NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS MIMPI DENGAN MANAJEMEN DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Oleh: AGUNG CATUR NUGROHO FUAD NASHORI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS MIMPI DENGAN MANAJEMEN DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Oleh: AGUNG CATUR NUGROHO FUAD NASHORI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006 i NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS MIMPI DENGAN MANAJEMEN DIRI PADA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Telah Disetujui Pada Tanggal _____________________ Dosen Pembimbing (H. Fuad Nashori, S.Psi., M. Si.) ii HUBUNGAN ANTARA KUALITAS MIMPI DENGAN MANAJEMEN DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Agung Catur Nugroho Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Fakultas Psikologi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Skala Kualitas Mimpi yang mengacu pada skala Kualitas Mimpi yang disusun oleh Nashori (2004), dan skala Manajemen Diri. Skala Manajemen Diri mengacu pada aspek-aspek manajemen diri yang diadaptasi dari strategi manajemen diri menurut Manz (1986) dan Gie (1996 ). Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 13.0 for Windows, untuk melihat hubungan kualitas mimpi dan manajemen diri digunakan uji korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data dengan menggunakan analisis statistik korelasi Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,247 dan p = 0,062, karena pO>O0,05 maka dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri. Dengan demikian berarti hipotesis pada penelitian ini ditolak. Kata Kunci: Manajemen Diri, Kualitas Mimpi iii 1 Pengantar Setiap manusia memiliki berbagai macam kebutuhan, tujuan, sasaran atau cita-cita pribadi. Upaya yang dilakukan setiap manusia untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan menggunakan perencanaan. Salah satunya adalah dengan mengatur dan mengelola dirinya sebaik mungkin sehingga mampu membawa ke arah tercapainya tujuan hidup yang telah ditetapkannya. Proses mengatur dan mengelola diri sendiri dengan sebaik-baiknya sehingga mampu membawa ke arah tercapainya tujuan hidup yang telah ditetapkan oleh individu yang bersangkutan diistilahkan oleh Gie (1996), sebagai manajemen diri. Lebih lanjut Gie (1996) mengemukakan bahwa strategi manajemen diri yang pertama dan utama adalah berusaha mengetahui diri sendiri, baik segala kelebihan dan kekuatannya maupun kekurangan dan kelemahannya dengan segenap kekuatan dan potensinya. Manajemen diri juga didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengubah perilaku yang kurang dikehendaki seseorang tetapi terus dialami oleh individu yang bersangkutan (Prawitasari, 1993). Pengelolaan diri akan lebih mudah dilakukan jika individu memiliki kematangan penalaran tinggi secara emosi, dan mampu mengelolah stress yang terjadi pada dirinya. Mahoni (Suhartini, 1992) mendefinisikan manajemen diri sebagai suatu cara yang digunakan seseorang dalam bekerja dengan melakukan pengontrolan terhadap dirinya dan hasil kerjanya, yang dilakukan oleh dirinya sendiri tanpa harus ada kontrol dari luar. Masing-masing individu memiliki tingkat kemampuan manajemen diri yang berbeda-beda, dari yang rendah hingga tinggi. Menurut Pedler dan Boydell (1985), tingkat efektivitas seorang individu dalam melakukan manajemen 2 terhadap dirinya dipengaruhi sejauh mana individu tersebut mampu mempertahankan (surviving), memelihara (maintaining), dan mengembangkan (developing) empat aspek diri yang dimilikinya, yaitu: kesehatan (health), ketrampilan atau keahlian (skills), aktivitas (action), dan identitas diri (identity). Mahasiswa merupakan individu-individu yang sering memiliki masalah dengan manajemen diri. Hal ini dapat dicontohkan seorang mahasiswa yang bernama Ryan (nama samaran). Dalam wawancara dengan penulis ia menerangkan bahwa ia kesulitan mengelola waktu dan keuangannya. Selama kuliah empat tahun ia baru menyelesaikan 60 SKS. Hal ini terjadi karena kebiasaannya clubbing dan mengikuti berbagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan studi. Ia juga memiliki masalah keuangan, yaitu punya banyak hutang kepada teman-temannya. Tidur, sebagai kebutuhan fisiologis manusia yang harus dipenuhi, dapat juga berpengaruh terhadap manajemen diri seseorang. Menurut Irvannuddin (www.indomedia.com/sriwijayapost/, 12 Juli 2004) seseorang yang kualitas tidurnya rendah akan menjadi uring-uringan selama masa terjaga, mudah tersinggung, nafsu makan menurun, konsentrasi terganggu, dan seks meningkat. Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat efektivitas individu dalam melakukan manajemen terhadap dirinya. Maas (Nashori, 2004), mengemukakan tidur adalah suatu keadaan di mana kesadaran seseorang akan sesuatu menjadi turun, namun aktivitas otak tetap memainkan peran yang luar biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktifitas jantung dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam pemrosesan kognitif, termasuk dalam 3 penyimpangan, penataan, dan pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan informasi saat terjaga. Tanda yang bisa diketahui kalau seseorang sudah tertidur adalah hilangnya kesadaran atau tak ada respon (Asror, 2005). Selama tidur, tubuh mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Pengalaman yang biasa disebut dengan mimpi pada dasarnya adalah manifestasi dari perubahan-perubahan tersebut (Asror, 2005). Lebih lanjut Asror (2005) mengemukakan kejadian-kejadian tersebut diubah ke dalam bentuk visual yang dikomunikasikan oleh alam bawah sadar kepada yang tidur dalam bentuk simbolsimbol. Rangsang suara atau aroma dapat ditangkap oleh alam bawah sadar dan dikomunikasikan dalam bentuk mimpi. Mimpi, menurut Chaplin (1997), adalah deretan tamsil dan ide yang lebih kurang saling bertalian dan berlangsung selama orang tidur, atau selama orang dikuasai obat bius, atau sewaktu seseorang berada dalam situasi hipnotis. Asror (2005) menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Yusuf ayat 44 disebutkan adanya dua mimpi, yaitu mimpi buruk yang diistilahkan dengan hulm, dan mimpi benar atau baik yang diistilahkan dengan ru’ya. Mimpi buruk adalah mimpi yang bercampur aduk dan kacau. Dengan kata lain, mimpi buruk adalah mimpi yang tidak jelas dan kacau sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Adapun mimpi yang benar diistilahkan dengan ru’ya ash- saadiqah dan mimpi yang baik diistilahkan dengan ru’ya al-hasanah. Mimpi yang benar (ru’ya) yang ada dalam al-Qur’an adalah mimpi benar yang mana Allah SWT menurunkan wahyu atau ilham kepada para Nabi atau Rasul dan hambahambanya yang lain atau memberi tahu sesuatu yang akan terjadi pada masa 4 yang akan datang. Dengan penjelasan Asror di atas dapat dikatakan bahwa mimpi mempunyai kualitas tersendiri. Sementara itu Nashori (2004) menyebutkan bahwa kualitas mimpi adalah suatu keadaan di mana mimpi yang diperoleh seseorang banyak menggambarkan hal-hal yang benar, menghasilkan optimisme serta kepastian bagi individu yang mengalaminya. Individu yang memiliki kualitas mimpi yang positif cenderung menggambarkan diri sebagai orang yang penuh gairah, sementara orang yang memiliki kualiatas mimpi yang negatif (buruk) cenderung merasa tak berdaya, lelah dan sebagainya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mimpi adalah suatu aktifitas yang terjadi di alam bawah sadar. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri seseorang? Landasan Teori Kualitas mimpi bisa diketahui melalui aspek-aspek kualitas mimpi yang dirumuskan peneliti berdasarkan laporan penelitian Nashori (2004) Peranan Kualitas Tidur dan Kualitas Mimpi terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Ada 7 aspek kualitas mimpi, yaitu: meminta perlindungan Tuhan dari mimpi buruk, memperoleh mimpi yang menyenangkan, memperoleh mimpi yang berisi ramalan, pengetahuan masa lalu, petunjuk, peringatan; memandang hidup lebih positif dan optimis setelah bermimpi, menjaga jarak dengan mimpi buruk, introspeksi dan monitoring diri berkaitan dengan mimpi, dan mengambil hikmah dari mimpi. 5 Skala Manajemen diri digunakan untuk mengukur tingkat manajemen diri subyek. Skala ini disusun berdasarkan strategi manajemen diri yang dikemukakan Manz (1986) dan Gie (1996). Strategi tersebut diadaptasi menjadi aspek-aspek manajemen diri, yaitu: pengamatan diri, pendorongan diri, pengorganisasian diri, dan pengendalian diri. Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Variabel tergantung : Manajemen Diri Variabel bebas : Kualitas Mimpi Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang berasal dari Fakultas Psikologi. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan tercatat aktif sebagai mahasiswa. Jumlah subjek adalah 60 orang. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam skala manajemen diri dan kualitas mimpi menggunakan skala sikap model Likert. Aitem-aitem dalam skala manajemen diri dan kualitas mimpi tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu favourable dan unfavourable. Tanggapan subjek terhadap aitem-aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skor bergerak antara 1-4. Untuk aitem-aitem favorable, penilaiannya 6 adalah skor 4 untuk sangat sesuai (SS), 3 sesuai (S), 2 tidak sesuai (TS), dan 1 sangat tidak sesuai (STS). Sementara untuk aitem-atem unfavorable, penilaiannya adalah skor 1 untuk sangat sesuai (SS), 2 sesuai (S), 3 tidak sesuai (TS), dan 4 sangat tidak sesuai (STS). Metode Analisis Data Untuk melihat hubungan kualitas mimpi dan manajemen diri digunakan uji korelasi product moment dari Pearson (Azwar, 1997). Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan tehnik pengolahan data dari program SPSS versi 13.0 for Windows. Hasil Penelitian Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui apakah syarat-syarat untuk melakukan uji hipotesa dengan menggunakan product moment dari Pearson dapat memberikan hasil yang dapat menjawab hipotesis. Uji asumsi ini meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan pada tiap variabel untuk mengetahui apakah data statistik parametrik yang diperoleh dapat memenuhi distribusi kurve normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui uji normalitas dapat diketahui dengan melihat nilai p-nya. Apabila nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada skala manajemen diri diperoleh hasil F sebesar 0,424 dan p = 0,994 dengan demikian data yang diperoleh dari skala manajemen diri terdistribusi normal 7 (sesuai dengan kurve normal) karena p > 0,05. Pada skala kualitas mimpi hasil uji normalitasnya diperoleh F sebesar 0,693 dan p = 0,722. Karena p > 0,05 maka data skala kualitas mimpi terdistribusi normal (sesuai dengan kurve normal). Uji Linieritas. Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui pola bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung apakah hubungannya linier atau tidak. Hasil uji linieritas hubungan antara kualitas mimpi dan manajemen diri diperoleh hasil F = 6,758 dan p = 0,014 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kualitas mimpi dan manajemen diri mempunyai hubungan yang linier. Uji Hipotesis Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Product Moment dari Pearson. Hasil analisis data dengan menggunakan analisis statistik korelasi Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,247 dan p = 0,062, karena p_>_0,05 maka dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri. Dengan demikian hipotesa yang diajukan ditolak. Pembahasan Melalui hasil analisis statistik deskriptif diketahui bahwa tingkat kualitas mimpi subjek penelitian berada dalam tingkat sedang, sedangkan tingkat manajemen diri subjek penelitian berada dalam tingkat rendah. Subjek sejumlah 58 orang terdiri dari 7 orang atau 12,07 % memiliki kualitas mimpi tinggi, 50 8 orang atau 86,21 % memiliki kualitas mimpi sedang, dan 1 orang atau 1,72 % memiliki kualitas mimpi rendah. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif juga diketahui tingkat manajemen diri subjek, dimana dari 60 orang subjek tidak ada yang memiliki tingkat manajemen diri tinggi atau 0%, 1 orang atau 1,72 % memiliki tingkat manajemen diri sedang, 57 orang atau 98,28% % memiliki tingkat manajemen diri rendah. Hasil analisis data diatas menunjukkan bahwa kualitas mimpi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia berada dalam kategori sedang, dan skor manajemen dirinya masuk dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil korelasi product moment dari Pearson diperoleh hasil sebesar (rxy) = 0,247 dan p = 0,062 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri. Hasil ini juga membuktikan bahwa hipotesa penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri ditolak. Tidak adanya hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri berarti kualitas mimpi tidak mendukung kemampuan manajemen diri subjek penelitian. Hal itu terjadi karena kemampuan manajemen diri seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lain selain kualitas mimpi. Misalnya faktor kematangan emosi, tingkat penalaran dan kemampuan mengelola stres yang terjadi pada dirinya. Menurut Prawitasari (1993) pengelolaan diri akan lebih mudah dilakukan jika individu memiliki kematangan secara emosi, penalaran tinggi dan mampu mengelola stres yang terjadi pada dirinya. Menurut Pedler dan Boydell (1985), tingkat efektifitas seorang individu dalam melakukan manajemen terhadap dirinya dipengaruhi sejauh mana individu tersebut mampu mempertahankan 9 (surviving), memelihara (maintaining), dan mengembangkan (developing) empat aspek diri yang dimilikinya, yaitu: kesehatan (health), ketrampilan atau keahlian (skills), identitas diri (identity), dan aktivitas (action). Seorang yang memiliki kualitas mimpi yang baik, tetapi apabila dia tidak menggunakan potensinya sebaik mungkin, maka manajemen dirinya akan rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen diri tidak dipengaruhi oleh kualitas mimpi. Tidak adanya hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri bisa disebabkan aspek-aspek skala manajemen diri yang peneliti ajukan belum mencakup keseluruhan arti dari manajemen diri tersebut, seperti tidak adanya aspek penetapan sasaran diri sendiri dan manajemen waktu. Selama ini manajemen diri mempunyai definisi yang berbeda-beda dan lebih sebagai strategi perilaku manajemen diri yang baik. Semestinya penetapan sasaran diri sendiri dan manajemen waktu menjadi aspek-aspek penting. Kelemahan penelitian ini adalah keseluruhan subjek penelitian berasal dari mahasiswa Psikologi UII Yogyakarta yang masih aktif, sehingga karakteristiknya bersifat homogen. Akan lebih baik jika penelitian ini juga melibatkan subjek yang lebih beragam (heterogen), agar bisa digeneralisasikan secara lebih baik pada seluruh populasi. Kesimpulan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri ditolak. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 10 tidak ada hubungan antara kualitas mimpi dengan manajemen diri pada mahasiswa Psikologi UII Yogyakarta dengan koefisien korelasi sebesar rxy = 0,247 dengan p= 0,062 (p > 0,05). Saran Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama, penyempurnaan alat ukur baik skala manajemen diri maupun skala kualitas mimpi perlu dilakukan. Penyempurnaan skala ini bisa dilakukan dengan memperbaiki kalimat atau tata bahasa, menambah aitem dan menambah aspekaspek alat ukur. Selain itu, pada saat menyusun latar belakang sebaiknya subyek yang akan diteliti memiliki perhatian terhadap mimpi mereka. Selanjutnya bisa dikembangkan menjadi pemaknaan mimpi atau interpretasi mimpi dan pentingnya hal tersebut terhadap manajemen diri. Penelitian tentang kualitas mimpi beserta dampaknya terhadap aspekaspek lain dalam kehidupan manusia masih jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini membuka kesempatan bagi para peneliti untuk melakukan penelitian lebih banyak lagi tentang hal tersebut. Terdapat banyak variabel lain yang bisa dikombinasikan dengan kualitas mimpi, seperti kecemasan, stres, motivasi kerja, efikasi diri, dan lain-lain. Penelitian tentang manajemen diri juga belum banyak dilakukan di Indonesia. Masih terbuka banyak kesempatan bagi para peneliti untuk melakukan penelitian tentang apa sajakah yang mempengaruhi manajemen diri seseorang. Sebagai contoh adalah mengkombinasikan antara kecerdasan emosi dengan manajemen diri. Sebaliknya, para peneliti juga dapat melakukan penelitian 11 mengenai dampak manajemen diri terhadap aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia. Secara teoritis, terdapat beberapa hal yang dipengaruhi oleh manajemen diri dan belum pernah diteliti sebelumnya, seperti kesehatan (health), ketrampilan atau keahlian (skills), aktivitas (action), dan identitas diri (identity). Para peminat manajemen diri juga dapat meneliti hubungan manajemen diri dengan sikap terhadap mimpi. 12 Daftar Pustaka Asror, M. 2005. The Dream: Sketsa Mimpi dalam Tinjauan Islam, Kedokteran dan Psikologi. Surabaya: Jawara (Citra Pelajar Group). Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberti. _____, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____, S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Cet. VI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brigham, J. C. 1991. Social Psychology. New York: Harper Collins Publisher, Inc. Covey, S. 1997. The 7 Habits of Highly Effective People (diterjemahkan oleh Budijanto). Jakarta: Binarupa Aksara. Gie, T. L. 1996. Stategi Hidup Sukses. Yogyakarta: Liberti. Hadi, S. 1986. Statistik. Jilid III cetakan IV. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. ____, S. 1993. Metodologi Research. Vol. III. Yogyakarta: Andi Offset. Olahraga M. 2004. http:www.indomedia.com.03/03/06 Irvannuddin, Teratur bila Susah Tidur. Juriana, 2000. Kesesuaian Antara Konsep Diri Nyata dan Ideal dengan Kemampuan Manajemen Diri Pada Mahasiswa Pelaku Organisasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Kanfer, F. H, and Godstein, A. P. 1975. Helping People Change: A Textbook of Methods. New York: Perganoma Press, Inc. 13 Manz, C. C. 1986. Seni Memimpin Diri Sendiri (diterjemahkan oleh A.M. Mangunhardjana). Yogyakarta: Kanisius. Nashori, F. 2004. Peranan Kualitas Tidur dan Kualitas Mimpi Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Islam Indonesia. ______, F. 2002. Mimpi Nubuwat: Menetaskan Mimpi yang Benar. Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Palmquist, S. Fondasi Psikologi Perkembangan: Menyelami Mimpi, Mencapai Kematangan Diri (diterjemahkan oleh M. Shodiq). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prawitasari, J. E. 1993. Kepemimpinan di Masyarakat. Handout kuliah S2 Psikologi Universitas Gadjah Mada (tidak diterbitkan). Yogyakarta. Prijosaksono, A., dan Mardianto, M. 2004. Self Management: Guru Terbaik Sekaligus Musuh Terbesar Manusia. Jakarta: Elex Media Komputindo. Ramadhani, Graifhan. Teori Mimpi Secara Ilmiah. http:www. shterate.com. 25/03/06 Soekadji, S. 1983. Modifikasi Perilaku: Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberti. Suhartini, H. 1992. Pengaruh Metode Pengelolaan Diri Sendiri Terhadap Prestasi Kerja Praktek Harian. Jurnal Psikologi UGM. Yogyakarta. Th. XIX, No.1. Desember 1992, 25-30. 14 Identitas Penulis Nama Alamat Rumah No. Hp : Agung Catur Nugroho : Timoho GK IV / 972 , Yogyakarta 55225 : 0813 2877 3772