1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia dalam eksistensinya sangatlah menarik untuk dibicarakan.
Pembahasan tentang manusia bermula dari Yunani pada abad ke- 5 sebelum Masehi
seorang dramawan Yunani yang bernama Sophocles dalam sebuah dramanya yang
terkenal yang berjudul “Antigone”. Ada perkataan dalam drama tersebut “ Di dunia
ini banyak sekali keajaiban, tetapi dari sekian banyak keajaiban itu tidak ada yang
lebih ajaib daripada manusia “. Sungguhpun telah lama berselang, perkataan
Sophocles tersebut hingga hari ini tetap aktual dan masih bisa dibuktikan
kebenarannya (Koswara,1991: 1). Dari sekian banyak yang dihadapi manusia, yang
paling berarti dan paling menarik adalah teka- teki tentang manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang kompleks.Kompleksitas manusia itu ditunjukkan
dengan kerumitan yang dimilikinya. Akan tetapi pada sisi yang lain, manusia tetap
menghadapi kesulitan dalam menembus rahasia dalam mengungkap dirinya sendiri.
Bahkan tidak akan ada seorangpun termasuk diri kita yang bisa mengatakan
mengetahui seluruh apa yang ada atau terjadi dalam dirinya secara tepat.
Disamping karena kompleksitasnya, manusia sulit dipahami juga karena
keunikannya.Dengan keunikannya manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda
dengan makhluk hidup yang lain.Manusia tidak pernah berhenti untuk menemukan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang dirinya sendiri.
1
2
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa tema
tentang manusia selalu aktual adanya.Latief (2006: 15) mengatakan Socrates sebagai
filsuf pertama yang menjadikan manusia sebagai salah satu tema sentral dalam
pemikiran, sehingga dijuluki sebagai tokoh yang telah berhasil menurunkan filsafat
dari langit ke bumi.Dengan pengenalan tentang siapa manusia, akan menjadikan kita
sadar tentang kedirian kita sehingga membebaskan manusia dari keterasingan diri
sendiri.
Pendekatan kefilsafatan dikatakan sebagai pemikiran yang sedalam-dalamnya
tentang semua hal yang bersentuhan dengan manusia dan semua yang berhubungan
dengannya, sehingga filsafat akan berurusan dengan benda-benda, situasi-situasi,
masalah-masalah pada jenis-jenis pengetahuan mulai dari pra ilmiah, biasa maupun
di tingkat pengetahuan ilmiah ( Leenhouer, 1988 :19).
Korner dalam Titus (1984: 5) mengatakan pemikiran filsafat hanya akan
berhenti apabila pemikiran non falsafi berhenti. Filsafat adalah bersifatterus menerus
(perennial). Kehidupan segi dalamnya dan lingkungan intelektualnya menghadapkan
seorang filosof kepada bentuk persoalan-persoalan yang selalu berubah dan tidak
akan membebaskannya dari tugas untuk berfikir lagi. Dari penjelasan tersebut maka
dapat dimengerti bahwa apa yang dipersoalkan filsafat sangatlah luas dan tergantung
dari waktu. Adanya perubahan memungkinkan untuk menambah khasanah obyek
pembahasan dan menunjukkan tidak akan pernah selesainya problem yang dihadapi
manusia.
Sebagai ciri filsafat modern, manusia konkrit menarik minat untuk
dibicarakan dibandingkan manusia pada umumnya sehingga tidak mengherankan
3
bila dikatakan bahwa refleksi atas eksistensi pribadi manusia menjadi tujuan orang
berfilsafat.Filsafat dimaksudkan agar manusia berpikir sejenak menemukan berbagai
segi atau ciri khas kepribadiannya (Leenhouer, 1988: 63).
Dengan mempelajari aspek-aspek kefilsafatan dimungkinkan adanya manfaat
dalam pemecahan-pemecahan terhadap problema yang ada, sehingga filsafat dapat
dijadikan dasar dalam perbuatan manusia.Dalam kenyataannya persoalan manusia
sangatlah
kompleks
dan
membutuhkan
penyelesaian
yang
tepat
dalam
pendekatannya mengingat manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah
lepas dari keinginan, kebutuhan, harapan serta kepuasan.Akan tetapi dalam upaya
pemenuhan kadang tidak seperti yang diharapkan, banyak dorongan yang terhalang
sehingga tidak dapat mencapai obyek yang dituju. Dengan perkataan lain orang telah
gagal dalam usaha mencapai tujuan dan tercapainya kepuasan yang mengakibatkan
frustrasi. Frustrasi yang berarti adanya ketegangan psikis yang disebabkan oleh
dorongan yang tidak mendapatkan kepuasan, hal ini muncul karena keadaan
lingkungan,
tetapi dapat
pula
timbul
akibat
dari keadaan
manusia
itu
sendiri.Lingkungan disamping menjadi sumber frustrasi juga dapat membantu
membentuk hati nurani. Pengaruh lingkungan dalam menanamkan norma-norma
harus dilihat sebagai proses pembangkit frustrasi untuk naluru-naluri bawaan di
dalam diri manusia.(Leenhouwer, 1988: 143).
Frustrasi yang disebabkan oleh peristiwa yang terdapat pada diri manusia
sendiri merupakan konflik yang diakibatkan oleh dorongan yang satu bertentangan
dengan dorongan yang lainnya.Frustrasi yang disertai oleh perasaan takut ini dapat
menimbulkan kecemasan. Bagi Sigmund Freud, kecemasan mempunyai peranan
4
utama baik dalam dinamika kepribadian maupun dalam perkembangan. Kecemasan
timbul akibat adanya kegagalan, dimana setiap kegagalan merupakan ancaman
terhadap ego sehingga kecemasan merupakan petunjuk bagi ego, bahwa orang dalam
kondisi yang bisa berakibat kecemasan menimbulkan ketegangan dan merupakan
daya pendorong bagi manusia untuk berperilaku.Ini berarti bahwa apabila kecemasan
timbul pada diri manusia, maka hal itu mendorong manusia untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu. Manusia mungkin berusaha menghindari diri dari
objek yang menimbulkan kecemasan, mengekang dorongan-dorongan tertentu,
mungkin juga mengikuti suara hatinya atau akan muncul bentuk yang beragam
seperti: kesleo lidah (slip of tongue),salah baca(mis-reading), salah tulis(slip of the
pen), salah dengar (mis-hears) atau dalam bentuk mimpi yang dialami manusia
(Suardiman, 1990: 24).
Psikoanalisa diciptakan oleh Sigmund Freud pertama kali tahun 1896 yang
dapat
dikatakan
ada
aspek
yang
baru
dalam
pembahasannya
tentang
manusia.Pemikiran psikoanalisa dan pemahaman uniknya mengenai dinamika
kepribadian manusia adalah cerita panjang dari Sigmund Freud.Banyak karya yang
menuai tanggapan mulai dari kekaguman sampai celaan dari berbagai kalangan.
Psikoanalisa sendiri memiliki arti yang oleh Bertens (1987 : xii) diartikan: pertama,
menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis. Kedua,
menunjukkan suatu metode atau teknik untuk mengobati gangguan psikis yang
dialami pasien-pasien dengan keluhan neurotis.Ketiga, menunjukkan seluruh
pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik terapi.
5
Manusia dengan segala pengalaman baik yang berada dalam kesadaran
ataupun ketidaksadaran menjadi penting untuk dibicarakan. Pengalaman hidup dan
kesan yang ditimbulkannya bagi manusia akan mempunyai arti atau dapat memberi
kesan tersendiri bagi manusia yang nantinya akan menjadi sumber mimpi. Semua
orang pernah mengalami mimpi dimana mimpi terkadang menimbulkan kesan,
pertanyaan ataupun orang mengaitkan dengan realitas yang terjadi dalam
kehidupannya.Mimpi sangat akrab dengan kehidupan manusia, meskipun mimpi
termasuk pengalaman pribadi namun merupakan fenomena universal yang berperan
sangat penting pada diri manusia. Keberadaan mimpi tidak mengenal batasan usia
artinya setiap manusia yang dalam rentang kehidupannya mulai masa anak sampai
dewasapun pasti pernah mengalami mimpi bahkan bisa dikatakan mimpi tidak
pernah mengenal status sosial seseorang. Dari sifat yang universal ini pula yang
mendorong permasalahan mimpi menjadi suatu yang menarik untuk dikaji dari
pendekatan kefilsafatan.
Salah satu tulisan Freud yang menarik untuk dibahas berkaitan dengan
masalah diatas adalah The Interpretation of Dreams (1911) atau tafsir mimpi, yang
juga memberikan pemahaman terhadap dinamika kepribadian manusia.Gagasannya
menyerap dalam kehidupan kontemporer manusia.Freud mengajari manusia untuk
menyadari setiap tindakan dan perasaan yang terkadang kita anggap tidak bermakna
seperti selip lidah, salah baca, salah tulis dan tentu saja mimpi.Freud berusaha
menciptakan metode tafsir mimpi untuk mengungkap makna sebenarnya dari
tindakan manusia yang tampak tak bermakna dan tidak disadari sepenuhnya.
6
Karakteristik alam mimpi dirangkum oleh Burdach (Freud, 2001: 57) yang
menyebutkan karakteristik istimewa dari mimpi, yaitu bahwa aktivitas subyektif dari
kita muncul sebagai aktivitas obyektif, karena pancaindra memahami fantasi seolaholah mereka adalah aktivitas inderawi. Selanjutnya juga dikatakan bahwa tidur
membatalkan tindakan sadar kita dan oleh karena itu tidur telah memasukkan suatu
tingkat kepasifan tertentu, gambaran-gambaran dalam tidur dikondisikan oleh
relaksasi atau pengendoran kekuatan keinginan kita ( power of will).
Mimpi sebagai sebuah saluran pengaman bagi manusia , dimana emosi atau
perasaan-perasaan yang ditekan selama terjaga dapat dikeluarkan secara sehat lewat
mimpi. Mimpi merupakan ekspresi yang terdistorsi dari keinginan-keinginan yang
terlarang untuk diungkapkan ketika manusia dalam keadaan terjaga.Freud meyakini
bahwa
di
dalam
mimpi
terdapat
simbol-simbol
yang
memiliki
makna
universal.Simbol-simbol tersebut dapat dipertimbangkan dan diinterpretasikan dalam
konflik unik masing-masing individu yang mengalami mimpi. Hal ini dapat diartikan
bahwa mimpi unik manusia memiliki makna yang bias sehingga analisis mimpi
menjadi kesulitan tersendiri jika mau dirumuskan.
Mimpi menurut tradisi Jawa mimpi terbagi dalam tiga waktu yaitu titiyoni
(jam 20.00 - 22.00) gandayoni (jam 22 – 24.00) dan puspatajem (jam 24 – 03.00).
Interpretasi menurut pembagian waktu akan mempengaruhi pada kedalaman makna
yang tersirat dalam mimpi yang dialami(Arfinurul, 2010:34). Dalam Abhidhamma,
mimpi adalah sifat istimewa lain dari arahat ( hakikat dari kepribadian yang sehat)
dengan tipe-tipe mimpi pada manusia (Ki Fudyartanta, 2003: 37). Pemikiran Freud
relevansinya dengan pemikiran-pemikiran masyarakat timur dalam tinjauan
7
kefilsafatan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat.
Penelitian dilakukan denganmetode studi pustaka model historikal faktual ketokohan,
Sigmund Freud yang dipilih bertujuan untuk mengembalikan pada persoalan yang
asasi mulai dari persoalan tentang hakikat dari mimpi itu sendiri, kemudian sumbersumber dan isi dari mimpi dan bagaimana serta apakah mimpi berhubungan dengan
kepribadian individu dan juga akan berpengaruh pada perilaku individu.Berdasar halhal tersebut mendorong peneliti untuk dapat membahas secara mendalam terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan yang diajukan tersebut,
maka masalah pokok dapat dirinci sebagai berikut :
a. Apa konseppemikiran Sigmund Freud tentang mimpi?
b. Apa pandangan Sigmund Freud tentang kepribadian manusia?
c. Apakah konsep mimpi dari Sigmund Freud ada relevansinya dengan kondisi
masyarakat di Indonesia?
C. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran penelitisudah terdapat beberapa penelitian yang focus
pada tinjauan atau berobjek formal filsafat dan berobjek material pemikiran Sigmund
Freud. Di bawah ini akan dijelaskan secara sepintas penelitian-penelitian yang
dimaksud:
8
1. Skripsi di Fakultas Filsafat UGM karya M. Arif Cahyo Saputro, tahun 2009
berjudul: Pandangan teori agresi Sigmund Freud dalam menelaah akar
Kekerasan Massal ( Tinjauan Filsafat Manusia). Dalam skripsi ini peneliti
menggunakan teori agresi Sigmund Freud sebagai obyek formal dan peneliti
melihat konflik yang berujung pada tindakan kekerasan yang terjadi di setiap
kehidupan manusia.
2. Tesis di IAIN Walisongo karya Suroso, tahun 2010 dengan judul Mimpi dalam
Al Qur’an & As- Sunnah (Studi komparasi atas pemikiran Ibnu Sirin dengan
Ibnu Hajar Al-Asqalani). Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa mimpi
merupakan aktivitas batiniah yang dilakukan dalam kondisi tidur. Mimpi
memiliki nilai baik dan buruk disamping itu mimpi juga dipengaruhi oleh factor
jasmani.
3. Tesis dari Universitas Indonesia karya Ika Faiqah, tahun 2007 dengan judul
mimpi dalam perspektif Ibnu Sirin dan Sigmund Freud. Dalam tesis ini
dijelaskan kedudukan dan fungsi mimpi, gambaran atau isi mimpi serta pelaku
mimpi secara komprehensif. Penafsir mimpi harus tahu dan menguasai ilmu
tentang bahasa, makna kata, derivasi kata, kata kiasan, mengetahui kondisi dan
kebiasaan serta budaya yang berlaku pada masyarakat setempat.
4. Jurnal hasil penelitian dari UMM karya Yudi Suharsono, tahun 2010 dengan
judul: Teknik terapi pada penderita obsesif-kompulsif. Analisis mimpi
digunakan sebagai salah satu teknik terapi disamping asosiasi bebas dan
transferensi yang dapat berfungsi untuk mengungkap isi dari ketidaksadaran.
9
5. Journal of abnormal psychology tahun 1996 dari Pennebaker & Beall dengan
judul
To
discuss
about
emotional
expression
as
a
therapeutic
processmengungkapkan bahwa dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ketika
individu menceritakan tentang pengalaman emosional, banyak ditemukan
kondisi fisik dan kondisi lain meningkat dengan signifikan. Meski pengurangan
pencegahan turut dalam menyingkap fenomena, perubahan pada proses dasar
kognitif selama bercerita memprediksikan kesehatan yang lebih baik.
6. International Journal of Psychological Studiestahun
2001 dari Barret yang
berjudul The effectiveness of therapy in the reduction of anxiety mengungkapkan
bahwa orang yang menceritakan kepada orang lain tentang peristiwa traumatik
dan emosi yang mereka alami sebagai reaksi terhadap peristiwa itu cenderung
menunjukkan kesehatan yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak terbuka
kepada orang lain.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Filsafat.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengungkap kajian secara
kefilsafatan khususnya bidang filsafat manusia dalam mengkritisi kepribadian
manusia dalam pemikiran Sigmund Freud.
2.
Bagi Ilmu Pengetahuan.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan sumbangan khususnya
pada bidang psikologi.Dengan mengkaji masalah mimpi dari konsep Sigmund
10
Freud penelitian ini berusaha menjelaskan kepribadian manusia sehingga dapat
dijadikan salah satu memahami manusia secara utuh dan komprehensif.
3. Bagi Bangsa Indonesia.
Penelitian tentang konsep mimpi ini sebagai salah satu cara untuk mengerti,
memahami tentang kepribadian terutama dalam perspektif filsafat manusia
sehingga dapat mendorong untuk mengembangkan baik tentang pemikiran
mimpi ataupun kepribadian manusia.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mendeskripsikan konsep mimpi dari Sigmund Freud.
2.
Menjelaskan pemikiran Sigmund Freud tentang kepribadian manusia.
3.
Menjelaskan konsep mimpi dari Sigmund Freud dalam relevansinya dengan
kondisi masyarakat khususnya di Indonesia.
F. Tinjauan Pustaka.
Psikoanalisa diciptakan Sigmund Freud pertama kali tahun 1896 yang dapat
dikatakan baru dalam membicarakan manusia. Istilah ini mempunyai bermacammacam arti: pertama, untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap prosesproses psikis. Kedua, menunjukkan suatu metode atau teknik untuk mengobati
gangguan-gangguan
psikis
yang
dialami
pasien-pasien
dengan
keluhan
neurotis.Ketiga, menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh
melalui metode dan teknik terapi. Pemikiran Freud termasuk klasik yang dapat
11
diartikan isi pemikirannya dapat dikatakan baru sama sekali tentang manusia
(Bertens, 1987:xiv)
Serangan Freud terhadap pemikiran tradisional tentang kesadaran datang dari
arah yang agak berbeda.Ia membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian
lebih
kecil
yang
muncul
di
permukaan
air
menggambarkan
kesadaran
(consciousness), sedangkan massa yang lebih besar di bawah permukaan air
menggambarkan ketidaksadaran (unconsciousness). Dalam daerah ketidaksadaran (
unconsciousness) ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan
yang ditekan yang berisi kekuatan-kekuatan vital. Lebih dari 40 tahun Freud
menyelidiki ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan teori
kepribadian yang komprehensif (Hall & Lindzey, 1978: 60).
Sigmund Freud dalam The Interpretation of Dreams menjelaskan model
topografik dari pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam prasadar
(preconscious), dan alam bawah sadar (unconscious). Pikiran sadar dianggap sebagai
kesiagaan, prasadar menggambarkan pikiran dan perasaan mudah masuk ke
kesadaran, dan bawah sadar dimana pikiran dan perasaan tidak dapat disadari tanpa
melewati tahanan yang kuat.Bawah sadar mengandung bentuk fungsi pikiran non
verbal dan membangkitkan mimpi, parapraksis (slips of tongue), dan gejala-gejala
psikologis.Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan bawah sadar dan
pertimbangan moral yang dimiliki pasien terhadap impuls mereka.Konflik tersebut
menyebabkan fenomena represi, yang dianggap sebagai patologis.Dengan asosiasi
bebas memungkinkan ingatan yang terepresi diungkapkan kembali dan dengan
demikian berperan dalam penyembuhan (Kaplan& Sadock, 1996:385-386).
12
Sebuah mimpi menurut Freud dalam Olson & Hergenhann (2011:81) muncul
ketika kejadian sehari-hari mengaktifkan impuls-impuls yang tidak dapat diterima,
menyebabkan alam bawah sadar mencari pengekspresian sadarnya. Di malam hari
ketika manusia tidur, terus mencari jalan keluar, namun ego menyadari jika isi-isi
mimpi yang terlalu mengancam tentulah membangunkan pemimpi terlalu cepat. Ego
menyensor impuls-impuls dengan menggiring mereka kembali ke bawah sadar.Jika
sampai impuls-impuls yang tidak bisa diterima tetap harus tiba di kesadaran, minimal
harus disamarkan sebagian.Freud merujuk ke berbagai mekanisme pertahanan ego
untuk menjadikan impuls lebih bisa diterima dengan mendistorsi makna yang
sesungguhnya, yang disebut sebagai kerja mimpi yaitu kondensasi dan substitusi.
Freud dalam Feist & Feist (2010: 57) meyakini bahwa mimpi dibentuk di
alam tidak sadar, tetapi mencoba masuk ke alam sadar. Agar bisa disadari, mimpi
harus bisa menyelinap melewati sensor pertama dan akhir. Bahkan, saat dalam
keadaan tidur pun para penjaga ini tetap waspada sehingga materi-materi psikis tidak
sadar perlu bersembunyi dalam selubung penyamaran. Selubung ini bisa bekerja
dengan dua dasar- kondensasi (condensation) dan pengalihan (displacement).Freud
meyakini bahwa mimpi dimotivasi oleh upaya memenuhi keinginan. Muatan laten
mimpi dibentuk di alam tidak sadar dan biasanya berakar dari pengalaman kanakkanak, sementara muatan manifest sering kali berawal dari pengalaman sehari-hari.
Tafsir mimpi menjadi “jalan agung” untuk memperoleh pengetahuan akan alam tidak
sadar, tetapi mimpi tidak bisa diinterpretasikan jika orang yang bermimpi tidak
bersedia membangun asosiasi atas mimpinya. Muatan laten diubah menjadi muatan
manifest melalui kerja mimpi (dream work). Freud meyakini bahwa tafsir yang
13
akurat akan mampu mengungkapkan keterkaitan yang tersembunyi apabila kerja
mimpi ditelusuri sampai ke akarnya sehingga gambaran-gambaran tidak sadar pun
akhirnya terungkap.
Freud dalam menyusun karyanya tentang mimpi dimulai tahun 1887 ketika ia
mengamati sejumlah wanita muda yang menderita gejala histeria yakni sebuah gejala
yang membingungkan mulai dari rasa sakit/nyeri, hingga mengalami kelumpuhan.
Dengan keyakinannya bahwa gejala tersebut muncul akibat pembelaan dan
pengingkaran yang rumit terhadap rasa sakit dari shock fisik akibat trauma masa lalu
yang terlupakan. Ketika itu Freud gagal merawat pasien histeria dengan
menggunakan teknik hipnosis.Namun demikian, ketika pasiennya menceritakan
mimpi-mimpinya Freud mulai tertarik dan penasaran dan mengambil kesimpulan
bahwa ada peran yang dimainkan oleh mimpi dalam mengungkap trauma
tersembunyi. Dia bertanya pada pasien tentang apa yang diingatnya yang disebutnya
dengan “the manifest content of dream”. Freud meminta
pasiennya untuk
menghubungkan
pasiennya
elemen-elemen
mimpinya
dan
diartikan
harus
menceritakan setiap hal yang terlintas dipikirannya yang terkait dengan mimpi secara
keseluruhan maupun rinciannya.(Hall & Lindzey, 1993: 102).
Berbeda pandangan dengan murid Freud yaitu Carl Gustav Jung yang
memandang mimpi sebagai bukti adanya dimensi innate religious, atau kesadaran
beragama yang bersifat bawaan, sebab mimpi-mimpi yang digambarkan oleh
manusia purba hingga modern sekarang ini tetap menggambarkan paradigma
psikologis tentang hubungan manusia dengan alam spiritual. Melalui analisis mimpi
dari praktek psikologinya, Jung menyimpulkan bahwa adanya kekuatan-kekuatan
14
terpendam yang bersifat religious yang memanifestasikan berupa bentuk-bentuk
memuliakan, mensakralkan sesuatu di dalam kehidupan manusia (Hall& Lindzey,
1993: 217).
Freud dalam The Ego and the Id (1923) menggambarkan teori strukturalnya
dimana ego sebagai suatu kelompok yang dapat masuk ke alam sadar yang
memperantarai kebutuhan id, superego dan lingkungan. Ia memandang kecemasan
sebagai reaksi ego terhadap ancaman kehancuran impuls yang tidak dapat
diterima.Dinamika terjadinya mimpi sebenarnya dapatlah dipahami dari keterkaitan
susunan jiwa dan isinya masing-masing (Bertens, 1987: xl ).
Struktur kepribadian manusia menurut Freud terdiri dari tiga bagian yaitu
pertama, diri hewani yang mengandung inti jiwa yang disebut dengan “id”, kedua
adalah “ego” sebagai diri yang rasional, dan ketiga adalah “superego” sebagai
representasi aturan dari masyarakat mengenai apa yang benar dan salah, apa yang
baik dan buruk atau sebagai ego ideal. Diri “id” sudah terbentuk sejak lahir,
sedangkan “ego” dan “superego” terbentuk sesudahnya dari kebutuhan untuk
bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Seringkali “superego”
dan “id” berkonflik satu sama lain. Freud memandang jiwa sebagai medan perang
yang penuh konflik dengan berbagai komponen kepribadian yang saling berjuang
tanpa henti. Perasaan akan tertekan apabila ketika “ego” dan “superego”terlalu
berusaha mendominasi “id”. Hal ini yang akan membuat perasaan dan emosi yang
ditekan dan tidak terekspresikan dengan baik akan menimbulkan permasalahan (Hall
& Lindzey, 1993: 63-68).
15
Jika ditelaah lebih lanjut buku “The Interpretation of Dream” memberikan
formula
yang
bisa
merasionalkan
mimpi
yang
paling
membingungkan
sekalipun.Teorinya mengandalkan bagian dari pikiran yang berfungsi sebagai sensor
yang berfungsi mengedit mimpi-mimpi kita. Mimpi merupakan realitas yang benarbenar ada dan diakui keberadaannya. Mimpi merupakan pesan alam bawah sadar
yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan
berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga emosi yang sama sekali tidak disadari
Dengan memahami mimpi diharapkan dapat digunakan untuk mengungkap pesan
bawah sadar yang direpres oleh individu sehingga dapat membantu untuk
menyelesaikan permasalahan lebih lanjut (Bertens, 1987: xxv).
G. Landasan Teori.
Ada dua unsur pokok dalam memahami kepribadian manusia yaitu jiwa dan
badannya. Kepribadian manusia merupakan hasil dari proses interaksi dari bagianbagian yang intensif, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan merupakan
satu subjek dari pengalaman (Hadi, 1996: 97).
Kepribadian manusia adalah pola sifat dan karakteristiktertentu , yang
sifatnya permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas pada
perilaku seseorang. Sifat (trait)merupakan penyebab adanya perbedaan antar
individu dalam perilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas
perilaku dalam berbagai situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa kelompok
manusia atau dimiliki semua manusia, tetapi pola sifat pasti berbeda untuk masingmasing individu. Jadi masing-masing orang mempunyai kepribadian yang berbeda,
walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan orang lain. Karakteristik
16
merupakan kualitas tertentu yang dimiliki seseorang termasuk di dalamnya beberapa
karakter seperti temperamen, fisik, dan kecerdasan (Feist & Feist, 2010: 4).
Kata “kepribadian” dalam Abhidhama serupa dengan konsep atta, atau diri
(self). Menurut Abhidhamma tidak ada diri yang bersifat kekal, yang ada hanyalah
sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang nampak sebagai
kepribadian terbentuk dari perpaduan antara proses-proses impersonal. Kepribadian
manusia itu sama seperti sungai memiliki bentuk yang tetap, seolah-olah satu
identitas, walaupun tidak setetes air pun tidak berubah seperti pada momen
sebelumnya. Dalam pandangan ini “ tidak ada actor terlepas dari aksi, tidak ada
orang mengamati terlepas dari persepsi, tidak ada subjek yang sadar di balik
kesadaran” (Ki Fudyartanta 2003: 11).
Allport menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis
dari system psikofisik individu secara khas. Psikofisik menunjukkan kesatuan jiwa
dan raga yang tidak terlepas satu dengan yang lain, sedangkan khas memiliki arti
setiap individu bertingkah laku dengan caranya sendiri karena setiap individu
memiliki kepribadiannya sendiri. Sementara Freud memandang kepribadian sebagai
suatu struktur yang terdiri dari tiga system yakni id, ego, dan super ego ( Koswara,
1991: 11).
Hakikat pribadi manusia adalah perwujudan dari pada unsur-unsur yang
paling dalam atau paling pokok yang ada dalam diri manusia.Perwujudan sebagai
microkosmos yang berwujud dari potensinya sendiri tetapi juga bersama-sama
dengan adanya rangsang makrokosmos beserta isinya, sehingga membentuk
keseluruhan manusia sebagai keseluruhan diri manusia sebagai individu yang tampak
17
selalu bersama-sama dengan individu-individu lain di masyarakat. John Dewey
menyatakan bahwa kepribadian adalah hakikat manusia dalam hubungannya dengan
manusia sebagai social actor yang tidak akanin action tanpa lain-lain actors dalam
suatu proses perbuatan yang saling berhubungan (Sanadji, 1985: 18).
H. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka, historikal faktual
ketokohan. yaitu suatu penelitian yang bahan-bahannya diperoleh melalui
penelusuran pustaka, berupa literatur kefilsafatan ataupun literatur-literatur lainnya.
Data utama akan diperoleh dengan menelaah buku, jurnal, ceramah-ceramah dari
Sigmund Freud yang pernah dipublikasikan. Buku-buku lain yang secara langsung
atau tidak berkaitan dengan pemikiran Sigmund Freud akan juga dipergunakan di
dalam penelitian ini sebagai pendukung.
1. Bahan Penelitian
Sesuai dengan tujuan dilaksanakannya penelitian ini, maka buku-buku Sigmund
Freud yang pernah dipublikasikan akan menjadi sumber primernya. Buku-buku
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pustaka primer
Tafsir Mimpi, Yogyakarta: Jendela (terjemahan oleh Apri Danarto). 1987
Pengantar Umum Psikoanalisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Terjemahan
oleh Haris Setiowati).2009
The ego and the id, London: Hogarth Press. 1950
Beyond the pleasure principle, London: Hogarth Press. 1950
Civilization and Its Discontents: Peradapan dan Kekecewaan-kekecewaan,
Yogyakarta: Jendela (terjemahan oleh Apri Danarto) 2000.
The Ego and the mechanism of defence, New York: Intenational U.P. 1952
18
b. Pustaka Sekunder
Theories of Personality, 1996 ,Karya Hall & Lindzey, New York: John
Willey & Sons.
Synopsis of psychiatry, 1996, Karya Kaplan, Sadock & Grebb, New York:
William & Wilkins.
Memperkenalkan Psikoanalisa, 1987, Karya K. Bertens, Jakarta: Gramedia
Press.
Psikologi Kepribadian Timur, 2003, Karya Ki Fudyartanta, Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
Teori- teori Kepribadian, 1991, Karya E. Koswara, Bandung: Eresco.
Manusia, Filsafat dan Sejarah, 2006, Karya Latief,J.A, Jakarta: Bumi
Aksara.
Manusia Sebuah Misteri,1989, Karya Leahy, L, Jakarta: Erlangga.
Filsuf Kontemporer, 2001, Lecte. J, Yogyakarta: Kanisius.
Manusia dan lingkungannya: RefleksifilsafatManusia,1988, Karya
Leenhours, P, Jakarta: Gramedia.
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.1990, Karya Maramis,W. Surabaya:
Airlangga University Press.
Filsafat Manusia, Karya Kasdin Sihotang, Yogyakarta: Kanisius.
Psikologi Dalam, 1990, Karya Suardiman, Yogyakarta: Studing.
Psikologi Kepribadian, 1982, Karya Sumadi Suryabrata, Jakarta: Rajawali
Press.
Filsafat Manusia, 2000, Karya Zainal Abidin, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Antropologi Metafisik, 2000, Karya Anton Bakker, Yogyakarta: Kanisius.
Filsafat Manusia, 1969, Karya Driyarkara, Yogyakarta: Kanisius.
Driyarkara Tentang Manusia, 1980, Karya Driyarkara, Yogyakarta:
Kanisius.
Kesadaran Jiwa: Teknik Efektif untuk Mencapai Kesadaran yang Lebih
Tinggi,2003, Karya Effendi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jatidiri Manusia: Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, 1996, Karya P.
Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius.
Teori Kepribadian, 2010, Karya Feist & Feist, Jakarta: Salemba Humanika.
Pengantar Teori-teori Kepribadian, 2011, Karya Olson & Hergenhahn,
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
2. Jalan Penelitian.
Proses penelitian dilaksanakan melalui tahapan-tahapan antara lain adalah:
a. Inventarisasi data. Dalam tahapan ini penulis mengumpulkan data yang
dibagi berdasarkan objek formal dan objek material. Data pertama berisi
pustaka mengenai filsafat manusia khususnya tentang kepribadian. Data
19
kedua berisi tentang pustaka mengenai pemikiran Sigmund Freud yang
terdapat dalam karya-karyanya. Data tersebut dikumpulkan sebanyak
mungkin melalui penelusuran di berbagai perpustakaan maupun melalui
penelusuran internet.
b. Pengklasifikasikan data, pada tahap ini data-data yang telah diperoleh mulai
diklasifikasikan dan dipilah-pilah berdasarkan bab dan sub bab yang penulis
susun seperti rencana dan kebutuhan.
c. Analisis data. Data yang telah diklasifikasikan mulai dianalisis sesuai
rumusan masalah dan tujuan penelitian.
d. Penyajian data. Dari analisis data yang telah dilakukan maka penyajian data
dimaksudkan untuk memaparkan hasil analisis secara sistematis dan teratur
berdasarkan sub bab yang telah ditentukan. Penyajian data diawali dari
pokok-pokok pikiran atau unsur-unsur yang paling mendasar dan sederhana,
kemudian menuju pada pokok pembahasan yang lebih rumit.
3. Analisis hasil
Data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode sebagai berikut:
a. Hermeunetika dengan tiga unsur metodis yaitu deskripsi, verstehen dan
interpretasi. Unsur metodis deskriptif dimaksudkan untuk menjelaskan
konsep pemikiran filsuf dijabarkan dan dijelaskan, sehingga dapat dipahami
pola pemikirannya. Paham-paham apa yang mempengaruhinya dan
kemungkinan mempengaruhi pemikir-pemikir lain. Verstehen dimaksudkan
untuk data yang telah dikumpulkan akan dipahami karakteristik masingmasing, kemudian diketahui makna tiap-tiap data. Selanjutnya, interpretasi
20
yaitu pemahaman atas data yang telah diperoleh dan diketahui maknanya
melalui penerjemahan karya filsuf.
b. Heuristika, metode ini digunakan untuk menemukan suatu paradigma baru
dari pemikiran Sigmund Freud yang kemudian diharapkan dapat berperan
bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
I. Sistematika Penulisan
Agar penulisan memiliki tata urutan yang terencana dan memenuhi standar
yang ada maka perlu menyusun sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan
pada proposal tesis ini adalah:
BAB I
;
Bab ini peneliti menguraikan pendahuluan yaitu mulai dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaatpenelitian,
keaslian penelitian serta langkah-langkah penelitian yang akan
diambil.
BAB II
; Bab ini peneliti menjelaskan tentang kepribadian manusiamulai dari :
pribadi manusia, pendekatan teoritis tentang kepribadian,Latar
belakang
sejarah
kepribadian,
determinan-determinan
dalam
kepribadian, kesatuan badan dan jiwa, jiwa manusia, badan manusia,
dimensi-dimensi konsep kemanusiaan.
BAB III
: Bab ini menjelaskan secara komprehensif tentang Sigmund Freud dan
Pemikirannya tentang Manusia yang dimulai dari biografi Sigmund
Freud
dan
meliputi:hakikat
diuraikan
manusia,
hasil
tingkat
pemikiran-pemikirannya
kehidupan
mental,
yang
struktur
Download