VISI (2012) 20 (1) 853-869 Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi Di Sumatera Utara Hotden Leonardo Nainggolan ABSTRACT This research is aimed to know the some economic factors influencing demand for commodity coffee in North Sumatera. The research used secondary data in the form of time series data in the period 1990-2009, obtained from BPS North Sumatera, Industry and Commerce Department North Sumatera, and the method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS). The result finds that some economic factors which has significant influence on demand of commodity coffee in North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, sugar price and per capita income with significant level 95 percent. The coefficient determination (R2) 96,93 percent. Partially, the result indicates that domestic coffee price have negatively effect, tea price have a positively effect, sugar price have a negatively effect and per capita income both positively having an effect to demand of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee domestic have an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera negatively, it’s meaning if price expectation decrease hence demand of commodity coffee by consumer will increase. According to result finding the research suggested that by all farmers coffee in North Sumatera try to increase product and remain holding the quality of coffee. The Government of Province North Sumatera require to assist all coffee farmers by giving incentive weather is in the form of capital loan or providing of facilities in order to increase the coffee product in North Sumatera, so it can expand in domestic market even penetrate exporting market. ----------Keyword : coffee demand, domestic coffee price, per capita income, sugar price, tea price. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang potensial terutama dibidang pertanian dan perkebunan karena selain mampu menghasilkan bahan pangan juga mampu menghasilkan komoditi ekspor sebagai sumber devisa negara. Data BPS (2010), menunjukkan bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12 juta jiwa lebih, dimana sebagian besar penduduk tersebut tinggal di pedesaan yaitu sebanyak 6.659 juta jiwa, bahkan lebih dari 40% dari total penduduk tersebut bekerja di sektor pertanian. Maka sangat potensial untuk menggalakkan industrialisasi pedesaan (agroindustri), yaitu industry yang mengolah hasil pertanian setempat untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja yang besar tersebut (Sari. 2002). 853 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 Pada saat krisis ekonomi tahun 1997, perekonomian Sumatera Utara tidak stabil hingga tahun 2000, karena menekan perekonomian secara menyeluruh. Namun karena Sumatera Utara memiliki areal perkebunan yang luas serta terdapatnya agroindustri, maka Sumatera Utara dapat bertahan hal ini ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (tanpa migas) sebesar 6,88% tahun 1997 dan tahun 1998 sempat turun mejadi 10,99%, namun tahun 1999 tumbuh kembali 2,66% dan tahun 2001 membaik 5,23% (Disperindag, S.U. 2002). Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil beberapa perkebunan rakyat di Sumatera Utara mampu menyumbang bagi devisa daerah seperti; kelapa, kemenyaan, cengkeh, kayu manis, kemiri. Disamping itu Sumatera Utara juga memiliki potensi komoditi tanaman kopi, dimana sebagian besar merupakan hasil dari perkebunan rakyat namun mampu menyumbang devisa bagi propinsi Sumatera Utara bahkan komoditi ini termasuk andalan ekspor Sumatera Utara (BPS. 2010). Mubyarto (1984), menyampaikan secara umum mutu kopi yang dihasilkan Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya, hal ini disebabkan karena penanganan proses produksinya sederhana. Sekitar 80% luas areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat dengan sistem pertanian dan teknik budidaya masih tradisional, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi yang relatif sederhana. Produktifitas kopi per hektarnya juga relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi tanah dan sistem pertanian yang masih tradisional. Produktifitas kopi di Indonesia hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara Brazil mencapai 600 Kg/ha, Costarica mencapai 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha (Ilyas, R. 1991). Data Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1999 luas areal kopi di Sumatera Utara adalah 37.381 ha, dengan produksi 22.451.000 kg atau dengan produktifitas 600,60 kg/ha. Kemudian pada 5 (lima) tahun berikutnya yaitu tahun 2003, luas lahan kopi tersebut menjadi 65.469 ha, dengan produksi 43.252.000 kg/ tahun dan produktifitas 663,86 kg/ ha (BPS. 2005). Selanjtunya pada tahun 2008 luas lahan kopi di Sumatera Utara menjadi 75,782 ha dengan produktifitas ratarata 631,40 Kg/ ha, produksi ini mengalami penurunan sebesar 6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS. 2009). Komoditi kopi Sumatera Utara merupakan tanaman kopi arabica yang terdapat di Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara tahun 1999 – 2008, sebagai berikut: Sementara itu nilai ekspor kopi Sumatera Utara, juga memiliki peranan penting dalam perekonomian daerah. Tahun 2001 nilai ekspor kopi Sumatera Utara sebesar US$ 63.790.788 dengan volume 44.208.475 kg, artinya mampu menyumbangkan devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi Sumatera Utara. (Disperindag, S.U. 2002). Secara umum produktifitas kopi Sumatera Utara masih rendah jika dibandingkan dengan daerah penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan Sumatera Utara mendatangkan kopi dari luar daerah seperti; Aceh dan daerah 854 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 lainnya untuk memenuhi permintaaan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditi andalan di Sumatera Utara, sehingga memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan Tabel 1. 1. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara (1999–2008). No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Luas Lahan Kopi (ha) 37,381 62,040 61,708 65,469 65,152 53,969 76,050 78,962 78,980 75,782 +/(%) 0% 66% -1% 6% 0% -17% 41% 4% 0% -4% Produksi Kopi (Kg) 22,451,000 38,113,000 39,198,000 42,973,000 43,252,000 43,804,000 55,017,100 49,451,510 50,815,490 47,847,750 +/- Produktifitas +/(%) (Kg/ha) (%) 0% 600.60 0% 70% 614.33 70% 3% 635.22 3% 10% 656.39 10% 1% 663.86 1% 1% 811.65 1% 26% 723.44 26% -10% 626.27 -10% 3% 643.40 3% -6% 631.39 -6% Sumber : BPS. 2005, BPS. 2009. petani kopi itu sendiri, oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk “Menganalisis Pengaruh Bebebarapa Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara” 1.2. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka dirumuskan pernyataan penelitian yaitu, berapa besar pengaruh; Bebebarapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara . 1.3. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Bebebarapa Faktor Ekonomi Terhadap Permintaan Kopi di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah, 1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Sumatera Utara dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi kopi, 2) Sebagai bahan masukan bagi petani dalam rangka pemenuhan permintaan kopi di Sumatera Utara, dan 3) menambah kazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan komoditi kopi. 855 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Permintaan. Dalam analisis ekonomi bahwa permintaan seseorang (masyarakat) terhadap suatu barang/ jasa ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk (Nicholson, W. 1991). Nicholson, W. (1995) menyampaikan bahwa terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama adalah kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang lain sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi atau komplementer) dan bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut barang substitusi. Dan bila dua jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah satunya mengakibatkan kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap barang yang lainnya dan bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut barang komplementer (Nicholson, W. 1995). Sudarsono (1990), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain (substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Sukirno, S (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain : 1. Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas. 2. Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang berarti juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang. 3. Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan. 4. Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut hingga waktu tertentu. 5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk, karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha. 6. Faktor peningkatan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan permintaan terutama kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang meliputi sandang, pangan dan papan. 856 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 2.2. Konsepsi Elastisitas. Reksoprayitno, S (2000), menyampaikan bahwa intensitas reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang dapat diukur dengan suatu alat analisis yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono (1990), mengungkapkan terdapat tiga variabel yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (substitusi atau komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini dikenal elastisitas harga barang itu sendiri (price elasticity), elastisitas harga silang (cross elasticity) dan elastisitas pendapatan (income elasticity). Elastisitas yang digunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen (pembeli) adalah dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga suatu barang yang disebut dengan elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) atau disebut juga dengan elastisitas permintaan (demand elasticity). Perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau gabungan keduanya. Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi dan komplementer. Demikian juga pengaruh perubahan pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal (normal goods) yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih tinggi dan permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior (superior goods) atau barang mewah (luxuries goods), barang inferior (inferior goods) adalah barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen (giffen goods) dan sebagainya. 2.3. Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya. Tanaman kopi yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae berasal dari benua Afrika. Ilyas, R (1991), dalam Disertasinya yang berjudul “Analisis permintaan luar negeri terhadap kopi Indonesia” menyampaikan bahwa orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi adalah Bredley pada tahun 1916, dalam bukunya yang berjudul “A short historical account of coffea, containing the most remarkable observations of greatest men in Europe concerning it “. Kemudian diikuti penulis lainnya seperti; Linnaeus pada tahun 1937 dan Smith pada tahun 1985, melalui buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM. Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob, tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations Schools. Kemudian 2 tahun berikutnya yaitu tahun 1852 kedai kopi pertama dibuka di London yaitu di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan (Royal Exchange), (Spillane, J. J. 1991). Kemudian pada tahun 1511, Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo (Mekkah) menginstruksikan untuk menutup kedai kopi didaerah tersebut, karena ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia berkata bahwa 857 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam. Sementera itu di Italia para Pastor juga mengusulkan kepada Paus Clement (1592-1605), untuk melarang penggunaan kopi di kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik (pemberian setan), (Spillane, J. J. 1991). Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang sangat bermanfaat, karena tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah mengimpor kopi dari Ceylon (Sailan). Dan kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau Jawa yang dibawa oleh VOC. Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar (Spillane, J. J. 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan negaranegara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8 juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia (Spillane, J. J. 1991). 2.4. Hipotesis Penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik dan harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Faktor-faktor ekonomi berupa; harga teh dan Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Model Analisis. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan data sekunder berupa data time series 20 tahun, (1990 – 2009), yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber lain. Model Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dan fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Qdc = f (Pcd, Pt, Ps, I, T)……………………….…..…………….……..….(1) 858 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 Dari fungsi tersebut kemudian diderivasikan ke dalam persamaan ekonometrika dalam bentuk Model Koyck (Model Ekspektasi) untuk melihat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut : Model Koyck (Model Ekspektasi) : Qdc = a + b1Pcd + b2Pcde + b3Pt + b4Ps + b5 I + µ ..……………..……..(2) Dimana : Qdc : Jumlah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara(Kg) a : Intercept b1-b5 : Koefisien regresi. Pcd : Harga komoditi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg). Pcde : Harga ekspektasi komoditi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg). Pt : Harga komoditi teh di Sumatera Utara (Rp/ Kg). Ps : Harga gula di Sumatera Utara (Rp/ kg). I : Pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara (Rp) 3.2. Batasan Operasional. Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagai berikut : a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg) b. Harga komoditi kopi domestik adalah harga rata-rata kopi di pasaran domestik Sumatera Utara dalam satu tahun (Rp/ kg). c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. e. Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB) perkapita (PDRB/ jumlah penduduk/ tahun) Sumatera Utara dalam harga konstan dalam satu tahun (Rp). f. Harga ekspektasi komoditi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi domestik saat ini (Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi dengan harga kopi domestik tahun sebelumnya (Pcd (t-1)) di Sumatera Utara (Rp/ kg). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara. Sumatera Utara sebagai salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia, memiliki lahan tanaman kopi yang cukup luas. Pada tahun 2007 luas lahan tanaman kopi di Sumatera Utara mencapai 78.980 ha dengan produksi 50.815.000 kg/ tahun dimana produksi ini meningkat 3% dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2008 luas lahan kopi di Sumatera Utara 75.782 ha, dan luas lahan ini 859 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 berkurang 4% dari tahun sebelumnya dan produksi juga mengalami penurunan sebesar 6% menjadi 47.847.750 kg/tahun (BPS. 2009). Produksi ini adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan permintaan pasar domestik (konsumsi rumah tangga), sebagaimana di sajikan pada tabel berikut : Tabel 1.2 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara (1990– 2009). No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Permintaan Kopi (Kg) 20,150,000 20,150,650 20,565,000 21,650,250 21,780,020 21,980,400 22,565,250 22,540,750 23,450,310 23,750,025 24,015,250 24,125,425 24,250,450 25,100,250 25,150,625 25,625,125 26,150,035 26,550,035 26,743,105 27,655,125 Pertumbuhan (%) 0.00% 0.00% 2.06% 5.28% 0.60% 0.92% 2.66% -0.11% 4.04% 1.28% 1.12% 0.46% 0.52% 3.50% 0.20% 1.89% 2.05% 1.53% 0.73% 3.41% Sumber : BPS. 2005; BPS. 2010. Pada tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 1990 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah 20.150.000 kg, permintaan ini terus mengalami kenaikan walaupun dengan persentase (%) yang tidak begitu besar, dimana pada tahun 1994 permintaannya menjadi 21.780.020 kg atau naik sebesar 0.60% dari tahun sebelumnya. Kemudian tahun 1999 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebesar 23.750.025 kg dan naik 1,28% dari tahun sebelumnya (BPS. 2005). Permintaan komoditi kopi ini terus mengalami pertumbuhan hingga tahun 2009 yaitu sebesar 27.655.125 kg atau tumbuh sebesr 3.41% dari tahun sebelumnya (BPS. 2010). 860 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula di Sumatera Utara. Perkembangan harga kopi domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.3. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara (1990 – 2009) No Tahun Harga Kopi Harga Teh Harga Gula +/- (%) +/- (%) +/- (%) Domestik (Rp/ Kg) (Rp/ Kg) (Rp/Kg) 1 1990 2,150 0.00% 2,860 0.00% 2,150 0.00% 2 1991 2,450 13.95% 3,650 27.62% 2,250 4.65% 3 1992 3,050 24.49% 3,950 8.22% 2,540 12.89% 4 1993 3,150 3.28% 4,250 7.59% 3,250 27.95% 5 1994 3,250 3.17% 4,375 2.94% 3,600 10.77% 6 1995 3,350 3.08% 4,950 13.14% 4,580 27.22% 7 1996 3,350 0.00% 5,350 8.08% 3,750 -18.12% 8 1997 2,850 -14.93% 7,250 35.51% 5,525 47.33% 9 1998 2,950 3.51% 8,350 15.17% 6,950 25.79% 10 1999 3,550 20.34% 8,750 4.79% 8,750 25.90% 11 2000 3,750 5.63% 6,800 -22.29% 6,250 -28.57% 12 2001 3,850 2.67% 6,900 1.47% 4,850 -22.40% 13 2002 4,150 7.79% 5,400 -21.74% 4,250 -12.37% 14 2003 3,590 -13.49% 5,100 -5.56% 3,850 -9.41% 15 2004 3,950 10.03% 3,250 -36.27% 4,500 16.88% 16 2005 4,050 2.53% 4,850 49.23% 4,250 -5.56% 17 2006 4,750 17.28% 4,950 2.06% 4,780 12.47% 18 2007 5,250 10.53% 5,360 8.28% 5,250 9.83% 19 2008 5,750 9.52% 5,570 3.92% 5,560 5.90% 20 2009 5,970 3.83% 5,870 5.39% 5,760 3.60% Sumber : BPS.2005; BPS. 2010. Pada tabel 1.3 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Tahun 1990 harga kopi domestik Rp. 2.150/ kg dan mengalami peningkatan 13,95 % menjadi Rp. 2.450/ kg tahun 1991. Kemudian tahun 1995 harga kopi domestik di Sumatera Utara adalah Rp. 3.350/ kg. Pada tahun 2000 harga kopi domestik Sumatera Utara adalah Rp. 3.750/ kg atau tumbuh sebesar 5,63% dari tahun sebelumnya, kemudian tahun 2001 harga kopi domestik menjadi Rp. 3.850/ kg atau naik sebesar 2,67% dari tahun sebelumnya (BPS. 2005). Dan pada tahun 2009 harga kopi domestik di Sumatera Utara adalah Rp. 5.970/ kg atau naik 3,83% dari tahun sebelumnya (BPS. 2010). Soekartawi (2002), mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian sering 861 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Pada tabel 1.3 di atas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara juga mengalami persentase pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 1990 harga komoditi teh di Sumatera Utara adalah Rp. 2.860/ kg dan pada tahun 1991 harganya menjadi Rp. 3.650/ kg atau meningkat sebesar 27,62 % dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2000 harga komoditi teh di Sumatera Utara adalah Rp. 6.800/ kg atau menurun sebesar 22,29% dari tahun sebelumnya (BPS. 2005). Pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat Rp. 4.850/Kg, mengalami pertumbuhan 49,23% dari tahun sebelumnya kemudian tahun 2009 harga komoditi teh di Sumatera Utara berada pada Rp. 5.870/ kg atau tumbuh sebesar 5,39% dari tahun sebelumnya (BPS. 2010). Pada tabel yang sama dapat dilihat bahwa harga gula mengalami perubahan yang fluktuatif. Pada tahun 1990 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp. 2.150/ kg dan mengalami kenaikan sebesar 4,65% menjadi Rp. 2.250/ kg pada tahun 1991. Selanjutnya pada 2000 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp. 6.250/ kg, mengalami penurunan dari tahun sbelumnya sebesar 22,40% (BPS. 2005). Kemudian tahun 2005 menjadi Rp. 4.250/ Kg (turun sebesar 5,56%) dari tahun sebelumnya dan tahun 2009 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp. 5.760/ kg dan mengalami kenaikan sebesar 3,60% dari tahun 2008 (BPS. 2010). 4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini bahwa pendapatan perkapita masyarakat adalah menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (PDRB/ jumlah penduduk/ tahunnya) atas dasar harga konstan 2000. Angka PDRB merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan perkembangan wilayah. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perkembangan pendapatan perkapita Sumatera Utara sebagai berikut : Dari tabel 1.4. di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 504.561 dan mengalami pertumbuhan yang drastis untuk setiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi peningkatan dari Rp.2.024.927 menjadi Rp. 6.006.103 tumbuh 196,61% dari tahun sebelumnya (BPS. 2005). Kemudian tahun 2005 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 7.130.695 mengalami peningkatan sebesar 3,74% dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2009 pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 8.947.196 dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,39 dari tahun 2008 (BPS. 2010). 862 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 Tabel 1.4. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara (1990 – 2009). Pendapatan Pertumbuhan No Tahun Perkapita (Rp) (%) 1 1990 0.00% 504,561 2 1991 17.66% 593,649 3 1992 6.14% 630,070 4 1993 169.51% 1,698,094 5 1994 7.77% 1,830,005 6 1995 7.13% 1,960,537 7 1996 7.56% 2,108,670 8 1997 3.82% 2,189,128 9 1998 -8.78% 1,996,987 10 1999 1.40% 2,024,927 11 2000 196.61% 6,006,103 12 2001 2.82% 6,175,689 13 2002 3.39% 6,385,069 14 2003 3.51% 6,609,292 15 2004 4.00% 6,873,420 16 2005 3.74% 7,130,695 17 2006 4.84% 7,475,629 18 2007 8.29% 8,095,635 19 2008 3.88% 8,409,813 20 2009 6.39% 8,947,196 Sumber : BPS. 2005; BPS. 2010. 4.4. Pembahasan. 4.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dengan menggunakan variabel harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita masyarakat, hasil regresi yang diperoleh melalui penelitian ini dengan Model Koyck (model ekspektasi), adalah sebagai berikut: 0,82 Pcd – 0,97 Pcde + (-2,114076)** (-2,432441)** - 0,74 Ps + 0,45I (-2,549737) ** (4,477683)** = 0, 969328 = 88,48959*** DW = 1,717263 Qdc = 8190236 R2 F. Stat Sumber - 0,53 Pt (0,867915) : Data Sekunder diolah. 2011. 863 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 Keterangan : Angka dalam kurung adalah t-Statistik. *** signifikan pada α = 1 %. * signifikan pada α = 10 %. ** signifikan pada α = 5 %. Berdasarkan nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969328 berarti variabelvariabel; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebesar 96,93 %. Jika dilihat dari F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 88, 48959, lebih besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti secara bersama-sama (serentak) harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I) mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada tingkat keyakinan 99%. 4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara. 4.4.2.1. Harga Kopi Domestik. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga kopi domestik (Pcd) berpengaruh negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara (Qdc), artinya jika harga kopi turun sebesar Rp 1, maka permintaan akan naik sebesar 0,82 kg. Sesuai dengan hasil estimasi yang diperoleh bahwa variabel harga kopi domestik (Pcd) memiliki pengaruh negatif nyata dan signifikan terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara (Qdc), pada α = 5% (t.hitung 2,114 > t. tabel 1,746) dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram R dan Deodhar. Y. S (1999), yang menyatakan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kopi di pasar domestik India, dimana jika harga kopi mengalami penurunan maka permintaan akan kopi di pasar domestik akan mengalami peningkatan. 4.4.2.2. Harga Ekspektasi Kopi Domestik. Dari hasil estimasi dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), diketahui bahwa harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) berpengaruh negatif sebesar 0,75 terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) turun sebesar Rp 1, maka permintaan akan naik sebesar 0,97 kg. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai T- hitung 2,432 > dari nilai Ttabel 1,746, hal ini menunjukkan bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,432 > t. tabel 1,746) atau pada tingkat keyakinan 95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik akan menurun di pasaran maka permintaan kopi domestik di Sumatera Utara akan meningkat. 4.4.2.3. Harga Teh. Berdasarkan hasil estimasi bahwa harga teh (Pt) berpengaruh positif sebesar 0,53 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Sesuai dengan hasil estimasi bahwa variabel harga teh memiliki pengaruh yang positif 864 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak signifikan pada α = 10 %, t. hitung 0.867 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya kenaikan harga teh maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi sebagai barang subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat. Menurut Nicholson, W. (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai “net substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram. R dan Deodhar. Y. S (1999), tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah di pasar domestik, artinya terjadinya peningkatan harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. 4.4.2.4. Harga Gula. Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula (Ps) berpengaruh negatif sebesar 0,74 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Artinya jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan diikuti dengan penurunan permintaan kopi sebesar 0,74 Kg. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5 % (t. hitung 2,549 > t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan harga gula dipasaran akan menyebabkan terjadinya penurunan permintaan terhadap kopi di pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”, dimana jika terjadi kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula) dapat menyebabkan kenaikan harga barang lain sebagai komplemennya. 4.4.2.5. Pendapatan Perkapita Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa pendapatan perkapita (I) berpengaruh positif sebesar 0,45 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc). Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pendapatan perkapita berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara pada α = 5% (t hitung 4,477 > t. tabel 1,746) pada tingkat keyakinan 95%. Artinya jika pendapatan perkapita meningkat sebesar Rp 1, maka permintaan akan komoditi kopi akan meningkat sebesar 0,45 Kg. 4.4.3. Elastisitas. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diperoleh elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,82, artinya jika terjadi penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,82 % di Sumatera Utara. Nilai elastisitas – 0,82 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi 865 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 kenaikan harga komoditi kopi tersebut, tidak begitu mempengaruhi terhadap kanaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas silang permintaan (cross elasticity) atas barang substitusi (teh) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain dengan nilai elastisitas 0,53, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,53 % di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,53 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan harga teh dipasaran tidak begitu mempengaruhi naiknya permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sesuai dengan hasil estimasi juga diperoleh elastisitas pendapatan (income elasticity) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat pendapatan konsumen (masyarakat) dengan nilai elastisitas 0,45 artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,45% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,45 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita tidak begitu mempengaruhi terhadap kenaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 4.4.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan Kopi. 4.4.4.1. Uji Multikolinearitas. Berdasarkan estimasi model empiris yang dilakukan, jika diperoleh nilai R-Square (R2) yang sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas (berdasarkan uji t-statistik) yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki signifikansi yang diharapkan, biasanya menandakan tidak adanya multikolinearity. Maka pada tabel di bawah ini ditampilkan hasil uji multikolinearity sebagai berikut : Tabel 1.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial). Variabel R2 Qdc 0,969328 Pcd 0,967900 Pcde 0,952443 Pt 0,858165 Ps 0,867383 I 0,825629 Sumber : Data Sekunder diolah, 2011. Berdasarkan tabel 1.5 di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd, Pcde, Pt, Ps, I,), yaitu 0,9699328 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi parsial yaitu; 0,967900, 0,952443, 0,858186, 0,867383, 0,825629, maka berdasarkan ketentuan rule of thumb sebagai pedoman dengan menggunakan metode ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinearity. 866 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 4.4.4.2. Uji Autokorelasi. Untuk mendiagnosa terjadinya korelasi serial (autokorelasi) dapat dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai mana terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. 6. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi. Obs Nilai Tabel Jenis Uji Alat Uji Kesimpulan R2 X2 Autokorelasi LM-test 7,781120 16,91 dalam model estimasi tidak ditemukan adanya autokorelasi Sumber : Data Sekunder diolah, 2011. Pada tabel 1.6 di atas terlihat besarnya nilai LM-test sebesar 7,781120 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2 tabel (R2 7,78 < X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan pendapatan perkapita (I). 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969328, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variable-variabel harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita, sebesar 96,93% dan sisanya sebesar 3,07% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 2. Faktor-faktor ekonomi yang signifikan yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan per kapita. 3. Teh merupakan komoditi penting bagi masyarakat dan sebagai komoditi substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka permintaan komoditi kopi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya. Gula merupakan bahan penting bagi masyarakat, sebagai bahan komplementer bagi kopi. Jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan mengurangi tingkat konsumsi terhadap kopi sehingga permintaan terhadap komoditi kopi akan berkurang dan sebaliknya. 5.2. Saran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat dikemukakan adalah: 867 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 1. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga para petani kopi harus melakukan peningkatan produktifitas maupun kualitas kopi sehingga dapat bersaing terutama untuk pasar ekspor. 2. Harga kopi domestik merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kualitas kopi dan faktor lain, oleh karena itu pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik. Pemerintah perlu memberikan insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi petani dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi sehingga mampu menembus pasar ekspor. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menyangkut permintaan komoditi kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dan faktor sosial lainnya dalam menganalisis mengenai permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2010. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS. 2009. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS. 2005. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS. 2000. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. 2002. Kondisi dan Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. Medan. Ilyas, R. 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta. Mubyarto. 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta. Nicholson, W. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Nicholson, W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Reksoprayitno, S. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit BPFE UGM. Yogyakarta. Sari, L. R. 2002. Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan. 868 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 Spillane, J. J. 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, S. 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. LP FEUI. Jakarta. Sudarsono. 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta. Venkatram, R dan Deodhar, Y. S. 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffee Market. Journal. Indiana Institute of Management. Ahmedabd. India. 869 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 870 _____________ ISSN 0853-0203 VISI (2012) 20 (1) 853-869 CURRICULUM VITAE Hotden L. Nainggolan, lahir di Janji Pusuk Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan, tanggal 25 November 1976. Lulus dari SMA Negeri 1 Balige. Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1995. Menyelesaikan Program S-1 (Sarjana Pertanian) dari Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan pada tahun 1999. Menyelesaikan Program S-2 (Magister Sains), dari Program Studi Ekonomi Pembangunan. Sekolah Pasca Sarjana (SPS) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada tahun 2007. Staff Pengajar pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, sejak tahun 2009. 871 _____________ ISSN 0853-0203