8_HotdenNainggolan

advertisement
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Ekonomi Terhadap
Permintaan Kopi Di Sumatera Utara
Hotden Leonardo Nainggolan
ABSTRACT
This research is aimed to know the some economic factors influencing
demand for commodity coffee in North Sumatera. The research used secondary
data in the form of time series data in the period 1990-2009, obtained from BPS
North Sumatera, Industry and Commerce Department North Sumatera, and the
method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS). The result finds that some
economic factors which has significant influence on demand of commodity coffee in
North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of coffee domestic,
sugar price and per capita income with significant level 95 percent. The coefficient
determination (R2) 96,93 percent. Partially, the result indicates that domestic coffee
price have negatively effect, tea price have a positively effect, sugar price have a
negatively effect and per capita income both positively having an effect to demand
of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee
domestic have an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera
negatively, it’s meaning if price expectation decrease hence demand of commodity
coffee by consumer will increase. According to result finding the research
suggested that by all farmers coffee in North Sumatera try to increase product and
remain holding the quality of coffee. The Government of Province North Sumatera
require to assist all coffee farmers by giving incentive weather is in the form of
capital loan or providing of facilities in order to increase the coffee product in
North Sumatera, so it can expand in domestic market even penetrate exporting
market.
----------Keyword : coffee demand, domestic coffee price, per capita income, sugar price, tea
price.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki
potensi sumber daya alam (SDA) yang potensial terutama dibidang pertanian dan
perkebunan karena selain mampu menghasilkan bahan pangan juga mampu
menghasilkan komoditi ekspor sebagai sumber devisa negara. Data BPS (2010),
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12 juta jiwa
lebih, dimana sebagian besar penduduk tersebut tinggal di pedesaan yaitu
sebanyak 6.659 juta jiwa, bahkan lebih dari 40% dari total penduduk tersebut
bekerja di sektor pertanian. Maka sangat potensial untuk menggalakkan
industrialisasi pedesaan (agroindustri), yaitu industry yang mengolah hasil
pertanian setempat untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja yang besar tersebut
(Sari. 2002).
853
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Pada saat krisis ekonomi tahun 1997, perekonomian Sumatera Utara tidak
stabil hingga tahun 2000, karena menekan perekonomian secara menyeluruh.
Namun karena Sumatera Utara memiliki areal perkebunan yang luas serta
terdapatnya agroindustri, maka Sumatera Utara dapat bertahan hal ini ditunjukkan
oleh laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (tanpa migas) sebesar 6,88%
tahun 1997 dan tahun 1998 sempat turun mejadi 10,99%, namun tahun 1999
tumbuh kembali 2,66% dan tahun 2001 membaik 5,23% (Disperindag, S.U. 2002).
Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil beberapa perkebunan
rakyat di Sumatera Utara mampu menyumbang bagi devisa daerah seperti; kelapa,
kemenyaan, cengkeh, kayu manis, kemiri. Disamping itu Sumatera Utara juga
memiliki potensi komoditi tanaman kopi, dimana sebagian besar merupakan hasil
dari perkebunan rakyat namun mampu menyumbang devisa bagi propinsi
Sumatera Utara bahkan komoditi ini termasuk andalan ekspor Sumatera Utara
(BPS. 2010).
Mubyarto (1984), menyampaikan secara umum mutu kopi yang dihasilkan
Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya,
hal ini disebabkan karena penanganan proses produksinya sederhana. Sekitar 80%
luas areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat dengan sistem pertanian
dan teknik budidaya masih tradisional, perlakuan dalam proses pasca panen dan
kondisi sosial petani kopi yang relatif sederhana. Produktifitas kopi per hektarnya
juga relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi tanah dan sistem
pertanian yang masih tradisional. Produktifitas kopi di Indonesia hanya rata-rata
500 Kg/ha, sementara Brazil mencapai 600 Kg/ha, Costarica mencapai 1.200
Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha (Ilyas, R. 1991).
Data Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1999 luas areal kopi di
Sumatera Utara adalah 37.381 ha, dengan produksi 22.451.000 kg atau dengan
produktifitas 600,60 kg/ha. Kemudian pada 5 (lima) tahun berikutnya yaitu tahun
2003, luas lahan kopi tersebut menjadi 65.469 ha, dengan produksi 43.252.000 kg/
tahun dan produktifitas 663,86 kg/ ha (BPS. 2005). Selanjtunya pada tahun 2008
luas lahan kopi di Sumatera Utara menjadi 75,782 ha dengan produktifitas ratarata 631,40 Kg/ ha, produksi ini mengalami penurunan sebesar 6% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (BPS. 2009). Komoditi kopi Sumatera Utara merupakan
tanaman kopi arabica yang terdapat di Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara dan
Tapanuli Selatan. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi
kopi Sumatera Utara tahun 1999 – 2008, sebagai berikut:
Sementara itu nilai ekspor kopi Sumatera Utara, juga memiliki peranan
penting dalam perekonomian daerah. Tahun 2001 nilai ekspor kopi Sumatera
Utara sebesar US$ 63.790.788 dengan volume 44.208.475 kg, artinya mampu
menyumbangkan devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi
Sumatera Utara. (Disperindag, S.U. 2002).
Secara umum produktifitas kopi Sumatera Utara masih rendah jika
dibandingkan dengan daerah penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan
Sumatera Utara mendatangkan kopi dari luar daerah seperti; Aceh dan daerah
854
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
lainnya untuk memenuhi permintaaan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
komoditi kopi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditi andalan di
Sumatera Utara, sehingga memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan
Tabel 1. 1. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara (1999–2008).
No Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Luas Lahan
Kopi (ha)
37,381
62,040
61,708
65,469
65,152
53,969
76,050
78,962
78,980
75,782
+/(%)
0%
66%
-1%
6%
0%
-17%
41%
4%
0%
-4%
Produksi Kopi
(Kg)
22,451,000
38,113,000
39,198,000
42,973,000
43,252,000
43,804,000
55,017,100
49,451,510
50,815,490
47,847,750
+/- Produktifitas +/(%)
(Kg/ha)
(%)
0%
600.60 0%
70%
614.33 70%
3%
635.22 3%
10%
656.39 10%
1%
663.86 1%
1%
811.65 1%
26%
723.44 26%
-10%
626.27 -10%
3%
643.40 3%
-6%
631.39 -6%
Sumber : BPS. 2005, BPS. 2009.
petani kopi itu sendiri, oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
“Menganalisis Pengaruh Bebebarapa Faktor Sosial Ekonomi Terhadap
Permintaan Kopi di Sumatera Utara”
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka dirumuskan
pernyataan penelitian yaitu, berapa besar pengaruh; Bebebarapa Faktor Ekonomi
Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara .
1.3. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Bebebarapa Faktor
Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah, 1) Sebagai bahan
masukan bagi pemerintah Sumatera Utara dalam mengambil kebijakan yang
berhubungan dengan komoditi kopi, 2) Sebagai bahan masukan bagi petani dalam
rangka pemenuhan permintaan kopi di Sumatera Utara, dan 3) menambah kazanah
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan komoditi kopi.
855
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Permintaan.
Dalam analisis ekonomi bahwa permintaan seseorang (masyarakat)
terhadap suatu barang/ jasa ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga
barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat
dan jumlah penduduk (Nicholson, W. 1991).
Nicholson, W. (1995) menyampaikan bahwa terdapat dua model dasar
permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama adalah kenaikan harga
menyebabkan pembeli mencari barang lain sebagai pengganti terhadap barang
yang mengalami kenaikan harga (substitusi atau komplementer) dan bila kenaikan
harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan
positif), disebut barang substitusi.
Dan bila dua jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah
satunya mengakibatkan kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya
jika terjadi kenaikan harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap barang yang lainnya dan bila kenaikan harga suatu barang
menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut
barang komplementer (Nicholson, W. 1995).
Sudarsono (1990), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah
mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain
(substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Sukirno, S
(2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya akan sangat
tergantung kepada beberapa faktor antara lain :
1. Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi
perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan
suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas.
2. Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika
pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang berarti
juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang.
3. Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera
masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang
mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan.
4. Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran.
Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut
hingga waktu tertentu.
5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan
dapat mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk,
karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha.
6. Faktor peningkatan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan
menyebabkan peningkatan permintaan terutama kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang meliputi sandang, pangan dan papan.
856
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
2.2. Konsepsi Elastisitas.
Reksoprayitno, S (2000), menyampaikan bahwa intensitas reaksi pembeli
terhadap perubahan harga suatu barang dapat diukur dengan suatu alat analisis
yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono (1990), mengungkapkan terdapat tiga
variabel yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga
barang lainnya (substitusi atau komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini
dikenal elastisitas harga barang itu sendiri (price elasticity), elastisitas harga silang
(cross elasticity) dan elastisitas pendapatan (income elasticity).
Elastisitas yang digunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen
(pembeli) adalah dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta terhadap
perubahan harga suatu barang yang disebut dengan elastisitas harga permintaan
(price elasticity of demand) atau disebut juga dengan elastisitas permintaan
(demand elasticity). Perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah
barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau
gabungan keduanya. Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan
jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi
dan komplementer. Demikian juga pengaruh perubahan pendapatan terhadap
jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal
(normal goods) yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih
tinggi dan permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior
(superior goods) atau barang mewah (luxuries goods), barang inferior (inferior
goods) adalah barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik,
barang giffen (giffen goods) dan sebagainya.
2.3. Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya.
Tanaman kopi yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae
berasal dari benua Afrika. Ilyas, R (1991), dalam Disertasinya yang berjudul
“Analisis permintaan luar negeri terhadap kopi Indonesia” menyampaikan bahwa
orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi adalah Bredley pada tahun 1916,
dalam bukunya yang berjudul “A short historical account of coffea, containing the
most remarkable observations of greatest men in Europe concerning it “.
Kemudian diikuti penulis lainnya seperti; Linnaeus pada tahun 1937 dan Smith
pada tahun 1985, melalui buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi
adalah Abyssinia atau Ethiopia sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar
tahun 575 SM.
Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh
Jacob, tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan
Examinations Schools. Kemudian 2 tahun berikutnya yaitu tahun 1852 kedai kopi
pertama dibuka di London yaitu di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor
Kerajaan (Royal Exchange), (Spillane, J. J. 1991). Kemudian pada tahun 1511,
Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo (Mekkah)
menginstruksikan untuk menutup kedai kopi didaerah tersebut, karena ketika usai
berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang merencakan
untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia berkata bahwa
857
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam. Sementera itu di Italia para Pastor
juga mengusulkan kepada Paus Clement (1592-1605), untuk melarang penggunaan
kopi di kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia
mistik (pemberian setan), (Spillane, J. J. 1991).
Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang
sangat bermanfaat, karena tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi
perdagangan Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah mengimpor
kopi dari Ceylon (Sailan). Dan kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke
Indonesia yaitu Pulau Jawa yang dibawa oleh VOC. Kopi telah merupakan salah
satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di
negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam
ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar
(Spillane, J. J. 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan negaranegara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang
menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber
penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia.
Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang
penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8
juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan
sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000
keluarga karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia
(Spillane, J. J. 1991).
2.4. Hipotesis Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi
domestik dan harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan kopi di
Sumatera Utara, ceteris paribus.
2. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga teh dan Pendapatan perkapita
masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara,
ceteris paribus.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Data dan Model Analisis.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan data sekunder berupa data time
series 20 tahun, (1990 – 2009), yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber lain.
Model Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linier, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen dan fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
Qdc = f (Pcd, Pt, Ps, I, T)……………………….…..…………….……..….(1)
858
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Dari fungsi tersebut kemudian diderivasikan ke dalam persamaan
ekonometrika dalam bentuk Model Koyck (Model Ekspektasi) untuk melihat
permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut :
Model Koyck (Model Ekspektasi) :
Qdc = a + b1Pcd + b2Pcde + b3Pt + b4Ps + b5 I + µ ..……………..……..(2)
Dimana :
Qdc
: Jumlah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara(Kg)
a
: Intercept
b1-b5 : Koefisien regresi.
Pcd
: Harga komoditi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg).
Pcde : Harga ekspektasi komoditi kopi domestik di Sumatera Utara
(Rp/ kg).
Pt
: Harga komoditi teh di Sumatera Utara (Rp/ Kg).
Ps
: Harga gula di Sumatera Utara (Rp/ kg).
I
: Pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara (Rp)
3.2. Batasan Operasional.
Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas
mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan
operasional sebagai berikut :
a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi
dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam
negeri untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg)
b. Harga komoditi kopi domestik adalah harga rata-rata kopi di pasaran domestik
Sumatera Utara dalam satu tahun (Rp/ kg).
c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera
Utara.
d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera
Utara.
e. Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB)
perkapita (PDRB/ jumlah penduduk/ tahun) Sumatera Utara dalam harga
konstan dalam satu tahun (Rp).
f. Harga ekspektasi komoditi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi
domestik saat ini (Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi
dengan harga kopi domestik tahun sebelumnya (Pcd (t-1)) di Sumatera Utara
(Rp/ kg).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara.
Sumatera Utara sebagai salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia,
memiliki lahan tanaman kopi yang cukup luas. Pada tahun 2007 luas lahan
tanaman kopi di Sumatera Utara mencapai 78.980 ha dengan produksi 50.815.000
kg/ tahun dimana produksi ini meningkat 3% dari tahun sebelumnya. Kemudian
pada tahun 2008 luas lahan kopi di Sumatera Utara 75.782 ha, dan luas lahan ini
859
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
berkurang 4% dari tahun sebelumnya dan produksi juga mengalami penurunan
sebesar 6% menjadi 47.847.750 kg/tahun (BPS. 2009). Produksi ini adalah untuk
memenuhi permintaan kopi di Sumatera Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor
dan kebutuhan permintaan pasar domestik (konsumsi rumah tangga), sebagaimana
di sajikan pada tabel berikut :
Tabel 1.2 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara (1990– 2009).
No
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Permintaan
Kopi (Kg)
20,150,000
20,150,650
20,565,000
21,650,250
21,780,020
21,980,400
22,565,250
22,540,750
23,450,310
23,750,025
24,015,250
24,125,425
24,250,450
25,100,250
25,150,625
25,625,125
26,150,035
26,550,035
26,743,105
27,655,125
Pertumbuhan
(%)
0.00%
0.00%
2.06%
5.28%
0.60%
0.92%
2.66%
-0.11%
4.04%
1.28%
1.12%
0.46%
0.52%
3.50%
0.20%
1.89%
2.05%
1.53%
0.73%
3.41%
Sumber : BPS. 2005; BPS. 2010.
Pada tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa permintaan komoditi kopi di
Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 1990 permintaan komoditi
kopi di Sumatera Utara adalah 20.150.000 kg, permintaan ini terus mengalami
kenaikan walaupun dengan persentase (%) yang tidak begitu besar, dimana pada
tahun 1994 permintaannya menjadi 21.780.020 kg atau naik sebesar 0.60% dari
tahun sebelumnya. Kemudian tahun 1999 permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara sebesar 23.750.025 kg dan naik 1,28% dari tahun sebelumnya (BPS. 2005).
Permintaan komoditi kopi ini terus mengalami pertumbuhan hingga tahun 2009
yaitu sebesar 27.655.125 kg atau tumbuh sebesr 3.41% dari tahun sebelumnya
(BPS. 2010).
860
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula di
Sumatera Utara.
Perkembangan harga kopi domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera
Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.3. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara
(1990 – 2009)
No Tahun
Harga Kopi
Harga Teh
Harga Gula
+/- (%)
+/- (%)
+/- (%)
Domestik (Rp/ Kg)
(Rp/ Kg)
(Rp/Kg)
1 1990
2,150
0.00%
2,860
0.00%
2,150
0.00%
2 1991
2,450
13.95%
3,650
27.62%
2,250
4.65%
3 1992
3,050
24.49%
3,950
8.22%
2,540
12.89%
4 1993
3,150
3.28%
4,250
7.59%
3,250
27.95%
5 1994
3,250
3.17%
4,375
2.94%
3,600
10.77%
6 1995
3,350
3.08%
4,950
13.14%
4,580
27.22%
7 1996
3,350
0.00%
5,350
8.08%
3,750
-18.12%
8 1997
2,850
-14.93% 7,250
35.51%
5,525
47.33%
9 1998
2,950
3.51%
8,350
15.17%
6,950
25.79%
10 1999
3,550
20.34%
8,750
4.79%
8,750
25.90%
11 2000
3,750
5.63%
6,800
-22.29%
6,250
-28.57%
12 2001
3,850
2.67%
6,900
1.47%
4,850
-22.40%
13 2002
4,150
7.79%
5,400
-21.74%
4,250
-12.37%
14 2003
3,590
-13.49% 5,100
-5.56%
3,850
-9.41%
15 2004
3,950
10.03%
3,250
-36.27%
4,500
16.88%
16 2005
4,050
2.53%
4,850
49.23%
4,250
-5.56%
17 2006
4,750
17.28%
4,950
2.06%
4,780
12.47%
18 2007
5,250
10.53%
5,360
8.28%
5,250
9.83%
19 2008
5,750
9.52%
5,570
3.92%
5,560
5.90%
20 2009
5,970
3.83%
5,870
5.39%
5,760
3.60%
Sumber : BPS.2005; BPS. 2010.
Pada tabel 1.3 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi
domestik Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Tahun 1990 harga kopi domestik
Rp. 2.150/ kg dan mengalami peningkatan 13,95 % menjadi Rp. 2.450/ kg tahun
1991. Kemudian tahun 1995 harga kopi domestik di Sumatera Utara adalah Rp.
3.350/ kg. Pada tahun 2000 harga kopi domestik Sumatera Utara adalah Rp. 3.750/
kg atau tumbuh sebesar 5,63% dari tahun sebelumnya, kemudian tahun 2001 harga
kopi domestik menjadi Rp. 3.850/ kg atau naik sebesar 2,67% dari tahun
sebelumnya (BPS. 2005). Dan pada tahun 2009 harga kopi domestik di Sumatera
Utara adalah Rp. 5.970/ kg atau naik 3,83% dari tahun sebelumnya (BPS. 2010).
Soekartawi (2002), mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian sering
861
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah
turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik.
Pada tabel 1.3 di atas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara
juga mengalami persentase pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 1990 harga
komoditi teh di Sumatera Utara adalah Rp. 2.860/ kg dan pada tahun 1991
harganya menjadi Rp. 3.650/ kg atau meningkat sebesar 27,62 % dari tahun
sebelumnya. Kemudian pada tahun 2000 harga komoditi teh di Sumatera Utara
adalah Rp. 6.800/ kg atau menurun sebesar 22,29% dari tahun sebelumnya (BPS.
2005). Pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat Rp. 4.850/Kg,
mengalami pertumbuhan 49,23% dari tahun sebelumnya kemudian tahun 2009
harga komoditi teh di Sumatera Utara berada pada Rp. 5.870/ kg atau tumbuh
sebesar 5,39% dari tahun sebelumnya (BPS. 2010).
Pada tabel yang sama dapat dilihat bahwa harga gula mengalami
perubahan yang fluktuatif. Pada tahun 1990 harga gula di Sumatera Utara adalah
Rp. 2.150/ kg dan mengalami kenaikan sebesar 4,65% menjadi Rp. 2.250/ kg pada
tahun 1991. Selanjutnya pada 2000 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp.
6.250/ kg, mengalami penurunan dari tahun sbelumnya sebesar 22,40% (BPS.
2005). Kemudian tahun 2005 menjadi Rp. 4.250/ Kg (turun sebesar 5,56%) dari
tahun sebelumnya dan tahun 2009 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp. 5.760/
kg dan mengalami kenaikan sebesar 3,60% dari tahun 2008 (BPS. 2010).
4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini bahwa pendapatan perkapita masyarakat adalah
menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (PDRB/
jumlah penduduk/ tahunnya) atas dasar harga konstan 2000. Angka PDRB
merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan wilayah. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perkembangan
pendapatan perkapita Sumatera Utara sebagai berikut :
Dari tabel 1.4. di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 pendapatan
perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 504.561 dan mengalami pertumbuhan yang
drastis untuk setiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi peningkatan dari
Rp.2.024.927 menjadi Rp. 6.006.103 tumbuh 196,61% dari tahun sebelumnya
(BPS. 2005). Kemudian tahun 2005 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah
Rp. 7.130.695 mengalami peningkatan sebesar 3,74% dari tahun sebelumnya. Dan
pada tahun 2009 pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 8.947.196 dan
mengalami pertumbuhan sebesar 6,39 dari tahun 2008 (BPS. 2010).
862
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Tabel 1.4. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara (1990 – 2009).
Pendapatan
Pertumbuhan
No Tahun
Perkapita (Rp)
(%)
1
1990
0.00%
504,561
2
1991
17.66%
593,649
3
1992
6.14%
630,070
4
1993
169.51%
1,698,094
5
1994
7.77%
1,830,005
6
1995
7.13%
1,960,537
7
1996
7.56%
2,108,670
8
1997
3.82%
2,189,128
9
1998
-8.78%
1,996,987
10
1999
1.40%
2,024,927
11
2000
196.61%
6,006,103
12
2001
2.82%
6,175,689
13
2002
3.39%
6,385,069
14
2003
3.51%
6,609,292
15
2004
4.00%
6,873,420
16
2005
3.74%
7,130,695
17
2006
4.84%
7,475,629
18
2007
8.29%
8,095,635
19
2008
3.88%
8,409,813
20
2009
6.39%
8,947,196
Sumber : BPS. 2005; BPS. 2010.
4.4. Pembahasan.
4.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS.
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi
di Sumatera Utara, dengan menggunakan variabel harga kopi domestik, harga
ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita
masyarakat, hasil regresi yang diperoleh melalui penelitian ini dengan Model
Koyck (model ekspektasi), adalah sebagai berikut:
0,82 Pcd –
0,97 Pcde
+
(-2,114076)** (-2,432441)**
- 0,74 Ps
+
0,45I
(-2,549737) **
(4,477683)**
= 0, 969328
= 88,48959***
DW = 1,717263
Qdc = 8190236
R2
F. Stat
Sumber
-
0,53 Pt
(0,867915)
: Data Sekunder diolah. 2011.
863
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Keterangan
: Angka dalam kurung adalah t-Statistik.
*** signifikan pada α = 1 %.
* signifikan pada α = 10 %.
** signifikan pada α = 5 %.
Berdasarkan nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969328 berarti variabelvariabel; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik harga teh, harga
gula dan pendapatan perkapita mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi
kopi di Sumatera Utara sebesar 96,93 %. Jika dilihat dari F-statistik yang
diperoleh, yaitu sebesar 88, 48959, lebih besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti
secara bersama-sama (serentak) harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi
domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I)
mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada tingkat
keyakinan 99%.
4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara.
4.4.2.1. Harga Kopi Domestik.
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga kopi
domestik (Pcd) berpengaruh negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan kopi di
Sumatera Utara (Qdc), artinya jika harga kopi turun sebesar Rp 1, maka
permintaan akan naik sebesar 0,82 kg. Sesuai dengan hasil estimasi yang
diperoleh bahwa variabel harga kopi domestik (Pcd) memiliki pengaruh negatif
nyata dan signifikan terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara (Qdc), pada α =
5% (t.hitung 2,114 > t. tabel 1,746) dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram R dan Deodhar. Y. S (1999),
yang menyatakan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap
permintaan kopi di pasar domestik India, dimana jika harga kopi mengalami
penurunan maka permintaan akan kopi di pasar domestik akan mengalami
peningkatan.
4.4.2.2. Harga Ekspektasi Kopi Domestik.
Dari hasil estimasi dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), diketahui
bahwa harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) berpengaruh negatif sebesar 0,75
terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga ekspektasi kopi
domestik (Pcde) turun sebesar Rp 1, maka permintaan akan naik sebesar 0,97 kg.
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai T- hitung 2,432 > dari nilai Ttabel 1,746, hal
ini menunjukkan bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi
oleh harga ekspektasi kopi domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,432 > t. tabel
1,746) atau pada tingkat keyakinan 95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi
domestik akan menurun di pasaran maka permintaan kopi domestik di Sumatera
Utara akan meningkat.
4.4.2.3. Harga Teh.
Berdasarkan hasil estimasi bahwa harga teh (Pt) berpengaruh positif
sebesar 0,53 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Sesuai
dengan hasil estimasi bahwa variabel harga teh memiliki pengaruh yang positif
864
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak signifikan pada α =
10 %, t. hitung 0.867 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya kenaikan harga teh
maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi sebagai barang
subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat. Menurut
Nicholson, W. (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai “net
substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan
akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram. R dan Deodhar.
Y. S (1999), tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan
penelitian yang dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan
yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah di pasar domestik, artinya
terjadinya peningkatan harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang
semakin meningkat.
4.4.2.4. Harga Gula.
Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula (Ps)
berpengaruh negatif sebesar 0,74 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara (Qdc). Artinya jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan
diikuti dengan penurunan permintaan kopi sebesar 0,74 Kg. Sesuai dengan hasil
estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5 % (t.
hitung 2,549 > t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan
harga gula dipasaran akan menyebabkan terjadinya penurunan permintaan
terhadap kopi di pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”,
dimana jika terjadi kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula)
dapat menyebabkan kenaikan harga barang lain sebagai komplemennya.
4.4.2.5. Pendapatan Perkapita
Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa pendapatan perkapita (I)
berpengaruh positif sebesar 0,45 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara (Qdc). Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pendapatan perkapita
berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara pada α = 5% (t hitung 4,477 > t. tabel 1,746) pada tingkat keyakinan 95%.
Artinya jika pendapatan perkapita meningkat sebesar Rp 1, maka permintaan akan
komoditi kopi akan meningkat sebesar 0,45 Kg.
4.4.3. Elastisitas.
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diperoleh elastisitas harga
permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,82, artinya jika terjadi
penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan
mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,82 % di Sumatera
Utara. Nilai elastisitas – 0,82 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi
865
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
kenaikan harga komoditi kopi tersebut, tidak begitu mempengaruhi terhadap
kanaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas silang
permintaan (cross elasticity) atas barang substitusi (teh) yang menggambarkan
intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain
dengan nilai elastisitas 0,53, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1%
maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,53 % di
Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,53 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika
terjadi kenaikan harga teh dipasaran tidak begitu mempengaruhi naiknya
permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
Sesuai dengan hasil estimasi juga diperoleh elastisitas pendapatan (income
elasticity) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang
diminta dengan tingkat pendapatan konsumen (masyarakat) dengan nilai elastisitas
0,45 artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita 1% maka dapat
mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,45% di Sumatera
Utara. Nilai elastisitas 0,45 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi
kenaikan pendapatan perkapita tidak begitu mempengaruhi terhadap kenaikan
permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
4.4.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan
Kopi.
4.4.4.1. Uji Multikolinearitas.
Berdasarkan estimasi model empiris yang dilakukan, jika diperoleh nilai
R-Square (R2) yang sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas
(berdasarkan uji t-statistik) yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki
signifikansi yang diharapkan, biasanya menandakan tidak adanya multikolinearity.
Maka pada tabel di bawah ini ditampilkan hasil uji multikolinearity sebagai
berikut :
Tabel 1.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial).
Variabel
R2
Qdc
0,969328
Pcd
0,967900
Pcde
0,952443
Pt
0,858165
Ps
0,867383
I
0,825629
Sumber : Data Sekunder diolah, 2011.
Berdasarkan tabel 1.5 di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd,
Pcde, Pt, Ps, I,), yaitu 0,9699328 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi
parsial yaitu; 0,967900,
0,952443, 0,858186, 0,867383, 0,825629, maka
berdasarkan ketentuan rule of thumb sebagai pedoman dengan menggunakan
metode ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat
multikolinearity.
866
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
4.4.4.2. Uji Autokorelasi.
Untuk mendiagnosa terjadinya korelasi serial (autokorelasi) dapat
dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai
mana terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. 6. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi.
Obs
Nilai Tabel
Jenis Uji
Alat Uji
Kesimpulan
R2
X2
Autokorelasi LM-test
7,781120
16,91
dalam model estimasi
tidak ditemukan
adanya autokorelasi
Sumber : Data Sekunder diolah, 2011.
Pada tabel 1.6 di atas terlihat besarnya nilai LM-test sebesar 7,781120 dan
bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2 tabel (R2 7,78
< X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada
autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik
(Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan
pendapatan perkapita (I).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai
berikut:
1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2)
sebesar 0,969328, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan
komoditi kopi di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variable-variabel harga
kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan
pendapatan perkapita, sebesar 96,93% dan sisanya sebesar 3,07% dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain.
2. Faktor-faktor ekonomi yang signifikan yang mempengaruhi permintaan
komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi
kopi domestik, harga gula dan pendapatan per kapita.
3. Teh merupakan komoditi penting bagi masyarakat dan sebagai komoditi
substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka
permintaan komoditi kopi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya.
Gula merupakan bahan penting bagi masyarakat, sebagai bahan komplementer
bagi kopi. Jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan
mengurangi tingkat konsumsi terhadap kopi sehingga permintaan terhadap
komoditi kopi akan berkurang dan sebaliknya.
5.2. Saran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat
dikemukakan adalah:
867
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
1. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap
tahunnya, sehingga para petani kopi harus melakukan peningkatan
produktifitas maupun kualitas kopi sehingga dapat bersaing terutama untuk
pasar ekspor.
2. Harga kopi domestik merupakan faktor utama yang mempengaruhi
permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kualitas kopi dan faktor lain, oleh
karena itu pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik.
Pemerintah perlu memberikan insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi
petani dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi sehingga mampu
menembus pasar ekspor.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menyangkut permintaan komoditi kopi.
Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dan faktor sosial lainnya dalam
menganalisis mengenai permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2010. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
BPS. 2009. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
BPS. 2005. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
BPS. 2000. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. 2002. Kondisi dan
Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera
Utara. Medan.
Ilyas, R. 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia.
Disertasi. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.
Mubyarto. 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.
Nicholson, W. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan
dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
Nicholson, W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Reksoprayitno, S. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit
BPFE UGM. Yogyakarta.
Sari, L. R. 2002. Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong
Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya
Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU.
Medan.
868
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
Spillane, J. J. 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, S. 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan.
LP FEUI. Jakarta.
Sudarsono. 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta.
Venkatram, R dan Deodhar, Y. S. 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s
Domestic Coffee Market. Journal. Indiana Institute of Management.
Ahmedabd. India.
869
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
870
_____________
ISSN 0853-0203
VISI (2012) 20 (1) 853-869
CURRICULUM VITAE
Hotden L. Nainggolan, lahir di Janji Pusuk Kecamatan Parlilitan Kabupaten
Humbang Hasundutan, tanggal 25 November 1976. Lulus dari SMA Negeri
1 Balige. Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1995. Menyelesaikan
Program S-1 (Sarjana Pertanian) dari Fakultas Pertanian Universitas HKBP
Nommensen Medan pada tahun 1999. Menyelesaikan Program S-2
(Magister Sains), dari Program Studi Ekonomi Pembangunan. Sekolah
Pasca Sarjana (SPS) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada tahun
2007. Staff Pengajar pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas HKBP Nommensen Medan, sejak tahun 2009.
871
_____________
ISSN 0853-0203
Download