UU Kesehatan Disunat, Satu Ayat soal Rokok Hilang

advertisement
Televisi merupakan media yang sangat diminati industri rokok untuk mengiklankan produk mereka. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), dari 14.249 iklan rokok, 9.230 iklan ditayangkan di televisi. Dari 10 stasiun televisi yang dipantau, semuanya menayangkan iklan rokok. Tepat
pukul 21.30 layar televisi kita dipenuhi sejumlah iklan rokok.
Saat jeda iklan ( commercial break ) yang berdurasi 5-10 menit, sedikitnya ditayangkan 5-7 iklan rokok. Namun, di luar waktu tayang iklan rokok yang
diizinkan, ternyata televisi tetap menayangkan iklan kegiatan dan acara yang disponsori industri rokok.
Mensponsori sebuah event merupakan salah satu strategi andalan industri rokok dalam memasarkan produk dan mendekati target pasar mereka.
Dengan mensponsori sebuah event , memungkinkan bagi industri rokok untuk berinteraksi secara langsung dengan target pasar mereka.
Banyak event
Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang dilakukan selama 10 bulan, event yang
diselenggarakan/disponsori oleh industri rokok sangatlah beragam dan menyentuh hampir semua segmen kalangan muda dan masyarakat umum mulai
dari event musik, olahraga, film layar lebar, acara televisi, seni budaya, hingga keagamaan.
Bahkan iklan rokok pun masuk ke film anak-anak, kata dr Kartono Muhammad dari Yayasan Jantung Indonesia menanggapi film King yang disisipi iklan
rokok.
Iklan-iklan rokok yang makin ekspansif dan gencar tersebut menimbulkan keinginan pada remaja untuk memulai merokok. Sekitar 29 persen responden
menyatakan terdorong kembali untuk menyalakan rokok setelah melihat iklan rokok, kata Dina Kania, Koordinator Advokasi Kebijakan Pengendalian
Tembakau Komnas PA, saat lokakarya Meningkatkan Peran Media menuju Anak Indonesia Bebas Tembakau medio Juni 2009.
Dari hasil penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta dan Komnas PA, ternyata 99,7 persen anak-anak
terpapar iklan rokok di televisi, 87 persen terpajan iklan rokok di luar ruang, 76,2 persen remaja melihat iklan rokok di koran dan majalah.
Rata-rata remaja mulai merokok pada usia 14 tahun. Sebanyak 31,5 persen remaja mulai merokok pada usia 15 tahun, bahkan 1,9 persen mulai
merokok pada usia empat tahun.
Sebanyak 46,3 persen remaja berpendapat iklan rokok memiliki pengaruh yang besar untuk memulai merokok. Sementara itu, 41,5 persen remaja
berpendapat, keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori industri rokok memiliki pengaruh untuk mulai merokok.
Ada acara anak-anak dan remaja yang mengharuskan mereka membeli rokok agar bisa bermain atau masuk ke arena permainan. Sales promotion girl nya memaksa anak-anak dan remaja membeli rokok. Malah banyak acara yang membagikan rokok secara gratis, kata Dina Kania.
Elaine Yin, Associate Director International Communications Campaign for Tobacco Free Kids, mengatakan, promosi rokok secara tidak langsung melalui
acara olahraga dan pentas musik kini makin banyak dilakukan. Itu memang salah satu cara, kata Elaine Yin.
Heran
Sementara itu, Mary Asunta dari South East Asia Tobacco Control Alliance menyatakan keheranannya melihat begitu brutal-nya iklan rokok di Indonesia.
Mengapa bisa begitu? Sebab, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau
(Framework Convention on Tobacco Control/FCTC).
FCTC sudah diratifikasi oleh 164 negara. Saat penyusunan FCTC, Indonesia turut aktif memberikan sumbang saran isi FCTC, tapi saat penandatanganan,
delegasi Indonesia tidak hadir, kata Mary Asunta.
Padahal, dengan meratifikasi FCTC, Indonesia akan mendapatkan keuntungan. Prof Prakit Vathesatogit dari National Committe for Control of Tobacco
Use Thailand menyatakan, setelah Pemerintah Thailand meratifikasi FCTC, keuntungan yang didapat, antara lain, naiknya cukai rokok menjadikan
naiknya pendapatan pemerintah.
Dengan pendapatan yang bertambah, Pemerintah Thailand bisa membangun MRT/BTS sehingga sarana transportasi menjadi makin baik, kesehatan
masyarakat pun meningkat. Dan, biaya kesehatan masyarakat miskin menurun, kata Prof Prakit.
Selain itu, dengan menandatangani FCTC, industri rokok tidak bisa seenaknya beriklan seperti sekarang ini. Artinya, anak-anak dan remaja Indonesia
terlindungi. Tidak seperti saat ini, iklan rokok menghadang kita di mana-mana.
Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan, Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak memiliki iktikad
baik untuk melindungi anak-anak dan remaja. Hal itu terbukti dengan belum disahkannya Undang-Undang Pengendalian Dampak Tembakau.
Download