Sistem Pengatur Intensitas Lampu Philips Master Led Secara

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
Philips MASTER LED
Lebih dari 1000 jenis lampu telah diproduksi oleh Philips untuk berbagai
macam keperluan dalam ruangan maupun di luar ruangan. Diantaranya: Flourescent
Lamp, Compact Flourescent Integrated Lamp, High Intensity Discharge Lamp,
Incandescent lamp, Halogen Lamp, UV Lamp, Infrared Lamp, sampai dengan LED
Lighting system. Inovasi LED (Light Emitting Diode) pun terus dikembangkan, selain
hemat energi, LED juga memiliki daya tahan yang lebih lama dibanding dengan
lampu bohlam yang menggunakan filamen. Disamping itu LED juga dapat
memancarkan cahaya dalam intensitas besar dan tingkat kecerahan yang tinggi pula,
mudah diatur, radiasi panas yang rendah, tahan terhadap goncangan-goncangan
sehingga lebih awet, serta tidak memancarkan sinar UV.
Gambar 2.1. Perkembangan inovasi lampu Philips Master LED dari inovasi
sebelumnya yang terbilang tradisonal
7
8
Dengan inovasi terus menerus, Philips menciptakan berbagai macam jenis
lampu dengan komponen penyusun LED. Mulai dari model bohlam, kapsul, halogen,
spot, dan juga lampu TL. Ada diantaranya yang bisa dilakukan pengaturan terhadap
intensitas cahayanya (dimmable) dan ada juga yang tidak dapat diatur (nondimmable).
Gambar 2.2. Berbagai macam produk Philips Master LED
Ada 3 komponen penyusun yang berpengaruh terhadap performa lampu
Philips MASTER LED. Yang pertama adalah komponen optikal LED, komponen ini
berfungsi untuk mengatur luas daerah pancaran cahaya. Sedangkan komponen kedua
adalah komponen elektrik LED, yang terbagi atas kemasan LED dan pengendali
LED. Kemasan LED berfungsi untuk menentukan tingkat intensitas cahaya,
memaksimalkan temperatur warna, dan juga menjaga kekonsistenan warna yang
9
dipancarkan. Sedangkan pengendali LED memiliki fungsi sebagai penentu arus dan
daya lampu, serta memberikan fungsi dimmable pada lampu. Komponen terakhir
adalah komponen mekanik dan termal, dimana komponen ini berfungsi untuk
membatasi tingkat intensitas cahaya dan daya lampu, serta menghilangkan efek panas
yang tercipta dari komponen elektrik lampu.
Gambar 2.3. Komponen penyusun lampu MASTER LED.
1.
Komponen optikal, 2. Komponen elektrik, 3. Komponen mekanik dan termal.
Philips membuat berbagai macam tipe lampu berbahan dasar LED dengan
karakteristik yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tipe MASTER LED bulb 840W E27 2700K 230V A60 Dim. Lampu ini memiliki karakteristik penyebaran cahaya
250°. Ketika diatur tegangan masukan pada lampu, maka intensitas cahaya yang
dipancarkan oleh lampu ini dapat berubah. Dengan menggunakan dimmer yang
bersifat leading-edge, dapat diatur intensitasnya dari 100% sampai dengan 10% dari
intensitas maksimalnya.
10
Gambar 2.4. Philips MASTER LED bulb 8-40W E27 2700K 230V A60 Dim
Dengan mengatur tegangan masuk berupa tegangan AC dari PLN, lampu ini
dapat juga menghasilkan intensitas cahaya yang berbeda-beda sesuai tegangan
masukan yang diberikan. Sama dengan tipe sebelumnya, lampu ini dapat diredupkan
menggunakan dimmer berkarakteristik leading edge dengan tegangan minimal 10%
dari tegangan maksimalnya. Dengan intensitas cahaya sebesar 470 lumens, lampu ini
cukup untuk menerangi sebuah ruang kerja yang pada umumnya memerlukan cahaya
sebesar 300 lumens (dengan jarak pengukuran 30 cm dari lampu). Dengan temperatur
warna sebesar 2700 K.
Harga lampu berbahan dasar LED terbilang mahal dibanding dengan lampu
bohlam atau lampu TL yang dijual di pasaran. Lampu LED ini memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya lampu ini memiliki umur yang panjang yaitu 25.000-45.000
jam dibanding dengan lampu bohlam 40 W yang berumur sekitar 1.000 jam saja.
Sebagai alternatif pengganti lampu bohlam yang dapat diredupkan, lampu ini jauh
lebih hemat energi dibandingkan dengan lampu bohlam yang ada saat ini. Kualitas
11
cahaya yang dihasilkanpun tidak perlu diragukan, dengan konsumsi daya sebesar 8
W, kualitas penerangan yang dihasilkan sama dengan lampu bohlam berukuran 40 W.
Selain itu, lampu ini juga tidak menimbulkan efek panas seperti halnya lampu
bohlam, karena komponen penyusun lampu ini adalah LED. Dan juga lampu ini lebih
baik untuk kesehatan, karena tidak mengandung bahan merkuri atau zat-zat
berbahaya lainnya.
2.2.
Mikrokontroler ATmega8
Arsitektur mikrokontroler jenis AVR (Alf and Vegard RISC) pertama kali
dikembangkan pada tahun 1996 oleh dua orang mahasiswa Norwegian Institute
of Technology yaitu Alf-Egil Bogen dan Vegard Wollan. Mikrokontroler AVR
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Atmel. Berbeda dengan pengendali mikro
keluarga MCS51, AVR menggunakan arsitektur RISC (Reduce Instruction Set
Computer) dengan lebar bus data 8 bit. Perbedaan ini dapat dilihat dari kecepatan
kerjanya. Dengan frekuensi kristal osilator yang sama, AVR 12 kali lebih cepat
dibandingkan dengan MCS51.
Dalam perkembangannya, AVR dibagi menjadi beberapa varian yaitu
AT90Sxx, ATmega, AT86RFxx dan ATtiny. Pada dasarnya yang membedakan
masing-masing varian adalah kapasitas memori dan beberapa fitur tambahan saja.
Pada pembuatan tugas akhir ini digunakan ATmega8 sebagai pengendali utama
sistem, dengan beberapa spesifikasi mikrokontroler sebagai berikut:
1. Kecepatan maksimum 16 MHz
2. 8 Kbytes memori flash
12
3. Memori internal Static Random Access Memory (SRAM) sebesar 1Kbyte
4. Memori Electrically Erasable and Programmable Read-Only Memory
(EEPROM) sebesar 512Byte
5. Komunikasi
serial
standart
Universal
Synchronous/Asynchronous
Receiver/Transmitter (USART)
6. 3 buah timer/counter, yang terbagi atas 2 buah timer/counter 8 bit dan 1
buah timer/counter 16 bit
7. 3 buah kanal Pulse Width Modulation (PWM)
8. 6 bit Analog to Digital Converter (ADC)
9. Analog komparator
10. Interupsi internal dan eksternal
11. 23 jalur Input/Output (I/O) yang terbagi dalam 3 port
12. Memiliki 5 Sleep Modes: Idle, ADC Noise Reduction, Power-save, Powerdown, dan Standby
13. Catu daya 4,5-5,5 Volt DC
Gambar 2.5. Konfigurasi kaki ATmega8
13
ATmega8 memiliki 28 kaki dengan fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini
adalah fungsi masing-masing kaki:
1. VCC dan GND digunakan sebagai masukan catu daya.
2. PB (PB0-PB7) digunakan sebagai I/O biasa, inverting oscillator amplifier,
dan SPI.
3. PC (PC0-PC6) digunakan sebagai I/O biasa, reset, dan ADC.
4. PD (PD0-PD7) digunakan sebagai I/O biasa, USART, masukan interupsi
eksternal (0 dan 1).
5. RESET digunakan untuk me-reset pengendali mikro.
6. XTAL1 dan XTAL2 digunakan sebagai masukan osilator eksternal.
7. AVCC digunakan sebagai masukan tegangan ADC.
8. AREF digunakan sebagai masukan tegangan referensi eksternal ADC.
2.3.
Passive Infrared (PIR) PARADOX PA-465
PIR adalah sebuah sensor yang menangkap pancaran sinyal inframerah yang
dikeluarkan oleh tubuh manusia, dengan panjang gelombang 9,4 μm. Pancaran sinyal
inframerah inilah yang kemudian ditangkap oleh Pyroelectric sensor, yang
merupakan inti dari sensor PIR ini sehingga menyebabkan sensor yang terdiri dari
galium nitrida, caesium nitrat dan litium tantalate menghasilkan arus listrik. Karena
pancaran sinar inframerah pasif ini membawa energi panas maka dapat tercipta arus
listrik.
PIR dilengkapi dengan sebuah lensa Fresnel yang berfungsi untuk
memfokuskan
sinyal
inframerah
menuju
Pyroelectric
sensor.
Dengan
14
membandingkan adanya perubahan sinyal inframerah di lingkungan dengan kondisi
sebelumnya, maka PIR ini akan mendeteksi adanya pergerakan manusia dalam
jangkauan PIR tersebut.
Paradox PA-465 merupakan sensor PIR dengan ruang cakupan sebesar 7
meter x 6 meter pada posisi ketinggan 2,5 meter sensor ini dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi keberadaan orang dalam suatu ruang kerja sebesar 4 meter x 4 meter.
Sensor ini membutuhkan catu daya sebesar 9-16 Volt, dan tegangan keluaran
tergantung pada kaki NC (Normally Close) dan C (Common).
Gambar 2.6. Modul Paradox PA-465
2.4.
Modul Zero Crossing Detector
Zero crossing detector merupakan suatu rangkaian yang mendeteksi
perubahan bentuk gelombang dari positif ke negatif. Atau dengan kata lain
mendeteksi keberadaan titik 0 (nol) pada suatu tegangan dengan bentuk gelombang
AC. Setiap kali terdeteksi perubahan gelombang, rangkaian ini mengeluarkan sebuah
15
pulsa. Selanjutnya pulsa tersebut diumpankan ke mikrokontroler untuk diolah dan
memicu rangkaian dimmer lampu.
Gambar 2.7. Rangkaian Zero Crossing Detector
Dengan fungsinya sebagai saklar, transistor dioperasikan hanya pada dua titik
kerjanya yaitu pada daerah saturasi dan pada daerah cut-off. Pada daerah saturasi,
transistor bersifat seperti saklar “on”, resistansi antara kolektor dan emitter secara
idealnya sama dengan nol. Kondisi ini menyebabkan tegangan resistor pada kaki
kolektor sama dengan Vcc. Idealnya VCE sama dengan nol, tetapi pada kenyataanya
VCE pada saat saturasi sekitar 0 sampai 0,3 Volt.
Pada saat saklar “off” transistor berada pada daerah cut-off, idealnya resistansi
antara kolektor emitter adalah tak terhingga. Keadaan terbuka ini menyebabkan arus
dan tegangan resistor pada kaki kolektor sama dengan 0. Sedangkan VCE sama
dengan Vcc sehingga arus tidak mengalir. Tetapi pada kenyataanya VCE pada saat
cut-off kurang dari tegangan sumber, karena terdapat arus bocor antara kolektor
emitter.
16
Gambar 2.8. Rangkaian transistor sebagai saklar
2.5.
Modul dimmer lampu
Dimmer adalah alat yang digunakan untuk mengubah kecerahan cahaya.
Dengan mengurangi atau meningkatkan tegangan RMS berarti memungkinkan lampu
untuk memvariasikan intensitas cahaya keluaran. Fungsi dimmer disini adalah untuk
melakukan pengaturan intensitas keluaran cahaya lampu sesuai dengan keinginan
penggunanya. Sebagai contoh, jika tegangan yang diberikan hanya setengah dari
masing-masing siklus AC, maka lampu akan meredup dibanding dengan yang
mendapatkan tegangan masing-masing secara penuh dari siklus AC.
Tegangan jala-jala PLN yang mengalir dalam satu siklus memiliki frekuensi
sebesar 50 Hertz. Bergantian bolak-balik berubah arah pada saat melewati titik nol
dan membentuk gelombang sinusoidal. Dengan menarik garis yang ada pada titik nol
inilah yang disebut titik zero crossing, dimana tidak terdapat arus yang mengalir pada
titik ini. Inilah titik di mana dimmer secara elektronik disinkronkan untuk
menghidupkan daya ON atau OFF dengan cara memotong gelombang pada titik nol.
17
Gambar 2.9. Sinyal AC normal dan sinyal AC setelah di dimmer
Ada 2 cara untuk memotong tegangan listrik: yatu leading-edge dimmer dan
trailing-edge dimmer. Leading-edge dimmer dilakukan dengan cara pemotongan
gelombang sinus di bagian awal, sedangkan trailing-edge dimmer memotong di
bagian akhir gelombang sinus. Keseluruhan rangkaian itu dilengkapi dengan TRIAC
dan DIAC.
Gambar 2.10. Sinyal leading-edge dimmer
Gambar 2.11. Sinyal trailing-edge dimmer
18
Pada perancangan ini akan digunakan pemotongan tegangan menggunakan
metode leading edge dimmer dengan menggunakan MOC 3020 dan triac BT136.
MOC 3020 dikendalikan oleh mikrokontroler dan berfungsi sebagai driver TRIAC.
Dengan terdeteksinya
pulsa dari rangkaian zero crossing detektor maka
mikrokontroler akan mengaktifkan MOC 3020 dengan waktu tunda yang sudah
ditentukan pengguna. Selanjutnya MOC 3020 sebagai driver dari triac akan memicu
kaki gate sehingga menyebabkan lampu dapat menyala.
MOC 3020 merupakan sensor optocoupler, yang berfungsi sebagai pemisah
antara rangkaian power dengan rangkaian kontrol. Optocoupler merupakan salah satu
jenis komponen yang memanfaatkan sinar sebagai pemicu on/off-nya. Optocoupler
terdiri dari dua bagian yaitu transmitter dan receiver. Bagian pemancar atau
transmitter dibangun dari sebuah LED infra merah untuk mendapatkan ketahanan
yang lebih baik daripada menggunakan LED biasa.
Sensor ini bisa digunakan sebagai isolator dari rangkaian tegangan rendah
kerangkaian tegangan tinggi. Selain itu juga bisa dipakai sebagai pendeteksi adanya
penghalang antara transmitter dan receiver dengan memberi ruang uji di bagian
tengah antara LED dengan photo transistor.
Gambar 2.12. IC MOC3020
19
Triac merupakan komponen 3 elektroda: MT1, MT2, dan gate. Biasanya triac
digunakan pada rangkaian pengendali, penyakelaran, dan rangkian pemicu/trigger.
Oleh karena aplikasi triac yang demikian luas maka komponen triac biasanya
mempunyai dimensi yang besar dan mampu diaplikasikan pada tegangan 100V
sampai 600V dengan arus beban dari 0.5A sampai 40A. Pada rangkaian ini akan
digunakan Triac BT136.
Gambar 2.13. Struktur triac dan simbol triac
Jika terminal MT1 dan MT2 diberi tegangan jala-jala PLN dan gate dalam
kondisi mengambang maka tidak ada arus yang dilewatkan oleh triac (kondisi idle)
sampai pada tegangan „break over‟ triac tercapai. Kondisi ini dinamakan kondisi
„OFF‟ triac. Apabila gate diberi arus positif atau negatif maka tegangan „break over‟
ini akan turun.
Semakin besar nilai arus yang masuk ke gate maka semakin rendah pula
tegangan „break over‟nya. Kondisi ini dinamakan sebagai kondisi „ON‟ triac. Apabila
triac sudah „ON‟ maka triac akan dalam kondisi „ON‟ selama tegangan pada MT1
dan MT2 di atas nol volt. Apabila tegangan pada MT1 dan MT2 sudah mencapai nol
20
volt maka kondisi kerja triac akan berubah dari „ON‟ ke „OFF‟. Apabila triac sudah
menjadi „OFF‟ kembali, triac akan selamanya „OFF‟ sampai ada arus trigger ke gate
dan tegangan MT1 dan MT2 melebihi tegangan „break over‟nya.
Gambar 2.14. Grafik karakteristik tegangan-arus triac
2.6.
Modul catu daya
Modul catu daya berfungsi untuk memberikan daya pada tiap komponen. Catu
daya disini menggunakan trafo step down untuk menurunkan tegangan berbentuk
sinyal AC sinusoida 220 Vrms menjadi 12 Vrms. Kemudian tegangan keluaran
tersebut dilewatkan diode bridge untuk disearahkan lalu diumpankan ke regulator
tegangan LM2576T-ADJ.
LM2576-ADJ merupakan regulator catu daya tipe step-down switching yang
mampu menangani beban sebesar 3A. Regulator ini menghasilkan tegangan yang
bervariasi antara 1,23 - 37 Volt DC. LM2576T-ADJ memiliki kemampuan untuk
mengaktikan/menonaktifkan regulator dengan TTL (Transistor-Trasistor Logic).
21
Gambar 2.15. Konfigurasi kaki LM2576T-ADJ (tampak atas)
Gambar 2.16. Blok diagram LM2576T-ADJ
Gambar 2.17. Rangkaian LM2576T-ADJ
Tegangan Vout pada Gambar 2.17 dapat diperoleh dengan persamaan:
𝑅
𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑟𝑒𝑓 (1 + 𝑅2 ) …………………………………………………….. (2.1)
1
22
Dari datasheet ditentukan nilai Vref sebesar 1,23 Volt sedangkan nilai R1
diantara 1 kΩ sampai dengan 5 kΩ.
Pada perancangan modul catu daya digunakan 2 buah LM2576T-ADJ.
Tegangan keluaran yang diharapkan adalah 5 Volt DC untuk memberikan daya pada
mikrokontroler, modul TSOP, dan modul zero crossing detector. Sedangkan tegangan
keluaran kedua yang diharapkan adalah 10 Volt DC untuk mencatu daya pada sensor
PIR.
2.7.
Modul TSOP dan remote control
TSOP adalah sensor yang berfungsi untuk menerima adanya pancaran sinyal
inframerah. Pada perancangan ini digunakan TSOP 1238, dengan frekuensi pembawa
sebesar 38kHz. TSOP ini akan menerima data dari remote yang kemudian dikirimkan
kepada mikrokontroler sehingga informasi dari kode remote dapat dibaca. Remote
yang digunakan berupa remote control televisi universal.
23
Gambar 2.18. Remote yang digunakan untuk mengontrol sistem
Setiap produk elektronik yang dilengkapi remote biasanya memiliki protokol
masing-masing. Ada berbagai macam protokol yang dapat digunakan untuk
mendeteksi paket datanya, diantaranya yang terkenal adalah protokol RC5 dan
protokol SIRC. Protokol RC5 digunakan oleh Philips, sedangkan protokol SIRC
(SONY TV Infrared Remote Control) digunakan oleh pabrikan Sony. Pada modul
TSOP ini digunakan pembacaan data remote dengan SIRC.
Sebuah paket data lengkap SIRC terdiri atas sebuah start bit dan 12 bit data
dan sebuah frame space yang memisahkan sebuah frame dengan frame berikutnya.
Dimana 12 bit data tersebut terbagi atas 7 bit command code (C6 – C0) dan 5 bit
device code (D4 – D0). Protokol SIRC ini mengirimkan data LSB terlebih dahulu,
sehingga C0 adalah data pertama yang diterima setelah start bit.
24
Gambar 2.19. Contoh paket data protocol SIRC
(http://www.sbprojects.com/knowledge/ir/sirc.php)
Untuk mengidentifikasi start bit, pulsa yang dikirimkan sebesar 2,4 ms. Data
„0‟ diwakili dengan 0,6 ms tidak ada pulsa, dan 0,6 ms ada pulsa, sehingga total
waktu untuk mendeteksi data „0‟ sebesar 1,2 ms. Sedangkan data „1‟ diwakili dengan
0,6 ms tidak ada pulsa, dan 1,2 ms ada pulsa, sehingga total waktu yang dibutuhkan
sebesar 1,8ms.
0,6ms
0,6ms
data ‘0’
0,6ms
1,2ms
data ‘1’
Gambar 2.20. Data „0‟ dan data „1‟ pada protokol SIRC
Data yang dikirim remote dan diterima TSOP akan dikirimkan menuju
mikrokontroler. Kemudian data yang dikirimkan tersebut akan dihitung masingmasing lebar pulsanya menggunakan Timer 1. Dari hasil perhitungan lebar pulsa
tersebut dapat dipisahkan mana yang merupakan data „0‟ dan data „1‟. Sehingga
nantinya akan diperoleh 1 buah start bit, 7 bit command code, dan juga 5 bit address
25
code. Dengan demikian, dapat diperoleh variasi command code sebanyak 128
kemungkinan dan address code sebanyak 32 kemungkinan.
Download