunjuk untuk memimpin kasus-kasus sipil. Kotwal dari kota-kota adalah kepala polisi. Kasus-kasus sipil antara orang Muslim diputuskan menurut syariat, bagi orang-orng Hindu Panchayat dan yuri-yuri kasta dilayani seperti peradilan. Akbar bertanggung jawab atas semua penunjukan penting dan tidak membiarkan jabatan menjadi turun temurun. Dalam kecemasannya untuk membawa baik orang Islam mupun Hindu untuk memahami misteri agama, Akbar mengatur diskusi mingguan antara para pandit, ulama, para imam Jesuit, dan Zoroastrian dalam Ibadat Khana di Fatehpur Sikri. Lama kelamaan Akbar menjadi makin liberal dan yakin bahwa kebenaran bukan monopoli sebuah agama khusus. Ia menyatakan bahwa kebenaran dalam semua kepercayaan dan bahwa mereka adalah semua cara yang berbeda untuk menemukan Tuhan dan menyelamatkan jiwa seseorang. Ia memutuskan untuk memperkenalkan sebuah agama monoteistik baru yang merupakan suatu gabungan butir-butir terbaik dalam semua agama. Ia mengangkat dirinya menjadi kepala agama dan memikirkan hal itu sebagai kewajibnnya untuk membimbing rakyatnya dalam hal spiritual juga. Ekperimen ini tidak berhasil. Hampir 20 orang anggota istananya bergabung dalam kepercayaan ini. Akbr membiarkan kebebasan berpikir luar biasa pada praktek Hinduisme. Orang-orang Hindu merasa sangat disemangati, dan orang Muslim bahkan sampai dianiaya dalam bagian-bagian tertentu kesultanan, ketika pembatasan-pembatasan diterapkan untuk pergi haj, dan atas perubahan praktek keagamaan lain. Antara tahun 15851595, Akbar lebih menyukai orang Hindu dari pada orang Islam. Dorongan orangorang Hindu memberi suatu desakan kepada ide-ide nasionalisme Hindu yang sedang muncul di India, setelah gerakan bhakti menghasilkan suatu kebangunan spiritual di kalangan orang-orang Hindu. Kebijakan anti Muslimnya yang sesungguhnya selama aksi di antara kaum Muslim orthodoks, yang memuncak dalam pemerintahan Aurangzeb. Sebagai seorang penguasa, hanya sedikit orang yang sadar, bijaksana dan berpikiran luas seperti Akbar. Tampangnya hebat, dan dapat mencapai semua cita-citanya yang mulia. Ia bukan seorang yang terdidik dalam arti sempit, tetapi mempunyai sejumlah besar buku-buku standar dalam bahasa Persia. Ia mempunyai cita rasa yang bagus dan mendorong puisi, musik, melukis, arsitektur, kesusasteraan dan mekanik. Ia mendorong industri dan berminat dalam pencapaian hal-hal itu. Sebagai seorang jendral ia baik dan sebagai seorang prajurit tidak pernah lelah. Ia menghargai keberanian dan menganugerahi keberanian itu. Ia seorang administrator besar, dan jarang lupa bahwa rakyatnya menganut banyak kepercayaan (Kulke, Ruthermund, 1986, p. 203). Ia menghapuskan suttee dan perkawinan kanak-kanak. Akbar adalah orang yang tidak ada duanya. Para Sultan Moghul Kedua 1. Nuruddin Jahangir (1605-1627) (Mahmud, 1988. p. 148. -152 Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 481-482; Majumdar, 1958, p. 463-470; Trotter, 1917, p. 121-128) Pangeran Salim naik tahta pada tanggal 3 November 1605 dan bergelar Nuruddin Jahangir. Ia berjanji akan melindungi Islam dan tidak akan menghukum pihak yang menghendaki anaknya, Pangeran Khusro untuk menggantikan Akbar. Ia meragukan kaum Jesuit yang telah merongrong iman Akbar. Ia memaklumkan dekrit-dekrit untuk menjalankan keadilan, menghapuskan beberapa pajak dan memasang bel yang dapat dibunyikan oleh seseorang yang ingin mengajukan petisi kepada sultan. Pangeran Khusro populer di kalangan kaum liberal dan Rajput. Ia kemudian menghimpun kekuatan, dan Arjun Dev, Guru Sikh V, memberinya uang dan Khusro pergi mengepung Lahore, tetapi Khusro dikalahkan di dekat Jullunder. Khusro dipenjarakan dan meninggal pada 1622 karena sakit perut. Para pengikutnya dihukum. Arjun Dev didenda Rs. 200. 000 karena dianggap membantu pemberontak dan dihukum mati. Peristiwa ini membuat marah kaum Sikh dan mereka tetap menjadi musuh orang Moghul dan Muslim sampai akhir pemerintahan kaum Muslim di India, bahkan sesudahnya. Orang-orang Afghan di Bihar dan Benggala bangkit melawan Moghul.. Mereka memilih seorang Usman Khan sebagai pemimpin. Tetapi Islam Khan, Gubernur Bengala berhasil mengalahkan mereka dalam pertempuran Nek Ujyal pada tahun 1612. Jahangir memberi pangkat dan jabatan kepada para bangsawan yang setia. Di Rajputana selatan terjadi pemberontakan dipimpin Rana dari Mewar. Mahabat Khan dikirim oleh Jahangir untuk menghadapi pemberontakan itu. Ketika orang-orang Rajput mengalami kekalahan, mereka melancarkan perang gerilya. Pangeran Khuram dikirim untuk meredam mereka. Ia melakukan taktik bumi hangus, membakar ladang-ladang dan kampung-kampung mereka, sehingga mereka lalu menyerah karena kelaparan di tempat-tempat persembunyian mereka. Rana dari Mewar akhirnya menerima Jahangir sebagai tuannya dan menyediakan pasukan 1000 kavaleri untuk angkatan perang kesultanan. Di perbukitan Kangra muncul pemberontakan lain. Kaum Muslim di situ mengalami kesulitan sampai Pangeran Khurram berhasil mengalahkan penguasa di situ. Shah Abbas Agung dari Persia merebut Qandhar pada tahun 1622, yang telah diperebutkan sejak masa Humayun. Baik Jahangir maupun penggantinya Shah Jahan berulang kali mencoba merebut kembali Qandhar, sampai tahun 1638 ketika Ali Mardan Khan, Gubernur Persia disuap dan mnyerahkan Qandhar kepada orang-orang Moghul. Sementara itu peperangan di Ahmadnagar, Deccan sudah berlangsung. Pada tahun 1616 Jahangir telah mengirim Pangeran Khurram dibantu oleh Jendral Khan-i-Khanan dan Mahabat Khan untuk menumpas pemberontakan itu. Ekspedisi itu berhasil dan Balaghat yang direbut oleh Malik Ambar, dimenangkan kembali dan bahkan Ahmadnagar direbut. Sebagai ganti rugi Khurram diberi l5 lakh dan atas kemenangan ini Pangeran Khurram sangat dihargai dan diberi gelar Shah Jahan. Tetapi perdamaian di Deccan tidak berlangsung lama sebab pada tahun 1680 Malik Ambar mengingkari perjanjian, dan memperoleh sejumlah besar orang Marata gunung, bergabung dengan Golconda dan Bijapur untuk melawan orang Moghul. Pasukan Moghul kembali memperoleh kemenangan, tetapi kehilangan banyak benteng. Shah Jahan kembali dikirim ke Deccan dan orangorang Marata banyak yang terbunuh. sehingga Malik Ambar terpaksa menyerah lagi. Shah Jahan menghentikan usahanya karena adanya intrik di istana Moghul, kemudian bersekutu dengan Malik Ambar untuk menghadapi Mahabat Khan, tetapi dapat dikalahkan, dengan akibat Shah Jahan dan Malik Ambar menyerah. Peperangan antara orang Maghul dengan Marata membuat orang Marata ahli dalam perang gerilya. Mereka ini hanya membutuhkan seorang pemimpin untuk bangkit sebagai sebuah bangsa dan itu ditemukan dalam diri Shahji Bonsle ketika Shah Jahan berkuasa. Putera Shahji Bonsle yang terkenal bernama Sivaji (dalam pemerintahan Alamgir). Seabad kemudian orang-orang gunung ini berhasil mengusir orang Maghul. Pada tahun 1611, Jahangir kawin dengan Mehr-un-Nisa, janda Sher Afghan, yang sudah menjadi seorang komandan di Bihar dan meninggal pada tahun 1607. Mehr-un-Nisa dan anaknya yang masih kecil dikirim ke Agra. Ia sangat cantik, cerdas dan menarik perhatian Jahangir. Selanjutnya Jahangir mengawininya dan lambat laun ia memenangkan seluruh kepercayaannya. Ayahnya, Iti-ud-daulah, dan saudaranya, Asaf Khan iangkat menjadi menteri dan bersama-sama mendominasi istana. Mereka ini berhasil sebab dalam usia tuanya Jahangir menjadi peminum. Mehr-un-Nisa selanjutnya dikenal sebagai Nur Jahan, dan mengawinkan putri Sher Afghan dengan Shahriyar, saudara Shah Jahan yang lebih muda dan mulai membantu pencalonannya untuk naik tahta. Intrik inilah yang membuat Shah Jahan memberontak. Akhirnya situasi menjadi begitu buruk sehingga Mahabat Khan bahkan melawan sultan yang sedang dalam perjalanan menuju Kashmir. Nur Jahan kemudian menemui Mahabat Khan dan berdamai dengannya, Jahangir dibebaskan tetapi meninggal segera setelah itu. Asaf Khan yang pada saat itu menjadi menteri utama, dan mertua Shah Jahan, menawan Nur Jahan dan mengirimnya ke Shah Jahan yang berada di Deccan. Pada tahun 1627 Shah Jahan dinyatakan sebagai Sultan di Lahore. Vasco da Gama, pelaut Portugis berlayar mengelilingi Tanjung Harapan Baik dan menemukan jalan menuju Calicut di India Selatan pada tahun 1498. Selanjutnya orang-orang Portugis memperoleh beberapa konsesi dagang dari Zamorin, penguasa Calicut, dan membangun perbentengan-perbentengannya di Cochin. Pada tahun 1510 mereka merebut Goa yang memiliki sebuah pelabuhan yang baik. Raja Portugal selanjutnya menunjuk d’Albuquerque menjadi Gubernur Goa, dan ia berjuang melawan raja-raja Gujarat. Orang-orang Portugis memperkecil perdagangan kaum Muslim Timur Tengah dengan India dan Cina dan mulai merencanakan untuk membangun sebuah imperium besar di Timur. Ketika orang Inggris mendengar keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang Portugis dalam perdagangan mereka dengan Asia, mereka membentuk sebuah kongsi dagang untuk mereka sendiri pada tahun 1600 bernama East India Company (EIC), dan diberi sebuah piagam oleh Ratu Elizabeth. James I, raja Inggris berikutnya mengirim Kapten William Hawkins untuk meminta jaminan dagang kepada Jahangir. Portugis melawan misi Hawkins, tetapi Hawkins dapat berbahasa Turki dan bicara dengan Jahangir dalam bahasa itu. Jahangir memberinya sebuah mansab dan memberinya gaji yang bagus, dan menganugerahi jaminan-jaminan dagang bagi EIC. Hal ini membuat orang Portugis menjadi gusar dan mulai mnyerang kapal-kapal Moghul. Jahangir menjadi marah, dan menahan semua orang Portugis, menutup gereja-gereja mereka, dan menyatakan perang pada mereka. Orang-orang Portugis menyerah. Pada tahun 1615 , James I mengutus Sir Thomas Roe (Wolpert, 1989, p. 1433-144) sebagai duta resmi ke istana Jahangir. Ia tinggal di istana selama empat tahun, dan memperoleh jaminan-jaminan penting untuk EIC, yang diijinkan untuk membangun sebuah kantor dagang di Surat. Orang-orang Portugis tidak mengubah sikapnya. Akibatnya pada pemerintahan sultan berikutnya, sebuah pasukan menyerang tempat tinggal Portugis di Hugli. Moghul merebut benteng, membunuh banyak orang dan akibatnya menghanmcurkan tuntutan-tuntutan yang dibuat orang-orang Portugis di India. Kendati di penghujung hidupnya Jahangir menjadi pemabok, ia telah memerintah dengan cerdik dan baik, meninggalkan beberapa memoir yang menunjukkan dirinya sebagai orang yang bercita rasa dan halus perasaan. Ia mencintai alam, lukisan, dan kesusasteraan, jujur dan adil, dapat bertindak cepat dan memahami prinsip-prinsip administrasi. Ia pergi ke Kashmir secara teratur dan membuat banyak taman yang indah di sana. 2. Muhammad Shihabuddin Shah Jahan (1627-1658) (Mahmud, 1988, p. 152-154; Majumdar, 1958, p. 470-481; Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 765-766; Trotter, 1917, p. 129-1134) Pengganti Jahangir adalah Muhammad Shihabuddin Shah Jahan (Shah Jahan) Ia terbukti sebagai orang yang adil, bijaksana, dan masa pemerintahannya merupakan periode sejarah Moghul yang amat makmur. Kas negara penuh dan ia membuat banyak bangunan, antara lain Taj Mahal (makam bagi isterinya): Muntaz Mahal, Majid Juma, Benteng Merah (Red Fort), Diwan-i Khas, dan Diwani-Aam di Delhi, dan Pearl Mosque di Agra. Shah Jahan menangani pemberontakan-pemberontakan secara tegas. Jujhar Singh, ketua suku Bundela memberontak pada tahun 1628 dan menyerbu daerah Gond. Aurangzeb dikirim untuk menindas pemberontakan itu dan Jujhar Singh dikalahkan. Berikutnya adalah Khan Jahan Lodhi (1631), seorang bangsawan Afghan, panglima angkatan perang Deccan. Ia bersekutu dengan penguasa Ahmadnagar yaitu Khan Jahan yang juga dapat dikalahan. Pada tahun 1632 ketika Ahmadnagar di bawah Fateh Khan, pengganti Malik Ambar keadaan tidak berubah. Karenanya Fateh Khan ditangkap dan dipenjarakan di benteng Gwalior. Shahji Bhonsle ketua suku Marata menjadi berkuasa penuh dan menempatkan penguasa boneka di atas tahta. Sejak kerajaankerajaan Golconda dan Bijapur membantu para pemberontak secara rahasia, Shah Jahan sendiri menyerbu dan memimpin penyerbuan. Ketika hal itu diketahui oleh penguasa Ahmadnagar, ia menyerah, sementara Sultan Bijapur tetap mengadakan perlawanan. Karenanya Shah Jahan menyerbu Bijapur dan Sultan Adil Shah gagal mengadakan perlawanan, dan mengusulkan damai dengan konsekuensi membayar ganti rugi yang besar. Pada tahun 1638 perjanjian dibuat antara sultan dengan Golconda dan Bijapur, dan Aurangzeb diangkat menjadi Sultan Deccan. Sementara itu Ali Mardan Khan, Gubernur Persia di Qandhar, menyerahkan Qandhar kepada Sultan Moghul. Tahun 1644 Aurangzeb dipanggil pulang untuk memimpin ekspedisi ke Balkh dan Badakhshan yang sudah direbut oleh Uzbeg, tetapi harus dihentikan akibat cuaca yang buruk. Aurangzeb diangkat menjadi Gubernur Multan dan kemudian diminta untuk melawan Shah Persia yang berusaha untuk merebut kembali Qandhar, tetapi usahanya gagal. Dara Sikoh juga dikirim untuk merebut Qandhar, usahanya juga gagal (1649), dengan demikian Moghul kehilangan Qandhar. Pada tahun 1648 ibu kota Moghul dipindah dari Agra ke Delhi dan diberi nama Shahjahanabad Pada tahun 1653 Aurangzeb kembali dikirim ke Deccan. Ia menunjuk Mursid Quli Khan untuk mengurusi pajak. Mir Jumla diangkat menjadi komandan artileri dan dapat menindas pemberontakan yang terjadi di Golconda atau Bijapur (1856-1657), dan kendati Shahji Bonsle diam-diam mengorganisir Marata, ia takut kepada Aurangzeb dan tidak menyulitkannya. Pada tahun 1657 Shah Jahan sudah berumur 70 tahun. Keempat anaknya, Dara Sikoh (43), Shuja (41), Aurangzeb (39) dan Murad Bakhs (33). Dara Sikoh menguasai Punjab dan Kabul, kendati ia memerintah lewat para pembantunya. Sebagai anak kesayangan ayahnya, ia tetap berada di ibu kota kesultanan. Shuja memerintah di Bihar dan Orissa; Murad di Gujarat dan Malwa; sementara Aurangzeb di Deccan. Dara Sikoh adalah seorang terpelajar dan liberal yang ekstrim dalam hal agama. Ia mempunyai kemampuan-kemampuan alami, tetapi sombong dan terburu-buru, wataknya keras. Shuja itu peramah, pemimpin yang berani dan cerdik, tetapi suka berfoya-foya. Murad Bakhs termuda, pemberani yang ceroboh, pemabok dan tidak amat pandai. Aurangzeb berlawanan dengan Shuja dan Murad. Ia serius seperti hakim, tegas, saleh, cakap, berani dan cerdik. Ada faktor yang merugikan saudara-saudara Dara Sikoh, sebab Dara Sikoh terkenal karena tidak mempertahankan pandangan yang kolot mengenai Quran dan telah menyatakan bahwa Upanisad adalah sebuah wahyu yang lebih dulu dari pada Quran dan sama-sama sucinya. Shuja dan Aurangzeb adalah orang Suni yang saleh. Ketiganya sepakat bahwa penguasa dunia Muslim saat itu. Dara Sikoh tidak layak mejadi Berita sakitnya Shah Jahan membuat Dara Sikoh menguasai keadaan. Shuja menobatkan dirinya di Rajmahal (1657), Aurangzeb tetap berada di Deccan. Shuja menggerakkan pasukannya tetapi dikalahkan oleh Sulaiman Sikoh dan Raja Jai Singh di dekat Benares dan mengejarnya sampai di Monghyr. Dara Sikoh mengirim Raja Jaswant dan Qasim Khan untuk merintangi Aurangzeb bila akan bergerak ke utara Nerbuda untuk bergabung dengan Murad. Tetapi Aurangzeb terlalu pandai untuk Jaswant Singh dan menyeberangi Nerbuda di tempat lain. Ia bergabung dengan Murad Baksh dan pasukan gabungan mereka bertemu dengan 70. 000 orang Rajput Jaswant Singh di Dharmat, 15 April 1658. Aurangzeb mengalahkan orang-orang Rajput. Selanjutnya Aurangzed dan Murad Baksh bergerak ke Agra, Dara Sikoh dikalahkan oleh pasukan Aurangzeb dan Murad Baksh di Samugarh, 29 Mei 1658. Aurangzeb menuju ke Agra, Shah Jahan ditawan tetapi diperlakukan dengan baik sampai meninggalnya. Murad Baksh kemudian melawan Aurangzeb tetapi dapat dikalahkan dan dipenjarakan di Gwalior. Baik Shuja maupun Dara Sikoh dapat dikalahkan oleh Aurangzeb Para sejarawan menyebut Shah Jahan sebagai luar biasa. Sahah Jahan merupakan seorang jendral yang baik, seorang administrator terkemuka. Ia lembut dan dermawan, dan memiliki rasa tanggung jawab. Pemerintahannya mengalami kemakmuran dan mendorong industri sedemikian sehingga pabrikpabrik dan pekerjaan logam India dinilai tinggi di negara lainnya. Banyaknya pabrik menarik para petani untuk urbanisasi guna mempelajari kerja berkeahlian dan menerima upah yang lebih tinggi. Ia mencintai keindahan dan gemar membuat bangunan-bangunan yang indah. Monumen-monumen pemerintahannya berupa: Makam Jahangir di Lahore, Naulaka dalam benteng Lahore, Shish Mahal dan masjid, masjid Juma di Thatta, Tahta Merak. Shah Jahan juga menjadi pelindung seni dan kesusasteraan, dan seni lukis berkembang pada zamannya. 3. Mohyuddin Aurangzeb Alamgir (1658-1707)(Mahmud, 1988, p.. 156-163; cf.: Trotter, 1917. , p. 145-155; Majumdar, 1958, p. 491-521) Setelah perang perebutan tahta berakhir Aurangzeb dimahkotai lagi pada bulan Mei 1659. Tindakannya yang pertama adalah menghapuskan delapan puluh pajak yang menindas rakyat Ini dilakukan guna meringankan beban penderitaan akibat bahaya kelaparan, dan banyak rakyat yang meninggal. Ia mengakhiri era Ilahi dan kembali ke era Muslim. Ia juga menunjuk seorang mentor (muhtasil) untuk melihat bahwa tidak ada tingkah laku amoral dan bahwa rakyat membuat pekerjaan mereka secara jujur dan efisien. Ia mengakhiri praktek non Islam: darshan dan melarang para pemusik istana memainkan musik di istana. Selama terjadi perang perebutan kekuasaan Raja dari Cooch Berar dan Ahoms dari Asam telah mengalahkan Gauhati, ibu kota Moghul Kamrup (Assam sebelah barat). Aurangzeb menunjuk jendralnya yang cakap, Mir Jumla, Gubernur Benggala, dan ia menyerbu Cooch Berar dan raja melarikan diri. Pada bulan Maret 1662 Ahoms dikalahkan. Mir Jumla meninggal sesampainya di Deccan pada tanggal 10 April 1663. Mir Jumla digantikan oleh Mir Shaista Khan.. Ia merebut Assam pada tahun 1664 dan lambat laun membersihkan delta Brahmaputra dari para perampok Portugis yang memenuhi daerah itu. Ia juga memenangkan Chittagong dari raja Arakan. Shaista Khan memerintah di Benggala selama tiga puluh tahun dan sangat meningkatkan kesejahteraan propinsi itu. Ia mengembangkan pelabuhan-pelabuhan di mana perdagangan dengan timur jauh telah tumbuh dengan cepat. Pada tahun 1669 Jats Hindu dari Mathura memberontak, tetapi komandan lokal (Faujar) dapat menindas pemberontakan itu. Di Narnaul pada tahun 1672 Satnamis, merupakan masyarakat Hindu yang terorganisir memberontak. Satnamis berjuang dengan keras tetapi dikalahkan. Tegh Bahadur, Guru Sikh IX, 1665, komandan pasukan kecil Moghul di Assam telah berusaha untuk membangun kekuatan, tetapi pada akhirnya dapat ditawan. Guru X dan terakhir, Govind Singh, berontak pada tahun 1695. Ia dapat ditawan dan dikirim ke Aurangzeb yang ketika itu berada di Deccan, tetapi sebelum melapor Aurangzeb meninggal. Govind Singh dibiarkan membangun Gurdwara di Nander, dekat Hyderabad, Deccan. Seorang Afghan yang fanatik membunuhnya pada tahun 1708 Tahun 1667 orang-orang Afghan perbatasan memberontak. Untuk beberapa waktu peralatan Attock dan jalan raya sudah menjadi kepentingan tetap bagi Khattak dan Afridi. Yusufzeis berontak di Bajaur dan Swat di bawah Bhagu Khan. Mereka menyeberangi Indus dan merampok Hazara, tetapi dikejar oleh Kamil Khan, faujar Attock yang mengalahkan mereka dan membunuh banyak orang. Dalam perjanjian damai Yusufzais diberi jaminan-jaminan tertentu. Khattak berontak sebagai protes di bawah penyair mereka, Khusnal Khan, dan Afridis dipimpin oleh Aimal Khan. Mereka mengalahkan pasukan gubernur lokal dan mengancam lembah Peshsawar. Aurangzeb sendiri harus bergerak ke Peshsawar, 1674, untuk memadamkan perlawanan. Dalam satu setengah tahun, melalui tekanan militer dan langkah-langkah diplomatik Aurngzeb dapat mengalahkan orang Afghan. Selanjutnya Aurngzeb menunjuk Amir Khan menjadi Gubernur Kabul, dan mendamaikan sisa-sisa suku Afghan. Selama perang perebutan kekuasaan (suksesi) dan tahun-tahun awal pemerintahan Aurangzeb, orang-orang Marata sedang berbenah diri di bawah pimpinan seorang petualang, Sivaji, seorang pemberani dan berbakat dari Shahji Bonsle. Sivaji terdaftar sebagai anggota kelompok-kelompok gerilya orang-orang gunung Ghat Barat yang memahami setiap jalan, batu karang, dan hutan. Ia merebut sedikit benteng dan menjarah Konkan. Kalyan juga direbut dan pada tahun 1665 Sivaji membunuh Raja dari Jaoli, yang telah menolak bergabung dengannya. Bijapur mengirim tentara untuk melawannya di bawah Afzal Khan. Sivaji yang yakin bahwa segala sesuatu adalah sah dalam peperangan, melancarkan tipu muslihat dan membunuh Afzal Khan dan pasukannya disergap dan dihancurkan. Mendengar perampokan yang dilakukan Sivaji, Aurangzeb menempatkan Shaista Khan dan Raja Jaswant Singh sebagai komandan pasukan Moghul dari Deccan dan mengirim mereka melawan Sivaji. Mereka memenangkan beberapa pertempuran kecil, tetapi Jaswant Singh tidak pernah setia pada Aurangzeb, dan dicurigai sehingga Aurangzeb membiarkan Sivaji untuk mengejutkan Shaista Khan (15 April 1663). Sivaji dan para pengikutnya menyerang Shaista Khan dan membunuh anaknya, dan Shaista Khan melarikan diri dengan kehilangan tiga jarinya. Selanjutnya Shaista Khan ditempatkan di Benggala. Aurangzeb mengirim putranya, Pangeran Muazzam, dan Rai Jai Singh melawan Sivaji. Mereka berhasil merebut Purandar, sebuah pelabuhan penting, dan memaksa Sivaji untuk menerima suatu perjanjian pada tanggal 22 Juni 1665. Sivaji dijanjikan sebuah mansab lima ribu, dan dipertontonkan di istana, Mei 1666, dan karena merasa dihina lalu melarikan diri dari Agra. Jai Singh meninggal tahun 1667 dan anaknya Kirat Singh diberi sebuah mensab yang tinggi (lima ribu), tetapi ia bukan seorang jendral, sehingga Jaswant Singh menggantikan Jai Singh sebagai komandan di Deccan. Ia menerima suap yang besar dari Sivaji dan membujuk Auranzeb untuk memberi gelar raja bagi Sivaji. Ini dilakukan pada tahun 1667, dan pada tahun yang sama Sultan harus menghadapi orang-orang Afghan di utara. Pada tahun 1664 Sivaji menyerbu Surat untuk pertama kalinya dan memperoleh barang rampasan yang amat banyak. Ketidakhadiran Aurangzeb karena sibuk di utara mendorong Sivaji melanjutkan tindakan-tindakannya, dan pada tahun 1670 ia sudah cukup kuat untuk memaksakan syarat-syaratnya pada kebanyakan kerajaan tetangganya. Ia meminta seperempat penghasilan dari daerah-daerah tertentu di Khandesh. Pada bulan Oktober 1670 ia merampok Surat lagi dan tiga tahun kemudian ia memahkotai diri sebagai Raja di Raigarh. Ia berencana untuk mengadakan penaklukan-penaklukan reguler. Pertama ia menyerang Golconda dan penguasanya ia paksa menjadi sekutu. Kemudian ia merebut benteng Jinji di Arco selatan, Vellore dan Tanjore. Bellary direbut sehingga ia menjadi penguasa sebuah kerajaan yang kuat dan mempunyai sekutu sultan Golconda dan Bijapur selama Aurangzeb sedang sibuk di utara guna melawan Afghan. Sivaji meninggal pada bulan April 1680 dan digantikan oleh anaknya, Sambhaji. Sivaji adalah orang yang berkemampuan hebat dan membangun sebuah bangsa. Ia menganggap orang Moghul dan semua orang Islam sebagai musuhnya, dan percaya bahwa semua adalah fair dalam perang memakai segala sesuatu untuk mendapatkan bantuan dan mencapai apa yang dikehendaki untuk melawan musuh. Ia berpikir dengan penuh daya cipta dan seorang kapten gerilya yang cerdik. Ia berbalik merampok sebuah seni yang indah dan dengan siasat perangnya dan pencpaian-pencapaiannya merebut imaginasi rakyatnya. Ia hampir memenangkan buat mereka sebuah tempat terakhir dalam sejarah India. Orang-orang Rajput mempunyai sebuah kebiasaan untuk memerangi setiap pemerintah yang berkedudukan di Delhi. Mereka kembali menjadi gelisah, ketika terjadi sesuatu yang membuat mereka amat marah. Raja Jaswant Singh, penguasa Jodhpur (Marwar) telah dipanggil lagi dari Deccan, dan telah menyertai Aurangzeb ke Peshawar, dalam perangnya melawan orang-orang Afghan. Ia meninggal dalam sebuah pertempuran pada tahun 1678 yang dengan jelas tanpa seorang pewaris. Aurangzeb yang telah memaafkan Jaswant Singh yang telah beberapa kali berkhianat, pergi ke Ajmer dan memberinya gaddi kepada kemenakan laki-laki Jaswant Singh: Indra Singh. Jaswant Singh mempunyai seorang putra bernama Ajit Singh. Aurangzeb memutuskan untuk membawanya ke Delhi dengan dikawal oleh Ketua Rajput: Durga Das, yang ingin memperoleh gaddi itu buat dirinya sendiri. Demikian ia melarikan diri ke Jodpur, dengan pangeran yang masih bayi, dan ketika sampai mengusir Indra Singh dan merebut tempatnya. Ia lalu memanggil para pangeran Rajput lainnya untuk datang kepadanya dan mengadakan suatu pemberontakan. Udaipur (Mewar), kerajaan Rajput terakhir menyerah. Aurangzeb mengirim pasukan untuk memadamkan mereka di bawah Akbar, putranya. Orang Moghul menguasai banyak benteng dan kota-kota, tetapi orang-orang Rajput kemudian secara rahasisa menulis surat kepada Akbar bahwa mereka akan menempatkannya di atas tahta kesultanan setelah meng-gulingkan Aurangzeb bila ia datang memihaknya. Akbar menerima tawaran itu, sehingga Aurangzeb harus berperang sendirian. Dengan sebuah surat yang disusun secara cerdik yang mana diatur untuk direbut oleh seorang peronda Rajput, ia memperlihatkan keragu-raguan Akbar akan pemikiran orng-orang Rajput. Oleh karena itu orang-orang Rjput mengusirnya dan ia melarikan diri ke Deccan. Aurangzeb tidak pernah mengampuninya. Sultan mengalahkan orangorang Rajput dan Raja Udaipur mulai meminta perdamaian. Aurangzeb mengampuninya, dan ketika para pangeran Rajput lainnya menghentikan perang dan meminta syarat-syarat yang sama, merekapun diampuni. Aurangzeb selanjutnya memalingkan perhatiannya ke Deccan, ia sampai di Ahmadnagar pada tahun 1663. Di sana ia mendapati bahwa ada tiga kerajaan yang memberontak: Negeri Marata dari Sambhaji, putra Sivaji, dan dari sekutusekutunya, Golconda dan Bijapur. Demikian ia memutuskan untuk menundukkan kerajaan-kerajaan lainnya dulu. Ia merebut Bijapur pada tahun 1686 dan Golconda tahun 1687. Dalam tahun 1689 ia mengambil Sambhaji dan telah melakukannya. Orang-orang Marata menempatkan saudaranya, Raja Ram di atas tahta, dan setelah Raja Ram jandanya Tara Bai melanjutkan peperangan, tetapi benteng demi benteng jatuh, sampai pada akhirnya pada tahun 1705 Aurangzeb menghapuskan kerajaan Marata. Aurangzeb tetap di Ahmadnagar dan sampai akhirnya memimpin masalah-masalah kerajaan, tetapi meninggal pada tanggal 20 Februari 1707 pada usia 92 tahun. Orang-orang Hindu dan orang-orang Eropa telah mengkritik kebijakan Aurangzeb. Orang Inggris menjadi terlibat pada tahun 1686 dalam suatu pertikaian setempat dan membakar kota Hugli. Shaista Khan yang menentang Inggris mengambil langkah-langkah efektif me-lawan mereka, sehingga mereka diusir dari Benggala. Mereka lalu kembali ke benteng St. George di Madras, yang telah mereka bangun pada tahun 1639. Dari sana mereka lalu menuntut Sultan memaafkan mereka dan itu dikabulkan oleh Aurangzeb. Mereka kemudian membangun sebuah tempat baru di Hugli, yang akhirnya berkembang men-jadi kota Calcutta, 1690. Kantor-kantor dagang EIC telah membuat hal serupa di pantai sebelah barat. Mereka telah memindahkan kantor dagang mereka dari Surat ke Bombay, tetapi telah mengganggu kapal-kapal Moghul. Aurangzeb mengambil langkah cepat melawan Kumpeni sampai presiden mereka Sir John Child meminta damai. Aurangzeb memaafkan mereka, tetapi mereka harus membayar ganti rugi. Pada tahun 1678, semua komunitas Hindu terkemuka: Jat, Satnamis, Marata, dan Rajput telah memberontak, yang mana meya-kinkan Aurangzeb bahwa orang-orang Hindu sebagian besar tidak setia kepada para penguasa Muslim. Oleh karenanya ia memutuskan untuk memperlakukan mereka sebagai rakyat jajahan, dan pengganti tuntutan pelayanan militer dari mereka, menentukan pajak untuk memperoleh hak pilih, berupa jizya, bagi mereka. Orang-orang Hindu yang membayar hasil bumi dikecualikan, itu juga berlaku bagi mereka yang melayani suatu kemampuan, baik laki-laki maupun perempuan juga dikecualikan. Jizya merupakan pajak nominal, tetapi orang-orang Hindu tidak menyukainya karena dianggap mendiskriminasikan mereka. Harus diingat bahwa Aurangzeb menerapkan pajak ini pada tahun 1679, 21 tahun setelah ia bertahta, ketika hampir setiap komunitas Hindu yang suka berperang bangkit melawannya dan mengorbankan kepercayaannya. Aurangzeb mempunyai karakter utama berupa simplisitas, integritas, dan keluhuran. Ia memiliki keberanian besar dan kebulatan tekad, sebuah pikiran yang cemerlang, mempunyai perasaan kewajiban yang jelas, dan industri yang luar biasa. Ia tidak pernah melalaikan sebuah tugas yang tidak menyenangkan dan bekerja keras selama hidupnya (Lmb, 1963, p. 49). Ia mempelajari hukum Islam dan teologi Islam dan mengetahui banyak bahasa. Bacaannya luas dan surat-suratnya berupa model-model prosa Persia. Ia mempelajari Quran dengan sungguh-sungguh dan anak-anaknya diberi suatu pendidikan dasar teoritis yang logis dalam studi-studi Islam. Ia tidak minum minuman keras, makanan yang mewah, dan pakaian yang penuh hiasan, taat pada Islam seperti berdoa, berpuasa, atau sedekah. Ia menunjuk cendekiawan hukum Islam untuk mengumpulkan suatu karya standar tentang ilmu hukum Islam, yang ketika sudah siap diberi nama Fatawa-i-Alamgiri. Aurangzeb memberlakukan pengawasan melekat. Ia sukar untuk senang dan tidak terlalu mempercayai orang. Ia bersikap tegas terhadap orang-orang Hindu. Aurangzeb tidak pernah menolak jabatan untuk orang-orang Hindu. Kendati orang-orang Hindu, Afghan atau Rajput banyak membuat kesulitan, ketika mereka meminta kesediaan untuk memaafkan ia memberikannya tanpa keraguan. Benarlah bahwa ia ingin menempatkan suatu semangat baru kepada kaum Muslim India, tetapi ini tidak atas biaya orang-orang Hindu. Imperium hancur tidak lama setelah kematiannya berhubungan dengan kebangkitan nasionalisme sejalan dengan kebangkitan orang-orang Afghan di utara, dan kepada para penggantinya yang tidak efisien dan berfoya-foya. Penutup Para penguasa Moghul pada periode ini (1526-1707) telah berhasil membangun sebuah imperium yang tidak tertandingi di kawasan Asia Selatan. Meski didera oleh berbagai rintangan dan hambatan yang muncul sebagai akibat persaingan di kalangan orang Moghul sendiri dan juga perlawanan dari berbagai suku bangsa yang telah lebih dulu berkuasa di Delhi, orang Moghul telah berhasil membangun Asia Selatan dalam seluruh aspek kehidupan (politik, militer, agama, sosial, ekonomi dan budaya). Hasil karya dalam bidang seni bangun masih dapat dilihat sampai hari ini. Perlawanan yang dilakukan oleh orang Afghan, Rajput, Marata dan kaum Sikh seolah-olah makin memperkuat cengkeraman orang Moghul terhadap bumi Asia Selatan. Untuk sementara kelompok-kelompok perlawanan itu dapat dijinakkan dalam pemerintahan keenam Sultan Moghul pertama, tetapi kemudian ketika orang Moghul menjadi lemah karena pertikaian di antara orang-orang Moghul itu sendiri, maka bahaya latent dari orang-orang Afghan, Rajput dan Marata kembali menjadi bahaya yang menggerogoti basisbasis kekuasaan orang Moghul dan tinggal menunggu ajalnya di bawah belas kasih para penguasa kolonial Inggris sebagai penguasa baru di Asia Selatan. Dari uraian tentang orang Moghul antara 1526-1707 dapat ditarik makna yang berguna adalah bahwa persatuan dapat menjadi benteng yang tangguh untuk menghadapi rintangan, tantangan dan hambatan, sementara perpecahan merupakan awal dari suatu kehancuran. Daftar Pustaka Kulke, Hermann and Ruthermund, Dieter, 1986, A History of India, New Jersey, Barners & Noble Books. Majumdar, R. C. , 1958, An Advanced History of India, London, MacMillan & Co Ltd. Mahmud, S. F. , !988, A Concise History of Indo-Pakistan, Oxford, Oxford University Press. Mulia, T. S. G. , 1959, India,Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, Djakarta, Balai Pustaka. Sachchidananda Bhattacharya, 1967, A Dictionary of Indian History, New York, George Braziller. Trotter, L. J. , 1917, History of India , London, Society For Promoting Christian Knoledge Wolpert, Stanley, 1989, A New History of India, Oxford, Oxford University Pres