Pertemuan 8 & 9 Indeks Harga Saham dan Corporate Action Rita Tri Yusnita, SE., MM. Indeks Harga Saham Indeks saham adalah harga saham yang dinyatakan dalam angka indeks Indeks saham digunakan untuk tujuan analisis dan menghindari dampak negatif dari penggunaan harga saham dalam rupiah Corporate Action yang dilakukan perusahaan dapat merusak analisis apabila menggunakan harga saham dalam rupiah tanpa dikoreksi terlebih dahulu Dengan menggunakan indeks saham dapat dihindari kesalahan analisis walaupun tanpa koreksi Jenis Indeks Harga Saham Setiap Bursa Efek akan menetapkan angka basis indeks yang berbeda Ada yang dimulai dengan basis 100, 500, atau 1.000. 3 Kelompok Jenis Indeks: 1. Indeks Harga Saham Individu 2. Indeks Harga Saham Parsial 3. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Individu Indeks Harga Saham Individu Ketika pertama kali saham dicatatkan di Bursa Efek, yaitu pada pagi hari sebelum perdagangan di bursa dimulai, saham tersebut sudah mempunyai harga, yaitu harga yang dibayar oleh investor di pasar perdana, disebut sebagai Harga Perdana. Investor yang membeli saham di pasar perdana dan kemudian menjual sahamnya di bursa efek pasti ingin mengetahui persentase kenaikannya. Harga Perdana digunakan sebagai nilai dasar (unit base value) dalam menghitung indeks harga saham Jika terjadi corporate action (split, pembagian saham bonus, dividen saham) maka nilai dasar harus disesuaikan. Indeks Harga Saham Individu Penghitungan Indeks Harga Saham Individu: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝐼𝐻𝑆𝐼 = 𝑥 100 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 Atau 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐼𝐻𝑆𝐼 = 𝑥 100 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 Sebelum transaksi pertama terjadi di bursa efek, saham tersebut diberi indeks harga = 100 sebagai angka dasar. Ketika jam perdagangan mulai berlangsung (dari 10.00 s/d 16.00) sudah pasti puluhan kali harga terbentuk dalam transaksi hari tersebut. Dari sekian banyak harga yang terbentuk lalu dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu harga terendah, harga tertinggi, dan harga penutupan. Ketiga jenis harga tersebut tertera dalam Daftar Informasi Perdagangan Efek Harian (DIPEH) yang diterbitkan oleh bursa. Indeks harga harian dihitung berdasarkan harga pasar penutupan (closing price). Contoh: Pada tanggal 27/8/1990 saham GGRM dicatat di Bursa Efek sebagai berikut: Jumlah saham sebanyak 481.022.000 unit saham Harga Perdana Rp 10.250 Nilai nominal Rp 1.000 Pada periode berikutnya, harga pasar saham GGRM berubah setiap hari. Berikut adalah data harga penutupan harian: 12/12/1990 Rp 6.200 23/12/1991 Rp 5.000 29/12/1992 Rp 3.050 23/12/1993 Rp 8.400 28/12/1994 Rp 13.125 28/12/1995 Rp 24.100 Pada tanggal 3/6/1996 dilakukan split dari nominal Rp 1.000 menjadi Rp 500, dan pembagian saham bonus sebanyak 962.044.000 unit saham. Harga pasar saham adalah Rp 24.100 per 28 Desember 1995 Data closing price Tanggal 27/12/1996 Rp 10.200 Tanggal 30/12/1997 Rp 8.250 Tanggal 30/12/2000 Rp 13.000 Diminta: 1. Hitunglah nilai dasar per unit sebelum tindakan split dan pembagian saham bonus 2. Hitunglah nilai dasar per unit sesudah tindakan split dan pembagian saham bonus 3. Hitunglah Indeks saham GGRM pada tanggal closing price di atas! Jawab: 1. Nilai dasar sebelum split dan pembagian saham bonus adalah Rp 10.250 ( merupakan harga perdana) 2. Jumlah saham yang beredar bertambah pada tanggal 3/6/1996 karena: Split sebanyak 481.022.000 unit Saham Bonus 962.044.000 unit Total Tambahan 1.443.066.000 unit Jumlah Saham Awal 481.022.000 unit Total Saham Setelah Split/SB 1.924.088.000 unit (4 kali dari jumlah awal 4 x 481.022.000 unit) Jadi nilai dasar turun menjadi = ¼ x 10.250 = Rp 2.562,50 Jawaban No. 3 Indeks harga saham sebelum split dan pembagian saham bonus 12/12/1990 = (6.200 : 10.250) x 100 = 60,48 23/12/1991 = (5.000 : 10.250) x 100 = 48,78 29/12/1992 = (3.050 : 10.250) x 100 = 29,76 23/12/1993 = (8.400 : 10.250) x 100 = 81,95 28/12/1004 = (13.125 : 10.250) x 100 = 128,05 28/12/1995 = (24.100 : 10.250) x 100 = 235,12 Indeks harga saham sesudah split dan pembagian saham bonus 27/12/1996 = (10.200 : 2.562,5) x 100 = 398,05 30/12/1997 = (8.250 : 2.562,5) x 100 = 321,95 30/12/2000 = (13.000 : 2.562,5) x 100 = 507,32 Manfaat Indeks Sesudah split dan pembagian saham bonus, harga saham dalam rupiah turun dari Rp 24.100,- menjadi Rp 10.200, Rp 8.250, dan Rp 13.000,- sehingga investor nampak menderita kerugian. Sebenarnya, investor mendapatkan keuntungan yang besar karena jumlah saham yang diterima lebih banyak 3 kali lipat, sesuai dengan kenaikan jumlah saham. Dari contoh tersebut nampak bahwa: 1 saham lama dengan harga pasar Rp 24.100 (28 Des 1995), mendapatkan 3 unit saham baru yang berasal dari 1 unit hasil split dan 2 unit saham bonus. Jadi jumlah saham yang dimiliki investor menjadi 4 unit saham dengan harga pasar Rp 10.200 atau total Rp 40.800,-. Keuntungan investor dari adanya split dan pembagian saham bonus adalah Rp 40.800 – Rp 24.100,- = Rp 16.700,- atau 69,3%. Jadi salah besar jika membandingkan Rp 24.100 dengan Rp 10.200 karena hasilnya akan negatif atau investor merugi. Manfaat Indeks Oleh karena itu, jangan gunakan harga dalam rupiah, tetapi gunakanlah indeks harga saham untuk mengetahui untung rugi atas tindakan corporate action tersebut. Indeks harga saham akan meningkat tajam setelah split / saham bonus dan kenaikan tersebut menguntungkan investor. Penghitungan return saham dengan cara membandingkan harga saham sekarang dengan harga saham masa lalu dapat dibenarkan jika dalam kurun waktu tersebut tidak terjadi corporate action, atau harga sebelum corporate action disesuaikan terlebih dahulu. Manfaat Indeks Jika terjadi corporate action, maka ada dua cara yang dapat ditempuh untuk menghitung return saham, yaitu: 1. Membandingkan indeks harga saham individu 2. Membandingkan harga saham setelah disesuaikan Membandingkan Harga Saham Setelah Disesuaikan Harga Saham sebelum Corporate Action (28/12/1995) = Rp 24.100 Kenaikan Jumlah Saham setelah corporate action adalah 3 unit dari semula 1 unit, sehingga menjadi 4 unit. Harga Saham setelah Disesuaikan = ¼ x Rp 24.100 = Rp 6.025 (Sebelum C/A) Harga Saham sekarang (27/12/1996) Return = (10.200 : 6.025) – 1 = 69,3% = Rp 10.200 (Setelah C/A) Indeks Harga Saham Parsial Indeks Harga Saham Parsial Indeks Harga Saham Parsial adalah Indeks Harga Saham yang terdiri dari beberapa jenis saham Setiap pihak dapat menciptakan Indeks Harga Saham Parsial untuk kepentingan sendiri Jika Indeks Harga Saham Parsial tersebut ternyata baik digunakan sebagai pedoman oleh investor, maka indeks tersebut akan laris diperdagangkan. Misalnya: Indeks Nikkei 225, adalah indeks dari 225 jenis saham di Jepang Indeks S&P 100, indeks gabungan dari 100 jenis saham di Amerika Serikat Indeks Harga Saham Parsial tersebut lebih laku daripada IHSG Menghitung Indeks Harga Saham Parsial 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 100 = 100(𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟) 1 100(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟) 1 𝑥 100 Dimana: Indeks 100 = jumlah kapitalisasi pasar dari 100 emiten dibagi nilai dasar dari 100 emiten, kemudian dikalikan dengan 100 sebagai angka dasar Kapitalisasi Saham = jumlah saham beredar x harga pasar per unit saham Total Nilai Dasar = jumlah saham beredar x nilai dasar per unit saham Indeks 100 berarti indeks dari 100 jenis saham No. Emiten Jumlah Saham (jutaan) Harga Pasar per Unit Nilai Dasar per Unit Kapitalisasi Pasar (jutaan) Nilai Dasar (jutaan) 1 2 3 4 5 6 = 3x4 7 = 3x5 1. AAA 100 500 200 50.000 20.000 2. BBBB 200 600 100 120.000 20.000 3. CCC 125 800 400 100.000 50.000 ..... ...... ...... ...... ...... ..... ..... ...... ...... ...... ...... ..... 50 2.000 500 100.000 25.000 1.500.000 500.000 100. ZZZZ 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 100 = 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 100 = 100 1 (𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟) 100 1 (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟) 𝑥 100 1.500.000 𝑥 100 = 300 𝑝𝑜𝑖𝑛 500.000 Di Indonesia (BEI), indeks harga saham parsial dijumpai dalam indeks LQ45, yaitu indeks saham gabungan dari 45 jenis saham terpilih. Jenis saham terpilih harus memenuhi syarat yang ditetapkan Bursa. LQ45 disesuaikan setiap 6 bulan sekali Perkembangan Indeks LQ45 setiap akhir periode 1997 - 2003 Tahun Indeks LQ45 1997 83,59 1998 89,44 1999 142,88 2000 80,65 2001 80,06 2002 91,98 2003 151,90 Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG (Composite Stock Price Indeks = CSPI) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di Bursa Efek. IHSG diterbitkan oleh Bursa Efek Penghitungan IHSG sama dengan menghitung Indeks Harga Saham Parsial, yang berbeda hanya jumlah emitennya saja. IHSG dihitung setiap hari, atau bahkan setiap detik selama jam perdagangan sesuai dengan kebutuhan contoh No. Emiten Jumlah Saham (jutaan) Harga Pasar per Unit Nilai Dasar per Unit Kapitalisasi Pasar (jutaan) Nilai Dasar (jutaan) 1 2 3 4 5 6 = 3x4 7 = 3x5 1. AAA 100 500 200 50.000 20.000 2. BBBB 200 600 100 120.000 20.000 3. CCC 125 800 400 100.000 50.000 ..... ...... ...... ...... ...... ..... ..... ...... ...... ...... ...... ..... 332. ZZZZ 500 1.000 500 500.000 150.000 4.500.000 900.000 𝐼𝐻𝑆𝐺 = 𝐼𝐻𝑆𝐺 = 100 1 (𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟) 100 1 (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟) 𝑥 100 4.500.000 𝑥 100 = 500 𝑝𝑜𝑖𝑛 900.000 Naiknya IHSG tidak berarti seluruh jenis saham mengalami kenaikan harga, tetapi hanya sebagian yang mengalami kenaikan, sementara sebagian lain bisa jadi mengalami penurunan Demikian pula, Turunnya IHSG tidak berarti seluruh jenis saham mengalami penurunan, namun sebagian saham mengalami penurunan dan sebagian lagi bisa jadi mengalami kenaikan harga. Jika suatu jenis saham naik harganya dan IHSG juga naik, maka berarti saham tersebut berkorelasi positif dengan kenaikan IHSG Jika suatu saham naik harganya tetapi IHSG turun, atau, Jika suatu saham turun harganya tetapi IHSG naik, maka saham tersebut berkorelasi negatif dengan IHSG. Corporate Action Corporate Action Corporate Action adalah tindakan perusahaan untuk melakukan: 1. Panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2. Pengeluaran saham baru melalui right issue 3. Pengeluaran saham baru melalui warrant 4. Pengeluaran saham baru melalui convertible bonds 5. Menambah jumlah saham melalui split 6. Menambah jumlah saham melalui saham bonus 7. Menambah jumlah saham melalui dividen saham Penerbitan Right Issue Setelah melakukan penawaran umum, jika masih memerlukan tambahan modal, maka perusahaan dapat melakukan right issue Saham baru tersebut ditawarkan terlebih dahulu kepada para pemegang saham yang sudah ada, sebelum ditawarkan ke masyarakat umum Pengeluaran saham baru melalui right issue akan meningkatkan modal disetor, meningkatkan ekuitas, dan menambah jumlah saham beredar, tetapi akan menurunkan harga saham di pasar. Penurunan disebabkan karena harga pelaksanaan (strike price atau exercise price) selalu lebih rendah drpd harga pasar saat penerbitan right issue Namun right issue tidak selalu menurunkan indeks harga saham, kadangkadang indeks juga naik, tergantung pada reaksi pasar apakah bersifat positif atau negatif. Contoh: Suatu emiten mempunyai modal disetor 100 juta saham @ nominal Rp 500 = Rp 50.000.000.000,- dan agio saham sebesar Rp 30 Miliar. Dengan nilai harga perdana Rp 800,-. Emiten tersebut mengeluarkan saham baru sebanyak 200 juta saham @ nominal Rp 500 dengan harga pelaksanaan (strike price) Rp 1.000,-. Harga pasar sebelum right issue adalah Rp 1.600,- dan indeks harga sebelum right issue adalah 200,00. Setelah right issue, berapakah indeks harga saham teoritis? Jawaban Penghitungan Agio Saham: • Strike Price Rp 1.000 • Nominal Saham Rp 500 • Agio per Saham Rp 500 Total Saham baru 200 juta unit, sehingga agio = Rp 100 miliar Agio Awal Rp Total Agio Rp 130 miliar 30 miliar Jawaban .... (lanjutan) Harga Saham Teoritis Jumlah saham lama sebanyak 100 juta unit dan jumlah saham baru adalah 200 juta unit, sehingga satu saham lama menerima dua saham baru, atau ditulis dengan notasi Right 1 : 2 Sementara harga saham lama di pasar adalah Rp 1.600,- dan strike prie adalah Rp 1.000,- sehingga harga teoritis dapat dihitung dengan rumus berikut: (𝑆1 𝑥𝐻1 ) + (𝑆2 𝑥𝐻2 ) 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝑆1 + 𝑆2 = (1𝑥1.600)+(2𝑥1.000) 1+2 = (1𝑥1.600)+(2𝑥1.000) 1+2 = 1.200 Keterangan: H1 = Harga Saham sebelum bukti right diperdagangkan H2 = Harga Saham pelaksanaan (strike price) S1 = saham lama S2 = saham baru Jika harga saham di pasar sama dengan harga teoritisnya, yaitu Rp 1.200,- berarti pemegang saham lama tidak menderita kerugian Jika harga saham di pasar di atas Rp 1.200, berarti pemegang saham lama memperoleh keuntungan Jika harga saham di pasar di bawah Rp 1.200, berarti pemegang saham lama menderita kerugian Pada awalnya pemegang saham lama memiliki 1 saham Rp 1.600 Penukaran 2 right dengan 2 saham baru = 2 x Rp 1.000,- Rp 2.000 Total nilai 3 unit saham Rp 3.600 Jika Harga Pasar = Rp 1.200 Harga pasar 3 saham = 3 x Rp 1.200 Rp 3.600 Total nilai 3 unit saham Rp 3.600 Keuntungan (kerugian) pemegang saham lama 0 Jika Harga Pasar = Rp 1.300 Harga pasar 3 saham = 3 x Rp 1.300 Rp 3.900 Total nilai 3 unit saham Rp 3.600 Keuntungan (kerugian) pemegang saham lama Rp 300 Jika Harga Pasar = Rp 1.100 Harga pasar 3 saham = 3 x Rp 1.100 Rp 3.300 Total nilai 3 unit saham Rp 3.600 Keuntungan (kerugian) pemegang saham lama (Rp 300) Harga Teoritis Bukti Right Harga pasar teoritis setelah right issue Rp 1.200 Strike Price Rp 1.000 Harga Teoritis dua bukti right Rp 200 Indeks Harga Saham Setelah Right Issue Nilai Dasar Awal, 100 juta unit saham Rp 80 miliar Nilai tambahan baru, 200 juta unit saham Rp 200 miliar Total nilai dasar, 300 juta unit saham Rp 280 miliar Nilai dasar setelah right issue / unit = 280 miliar = Rp 933,33 = 128,57 300 juta Jadi indeks harga saham teoritis adalah Rp 1.200 Rp 933,33 Kapitalisasi pasar 300 juta unit saham @ Rp 1.200 Rp 360 miliar Total nilai dasar 300 juta unit saham Rp 280 miliar Indeks harga saham = (360/280) x 100 128,57 Penerbitan Warrant Warrant sangat mirip dengan right issue, yaitu pemegang saham lama berhak untuk membeli saham baru pada harga tertentu dan pada waktu tertentu. Hak tersebut diberikan kepada para pemegang saham lama secara cuma-cuma, hanya saja pada waktu akan ditukarkan dengan saham baru harus membayar sejumlah harga yang sudah ditetapkan ketika warrant diterbitkan. Harga tebusan/harga pelaksanaan (strike price) besarnya lebih tinggi drpd harga pasar pada saat warrant diterbitkan, misalnya 2 atau 3 kali harga pasar. Maksud dari waktu tertentu adalah rentang waktu antara saat mulai dapat ditukarkan dengan saat terakhir jatuh tempo (kadaluarsa). Masa jatuh tempo minimal di atas 6 bulan, yang berarti dapat 5 tahun atau 10 tahun. Warrant Pemegang saham lama tidak akan menukarkan waran dengan saham baru selama harga pasar masih dibawah strike price, tapi akan menukarkan jika harga pasar saham sudah berada di atas strike price (bahkan bisa menunggu sampai kenaikan harga pasar saham jauh lebih besar, sepanjang belum jatuh tempo). Proses penghitungan penyesuaian indeks harga saham atau penyesuaian harga saham sebelum pelaksanaan penukaran sama seperti untuk right issue. Hanya saja waran penyesuaian dilakukan setiap periode penukaran. Penerbitan Convertible Bonds Seperti halnya right issue dan warrant, convertible bonds juga dapat mengubah jumlah modal disetor, agio saham ekuitas, dan jumlah saham beredar. Cara penghitungan penyesuaian indeks harga saham dan penyesuaian harga saham pada saat penukaran convertible bonds dengan saham baru sama seperti penghitungan right issue. Pelunasan Obligasi dapat dilakukan dengan 2 cara: Pelunasan secara tunai Dikonversi dengan saham pada perbandingan tertentu Ilustrasi Obligasi dikonversi dengan Saham Misal obligasi senilai Rp 1.000.000 dapat ditukar dengan 400 saham biasa. Ini berarti harga saham biasa dihargai Rp 2.500, ( Rp 1.000.000 : 400 lembar saham), yaitu harga pasar pada saat convertible bonds diterbitkan. Apabila pada saat pelunasan harga pasar saham masih di bawah Rp 2.500,- , pemegang obligasi memilih pelunasan tunai. Apabila pada saat pelunasan harga pasar saham di atas Rp 2.500,maka pemegang saham memilih penukaran dengan saham baru. Sebagai contoh, misal harga pasar saham Rp 3.000,- maka keuntungan yang diperoleh = 400 x (Rp 3.000 – Rp 2.500) = Rp 200.000 Paritas konversi = 400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000 Tindakan Split Split (pemecahan) saham dilakukan dengan beberapa alasan, tergantung pada tujuan split apakah untuk memperbanyak jumlah saham (Split-up) atau memperkecil jumlah saham (split down). Jika harga saham di pasar dianggap terlalu tinggi dibandingkan dengan harga-harga saham lainnya, maka dapat dilakukan split-up. Tindakan split up akan meningkatkan jumlah saham beredar dan menurunkan harga saham di pasar sehingga terjangkau oleh para investor. Akan tetapi, split up juga dapat membuat likuiditas perdagangan meningkat dan pada gilirannya dapat meningkatkan image saham perusahaan sebagai saham yang likuid diperdagangkan. Split down adalah tindakan menurunkan jumlah saham yang beredar untuk meningkatkan harga saham di pasar dan image saham perusahaan meningkat. Split-Up Split 1:2 berarti satu saham lama ditarik dari peredaran dan diganti dengan 2 saham baru tetapi nominal saham baru itu lebh kecil, yaitu ½ dari nominal sebelumnya. Tindakan split-up hanya akan menaikkan jumlah saham dan menurunkan nominal saham, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan total ekuitas. Harga pasar saham setelah split-up akan turun secara teoritis menjadi ½ harga pasar semula, tetapi harga pasar riil dapat di atas ataupun di bawah harga teoritis. Indeks harga saham secara teoritis tidak akan berubah, tetapi indeks harga pasar riil dapat berubah. Contoh: Perseroan GGRM melakukan split pada bulan April 1996 dengan cara menarik 1 saham lama nominal Rp 1.000,- dan menggantinya dengan 2 saham baru nominal @ Rp 500. Harga pasar sebelum split-up adalah Rp 24.100 dan harga perdana adalah Rp 10.250 dengan jumlah saham beredar 481.022.000 unit saham. Berapa harga pasar dan indeks harga saham sesudah split-up? Apakah indeks harga pasar akan berubah? Jawaban: Jumlah saham sesudah split-up = 2 x 481.022.000 = 962.044.000 Harga pasar teoritis = ½ x Rp 24.100 = Rp 12.050 Indeks harga sebelum split-up = (24.100/10.250) x 100 = 235,12 Nilai dasar setelah split-up = ½ x 10.250 = 5.125 Indeks pasar teoritis sesudah split-up = (12.050/5.125) x 100 = 235,12 Secara teoritis indeks harga pasar tidak akan berubah sesudah split-up, yaitu tetap pada posisi 235,12 poin. Akan tetapi, indeks harga pasar ini akan berubah apabila harga pasar riil tidak sama dengan harga pasar teoritisnya. Jika harga pasar riil lebih besar daripada harga pasar teoritis, maka indeks harga sesudah split akan naik Jika harga pasar riil lebih kecil daripada harga pasar teoritis, maka indeks harga sesudah split akan turun. Split-Down Split-down atau reverse split adalah tindakan menurunkan jumlah saham beredar. Tujuan reverse split adalah untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat. Split-down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan total ekuitas. Split 5 : 1 artinya 5 saham lama diganti dengan satu saham baru. Contoh: Perseroan ABC melakukan split-down pada ulan Mei 1996 dengan cara menarik 5 saham lama nominal Rp 100 dan menggantinya dengan 1 saham baru nominal @ Rp 500. Harga pasar sebelum split-down adalah Rp 100 dan harga perdana adalah Rp 1.000 dengan jumlah saham beredar 200.000.000 unit saham. Berapa harga pasar dan indeks harga saham sesudah splitdown? Apakah indeks harga pasar akan berubah? Jawaban: Jumlah saham beredar menurun drastis menjadi 200 juta/5 = 40 juta Harga pasar teoritis meningkat menjadi = 5 x Rp 100 Rp 500 Indeks harga sebelum split-down = (100/1.000)x100 = 10 poin Nilai dasar sesudah split-down = 5 x 1.000 Indeks harga sesudah split-down = (500/5.000)x100 = 10 poin = = 5.000 Indeks harga pasar secara teoritis tidak berubah setelah split-down, sementara indeks harga pasar riil berubah apabila harga pasar riil berbeda dengan harga pasar teoritis. Penerbitan Saham Bonus Saham bonus adalah saham yang berasal dari kapitalisasi agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual saham dan harga nominal saham. Saham Bonus (SB) diberikan kepada pemegang saham lama secara gratis. SB 1 : 2, artinya setiap 1 (satu) saham lama mendapatkan 2 unit saham tambahan dengan nominal yang sama. Penerbitan SB akan mengakibatkan modal disetor bertambah dan agio saham berkurang, tetapi tidak mengubah total ekuitas. Modal disetor bertambah karena jumlah saham bertambah, yaitu berasal dari kapitalisasi agio. Karena jumlah saham bertambah, maka laba per lembar saham akan berkurang dan akan berdampak turunnya harga saham di pasar. Indeks harga saham secara teoritis tidak berubah, sementara indeks harga pasar riil akan berubah jika harga pasar riil berbeda dengan harga pasar teoritis Contoh Perseroan GGRM mengeluarkan saham bonus pada bulan Juni 1996 dengan perbandingan SB 1 : 1, yang berarti satu saham lama memperoleh satu saham bonus nominal Rp 500,-. Harga pasar sebelum SB adalah Rp 10.200 dan nilai dasar adalah Rp 5.125 dengan jumlah saham beredar 962.044.000 unit saham. Berapa harga pasar dan indeks harga saham sesudah SB? Apakah indeks harga pasar akan berubah? Jawaban: Jumlah saham beredar meningkat menjadi 2 x 962.044.000 = 1.924.088.000 Indeks harga pasar sebelum SB = (10.200/5.125)x100 = 199,02 poin Nilai dasar turun menjadi = ½ x 5.125 = 2.562,5 Harga pasar teoritis = ½ x 10.200 = 5.100 Indeks harga teoritis sesudah SB = (5.100/2.562,5)x100 = 199,02 Walaupun harga pasar berubah sesudah SB, tetapi indeks harga pasar teoritis sesudah SB tidak berubah Indeks harga pasar akan berubah jika harga pasar riil berbeda dengan harga pasar teoritis Penerbitan Dividen Saham Dividen saham berasal dari kapitalisasi laba ditahan. Dividen saham memiliki nominal yang sama dengan saham yang ada, tetapi dikonversi dengan harga pasar dan harga konversi minimum sama dengan harga nominalnya apabila harga pasar berada di bawah nilai nominal. Penerbitan dividen saham akan menaikkan jumlah saham dan modal disetor, tetapi total ekuitas tidak berubah. Dividen saham merupakan pengganti atas tidak dibagikannya dividen tunai, dengan alasan perusahaan membutuhkan dana tunai untuk perluasan pabrik atau ekpansi pasar. Dividen saham merupakan cermin bahwa perusahaan sedang mengalami pertumbuhan. Contoh: Perusahaan X memiliki modal disetor 100 juta saham dengan nominal Rp 1.000. Saldo laba ditahan adalah Rp 25 miliar dan agio saham adalah Rp 500 miliar. Harga pasar sebelum penerbitan dividen saham adalah Rp 2.250 dan nilai dasar Rp 1.500. Perusahaan ini sedang merencanakan membagi dividen saham (DS) sebanyak 10 juta saham nominal @ Rp 1.000. DS 10 : 1 berarti 10 saham lama berhak menerima 1 deviden saham. Berapa harga pasar dan indeks pasar sesudah DS? Apakah indeks pasar dapat berubah? Jawaban: Dana untuk dividen saham = 10 juta @ Rp 2.250 = Rp 22,5 miliar diambil dari saldo laba ditahan. Maka Saldo laba ditahan sebesar Rp 25 miliar – Rp 22,5 miliar = Rp 2,5 miliar Perhitungan agio: Dana untuk dividen saham = Rp 22,5 miliar Modal disetor dari dividen saham = 10 juta @Rp 1.000 = Rp 10,0 miliar Rp 12,5 miliar Tambahan agio saham Agio Awal Total Agio = Rp 500 miliar Rp 512,5 miliar Penghitungan modal disetor: Modal disetor Awal, 100 juta saham @ Rp 1.000 = Rp 100 miliar Modal disetor dari dividen saham, 10 juta saham = Rp Total modal disetor, 110 juta saham @Rp 1.000 = Rp 110 miliar 10 miliar Karena dividen saham dikonversi sama dengan harga pasar, maka harga pasar teoritis setelah DS tidak akan berubah, walaupun menggunakan rumus: (𝑆1 𝑥𝐻1 ) + (𝑆2 𝑥𝐻2 ) 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝑆1 + 𝑆2 = (10𝑥2.250)+(1𝑥2.250) 10+1 = 2.250 Indeks harga saham sebelum DS = (2.250/1.500) x 100 = 150 Nilai Dasar sesudah DS: Total Nilai Dasar = 100 juta saham @ Rp 1.500 = Rp 150,0 miliar Dividen Saham = = Rp 10 juta saham @ Rp 2.250 Total nilai dasar 22,5 miliar = Rp 172,5 miliar Nilai dasar per unit sesudah DS = 172,5/11 = 1.568,18 Kapitalisasi pasar sesudah DS = 110 juta x Rp 2.250 = Rp 247,5 M Indeks harga teoritis sesudah DS = (247,5/172,5) x 100 = 143,48 atau Indeks harga teoritis sesudah DS = (2.250/1.568,18) x 100 = 143,48 Indeks harga saham riil sesudah DS dapat berbeda dengan indeks harga teoritis jika harga pasar riil berbeda dengan harga pasar teoritis. TERIMA KASIH